BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Distribusi Tenaga Listrik - Pengurangan Arus Netral pada Sistem Distribusi Tiga Fasa Empat Kawat Menggunakan Transformator WYE-Deltara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Tegangan yang dibangkitkan oleh generator di pusat pembangkit tenaga listrik dinaikkan dengan menggunakan transformator step-up di gardu induk pembangkit menjadi tegangan tinggi (TT), tegangan ekstra tinggi (TET) atau tegangan ultra tinggi (TUT) untuk disalurkan di sepanjang saluran transmisi.
Sampai ke transformator step-down di gardu induk saluran transmisi, tegangan kemudian diturunkan menjadi tegangan menengah (TM), dan diturunkan kembali dengan menggunakan transformator distribusi menjadi tegangan rendah (TR) hingga siap digunakan oleh konsumen akhir. Baik konsumen yang menggunakan suplai listrik satu fasa maupun tiga fasa.
Sistem distribusi tenaga listrik merupakan salah satu bagian dari sistem penyaluran tenaga listrik yang bagiannya dimulai dari transformator step-down pada gardu induk saluran transmisi hingga ke konsumen akhir. Bagian dari transformator step-down pada gardu induk saluran transmisi hingga ke transformator distribusi disebut sebagai saluran distribusi primer sedangkan bagian dari transformator distribusi hingga ke konsumen akhir disebut sebagai saluran distribusi sekunder.
2.1.1. Sistem tiga fasa empat kawat Sistem tiga fasa empat kawat adalah seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.
Ph R L
V V L N
V
Ph PhV V L S
V T
Gambar 2.1 Sistem Tiga Fasa Empat Kawat Pada Sisi Sekunder TransformatorDistribusi Pada Gambar 2.1, belitan pada sisi sekunder transformator distribusi saling terhubung wye yang memiliki tiga kawat fasa dan satu kawat netral. Sistem ini lazim digunakan di Indonesia sebagai saluran distribusi tegangan rendah (distribusi sekunder) dengan tegangan fasa (V ph ) nominal adalah 220V dan tegangan line (V L ) nominal adalah 380V.
Sistem distribusi tegangan rendah tiga fasa empat kawat dapat menyuplai beban 3 fasa maupun 1 fasa. Suplai 1 fasa diperoleh dengan mengambil hanya salah satu penghantar fasa (R, S, atau T) dan penghantar netral (N) sebagai jalur baliknya.
2.2. Komponen-Komponen Simetris
Pada tahun 1918, C.L. Fortescue membuktikan bahwa suatu sistem fasa banyak (dalam hal ini 3 fasa) yang tidak seimbang, dapat diuraikan menjadi tiga buah sistem dengan fasor seimbang yang dinamakan sebagai komponen- komponen simetris (symmetrical components) dari fasor aslinya. Ketiga komponen simbang pada komponen simetris adalah [6]:
1. Komponen urutan positif. Pada sistem tiga fasa, komponen urutan positif terdiri dari tiga buah fasor yang sama besarnya, terpisah antara satu dengan yang lain sebesar 120 °, dan mempunyai urutan fasor yang sama dengan fasor aslinya. Diagram fasor komponen urutan positif seperti yang terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Diagram Fasor Komponen Urutan Positif2. Komponen urutan negatif. Pada sistem tiga fasa, komponen urutan negatif terdiri dari tiga buah fasor yang sama besarnya, terpisah antara satu dengan yang lain sebesar 120 °, dan mempunyai urutan fasor yang berlawanan dengan fasor aslinya. Diagram fasor komponen urutan negatif seperti yang terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Diagram Fasor Komponen Urutan Negatif3. Komponen urutan nol. Pada sistem tiga fasa, komponen urutan nol terdiri dari tiga buah fasor yang sama besarnya dan dengan pergeseran fasa 0 ° antara fasor yang satu dengan yang lain. Diagram fasor komponen urutan nol seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Diagram Fasor Komponen Urutan NolSehingga besar tegangan sebenarnya dari setiap fasa adalah penjumlahan dari masing-masing komponen simeteris:
V a = V a1 + V a2 + V a0 (2.1)
2 V = V + V + V = a V + aV V (2.2)
b b1 b2 b0 a1 a2 + a0
2 V c = V c1 + V c2 + V c0 = a V a1 + a V a2 + V a0 (2.3)
Di mana a = 1 ∠120° digunakan untuk menunjukkan operator yang menyebabkan perputaran sebesar 120 ° dalam arah yang berlawanan dengan arah jarum jam.
Persamaan (2.1), (2.2), dan (2.3) juga dapat dituliskan sebagai persamaan arus seperti berikut:
I a = I a1 + I a2 + I a0 (2.4)
2 I b = I b1 + I b2 + I b0 = a I a1 + aI a2 + I a0 (2.5)
2 I = I + I + I = a I + a I + I (2.6)
c c1 c2 c0 a1 a2 a0
Dalam sistem tiga fasa, jumlah arus saluran sama dengan arus I n dalam jalur kembali lewat netral. Sehingga, I n = I a + I b + I c (2.7)
Tampak pada Persamaan (2.7) bahwa apabila sistem berada dalam kondisi yang seimbang di mana besarnya I = I = I , dan saling terpisah sebesar 120 ° (3
a b c fasa) maka tidak akan ada arus yang mengalir pada penghantar netral (I n = 0).
2.3. Harmonisa
Keberadaan harmonisa yang disebabkan oleh pemakaian beban-beban nonlinear menjadi salah satu masalah yang dapat memperburuk kualitas sistem daya pada suatu jaringan distribusi. Harmonisa dapat diartikan sebagai tegangan ataupun arus sinusoidal yang memiliki frekuensi berupa kelipatan integer dari frekuensi di mana sistem dirancang untuk beroperasi [7]. Di Indonesia sistem pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik dilakukan pada frekuensi 50 Hz (frekuensi fundamental). Sehingga frekuensi harmonisa untuk frekuensi fundamental 50 Hz adalah 100 Hz (Kelipatan 2), 150 Hz (Kelipatan 3), 200 Hz (Kelipatan 4), 250 Hz (Kelipatan 5), 300 Hz (Kelipatan 6), 350 Hz (Kelipatan 7), dst. Penggabungan antara gelombang yang memiliki frekuensi fundamental dengan gelombang harmonisanya akan menghasilkan suatu gelombang baru dengan bentuk yang terdistorsi. Hal ini seperti yang terlihat pada Gambar 2.5.
Berdasarkan ordenya, harmonisa dapat dibedakan menjadi harmonisa orde ganjil dan harmonisa orde genap. Harmonisa orde ganjil adalah harmonisa yang mempunyai frekuensi berupa kelipatan bilangan ganjil dari frekuensi fundamental, yaitu orde ke-1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dst. Sedangkan harmonisa orde genap adalah harmonisa yang mempunyai frekuensi berupa kelipatan bilangan genap dari frekuensi fundamental, yaitu orde ke-2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dst. y y Frekuensi Fundamental Harmonisa orde 3 t t Har. orde 3 dan 5 Fundamental + y y Fundamental + Har. orde 3 Harmonisa orde 5 t t Fundamental + Har. Orde 3,5, dan 7
Gambar 2.5 Bentuk Gelombang Frekuensi Fundamental dan Gelombang yangTerdistorsi karena Pengaruh Harmonisa Untuk suatu sistem tiga fasa seimbang yang melayani beban nonlinear, harmonisa dapat dibagi menjadi tiga bagian sesuai dengan urutan fasanya, yaitu:
1. Harmonisa urutan positif. Yaitu harmonisa dengan orde ke-1, 4, 7, dst.
2. Harmonisa urutan negatif. Yaitu harmonisa dengan orde ke-2, 5, 8, dst.
3. Harmonisa urutan nol. Yaitu harmonisa dengan orde ke-3, 6, 9, dst. Arus harmonisa yang mengalir di penghantar netral merupakan arus harmonisa triplen yaitu arus harmonisa dengan orde berupa perkalian bilangan ganjil dengan harmonisa ketiga [3], [5], [8]. Contoh:
(1) x 3 = orde ke-3 (3) x 3 = orde ke-9 (5) x 3 = orde ke-15 dst.
Untuk beban nonlinear satu fasa yang diaplikasikan pada sistem tiga fasa yang seimbang, arus pada setiap fasa mengandung komponen arus fundamental dan arus harmonisa. Komponen arus fundamental akan saling meniadakan sehingga bernilai nol pada penghantar netral, sedangkan arus harmonisa triplen akan saling menjumlahkan satu sama lain, sehingga besarnya dapat menjadi 3 kali dari arus harmonisa triplen yang terdapat di penghantar fasa [3], [8], seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. Hal ini tentunya harus diwaspadai mengingat akumulasi dari arus harmonisa triplen pada penghantar netral dapat menyebabkan terjadinya arus berlebih dan terbakarnya penghantar netral [3].
Netral Arus Harmonisa Arus Triplen Fundamental
Gambar 2.6 Arus Harmonisa Triplen yang Saling Menjumlahkan PadaPenghantar Netral, Arus Fundamental Saling Meniadakan
2.4. Arus Netral
Pada sistem distribusi 3 fasa 4 kawat yang melayani beban linear satu fasa yang seimbang, arus pada penghantar netral adalah nol. Sedangkan untuk kondisi yang tidak seimbang, akan terdapat arus yang mengalir pada penghantar netral, di mana arus ini adalah arus fundamental dan tidak mengandung harmonisa (untuk beban linear murni).
Hal tersebut tidak berlaku untuk sistem distribusi 3 fasa 4 kawat yang melayani beban-beban nonlinear satu fasa. Walaupun berada dalam kondisi yang seimbang, arus pada penghantar netral tetap ada. Di mana arus ini didominasi oleh arus harmonisa triplen, seperti yang telah disebutkan pada Sub-bab 2.3.
Pada suatu kondisi di mana sistem distribusi 3 fasa 4 kawat melayani beban nonlinear satu fasa yang tidak seimbang, arus yang mengalir pada penghantar netral terdiri dari arus fundamental dan arus harmonisa urutan nol [3].
2.5. Penurunan Rumus Harmonisa Pada Arus Penghantar Netral Dari Arus Fasa
2.5.1. Sistem simetris dan seimbang Pada sistem distribusi 3 fasa 4 kawat yang simetris dan seimbang, arus harmonisa pada penghantar netral dapat diturunkan menggunakan transformasi
Fourier. Arus pada penghantar netral merupakan penjumlahan dari arus pada setiap fasa. Karena distorsi bentuk gelombang tegangan ataupun arus harmonisa hanya disebabkan oleh harmonisa orde ganjil, maka penurunan dapat disederhanakan dengan hanya menganggap bahwa arus pada penghantar fasa hanya mengandung harmonisa orde ganjil (1, 3, 5, 7, ...). Adapun penurunannya adalah sebagai berikut [9]:
( ) + (2.8)
) + ) + … ) =
1 (ω +
1 3 (3ω +
3 5 (5ω +
5
2
2
( ) + ) =
- 1 (ω −
1 3 �3 �ω − � + 3 � +
3
3
2
(2.9)
5 �5 �ω − � + 5 �+ …
3
4
4
(
- ) +
1
1
3
3
) = (ω − �3 �ω − � + � +
3
3
4
(2.10)
5 �5 �ω − � + 5 �+ …
3 Dengan menjumlahkan arus pada ketiga fasa, maka dapat diperoleh
persamaan untuk arus netral sebagai berikut: ( ( ( (
)) + 0 + … (2.11) ) = ) + ) + ) = 0 + 3 (
3 (3ω +
3 Dari persamaan arus netral di atas dapat dilihat bahwa pada penghantar netral hanya mengalir arus harmonisa orde ke-3.
2.5.2. Sistem tidak simetris dan tidak seimbang Pada sistem distribusi 3 fasa 4 kawat yang tidak simetris dan tidak seimbang, arus harmonisa pada penghantar netral dapat diturunkan dengan menggunakan transformasi Fortescue. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut [9]:
0,
̅ ̅
,
1
1
1
2
(2.12)
1 � ̅ � = � � � ̅ 1, �
,
2
1 ̅ ̅ 2,
, 0,
̅ ̅
,
1
1
1
1
2
(2.13)
1 � ̅ 1, � = � � � ̅ �
,
3
2
1 ̅ 2, ̅
,
di mana: = exp (j120) = exp (120∠90°)
Karena penjumlahan dari komponen urutan positif dan komponen urutan
1 + = 0). Maka hanya komponen urutan nol saja yang negatif adalah nol ( terdapat pada penghantar netral. Hal ini dituliskan dengan :
- 2
2
2
= (1 + ) + (1 + ) + 3 = 3 (2.14)
1, 2, 0, 0,
̅ ̅ ̅ ̅ ̅
,
Dengan menggunakan hukum Kirchoff pada Persamaan (2.14) dihasilkan:
1
= 3 = 3 + + + + (2.15) ̅ ̅ 0, ∗ � ̅ ̅ ̅ � = ̅ ̅ ̅
, , , , , , ,
3 Dengan memisalkan bahwa:
, , ,
= , = , = ̅ ̅ ̅
, , , , , ,
Maka diberikan oleh : ̅
,
= cos cos cos + + ̅ � �
, , , , , , ,
- sin sin sin ) (2.16) + +
(
, , , , , ,
Dengan menggunakan persamaan di atas, amplitudo dan sudut fasa
,
dari harmonisa ke-i pada penghantar netral dapat dihitung. Amplitudo
, ,
dapat diperoleh dengan persamaan: 2 2
- = cos cos cos sin + + sin + sin + � � �
, , , , , , , , , , , , , ��
(2.17) Sedangkan sudut fasa untuk harmonisa ke-i dapat diperoleh dengan
,
persamaan:
) ( ̅ ,
= (2.18) � �
, ) ( ̅
,
Jika amplitudo dan sudut fasa harmonisa di penghantar fasa diketahui, unsur harmonisa pada arus di penghantar netral dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan (2.17) dan (2.18).
2.6. Transformator Wye-Delta
Transformator wye-delta yang digunakan pada tugas akhir ini dirancang sebagai transformator zero-passing yang berfungsi untuk melewatkan arus harmonisa urutan nol dan menahan arus harmonisa urutan positif dan negatif. Hal ini dapat terjadi karena transformator wye-delta memiliki impedansi urutan nol yang rendah serta impedansi urutan positif serta negatif yang tinggi. Impedansi urutan nol pada rangkaian ekivalen transformator direpresentasikan sebagai fluks bocor/reaktansi seri pada sisi primer dan sekunder sedangkan impedansi urutan positif dan negatif direpresentasikan sebagai reaktansi magnetisasi. Agar memiliki impedansi urutan nol yang kecil, transformator wye-delta dibentuk dengan menggunakan satu unit transformator tiga fasa dengan jenis belitan bifilar.
Belitan-belitan transformator adalah identik dengan perbandingan 1:1 pada sisi primer dan sekunder.
Rangkaian transformator wye-delta dan penggunaannya pada jaringan diperlihatkan pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8. i zpa i zpb i zpc
φ a2 φ b2 φ c2 φ a1 φ b1 φ c1
i zpa i zpb i zpc i zp
Gambar 2.7 Rangkaian Transformator Wye-Delta yang Dibentuk Dari Satu UnitTransformator 3 Fasa SUMBER i Sa i La
i
zpa i Sb i LbBEBAN i zpb i Sc i Lc i zpc
TRANSFORMATOR WYE-DELTA i zp i i Sn Ln
Gambar 2.8 Penggunaan Transformator Wye-Delta Sebagai Zero-Passing PadaJaringan Belitan wye transformator dihubungkan ke jala-jala sistem dan titik bintangnya dihubungkan ke titik netral beban, sedangkan belitan delta dibiarkan dalam keadaan tanpa beban.
Mekanisme pelaluan arus urutan nol pada transformator zero-passing wye- delta dapat dijelaskan sebagai berikut. Arus netral beban yang mengalir ke zero- adalah i akan terbagi menjadi tiga bagian yang sama besar dan sefasa
passing ZP
serta mengalir ke masing-masing kumparan wye transformator, yaitu:
iZP
i zpa = i zpb = i zpc = (2.19)
3
di mana: I zpa , i zpb, i zpc adalah arus netral yang mengalir pada masing-masing kumparan wye.
I adalah arus netral yang mengalir ke transformator zero-passing
zp
Karena arus netral i zp adalah arus urutan nol maka pada masing-masing belitan transformator akan dihasilkan fluksi magnetik urutan nol yang sama besar dan sefasa, yaitu:
= = = (2.20) φ a1 φ b1 φ c1 φ
01
di mana: adalah fluksi urutan nol pada masing-masing belitan wye φ a1, φ b1, φ c1 transformator (belitan primer)
Fluksi-fluksi urutan nol pada belitan primer transformator diinduksikan ke belitan sekunder yang terhubung delta dan menghasilkan arus urutan nol yang bersirkulasi di dalam kumparan delta. Arus urutan nol pada belitan delta akan menghasilkan fluksi urutan nol yang sama besar dan berlawanan fasa dengan fluksi urutan nol belitan wye, yaitu:
= = = = - (2.21) φ a2 φ b2 φ c2 φ
02 φ
01
di mana : adalah fluksi urutan nol pada masing-masing belitan delta φ a2, φ b2, φ c2 transformator (belitan sekunder)
Jadi, total fluksi urutan nol pada transformator wye-delta akan sama dengan nol, yaitu: φ = φ
01 φ 02 = φ
+ 01 + (- φ
01 ) = 0 (2.22)Pembangkitan fluksi urutan nol oleh arus-arus yang mengalir pada masing-masing kumparan transformator wye-delta diperlihatkan pada Gambar
2.9.
Gambar 2.9 Pembangkitan Fluksi Magnetik Urutan Nol Pada Transformator Wye-Delta: (a) Fluksi Urutan Nol Pada Setiap Kumparan Primer; (b) Fluksi Urutan Nol Pada Setiap Kumparan Sekunder; (c) Total Fluksi Urutan Nol
Rating daya (VA) transformator zero-passing wye-delta dapat ditentukan dari jumlah hasil perkalian antara nilai efektif tegangan dan arus pada masing- masing belitan. Tegangan pada masing-masing kumparan wye adalah:
V L
V an1 = V bn1 = V cn1 = V n1 = (2.23)
√3
Tegangan pada masing-masing kumparan delta untuk transformator dengan perbandingan belitan 1:1 adalah sama dengan tegangan pada masing-masing kumparan wye, yaitu:
V L R
V an2 = V bn2 = V cn2 = V n2 = (2.24)
√3 Dengan asumsi bahwa arus netral yang mengalir dari beban (sumber harmonisa) mengalir seluruhnya menuju transformator wye-delta (i =i ), maka
zp Ln
arus maksimum yang dapat mengalir pada masing-masing belitan wye adalah:
I Ln
i zpa = i zpb = i zpc = (2.25)
3 Dan arus maksimum yang dapat bersirkulasi pada belitan delta transformator
adalah:
I Ln
i an2 = i bn2 = i cn2 = i n2 = (2.26)
3 Dengan demikian, rating daya (VA) transformator zero-passing wye-delta
dapat ditentukan sebagai berikut:
V L Ln
I S = 3 (2.27)
� �
3 √3
V L Ln
I
= � � [VA]
√3
2.7. Belitan Bifilar
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada tugas akhir ini penulis menggunakan transformator tiga fasa dengan jenis belitan bifilar sebagai transformator zero-passing. Belitan bifilar adalah sepasang kawat berisolasi yang saling berdekatan satu sama lain dan dililit pada suatu inti yang sama. Satu kawat sebagai lilitan primer sedangkan kawat yang lain sebagai lilitan sekunder. Menurut McLyman, Col. Wm. T (2004) belitan bifilar dapat mengurangi induktansi bocor dengan cukup efektif [10], itulah sebabnya penulis memilih jenis belitan bifilar pada transformator ini, mengingat keefektifan suatu transformator
zero-passing bergantung kepada induktansi bocornya. Adapun belitan bifilar yang
dililit pada suatu inti ditunjukkan pada Gambar 2.10.Lilitan Primer Lilitan Sekunder
Gambar 2.10 Belitan Bifilar2.8. Rangkaian Ekivalen Urutan Nol
Karena arus yang mengalir pada transformator wye-delta adalah arus urutan nol, maka penggunaan transformator wye-delta pada suatu sistem dapat dianalisis dengan menggunakan rangkaian ekivalen urutan nol per fasa seperti pada Gambar 2.11 berikut.
Gambar 2.11 Rangkaian Ekivalen Urutan Nol Pada Sistem yang MenggunakanTransformator Wye-Delta Keterangan:
V S0 : Sumber tegangan urutan nol i L0 : Sumber arus urutan nol
i Sn : Arus urutan nol menuju sumber Z : Impedansi antara sumber tegangan dengan transformator s
wye-delta
Z : Impedansi antara beban dengan transformator wye-delta Ln
Z zp : Impedansi transformator wye-delta Z Sn : Impedansi antara transformator wye-delta dengan sumber
Pada Gambar 2.11 dapat dilihat bahwa terdapat dua sumber urutan nol, yaitu tegangan urutan nol V dan arus urutan nol i . Karena pada tugas akhir ini
S0 L0
penulis hanya menggunakan sumber arus urutan nol yang berasal dari beban, maka sumber urutan nol yang berasal dari sumber tegangan tidak dibahas lebih lanjut.
Untuk menganalisis besar arus urutan nol yang disebabkan oleh i L0 , maka
V dapat dianggap terhubung singkat (short circuit). Hal ini ditunjukkan seperti
s0 pada Gambar 2.12.Gambar 2.12 Rangkaian Ekivalen Urutan Nol dengan V s0 (t) Terhubung Singkat(Short Circuit) Pada Gambar 2.12, i Sn adalah arus urutan nol yang disebabkan oleh i L0 .
Besar arus i Sn dapat diperoleh sebagai berikut:
= (2.28)
Terlihat pada Persamaan (2.28) bahwa semakin rendah nilai Z zp atau semakin tinggi nilai Z Sn maka nilai arus urutan nol yang menuju sumber ( ) akan semakin rendah dan kinerja transformator wye-delta semakin handal sebagai pelalu arus urutan nol. Nilai Z zp yang rendah dapat diperoleh bila transformator wye-delta yang digunakan sebagai transformator zero-passing memiliki fluks bocor yang kecil. Sedangkan nilai Z Sn yang besar dapat diperoleh dengan cara memasang transformator wye-delta sedekat mungkin dengan beban yang menjadi sumber arus harmonisa.