Analisis Yuridis Peranan Notaris Dalam Praktek Gadai Saham Perseroan Terbatas Pada Bank

  

BAB II

PERANAN NOTARIS DALAM PELAKSANAAN GADAI SAHAM

PERSEROAN TERBATAS PADA BANK

A. Pengertian Notaris Sebagai Pejabat Umum Pengertian notaris sebagai pejabat umum terdapat didalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004. Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris menyatakan bahwa notaris adalah pejabat

  umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan pada pejabat atau orang lain.

  Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 menyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

  Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta itu dibuat.

  32 Aturan hukum sebagaimana tersebut di atas yang mengatur keberadaan notaris tidak memberikan batasan atau defenisi mengenai pejabat umum, karena sekarang ini yang diberi kualifikasi sebagai pejabat umum bukan hanya notaris saja, pejabat pembuat akta tanah juga diberi kualifikasi sebagai pejabat umum, dan juga pejabat lelang. Pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum kepada pejabat lain selain notaris, bertolak belakang dengan makna dari pejabat umum itu sendiri, karena seperti PPAT hanya membuat akta-akta tertentu saja yang berkaitan dengan pertanahan dengan jenis akta yang telah ditentukan, dan pejabat lelang hanya untuk lelang saja. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1868 KUH Perdata yang menyatakan bahwa akta otenti dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu.

  Pemberian kualifikasi notaris sebagai pejabat umum berkaitan dengan wewenang notaris berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa notaris berwenang membuat akta otentik, sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan pada pejabat atau orang lain. Pemberian wewenang kepada pejabat atau instansi lain seperti kantor catatan sipil tidak berarti memberikan kualifikasi sebagai pejabat umum, tapi hanya menjalankan fungsi untuk membuat akta-akta yang telah ditentukan oleh aturan hukum, dan kedudukan mereka tetap dalam jabatannya seperti semula sebagai pegawai negeri.

  Berdasarkan pengertian di atas, bahwa notaris berwenang membuat akta sepanjang dikehendaki oleh beberapa pihak atau menurut aturan hukum wajib dalam dibuat akta otentik. Pembuatan akta tersebut harus berdasarkan aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur pembuatan akta notaris, sehingga jabatan notaris sebagai pejabat umum tidak perlu lagi diberi sebutan lain yang berkaitan dengan kewenangan notaris, seperti notaris sebagai pembuat akta koperasi, notaris sebagai pembuat akta ikrar wakaf . Berdasarkan Pasal 37 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

36 Berdasarkan uraian di atas, maka notaris dalam kategori sebagai pejabat

  publik yang bukan pejabat tata usaha negara, dengan wewenang yang disebutkan dalam aturan hukum yang mengatur jabatan notaris sebagaimana tercantum dalam

  Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004. Habib Ajie mengemukakan bahwa : Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat an atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada notaris. Oleh karena itu tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.

  37 36 Munarwan Hadi, Peran Notaris dalam Pembuatan Akta Jaminan, Prenada Media, Jakarta, 2010, hal.7 37 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2008, hal. 31-32. Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam

  Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2 (dua) pemahaman, yaitu : a. Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

  b. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang

  38

  sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya, jika ada orang/ pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataanya sesuai aturan hukum yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini berhubungan dengan sifat publik dari jabatan notaris. Sepanjang suatu akta notaris tidak dapat dibuktikan ketidakbenarannya maka akta tersebut merupakan akta otentik yang membuat keterangan yang sebenarnya dari para pihak dengan didukung oleh dokumen-dokumen yang sah dan saksi-saksi yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

38 M. Ali Boediarto, Komplikasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara

  

Perdata Setengah Abad”, Swa Justitia, Jakarta, 2005, hal. 150. Putusan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 3199 K/Pdt/1994, tanggal 27 Oktober 1994, menegaskan bahwa akta otentik

menurut ketentuan ex Pasal 165 HIR jo. 285 Rbg jo. 1868 BW merupakan bukti yang sempurna bagi

kedua belah pihak dan para ahli warisnya dan orang yang mendapat hak darinya.

  Selain wewenang yang terdapat dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 notaris juga diberikan oleh wewenang lain seperti :

  39

  1. Mengesahkan kopi dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

  2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar di dalam buku khusus.

  3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang membuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

  4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.

  5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta

  6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan

  7. Membuat akta risalah lelang

  8. Melakukan pendaftaran akta di bawah tangan (warmerking) dan legaliseren (pengesahan).

  Keterlibatan notaris dalam pembuatan akta otentik mengenai perbuatan atau perjanjian tertentu yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan umumnya diberlakukan terhadap hal-hal subtansial yang tidak saja berpengaruh terhadap para pihak dalam akta namun juga berpengaruh terhadap pada pihak ketiga dan 39 Erlina Effendi, Kewenangan dan Larangan Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik, Media Ilmu, Jakarta, 2011, hal. 13. masyarakat umum. Dalam hal ini akta notaris merupakan syarat adanya suatu perbuatan tertentu sehingga dengan tidak adanya atau tidak dibuatnya akta tersebut

  40 perbuatan hukum itu tidak terjadi.

  Di Indonesia keterlibatan notaris karena diharusnya oleh perundang-undangan dapat dijumpai dalam bidang-bidang sebagai berikut :

  1. Hukum keluarga dalam waris, antara lain :

  a. Pembuatan izin kawin (Pasal 71 KUH Perdata)

  b. Pencabutan pencegahan perkawinan (Pasal 70 KUH Perdata)

  c. Pembuatan dan perubahan perjanjian kawin (Pasal 147 dan 148 KUH Perdata)

  d. Kuasa untuk melangsungkan perkawinan (Pasal 79 KUH Perdata)

  e. Hibah berhubungan dengan perkawinan dan penerimaan (Pasal 176 dan 177 KUH Perdata)

  f. Pembagian harta perkawinan setelah adanya putusan pengadilan tentang pemisahan harta (Pasal 191 KUH Perdata) g. Pemulihan kembali harta campur yang telah dipisahkan (Pasal 196 KUH

  Perdata)

  h. Syarat-syarat untuk mengadakan perjanjian pisah meja dan ranjang (Pasal 237 KUH Perdata) i. Berbagai macam/jenis surat wasiat, termasuk/diantaranya penyimpanan wasiat umum, tidecoms, pengangkutan pelaksanaan wasiat dan pengurusan harta peninggalan dan pencabutannya (bab ketigabelas tentang surat wasiat) 40 Teguh Samudra, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Alumni Bandung, 1992, hal. 46 j. Berbagai akta pemisahan dan pembiatan harga peninggalan / warisan (bab ketujuh belas Tentang Pemisahan Harta Peninggalan)

  2. Binis dan sosial, antara lain :

  a. Pendirian dan perubahan anggaran dasar Perseroan (Pasal 7 dan 21 ayat (4) UUPT No. 40 Tahun 2007)

  b. Pemulihan akta penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan perseroan (Pasal 128 UUPT No. 40 Tahun 2007) c. Pembuatan akta jaminan fidusia (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 42

  Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia)

  d. Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMT) (Pasal 15 ayat (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tangan Hak Tanggungan) e. Pendirian dan perubahan anggaran dasar yayasan (Pasal 9 ayat (2) dan 18 ayat

  (3) Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan)

  f. Pendirian Partai Politik dan perubahan anggaran dasar dan rumah tangga Partai Politik (pasal 2 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

  g. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)

  h. Akta berita acara pembayaran tunai dan konsinya (Pasal 1405 dan 1406 KUH Perdata) i. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 KUH Perdata) j. Membuat akta risilah lelang (Pasal 7 ayat (3) Keputusan Menteri keuangan Republik Indonesia No. 338/K.M.K 01/2001).

B. Peran Notaris Dalam Pelaksanaan Gadai Saham Pada Bank

  Perbuatan hukum gadai saham merupakan suatu perbuatan hukum yang wajib dibuat secara tertulis oleh para pihak sebagai bukti otentik. Dalam praktek pelaksanaan gadai saham akte yang dibuat adalah dalam bentuk otentik notaril. Akta otentik notaril adalah suatu akta yang dibuat dihadapan pejabat publik (notaris) yang disebut dengan akta partij (akta pihak) yaitu akta yang dibuat dihadapan (ten

  overstaan notaris)

  . Didalam akta partij dicantumkan secara otentik keterangan- keterangan dari orang-orang yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta itu, disamping relaas dari notaris itu sendiri yang menyatakan bahwa orang-orang yang hadir itu telah menyatakan kehendaknya tertentu, sebagaimana yang dicantumkan

  41 dalam akta itu.

  Pada akta partij undang-undang mengharuskan adanya tandatangan dari para penghadap kecuali terhadap alasan penghadap tidak dapat menandatangani akta tersebut, dalam hal mana alasan tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta. Pelanggaran terhadap hal tersebut di atas mengakibatkan akta partji menjadi tidak otentik. Sehingga pada akta partji yang pasti secara otentik terhadap pihak lain yaitu 41 GHS Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,

  hal.26

  1. Tanggal dari akta

  2. Tandatangan yang ada dalam akta itu

  3. Identitas orang-orang yang hadir (comparanten)

  4. Bahwa apa yang tercantum dalam akta tersebut adalah sesuai dengan yang diterangkan oleh para penghadap pada notaris untuk dicantumkan dalam akta itu, sedangkan kebenaran keterangan-keterangan tersebut hanya pasti antara pihak-pihak yang bersangkutan.

  Pada akta partji dapat digugat isinya tanpa menuduh akan kepalsuannya, dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang bersangkutan adanya diuraikan menurut sesungguhnya dalam akta itu, akan tetapi keterangan itu adanya tidak benar. Artinya terhadap keterangan yang diberikan itu diperkenankan pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Yang menjadi dasar dari pembuatan akta notaris partji tersebut di atas adalah bahwa harus ada keinginan atau kehendak dan permintaan dari para pihak. Jika keinginan dan permintaan para pihak tidak ada, maka notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud. Notaris berwenang untuk membuat akta otentik hanya apabila hal itu dikehendaki untuk diminta oleh yang berkepentingan, hal mana berarti bahwa notaris tidak berwenang membuat akta

  42 otentik secara jabatan (ambtshalve).

  Dalam membuat akta partji notaris berwenang untuk memberikan penyuluhan (Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN) ataupun saran-saran hukum kepada para pihak 42 Effendi Perangin-angin, Notaris dan Pembuatan Akta Otentik, Sinar Grafika, Jakarta, 2005,

  hal. 21 tertentu. Ketika saran-saran tersebut diterima dan disetujui oleh para pihak kemudian dalam akta, maka saran-saran tersebut harus dinilai sebagai pernyataan atau keterangan para pihak sendiri. Akta otentik itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris sebagaimana diuraikan tersebut di atas tersebut harus memuat bentuk yang sudah ditetapkan undang-undang. Berdasarkan UUJN suatu akta notaris harus memenuhi ketentuan mengenai bentuk serta tata cara pembuatannya sebagaimana diuraikan dibawah ini diatur di dalam Pasal 38 UUJN yaitu :

  1. Setiap akta notaris terdiri dari :

  a. Awal akta atau kepala akta memuat hal-hal sebagai berikut : judul akta, nomor akta, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dan nama lengkap dan tempat kedudukan notaris. Untuk akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana disebutkan di atas, akta tersebut juga harus memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya b. Badan akta memuat hal-hal sebagai berikut :

  1) Identitas penghadap dan/atau orang yang mewakili, yaitu nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka makili

  2) Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap 3) Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan 4) Keterangan mengenai saksi pengenal, yaitu nama lengkap, tempat dan tanggal lahir dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi mengenal.

  c. Akhir akta atau penutup akta memuat : 1) Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf 1 atau Pasal 16 ayat (7) 2) Uraian tentang penandatanganan dan tempat penantanganan atau penerjemahan akta pabila ada 3) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta 4) Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dala pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan dan penggantian

  2. Berdasarkan Pasal 42 UUJN, akta notaris harus ditulis dengan jelas berupa kalimat yang berhubungan satu sama lain yang tidak terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan serta semua bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu yang disebut dengan akta, penyebutan tanggal, bulan dan tahun dinyatakan dalam huruf dan harus didahului dengan angka. Jika terdapat ruang dan sela kosong di antara kata dan kalimat di dalam akta harus digaris dengan jelas sebelum akta ditandatangani. Hal ini adalah untuk mencegah adanya

  43 penyisipan kata-kata atau kalimat.

  Selain harus memenuhi bentuk akta sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf 1 dan Pasal 16 ayat 7 jo. Pasal 16 ayat 8 dan Pasal 46 UUJN, akta notaris, sebelum ditandatangani, harus dibacakan oleh notaris dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris. Hal ini gunanya adalah untuk mengkonfirmasi kebenaran isi akta, apakah memang akta tersebut berisi hal-hal yang memang dikehendaki dan dimaksudkan oleh penghadap.

  Akta tersebut dapat tidak dibacakan dengan ketentuan (i) jika dikehendaki oleh penghadap, karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isi akta tersebut dan (ii) hal tersebut (bahwa akta tidak dibacakan atas kehendak penghadap karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isi akta tersebut) dinyatakan dalam akhir atau penutup akta serta setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi dan notaris.

  Pasal 40 UUJN mengatur ketentuan mengenai saksi, ketentuan mana, berdasarkan Pasal 41 UUJN, jika dilanggar akan mengakibatkan akta, jika ditandatangani oleh para pihak, hanya mempunyai ketentuan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau dengan kata lain kehilangan otentitasnya dan oleh karenannya tidak lagi mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Ketentuan mengenai saksi tersebut mewajibkan agar setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadapan 43 Candra Halim, Tehnik Pembuatan Akta Notaril, Bina Ilmu, Jakarta, 2011, hal. 14 yang sedikit oleh dua orang saksi (kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain). Saksi-saksi mana harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah

  2. Cakap melakukan perbuatan hukum

  3. Mengerti bahasa yang dipergunakan dalam akta

  4. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf

  5. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak

  6. Saksi tersebut harus dikenal oleh notaris, atau dalam hal saksi tidak dikenal oleh notaris, saksi diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap (dimana dalam hal saksi diterangkan identitas dan kewenangannya oleh penghadap, pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta) Pasal

  39 UUJN mengatur ketentuan mengenai persyaratan seorang penghadap, yaitu :

  1. Paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah

  2. Cakap melakukan perbuatan hukum

  3. Penghadap harus dikenal oleh notaris atau dalam hal penghadap tidak dikenal oleh notaris, penghadap dikenalkan kepadanya oleh (i) dua orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau (ii) diperkenalkan oleh dua penghadap lainnya (dalam hal mana pengenalan sebagaimana dimaksud dalam (i) dan (ii) tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta).

  Berdasarkan Pasal 41 UUJN, jika ketentuan tersebut di atas dilanggar, maka akta yang bersangkutan, jika ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan, hanya akan mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau dengan kata lain kehilangan otentitasnya dan oleh karenanya tidak lagi mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

  Dalam pembuatan akta otentik gadai saham oleh notaris, notaris berperan untuk menampung kehendak para pihak baik itu pemberi gadai maupun penerima gadai (bank) yang kemudian diformulasikan dalam suatu akta otentik oleh notaris tersebut. Kehendak para pihak yang diformulasikan kedalam bentuk akta otentik tersebut berisikan hak dan kewajiban dari para pihak dalam pelaksanaan gadai saham tersebut. Hak dan kewajiban para pihak yang terdapat di dalam akta otentik gadai saham yang dibuat oleh notaris haruslah bersifat adil dan tidak memihak kepada salah satu pihak. Sehingga akta otentik gadai saham tersebut benar-benar mencerminkan suatu hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh para pihak secara proporsional,

  44 berimbang dan adil.

44 Wawancara dengan Hestyani Hassan, SH, M.Kn, Notaris PPAT, pada tanggal 8 Januari 2013 di Kantornya Jl. Otto Iskandar Dinata III No. 13A Cipinang Cempedak, Jakarta.

  Selain menampung dan memformulasikan kehendak para pihak untuk dimuat dalam suatu akta otentik notaril dalam perbuatan gadai saham, maka peran notaris selanjutnya adalah memberikan advis hukum terhadap para pihak guna terlaksananya gadai saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Advis hukum yang diberikan oleh notaril yang diterima oleh para pihak dan dimuat dalam akta otentik adalah menjadi pernyataan dari pada pihak itu sendiri, dan bukan lagi

  advis

  hukum dari notaris yang bersangkutan. Advis hukum yang diberikan notaris adalah untuk memberikan petunjuk dan arahan agar pelaksanaan gadai saham yang

  45 dilakukan oleh para pihak tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

  Peran notaris selanjutnya dalam pembuatan akta gadai saham adalah sebagai saksi atas perbuatan hukum pembuatan akta gadai saham tersebut. Notaris sebagai saksi atas pembuatan akta gadai saham tersebut adalah karena akta gadai saham tersebut dibuat oleh dan dihadapan notaris dan dihadiri oleh para penghadap serta oleh saksi-saksi. Bukti otentik yang menguatkan kesaksian notaris terhadap pembuatan akta gadai tersebut adalah minuta akta gadai saham tersebut disimpan oleh notaris. Minuta (asli) akta gadai saham yang disimpan oleh notaris merupakan bukti otentik yang sempurna untuk dijadikan alat bukti dipersidangan apabila terjadi sengketa terhadap para pihak yang berkepentingan terhadap akta gadai saham

  46 tersebut. 45 Wawancara dengan Runi Sri Wulandari, SH Notaris PPAT, pada tanggal 14 Januari 2013 di Kantornya Jl. Kapten Tendean No. 1 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. 46 Wawancara dengan Ronald Sagala, SH, M.Kn, Notaris PPAT, pada tanggal 17 Januari 2013 di Kantornya Jl. Jend. Sudirman Kav. 24, Jakarta.