Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar

(1)

DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR

TESIS

Oleh

LAURA GINTING 057011044/MKn

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR

T E S I S

Oleh

LAURA GINTING 057011044/MKn

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

LAURA GINTING 057011044/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(4)

Nama Mahasiswa : LAURA GINTING Nomor Pokok : 057011044

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) Ketua

(Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum) Anggota

(Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum) Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(5)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N.

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum. 2. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.

3. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn. 4. Syafnil Gani, S.H., M.Hum.


(6)

mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang dan/atau anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). RUPS merupakan tempat berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan, yang pelaksanaannya mengacu pada anggaran dasar selama belum diatur dalam UUPT. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang pengaturan RUPS di dalam anggaran dasar, dan pengaturan serta kedudukan RUPS tersebut di dalam UUPT.

Penelitian ini bersifat dekriptif analitis dengan pendekatan secara yuridis normatif dari ketentuan Anggaran Dasar dan Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam kaitannya dengan pengaturan RUPS.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa: anggaran dasar suatu perseroan adalah menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam menyusun akta pendirian atau anggaran dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah mendasar dapat dituangkan secara jelas dan lengkap Anggaran Dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua pemegang saham, dewan direksi dan dewan komisaris dalam pelaksanaan RUPS, dan kekuatan mengikat itu tidak dapat dikesampingkan oleh siapa pun juga, sekali pun diambil keputusan oleh RUPS dengan suara bulat. RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT, dan RUPS mengangkat Direksi dan Komisaris. Kemudian keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi Perseroan, yaitu perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi Perseroan, hak kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian/ penggunaan keuntungan yang dibuat Perseroan sepenuhnya menjadi wewenang RUPS.

Disarankan agar para pihak yang terikat dalam perjanjian pada perseroan wajib mengetahui status pendirian dari suatu perseroan terbatas yang termuat dalam Anggaran Dasar, sehingga dalam pelaksanaan RUPS jelas terlihat kewenangan-kewenangan dari Direksi dalam pengelolaan perusahaan dan kewajiban untuk melakukan RUPS.


(7)

authority which do not be passed to Board of Directors or Board of Commissioner in authority which is determined in statutes and/or law as arranged in Section 1 Number 4 UU No.40 Year 2007 about Limited Liability Corporate (UUPT). RUPS represent place gather all shareholder to study everything related to corporation, which is its execution relate at statutes during not yet been arranged in UUPT. Therefore, conducted by research about arrangement of RUPS in statutes, and arrangement RUPS in UUPT.

This research have the character of analytical descriptive with approach by juridical normative of the Limited Liability Corporate Laws in its bearing with arrangement of RUPS.

Pursuant to result of research known that: statutes of the Limited Liability Corporate is to specify assumed things need and which not yet been arranged in existing regulation. Therefore, in compiling bill of establishment or statutes have to be drawn up as well as possible so that the problem of base can be poured clearly and complete Association of representing positive law of obligatory all stockholder, board of directors council and board of commissioner in execution of RUPS, and strength fasten that cannot be overruled by whom also, once is even also taken by decision by unanimous RUPS. RUPS have authority to decide something that concerning corporate organization chart, that is change of statutes, merger, forge, dissociation, corporate liquidation and disbandment, obligation rights all shareholders, expenditure of new share and division/usage of made by advantage the limited liability corporate.

It is suggested that by the parties which tied in agreement at the limited liability corporate is obliged to know founding status from the limited liability corporate which included in statutes, so that in execution of seen clear RUPS of authority of board of directors in management of obligation and company to conduct RUPS.


(8)

Pertama dan terutama, dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrah-Nya, diselesaikan tesis ini, bukan hanya karena kepintaran ataupun kemampuan saya, melainkan dengan segala keterbatasan yang dimiliki, tetapi karena limpahan karunia-Nya sehingga menambah keyakinan dan kekuatan dalam penyelesaian tesis ini.

Judul tesis ini “ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS DILIHAT DARI ANGGARAN DASAR” yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., dan Ibu Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., atas kesediaannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk serta arahan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada para dosen penguji di luar komisi pembimbing, yaitu yang terhormat dan amat terpelajar Ibu Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn., dan Bapak Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum., yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif demi penyempurnaan


(9)

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris serta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Staf atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu dengan sepenuh hati dan memberi senyuman yang terbaik kepada penulis, terutama saran guna memperlancar manajemen administrasi yang dibutuhkan.

5. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan (Ridho, T.M. Ali Bahar, Edi Syahputra, Novi) dan khususnya rekan-rekan sekelas di Grup A-2005 maupun rekan-rekan seangkatan umumnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu


(10)

6. Kepada sahabat-sahabat karibku Miar Simarmata, S.H., C.N., Midah, S.H., Tuti Las Suriani, dan Rudi Hartono. yang telah memberikan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Teristimewa dengan tulus hati penulis ucapkan terima kasih kepada kepada kedua orang tua yang selalu mengasihiku, Ayahanda Almarhum Comat Ginting dan Ibunda yang tercinta Tringani Tarigan, S.H., Sp.N., yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, cinta kasih dalam memberikan semangat bagi penulis untuk berbuat sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis. Juga, kepada kakanda Ngobarita Ginting, Sertamin Ginting, abangda Elieser Dolson Ginting, dan adinda Frans Cory Meilando, S.H., yang memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.

Ucapan terima kasih yang tulus kepada suami tercinta Harry Immanuel, S.H., dan anak-anakku tersayang Fernando Edwin Parla dan Meika yang menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn) ini.

Akhir kata kepada semua sahabat, saudara/i, dan rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih buat semua doa, kebaikan, ketulusan, dan dukungan kepada penulis selama proses penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Maret 2008 Penulis,


(11)

I. Identitas Pribadi

Nama : Laura Ginting

Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 29 Juni 1977

Status : Menikah

Alamat : Jl. Gatot Subroto No.38

Agama : Kristen Protestan

II. Orang Tua

Nama Ayah : Alm. Comat Ginting

Nama Ibu : Tringani Tarigan, S.H., Sp.N.

III. Pendidikan

1. SD Swasta Masehi

2. SMP Swasta Methodis I Medan 3. SMA Negeri 13 Medan

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Panca Budi Medan 5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn)

Sekolah Pascasarjana USU Medan.

Medan, Maret 2008 Penulis,


(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 9

1. Kerangka Teori ... 9

2. Konsepsi ... 13

G. Metode Penelitian ... 14

1. Sifat Penelitian ... 14

2. Metode Penelitian ... 15

3. Teknik Pengumpulan Data ... 15

4. Alat Pengumpulan Data ... 16

5. Analisis Data ... 17

BAB II PENGATURAN RUPS DI DALAM ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS ... 18


(13)

3. Hak Suara ... 25

4. Korum RUPS ... 26

B. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas ... 28

BAB III PENGATURAN RUPS DI DALAM KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS ... 32

A. Perseroan Terbatas ... 32

B. Pendirian Perseroan Terbatas ... 39

C. Prinsip Hukum Perseroan Terbatas... 45

D. Pengaturan RUPS dalam UUPT ... 52

BAB IV KEDUDUKAN HUKUM RUPS DI DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS ... 57

A. Organ Perseroan Terbatas ... 57

B. Kewajiban Pelaksanaan RUPS... 93

C. Keputusan RUPS... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

A. Kesimpulan ... 107

B. Saran ... 108


(14)

1. Struktur Dewan Direktur (Board of Directors) dalam Sistem Satu

Dewan Direktur (One Tier System) ... 65 2. Struktur Dewan Direktur (Board of Directors) dalam Sistem Dua

Badan Terpisah (Two Tiers System) ... 66 3. Struktur Organ Perseroan Terbatas di Indonesia ... 67


(15)

Artificial person : Manusia semu

Beneficiary : Pihak yang memberikan kepercayaan yang harus dipegang untuk kepentingannya Best interest : Yang terbaik bagi perseroan

Business Judgment Rule : Peraturan Pertimbangan Bisnis

Chairman : Presiden komisaris

Conflict of interest : Konflik kepentingan

Constituences : Pihak berkepentingan

Corporate opportunity : Kesempatan perseroan Decision market : Pengambil keputusan

Derivative action : Gugatan derivatif dalam perseroan terbatas

Directory : Pedoman

Disclosure : Keterbukaan informasi

Doctrinal research : Penelitian doktrinal

Dubius : Penafsiran mendua

Due care : Kehati-hatian

Exclusive authorities : Wewenang eksklusif

Fiduciary duty : Tugas dan kedudukan yang dipercayakan (pemegang amanah)

For cause or no cause : Dengan atau tanpa menunjukkan alasan pemberhentian

Fraud : Penipuan

Guardian : Perwalian

Insider trading : Orang dalam

Law as it is decided by the judge through judicial process

: Hukum yang yang muncul dari proses pengadilan

Law as it written in the book : Hukum sebagaimana yang tertulis

Lawyer : Penasehat hukum

Legal entity : Badan Hukum

Liability of Promotors : Tanggung jawab promotor perseroan Library research : Penelitian kepustakaan

Limited liability : Tanggung jawab terbatas Limited Liability Company : Perseroan Terbatas

Mandatory : Kewajiban

Mandatory element : Unsur wajib

Naamloze Vennootschap : Perseroan Terbatas

Non executive : Tidak mempunyai otoritas manajemen Operational definition : Konsepsi


(16)

Rational basis : Dasar-dasar yang rasional Reasonable belief : Cara yang layak dipercayai Self dealing : Transaksi dengan perseroan Sense of business : Pertimbangan bisnis

Shadow director : Direktur bayangan

Stakeholder : Pihak yang berkepentingan The Act of Australia Company Act : Hukum Perusahaan Australia

Top management : Dewan Direksi


(17)

A. Latar Belakang

Perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan. Misalnya dalam kegiatan ekonomi perusahaan hak seseorang sebagai pelaku ekonomi dalam menjalankan perusahaan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat. Karena pada akhir-akhir ini telah muncul pemikiran-pemikiran mengenai sifat dan hakikat hukum perusahaan yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari perusahaan. Hal yang menjadi pemikiran dalam hukum perusahaan adalah kondisi perusahaan yang berbentuk badan hukum "Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company .1

Di Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan hukum "Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company (selanjutnya disingkat PT). Pembaharuan hukum perusahaan menurut UUPT ditujukan untuk memberi jawaban atas tuntutan perkembangan pesat dari eksistensi dan peranan PT sebagai salah satu bentuk badan hukum dari pelaku ekonomi.2 Karena itu UUPT ditujukan untuk memberi perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas. Salah satu

1

Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magíster Ilmu Hukum USU, 2003 , h 1-2

2

Perusahaan adalah bentuk yang sangat fleksible dari alat untuk melakukan kegiatan bisnis. Dalam hubungannya dengan aktivitas bisnis, bentuk perusahaan memungkinkan untuk melakukan berbagai ukuran dan jenis usaha dibandingkan dengan bentuk lainnya. Perusahaan dapat digunakan untuk untuk mengakomodasikan kegiataan usaha dari yang terkecil yaitu bisnis perorangan (one-person business) sampai yang terbesar yaitu bisnis multinasional. Selain itu perusahaan juga dapat digunakan untuk kegiatan non profit yang bertujuan usaha tidak untuk membuat keuntungan. Lihat Paul L. Davies, Gower and Davies’ Principles of Modern Company Law, Thomson Sweet &Maxwell, 2003, h 1


(18)

permasalahan yang penting dalam kaitannya dengan aktivitas perusahaan terbatas tersebut adalah mengenai kedudukan hukum RUPS pada perseroan terbatas.

Pasal 1 ayat (2) UUPT menjelaskan bahwa organ perseroan adalah rapat umum pemegang saham (RUPS), direksi, dan komisaris. Kemudian dalam Pasal 1 Ayat (3) dinyatakan bahwa RUPS adalah organ perseroan pemegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diarahkan kepada direksi atau komisaris. RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.3

Salah satu pemikiran yang muncul dalam UUPT dalam hal RUPS adalah Pertama, bahwa RUPS memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UUPT dan atau anggaran dasar perseroan. Kedua, bahwa RUPS berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris.

RUPS merupakan tempat berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan. Forum ini yang memutuskan hal-hal yang penting dari suatu perusahaan, termasuk pengangkatan atau pemberhentian komisaris dan direktur, mengesahkan neraca rugi laba, memutuskan pembagian dividen, mengubah anggaran dasar, menyetujui atau tidak menyetujui merjer, akuisisi dan konsolidasi, bahkan membubarkan perusahaan. Dalam RUPS juga mempunyai hak untuk memperoleh segala keterangan dari pengurus perseroan dalam hal ini direksi dan komisaris yang berkaitan dengan kepentingan perseroan.4

3

Ibid, h. 259 4

Hal ini dapat dicontohkan jika terdapat keraguan laporan tahunan, maka sebelum sampai mengambil keputusan sah tidaknya laporan tersebut, RUPS berhak menanyakan kepada direksi dan komisaris tentang kebenaran laporan itu.


(19)

Dapat diketahui bahwa RUPS terbagi dalam dua macam. Pertama, RUPS tahunan, yang diselenggarakan setahun sekali menurut waktu dan tempat yang ditentukan dalam anggaran dasar. Kedua, RUPS luar biasa, yang diselenggarakan sewaktu-waktu, atas permintaan pemegang saham, komisaris, direktur, bahkan juga atas perintah pengadilan.

Perseroan terbatas adalah wadah kerja sama dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam RUPS. Artinya bahwa RUPS sebagai organ perseroan terbatas memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam UUPT maupun anggaran dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang eksklusif (exclusive authorities) RUPS.5

Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT. Sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui oleh Menteri Kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT.6

UUPT yang telah ada jika dibandingkan dengan peraturan yang lama isinya cukup maju, ketentuan-ketentuan dalam UUPT dapat dikatakan lengkap dan

5

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004), hal. 128 Lihat juga dalam Pasal 63 UUPT yang menyatakan :

1. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam

batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini data atau anggaran dasar.

2. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari

direksi atau komisaris 6


(20)

terperinci. Di dalamnya dikenal perbedaan perseroan tertutup dengan perseroan terbuka, diatur tentang bagaimana perlindungan modal dan kekayaan perusahaan, juga tentang penggunaan laba, pengambilalihan perseroan, juga bagaimana jika perseroan melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini UUPT lebih terkonsentrasi pada pembahasan mengenai Anggaran Dasar, RUPS dan cara pendirian PT. Masalah yang paling signifikan yang tidak tergambar dalam UUPT ini adalah pertanggungjawaban pengurus apakah itu pertanggungjawab secara perdata maupun pertanggungjawaban secara pidana.

Dalam UUPT terdapat pengaturan yang berkenaan dengan organ perseroan. Adapun yang menjadi organ perseroan tersebut yaitu Pertama rapat umum pemegang saham, Kedua, direksi dan Ketiga, komisaris. Rapat umum pemegang saham (selanjutnya disingkat dengan RUPS) adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan oleh direksi dan komisaris.7 RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.8

Salah satu pemikiran yang muncul dalam UUPT dalam hal RUPS adalah Pertama, bahwa RUPS memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UUPT dan atau anggaran

7

I. G, Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin Kesaint Blanc, 2002). h. 257 8


(21)

dasar perseroan. Kedua, bahwa RUPS berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris.

Perseroan Terbatas (United Company by “Shares, Naamloze Vennooschap”) adalah “asosiasi modal” yang oleh Undang-undang diberi status badan hukum. Hakim Agung John Marshal dari Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat mendefinisikan PT sebagai keberadaan semu, tidak terlihat, tidak berbentuk nyata dan hanya ada dalam pertimbangan hukum. Selanjutnya lebih jelas MA ini mendefinisikan PT sebagai “asosiasi” sejumlah individu yang bersatu untuk maksud tertentu dan oleh Undang-Undang diperbolehkan menggunakan modal bersama tersebut dan mengganti anggota yang terdapat dalam asosiasi tanpa harus membubarkan asosiasi tersebut.9

Dalam hal ini, PT merupakan kreasi hukum dan subyek hukum mandiri. PT sebagai subyek hukum mandiri keberadaannya tidak tergantung dari keberadaan para pemegang saham. Sekalipun terjadi pergantian tersebut tidak mengubah keberadaan PT selaku “personal standi in judicio” (subyek hukum mandiri). Di sinilah letak perbedaan hakiki antara PT sebagai asosiasi modal dengan persekutuan perdata, seperti Firma dan CV sebagai asosiasi perorangan. “Keberadaan dan Kemandirian Perseroan Terbatas sebagai Badan Usaha Tunggal dan Sebagai Anggota Group” yaitu berbentuk perseroan yang berdiri untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal terbagi atas saham-saham, dalam hal ini para pemegang saham (pesero) hanya bertanggung-jawab untuk perikatan-perikatan PT sebesar jumlah saham yang mereka miliki. Selanjutnya PT sekaligus adalah wadah yang di dalamnya diwujudkan kerjasama para pemegang saham (asosiasi saham).10

Berdasarkan hal tersebut maka organ yang terdapat dalam PT harus dapat memiliki kewajiban masing-masing dalam menjalankan PT. Artinya dapat dicontohkan dimana dalam pemikiran UUPT ini sebagai penyelenggara RUPS adalah direksi. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Namun jika direksi berhalangan atau antara direksi dengan perseroan terjadi suatu pertentangan maka yang

9

Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. h. 2-3

10


(22)

menyelenggarakan RUPS adalah komisaris. Kemudian juga akan timbul pertanyaan bagaimana jika komisaris juga tidak dapat menyelenggarakan RUPS, padahal RUPS tahunan wajib diselenggarakan?

Untuk mengatasi tersebut, UUPT memberikan kewenangan kepada pemegang saham untuk menyelenggarakan RUPS atau dapat juga dilakukan atas satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan.11 Tetapi prosedurnya harus meminta bantuan Pengadilan Negeri terlebih dahulu yaitu dengan cara pemegang saham mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar mereka diberikan izin untuk melakukan pemanggilan RUPS.12

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul “analisis Hukum kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar ” sebagai judul dalam penulisan tesis ini. Hal ini dikarenakan bahwa baik RUPS maupun Anggaran Dasar memilki wewenang eklusif di dalam Perseroan Terbatas.

Perlu ditegaskan di sini, bahwa penelitian ini telah selesai dilaksanakan sebelum keluarnya undang-undang baru tentang perseroan terbatas yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun begitu penelitian ini telah diupayakan disesuaikan dengan undang-undang terbaru tersebut.

11

I.G. Rai Widjaja, Loc.cit. 12

Pasal 67 ayat (1) UUPT menentukan bahwa Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk : a. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan pemegang saham apabila direksi

atau komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan.

b. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila direksi atau komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya.


(23)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan RUPS di dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas? 2. Bagaimanakah pengaturan serta kedudukan hukum RUPS di dalam ketentuan

Undang-Undang Perseroan Terbatas?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk dapat mengetahui dan memahami pengaturan RUPS di dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

2. Untuk dapat mengetahui dan memahami pengaturan serta kedudukan hukum RUPS di dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya hukum perusahaan di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan mengenai perusahaan khususnya dalam kedudukan hukum Rapat Umum Pemegang Saham pada perseroan.

Secara praktis penelitian ini ditujukan kepada kalangan pelaku ekonomi yaitu praktisi yang bergerak di bidang usaha yang berbadan hukum perseroan terbatas, agar


(24)

dapat lebih mengetahui dan memahami tentang kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham pada Perseroan Terbatas.

E. Keaslian Penulisan

Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, maupun data yang ada dan penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan pada khususnya pada Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan bahwa belum ada penelitan sebelumnya dengan judul “Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar”. Namun ada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh saudari Ervina, mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, USU dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Sengketa Mengenai Keabsahan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Yang Diselenggarakan Berdasarkan Penetapan Izin Ketua Pengadilan Negeri” Tahun 2007 dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Faktor apa yang menyebabkan diajukannya gugatan oleh pemegang saham yang

keberatan terhadap RUPS yang telah dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri?

b. Apabila suatu RUPS yang telah dilaksanakan melalui penetapan izin Pengadilan Negeri berdasarkan permintaan pemegang saham, ternyata adanya perbuatan melawan hukum dalam mengajukan permohonan penetapan tersebut, bagaimanakah akibat hukum dalam keadaan tersebut diatas?


(25)

c. Apa yang menjadi pertimbangan Pengadilan Negeri Medan dalam menolak gugatan pemegang saham yang keberatan tentang putusan – putusan yang dihasilkan dalam RUPS yang dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri Medan?

Penelitian ini apabila dikonfrontatir dengan penelitian – penelitian terdahulu, maka baik judul, rumusan masalah, maupun substansi pembahasan serta pengkajian hukumnya sangat berbeda samasekali oleh karena itu judul penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, dengan demikian, penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi13, dan sutu teori harus diuji dengan menghadapkan pada fakta–fakta yang dapat menunjukkan ketidak kebenarannya14. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir–butir pendapat, teori thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.

13

J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu – ilmu Sosial, Asas – asas. (Penyunting : M. Hisyam). (Jakarta : FE UI, 1996), h. 203 lihat M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian. (Bandung : CV Mandar Maju, 1994), h.27 menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan. Tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

14


(26)

Untuk mengetahui tentang analisis hukum kedudukan rapat umum pemegang saham pada perseroan terbatas dilihat dari anggaran dasar didasarkan kepada teori yang saling berkaitan, artinya teori yang belakangan merupakan reaksi atau perbaikan dari teori sebelumnya.

Dalam kaitan teori yang dipergunakan dalam penulisan ini berawal pada hak perorangan yang lahir dari perjanjian dalam mendirikan Badan Hukum yang berbentuk Perusahan Terbatas. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan mewakili persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi (orang perorangan), dan subjek hukum berupa badan hukum. Undang-undang perseroan terbatas mendefenisikan perseroan terbatas sebagai badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan didalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya15.

Terhadap masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan lainnya, meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap

15

Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, seri hukum bisnis,“perseroan terbatas”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 7


(27)

keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum. Salah satu ciri khas yang membedakan sujek hukum pribadi dengan subjek hukum berupa badan hukum adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang pada akhirnya menentukan saat lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing subjek hukum tersebut.

Pada subjek hukum pribadi, status subjek hukum telah ada bahkan pada saat pribadi orang perseorangan tersebut berada dalam kandungan16. Sedangkan pada badan hukum, keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang yang memberikan hak-hak, kewajian dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya.

Undang–undang perseroan terbatas secara tegas menyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum.17 Ini berarti perseroan terbatas memiliki syarat keilmuan sebagai pendukung kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya.

Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum yang ditentukan dalam UUPT. Unsur-unsur tersebut adalah:

a. organisasi yang teratur

Oragisasi yang teratur ini dapt dilihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. Keteraturan

16

Pasal 1 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 17


(28)

organisasi perusahaan dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Angaran Dasar Perseroan, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Komisaris, Keputusan Direksi dan Peraturan-Peraturan Perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.

b. harta kekayaan sendiri

Harta kekayaan sendiri ini berupa modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk lain18

c. melakukan hubungan hukum sendiri

Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum denga pihak ketiga yang diwakili oleh pengrus yang disebut Direksi dan Komisaris. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan. Dalam melaksanakan kegiatannya tersebut, direksi berada dalam pengawasan dewan komisaris, yang dalam hal-hal tertentu membantu direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut.

d. mempunyai tujuan hukum sendiri

Tujuan tersebut ditentukan dalam angggaran dasar perseroan. Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan.

18 Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan


(29)

Perseroan terbatas dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Hal ini berarti bahwa perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian. Perjanjian pendirian perseroan terbatas yang dilakukan oleh para pendiri dituangkan dalam suatu akta notaris yang disebut dengan akta pendirian. Akta pendirian ini pada dasarnya mengatur berbagai macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri perseroan dalam mengelola dan menjalankan perseroan terbatas tersebut. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut yang merupakan isi perjanjian selanjutnya disebut dengan anggaran dasar perseroan19.

Pendirian perseroan sebagai suatu bentuk perjanjian wajib memiliki objek tertentu. Objek tersebut dicerminkan dalam bentuk pendirian perseroan dengan tujuan untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu yang halal. Perseroan tidak dapat didirikan dan dijalankan jika ia tidak memiliki tujuan dan kegiatan usaha yang jelas.

2. Konsepsi

Konsep adalah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari asbtrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition20. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai21. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara

19

Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

20

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), h. 10

21

Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, (Medan : PPs – USU, 2002), h. 35


(30)

operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan :

1. Rapat umum pemegang saham (selanjutnya disingkat dengan RUPS) adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan oleh direksi dan komisaris. 2. RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan

setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

3. Direksi adalah pengurus perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

4. Komisaris merupakan pengurus perseroan yang mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasehat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut komisaris juga dibatasi oleh anggaran dasar. Komisaris diharapkan bukan hanya dapat memberikan koreksi kepada direksi, melainkan diharapkan pula untuk memberikan jalan keluar jika terdapat kelemahan-kelemahan yang dialami direksi.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat Deskriptif Analistis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara


(31)

tepat serta menganalisis peraturan perundang-undang yang berkaitan dengan analisa hukum kedudukan rapat umum pemegang saham pada perseroan terbatas dilihat dari anggaran dasar. Bersifat deskriptif analistis dalam penelitian ini oleh karena penelitian ini akan menggambarkan dan melukiskan azas-azas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif terutama untuk mengkaji peraturan Perundang-undangan dan Putusan Pengadilan. Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process.22

3. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai Penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang

22

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog Interaktif Tentang penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, h. 2.


(32)

dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya. Penelitian kepustakaan (library research) dalam penelitian ini ditekankan pada pengambilan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa :

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah dengan Undang Nomor 40 Tahun 2007, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Dagang, Hukum Perusahaan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian adalah merupakan bahan hukum primer.

b. Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini adalah merupakan bahan hukum sekunder.

c. Bahan hukum tertier, kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris, Indonesia, Belanda dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun common law yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder.

4. Alat Pengumpulan Data

Seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini, dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen atau studi kepustakaan sebagai alat pengumpul data. Penelitian Pustaka dimaksud merupakan penelitian bahan hukum


(33)

primer yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum perusahaan, khususnya mengenai analisis hukum kedudukan rapat umum pemegang saham pada perseroan terbatas di lihat dari anggaran dasar.

Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah dipilih.

5. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan mempergunakan metode analisis kualitatif yang didukung oleh logika berpikir secara deduktif. Dipilihnya metode analisis deduktif adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara mendalam dan terintegral antara aspek yang satu dengan yang lainnya.

Setelah data dikumpulkan, data tersebut kemudian diabstraksi untuk menentukan konsep-konsep yang lebih umum. Konsep yang lebih umum sebagai hasil abstraksi merupakan jawaban-jawaban dari permasalahan yang dalam pendiskripsiannya didukung oleh argumentasi-argumentasi yang diperoleh dari data-data sekunder yang sudah ada. Dengan demikian data-data yang dikumpulkan, termasuk kaidah-kaidah hukum merupakan data berkarakter khusus sedangkan hasil abstraksi dari data tersebut adalah konsep yang bersifat lebih umum, sesuai dengan pendekatan logika deduktif.


(34)

PERSEROAN TERBATAS

A. Rapat Umum Pemegang Saham

Secara teoritis Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ tertinggi dalam suatu perseroan terbatas dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada organ perusahaan lainnya.23 RUPS merupakan tempat berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan. Forum ini yang memutuskan hal-hal yang penting dari suatu perusahaan, termasuk (tetapi tidak terbatas hanya kepada) pengangkatan atau pemberhentian komisaris dan direktur, mengesahkan neraca rugi laba, memutuskan pembagian dividen, mengubah anggaran dasar, menyetujui atau tidak menyetujui merjer, akuisisi dan konsolidasi, bahkan membubarkan perusahaan. Dalam RUPS juga mempunyai hak untuk memperoleh segala keterangan dari pengurus perseroan dalam hal ini direksi dan komisaris yang berkaitan dengan kepentingan perseroan.24

Dapat diketahui bahwa RUPS terbagi dalam dua macam. Pertama, RUPS tahunan, yang diselenggarakan setahun sekali menurut waktu dan tempat yang ditentukan dalam anggaran dasar. Kedua, RUPS luar biasa, yang diselenggarakan

23

Misal dalam Pasal 63 ayat (2) ditetapkan, RUPS berhak memperoleh segala Keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris. Artinya kewenangan RUPS tersebut tidak mungkin dilimpahkan kepada organ-organ lainnya.

24

Hal ini dapat dicontohkan jika terdapat keraguan laporan tahunan, maka sebelum sampai mengambil keputusan sah tidaknya laporan tersebut, RUPS berhak menanyakan kepada direksi dan komisaris tentang kebenaran laporan itu.


(35)

seaktu-waktu, atas permintaan pemegang saham, komisaris, direktur, bahkan juga atas perintah pengadilan.

Oleh karena, RUPS sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas, maka RUPS sangat penting kehadiran dan kedudukannya. Dengan demikian penyelenggaraan RUPS merupakan sesuatu keharusan dan wajib dilakukan. Selain itu juga bahwa segala putusan-putusan yang dibuat oleh RUPS wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh direksi atau komisaris perseroan terbatas.

Setiap organ dalam perseroan terbatas diberi kebebasan bergerak untuk melakukan tindakan dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan dengan dasar dan tujuan untuk kepentingan perseroan terbatas.

Selanjutnya, Pasal 64 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 76 UU No.1 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menentukan tempat RUPS. Ayat (1) menyebutkan, bahwa RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara Republik Indonesia [ayat (2)]. Jadi RUPS tidak dapat dilakukan di luar wilayah Negara Republik Indonesia, walaupun, umpamanya, perseroan terbatas yang bersangkutan 100% sahamnya dimiliki oleh investor asing. UUPT tidak mencantumkan acara rapat dalam RUPS tahunan dan RUPS lainnya yang diselenggarakan sewaktu-waktu secara spesifik. Dengan demikian boleh saja acara rapat mengenai, umpamanya, perubahan Anggaran Dasar, mengalihkan atau menjadikan jaminan harta perusahaan, atau merjer, akuisisi dan konsolidasi


(36)

diputuskan dalam rapat tahunan, asal korum dan pemungutan suara dilakukan sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam UUPT.

1. Kekuasan dan Kewenangan RUPS

Berdasarkan uraian diatas bahwa perseroan terbatas merupakan kumpulan atau asosiasi modal, yang oleh UUPT diberi status sebagai badan hukum. Dengan demikian pada hakikatnya perseroan terbatas itu adalah wadah kerja sama dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam RUPS. Artinya bahwa RUPS sebagai organ perseroan terbatas memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam UUPT maupun anggaran dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang eksklusif (exclusive authorities) RUPS.25

Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT. Sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui oleh Menteri Kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT.26

Adapun kewenangan RUPS yang dinyatakan dalam UUPT dapat dilihat dalam Pasal-Pasal yang mengatur tentang, yaitu :

25

Racmadi Usman, Op.Cit, h. 128 Lihat juga dalam Pasal 63 UUPT yang menyatakan : 1. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam

batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini data atau anggaran dasar.

2. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi atau komisaris

26


(37)

a. Penetapan perubahan anggaran dasar.27

b. Pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan perseroan terbatas atau pengalihannya.28

c. Penetapan dan penambahan dan pengurangan modal perseroan terbatas.29 d. Persetujuan laporan dan pengesahan perhitungan tahunan.30

e. Penetapan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan perseroan terbatas.31

f. Pengangkatan, pemberhentian dan pembagian tugas wewenang Direksi dan Komisaris perseroan terbatas.32

g. Persetujuan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan terbatas.33

h. Penetapan pembubaran perseroan terbatas.34

Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS dapat digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan diantaranya ialah menyutujui atau menolak, yaitu :35

27

Pasal 14 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 19 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

28

Pasal 31 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 38 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

29

Pasal 34 dan Pasal 37 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 41 dan Pasal 44 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

30

Pasal 60 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 66 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

31

Pasal 61 dan Pasal 62 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 70 dan Pasal 71 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

32

Pasal 81, 91, 92, 95 dan Pasal 101 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 94, 105, 111, 113 dan 118 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

33

Pasal 103 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 122 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

34

Pasal 114 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 127 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

35


(38)

a. Rencana perubahan anggaran dasar.

b. Rencana penjualan aset dan pemberian jaminan hutang

c. Pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan/atau komisaris d. Laporan Keuangan yang disampaikan oleh direksi

e. Pertanggungjawaban direksi

f. Rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan g. Rencana pembubaran perseroan

2. Pemanggilan RUPS

Pada dasarnya, penyelenggaraan RUPS dilaksanakan oleh direksi, baik RUPS tahunan maupun RUPS lainnya untuk kepentingan perseroan terbatas. Baik RUPS tahunan maupun RUPS lainnya dapat dipanggil oleh direksi, komisaris, pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas yang mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham, atau pun Ketua Pengadilan Negeri.

Kewajiban pelaksanaan RUPS oleh direksi tidak hanya dianut oleh UUPT Indonesia namun sebahagian besar UUPT di berbagai negara juga mengatur hal yang sama dengan UUPT di Indonesia. Hal ini dapat dillihat dalam The Act of Australia Company Law 1992. Dimana dalam UUPT Australia tersebut juga menyebutkan mengenai kewajiban pelaksanaan RUPS oleh direksi. Pengaturan hal ini dinyatakan dalam dalam Pasal 245 Ayat (1). Section 245 (1) The Act of Asutralia Corporation Law menytakan bahwa :36

36

Phillip Lipton, Understanding Company Law (Sydney: The Law Book Company Limited, 1993), h. 419


(39)

All companies must hold an annual general meeting at least once in every calender year and within five months after the end of the company’s finacial year. In the case of an exempt proprietary company, it must be held within six months after the end of the financial year : s.245(1). The first annual general meeting, however, may be held at any time within 18 months after incorporation, as long as it is within five months (or in the case of an exemptproprietary company, within six months) after the end of the company’s financial year

UUPT Australia juga mengatur tentang adanya permohonan dari pemegang saham untuk pelaksanaan RUPS sendiri dengan melalui mekanisme Penetapan Pengadilan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1311 UUPT Australia. The meaning of Section 1311 are default in holdingan annual general meeting is an offence by the company and any defaulting under s.1311. The court may also order that a general meeting be convened on the application of any member37

Penyelenggaraan RUPS secara tahunan dan secara sewaktu-waktu pada prinsipnya yang berwenang menyelenggarakan adalah direksi, kecuali direksi berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, maka pemanggilan dilakukan oleh komisaris. Penyelenggaraan RUPS tersebut menurut Pasal 79 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau Dewan Komisaris. Jadi prakarsa menyelenggarakan RUPS di sini datang dari pemegang saham. Bahkan menurut Pasal 80 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 bahwa dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang

37


(40)

ditentukan maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

Ketentuan ini merupakan kontrol dari pemegang saham yang diberikan oleh undang-undang atas pengurusan dan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan komisaris melalui ketua pengadilan negeri yang berwenang memberi izin. Ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir dalam RUPS tersebut bahkan dapat juga menentukan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undang-undang perseroan terbatas dan anggaran dasar.38

Selanjutnya dengan mengacu pada Pasal 82 UUPT No.40 Tahun 2007, guna kepentingan penyelenggaraan RUPS, direksi melakukan pemanggilan kepada para pemegang saham, dengan ketentuan sebagai berikut:

(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.

(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.

(3) Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.

(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.

(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan

38


(41)

ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

Bagi perseroan terbuka, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 83 UUPT No.40 Tahun 2007, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.

3. Hak Suara

Pasal 84 UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Hak suara sebagaimana dimaksud tidak berlaku untuk:

a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;

b. sahan Induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau

c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.

Pemegang saham baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya, tetapi tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa hak suara. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda (Pasal 85 ayat (1), (2) dan (3)).


(42)

Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut. Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 85 ayat (4), (5), dan (6)).

4. Kuorum RUPS

Korum yang harus dicapai bagi sahnya suatu RUPS berdasarkan UUPT ini berbeda-beda, tergantung kepada materi atau masalah yang akan diputuskan. Begitu juga besarnya pemegang saham yang harus memberikan persetujuan agar putusan rapat menjadi sah berbeda-beda menurut materi atau masalah yang diputuskan.

Secara umum menurut Pasal 86 UUPT No.40 Tahun 2007 dan Anggaran Dasar PT dapat menetapkan bahwa:

(1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu suara) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.

(2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.

(3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.

(4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.

(5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.


(43)

(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.

(7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. (8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling

lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.

(9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.

Selanjutnya keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali UUPT dan Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar (Pasal 87).

RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum tidak tercapai, maka dapat dilaksanakan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga yang dilakukan dengan permohonan kepada ketua pengadilan negeri (Pasal 88).

Selanjutnya RUPS untuk menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat


(44)

dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar (Pasal 89).

Dalam hal setiap kuorum tidak tercapai, maka dapat dilakukan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga dengan permohonan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 86 ayat (5), (6), (7), (8) dan ayat (9) pada setiap jenis RUPS secara mutatis mutandis.

Pada dasarnya Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar (Pasal 87 UUPT No.40 Tahun 2007).

B. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas

Anggaran Dasar suatu PT merupakan hukum positif bagi PT, dan apabila di langgar akan mengakibatkan transaksi yang dibuat menjadi batal. Dalam hal pengaturan mengenai perseroan terbatas dalam perundang-undangan masih belum sempurna maka hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam peraturan


(45)

perundang-undangan, dibenarkan kepada PT untuk mengatur sendiri Anggaran Dasarnya hal-hal yang masih dianggap perlu namun tidak hal-hal yang diatur tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain bahwa hal-hal yang diatur dalam Anggaran Dasar PT terdapat suatu keleluasan bagi PT untuk menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam menyusun akta pendirian atau anggaran dasar PT, harus benar-benar dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah-masalah yang perlu dan dianggap mendasar dapat dituangkan secara jelas dan lengkap dalam anggaran dasar PT.

Dalam prateknya apabila hendak mendirikan sebuah PT para pendiri cukup mengutarakan keinginannya kepada notaris, dan selanjutnya notarislah yang akan merumuskan atau memformulasikan semua keinginannya dan kemudian dituangkan dalam akta. Sehubungan dengan hal ini, biasanya notaris telah menyiapkan suatu konsep yang sebahagian sudah baku dan kemudian ditambah serta diubah sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi, baik mengenai hal-hal khusus yang merupakan kehendak para pendiri yang juga ingin dimasukkan di dalam anggaran dasar perseroan. Hal-hal yang dikehendaki oleh para pendiri yang masih dimungkinkan atau sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian dirumuskan oleh notaris menjadi suatu naskah yang secara hukum adalah benar dan sah.

Dalam Proses Pendidrian Perseroan hal yang subtansi untuk dijadikan perhatian adalah anggaran dasar perseroan, dimana anggaran dasar pada awalnya


(46)

merupakan suatu akte pendirian yang disepakati oleh para pendiri, untuk itu maka dapat disimpulkan bahwa:

a. Anggaran dasar merupakan bagian dari akta pendirian perseroan terbatas;

b. Sebagai bagian dari akta pendirian, yang menentukan setiap hak dan kewajiban dari pihak-pihak dalam anggaran dasar, baik perseroan itu sendiri, pemegang saham, pengurus (Direksi maupun Komisaris) perseroan;

c. Anggaran dasar perseroan baru berlaku bagi pihak ketiga setelah akta pendirian perseroan disetujui oleh menteri kehakiman.

Kenyataan bahwa anggaran dasar merupakan aturan main dalam perseroan diperkuat oleh ketentuan pasal 4 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyatakan:”terbadap perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya”, termasuk didalamnya asas itikad baik, asas kepantasan, dan asas kepatutan dalam menjalankan perseroan.

Selanjutnya Anggaran Dasar sebagai Undang-undang dalam perseroan, sebagaimana dijelaskan berikut ini:

Sebelum akta pendirian perseroan memperoleh pengesahan dari menteri kehakiman, anggaran dasar perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga, dan hanya mengikat para pendiri yang mengadakan perjanjian untuk mendirikan perseroan terbatas tersebut.

Dengan diperolehnya pengesahan dari menteri kehakiman yang berarti berlakunya anggaran dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua pihak, baik pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan dengan perseoan


(47)

maka praktis anggaran dasar perseroan telah menjadi “Undang-undang” bagi semua pihak, dan bukan hanya menjadi “undang-undang” bagi para pembuatnya. Walaupun demikian secara hirarkis anggaran dasar tidak dapat menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang membentuknya. Demikian lah rumus Pasal 25 ayat (1) undang-undang perseroan terbatas (akta pendirian perseoan yang telah disahkan oleh atau anggaran dasar yang perubahannya telah disetujui sebelum undang-undang ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang lain) yang secara implisit membatalkan setiap ketentuan dalam anggaran dasar yang bertentangan dengan undang-undang perseroan terbatas

Ini berarti anggaran dasar merupakan aturan main perseroan, yang tidak hanya mengikat para pihak yang mengadakannya, tapi juga pihak ketiga lainnya yang berhubungan hukum dengan perseroan, termasuk didalamnya para pemegang saham, pengurus (direksi dan komisaris) perseroan.


(48)

PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas (PT) adalah suatu badan hukum yang terpisah dengan individu yang memilikinya (pemegang saham) atau pengurusnya (komisaris dan direksi). Sebagai badan hukum perseroan terbatas memiliki hak dan kewajiban sendiri. Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dinyatakan telah berdiri setelah persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dipenuhi. Proses pendirian dimulai dengan membuat akta pendirian PT yang dilakukan dengan akta otentik. Setelah akta pendirian PT selesai dibuat maka selanjutnya adalah mengajukan permohonan ke Menteri Hukum dan HAM untuk memperoleh pengesahan, agar PT memperoleh status badan hukum. Dalam akta pendirian pada umumnya memuat anggaran dasar, yang mengatur hal-hal antara lain, Pertama, nama perusahaan. Kedua, tujuan perusahaan. Ketiga, kegiatan usaha. Keempat, lokasi kantor pusat. Kelima, jumlah direksi dan komisaris. Dan Keenam, struktur permodalan.

Perseroan terbatas atau Naamloze Vennootschap adalah sesuatu perseroan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat andil atau sero, yang lazimnya disediakan untuk orang yang hentak turut. Perkataan “terbatas” ditujukan pada tanggung jawab atau resiko dari para pesero atau pemegang andil, yang hanya terbatas pada harga surat andil atau sero yang mereka ambil.39

39


(49)

H.M.N. Purwosutjipto berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum. Badan hukum ini tidak disebut “persekutuan” tetapi “perseroan”, sebab modal badan hukum itu terdiri dari sero – sero atau saham – saham. Istilah “terbatas” tertuju pada tanggung jawab persero atau pemegang saham yang luasnya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.40

Ali Rido berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah suatu bentuk perusahaan yang berbentuk badan hukum yang menjalankan perusahaan, didirikan dengan suatu perbuatan hukum bersama oleh beberapa orang dengan modal tertentu yang terbagi atas saham – saham di mana para anggota dapat memiliki satu atau lebih saham dan bertanggung jawab terbatas samapai bagian saham yang dimiliki.41

Agus Budiarto berpendapat bahwa perseroan terbatas adalah suatu badan usaha yang mempunyai unsur – unsur :

a. adanya kekayaan yang terpisah; b. adanya pemegang saham; c. adanya pengurus.42

I.G. Rai Widjaya berpendapat bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan hukum (legal intity), yaitu badan hukum “mandiri” (persona standi in judicio) yang

40

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan, Jakarta, 1991, h. 90.

41

Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, PT. Alumni, Bandung, 1983, h.214.

42

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, h. 26.


(50)

memiliki sifat dan cirri khusus yang berbeda dari bentuk usaha yang lain, yang dikenal sebagai karakteristik suatu PT yaitu sebagai berikut :

1. Sebagai asosiasi modal;

2. Kekayaan dan utang PT adalah terpisah dari kekayaan dan utang Pemegang Saham;

3. Pemegang Saham :

a. bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung jawab terbatas (limited liability;

b. tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan (PT) melebihi nilai saham yang telah diambilnya;

c. tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan;

4. Adanya pemisahan fungsi antara Pemegang Saham dan Pengurus atau Direksi;

5. Memiliki Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas;

6. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.43

Disamping itu, ada juga yang memberikan arti pereroan terbatas sebagai suatu asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di Negara tertentu) yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu (artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum karenanya sama sekali terpisah dengan orang–orang yang mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus menerus, dan sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas bewenang untuk menerima, memegang atau mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat, dan melaksanakan kewenangan – kewenangan lainya yang diberikan oleh hukum yang berlaku.44

Pengertian Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 UU No.40 Tahun 2007 adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham

43

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Undang – undang dan Peraturan Pelaksanaan di Bidang Usaha, Kesaint Blane,,Jakrta, 2003, h. 142 – 143.

44

Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Inc, New York, USA, 1984, h. 100.


(51)

dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang – undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan rumusan–rumusan dapatlah disimpulkan bahwa unsur–unsur perseroan terbatas adalah sebagai berikut :

1. Perseroan terbatas adalah badan hukum; 2. Selalu menjalankan perusahaan;

3. Didirikan dengan suatu perbuatan hukum oleh beberapa orang; 4. Modal terdiri atas/dibagi dalam saham – saham;

5. Para pesero bertanggung jawab terbatas; 6. Adanya pengurus.45

Anggaran dasar juga dapat mengatur hal-hal berikut:46

a. Preemptive rights, pemegang saham memiliki hak untuk membeli terlebih dahulu atas saham yang dikeluarkan perusahaan berikutnya.

b. Hak untuk menilai, komisaris dapat menilai tambahan dana yang disetor pemegang saham

c. Aturan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka timbul pertanyaan apakah secara hukum perusahaan telah berdiri ? dan apabila belum konsekuensi hukum apa yang terjadi?. Apabila salah satu persyaratan formal pendirian tidak dipenuhi atau tidak

45

Bandingkan dengan Munir Fuady, Ibid.., h. 3 – 4, dikatakan “Setidak – tidaknya ada 15 (lima belas) elemen yuridis dari suatu perseroan terbatas. Ke -15 elemem yuridis dari perseroan terbatas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dasarnya adalah perjanjian; 2. Adanya para pendiri; 3. Pendiri/pemegang saham bernaung di bawah suatu nama bersama; 4. Merupakan asosiasi dari pemegang saham atau hanya seorang pemegang saham; 5. Merupakan badan hukum atau manusia semu atau badan intelektual; 6. Diciptakan oleh hukum; 7. Mempunyai kegiatan usaha; 8. Berwenang melakukan kegiatan usaha; 9. Kegiatannya termasuk dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh perundang – undangan yang berlaku; 10. Adanya modal dasar (dan juga modal ditempatkan dan modal setor); 11. Modal perseroan dibagi ke dalam saham – saham; 12. Eksistensinya terus berlangsung, meskipun pemegang sahamnya silih berganti; 13. Berwenang menerima, mengalihkan dan memegang aset – asetnya; 14. Dapat menggugat dan digugat di pengadilan; 15. Mempunyai oran perusahaan.”

46


(52)

lengkap akibat apa yang ditimbulkannya?. Pertanyaan ini muncul ketika pihak di luar perusahaan (misalnya kreditur) ingin menembus tirai perusahaan (corporate shield) dan meminta tanggungjawab pribadi pemegang saham atas kewajiban perseroan. Terdapat dua konsep berkenaan dengan masalah ini yaitu:47

a. Perseroan de jure. Suatu perseroan yang telah melengkapi seluruh ketentuan formal untuk pendirian secara hukum telah menjadi badan hukum. Hal-hal apa saja yang dikategorikan sebagai kewajiban (mandatory) dan hal yang bagaimana dikategorikan sebagai pedoman (directory) tergantung aturan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

b. Perseroan de facto. Teori ini mengajarkan bahwa meskipun suatu perseroan belum memenuhi seluruh kewajiban untuk mendapatkan status de jure, perseroan tersebut dapat dianggap telah cukup untuk mendapatkan status sebagai badan hukum apabila berhadapan dengan pihak ketiga (kecuali pemerintah). Untuk mendapatkan status de facto suatu perseroan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, iktikad baik untuk memenuhi persyaratan perundangundangan. Kedua, iktikad baik dalam menjalankan perseroan seakan-akan perseroan telah berdiri. Misalnya suatu perseroan belum memenuhi seal sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang atau tidak memberikan alamat yang benar. Apabila suatu perseroan telah mendapatkan status de facto maka semua pihak harus memperlakukannya sebagai badan hukum. Hanya saja pemerintah tetap berwenang menyatakan perseroan tersebut tidak sah.

47


(53)

Perseroan sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab terpisah dengan pemegang sahamnya. Sebagai badan hukum memiliki utang dan kewajiban lainnya atas namanya sendiri dan bukan tanggung jawab pemegang saham. Sebaliknya perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang dan kewajiban para pemegang saham. Ketentuan ini dapat dikecualikan apabila telah terjadi suatu situasi yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Situasi tersebut adalah.48 Pertama, terdapatnya fraud atau ketidakadilan bagi pihak ketiga (misalnya kreditur) dalam pengelolaan perusahaan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan perusahaan sebagai badan yang terpisah akan tetapi menggunakannya untuk tujuan pribadi. Misalnya tidak melaksanakan pembukuan dengan baik, tidak melaksanakan Rapat Umum Pemegang saham sebagaimana telah ditentukan dan pengelolaan keuangan secara sembrono. Ketiga, perseroan kekurangan modal dibandingkan dengan utang dan kewajiban lainnya sehingga secara rasional risiko menjadi tinggi.Keempat, situasi lainnya yang menimbulkan ketidakadilan (fair) apabila perseroan tetap diakui sebagai badan hukum.

Di dalam beberapa teori hukum dan teori-teori bisnis yang berkenaan dengan perseroan sepakat bahwa suatu perseroan haruslah memiliki tujuan. Akan tetapi tidak tercapai kesepakatan tentang bagaimana persisnya tujuan tersebut. Teori bisnis cenderung menjelaskan tujuan sebagai strategi. Strategi adalah penentuan tujuan dasar jangka panjang dari perseroan, langkah tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Strategi menyangkut hal-hal berikut:49

48

Ibid, hal. 45 49


(54)

a. Pemilihan target pasar, definisi produk-produk dasar untuk menjawab permintaan pasar dan penentuan sistem ditribusi.

b. Pencocokan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan sumber daya dan kemampuan yang diinginkan sesuai dengan kesempatan pasar. Setelah dilakukan pilihan pasar disusun perencanaan alokasi sumber daya dan kemampuan.

c. Pemilihan keinginan dan nilai yang dibutuhkan dan d. Penentuan segmen sesuai dengan pandangan pengurus.

Sementara itu teori hukum lebih tertarik pada tujuan apa yang sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan dan peratutan perundang-undangan yang berlaku. Alasannya adalah anggaran dasar adalah kontrak antara pendiri dengan pemerintah. Pada awalnya masalahnya adalah apakah perusahaan telah melampaui kewenangan yang ditentukan dalam anggaran dasar. Masalahnya kemudian berkembang menjadi apakah perseroan masih dalam batas tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan. Terkait erat dan masalah tujuan adalah masalah kewenangan. Dalam hukum perusahaan seringkali ditetapkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oelh suatu perseroan. Jika perusahaan melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan atau kewenangan maka secara hukum perusahaan telah ultra vires (diluar kewenangan perseroan).

Dalam kaitannya dengan tujuan terdapat dua konsep.50

Pertama, kewenangan yang secara tegas ditentukan. Perseroan memiliki kewenangan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh hukum perusahaan dan anggaran dasar. Kewenangan umum menentukan misalnya perusahaan dapat bertindak di dalam dan diluar pengadilan, mimiliki kekayaan serta berutang dan meminjamkan uang. Kedua, kewenangan terbatas menyangkut pengalihan aset perusahaan yang umumnya harus dengan persetujuan RUPS. Disamping kedua kewenangan tersebut perusahaan juga memiliki kewenangan yang tersirat (implied power). Perusahaan dapat melakukan segala tindakan yang dianggap perlu untuk kepentingan perusahaan kecuali hukum secara tegas melarang perbuatan tersebut.

50


(55)

Setiap tindakan di luar kewenangan perusahaan adalah ultra vires. Suatu perbuatan atau tindakan dikatakan ultra vires apabila melampaui kewenangan perusahaan, baik kewenangan yang secara tegas maupun implisit atau dilakukan tanpa ijin RUPS. Oleh karena itu, terdapat tiga konsekwensi hukum apabila terjadi ultra vires. Pertama, ganti rugi, Kedua, pidana dan ketiga perjanjian. Umumnya ultra vires tidak dapat digunakan sebagai pembelaan atas tuntutan ganti rugi terhadap perusahaan akibat tindakan salah seorang karyawannya yang bertindak dalam cakupan pekerjaannya. Demikian pula halnya dalam hal terjadi dakwaan pidana. Sementara itu, dalam situasi tertentu tradisi common law membolehkan diajukannya gugatan ultra vires atas dasar kontrak yang dilakukan perusahaan. Meskipun hal ini tidak begitu diinginkan karena dapat mengganggu transaksi komersial. Penggunaan alasan ultra vires dibatasi. Gugatan ultra vires misalnya tidak dapat dilakukan apabila kontrak sudah dijalankan. Namun demikian perusahaan atau pemegang saham melalui gugatan derivatif dapat menggugat direksi dengan dasar direksi telah bertindak melampaui kewenangan. Sedangkan tindakan illegal bukan merupakan ultra vires dan perusahaan bertanggung jawab atas tindakan tersebut.

B. Pendirian Perseroan Terbatas

Undang-undang memungkinkan perseroan untuk mengambil alih kegiatan dan pertanggung jawaban dari:

1. Perseroan dalam rencana (atas segala kegiatan dan pertanggung jawaban dari badan usaha lainnya,baik itu orang-orang perorangan, persekutuan perdata,


(1)

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Anggaran dasar suatu perseroan adalah menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam menyusun akta pendirian atau anggaran dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah mendasar dapat dituangkan secara jelas dan lengkap Anggaran Dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua pemegang saham, dewan direksi dan dewan komisaris dalam pelaksanaan RUPS, dan kekuatan mengikat itu tidak dapat dikesampingkan oleh siapa pun juga, sekali pun diambil keputusan oleh RUPS dengan suara bulat.

2. RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT, dan RUPS mengangkat Direksi dan Komisaris. Kemudian keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi Perseroan, yaitu perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi Perseroan, hak kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian/ penggunaan keuntungan yang dibuat Perseroan sepenuhnya menjadi wewenang RUPS.


(2)

B. Saran

Adapun hal-hal yang dapat disarankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Para pihak yang terikat dalam perjanjian pada perseroan wajib mengetahui status pendirian dari suatu perseroan terbatas yang termuat dalam Anggaran Dasar, sehingga dalam pelaksanaan RUPS jelas terlihat kewenangan-kewenangan dari Direksi dalam pengelolaan perusahaan dan kewajiban untuk melakukan RUPS. 2. UUPT menyatakan setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan

ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS. Tanda tangan dimaksud tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris. Dari pernyataan ini masih memberikan opsi bahwa pembuatan risalah rapat tidak harus dibuat di hadapan Notaris. Maka disarankan perlu adanya ketegasan dalam UUPT bahwa risalah rapat RUPS tersebut wajib dilaksanakan di hadapan Notaris, karena notaris adalah pejabat umum pembuat akta otentik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ais, Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung :Penerbit PT. Citra Aditya, Bakti, 2000).

---, Pengaruh Doktrin piercing The Corporate Veil dalam Hakum

Perseroan Indonesia " Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 No. 6 Tahun 2003.

---, Penerobosan Kadar Perusahaan dan Soal – soal Aktual Huku

Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Amanat, Anisitus, Pembahasan Undang – Undang Perseroan Terbatas 1995 dan

Penerapannya dalam Akta Notaris, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996.

Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.

Djaidir, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Disajikan dalam Seminar Sehari Mengenai Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas Kantor Wilayah BRI Sumatera Utara, Medan, 21 Juni 1997.

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksisten.sinya

Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002).

---, Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994).

---, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1999).

---, Perseroan Terbatas - paradigma Baru, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003).

FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia), Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid I, 2001.

---, (Forum for Corporate Governance in Indonesia), Peranan Dewan Komisaris

dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan), Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance), Jilid II,


(4)

Fuady, Munir, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

---, Doktrin – doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya

Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2002.

---, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

---, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, CV. Utomo, Bandung, 2005.

Ismail, Chairuddin, Direksi dan Komisaris dalam Perbuatan Melawan Hukum Oleh

Perseroan terbatas, (Jakarta: Merlyn Lestari, 2005)

Keenan, Denis & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students, Financial Times, Pitman Publishing, 1999

Kesowo, Bambang, Kedudukan Direksi : Suatu Tinjauan Berdasarkcm Konsep

Fiduciary Duties, Makalah dalam Panel Diskusi Hubungan Antara Pemegaag

Saham, Direksi dan Komisaris : Hak, Wewenang dan Tanggung Jawabnya, Jakarta, 12 Juni 1995

Lipton, Philip dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The Book Law Company Ltd, 1992.

Lipton, Phillip, Understanding Company Law (Sydney: The Law Book Company Limited, 1993)

Nasution, Bismar, Diktat Hukum Pasar Modal : Good Corporate Governance,

Perlindungan Lingkungan Hidup dan Insider Trading, Universitas Sumatera

Utara, 2002

---, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

---, KeterbukaanDalam Pasar Modal, (Jakarta:Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana, 2001)

---, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog Interaktif Tentang penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003.


(5)

---, Kejahatan Korporasi dan Pertanggung Jawabannya, Makalah pada Ceramah di Jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Tanjung Morawa, tanggal 27 April 2006

Nasution, Bismar dan Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, (Bandung: BooksTerrace & Library, 2005).

Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri dan Pertcmggurtgjawaban Terbatas dari

Perseroan Terbatas, (Surabaya: Airlangga University Pres, 1983).

Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan, Jakarta, 1991.

Rasjidi, Lili, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003).

Rido, Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf, PT. Alumni, Bandung, 1983.

Rusli, Hardijan, Pereroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997.

Ryan, Christopher L., Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third Edition, 1990.

Seligman, Joel, Corporations Cases and Materials, Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995.

Sjahdeini, Sutan Remmy, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, (Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2001).

---, Tanggung jawab direksi, komisaris, dan pemegang saham terhadap

perseroan yang pailit, Makalah disajikan pad Lokakarya Hukum Kepailitan

yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia, sabtu, 224 Oktober 1998, di Hotel Sahid jaya, Jakarta

---, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Ju1i 2001.

---, Hukum Kepailitan, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002). Subekti, Pokok – pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1987.

Supramono, Gatot, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, (Jakarta : Djambatan, 1996).


(6)

Tjager, I Nyoman, et, al., Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan bagi

Komunitas Bisnis Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta 2003.

Tumbuan, Fred BG, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris serta RUPS Perseroan Terbatas menrurut Undang-undang No. l Tahun 1995, Makalah Kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2001-2002.

Usman, Marzuki, Djoko Koesnadi, Arys Ilyas, Hasan Zein M., I Gede Putu Ary Suta, I Nyoman Tjager, Srihandoko, ABC Pasal Modal Indonesia, Jakarta : Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia/Institut Bankir Indonesia & Ikatan Sarjana Ekonomi DKI Jaya, 1990.

Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004).

Widjaya, I. G, Rai, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin Kesaint Blanc, 2002). ---, Hukum Perusahaan – Undang – undang dan Peraturan

Pelaksanaan di Bidang Usaha, Kesaint Blanc, Jakarta, 2003.

Winardi, Asas-asas Manajemen, (Bandung: Alumni, 1983).

Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.