MAKALAH SEJARAH HUKUM acara POLRI

MAKALAH SEJARAH HUKUM
SEJARAH KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

NAMA

: DANIEL MANTRA MK. SH

KELAS

:A

FAKULTAS

: ILMU HUKUM

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa
penulis telah mampu menyelesaikan tugas dari mata kuliah Sejarah hukum dengan
membahas sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi makalah.
Penulis merasakan ada banyak kekurangan dari pembuatan makalah ini, baik

dalam segi tehnik penulisan maupun kerincian materi, mengingat akan kemampuan
yang dimiliki penulis, maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan kiranya menjadi sumbangan pemikiran
berupa ilmu pengetahuan serta penjelasan tentang Sejarah Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

Serang,

September 2013

Penulis

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………....i
Daftar Isi..........................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan……………………………………..………………………...….. 1

1. Latar Belakang ………………………………………….………………..………. 1
2. Sejarah Kepolisian…………………………………………….……….…………. 2
BAB II Penutup ………………………………………………………………………….6
1. Kesimpulan………………………………………………………………….……… 6
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………..7

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.

Latar belakang
Tepat 1 Juli 2013 kemarin, Korps Kepolisian Republik Indonesia merayakan hari
jadinya yang ke-67. Hari Ulang Tahun Polri (HUT Polri) juga sering disebut sebagai
Hari Bhayangkara. Jika menilik pada usia Polri yang sudah berumur 67 tahun,
maka sangat besar harapan segenap rakyat Indonesia untuk melihat Polri menjadi
semakin profesional, bersih dan ramah.
Sejarah kepolisian sendiri teramat panjang. Walau bangsa ini baru mengenal

kata polisi pada sekitar abad ke-17, yaitu pada saat penjajahan Belanda, tetapi
pada dasarnya sudah sejak lama masyarakat mengenal sebuah alat negara yang
bertujuan mengayomi dan menjaga keamanan rakyat.

1

2. Sejarah Kepolisian
Zaman pra-kolonial
Sebelum berdiri kerajaan-kerajaan bernuansa Islam di Indonesia, sudah
ada ratusan kerajaan yang berdiri dan kebanyakan bercorak Hindu, Budha atau
Animisme. Salah satu kerajaan bercorak Hindu yang cukup besar adalah
kerajaan Singosari, yang dipercaya memiliki pusat kekuasaan di daerah yang
kini dikenal dengan nama Malang, Jawa Timur.
Kerajaan Singosari mencapai masa keemasan pada era kepemimpinan
Mahaprabhu Kertanegara. Raja yang tegas dan pemberani ini berhasil membuat
Singosari mencapai masa kejayaannya, dengan menaklukan ratusan kerajaan
lain di Nusantara. Dalam kitab Pararaton, ada sebuah satuan yang bertugas
untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Satuan itu adalah satuan
Abhayangkara. Abhayangkara berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti
bebas dari bahaya. Dalam pelafalannya, satuan Abhayangkara kemudian

berubah menjadi Bhayangkara.
Pada masa Majapahit, satuan Bhayangkara pernah menjadi satuan
andalan kerajaan, terutama ketika berada di bawah pimpinan Gadjah Mada.
Dalam Kitab Pustaka Raja, diceritakan bagaimana satuan Bhayangkara berhasil
meredam berbagai pemberontakan dan memberikan jaminan keamanan bagi
masyarakat.

Kerajaan maritim Sriwijaya, yang tersohor dengan angkatan lautnya yang
sangat kuat dan disegani, juga memiliki satuan yang bertugas untuk menjaga
keamanan negara. Tidak hanya bertugas di darat, ternyata satuan ini juga
bertugas untuk mengamankan wilayah perairan dan sekitar pelabuhan Sriwijaya
serta memberi rasa aman bagi para pelancong maupun pedagang yang datang
dari berbagai negeri.
2

Zaman VOC
Pada zaman VOC, Indonesia juga memiliki sebuah satuan yang bertugas untuk
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Pada masa Gubernur Jenderal Jan
Pieterzen Coen (JP. Coen) berkuasa, satuan ini juga dimanfaatkan untuk menekan para
pengusaha Jerman dan Inggris yang disinyalir berpotensi untuk merebut pengaruh VOC

di Nusantara. Satuan itu disebut dengan nama Balyuw. Pusat Balyuw terletak di ibu
kota Batavia dengan Opsir Jan Steyns Van Anterwerpn sebagai kepalanya yang
pertama.
Zaman Kolonial Belanda
Ketika VOC bangkrut dan Kerajaan Belanda mengambil alih secara langsung
pemerintahan, maka berbagai badan dan sistem pemerintahan yang ada sebelumnya
langsung mengalami perubahan, tidak terkecuali dengan Balyuw. Kali ini Belanda
membentuk tidak hanya satu, tapi banyak satuan kepolisian dengan tugas spesifik yang
berbeda. Pada perkembangannya, satuan-satuan ini semakin banyak dan rumit, tetapi
tentu dengan satu tujuan utama: melanggengkan kekuasaan kolonial Belanda di
Nusantara.
Di masa kolonial Belanda, masyarakat mengenal banyak sekali satuan
kepolisian, di antaranya PID (Politie Inlichtingen Dienst, kepolisian intelijen politik),
Veldpolitie (satuan polisi lapangan), Gewestelijke Recherche (satuan polisi untuk kasus
resersi dan keamanan politik), Algemenne Politie (Polisi Umum), Stadpolitie (Polisi
Dewan), Gewapende Politie (Polisi Bersenjata), Cultuur Politie (Polisi Perkebunan), dan
Bestuur Politie (Polisi Pamong Praja).
Selain itu, masih ada dua peraturan kepolisian yang berbeda yang dibentuk
sesuai dengan pembagian ras yakni; Provisioneel Reglement op de Crimineele
Rechtsvordering bij het Hooggerechtshof en de Raden van Justitie (peraturan

kepolisian untuk bangsa kulit putih, di bawah kendali Opsir Justisi) dan Reglement op
de Administratie der Politie en de Crimineele en Civiele Rechtsvordering onder den
Inlander in Nederlandsch Indie (peraturan kepolisian untuk menangani bangsa Asia dan
Pribumi, di bawah kepala desa atau wedana).

Zaman kolonial Jepang
Setelah Belanda kalah, Indonesia kemudian jatuh ke tangan Jepang. Berbeda
dengan Belanda yang cenderung kapitalis (mengutamakan motif ekonomi), Jepang
sangat militeristik. Pada saat itu, semua badan kepolisian bentukan Belanda
dibubarkan. Sebagai gantinya, Jepang membentuk satuan Keisastsu Bu yang dikepalai
oleh seorang Keisastsu Elucho. Pada masa ini, penduduk pribumi diperkenankan untuk
mengisi berbagai jabatan tinggi di kepolisian, termasuk sebagai Keisatsu Elucho. Walau
begitu, Jepang tetap mewajibkan seorang Keisatsu Elucho untuk didampingi oleh
seorang Sodookan, atau wakil kepala. Sodookan ini berasal dari kalangan Jepang.
Di masa pendudukan Jepang, terdapat beberapa kantor Keisatsu Bu, yakni di Jakarta
(untuk wilayah Jawa dan Madura), Bukittinggi (untuk wilayah Sumatera), Banjarmasin
(untuk wilayah Kalimantan) dan Makassar (untuk wilayah Indonesia Timur). Keisatstu
Bu juga membawahi sebuah satuan lain yang disebut Keibodan (semacam relawan
penjaga keamanan sipil).
Zaman revolusi kemerdekaan

Peran polisi di era kemerdekaan sangatlah besar. Dengan berbekal kemampuan
dan pengetahuan semi militer, kepolisian memberikan kontribusi yang besar, baik dalam
upaya mengusir penjajah atau dalam masa mempertahankan kemerdekaan dari
ancaman para kolonialis.
Empat hari setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tanggal 21 Agustus 1945,
di Surabaya dibentuk BKN atau Badan Kepolisian Nasional di bawah kepemimpinan
Lettu Mohammad Jassin. Sedang pada 29 September 1945, Presiden Soekarno
melantik Jenderal Polisi Soekanto sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang
pertama.

4

Zaman Orde Lama
Pada 1 Juli 1946, melalui Ketetapan Pemerintah, maka dibentuklah Jawatan
Kepolisian Negara yang berada di bawah Perdana Menteri. Maka sejak saat itu, semua
badan kepolisian melebur dalam Jawatan Kepolisian Negara. Tanggal itu pula yang
kemudian dikenal sebagai HUT Polri atau Hari Bhayangkara.
Awalnya, kepolisian berada di bawah koordinasi Perdana Menteri/Presiden.
Tetapi pada 1960, Kepolisian dilebur ke dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI). Jenderal Polisi Soekanto sebenarnya tidak setuju dengan hal ini, karena akan

mengancam profesionalitas polisi sebagai alat penjaga keamanan dan ketertiban
negara.

Zaman Orde Baru
Perubahan juga dialami pada masa Orde Baru berkuasa. Polisi benar-benar
dijadikan alat untuk menumpas pihak-pihak yang mengancam eksistensi orde baru dan
berani mempertanyakan kebijakan Soeharto. Bersama dengan angkatan darat, polisi
kerap terlibat operasi penangkapan maupun eksekusi terhadap anggota masyarakat
yang diduga sebagai komunis.
Zaman Reformasi
Ketika era reformasi terbit laksana mentari, kepolisian juga mengalami
perubahan kembali. Sejak 1 April 1999, Polri kembali kepada khittahnya, yakni sebagai
satuan penjaga ketertiban dan keamanan nasional. Polri pun akhirnya keluar dari ABRI
dan berada langsung di bawah komando Presiden. Ini adalah sebuah langkah jitu yang
teramat baik. Polri mulai mengenal apa itu profesionalitas, seiring dengan hadirnya
Kompolnas atau Komisi Kepolisian Nasional pada tahun 2011 yang lalu.

5

BAB II

PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam mewujudkan Polri yang semakin profesional, ternyata ada berbagai
tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut ada yang berasal dari dalam tubuh
kepolisian (internal) dan dari luar tubuh kepolisian (eksternal).Kedepan tugas Polri
semakin berat seiring makin berkembangnya tekhnologi informasi dan jenis kejahatan
yang semakin kompleks yang perlu dihadapi dengan sumber daya manusia polri yang
disiplin serta professional dan di lengkapi dengan alutsista yang sesuai dengan
perkembangan jaman,demikianpun penting dari peran serta seluruh masyarakat
Indonesia dalam rangka mengamankan Tanah air Tercinta Republik Indonesia.

6
DAFTAR PUSTAKA

http://mjeducation.co/sepotong-sejarah-kepolisian-dari-bhayangkara-hingga-polri/
diakses tanggal 12 Sptember 2013

Majalah Pendidikan Online Indonesia (MJEDUCATION.CO) 2013

7