Optimasi Komposisi Pakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Improved Particle Swarm Optimization (IPSO)

  Vol. 2, No. 1, Januari 2018, hlm. 1-10 http://j-ptiik.ub.ac.id

  

Optimasi Komposisi Pakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam

Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Improved Particle Swarm

1 Optimization (IPSO) 2 3 Nur Firra Hasjidla , Imam Cholissodin , Agus Wahyu Widodo

  Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: firrapirraa@gmail.com, imamcs@ub.ac.id, a_wahyu_w@ub.ac.id

  

Abstrak

  Dalam suatu usaha peternakan ayam petelur, biaya pakan menyita 60-70% dari biaya produksi keseluruhan. Peternak dapat menyusun ransum untuk ternak ayam petelurnya secara mandiri guna menghemat biaya pakan. Namun, dalam pembuatan ransum, peternak terlebih dahulu harus memeriksa kandungan nutrisi dan harga tiap bahan pakan yang akan dikombinasikan Peternak juga harus mengevaluasi secara manual apakah formula ransum yang akan diberikan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur dan dengan biaya minimum, pada penelitian ini dirancang sebuah sistem untuk menentukan komposisi pakan ayam petelur yang optimal menggunakan algoritme

  

Improved Particle Swarm Optimization (IPSO), teknik optimasi yang merupakan pengembangan dari

  algoritme PSO. Partikel bergerak dalam ruang pencarian untuk menemukan solusi. Dari hasil pengujian didapatkan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter IPSO yaitu ukuran populasi = 250, iterasi maksimal = 350, dan interval bobot bahan pakan = 1-70%. Algoritme IPSO mampu memberikan solusi komposisi pakan dengan biaya 50.41% lebih murah dibandingkan dengan data salah satu dari peternak ayam petelur.

  

Kata kunci: optimasi, komposisi pakan, ayam petelur, Improved Particle Swarm Optimization (IPSO),

nutrisi ayam petelur

  

Abstract

In a business of laying hens farm, the feed costs constitute as much as 60-70 percent of the total

cost of livestock production. Breeders can compose rations for their laying hens independently to save

the feed costs. However, in the making of rations, breeders must examine the nutrient content and price

of each feed ingredient that will be combined first. Breeders also have to evaluate manually whether the

ration formula that will be given can fulfill the nutritional needs of laying hens. Therefore, to improve

the efficiency of feeding in accordance with the nutritional needs of laying hens and with minimum cost,

this study designed a system to determine the optimal layer feed composition using Improved Particle

Swarm Optimization (IPSO) algorithm, an optimization technique which is a development of the PSO

algorithm. Particles move in search space to find solutions. From the test results obtained optimal

values for each IPSO's parameter, population size = 250, maximum iteration = 350, and the interval of

feed ingredient weight = 1-70%. IPSO algorithm is able to give solution of feed composition with cost

50.41% cheaper than one of the data from laying hens breeder.

  

Keywords: optimization, feed composition, laying hens, Improved Particle Swarm Optimization

(IPSO), nutritional needs of laying hens tahun 2015.

1. PENDAHULUAN

  Pakan yang diberikan untuk ayam petelur Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik berupa ransum. Ransum dibuat dengan cara

  (BPS), produksi telur ayam petelur dari tahun mengkombinasikan berbagai bahan baku 2009 hingga 2015 terus meningkat dan lebih makanan unggas dengan cara-cara tertentu dan banyak dibandingkan produksi telur ayam ras untuk kandungan nutrisi ransum tersebut lainnya, yaitu mencapai angka 1.372.829 pada disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi ayam

  Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya

  

1

  Bungkil kacang kedelai Bungkil kacang tanah

  Pada penelitian ini persamaan yang digunakan untuk menentukan jumlah pakan yang harus diberikan per hari adalah persamaan winter and funk (Marginingtyas, 2015).

  Dalam suatu usaha peternakan ayam petelur, biaya pakan menyita 60-70% dari biaya produksi keseluruhan. Harga pakan sangatlah bervariasi dan hal ini menjadi salah satu pertimbangan bagi peternak dalam pemilihan pakan. Bagi peternak yang telah berpengalaman dalam bidang peternakan dapat menyusun ransum untuk ternak ayam petelurnya secara mandiri guna menghemat biaya pakan (Abidin, 2003). Namun, dalam pembuatan ransum, peternak terlebih dahulu harus memeriksa beberapa hal yaitu kandungan nutrisi tiap bahan yang akan dikombinasikan dan harga bahan pakan. Kemudian peternak juga harus melakukan perhitungan secara manual atau menggunakan cara konvensional untuk mengevaluasi apakah formula ransum yang akan diberikan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur (Rasyaf, 1992).

  Pada penelitian yang dilakukan oleh Marginingtyas (2015) untuk menentukan komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme genetika didapatkan solusi terbaik komposisi pakan ayam petelur dengan nilai

  fitness sebesar 3,175 (Marginingtyas, 2015).

  Namun, algoritme genetika yang digunakan memiliki beberapa keterbatasan, yaitu dalam algoritme genetika tidak diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri, algoritme genetika juga membutuhkan proses yang lebih lama untuk mencapai konvergen (Mittal & Gagandeep, 2013). Oleh karena itu, algoritme IPSO dipilih untuk menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini karena menurut Yonghe et al. (2015) IPSO lebih cepat dalam menemukan titik optimal dibandingkan dengan algoritme genetika dan algoritme Ant Colony Optimization (ACO) dan TVAC digunakan karena menurut Shayeghi & Ghasemi (2011) TVAC dapat meningkatkan pencarian global dan mendorong partikel agar konvergen pada global optimal selama akhir proses.

  8,3+2,2× ( ) 454

  grower (umur 9-16 minggu) dan fase layer (umur 19 minggu-apkir).

  2.2 Ransum

  Ransum adalah campuran bahan makanan seperti pada yang dibuat dengan cara dan aturan tertentu dengan tujuan untuk mengoptimalkan produksi ternak. Ransum yang akan diberikan kepada ternak harus dipastikan telah memenuhi berbagai unsur gizi dari ternak tersebut karena jika tidak, dapat memberikan dampak buruk pada ternak. Bagi ayam petelur, kualitas ransum yang baik akan mempengaruhi tingkat produktivitas dalam bertelur. Apabila kualitas ransum baik, namun penyimpanannya tidak baik maka tidak dapat menjamin dapat menghasilkan ayam petelur dengan tingkat produktivitas yang baik (Rasyaf, 1991).

  petelur (Sudarmono, 2003).

  Bungkil kelapa Dedak gandum Dedak halus Tepung ikan Tepung tulang Bekatul Dedak Jagung

  Gambar 1 Ransum ayam petelur

  • 0,1× (%) 100

  Ayam petelur merupakan jenis unggas yang sangat dikenal di kalangan masyarakat dan peternak unggas. Sebagian masyarakat lebih mengenal ayam petelur dengan sebutan ayam negeri. Ayam petelur dianggap memiliki kemampuan bertelur yang lebih baik daripada ayam lokal lainnya atau ayam kampung. Beternak ayam petelur dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi peternak karena dapat memanfaatkan telur, kotoran dan bulunya. Menurut Zulfikar (2013), fase ayam petelur terdiri fase starter (umur 0-8 minggu), fase

  × 454

  (1) Kandungan nutrisi ransum harus disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi hewan ternak, karena kebutuhan nutrisi setiap hewan ternak tidaklah sama.

2. DASAR TEORI

2.1 Ayam Petelur

  2.3 Nutrisi Pakan Ayam Petelur

  Untuk menunjang tingkat produktivitas, pertumbuhan dan kesehatan, dibutuhkan kandungan nutrisi yang lengkap bagi ayam petelur berupa protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, dan serat kasar. Kandungan nutrisi yang lengkap ini dibutuhkan dalam jumlah yang tepat dan seimbang pada ransum. Terdapat beberapa

  digunakan untuk memastikan bahwa PSO dapat mencapai konvergensi pada titik optimal.

  • K = constriction factor,

  • T max = iterasi maksimal,
  • t = iterasi pada saat itu.

  = , (%) 100

  Pada penerapan inertia weight (w) dan

  =

  cos(

  2 ×(

  −

  2 ))+2,428571

  4

  (3) Keterangan:

  Persamaan 4 merupakan formula yang digunakan Yonghe et al. (2015) untuk menentukan nilai inertia weight.

  (2) Keterangan:

  × ℎ (%)

  Serat kasar (%)

  4 Untuk menghitung kadar nutrisi yang terdapat pada ransum, digunakan persamaan berikut.

  Constriction factor (K) diformulasikan menjadi Persamaan 3 (Yonghe, et al., 2015).

  3 ME (kkal/kg) 2850 Fosfor (%) 0,5

  5 Kalsium (%)

  18 Lemak (%)

  Protein (%)

  Tabel 1 Kebutuhan nutrisi ayam petelur Nutrisi Jumlah

  faktor yang mempengaruhi banyaknya kebutuhan nutrisi pada ayam petelur seperti, berat ayam dan produksi telur (Sudarmono, 2003). Pada penelitian ini fase yang digunakan adalah ayam petelur pada fase layer, yaitu masa yang mana ayam tersebut berumur lebih dari 19 minggu sampai apkir. Kebutuhan nutrisi ayam petelur pada fase layer ditunjukkan pada

  = {0,857143 + ((1 − 0,857143) × (1 − )) , ≠ 0,857143 , =

  (4) Keterangan:

  • w = inertia weight (bobot inersia)

  = iterasi maksimal,

  constriction factor (K) secara asinkron, K

  • = Kadar nutrisi yang dihitung (protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, serta kasar)
  • T max
  • t = iterasi pada saat itu,
  • gBest d
  • Bobot pakan i,j = bobot pakan partikel ke-i, dimensi ke-j
  • x id = posisi partikel ke-i dimensi ke-d

  • Kadar nutrisi bahan i = besar kadar nutrisi

  factor digunakan di waktu yang berbeda

  (5) Keterangan:

  2

  2 ( − )] , ≥

  1 ( − ) + 2 ×

  2 [0,7 + 2 ×

  2 ( − ) , <

  1 ( − ) + 2 ×

  = { × + 2 ×

  penelusuran global dan lokal. Setengah iterasi berikutnya, constriction factor digunakan untuk memastikan bahwa konvergensi mencapai titik optimal (Yonghe, et al., 2015). Persamaan 5 merupakan formula yang digunakan untuk pembaruan kecepatan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yonghe et al. (2015).

  weight digunakan untuk menyeimbangkan

  (asinkron). Pada setengah iterasi awal inertia

  Dikarenakan memiliki karakteristik yang berbeda, maka inertia weight dan constriction

  memastikan tercapainya konvergensi terbaik (Yonghe, et al., 2015).

  swarm ,

  = posisi terbaik partikel dalam

  (protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, serta kasar) bahan pakan ke-i

2.4 Algoritme Improved Particle Swarm

  Optimization (IPSO)

  Pada penelitian ini, tipe algoritme IPSO yang digunakan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Yonghe et al. (2015), yaitu IPSO yang menerapkan inertia weight (w) dan

  constriction factor (K) secara asinkron dan juga

  penelitian yang dilakukan oleh Shayeghi & Ghasemi (2011) untuk penerapan Time-Varying Acceleration Coefficients (TVAC) pada PSO.

  IPSO dengan menerapkan inertia weight (w) dan constriction factor (K) secara asinkron terbukti menjadi model IPSO yang terbaik karena dapat menghasilkan nilai fitness terbaik dengan waktu konvergensi yang relatif cepat atau singkat. Inertia weight merupakan parameter penting pada PSO yang menentukan hasil operasi PSO dan juga sebagai penyeimbang antara penelusuran global dan lokal.

  • v id = kecepatan partikel ke-i dimensi ke-d
  • w = inertia weight (bobot inersia)
  • K = constriction factor
  • T max = iterasi maksimal,

  Constriction factor pada PSO digunakan untuk

  • t = iterasi pada saat itu.

  • pBest id = posisi terbaik partikel i
  • gBest d = posisi terbaik partikel dalam swarm
  • x id = posisi partikel ke-i dimensi ke-d
  • 1

  • = batas maksimum nilai kecepatan
  • = nilai konstan, random antara 0 sampai dengan 1
  • = batas minimum nilai posisi
  • = batas maksimum nilai posisi

  • 1
  • bobot pakan i,j = bobot pakan pada partikel ke-i dimensi ke-j
  • 2
  • total bobot pakan i = total bobot pakan pada partikel ke-i 3.
  • 1
  • 1
  • = iterasi pada saat itu
  • = iterasi maksimal
  • = posisi partikel ke-i dimensi ke-j
  • = batas minimum nilai posisi
  • = batas maksimum nilai posisi
  • [0,1]
  • = penalty partikel ke-i
  • TotalNut = total kandungan nutrisi
  • KebNut = kebutuhan nutrisi 5.
    • 1
    • 1
    • 1
    • bobot pakan i,j

  Nilai yang digunakan untuk c 1i dan c 1f yaitu [2.5, 0.2], sedangkan untuk c 2i dan c 2f yaitu [0.2, 2.5] (Shayeghi & Ghasemi, 2011).

  Proses pembangkitan himpunan solusi atau inisialisasi populasi dilakukan menggunakan Persamaan 7 sesuai dengan ukuran populasi yang telah ditentukan (Agalya, et al., 2013).

  = + ( [0,1] ∗ ( − )

  (7) Keterangan:

  = nilai random antara 0 sampai

  1 Pada proses update kecepatan, digunakan teknik velocity clamping seperti pada Persamaan 8 untuk mengontrol eksplorasi global partikel dan mencegah partikel melampaui batas ruang pencarian (Marini & Walczak, 2015).

  = { ,

  > − ,

  < − ; =

  ( − )

  2

  (8) Keterangan:

  = kecepatan untuk iterasi ke-(t+1) pada partikel ke-i dimensi ke-j

  Pada penelitian ini nilai fitness suatu partikel yang merupakan komposisi pakan ayam petelur didapatkan dengan langkah-langkah berikut (Marginingtyas, 2015).

  1. Menentukan enam bahan pakan dengan bobot tertinggi.

  2. Melakukan normalisasi bobot bahan pakan menggunakan Persamaan 9.

  = , (%)

  × 100% (9)

  Keterangan:

  Menghitung kandungan keenam nutrisi pada masing-masing bahan pakan pada tiap partikel menggunakan Persamaan 2, kemudian dijumlahkan berdasarkan jenis nutrisinya untuk mendapatkan total kandungan nutrisi tiap partikel.

  4. Menghitung penalty untuk mengetahui apakah kandungan nutrisi seluruh kandidat solusi (partikel) yang dibangkitkan telah memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur. Nilai penalty dihitung berdasarkan Persamaan 10.

  = { 0, ≥ − , <

  (10) Keterangan:

  = nilai akhir (final) c 1 dan c 2

  2

  ,

  2

  Pada Persamaan 5, berdasarkan penelitian yang dilakukan Yonghe et al. (2015), nilai koefisien akselerasi (c 1 , c 2 ) yang digunakan konstan yaitu 2. Dalam hal ini akan diterapkan

  Time-Varying Acceleration Coefficients

  (TVAC) pada IPSO yang digunakan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk meningkatkan pencarian global pada tahap awal dan mendorong partikel agar konvergen pada global optimal selama akhir proses. (Shayeghi & Ghasemi, 2011). Persamaan 6 merupakan formula yang digunakan Shayeghi & Ghasemi (2011) pada penerapan TVAC dalam proses update kecepatan pada PSO.

  1

  = ((

  1

  −

  1

  ) × ) +

  1

  = ((

  = nilai awal (initial) c 1 dan c 2

  2

  −

  2

  ) × ) +

  2

  (6) Keterangan:

  = komponen kognitif

  = komponen sosial

  ,

  2

  Setelah didapatkan nilai penalty seluruh partikel, selanjutnya adalah menghitung harga masing-masing bahan pakan pada tiap partikel menggunakan Persamaan 11, kemudian seluruh harga tiap bahan pakan tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan total biaya yang harus dikeluarkan tiap kandidat solusi.

  • keb.pakan/hari
  • harga pakan i = harga bahan pakan ke-i 6.

  • ( × )
    • fitness i = nilai fitness partikel ke-i
    • cost i = total biaya partikel ke-i
    • penalty i
    • α = nilai konstan sebesar 20
    • K = konstanta dengan nilai 1000

  0, nilai pBest disamakan dengan nilai posisi awal. Kondisi kedua, saat memasuki iterasi ke-1 sampai dengan iterasi akhir, proses menentukan pBest yang dilakukan adalah update pBest. Proses update pBest dilakukan dengan membandingkan fitness pBest pada iterasi sebelumnya dengan fitness posisi yang baru. Kemudian, dari kedua fitness tersebut akan dipilih partikel dengan fitness yang paling besar sebagai pBest baru.

  3. Menentukan posisi lokal terbaik (pBest) Penentuan pBest terbagi menjadi dua kondisi. Kondisi pertama yaitu pada saat iterasi

  kemungkinan terpilihnya partikel tersebut sebagai solusi yang paling optimal. Nilai fitness partikel didapatkan dengan melalui tahap-tahap yang telah dijelaskan pada subbab 2.2.

  fitness suatu partikel, maka semakin besar

  2. Hitung fitness Proses perhitungan nilai fitness dilakukan untuk menunjukkan kualitas partikel tersebut sebagai kandidat solusi. Semakin tinggi nilai

  Inisialisasi posisi & kecepatan awal Pada tahap ini, proses inisialisasi posisi awal dilakukan berdasarkan Persamaan 7, sedangkan kecepatan awal bernilai 0.

  Tahap penyelesaian permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme IPSO adalah sebagai berikut: 1.

  Optimization (IPSO) ditunjukkan pada Mulai Parameter IPSO Inisialisasi posisi & kecepatan awal iterasi++ iterasi = 0 Update kecepatan Menentukan pBest Update posisi Hitung fitness Menentukan gBest Hitung fitness Menentukan pBest awal Menentukan gBest awal Selesai T Y iterasi iterasi maksimal Y Komposisi pakan optimal T Gambar 2 Diagram alir siklus algoritme IPSO

  Metode penelitian menjelaskan mengenai tahapan untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat pada penelitian ini. Data yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari Marginingtyas (2015). Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini yaitu data kebutuhan nutrisi ayam petelur, serta harga dan kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan ayam petelur. Seluruh data yang didapat akan digunakan pada proses komputasi dan analisis hasil. Siklus penyelesaian masalah pada sistem optimasi komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme Improved Particle Swarm

  penalty agar selisih antara penalty dan harga tidak terlalu jauh (Marginingtyas, 2015).

  ditetapkan sebesar 20 dan dikalikan dengan

  fitness yang terlalu kecil. Kemudian nilai α juga

  Pada perhitungan fitness, digunakan harga dan penalty sebagai acuan utama karena keduanya berbanding terbalik pada permasalahan optimasi. Nilai K juga yang merupakan konstanta, ditetapkan dengan nilai 1000 untuk mencegah didapatkannya nilai

  = nilai penalty partikel ke-i

  × (12) Keterangan:

  1

  =

  menggunakan Persamaan 12, yang mana nilai fitness ini merepresentasikan kualitas partikel sebagai kandidat solusi (partikel).

  fitness masing-masing partikel

  Langkah terakhir yaitu menghitung nilai

  = kebutuhan pakan ayam petelur per hari

  = bobot bahan pakan ke-j pada partikel ke-i

  (11) Keterangan:

  × . /ℎ ) × ℎ

  = ( , (%) 100

3. METODE PENELITIAN

  • Berat ayam petelur
  • Iterasi maksimal (T max ) : 100
  • Interval bobot bahan pakan : 1-10%
  • r
  • 1 , r 2
  • Konstanta k

  fi tn es s

  • rat a

  jumlah partikel 250. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa semakin besar jumlah partikel yang digunakan maka semakin beragam kandidat solusi yang ada dan ruang pencarian solusi optimal semakin luas. Hal tersebut dapat meningkatkan peluang untuk mendapatkan solusi yang optimal (Engelbrecht, 2007). Jika jumlah partikel terlalu kecil, solusi optimal akan lebih sulit didapatkan karena kandidat solusi yang ada tidak banyak. Salah satu kendala pada penggunaan jumlah partikel yang besar adalah membutuhkan proses iteratif yang lebih lama dan terkadang nilai fitness yang didapatkan tidak selalu tinggi karena proses pembangkitan populasi awal yang bersifat stokastik, yang mana terdapat bilangan yang didapatkan secara acak atau random pada persamaan yang digunakan untuk membangkitkan populasi awal.

  fitness tertinggi sebesar 3,55 didapatkan pada

  Berdasarkan grafik padarata-rata

  Gambar 3 Hasil pengujian jumlah partikel (popsize)

  : 0,6 Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada

  : 1800 gram

  Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali percobaan untuk tiap variasi ukuran populasi. Berikut nilai parameter yang digunakan pada pengujian ukuran populasi:

  a) Pengujian ukuran populasi (popsize)

  IPSO yang diuji adalah sebagai berikut:

  • Tingkat produktivitas telur : 70%

  Pada penelitian ini, pengujian dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter yang paling tepat untuk digunakan pada algoritme IPSO agar solusi yang dihasilkan mampu mencapai titik optimal terbaik. Masing-masing pengujian dilakukan percobaan sebanyak 10 kali yang kemudian dihitung rata-rata fitness yang didapatkan untuk dianalisis.

  Jumlah partikel Pengujian Jumlah Partikel (Popsize)

  2 2,5 3 3,5 4 50 100 150 200 250 300

  4. PENGUJIAN DAN ANALISIS

  6. Update posisi partikel Proses update posisi dilakukan yaitu dengan menjumlahkan nilai posisi pada iterasi sebelumnya dengan nilai kecepatan baru. Nilai posisi baru yang didapatkan merupakan bobot bahan pakan baru partikel yang akan digunakan pada proses selanjutnya. Sama halnya dengan proses update kecepatan, setelah didapatkan nilai posisi baru akan dilakukan perbaikan nilai posisi.

  Setelah didapatkan nilai kecepatan yang baru, kemudian akan dilakukan proses perbaikan kecepatan menggunakan Persamaan 14.

  5. Update kecepatan partikel Tahap selanjutnya adalah melakukan update kecepatan partikel. Tahap ini mulai dilakukan saat memasuki iterasi ke-1 hingga iterasi akhir. Proses update kecepatan dilakukan untuk menentukan arah perpindahan suatu partikel.

  pBest dengan nilai fitness tertinggi.

  dan merepresentasikan solusi yang paling optimal yang didapatkan selama iterasi. Posisi global terbaik pada algoritme IPSO merupakan

  swarm

  terbaik dari seluruh partikel yang ada pada

  gBest merupakan partikel dengan fitness

  4. Menentukan posisi global terbaik (gBest)

  R at a

4.1 Pengujian Parameter IPSO

  Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali

  b) Pengujian banyaknya iterasi

  0,5 (Khusna, et al., 2016). Penggunaan nilai konstan pada r 1 dan r 2 dilakukan untuk mengurangi tingkat stokastik pada perhitungan kecepatan serta meminimalkan peluang didapatkannya nilai fitness yang fluktuatif.

  Pengujian parameter IPSO dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter IPSO yang paling optimal agar dapat memaksimalkan pencarian solusi yang optimum. Pada pengujian ini nilai konstanta k untuk menentukan nilai v max yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chen, et al., (2011) yaitu 0,6. Nilai r 1 dan r 2 juga dibuat konstan dengan nilai

  Selain itu, parameter r 1 dan r 2 juga melekat pada komponen kognitif dan sosial proses update kecepatan, yang mana hal tersebut dapat mempengaruhi perpindahan partikel. Jika nilai r 1 dan r 2 dibuat acak dapat memungkinkan partikel berpindah terlalu jauh atau terjebak pada kondisi yang sulit untuk mencapai konvergen. Parameter

  • Ukuran populasi (popsize) : 250
  • Berat ayam petelur
  • Iterasi maksimal (T max
  • Tingkat produktivitas telur : 70%
  • r 1 , r 2 : 0,5
  • Ukuran populasi (popsize) : 250
  • k
  • Interval bobot bahan pakan : 1-10%
  • r 1 , r 2 : 0,5
  • Konstanta k

  Interval bobot bahan pakan Pengujian Interval Bobot Bahan Pakan

  60 80 100 120 Fi tn es s

  40

  20

  3,4 3,5 3,6 3,7

  Jumlah iterasi Pengujian Banyaknya Iterasi

  fi tn es s

  100 200 300 400 500 600 R at a

  3,4 3,45 3,5 3,55 3,6 3,65

  Pengujian ini dilakukan sebanyak 5 kali dengan jumlah iterasi sebanyak 1000 iterasi menggunakan parameter terbaik hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil dari pengujian konvergensi digambarkan dalam bentuk grafik pada

  4.2 Pengujian Konvergensi

   penggunaan interval 1-70 menghasilkan rata- rata fitness tertinggi dibandingkan dengan variasi interval lainnya yaitu sebesar 3,622. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa interval yang digunakan juga mempengaruhi nilai fitness yang didapatkan. Jika interval yang digunakan terlalu kecil, otomatis akan membatasi ruang pencarian solusi optimal. Jika menggunakan interval yang cukup besar, peluang tercapainya solusi yang optimal lebih besar saat menggunakan jumlah iterasi 350. Hasil yang didapatkan juga dipengaruhi oleh proses pembangkitan populasi awal yang bersifat stokastik, yang mana terdapat bilangan yang didapatkan secara acak atau random pada persamaan yang digunakan untuk membangkitkan populasi awal.

  Berdasarkan grafik pada

  : 0,6 Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada

  Gambar 5 Hasil pegujian interval bobot bahan pakan

  ) : 350

  : 1800 gram

  Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali dengan nilai parameter sebagai berikut:

  c) Pengujian interval bobot bahan pakan

  jumlah iterasi 350. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa dengan jumlah iterasi yang terlalu kecil dapat menyebabkan sistem terjebak pada lokal optimum dan solusi yang didapatkan belum mencapai optimal. Jika jumlah iterasi terlalu besar maka proses iteratif akan lebih lama, namun peluang untuk mendapatkan solusi yang optimal akan lebih tinggi. Dalam hal ini, proses pembangkitan populasi awal juga mempengaruhi solusi yang akan didapatkan, yang mana jika proses pembangkitan populasi awal menghasilkan populasi yang cukup bagus maka tidak membutuhkan jumlah iterasi yang besar untuk mendapatkan solusi yang optimal dan begitu pula sebaliknya.

  fitness tertinggi sebesar 3,626 didapatkan pada

  Berdasarkan grafik padarata-rata

  Gambar 4 Hasil pengujian banyaknya iterasi

  : 0,6 Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada

  : 1800 gram

  dengan nilai parameter sebagai berikut:

  • rat a

  • Berat ayam petelur
  • Tingkat produktivitas telur : 70%

  

Uji Konvergensi

  5 4,5

  4 s es

  3,5 tn Fi

  3 2,5 2 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

  Iterasi Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4 Percobaan 5

  

Gambar 6 Hasil pengujian konvergensi

  Pada grafik hasil pengujian konvergensi

  Tabel 2 Hasil pengujian perbandingan algortime

  seperti yang ditunjukkan padadapat

  PSO

  IPSO Percobaan

  dilihat bahwa dengan penggunaan iterasi sebesar

  ke- Harga Fitness Harga Fitness

  1000 nilai fitness yang didapatkan terus

  1 180.8584042 3.82726515 165.0178919 4.17100244

  meningkat tiap iterasinya. Berdasarkan grafik

  2 192.8060357 4.020441648 169.2931016 4.180775137 3 192.8060357 4.020441648 165.0249092 4.170922231

  tersebut, dapat dilihat bahwa nilai fitness yang

  4 197.2332507 3.951521884 173.5774097 3.802554821

  didapatkan pada awal iterasi cukup rendah

  5 195.3632348 3.728165271 165.0178919 4.17100244

  namun terus mengalami perbaikan seiring

  6 194.7977082 3.971888883 176.8263191 4.086877247

  dengan bertambahnya iterasi hingga mencapai

  7 191.7532811 4.029405438 193.1478204 3.949873938 8 192.5036725 4.017607559 190.7294834 3.909703049

  konvergen saat mulai memasuki iterasi ke-600.

  9 191.4536761 3.992152479 165.6027104 4.182249946

  Proses dikatakan telah konvergen ketika

  10 189.795317 4.041219894 182.509769 4.140383191

  keragaman populasi menurun dan hal ini

  Rata - rata 191.9370616 3.960010985 174.6747307 4.076534444

  disebabkan oleh proses update yang iteratif dan Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat juga selisih fitness yang didapatkan dari iterasi padadengan 10 kali pengujian dapat ke iterasi memiliki selisih 0 (Tian, 2013). dilihat bahwa penggunaan algoritme PSO dan

4.3 Pengujian Perbandingan Algoritme

  IPSO pada sistem yang sama memberikan hasil yang berbeda. Selisih rata-rata fitness yang Pengujian perbandingan algoritme didapatkan dari kedua algoritme tidak terlalu dilakukan dengan membandingkan hasil besar yaitu hanya 0,116523459 dan selisih harga optimasi menggunakan algoritme IPSO dengan PSO konvensional, yang mana kedua algortima yang didapatkan sebesar 17,26233095. Hasil yang didapatkan dengan menggunakan tersebut diterapkan pada sistem yang sama. algoritme IPSO lebih unggul dibandingkan

  Pengujian dilakukan sebanyak 10 kali menggunakan nilai parameter sebagai berikut: dengan algoritme PSO. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa algoritme IPSO mampu

  • memberikan solusi yang lebih optimal pada

  : 1800 gram Berat ayam petelur

  • sistem optimasi komposisi pakan ayam petelur

  Tingkat produktivitas telur : 70%

  • max ) : 350

  Ukuran populasi (popsize) : 250

  dibandingkan dengan algoritme PSO Iterasi maksimal (T

  • konvensional.
  • 1i 1f

  Interval bobot bahan pakan : 1-70%

  , c : [2.5, 0.2] c

  4.4 Pengujian Data

  , c - 2i 2f : [0.2, 2.5] c Pengujian data dilakukan untuk mengetahui

  Hasil dari pengujian konvergensi kualitas solusi yang diberikan oleh sistem ditunjukkan pada menggunakan algoritme IPSO. Solusi tersebut dibandingkan dengan salah satu data yang didapatkan dari peternak ayam petelur di Desa Bangunrejo, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah. Bahan pakan dan harga bahan pakan yang digunakan pada sistem disesuaikan dengan harga bahan pakan dari peternak. Dalam hal ini, kondisi untuk satu ekor ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur dengan berat 1850 gram dan tingkat produktivitas telur sebesar 80%. Data yang didapatkan dari salah satu peternak ditunjukkan pada

  Tabel 3 Data peternak ayam petelur di Desa Bangunrejo, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah

  1. Algoritme IPSO dapat digunakan pada permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur dengan melalui beberapa tahap algritma IPSO berikut: a)

  Intelligence An Introduction. England: John Wiley & Sons Ltd.

  Chen, H.-L.et al., 2011. A novel bankruptcy prediction model based on an adaptive fuzzy k-nearest. Knowledge-Based Systems, pp. 1348-1359. Engelbrecht, A. P., 2007. Computational

  Agalya, A., Nagaraj, B. & Rajasekaran, K., 2013. Concentration Control Of Continuous Stirred Tank Reactor Using Particle Swarm Optimization Algorithm. Transaction on Engineering and Sciences, 1(4).

  Ayam Ras Petelur, Depok: Agromedia Pustaka.

  Abidin, Z., 2003. Meningkatkan Produktivitas

  6. DAFTAR PUSTAKA

  3. Untuk mengukur kualitas solusi yang diberikan sistem yang menerapkan algoritme IPSO pada permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur dapat dilihat dari besarnya nilai fitness. Partikel dengan nilai fitness tertinggi merupakan partikel yang memiliki solusi paling optimal. Dikatakan optimal jika nilai penalty yang dihasilkan mendekati atau sama dengan 0 dan biaya yang dihasilkan juga rendah.

  2. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter yaitu ukuran populasi = 250, iterasi maksimal = 350, dan interval bobot bahan pakan = 1-70%.

  f) Update posisi.

  e) Update kecepatan.

  d) Menentukan posisi global terbaik (gBest).

  c) Menentukan posisi lokal terbaik (pBest.

  b) Menghitung nilai fitness.

  Inisialisasi parameter, posisi, dan kecepatan awal partikel.

  Berdasarkan penelitian dan hasil pengujian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  Keadaan Ayam Petelur Bahan Pakan Harga /gram Bobot Bahan

  5. KESIMPULAN

  Pakan (gram) Total Harga Jagung

  4.5 50 258.08 Bekatul

  2.5

  15

43.01 Konsentrat

  Tabel 4 Hasil pengujian data menggunakan algoritme IPSO Keadaan Ayam Petelur

  Bahan Pakan Harga /gram Bobot Bahan Pakan (gram) Total Harga

  penalty sebesar 26.625, dengan kata lain

  Peneliti juga melakukan perhitungan kandungan nutrisi komposisi pakan yang digunakan oleh peternak dan didapatkan nilai

  8 35 321.17 100 622.26 Berat ayam : 1850 gr Tingkat produktivitas telur : 80% Jumlah

  Jagung 4.5 5.503

  28.48 Bekatul 2.5 93.166 267.85 Konsentrat 8 1.331

  12.24 100 308.575 Berat ayam : 1850 gr Tingkat produktivitas telur : 80% Jumlah

  Berdasarkan hasil pengujian menggunakan algoritme IPSO, dapat dikatakan bahwa penerapan algoritme IPSO untuk mencari komposisi pakan ayam petelur yang optimal mampu memberikan hasil dengan biaya 50.41% lebih murah dibandingkan dengan harga yang didapatkan dari peternak dengan selisih sebesar Rp 313,68, sehingga dengan menggunakan sistem ini peternak dapat menghemat biaya untuk tiap pemberian pakan ayam petelur. Selain itu, komposisi pakan yang diberikan sistem mendapatkan nilai penalty sebesar 9.685%, yang mana nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai penalty komposisi pakan milik peternak, dengan kata lain komposisi pakan yang diberikan sistem dapat lebih mendekati terpenuhinya kebutuhan nutrisi ayam petelur.

  komposisi yang digunakan oleh peternak masih belum memenuhi 26.625% dari kebutuhan nutrisi ayam petelur. Dari data tersebut, peneliti melakukan pengujian dengan keadaan ayam petelur yang sama seperti pada Pengujian juga dilakukan menggunakan parameter IPSO terbaik hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil yang didapatkan dari pengujian ditunjukkan pada

  Khusna, R. A., Cholissodin, I. & Wihandika, R.

  C., 2016. Implementasi Algoritma Particle Swarm Optimization Untuk Optimasi Pemerataan Guru Mata Pelajaran Kabupaten Lumajang. DORO:

  Repository Jurnal Mahasiswa PTIIK Volume 8, No. Universitas Brawijaya, 18.

  Marginingtyas, E., 2015. Penentuan Komposisi

  Pakan Ternak Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Algoritma Genetika. Malang: Fakultas

  Ilmu Komputer Universitas Brawijaya. Marini, F. & Walczak, B., 2015. Particle Swarm Optimization (PSO).A tutorial.

  Chemometrics and Intelligent Laboratory Systems.

  Mittal, M. & Gagandeep, 2013. Comparison between BBO and Genetic.

  International Journal of Science, Engineering and Technology Research (IJSETR), 2(2), pp. 284-293.

  Rasyaf, M., 1991. Pengelolaan Produksi Telur - Edisi Kedua. Yogyakarta: Kanisius. Rasyaf, M., 1992. Seputar Makanan Ayam Kampung. Yogyakarta: Kanisius. Shayeghi, H. & Ghasemi, A., 2011. Application

  Of PSO-TVAC to Improve Low Frequency Oscillations. International

  Journal on “Technical and Physical Problems of Engineering” (IJTPE), 3,

  No. 4(9). Sudarmono, 2003. Pedoman Pemeliharaan

  Ayam Ras Petelur. Yogyakarta: Kanisius.

  Tian, D. P., 2013. A Review of Convergence Analysis of Particle Swarm Optimization. International Journal of

  Grid and Distributed Computing, 6(6), pp. 117-128.

  Yonghe, L., Minghui, L., Zeyuan, Y. & Lichao,

  C., 2015. Improved Particle Swarm Optimization Algorithm and Its Application in Text Feature Selection.

  Applied Soft Computing.

  Zulfikar, 2013. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Ras. Fakultas Pertanian Unsyiah.