Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal dan Peng
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal dan Penggunaan Sepeda Motor
pada Masyarakat Berpendapatan Rendah: Kasus Studi Kawasan
Perkotaan Yogyakarta
Yori Herwangi1, Pradono2, Ibnu Syabri3, Iwan Kustiwan4
Abstrak
Urban sprawl yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta,
Bandung (Kustiwan, 2010), dan Yogyakarta (Yunus, 2008) mengakibatkan perkembangan
kawasan pinggiran yang pesat tanpa disertai oleh penyebaran pusat kegiatan atau tempat
bekerja. Akibatnya pola pergerakan penduduk menjadi tidak efisien. Penduduk yang tinggal
di pinggiran kota berpotensi mengalami berbagai kesulitan dalam mengakses pekerjaan dan
fasilitas umum lainnya karena fasilitas yang tersedia di pinggiran kota tidak sesuai dengan
kebutuhan. Hal ini diperparah dengan terbatasnya pelayanan transportasi umum yang
menjangkau sampai ke kawasan pinggiran kota. Ada dugaan bahwa penduduk
berpendapatan rendah adalah kelompok yang paling dirugikan dari fenomena ini. Sebagian
besar masyarakat berpendapatan rendah hanya mampu bertempat tinggal di pinggiran kota
karena harga lahan yang murah. Namun ada dugaan pula bahwa faktor preferensi terhadap
kondisi sekitar tempat tinggal yang mempengaruhi pilihan keluarga berpendapatan rendah
untuk memilih tempat tinggal. Dalam hal ini mereka sudah menyadari konsekuensi dari
pemilihan lokasi tempat tinggal tersebut. Oleh karena itu artikel ini bertujuan untuk
mengidentifikasi pemilihan lokasi tempat tinggal oleh keluarga berpendapatan rendah dan
implikasinya terhadap penggunaan sepeda motor yang diduga menjadi moda andalan bagi
masyarakat berpendapatan rendah. Data diperoleh melalui kuesioner yang disebar pada
437 rumah tangga berpendapatan rendah yang tinggal di pusat kota dan pinggiran kota.
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengaan analisis statistik deskriptif dan inferensial.
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa pemilihan lokasi tempat tinggal tidak mempengaruhi
penggunaan sepeda motor pada masyarakat berpendapatan rendah.
Kata Kunci: pemilihan lokasi permukiman, penggunaan sepeda motor, masyarakat
berpendapatan rendah
1. Latar Belakang
Urban sprawl merupakan fenomena yang banyak terjadi di kota-kota besar di dunia.
Fenomena ini ditandai dengan perkembangan fisik kota menuju ke pinggiran kota atau
daerah suburban. Secara sederhana, urban sprawl diartikan sebagai perkembangan ruang
kota yang sangat pesat (Brueckner, 2000), dengan kepadatan rendah (Bruegmann, 2005;
Morris, 2005; Burchell dalam Ewing, 2002), dan tersebar (Bruegmann, 2005; Burchell dalam
Ewing, 2002), yang diantaranya disebabkan oleh tidak adanya perencanaan guna lahan
yang sistematis (Bruegmann, 2005; Burchell dalam Ewing, 2002). Fenomena seperti ini
menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti bertambahnya jarak komuting (Brueckner,
2000) serta berbagai masalah yang menyertainya seperti kemacetan (Fosli dan Lian, 1999;
Brueckner, 2000), dan meningkatnya polusi udara (Brueckner, 2000). Tanpa disertai
pelayanan transportasi publik yang memadai, bertambahnya jarak komuting akibat
ketidaksesuaian antara lokasi tempat tinggal dan pekerjaan, juga menyebabkan
ketergantungan yang tinggi pada kendaraan pribadi (Burchell, 2000; Morris, 2005).
Hal ini telah terjadi di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung (Kustiwan,
2010), dan Yogyakarta (Yunus, 2008). Perkembangan kawasan pinggiran yang pesat tanpa
disertai oleh penyebaran pusat kegiatan atau tempat bekerja mengakibatkan pola
pergerakan penduduk menjadi tidak efisien. Penduduk yang tinggal di pinggiran kota
berpotensi mengalami berbagai kesulitan dalam mengakses pekerjaan dan fasilitas umum
1
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
lainnya karena fasilitas yang tersedia di pinggiran kota tidak sesuai dengan kebutuhan,
sebagai contoh fasilitas pendidikan (Herwangi, 2002). Hal ini diperparah dengan terbatasnya
pelayanan transportasi umum yang menjangkau sampai ke kawasan pinggiran kota.
Masyarakat Berpendapatan Rendah diduga menjadi salah satu kelompok yang paling
rentan terhadap fenomena ini. Apalagi sebagian besar masyarakat berpendapatan rendah di
perkotaan hanya mampu bertempat tinggal di pinggiran kota karena harga lahan yang
murah. Strategi yang ditempuh kelompok tersebut untuk memenuhi kebutuhan
pergerakannya adalah dengan memiliki sepeda motor. Sebagai moda transportasi, sepeda
motor memang relatif lebih terjangkau dibandingkan dengan mobil sehingga mengakibatkan
meningkatnya jumlah kepemilikan sepeda motor secara pesat. Sebagai gambaran, jumlah
sepeda motor di Yogyakarta dari tahun 2003 sampai 2012 meningkat hampir dua kali lipat
(Biro Pusat Statistik Propinsi DIY, 2012). Namun dari beberapa penelitian yang pernah
dilakukan, hubungan antara lokasi tempat tinggal dan penggunaan kendaraan tidaklah
sederhana. Penelitian Newman & Kenworthy (1989); Frank & Pivo (1994); Ewing (1995);
Cervero & Kockelman (1997); Meurs & Haaijer (2001) menyimpulakan bahwa hubungan
antara kondisi lingkungan terbangun tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku
perjalanan termasuk penggunaan kendaraan. Dalam konteks negara sedang berkembang,
Lin dan Yang (2009) dalam penelitiannya di Taipei menemukan bahwa dimensi kekotaan
seperti mixed land use dan kepadatan tidak berpengaruh terhadap penggurangan dan
penggunaan kendaraan pribadi, terutama pada area permukiman yang baru. Sementara itu
penelitian dari Kitamura et al. (1997); Boarnet & Sarmiento (1998); Bagley & Mokhtarian,
(2002); Schwanen (2003), menyatakan bahwa bahwa efek dari lingkungan terbangun ini
sangat kecil atau tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu maka penelitian ini merupakan suatu upaya untuk berkontribusi terhadap
pemahaman terhadap hal tersebut dengan menganalisis hubungan antara pemilihan lokasi
tempat tinggal dan penggunaan kendaraan bermotor. Pemilihan fokus pada MBR didasari
pada adanya dugaan bahwa masyarakat berpendapatan rendah merupakan kelompok yang
diduga paling rentan terpengaruh oleh meningkatnya keterpaksaan untuk menggunakan
kendaraan pribadi, yang dalam kasus Indonesia adalah sepeda motor, akibat keterbatasan
pilihan dan sumber saya yang dimilikinya. Untuk itu, tulisan ini akan dibagi menjadi lima
bagian, yang terdiri dari: 1) Latar Belakang; 2) Tinjauan pustaka mengenai hubungan antara
lingkungan terbangun dan penggunaan kendaraan; 3) Gambaran umum lokasi dan metode
penelitian; 4) Hasil penelitian yang menjelaskan hubungan antara pemilihan lokasi tempat
tinggal dan penggunaan sepeda motor pada MBR; dan ditutup dengan 5) Diskusi.
2. Sistematika Penelitian
Kasus studi yang diambil dalam penelitian ini adalah Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY).
KPY ini merupakan kawasan dengan perkembangan kawasan terbangun yang pesat di
Propinsi Yogyakarta. Berdasarkan Perda Propinsi D.I. Yogyakarta No. 10 Tahun 2005,
Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) meliputi Kota Yogya, dan sebagian kelurahan di
Kabupaten Sleman dan Bantul, dengan luas wilayah 186,87 Km2. Untuk melihat apakah
ada hubungan antara pemilihan lokasi tempat tinggal dengan penggunaan kendaraan
pribadi, diambil sampel dari 4 kelurahan/desa di KPY yang masing-masing mewakili
karakteristik wilayah terbangun yang berbeda. Dua kelurahan di pusat kota yaitu Kelurahan
Ngampilan dan Notoprajan mewakili wilayah dengan karakteristik kepadatan penduduk
tinggi, dan bentuk lingkungan permukiman yang kompak, sedangkan dua desa yaitu
Sendangadi dan Panggungharjo mewakili wilayah berkepadatan penduduk rendah dan
bentuk lingkungan permukiman yang tersebar.
2
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
Gambar 1. Peta Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Sumber: Herwangi dkk, 2014
Dari keempat desa/kelurahan tersebut diambil sampel sebanyak 437 penduduk
berpendapatan rendah yang memiliki sepeda motor. Metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya daftar populasi
penduduk berpendapatan rendah yang memiliki sepeda motor, yang dapat digunakan untuk
memilih sampel secara random. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang berisi pertanyaan
mengenai pola penggunaan sepeda motor dan pemilihan lokasi tempat tinggal responden.
Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan analisis statistik deskriptif untuk melihat
kecenderungan hasil dari masing-masing variabel pemilihan lokasi tempat tinggal dan
penggunaan sepeda motor. Selain itu analisis korelasi juga dilakukan untuk melihat
hubungan antara pemilihan lokasi tempat tinggal dan penggunaan sepeda motor di wilayah
studi.
Definisi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR) yang digunakan pada penelitian ini
mengacu pada standar uang dikeluarkan oleh Asian Development Bank (ADB) yaitu
penduduk dengan pendapatan dibawah $2 per hari (setara dengan kurang lebih Rp. 23.500
per hari per anggota keluarga atau Rp. 700.000 per anggota keluarga per bulan). Angka $2
per hari ini merupakan batas penghasilan menengah menurut ADB sehingga penghasilan
dibawah angka tersebut dapat dikatakan berpenghasilan rendah. Standar ADB ini dipilih
karena dibuat dengan satuan orang per hari sedangkan UMR yang merupakan standar
penghasilan di Indonesia menggunakan standar untuk pekerja single tanpa
memperhitungkan jumlah anggota keluarga sehingga kurang cocok digunakan dalam
penelitian ini dimana hampir semua rumah tangga yang disurvei mempunyai anggota
keluarga lebih dari satu.
3
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
3. Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
3.1 Karakteristik Responden
Rata-rata rumah tangga yang menjadi responden pada penelitian ini terdiri dari 4 anggota
keluaga. Responden pada penelitian ini didominasi oleh keluarga dengan anak yang masih
bersekolah atau sudah bekerja, atau dengan kata lain yaitu keluarga yang masih produktif
melakukan perjalanan secara rutin (Gambar 1).
10,54%
9,54%
Keluarga muda tanpa anak/keluarga
muda dengan anak balita (belum
sekolah)
Keluarga dengan anak
pelajar/keluarga produktif (anggota
keluarga bekerja)
Keluarga pensiunan/keluarga tua
anak merantau/anak sudah hidup
pisah dengan orangtua
79,92%
Gambar 2. Struktur Keluarga
Berdasarkan status pekerjaannya, sebagian besar merupakan pekerja penuh waktu, dengan
1,83% kepala keluarga tidak/belum bekerja. Dari keseluruhan kepala keluarga yang bekerja,
79,69%nya (458 responden), bekerja di sektor informal seperti wiraswasta, pedagang, dan
buruh (Gambar 2).
14,41%
5,90%
Pekerja formal dengan waktu
kerja fix : PNS, Karyawan
Swasta, Polisi
Pekerja formal dengan waktu
kerja shift : satpam, karyawan
toko
79,69%
Pekerja informal :
wiraswasta, pedagang, buruh
Gambar 3. Jenis Pekerjaan
Penghasilan terkecil responden adalah sebesar Rp. 150.000, sedangkan rata-rata
penghasilan responden adalah sebesar Rp. 1.275.000. Berdasarkan presentase
pengeluaran rumah tangga untuk membiayai keperluan transportasi, rata-rata rumah tangga
responden menghabiskan 19,5% dari penghasilannya.
3.2
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal MBR
Pada kuesioner yang dibangun untuk penelitian ini, satu bagian ditujukan untuk mengetahui
karakteristik lokasi tempat tinggal responden, yang meliputi alasan memilih lokasi tempat
tinggl, pertimbangan kemudahan akses terhadap transportasi umum, serta kemudahan
akses dari tempat tinggal menuju ke fasilitas umum. Dari data yang diperoleh diketahui
bahwa dari 437 responden, sebagian besar tidak mempunyai keleluasaan untuk memilih
tempat tinggalnya sekarang. Hal ini terlihat dari banyaknya responden yang tinggal di rumah
yang sudah turun temurun ditinggali oleh keluarganya. Bila dilihat dari lamanya responden
tinggal di lokasi tempat tinggal sekarang, terlihat bahwa rata-rata mereka sudah tinggal
4
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
selama lebih dari 30 tahun di lokasi tersebut. Selain itu sebagian responden juga memilih
lokasi rumahnya sekarang karena secara finansial hanya mampu bertempat tinggal di lokasi
tersebut. Jumlah responden yang tidak mempunyai keleluasaan dalam memilih lokasi
tempat tinggal tersebut meliputi 84,4% dari keseluruhan responden (369 rumah tangga).
15,6
Tidak ada pilihan lain
(karena warisan dan
murah)
Memilih lokasi karena
ada alasan lain diluar
warisan dan harga
84,4
Gambar 4. Alasan pemilihan lokasi tempat tinggal
berdasarkan keleluasaan dalam memilih
Sebanyak 15,6% responden mempunyai keleluasaan dalam memilih lokasi tempat tinggal
karena memilih lokasi tempat tinggal diluar alasan warisan dan harga. Berdasarkan data
yang diperoleh, sebagian besar diantara mereka (66,2%) mempertimbangkan kemudahan
akses terhadap transportasi sebagai alasan memilih lokasi tempat tinggal, sedangkan 33,8%
sisanya memilih lokasi karena alasan lain seperti: lingkungan yang nyaman bagi anak-anak,
suasana religius, dan suasana tenang yang didapatkan di lokasi tersebut.
3.3 Pola Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Sesuai tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, responden yang dipilih adalah keluarga
berpendapatan rendah yang memiliki sepeda motor. Dari hasil pengumpulan data, rata-rata
jumlah sepeda motor yang dimiliki responden adalah 1,52, yang berarti setiap rumah
tangga memiliki sepeda motor antara 1 dan 2 unit. Berdasarkan penggunaannya, sebanyak
86,4% menggunakan sepeda motor setiap hari. Sedangkan 13,96% sisanya menggunakan
sepeda motor sebanyak 2 kali dalam seminggu atau kurang.
8,47%
5,49%
Menggunakan sepeda
motor setiap hari
Menggunakan sepeda
motor 2-3 kali per minggu
Menggunakan sepeda
motor 1 kali per minggu
atau kurang
86,04%
Gambar 5. Frekuensi penggunaan sepeda motor
Total panjang perjalanan per rumah tangga responden adalah sebesar 8,2 km per hari. Dari
total perjalanan tersebut, perjalanan dengan tujuan bekerja merupakan yang terpanjang,
yaitu mencapai rata-rata 5 km per hari per rumah tangga. Rata-rata panjang perjalanan per
hari dari responden untuk tujuan yang berbeda-beda dapat dilihat selengkapnya pada Tabel
1 berikut:
5
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
Tabel 1. Panjang perjalanan rata-rata harian rumah tangga berdasarkan tujuan perjalanan
Tujuan Perjalanan
Bekerja
Berbelanja
Pendidikan
Kesehatan
Sosial dan rekreasi
Lain-lain
Rata-rata panjang perjalanan harian rumah
tangga (meter)
4.965,6
616,0
2.436,7
70,3
166,8
28,2
3.4 Hubungan antara pemilihan lokasi tempat tinggal dan penggunaan sepeda motor
Pertanyaan penting dalam penelitian ini yang harus dijawab adalah bagaimana hubungan
antara pemilihan lokasi tempat tinggal dengan penggunaan sepeda motor pada MBR di
wilayah studi. Untuk itu, lokasi tempat tinggal responden dikelompokkan berdasarkan dua
kriteria yaitu:
- Pusat kota vs pinggiran kota
- Alasan pemilihan lokasi karena tidak ada pilihan lain vs alasan pemilihan lokasi
karena alasan lain
Sedangkan indikator yang akan digunakan untuk menilai penggunaan sepeda motor adalah
panjang perjalanan total keluarga per hari. Metode yang akan digunakan untuk melihat
hubungan antara lokasi tempat tinggal dan penggunaan sepeda motor (dengan indikator
panjang perjalanan total keluarga per hari) adalah analisis statistik inferensi yaitu uji t dua
sampel independen. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hubungan antara pemilihan dan alasan pemilihan lokasi tempat tinggal dengan
rata-rata panjang perjalanan harian rumah tangga
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal
dan Alasan Pemilihan Lokasi
Tempat Tinggal
Pusat kota vs pinggiran kota
Alasan pemilihan lokasi karena
tidak ada pilihan lain vs alasan
pemilihan lokasi karena alasan
lain
Rata-rata panjang perjalanan
harian rumah tangga (meter)
Pusat kota: 6344,8
Pinggiran kota: 10213,7
Tidak ada pilihan lain (karena
warisan dan harga murah):
8678,6
Alasan lain: 6140,5
Hubungan antara lokasi
tempat tinggal dan panjang
perjalanan
Ada hubungan
Ada hubungan
Berdasarkan hasil uji tersebut, diperoleh bahwa panjang perjalanan dengan menggunakan
sepeda motor pada keluarga MBR ada hubungannya dengan lokasi tempat tinggal apakah
di pinggiran atau pusat kota. MBR yang tinggal di pinggiran kota melakukan perjalanan yang
lebih panjang dengan menggunakan sepeda motor dibandingkan dengan MBR yang tinggal
di pusat kota. Hal ini berarti bahwa hasil penelitian pergerakan dengan sepeda motor pada
MBR sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa bentuk permukiman
yang kompak dan terlayani oleh fasilitas umum yang memadai akan mengurangi perjalanan
dengan kendaraan bermotor. Bila dilihat dari alasan pemilihan lokasi, terlihat pula adanya
hubungan antara keterpaksaan dalam memilih lokasi tempat tinggal dan panjang perjalanan
dengan menggunakan sepeda motor. Dalam hal ini MBR yang tidak memiliki keleluasaan
dalam memilih lokasi tempat tinggal sehingga terpaksa tinggal di rumah warisan atau di
tempat dengan biaya yang murah, melakukan perjalanan yang lebih panjang dibandingkan
dengan MBR yang mempunyai keleluasaan dalam memilih tempat tinggal.
6
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
4. Diskusi
Masyarakat berpendapatan rendah merupakan salah satu kelompok yang paling rentan
terhadap kesulitan transportasi. Ketiadaan akses terhadap transportasi dapat menyebabkan
kelompok masyarakat ini kehilangan akses terhadap berbagai kesempatan seperti
pekerjaan, pendidikan, dan layanan kesehatan. Disisi lain penyebaran fasilitas yang belum
merata menyebabkan banyak MBR yang tidak mempunyai keleluasaan dalam memilih
lokasi tempat tinggal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kawasan Perkotaan
Yogyakarta, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara lokasi tempat tinggal MBR
dengan panjang perjalanan harian rumah tangga dengan sepeda motor, dimana MBR yang
tinggal di pinggiran kota melakukan perjalanan dengan sepeda motor yang lebih panjang
dbandingkan dengan MBR yang tinggal di pusat kota. Hal ini membuktikan bahwa bentuk
permukiman di pinggiran kota yang tersebar, dengan kepadatan penduduk yang lebih
rendah dan akses ke fasilitas umum yang lebih jauh, menyebabkan penggunaan kendaraan
pribadi berupa sepeda motor pada MBR yang lebih besar dibandingkan dengan pusat kota
yang memiliki bentuk yang lebih kompak. Untuk itu intervensi berupa penyediaan fasilitas
umum yang lebih baik di pinggiran kota perlu dilakukan, selain peningkatan pelayanan
transportasi umum dan promosi penggunaan moda transportasi non bermotor. Apalagi dari
hasil penelitian ini terungkap pula bahwa sebagian besar MBR tidak mempunyai
keleluasaan dalam memilih lokasi tempat tinggal sehingga terpaksa untuk untuk menempati
rumah warisan ataupun memilih rumah di lokasi yang harganya terjangkau, dimana hal
tersebut berhubungan pula dengan panjang perjalanan rumah tangga yang harus dilakukan
oleh masyarakat berpendapatan rendah setiap harinya.
1
Yori Herwangi
Mahasiswa Doktoral Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB
Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota UGM
Jl. Ganesha 10, Bandung; [email protected]
2
Pradono
Guru Besar Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB
Jl. Ganesha 10 Bandung
3
Ibnu Syabri
Associate Professor Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB
4
Iwan Kustiwan
Associate Professor Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB
Referensi
.
Brueckner, Jan K. 2000. Urban Sprawl: Diagnosis and Remedies. International Regional
Science Review 23 (2):160-171.
Bruegmann, Robert. 2005. Sprawl: a Compact History. Chicago: The University of Chicago
Press.
Bagley, M.N., and P.L. Mokhtarian. 2002. The Impact of Residential Neighborhood Type on
Travel Behavior: A Structural Equations Modelling Approach. Annals of Regional
Science 36:279-297.
Boarnet, M.G., and S. Sarmiento. 1996. Can Land Use Policy Really Affect Travel Behavior?
A Study of the Link Between Non-Work Travel and Land Use Characteristics. In
Lincoln Land Institute TRED Conference.
Cervero, Robert, and K. Kockelman. 1997. Travel demand and the 3Ds: Density, Diversity
and Design Transportation Research Part D 2 (3):199-219.
7
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
Ewing, R., P. Haliyur, and G.W. Page. 1994. Getting Around a Traditional City, a Suburban
Planned Unit Development, and Everything in Between. Transportation Research
Record 1466:53-62.
Ewing, Reid, Rolf Pendal, and Don Chen. 2002. Measuring Sprawl and Its Impact: Smart
Growth America
Frank, L.D., and G. Pivo. 1994. Impacts of Mixed Use and Density on Utilization of Three
Modes of Travel: Single-Occupant Vehicle, Transit and Walking. Transportation
Research Record 1466:44-52.
Fosli, Olav, and Jon Inge Lian. 1999. Effects of Urban Sprawl on Car Ownership and Use: A
Study of Oslo and Bergen Commuting Regions. In TOI Repo
Herwangi, Yori. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Fasilitas Pendidikan
oleh Penduduk di Kawasan Pinggiran Bandung, Teknik Planologi, Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Kitamura, R., P.L. Mokhtarian, and L. Laidet. 1997. A Micro-Analysis of Land Use and Travel
in Five Neighbourhood in the San Fransisco Bay Area. Transportation 24:125-158.
Kustiwan, Iwan. 2010 Bentuk dan Pengembangan Kawasan Perkotaan Berkelanjutan,
Jakarta: Disertasi, Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan,
Universitas Indonesia
Lin, Jen-Jia, and An-Tsei Yang. 2009. Structural Analysis of How Urban Form Impacts
Travel Demand: Evidence from Taipei. Urban Studies 46 (9):1951–1967.
Meurs, H., and R. Maaijer. 2001. Spatial Structure and Mobility. Transportation Research
Part D 6:429-446.
Morris, Douglas E. 2005. It's a Sprawl World After All. Gabriola Island, Canada: New Society
Publisher.
Newman, P.W., and J.R. Kenworthy. 1989. Cities and Automobile Dependence. London:
Heinemann.
Schwanen, T. 2003. Spatial Variations in Travel Behavior and Time Use: The Role of Urban
Form and Socio-Demographic Factor in Individuals' Travel and Activity Patterns in
The Netherland, Utrecht University, Utrecht.
Yunus, Hadi S. 2008. Dinamika Wilayah Peri-Urban: Determinan Masa Depan Kota.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
8
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal dan Penggunaan Sepeda Motor
pada Masyarakat Berpendapatan Rendah: Kasus Studi Kawasan
Perkotaan Yogyakarta
Yori Herwangi1, Pradono2, Ibnu Syabri3, Iwan Kustiwan4
Abstrak
Urban sprawl yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta,
Bandung (Kustiwan, 2010), dan Yogyakarta (Yunus, 2008) mengakibatkan perkembangan
kawasan pinggiran yang pesat tanpa disertai oleh penyebaran pusat kegiatan atau tempat
bekerja. Akibatnya pola pergerakan penduduk menjadi tidak efisien. Penduduk yang tinggal
di pinggiran kota berpotensi mengalami berbagai kesulitan dalam mengakses pekerjaan dan
fasilitas umum lainnya karena fasilitas yang tersedia di pinggiran kota tidak sesuai dengan
kebutuhan. Hal ini diperparah dengan terbatasnya pelayanan transportasi umum yang
menjangkau sampai ke kawasan pinggiran kota. Ada dugaan bahwa penduduk
berpendapatan rendah adalah kelompok yang paling dirugikan dari fenomena ini. Sebagian
besar masyarakat berpendapatan rendah hanya mampu bertempat tinggal di pinggiran kota
karena harga lahan yang murah. Namun ada dugaan pula bahwa faktor preferensi terhadap
kondisi sekitar tempat tinggal yang mempengaruhi pilihan keluarga berpendapatan rendah
untuk memilih tempat tinggal. Dalam hal ini mereka sudah menyadari konsekuensi dari
pemilihan lokasi tempat tinggal tersebut. Oleh karena itu artikel ini bertujuan untuk
mengidentifikasi pemilihan lokasi tempat tinggal oleh keluarga berpendapatan rendah dan
implikasinya terhadap penggunaan sepeda motor yang diduga menjadi moda andalan bagi
masyarakat berpendapatan rendah. Data diperoleh melalui kuesioner yang disebar pada
437 rumah tangga berpendapatan rendah yang tinggal di pusat kota dan pinggiran kota.
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengaan analisis statistik deskriptif dan inferensial.
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa pemilihan lokasi tempat tinggal tidak mempengaruhi
penggunaan sepeda motor pada masyarakat berpendapatan rendah.
Kata Kunci: pemilihan lokasi permukiman, penggunaan sepeda motor, masyarakat
berpendapatan rendah
1. Latar Belakang
Urban sprawl merupakan fenomena yang banyak terjadi di kota-kota besar di dunia.
Fenomena ini ditandai dengan perkembangan fisik kota menuju ke pinggiran kota atau
daerah suburban. Secara sederhana, urban sprawl diartikan sebagai perkembangan ruang
kota yang sangat pesat (Brueckner, 2000), dengan kepadatan rendah (Bruegmann, 2005;
Morris, 2005; Burchell dalam Ewing, 2002), dan tersebar (Bruegmann, 2005; Burchell dalam
Ewing, 2002), yang diantaranya disebabkan oleh tidak adanya perencanaan guna lahan
yang sistematis (Bruegmann, 2005; Burchell dalam Ewing, 2002). Fenomena seperti ini
menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti bertambahnya jarak komuting (Brueckner,
2000) serta berbagai masalah yang menyertainya seperti kemacetan (Fosli dan Lian, 1999;
Brueckner, 2000), dan meningkatnya polusi udara (Brueckner, 2000). Tanpa disertai
pelayanan transportasi publik yang memadai, bertambahnya jarak komuting akibat
ketidaksesuaian antara lokasi tempat tinggal dan pekerjaan, juga menyebabkan
ketergantungan yang tinggi pada kendaraan pribadi (Burchell, 2000; Morris, 2005).
Hal ini telah terjadi di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung (Kustiwan,
2010), dan Yogyakarta (Yunus, 2008). Perkembangan kawasan pinggiran yang pesat tanpa
disertai oleh penyebaran pusat kegiatan atau tempat bekerja mengakibatkan pola
pergerakan penduduk menjadi tidak efisien. Penduduk yang tinggal di pinggiran kota
berpotensi mengalami berbagai kesulitan dalam mengakses pekerjaan dan fasilitas umum
1
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
lainnya karena fasilitas yang tersedia di pinggiran kota tidak sesuai dengan kebutuhan,
sebagai contoh fasilitas pendidikan (Herwangi, 2002). Hal ini diperparah dengan terbatasnya
pelayanan transportasi umum yang menjangkau sampai ke kawasan pinggiran kota.
Masyarakat Berpendapatan Rendah diduga menjadi salah satu kelompok yang paling
rentan terhadap fenomena ini. Apalagi sebagian besar masyarakat berpendapatan rendah di
perkotaan hanya mampu bertempat tinggal di pinggiran kota karena harga lahan yang
murah. Strategi yang ditempuh kelompok tersebut untuk memenuhi kebutuhan
pergerakannya adalah dengan memiliki sepeda motor. Sebagai moda transportasi, sepeda
motor memang relatif lebih terjangkau dibandingkan dengan mobil sehingga mengakibatkan
meningkatnya jumlah kepemilikan sepeda motor secara pesat. Sebagai gambaran, jumlah
sepeda motor di Yogyakarta dari tahun 2003 sampai 2012 meningkat hampir dua kali lipat
(Biro Pusat Statistik Propinsi DIY, 2012). Namun dari beberapa penelitian yang pernah
dilakukan, hubungan antara lokasi tempat tinggal dan penggunaan kendaraan tidaklah
sederhana. Penelitian Newman & Kenworthy (1989); Frank & Pivo (1994); Ewing (1995);
Cervero & Kockelman (1997); Meurs & Haaijer (2001) menyimpulakan bahwa hubungan
antara kondisi lingkungan terbangun tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku
perjalanan termasuk penggunaan kendaraan. Dalam konteks negara sedang berkembang,
Lin dan Yang (2009) dalam penelitiannya di Taipei menemukan bahwa dimensi kekotaan
seperti mixed land use dan kepadatan tidak berpengaruh terhadap penggurangan dan
penggunaan kendaraan pribadi, terutama pada area permukiman yang baru. Sementara itu
penelitian dari Kitamura et al. (1997); Boarnet & Sarmiento (1998); Bagley & Mokhtarian,
(2002); Schwanen (2003), menyatakan bahwa bahwa efek dari lingkungan terbangun ini
sangat kecil atau tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu maka penelitian ini merupakan suatu upaya untuk berkontribusi terhadap
pemahaman terhadap hal tersebut dengan menganalisis hubungan antara pemilihan lokasi
tempat tinggal dan penggunaan kendaraan bermotor. Pemilihan fokus pada MBR didasari
pada adanya dugaan bahwa masyarakat berpendapatan rendah merupakan kelompok yang
diduga paling rentan terpengaruh oleh meningkatnya keterpaksaan untuk menggunakan
kendaraan pribadi, yang dalam kasus Indonesia adalah sepeda motor, akibat keterbatasan
pilihan dan sumber saya yang dimilikinya. Untuk itu, tulisan ini akan dibagi menjadi lima
bagian, yang terdiri dari: 1) Latar Belakang; 2) Tinjauan pustaka mengenai hubungan antara
lingkungan terbangun dan penggunaan kendaraan; 3) Gambaran umum lokasi dan metode
penelitian; 4) Hasil penelitian yang menjelaskan hubungan antara pemilihan lokasi tempat
tinggal dan penggunaan sepeda motor pada MBR; dan ditutup dengan 5) Diskusi.
2. Sistematika Penelitian
Kasus studi yang diambil dalam penelitian ini adalah Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY).
KPY ini merupakan kawasan dengan perkembangan kawasan terbangun yang pesat di
Propinsi Yogyakarta. Berdasarkan Perda Propinsi D.I. Yogyakarta No. 10 Tahun 2005,
Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) meliputi Kota Yogya, dan sebagian kelurahan di
Kabupaten Sleman dan Bantul, dengan luas wilayah 186,87 Km2. Untuk melihat apakah
ada hubungan antara pemilihan lokasi tempat tinggal dengan penggunaan kendaraan
pribadi, diambil sampel dari 4 kelurahan/desa di KPY yang masing-masing mewakili
karakteristik wilayah terbangun yang berbeda. Dua kelurahan di pusat kota yaitu Kelurahan
Ngampilan dan Notoprajan mewakili wilayah dengan karakteristik kepadatan penduduk
tinggi, dan bentuk lingkungan permukiman yang kompak, sedangkan dua desa yaitu
Sendangadi dan Panggungharjo mewakili wilayah berkepadatan penduduk rendah dan
bentuk lingkungan permukiman yang tersebar.
2
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
Gambar 1. Peta Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Sumber: Herwangi dkk, 2014
Dari keempat desa/kelurahan tersebut diambil sampel sebanyak 437 penduduk
berpendapatan rendah yang memiliki sepeda motor. Metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya daftar populasi
penduduk berpendapatan rendah yang memiliki sepeda motor, yang dapat digunakan untuk
memilih sampel secara random. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang berisi pertanyaan
mengenai pola penggunaan sepeda motor dan pemilihan lokasi tempat tinggal responden.
Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan analisis statistik deskriptif untuk melihat
kecenderungan hasil dari masing-masing variabel pemilihan lokasi tempat tinggal dan
penggunaan sepeda motor. Selain itu analisis korelasi juga dilakukan untuk melihat
hubungan antara pemilihan lokasi tempat tinggal dan penggunaan sepeda motor di wilayah
studi.
Definisi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR) yang digunakan pada penelitian ini
mengacu pada standar uang dikeluarkan oleh Asian Development Bank (ADB) yaitu
penduduk dengan pendapatan dibawah $2 per hari (setara dengan kurang lebih Rp. 23.500
per hari per anggota keluarga atau Rp. 700.000 per anggota keluarga per bulan). Angka $2
per hari ini merupakan batas penghasilan menengah menurut ADB sehingga penghasilan
dibawah angka tersebut dapat dikatakan berpenghasilan rendah. Standar ADB ini dipilih
karena dibuat dengan satuan orang per hari sedangkan UMR yang merupakan standar
penghasilan di Indonesia menggunakan standar untuk pekerja single tanpa
memperhitungkan jumlah anggota keluarga sehingga kurang cocok digunakan dalam
penelitian ini dimana hampir semua rumah tangga yang disurvei mempunyai anggota
keluarga lebih dari satu.
3
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
3. Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
3.1 Karakteristik Responden
Rata-rata rumah tangga yang menjadi responden pada penelitian ini terdiri dari 4 anggota
keluaga. Responden pada penelitian ini didominasi oleh keluarga dengan anak yang masih
bersekolah atau sudah bekerja, atau dengan kata lain yaitu keluarga yang masih produktif
melakukan perjalanan secara rutin (Gambar 1).
10,54%
9,54%
Keluarga muda tanpa anak/keluarga
muda dengan anak balita (belum
sekolah)
Keluarga dengan anak
pelajar/keluarga produktif (anggota
keluarga bekerja)
Keluarga pensiunan/keluarga tua
anak merantau/anak sudah hidup
pisah dengan orangtua
79,92%
Gambar 2. Struktur Keluarga
Berdasarkan status pekerjaannya, sebagian besar merupakan pekerja penuh waktu, dengan
1,83% kepala keluarga tidak/belum bekerja. Dari keseluruhan kepala keluarga yang bekerja,
79,69%nya (458 responden), bekerja di sektor informal seperti wiraswasta, pedagang, dan
buruh (Gambar 2).
14,41%
5,90%
Pekerja formal dengan waktu
kerja fix : PNS, Karyawan
Swasta, Polisi
Pekerja formal dengan waktu
kerja shift : satpam, karyawan
toko
79,69%
Pekerja informal :
wiraswasta, pedagang, buruh
Gambar 3. Jenis Pekerjaan
Penghasilan terkecil responden adalah sebesar Rp. 150.000, sedangkan rata-rata
penghasilan responden adalah sebesar Rp. 1.275.000. Berdasarkan presentase
pengeluaran rumah tangga untuk membiayai keperluan transportasi, rata-rata rumah tangga
responden menghabiskan 19,5% dari penghasilannya.
3.2
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal MBR
Pada kuesioner yang dibangun untuk penelitian ini, satu bagian ditujukan untuk mengetahui
karakteristik lokasi tempat tinggal responden, yang meliputi alasan memilih lokasi tempat
tinggl, pertimbangan kemudahan akses terhadap transportasi umum, serta kemudahan
akses dari tempat tinggal menuju ke fasilitas umum. Dari data yang diperoleh diketahui
bahwa dari 437 responden, sebagian besar tidak mempunyai keleluasaan untuk memilih
tempat tinggalnya sekarang. Hal ini terlihat dari banyaknya responden yang tinggal di rumah
yang sudah turun temurun ditinggali oleh keluarganya. Bila dilihat dari lamanya responden
tinggal di lokasi tempat tinggal sekarang, terlihat bahwa rata-rata mereka sudah tinggal
4
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
selama lebih dari 30 tahun di lokasi tersebut. Selain itu sebagian responden juga memilih
lokasi rumahnya sekarang karena secara finansial hanya mampu bertempat tinggal di lokasi
tersebut. Jumlah responden yang tidak mempunyai keleluasaan dalam memilih lokasi
tempat tinggal tersebut meliputi 84,4% dari keseluruhan responden (369 rumah tangga).
15,6
Tidak ada pilihan lain
(karena warisan dan
murah)
Memilih lokasi karena
ada alasan lain diluar
warisan dan harga
84,4
Gambar 4. Alasan pemilihan lokasi tempat tinggal
berdasarkan keleluasaan dalam memilih
Sebanyak 15,6% responden mempunyai keleluasaan dalam memilih lokasi tempat tinggal
karena memilih lokasi tempat tinggal diluar alasan warisan dan harga. Berdasarkan data
yang diperoleh, sebagian besar diantara mereka (66,2%) mempertimbangkan kemudahan
akses terhadap transportasi sebagai alasan memilih lokasi tempat tinggal, sedangkan 33,8%
sisanya memilih lokasi karena alasan lain seperti: lingkungan yang nyaman bagi anak-anak,
suasana religius, dan suasana tenang yang didapatkan di lokasi tersebut.
3.3 Pola Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Sesuai tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, responden yang dipilih adalah keluarga
berpendapatan rendah yang memiliki sepeda motor. Dari hasil pengumpulan data, rata-rata
jumlah sepeda motor yang dimiliki responden adalah 1,52, yang berarti setiap rumah
tangga memiliki sepeda motor antara 1 dan 2 unit. Berdasarkan penggunaannya, sebanyak
86,4% menggunakan sepeda motor setiap hari. Sedangkan 13,96% sisanya menggunakan
sepeda motor sebanyak 2 kali dalam seminggu atau kurang.
8,47%
5,49%
Menggunakan sepeda
motor setiap hari
Menggunakan sepeda
motor 2-3 kali per minggu
Menggunakan sepeda
motor 1 kali per minggu
atau kurang
86,04%
Gambar 5. Frekuensi penggunaan sepeda motor
Total panjang perjalanan per rumah tangga responden adalah sebesar 8,2 km per hari. Dari
total perjalanan tersebut, perjalanan dengan tujuan bekerja merupakan yang terpanjang,
yaitu mencapai rata-rata 5 km per hari per rumah tangga. Rata-rata panjang perjalanan per
hari dari responden untuk tujuan yang berbeda-beda dapat dilihat selengkapnya pada Tabel
1 berikut:
5
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
Tabel 1. Panjang perjalanan rata-rata harian rumah tangga berdasarkan tujuan perjalanan
Tujuan Perjalanan
Bekerja
Berbelanja
Pendidikan
Kesehatan
Sosial dan rekreasi
Lain-lain
Rata-rata panjang perjalanan harian rumah
tangga (meter)
4.965,6
616,0
2.436,7
70,3
166,8
28,2
3.4 Hubungan antara pemilihan lokasi tempat tinggal dan penggunaan sepeda motor
Pertanyaan penting dalam penelitian ini yang harus dijawab adalah bagaimana hubungan
antara pemilihan lokasi tempat tinggal dengan penggunaan sepeda motor pada MBR di
wilayah studi. Untuk itu, lokasi tempat tinggal responden dikelompokkan berdasarkan dua
kriteria yaitu:
- Pusat kota vs pinggiran kota
- Alasan pemilihan lokasi karena tidak ada pilihan lain vs alasan pemilihan lokasi
karena alasan lain
Sedangkan indikator yang akan digunakan untuk menilai penggunaan sepeda motor adalah
panjang perjalanan total keluarga per hari. Metode yang akan digunakan untuk melihat
hubungan antara lokasi tempat tinggal dan penggunaan sepeda motor (dengan indikator
panjang perjalanan total keluarga per hari) adalah analisis statistik inferensi yaitu uji t dua
sampel independen. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hubungan antara pemilihan dan alasan pemilihan lokasi tempat tinggal dengan
rata-rata panjang perjalanan harian rumah tangga
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal
dan Alasan Pemilihan Lokasi
Tempat Tinggal
Pusat kota vs pinggiran kota
Alasan pemilihan lokasi karena
tidak ada pilihan lain vs alasan
pemilihan lokasi karena alasan
lain
Rata-rata panjang perjalanan
harian rumah tangga (meter)
Pusat kota: 6344,8
Pinggiran kota: 10213,7
Tidak ada pilihan lain (karena
warisan dan harga murah):
8678,6
Alasan lain: 6140,5
Hubungan antara lokasi
tempat tinggal dan panjang
perjalanan
Ada hubungan
Ada hubungan
Berdasarkan hasil uji tersebut, diperoleh bahwa panjang perjalanan dengan menggunakan
sepeda motor pada keluarga MBR ada hubungannya dengan lokasi tempat tinggal apakah
di pinggiran atau pusat kota. MBR yang tinggal di pinggiran kota melakukan perjalanan yang
lebih panjang dengan menggunakan sepeda motor dibandingkan dengan MBR yang tinggal
di pusat kota. Hal ini berarti bahwa hasil penelitian pergerakan dengan sepeda motor pada
MBR sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa bentuk permukiman
yang kompak dan terlayani oleh fasilitas umum yang memadai akan mengurangi perjalanan
dengan kendaraan bermotor. Bila dilihat dari alasan pemilihan lokasi, terlihat pula adanya
hubungan antara keterpaksaan dalam memilih lokasi tempat tinggal dan panjang perjalanan
dengan menggunakan sepeda motor. Dalam hal ini MBR yang tidak memiliki keleluasaan
dalam memilih lokasi tempat tinggal sehingga terpaksa tinggal di rumah warisan atau di
tempat dengan biaya yang murah, melakukan perjalanan yang lebih panjang dibandingkan
dengan MBR yang mempunyai keleluasaan dalam memilih tempat tinggal.
6
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
4. Diskusi
Masyarakat berpendapatan rendah merupakan salah satu kelompok yang paling rentan
terhadap kesulitan transportasi. Ketiadaan akses terhadap transportasi dapat menyebabkan
kelompok masyarakat ini kehilangan akses terhadap berbagai kesempatan seperti
pekerjaan, pendidikan, dan layanan kesehatan. Disisi lain penyebaran fasilitas yang belum
merata menyebabkan banyak MBR yang tidak mempunyai keleluasaan dalam memilih
lokasi tempat tinggal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kawasan Perkotaan
Yogyakarta, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara lokasi tempat tinggal MBR
dengan panjang perjalanan harian rumah tangga dengan sepeda motor, dimana MBR yang
tinggal di pinggiran kota melakukan perjalanan dengan sepeda motor yang lebih panjang
dbandingkan dengan MBR yang tinggal di pusat kota. Hal ini membuktikan bahwa bentuk
permukiman di pinggiran kota yang tersebar, dengan kepadatan penduduk yang lebih
rendah dan akses ke fasilitas umum yang lebih jauh, menyebabkan penggunaan kendaraan
pribadi berupa sepeda motor pada MBR yang lebih besar dibandingkan dengan pusat kota
yang memiliki bentuk yang lebih kompak. Untuk itu intervensi berupa penyediaan fasilitas
umum yang lebih baik di pinggiran kota perlu dilakukan, selain peningkatan pelayanan
transportasi umum dan promosi penggunaan moda transportasi non bermotor. Apalagi dari
hasil penelitian ini terungkap pula bahwa sebagian besar MBR tidak mempunyai
keleluasaan dalam memilih lokasi tempat tinggal sehingga terpaksa untuk untuk menempati
rumah warisan ataupun memilih rumah di lokasi yang harganya terjangkau, dimana hal
tersebut berhubungan pula dengan panjang perjalanan rumah tangga yang harus dilakukan
oleh masyarakat berpendapatan rendah setiap harinya.
1
Yori Herwangi
Mahasiswa Doktoral Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB
Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota UGM
Jl. Ganesha 10, Bandung; [email protected]
2
Pradono
Guru Besar Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB
Jl. Ganesha 10 Bandung
3
Ibnu Syabri
Associate Professor Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB
4
Iwan Kustiwan
Associate Professor Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB
Referensi
.
Brueckner, Jan K. 2000. Urban Sprawl: Diagnosis and Remedies. International Regional
Science Review 23 (2):160-171.
Bruegmann, Robert. 2005. Sprawl: a Compact History. Chicago: The University of Chicago
Press.
Bagley, M.N., and P.L. Mokhtarian. 2002. The Impact of Residential Neighborhood Type on
Travel Behavior: A Structural Equations Modelling Approach. Annals of Regional
Science 36:279-297.
Boarnet, M.G., and S. Sarmiento. 1996. Can Land Use Policy Really Affect Travel Behavior?
A Study of the Link Between Non-Work Travel and Land Use Characteristics. In
Lincoln Land Institute TRED Conference.
Cervero, Robert, and K. Kockelman. 1997. Travel demand and the 3Ds: Density, Diversity
and Design Transportation Research Part D 2 (3):199-219.
7
Yori Herwangi, Pradono, Ibnu Syabri, Iwan Kustiwan
Pemilihan Lokasi Tempat Tinggan dan Penggunaan Sepeda Motor pada MBR
Seminar Cities 2014
Ewing, R., P. Haliyur, and G.W. Page. 1994. Getting Around a Traditional City, a Suburban
Planned Unit Development, and Everything in Between. Transportation Research
Record 1466:53-62.
Ewing, Reid, Rolf Pendal, and Don Chen. 2002. Measuring Sprawl and Its Impact: Smart
Growth America
Frank, L.D., and G. Pivo. 1994. Impacts of Mixed Use and Density on Utilization of Three
Modes of Travel: Single-Occupant Vehicle, Transit and Walking. Transportation
Research Record 1466:44-52.
Fosli, Olav, and Jon Inge Lian. 1999. Effects of Urban Sprawl on Car Ownership and Use: A
Study of Oslo and Bergen Commuting Regions. In TOI Repo
Herwangi, Yori. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Fasilitas Pendidikan
oleh Penduduk di Kawasan Pinggiran Bandung, Teknik Planologi, Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Kitamura, R., P.L. Mokhtarian, and L. Laidet. 1997. A Micro-Analysis of Land Use and Travel
in Five Neighbourhood in the San Fransisco Bay Area. Transportation 24:125-158.
Kustiwan, Iwan. 2010 Bentuk dan Pengembangan Kawasan Perkotaan Berkelanjutan,
Jakarta: Disertasi, Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan,
Universitas Indonesia
Lin, Jen-Jia, and An-Tsei Yang. 2009. Structural Analysis of How Urban Form Impacts
Travel Demand: Evidence from Taipei. Urban Studies 46 (9):1951–1967.
Meurs, H., and R. Maaijer. 2001. Spatial Structure and Mobility. Transportation Research
Part D 6:429-446.
Morris, Douglas E. 2005. It's a Sprawl World After All. Gabriola Island, Canada: New Society
Publisher.
Newman, P.W., and J.R. Kenworthy. 1989. Cities and Automobile Dependence. London:
Heinemann.
Schwanen, T. 2003. Spatial Variations in Travel Behavior and Time Use: The Role of Urban
Form and Socio-Demographic Factor in Individuals' Travel and Activity Patterns in
The Netherland, Utrecht University, Utrecht.
Yunus, Hadi S. 2008. Dinamika Wilayah Peri-Urban: Determinan Masa Depan Kota.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
8