BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Politik Anggaran Kabupaten Samosir Tahun Anggaran 2012 Beserta Perubahannya
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
David Easton menjelaskan politik itu adalah alokasi nilai-nilai, dan dalam konsep politik nilai-nilai itu adalah kekuasaan. Kekuasaan untuk mengalokasikan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang hendak ditujukan untuk
kebaikan bersama, kepentingan umum dan ke sejahteraan sosial. Alokasi nilai-nilai tersebut tentunya akan diarahkan secara langsung menyelesaikan fenomena-fenomena fisik dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara seperti yang akan kita rinci nantinya dalam politik anggaran. Bagaimana politik itu seharusnya menciptakan keseimbangan (balanced), keadilan (justice), persamaan (equality) dan kebebasan (freedom) dan aspek-aspek kemanusiaan (human beings). Dan dalam pandangan Easton bahwa masalah kebijakan juga dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri
dari input, konversi dan output.
Didalam teori-teori politik yang umum dapat kita pahami bahwa ada dua unsur dalam kehidupan berpolitik, Negara (State) sebagai lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mencapai cita-cita bersama dan tujuan bersama. Dan masyarakat adalah yang mendelegasikan haknya kepada negara untuk mengurusi kepentingan bersama. Negara dinilai sebagai lembaga yang mengelola urusan-urusan yang berkenaan dengan pelayanan publik. Dan pelayanan itu dapat dijalankan dengan perumusan dan pelaksanaan pelayanan publik. Perumusan dilaksanakan oleh lembaga legislatif dan pelaksanaan oleh
eksekutif. Sebuah kebijakan publik biasanya diawali dengan pengambilan keputusan yang esensinya mewakili kepentingan orang banyak. Hal ini dapat kita tinjau ketika 1 perumusan tersebut di dukung oleh mayoritas. Dan kebijakan publik adalah output 2 P Anthonius Sitepu, Sistem Politik Indonesia, Medan:Pustaka bangsa Press, 2006 hal 28 3 AG.Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, Yogjakarta:Pustaka Pelajar, 2009, hal 103 Nugroho, 2008 : hal92-93
yang paling nyata dan yang paling utama dari setiap sistem politik dan kebijakan
publik dalah bentuk nyata dari politik.
Politik anggaran adalah upaya-upaya untuk mengelola sumber daya dan terutama yang dapat dinilai dengan uang dan barang dan mengalokasikan nilai-nilai
tersebut untuk kepentingan bersama di dalam kehidupan bermasyarakat. Dan berdasarkan pendekatan fungsionalisme yang berkaitan dengan persoalan pembuatan kebijakan maka David Easton menyatakan bahwa politik itu adalah alokasi nilai-nilai. Dan nilai-nilai dalam konsep politik adalah kekuasaan yaitu bagaimana mengalokasikan kekuasaan yaitu sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sedangkan H.D.Laswell dalam cara pandang kekuasaan menyatakan bahwa politik adalah bagaimana mencari, melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan (who get,
what get and how get ) dan dalam fenomena kehidupan politik anggaran kita sehari-
hari hal ini sangat relevan. Artinya teori bagi-bagi kue yang lebih lanjut dijelaskan oleh Laswell menyatakan bahwa baik dalam fenomena-fenomena politik anggaran di pusat atau di daerah otonom sektor-sektor dan kelompok kepentingan bertarung dan berjuang untuk mendapatkan proporsi anggaran yang menjadi kebutuhan dan keperluannya. Maka sektor apa yang mendapat apa, berapa nilai yang didapat dan bagaimana mendapatkannya.
Dalam maknanya yang lebih luas, politik juga senantiasa berkenaan dengan produksi, distribusi dan penggunaan sumber-sumber daya untuk mempertahankan hidup. Masalah mengelola sumber daya yang ada menjadi penghasilan output jangka panjang yang dikalkulasikan dalam setahun atau satu tahun anggaran tidaklah mudah. Upaya-upaya yang strategis harus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan nilai-nilai yang nantinya akan didistribusikan. Hal ini juga terkhusus bagi politik anggaran di daerah atau secara langsung berkaitan dengan masalah 4 mengatur dan mengurus daerah otonom sejak di rumuskannya konsep otonomi 5 P.Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, yogyakarta: Graha Ilmu, 2012 hal 6 Dede Mariana & Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik desenteralisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008,hal 56 daerah. Masing-masing daerah berupaya memanfaatkan sumber-sumbernya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) diluar dari bagaimana kemampuan daerah untuk melakukan upaya tambahan seperti yang dijelaskan oleh H.D.Laswelth,
who get, what get and how get. Artinya menjadi hal yang perlu membangun
hubungan dan akses dengan pemerintahan pusat untuk mempengaruhi siapa yang mendapat (daerah), apa yang didapat (Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus) dan bagaimana mendapatkan serta mempertahannkannya demi mendukung pembangunan dan mengakomodir kepentingan di daerah tersebut.
Demikianlah upaya untuk meningkatkan pendapatan dan nilai adalah proses yang tidak mudah. Maka perlu pula untuk diimbangi dengan pengalokasian dan pendistribusian nilai tersebut dengan baik. Artinya baik itu pusat ataupun daerah tidak ingin mendistribusikan dan mengalokasikan kearahan dan tujuan yang tidak tepat. Atau menganggarkan dana untuk dibelanjakan kepada hal yang tidak berguna, sia-sia dan pemborosan. Dan dengan demikian akan sangat sia-sia upaya-upaya yang telah dikelola dari awalnya. Suksesnya pengelolaan dan pengalokasian nilai-nilai dan anggaran adalah sangat mempengaruhi kualitas dan aspek-aspek kehidupan publik dan orang banyak, maka perlu dikelola dan dirumuskan sedemikian jelas dan serius. Dan politik akan membicarakan uang untuk mengatur kehidupan publik serta aktivitas sosial warganya.
Tuntutan dalam perkembangan demokrasi yang lebih lanjut adalah bagaimana kesadaran politik itu diterjemahkan kedalam politik anggaran. Walau bagian ini memang tidak dapat dipisahkan dari fenomena-fenomena politik lainnya seperti bagaimana merebut kekuasaan, menjalankan dan mempertahankan kekuasaan tersebut hingga ada penempatan wewenang (authory) dan legitimasi untuk membuat kebijakan (rule making policy), menjalankan kebijakan (rule aplication policy) dan mengawasi kebijakan tersebut (rule Adjudication policy) dan harus kita pahami juga bahwa lembaga Yudikatif yang mengawasi kebijakan sifatnya adalah independen. Artinya adalah dalam kebanyakan aktivitas politik, hubungan antara yang membuat kebijakan (legislatif) dan yang menjalankan (eksekutif) cenderung lebih dekat dan saling mempengaruhi dibandingkan dengan lembaga yang mengawasi kebijakan (yudikatif).
Bagaimana juga kesadaran dan partisipasi politik diterjemahkan kedalam politik anggaran atau keuangan adalah hal yang dikemudian hari harus menjadi sebuah habitus baru dalam perpolitikan. Baik untuk ukuran nasional ataupun dalam aktivitas politik di daerah. Mungkin saya lebih senang mengatakannya Desentralisasi Partisipatif. Terlepas dari hal tersebut kita dalam kenyataannya sedang berjalan dalam sebuah era reformasi yang didalamnya ada hal-hal baru yang mulai muncul dan diprioritaskan dalam aktivitas politik nasional. Termasuk dalam upaya percepatan dan pemerataan pembangunan di daerah. Tentunya tidak relevan lagi untuk penyeragaman dan penggunaan tolak ukur yang sama dalam pembangunan dan pengelolaan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Maka ada hal-hal tertentu yang sangat menarik untuk dikaji didalam pengelolaan dan pengurusan Daerah Otonom. Dan itu semua berkaitan dengan apa yang kita pahami sebagai politik.
Dalam politik anggaran kebutuhan akan kemampuan yang hampir tidak bisa dihindari (niscaya) adalah kemampuan untuk mengalokasikan nilai-nilai. Dan ini merupakan prasyarat yang tentunya dibutuhkan dalam merumuskan RAPBN/RAPBD sebagai tahapan awalnya. Kemudian proses bagaimana konsisten melaksanakannya dengan unsur-unsur keterbukaan (akuntabilitas) atau merealisasikannya hingga melakukan alternatif-alternatif tertentu untuk merespon kendala atau ketidaksesuaian dalam hal-hal tertentu. sehingga adanya perubahan (revisi) dan hal inilah yang bisa kita pahami sebagai APBN-P/APBD-P.
Otonomi daerah bukan hanya masalah penyerahan kewenangan dari pusat kepada daerah dan secara otomatis berkurangnya wewenang (authory) dan dan tugas- tugas pusat yang menjadi tanggung jawab dan pengerjaan politik oleh perangkat- perangkat di daerah. Otonomi daerah membawa perubahan dimana daerah menggunakan otonomi yang dimilikinya untuk berkreasi dan berinovasi dalam mengelola sumber-sumber daya yang dimilikinya. Selama lebih dari 3 dekade, kekayaan alam yang dimiliki daerah selalu mengalir ke pusat. Dan ibu kota yang selalu digenjot pertumbuhannya untuk memperbaiki wajah negara dalam pergaulan internasional. Dan produknya adalah tingginya kesenjangan antara pusat dan daerah. Dan potret-potret demikian adalah hal yang tentunya ingin ditinggalkan. Bentuk sistem baru dan pembenahan infrastruktur dan suprastruktur politik di pusat dan terlebih di daerah. Desentralisasi memberikan harapan baru pada masyarakat di daerah-daerah tersebut sekaligus memberikan posisi tawar mereka manakala
berhadapan dengan pemerintah pusat.
Kabupaten Samosir adalah hasil pemekaran dari induknya Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia. Hal ini dalam rangka mewujudkan aspirasi masyarakat yang berkembang di Kabupaten Toba Samosir serta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Toba Samosir. bahwa dengan memperhatikan hal tersebut di atas dan berdasarkan kriteria kemampuan ekonomi, potensi daerah, kondisi sosial budaya, kondisi sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lainnya maka dibentuk Kabupaten Samosir di Provinsi Sumatra Utara.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 pasal 3 tentang pembentukan, batas wilayah, dan ibu kota maka Kabupaten Samosir berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Toba Samosir yang terdiri atas: Kecamatan Simanindo, Kecamatan Onan Runggu, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Palipi, Kecamatan Sitio-tio, Kecamatan Harian, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kecamatan Ronggur Nihuta dan Kecamatan Pangururan. Dan berdasarkan pasal 6 tentang batas wilayah yaitu : Sebelah utara berbatasan dengan Danau Toba, Sebelah timur berbatasan 6 dengan Danau Toba, Sebelah selatan berbatasan dengan Danau Toba, Kecamatan
Dede Mariana & Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik desenteralisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008, hal 58 Bhakti Raja, Kecamatan Pollung, Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan, Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Parbuluan dan Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. ejalan dengan tuntutan perkembangan era reformasi, Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dipandang perlu mendapat perubahan dengan terbitnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang salah satunya antara lain menetapkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu paket melalui pemilihan langsung. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pada tanggal 27 Juni 2005 diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Samosir secara langsung oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Samosir yakni terpilihnya Ir. Mangindar Simbolon dan Ober Sihol Parulian Sagala, SE sebagai Bupati dan Wakil Bupati Samosir Periode 2005-2010 yang selanjutnya ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.22-740 tanggal 12 Agustus 2005. Kemudian pada tanggal 13 September 2005, Bupati dan Wakil Bupati Samosir terpilih dilantik oleh Gubernur Sumatera Utara atas nama Presiden Republik Indonesia dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Samosir.
Dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Kabupaten Samosir sesuai amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara serta berbagai ketentuan yang berlaku sekaitan dengan tugas dan kewajiban pemerintahan, Pemerintah Kabupaten bersama DPRD Kabupaten Samosir telah berhasil menetapkan berbagai peraturan daerah antara lain Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagai salah satu unsur pendukung dalam penyusunan APBD, Perda Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah sebagai landasan penataan organisasi, Perda tentang Lambang Daerah dan Perda Kabupaten Samosir Nomor 28 Tahun 2005 yang menetapkan bahwa tanggal 7 Januari sebagai Hari Jadi Kabupaten Samosir, kemudian Perda tentang Pemerintahan Desa sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Perda tentang Perijinan, Pengelolaan Keuangan/Barang, Pengawasan Ternak, Pengelolaan Irigasi, Pengendalian Lingkungan Hidup, Pemberdayaan dan Pelestarian Adat Istiadat, APBD dan Perubahan APBD termasuk didalamnya Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2006-2010 sebagai
landasan penyelenggaraan pembangunan 5 (lima) tahun ke depan.
7 www.Sejarah kabupaten Samosir.com, diakses pada 10 Februari 2013 pkl 22.34 wib
Kewenangan Kabupaten Samosir mencakup kewenangan, tugas dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus bidang pemerintahan yang diserahkan dari Kabupaten Induk. sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini seperti yang ada pada pasal 9 tentang kewenangan daerah. Bupati Toba Samosir menginventarisasi, mengatur, dan melaksanakan penyerahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepada Pemerintah Kabupaten Samosir, berdasarkan pasal 15 Undang-undang Nomor 36 tahun 2003 ayat 1 yaitu: a) pegawai yang karena tugasnya diperlukan oleh Pemerintah Kabupaten Samosir, b) barang milik/kekayaan daerah yang berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak yang dimiliki/dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir yang berada dalam wilayah Kabupaten Samosir, c) Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Toba Samosir yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kabupaten Samosir, d) utang piutang Kabupaten Toba Samosir yang kegunaannya untuk Kabupaten Samosir, e) dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kabupaten Samosir. Dan pada pasal 16 diatur dengan jelas bahwa Kabupaten Samosir memiliki kewenangan atas pemungutan pajak dan retribusi daerah sejak terbentuknya perangkat daerah Kabupaten Samosir sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu pada ayat pertama, Kabupaten Samosir berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada ayat ke-2, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengalokasikan anggaran biaya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara untuk menunjang kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sampai dengan ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Toba Samosir yaitu terkandung pada ayat
ke-4 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 pasal 16.
Maka berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan kajian-kajian empirik tentang otonomi daerah yang berkenaan dengan mengatur dan mengurus daerah. Kita perlu 8 mengkaji lebih dalam bagaimana aktivitas politik pemerintah kabupaten Samosir
www.Undang-undang Pemekaran Kabupaten Samosir.com, diakses pada 10 Februari 2013 pkl 22.35 wib pada tahun 2012 dengan pendapatan daerah Rp. 430.381.755.828,00 atau menjadi Rp. 458.097.710.760,00 setelah perubahan, yaitu Rp. 14.062.964.285,00 dari pendapatan asli daerah atau menjadi Rp. 17.961.190.369,00 setelah perubahan, Rp.
383.827.108.593,00 dari dana perimbangan atau menjadi Rp. 386.188.339.406,00 setelah perubahan, Rp. 32.491.682.950,00 dari lain-lain pendapatan daerah yang sah atau menjadi Rp. 53.948.180.985,00 setelah perubahan. Sedangkan untuk belanja daerah Rp. 440.324.297.236,00 atau menjadi Rp. 487.803.136.730,08 setelah perubahan, Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 241.769.193.462,00 atau menjadi Rp. 259.446.629.288,18 setelah perubahan, Rp. 235.890.916.380,18 dialokasikan untuk belanja pegawai, Rp. 5.560.000.000,00 untuk belanja hibah, Rp. 2.420.000.000,00 untuk belanja bantuan sosial, Rp. 971.200.000,00 untuk belanja bagi hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa, Rp. 13.585.800.000,00 untuk belanja bantuan keuangan Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa dan Partai Politik, Rp. 1.018.712.907,42 untuk belanja tidak terduga. Sedangkan untuk belanja langsung Rp. 198.555.103.774,00 atau menjadi Rp. 228.356.507.441,90 setelah perubahan, Rp. 20.767.967.175,00 untuk belanja pegawai, Rp. 91.048.522.066,90 untuk belanja barang dan jasa, Rp. 116.540.018.200,00 untuk belanja modal. Sedangkan penerimaan pembiayaan daerah Rp. 71.000.000.000,00 atau menjadi Rp. 91.331.373.929,08 setelah perubahan dan pengeluaran pembiayaan daerah Rp. 61.625.947.959,00. Ini adalah gambaran umum anggaran yang ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan seperti yang menjadi alasan otonomi daerah, desentralisasi dan dekonsentrasi diupayakan. Yaitu untuk pemerataan pembangunan dan meningkatkan pelayanan terhadap publik/masyarakat. Maka kita harus mengkaji keahlian, kemampuan dan komitmen pemerintah daerah dalam mengelola keuangan ataupun aset-aset daerah untuk membangun dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut yaitu dimekarkannya daerah otonom Samosir dari kabupaten Tobasa berdasarkan beberapa kriteria yang diatur dalam perundang-undangan. Diantaranya penyerahan wewenang dari kabupaten Toba Samosir dan dari pemerintahn pusat kepada pemerintah kabupaten Samosir untuk mengelola dan mengurus daerah otonom Samosir. Maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “bagaimana peranan pemerintah kabupaten Samosir untuk mengurus, mengelola potensi dan melakukan pembangunan di daerah otonom Samosir melalui kebijakan anggarannya”.
1.3 Pembatasan Masalah
Adanya pembatasan masalah guna memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian, serta untuk menghasilkan uraian yang sistematis. Maka yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : “ penulisan terbatas pada pengkajian politik atau kebijakan anggaran dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten Samosir tahun anggaran 2012”. Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam APBD adalah pendapatan terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pengeluaran terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk melihat sejauh mana pemerintah kabupaten Samosir mengatur, mengurus, mengembangkan dan membangun daerah otonom samosir melalui kebijakan anggarannya.
2. Untuk mengamati apakah langkah-langkah dan kebijakan pemerintah kabupaten Samosir mengenai kebijakan anggarannya dan pengelolaan keuangan daerah.
3. Untuk mengetahui rencana strategis, prioritas pembangunan dan kemana penekanan anggaran kabupaten Samosir tahun anggaran 2012.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis maupun metodologis, studi ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi kebijakan anggaran atau politik anggaran.
2. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui penelitian ini.
3. Bagi akademisi, dapat menjadi bahan acuan maupun referensi dalam konteks ilmu politik di Indonesia.
4. Menambah pengetahuan masyarakat, yang dalam hal ini lebih di prioritaskan kepada peran dan fungsi Pemerintah Daerah untuk mengembangkan daerahnya masing-masing melalui kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah.
1.6. Kerangka Teori
Untuk memudahkan penelitian, diperlukan pedoman dasar berpikir yaitu kerangka teori. Selanjutnya, “Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep dan konstruksi, definisi, dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Ringkasnya, teori adalah hubungan suatu konsep dengan konsep lainnya untuk menjelaskan gejala
tertentu”. Konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Atau konsep adalah suatu kata atau lambang yang menggambarkan kesamaan-kesamaan
dalam berbagai gejala walaupun berbeda.
Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya 9 pendapatan dan pengeluaran, pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, , Jakarta:LP3ES, 1989, hal 37. 10 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit, 2004, hal 27 otorisasi pengeluaran dimasa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran- ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koodinasi bagi semua aktivitas berbagai unit kerja. Anggaran daerah yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan utama pemerintah daerah karena APBD adalah intisari dari apa yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam satu tahun kedepan sebagai rangkaian tak terpisahkan dari kebijakan masa lalu dan tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang. dan untuk mereduksi mengenai anggaran daerah tersebut maka kita perlu mengkaji kembali ruang lingkup keuangan daerah dan sejauh mana aspek-aspek yang harus dikelola dengan uang ataupun anggaran daerah.
Teori ruang lingkup keuangan daerah adalah teori yang akan kita gunakan untuk mengkaji politik anggaran di Kabupaten Samosir. Dan untuk memahaminya kita akan mengkaji dari beberapa sisi yakni; dipandang dari sisi objek, dari sisi subjek, proses dan tujuannya.
1.6.1 Ruang Lingkup Keuangan Daerah
1.6.1.1 Sisi Objek Yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah. Dan hal ini berdasarkan penjelasan pasal 156 ayat (1) undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
1.6.1.2. Sisi Subjek Yang dimaksud dengan subjek keuangan daerah, yaitu mereka yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah, dalam hal ini pemerintah daerah dengan perangkatnya, perusahaan daerah, dan badan-badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan daerah, seperti DPRD dan BPK.
1.6.1.3. Sisi Proses Keuangan daerah mencakup seluruh rangkaian yang berkaitan dengan pengelolaan objek, yaitu semua bentuk hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Prosesnya mungkin akan didahului dari rapat koordinasi di tingkat Kelurahan/Desa, kecamatan dan antara sektor-sektor pemerinah daerah. Atau perencanaan yang yang selama ini telah berlangsung suatu proses perencanaan pengelolaan keuangan “buttom-up” atau perencanaan dari bawah ke atas. Mungkin karena kita, kapanpun juga, akan selalu menghadapi keterbatasan waktu dan dana dan ini diakibatkan tidak terbatasnya suatu proses perencanaan
pengelolaan keuangan “buttom-up” atau perencanaan dari bawah ke atas. Mungkin karena kita, kapanpun juga, akan selalu menghadapi keterbatasan waktu dan dana dan ini diakibatkan tidak terbatasnya ang akan dibangun dan terbatasnya jumlah dana yang bisa dikelola maka perlunya sebuah rencana pengelolaan keuangan yang secara menyeluruh mencakup rencana-rencana kebijakan yang sepenuhnya memperhitungkan kepentingan rakyat yang berada disetiap tempat, lokasi dan lingkungan. Maka juga yang harus diusahakan dalam rencana pengelolaan keuangan adalah keterpaduan yang nyata antara proses “buttom-up” dan proses “top-down”.
1.6.1.4.Sisi Tujuan Keuangan daerah meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubugan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan terhadap hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Dalam rangka penyelenggaraan daerah.
Dari sisi tujuan, pengelolaan keuangan daerah merupakan kegiatan dalam rangka penyelengggaraan daerah. Yang didalamnya adalah masalah-masalah
11 B.S.Muljana,perencanaan pembangunan Nasiona, Jakarta:UI-Press, 2001 hal 318
pembangunan di daerah, kebijakan pembangunan dan kegiatan pembangunan
didaerah yang ditopang oleh keuangan daerah.
1.6.2 Masalah-Masalah Pembangunan Daerah 1.6.2.1 Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk.
Tingakat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi merupakan masalah yang dihadapi pemerintah pusat dan daerah. Dan salah satu akibatnya adalah kelebihan tenaga kerja dengan bidang keahlian dan mutu yang belum memadai, Sehingga mengalirnya kelebihan tenaga kerja ke kota-kota.
1.6.2.2 Prasarana dan Sarana Perhubungan Peningkatan Prasarana dan Sarana Perhubungan di daerah sangat diperlukan untuk mengimbangi arus barang dan orang sebagai akibat meningkatnya aktivitas dan kegiatan perdagangan dalam daerah ataupun antar daerah dan juga kegiatan ekspor- impor, kegiatan Pariwisata. Peningkatan pembangunan untuk sarana pendukung sektor perhubungan seperti, peningkatan pelayanan di Dermaga, Terminal dan Bandara untuk peningkatan kegiatan di daerah.
1.6.2.3 Bidang pendidikan dan Kesehatan Meningkatnya volume kegiatan pendidikan dan makin besarnya kebutuhan untuk menghasilkan lulusan pendidikan yang mutunya memadai. Maka pemerintah daerah harus deng an benar mengelola keuangan daerah untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan mengalokasikannya untuk pembangunan sarana dan prasarana seperti ruang kelas, ruang praktek, ruang laboratorium, perpustakaan, buku dan guru baik ditingkat SD, SMP, SMA maupun perguruan tinggi di daerah.
Dibidang kesehatan Pemerintah daerah setiap tahunnya harus meningkatkan 12 pelayanan kesehatan, pelaksanaan vaksinasi dan pemberantasan penyakit menular,
Muhammad Djumhana, Pengantar Hukum Keuangan Daerah, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007 hal 1 penambahan Puskesmas dan Puskesmas keliling, fasilitas rumah sakit daerah, serta penambahan tenaga medis dan paramedis.
1.6.2.4 Perkembangan Pedesaan, lembaga Swadaya Masyarakat dan Penataan Ruang Permasalahan pedesaan yang perlu menjadi prioritas adalah masalah fasilitas perhubungan, tingginya tingkat kekritisan sumber daya alam dan tingginya tingkat kerawanan terhadap bencana alam terutama banjir dan kekeringan.
Maka dalam hal ini perlunya peningkatan peran serta Lembaga Swadaya Masyarakat dan Lembaga Sosial Lainnya dalam pelaksanaan pembangunan dan perlunya meningkatkan usaha perkoperasian di daerah sebagai penggerak perekonomian.
Penataan ruang dan pertanahan yang tidak baik akan menyebabkan pemerintah daerah sulit untuk melakukan koordinasi pembangunan, pengendalian penggunaan ruang dan pengendalian pemanfaatan sumber daya alam. Di daerah mekanisme pengendalian penggunaan ruang masih belum mantap dan belum memadainya Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten, Kotamadya dan kawasan- kawasan pengembangan industri dan pariwisata di daerah.
1.6.3 Kebijakan Pembangunan
Kebijakan umumnya adalah sebuah arahan. Maka pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan sektor pertanian dan sektor industri. Peningkatan itu juga disertai dengan peningkata akan penguasaan dan kualitas teknologi dan diharapkan dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan pertumbuhan produksi daerah. Pembangunan sektor sosial, kependudukan dan sektor ekonomi dilakukan seara terpadu dalam rangka pembangunan wilayah. Dan secara keseluruhan pembangunan wilayah diarahkan pada peningkatan kualitas masyarakat, pertumbuhan dan pemerataan yang optimal, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan pendapatan nyata dan kesejahteraan sosial serta taraf hidup seluruh lapisan
masyarakat. Berdasarkan arahan dan masalah-masalah pembangunan daerah maka dikembangkan langka-langkah pembangunan daerah yang pokok-pokoknya adalah sebagai berikut. 1. 6.3.1 Sektor Pertanian, Industri dan Perdagangan
Pemerintah daerah harus betul-betul menyadari dan paham bahwa daerah yang dikelolanya harus berproduksi. Maka peningkatan di sektor pertanian dalam arti luas harus memang betul-betul ditingkatkan untuk meningkatkan produksi dan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan para petani, memperluas kesempatan kerja, memenuhi kebutuhan industri akan bahan baku dan untuk meningkatkan ekspor.
Keseimbangan antara sektor pertanian dan industri di daerah harus diwujudkan dan terus dibenahi. Usaha pembangunan dan pengembangan sektor industri, terutama agroindustri harus terus didorong untuk menciptakan iklim berusaha dan melibatkan partisipasi swasta melalui pemberian informasi dan pemberian kemudahan. Maka disamping itu pemerintah daerah harus melakukan kegiatan-kegiatan promosi agar pihak swasta masuk kedalam pengembangan sektor perhubungan, komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dalam perdagangan. Upaya- upaya seperti ini juga akan maksimal melalui bimbingan, penyuluhan, penyempurnaan sisitem sisitem informasi pasar dan sisitem angkutan.
1.6.3.2 Perluasan Lapangan Kerja, Koperasi dan Pariwisata Pemerintah daerah harus merumuskan kebijakan untuk mempromosikan daerah dan melakukan upaya-upaya pendekatan terhadap investor untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Kegiatan-kegiatan mengolah sumber daya alam juga harus memenuhi persyaratan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan.
13 B.S.Muljana,perencanaan pembangunan Nasional, Jakarta: UI-Press, 2001 hal 194-196
Usaha koperasi di dalam perekonomian dan pembangunan daerah adalah corak perekonomian mikro yang menuntut partisipasi secara menyeluruh dari kegiatan ekonomi masyarakat terutama masyarakat di pedesaan yang merupakan basis perekonomian di daerah.
Untuk meningkatkan sektor pariwisata pemerintah daerah harus memiliki keseriusan mengembangkan potensi alam untuk kunjungan wisata. Untuk itu berbagai fasilitas akomodasi, pengangkutan dan telekomunikasi dari dan ke daerah wisata akan terus dikembangkan.
1.6.3.3 Daerah Tertinggal, Daerah Kritis Daerah padat Penduduk dan Tata Ruang Filosofi dan tujuan otonomi daerah adalah aspek pemerataan pembangunan, demikian halnya pembangunan didaerah harus juga didasari dengan pemahaman pemerataan pembangunan hingga kedaerah pedesaan dipelosok dan sulit dijangkau. Produk kebijakan dan orientasi pembangunan juga harus proporsional diarahkan di daerah tertinggal, daerah kritis dan daerah padat penduduk.
Sedangkan daerah padat yang umumnya ada diperkotaan akan dilanjutkan pula secara terencana dan terpadu dengan memperhatikan perkembangan penduduk dan kepentingan mereka. Pembangunan daerah padat diarahkan untuk menjamin lingkungan yang sehat untuk hidup, bekerja dan berusaha. Dan bagian terakhir mengurus masalah daerah berpenduduk padat adalah dengan menyeimbangkan pembangunan di pedesaan dan di perkotaan.
Dalam rangka mengurangi derasnya arus urbanisasi ke kota-kota besar pemerintah daerah harus berupaya melakukan pengembangan kota sedang dan kota kecil. Untuk mendukung ini pemerintah menempuh langkah awal dalam hal pemberdayaan aparatur daerah untuk menggali dan penyerahan potensi baru daerah dan itu dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan tidak menghambat perkembangan dunia usaha. Sejalan dengan itu diusahakan penyempurnaan mekanisme perpajakan dan retribusi daerah, peningkatan kinerja aparatur daerah dalam memungut pajak dan retribusi daerah, pajak bumi dan
bangunan.
1.6.4 Kegiatan Pembangunan
Kegiatan pembangunan daerah adalah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Hal ini kita pahami melalui UU No.32 Tahun 2004 yaitu penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola, mengatur dan mengurus daerah berdasarkan wewenang secara luas dan bertanggung jawab. Kegiatan pembangunan dapat kita lihat dai apa yang telah dihasilkan dan dibangun atau sedaang dibangun. Kegiatan pembangunan berkaitan dengan implementasi kebijakan yang telah dirumuskan dan diputuskan. Dalam pandangan David L Weimer dan Aidan R. Vining (1999:396) ada tiga kelompok variabel besar yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan, yakni; Logika Kebijakan, Lingkungan Tempat Kebijakan Dioperasikan dan kemampuan
implementor kebijakan.
1.7. Metodologi Penelitian
Dalam kehidupan kita sehari-hari tentunya kita akan melihat dan menemukan sederetan fakta, angka, sudut pandang dan dinamika dalam peristiwa sosial dan politik yang tentunya hal tersebut memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri untuk di kaji, di jawab, dikembangkan dan digiring kedalam bentuk yang tidak rumit melalui teorisasi. Pada hakekatnya penelitian mempunyai fungsi menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Maka untuk itu dibutuhkan suatu ilmu yang dapat menjelaskan mengenai jenjang-jenjang yang harus dilalui dalam suatu proses penelitian atau yang disebut Metodologi Penelitian yang diharapkan dapat mengkonstruksikan bentuk dan instrumen penelitian. Konstruksi
14 15 B.S.Muljana, perencanaan pembangunan Nasional, Jakarta: UI-Press,2001 hal 199 AG.Subarsono, Analisis Kebijakan Publik,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hal 17 teknik dan instrumen yang baik dan benar akan mampu menghimpun data secara
objektif, lengkap dan dapat dianalisa untuk memecahkan suatu permasalahan.
1.7.1 Metode Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan metodologis, yaitu deskriptif. Penelitian deskriptif ialah langkah-langkah melakukan reinterpretasi objektif tentang fenomena- fenomena sosial yang terdapat dalam masalah diteliti. Subjek dari penelitian ini biasanya berupa individu, organisasional, industri atau persfektif lain yang dilakukan untuk untuk menjawab pertanyaan tentang: siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana yang berkaitan dengan populasi atau fenomena tersebut. Penelitian deskriptif paling sederhana hanya menaruh perhatian pada satu variabel. Dan bila ada hipotesis, maka hipotesisnya hanya berusaha untuk menyatakan ukuran, bentuk distribusi, atau eksistensi sebuah variabel.
Walaupun penelitian deskriftif memiliki tujuan utama untuk mendapatkan gambaran, tetapi akurasi merupakan hal terpenting yang harus diutamakan. Tujuan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Mencari informasi faktual yang detail tentang objek tertentu.
2. Mengidentifikasikan masalah atau mendapatkan justifikasi keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung.
3. Membuat evaluasi 4.
Mengetahui apa yang dikerjakan individu lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa mendatang. Metode ini merupakan langkah-langkah melakukan representasi obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat didalam masalah yang diteliti. Ciri-ciri pokok penelitian yang menggunakan penelitian deskriptif adalah:
16 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit, 2004, hal 3
1. Memusatkan perhatian pada masalah yang ada pada saat penelitisn dilakukan atau masalah-masalah yang bersifat faktual.
2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya,di iringi dengan interpretasinasional yang memadai.
Menurut Nasir, gambaran penelitian deskriptif adalah sebagai studi untuk menentukan fakta dengan interpretasi yang tepat. Melukiskan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena individu atau kelompok, menentukan frekuensi terjadinya suatu keberadaan untuk meminimalkan bias dan memaksimalkan reabilitas. Analisisnya dikerjakan berdasarkan “exposy facto” yang artinya data dikumpulkan, setelah semua kejadian berlangsung .
1.7.2 Jenis Penelitian
Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif yang mencoba menganalisis peerilaku dan fenomena politik yang tidak dapat atau tidak dianjurkan untuk di kuantifikasi (pendekatan positivis). Mereka yang mendukung metode kualitatif mengadopsi apa yang sering kita sebut sebagai pandangan ontologis- pengakuan bahwa realitas tidak objektif. Maka untuk ini kita perlu masuk kedalam
setting sosial dari fokus penelitian kita. selain itu apa yang sebenarnya kita cari
jawabannya adalah bukan hanya “apa yang terjadi” tetapi juga “mengapa” dan
“bagaimana”.
Aplikasi penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode deskrptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati.
Paradigma kualitatif ini merupakan paradigma penelitian yang menekankan 17 pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan 18 Mohammad Nasir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983 hal. 105 19 Lisa Harrison,Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana, 2009 hal 89 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994, hal 3
kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks, dan rinci. Penelitian yang menggunakan pendekatan induksi yang mempunyai tujuan penyusunan
konstruksi teori atau hipotesis melalui pengungkapan fakta. Riset kualitatif cenderung fokus pada usaha mengeksplorasi sejumlah contoh atau peristiwa yang dipandang menarik dan mencerahkan, dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang “mendalam”, “bukan luas” (Blaxter et al., 1996 hal. 60) maka untuk penelitian ini diharapkan adanya penjelasan yang lebih besar dan kesempatan untuk berekspresi.
Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi satu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. Masalah yang akan diungkapkan dapat disiapkan sebelum mengumpulkan data atau informasi, akan tetapi mungkin saja berkembang dan berubah selama kegiatan penelitian dilakukan. Dengan demikian data/informasi yang dikumpulkan data terarah pada kalimat yang diucapkan, kalimat yang tertulis dan tingkah laku kegiatan. Informasi dapat dipelajari dan ditafsirkan sebagai usaha untuk memahami maknanya sesuai dengan sudut pandang sumber datanya. Maka informasi yang bersifat khusus itu, dalam bentuk teoritis melalui proses penelitian kualitatif tidak mustahil akan menghasilkan teori-teori baru, tidak sekedar untuk kepentingan praktis saja.
Secara khusus, penelitian yang penulis gunakan dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Fakta atau data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa. Pada penelitian deskriptif, penulis memusatkan perhatian pada penemun fakta-fakta sebagaimana keadaan yang sebenarnya ditemukan. Karena itu dalam penelitian ini, penulis mengembangkan konsep dan menghimpun berbagai data, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.
20 Erlina, Metodologi Penelitian, Medan: USU Press, 2011 hal 14
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, metodenya tergantung pada tujuan penelitian yang hendak dicapai. Jika tujuannya mendapatkan kejelasan atas suatu fenomena, atau mendapatkan pengertian baru, membentuk suatu masalah penelitian yang lebih tepat, menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan) dan untuk menentukan frekwensi sesuatu yang terjadi atau penelitian tersebut adalah penelitian deskriptif yang mencoba memberikan deskripsi yang seteliti mungkin tentang manusia atau suatu keadaan. Maka untuk penelitian ini kita akan memperoleh jawaban melalui suatu penelitian eksploratif (penjajagan). Tujuannya bukan langsung merumuskan teori atau hipotesis, melainkan belajar sebanyak mungkin tentang objek studi. Kita mencoba terlebih dahulu mengidentifikasi masalah sebaik mungkin dan bukan menyusun klasifikasi-klasifikasi
dari segala aspek suatu gejala.
Maka penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Data Sekunder, yaitu penelitian kepustakaan (Library research) yaitu dengan mempelajari buku-buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan, dokumen- dokumen serta bahan-bahan lain yang berkaitan dengan penelitian.
1.7.4 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses pengorganisasian dengan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema permasalahan. Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun, dianalisa, dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada. Data-data tersebut diolah dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya 21 akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang akan diteliti.
Rianto adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta:Granit, 2004 hal 57-58