Ekonomi Pangan dan Gizi (1)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan
pangan bagi penduduknya. Indikator ketahanan pangan juga menggambarkan
kondisi yang cukup baik. Akan tetapi masih banyak penduduk Indonesia yang
belum mendapatkan kebutuhan pangan yang mencukupi. Sekitar tiga puluh
persen rumah tangga mengatakan bahwa konsumsi mereka masih berada
dibawah kebutuhan konsumsi yang semestinya. Lebih dari seperempat anak
usia dibawah 5 tahun memiliki berat badan dibawah standar, dimana 8 %
berada dalam kondisi sangat buruk. Bahkan sebelum krisis, sekitar 42% anak
dibawah umur 5 tahun mengalami gejala terhambatnya pertumbuhan (kerdil);
suatu indikator jangka panjang yang cukup baik untuk mengukur kekurangan
gizi. Gizi yang buruk dapat menghambat pertumbuhan anak secara normal,
membahayakan kesehatan ibu dan mengurangi produktivitas angkatan kerja.
Ini juga mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit pada penduduk yang
berada pada kondisi kesehatan yang buruk dan dalam kemiskinan.
Upaya untuk terus menangani permasalahan pangan dan gizi telah banyak
dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Rencana aksi nasional pangan dan gizi (RANPG) juga menjelaskan
betapa pentingnya bagi negara untuk terus berupaya menjaga kondisi pangan
nasional untuk menjamin ketahanan pangan nasional. Tidak hanya sampai
pada tatanan nasional saja, namun negara dalam hal ini pemerintah harus bisa
menjamin
ketahanan
pangan
hingga
sampai
pada
ukuran
individu/perseorangan sebagaimana diamanatkan pada UU No 18 tahun 2012
yang berkenaan dengan pangan.
Masalah gizi akan terus timbul jika urusan pangan dan gizi tidak menjadi
prioritas pemerintah. Program yang ditawarkan pun akan tidak relevan jika
tidak memperhatikan kaedah-kaedah pengaturan yang menyertai komponenkomponen ketahanan pangan. Faktanya banyaknya program yang menyentuh
urusan ini ternyata masih dirasa tidakpowerful dan tidak mendatangkan
1
dampak berupa out put yang berbekas. Relevansi kebijakan pangan pun tidak
sepenuhnya dirasakan untuk dapat mendukung program yang dicanangkan,
sehingga ketahanan pangan negeri ini masih cukup sulit untuk diwujudkan.
Untuk menjamin ketahanan pangan nasional perlu adanya kerjasama dan
hubungan yang solid lintas sektoral, sebab ketahanan pangan berbicara
mengenai urusan multisektoral bukan sektoral yang hanya dibebankan ke satu
instansi seperti kementerian pertanian saja. Ketika berbicara mengenai
kebijakan ketahanan pangan ada 3 komponen yang harus diperhatikan dalam
rangka mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan itu sendiri.
Pertama, ketersediaan pangan. Indonesia secara umum tidak memiliki
masalah terhadap ketersediaan pangan. Indonesia memproduksi sekitar 31
juta ton beras setiap tahunnya dan mengkonsumsi sedikit diatas tingkat
produksi tersebut dimana impor umumnya kurang dari 7% konsumsi. Lebih
jauh jaringan distribusi swasta yang berjalan secara efisien turut memperkuat
ketahanan pangan di seluruh Indonesia. Beberapa kebijakan kunci yang
memiliki pengaruh terhadap ketersediaan pangan meliputi: larangan impor
beras, upaya Kementerian Pertanian untuk mendorong produksi pangan,
pengaturan BULOG mengenai ketersediaan stok beras.
Kedua,
keterjangkauan
pangan.Elemen
terpenting
dari
kebijakan
ketahanan pangan ialah adanya jaminan bagi kaum miskin untuk menjangkau
sumber makanan yang mencukupi. Cara terbaik yang harus diambil untuk
mencapai tujuan ini ialah dengan memperluas strategi pertumbuhan ekonomi,
khususnya pertumbuhan yang memberikan manfaat bagi kaum miskin.
Kebijakan ini dapat didukung melalui program bantuan langsung kepada
masyarakat miskin (BLSM), yang diberikan secara seksama dengan target
yang sesuai.
Ketiga, kualitas makanan dan gizi. Hal yang penting untuk diperhatikan,
sebagai bagian dari kebijakan untuk menjamin ketersediaan pangan yang
mencukupi bagi penduduk, ialah kualitas pangan itu sendiri. Artinya
penduduk dapat mengkonsumsi zat gizi mikro (Vitamin dan mineral) yang
2
mencukupi untuk dapat hidup sehat. Konsumsi pangan pada setiap kelompok
pengeluaran rumah tangga telah meningkat pada jenis-jenis pangan yang
berkualitas lebih baik. Namun, seperti catatan di atas, keadaan gizi pangan
belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan sejak akhir krisis. Sejumlah
kebijakan penting yang berpengaruh terhadap kualitas pangan dan gizi
meliputi upaya untuk melindungi sejumlah komoditas pangan penting,
memperkenalkan
program
pangan
tambahan
dalam
percepatan
penganekaragaman pangan, penyebarluasan dan pemasaran informasi
mengenai pangan dan gizi.
Dengan terpenuhinya ketiga komponen ini maka perwujudan ketahanan
pangan nasional bukan lagi hanya menjadi sekedar harapan dalam
program/target pemerintah, namun pemerintah dapat menjamin dan
memastikan ketahanan pangan itu sendiri.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi
dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan
peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu
perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak
penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling
mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses
pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan
pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan
sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk
mencapai suatu tujuan eksplisit.
2. Pengertian Strategi
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam
kurun waktu tertentu.
B. Pembahasan
1. Kebijakan Pembangunan Pertanian
Menurut
usaha
Sutejo
terencana
(explanation)
recomendation)
dan
(2006),
kebijakan pembangunan pertanian adalah
yang berkaitan dengan
preskripsi
terhadap
atau
pemberian
penjelasan
rekomendasi (presription
konsekuensi-konsekuensi
or
kebijakan
pembangunan pertanian yang telah diterapkan.
4
Merumuskan
menentukan
suatu
strategi
kebijakan untuk pembangunan pertanian berarti
untuk
mengkondisikan
faktor-faktor
mempengaruhi pembangunan pertanian agar dapat mencapai
yang
keadaan
yang diinginkan.
Pada dasarnya kebijaksanaan pembangunan pertanian diarahkan
untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan masyarakat
pada umumnya dengan meningkatkan produksi dan kualitas hasil
pertanian, serta meraih peluang dan meningkatkan pangsa pasar,
meningkatkan efisiensi sistem distribusi hasil pertanian, meningkatkan
penyediaan bahan baku untuk pengembangan industri, mengurangi
kesenjangan,
memelihara
lingkungan
hidup,
dan meningkatkan
peranan usaha pertanian rakyat. Kebijaksanaan selanjutnya adalah
meningkatkan produktivitas
kerja
di
tenaga
perdesaan, memantapkan
kerja,
mutu
kelembagaan
dan
kesempatan
pertanian,
serta
mengentaskan penduduk dari kemiskinan.
Kebijakan pembangunan pertanian sesuai dengan yang tertuang dalam
RPJMN Kementerian Pertanian 2015-2019 diarahkan untuk dapat
menjamin ketahanan pangan dan energi untuk mendukung ketahanan
nasional.
Secara rinci arah kebijakan pembangunan pertanian dalam RPJMN 2015
-2019 adalah :
Meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas dan
perluasan areal pertanian
Meningkatkan daya saing dan nilai tambah komoditi pertanian
Meningkatkan produksi dan diversifikasi sumber daya pertanian
Pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, dan
Memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
Kebijakan Pembangunan Pertanian 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan (padi, jagung, kedelai, tebu,
sapi, cabai dan bawang merah) yang berdampak bagi perekonomian.
5
2. Kebijakan pengembangan komoditas ekspor dan substitusi impor serta
komoditas penyedia bahan baku bio‐energi.
3. Kebijakan peningkatan daya saing produk pertanian melalui standarisasi
produk dan proses, peningkatan rantai pasok, mutu dan keamanan pangan
4. Kebijakan pengembangan infrastruktur (lahan, air, sarana dan prasarana)
dan agro‐industri di perdesaan, sebagai dasar / landasan pengembangan
bio‐industri berkelanjutan.
5. Kebijakan re‐orientasi memproduksi dari satu jenis produk menjadi
multi produk (produk utama, bioenergi, produk sampingan, produk dari
limbah, zero waste dan lainnya).
6. Kebijakan pengembangan klaster/kawasan, yaitu pada kawasan tertentu
yang mengungkit pencapaian target nasional.
7.
Kebijakan
sistem
perbenihan/pembibitan,
perlindungan
petani,
kelembagaan petani, inovasi dan diseminasi teknologi, penyuluhan, dan
kebijakan sistem perkarantinaan pertanian.
8. Kebijakan mendukung program tematik: MP3EI, MP3KI, PUG, KSS,
ketenagakerjaan, percepatan daerah tertinggal, kawasan khusus dan
wilayah perbatasan.
9. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta penanganan pasca bencana
alam
10. Kebijakan subsidi: (1) subsidi pupuk tetap diperlukan dengan cara
mengurangi pupuk tunggal, menaikan subsidi pupuk majemuk, (2) pupuk
organik tetap dikembangkan bukan dengan dukungan subsidi, tetapi
dialihkan menjadi kegiatan pengembangan pupuk organik, (3) subsidi
benih ditiadakan dan dialihkan menjadi kegiatan penguatan penangkar
benih/bibit.
11. Kebijakan kredit: (1) kredit ketahanan pangan akan terus dilanjutkan
untuk mendorong dn meningkatkan produksi dan produktivitas pangan
6
guna mendukung ketahanan pangan, (2) untuk lebih menjamin
teralokasinya kredit untuk pangan, maka plafon kredit dialokasikan
menurut subsektor, (3) untuk memecahkan kelangkaan tenaga kerja &
menjamin pengelolaan pangan skala luas, maka Kredit Mekanisasi
pertaniaan sangat diperlukan, (4) kegiatan sertifikasi tanah diperlukan.
sehingga layak kredit
2. Kebijakan dan Strategi Menuju Indonesia Tahan Pangan dan Gizi
Proses dan perjalanan menuju indonesia tahan pangan dan gizi
tentu tidak sederhana, terutama karena karakter multidimensi dari
pembangunan ketahanan pangan dan gizi itu sendiri. Disamping itu,
pembangunan ketahanan pangan harus dipandang sebagai bagian tidak
terlepaskan dari wawasan ketahanan nasional, sehingga pembangunan
ketahanan pangan memiliki fungsi strategis untuk memajukan
kesejahteraan umum (dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia).
a) Kebijakan
1) Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian
Arah kebijakan: (a) menjamin ketersediaan pangan dari
keragaman untuk mendukung konsumsi pangan sesuai kaidah
kesehatan dan gizi seimbang; (b) mengembangkan dan
memperkuat kemampuan dalam pemupukan dan pengelolaan
cadangan pangan pemerintah dan masyarakat hingga di tingkat
desa dan atau komunitas; (c) meningkatkan kapasitas produksi
pangan nasional melalui penetapan lahan abadi untuk produksi
pangan dalam rencana tata ruang wilayah dan meningkatkan
kualitas lingkungan serta sumberdaya lahan dan air .
2) Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses
pangan
Arah kebijakan: (a) meningkatkan daya beli dan mengurangi
jumlah penduduk yang miskin; (b) meningkatkan efektivitas dan
efisiensi
distribusi
dan
perdagangan
pangan
melalui
7
pengembangan
sarana
dan
prasarana
distribusi
dan
menghilangkan hambatan distribusi pangan antar daerah; (b)
mengembangkan teknologi dan kelembagaan pengolahan dan
pemasaran pangan untuk menjaga kualitas produk pangan dan
mendorong peningkatan nilai tambah; (d) meningkatkan dan
memperbaiki infrastruktur dan kelembagaan ekonomi perdesaan
dalam rangka mengembangkan skema distribusi pangan kepada
kelompok masyarakat tertentu yang mengalami kerawanan
pangan.
3) Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan
menuju gizi seimbang
Arah kebijakan: (a) meningkatkan kemampuan rumahtangga
dalam mengakses pangan untuk kebutuhan setiap anggota rumah
tangga dalam jumlah dan mutu yang memadai, aman dan halal
dikonsumsi
dan
bergizi
seimbang;
(b)
mendorong,
mengembangkan dan membangun, serta memfasilitasi peran
serta
masyarakat
dalam
pemenuhan
pangan
sebagai
implementasi pemenuhan hak atas pangan; (c) mengembangkan
program perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya melalui
peningkatan dan penguatan program fortifikasi pangan dan
program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan
vitamin A; (e) mengembangkan jaringan antar lembaga
masyarakat untuk pemenuhan hak atas pangan dan gizi; dan (f)
meningkatkan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan
pangan/pangan bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin
terutama anak-anak dan ibu hamil yang bergizi kurang.
4) Peningkatan status gizi masyarakat
Arah kebijakan: (a) mengutamakan upaya preventif, promotif
dan pelayanan gizi dan kesehatan kepada masyarakat miskin
dalam rangka mengurangi jumlah penderita gizi kurang,
termasuk kurang gizi mikro (kurang vitamin dan mineral), (b)
8
memprioritaskan pada kelompok penentu masa depan anak,
yaitu, ibu hamil dan calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan
menyusui, bayi sampai usia dua tahun tanpa mengabaikan
kelompok usia lainnya; (c) meningkatkan efektivitas fungsi
koordinasi lembaga-lembaga pemerintah dan swasta di pusat
dan daerah, dibidang pangan dan gizi sehingga terjamin adanya
keterpaduan kebijakan, program dan kegiatan antar sektor di
pusat dan daeah, khususnya dengan sektor kesehatan, pertanian,
industri, perdagangan, pendidikan, agama, serta peme rintahan
daerah.
5) Peningkatan mutu dan keamanan pangan
Arah kebijakan: (a) meningkatkan pengawasan keamanan
pangan;
(b)
melengkapi
perangkat
peraturan
perundangundangan di bidang mutu dan keamanan pangan; (c)
meningkatkan kesadaran produsen, importir, distributor dan ritel
terhadap keamanan pangan; (d) meningkatkan kesadaran
konsumen terhadap keamanan pangan, dan (e) mengembangkan
teknologi pengawet dan pewarna makanan yang aman dan tidak
memenuhi syarat kesehatan serta terjangkau oleh usaha kecil
dan menengah produsen makanan dan jajanan.
b) Strategi
1) Strategi Memantapkan Ketersediaan Pangan berbasis
Kemandirian
Peningkatan Kapasitas produksi domestik, melalui : (1)
pengembangan produksi pangan sesuai dengan potensi daerah,
(2) peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pangan
dengan teknologi spesifik lokasi, (3) pengembangan dan
menyediakan benih/bibit unggul
dan jasa alsintan,
(4)
peningkatan pelayanan dan pengawasan pengadaan sarana
produksi, (5) peningkatan layanan kredit yang mudah diakses
petani.
9
Pelestarian sumber daya lahan dan air, melalui : (1)
pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian untuk
mewujudkan lahan abadi, (2) sertifikasi lahan petani, (3)
konservasi dan rehabilitasi sumberdaya lahan dan air pada
daerah aliran sungai (DAS), (4) pengembangan sistem pertanian
ramah lingkungan (agroforestry dan pertanian organik), (5)
Pemantapan
kelompok
pemakai
air
untuk
peningkatan
pemeliharaan saluran irigasi, (6) penataan penggunaan air untuk
pertanian, pemukiman dan industri, (7) pengembangan sistem
informasi bencana alam dalam rangka Early Warning System
(EWS), (8) rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam, (9)
perbaikan dan peningkatan jaringan pengairan
Penguatan
cadangan
pangan
pemerintah
dan
masyarakat/komunitas, melalui: (1) pengembangan sistem
cadangan pangan daerah untuk mengantisipasi kondisi darurat
bencana alam minimal 3 (tiga) bulan , (2) pengembangan
cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan tidur,
tanaman
bawah
tegakan
perkebunan),
(3)
menguatkan
kelembagaan lumbung pangan masyarakat dan lembaga
cadangan pangan komunitas lainnya, (4) pengembangan sistem
cadangan pangan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan
ataupun lembaga usaha lainnya.
2) Strategi
Peningkatan
kemudahan
dan
kemampuan
mengakses pangan
Penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat untuk peningkatan daya beli pangan beragam dan
bergizi seimbang, peningkatan kelancaran distribusi dan akses
pangan, melalui: (1) peningkatan kualitas dan pengembangan
infrastruktur distribusi, (2) peningkatan dan pengembangan
sarana dan prasarana pasca panen, (3) pengembangan jaringan
pemasaran dan distribusi antar dan keluar daerah dan membuka
daerah yang terisolir, (4) pengembangan sistem informasi pasar,
10
(5) Penguatan Lembaga pemasaran daerah, (6) pengurangan
hambatan distribusi karena pungutan resmi dan tidak resmi, (7)
pencegahan kasus penimbunan komoditas pangan oleh spekulan,
(8) pemberian bantuan pangan pada kelompok masyarakat
miskin dan yang terkena bencana secara tepat sasaran, tepat
waktu dan tepat produk, penjaminan stabilitas harga pangan,
melalui : (1) pemberlakuan harga pembelian pemerintah pada
komoditas pangan strategis , (2) perlindungan harga domestik
dari pengaruh harga dunia melalui kebijakan tarif, kuota impor,
dan/ pajak ekspor, kuota ekspor pada komoditas pangan
strategis,
(3)
pengembangan
Buffer
stock
Management
(pembelian oleh pemerintah pada waktu panen dan operasi pasar
pada waktu paceklik) pada komoditas pangan strategis, (4)
pencegahan impor dan/ ekspor illegal komoditas pangan, (5)
peningkatan
dana
talangan
pemerintah
(propinsi
dan
kabupaten/kota) dalam menstabilkan harga komoditas pangan
strategis, (6) peningkatan peranan Lembaga pembeli gabah dan
Lembaga usaha ekonomi pedesaan, (7) pengembangan sistem
tunda jual , (8) pengembangan sistem informasi dan monitoring
produksi,
konsumsi,
peningkatan
efisiensi
harga
dan
dan
stok
efektivitas
minimal
bulanan,
intervensi
bantuan
pangan/pangan bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin
(misalnya Raskin) dan mengembangkan pangan bersubsidi bagi
kelompok khusus yang membutuhkan terutama anak-anak dan
ibu hamil yang bergizi kurang.
3) Strategi Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi
pangan menuju gizi seimbang berbasis pada pangan lokal
Pengembangan dan percepatan diversifikasi konsumsi
pangan berbasis pangan lokal melalui pengkajian berbagai
teknologi tepat guna dan terjangkau mengenai pengolahan
pangan berbasis tepung umbi-umbian lokal dan pengembangan
aneka pangan lokal lainnya.
11
Pengembangan bisnis pangan untuk peningkatan nilai
tamba h ekonomi, gizi dan mutu ketersediaan pangan yang
beragam dan bergizi seimbang melalui penguatan kerjasama
pemerintah-masyarakat-dan swasta.
Pengembangan materi dan cara ajar diversifikasi
konsumsi pangan dan gizi sejak usia dini melalui jalur
pendidikan formal dan non formal.
Penguatan pola konsumsi pangan lokal yang didaerah
dan kelompok masyarakat tertentu telah beragam;
pengembangan aspek kuliner dan daya terima konsumen,
melalui berbagai pendidikan gizi, penyuluhan, dan kampanye
gizi untuk peningkatan citra pangan lokal, serta peningkatan
pendapatan dan pendidikan umum.
Pengembangan program perbaikan gizi yang cost
effective, diantaranya melalui peningkatan dan penguatan
program fortifikasi pangan dan program suplementasi zat gizi
mikro khususnya zat besi dan vitamin A.
4) Strategi Peningkatan status gizi masyarakat
Peningkatan pelayanan gizi dan kesehatan kepada
masyarakat
miskin
yang
terintegrasi
dengan
program
penanggulangan kemiskinan dan keluarga berencana, dalam
rangka mengurangi jumlah penderita gizi kurang, termasuk
kurang gizi mikro (kurang vitamin dan mineral) yang diprioritas
pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan
calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi
sampai usia dua tahun tanpa mengabaikan kelompok usia
lainnya.
Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi tentang
gizi dan kesehatan guna mendorong terbentuknya keluarga dan
masyarakat sadar gizi yang tahu dan berperilaku positif untuk
mencegah gangguan kesehatan karena kelebihan gizi seperti
kegemukan dan penyakit degeneratif lainnya.
12
Penguatan kelembagaan pedesaan seperti Posyandu,
PKK, dan Dasa Wisma dalam promosi dan pemantauan tumbuh
kembang anak dan penapisan serta tindak lanjut (rujukan)
masalah gizi buruk.
Peningkatan efektivitas fungsi koordinasi lembagalembaga pemerintah dan swasta di pusat dan daerah, dibidang
pangan dan gizi sehingga terjamin adanya keterpaduan
kebijakan, program dan kegiatan antar sektor di pusat dan daeah,
khususnya dengan sektor kesehatan, pertanian, industri,
perdagangan, pendidikan, agama, serta pemerintahan daerah
untuk
promosi
keluarga
sadar
gizi,
pencegahan
dan
penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk secara dini dan
terpadu.
5) Strategi Peningkatan mutu dan keamanan pangan
Peningkatan
keamanan
pangan
pengetahuan
dan
di
rumah
tingkat
kesadaran
tentang
tangga,
industri
rumahtangga dan UKM serta importir, distributor dan ritel serta
pemahaman tentang implikasi hukum pelanggaran peraturan
keamanan pangan yang berlaku.
Penguatan
pengawasan
dan
pembinaan
keamanan
pangan dengan melengkapi perangkat peraturan perundangundangan di bidang mutu dan keamanan pangan, law
enforcement bagi produsen, importir, distributor dan ritel yang
melakukan pelanggaran terhadap keamanan pangan.
Peningkatan kesadaran dan perlindungan konsumen
terhadap keamanan pangan.
3. Strategi Desa Mandiri Pangan
Desa Mandiri Pangan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai
kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui
pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan
subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat
secara berkelanjutan.
13
Adapun tujuan dari desa lumbung pangan adalah meningkatkan
ketahanan pangan dan gizi (mengurangi kerawanan pangan dan gizi)
masyarakat melalui pendayagunaan sumberdaya, kelembagaan dan
budaya lokal di perdesaan.
Sasaran desa lumbung pangan yaitu dengan terwujudnya ketahanan
pangan dan gizi tingkat desa yang ditandai dengan berkurangnya
tingkat kerawanan pangan dan gizi. Desa rawan pangan yang
merupakan titik-titik potensi penyebab rendahnya kualitas sumber
daya manusia Indonesia (daerah dan nasional).
Melalui desa mandiri pangan diharapkan masyarakat desa rawan
pangan akan kembali mempunyai kemampuan untuk mewujudkan
ketahanan pangan dan gizi, sehingga dapat menjalani hidup sehat dan
produktif
setiap
pemberdayaan
harinya.
Upaya
masyarakat
untuk
tersebut
dilakukan
mengenali
melalui
potensi
dan
kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah
serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya
alam secara efisien dan berkelanjutan, dan akhirnya tercapai
kemandirian masyarakat.
4. Strategi Desa Lumbung Pangan
Lumbung desa merupakan program ketahanan pangan dalam
bentuk gerakan pembentukan usaha produktif yang berbasis kepada
potensi lokal pedesaan, seperti: sawah, kebun, ternak maupun home
industry. Upaya ini diwujudkan melalui proses peningkatan produksi.
Inti Lumbung Desa adalah mengembalikan desa kepada khitahnya:
desa sebagai sumber pangan Indonesia. Mengangkat harkat dan
martabat desa, khususnya para petani. Dampak luasnya, menciptakan
kedaulatan pangan di negeri tercinta.
Lumbung desa sebagai sebuah konsep menawarkan cara pandang
baru posisi desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dengan
dinamikasi sosial yang positif-progressif. Lumbung desa dengan
konsep welfare society mendorong kesejahteraan masyarakat desa
terus meningkat, kemiskinan terkurangi, menguatnya aset desa,
14
meningkatnya produktifitas lahan dan semakin menguatkanya
kapasitas masyarakat desa dalam berbagai hal.
Meningkatkan peran kelembagaan lumbung pangan selain berperan
sebagai fungsi sosial dalam penyediaan cadangan pangan masyarakat
diharapkan juga berperan sebagai fungsi ekonomi bagi kesejahteraan
anggota dan masyarakat di sekitar desa sasaran, dengan cara sebagai
berikut:
Menumbuhkembangkan rasa bangga terhadap budaya lumbung
desa.
Menumbuhkembangkan rasa peduli terhadap sesama yang tidak
dapat mengakses pangan.
Mengimplementasikan
rasa
kesalehan
sosial.
Terhadap
masyarakat miskin di lingkungannya.
Menjaga dan meningkatkan ketersediaan dan tersalurnya
cadangan pangan daerah untuk penanganan pangan (kelebihan
pangan, kekurangan pangan, ketidak mampuan mengakses
pangan)
Meningkatkan
pemanfaatan
pangan
lokal
dalam
rangka
penciptaan permintaan untuk produk pangan lokal.
5. Analisa
a) Kebijakan Pembangunan Pertanian
Arah kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia saat ini
tentang pentingnya pembangunan pertanian khususnya di pedesaan
seringkali di dengung-dengungkan, namun dalam kenyataannya tetap
saja pemberdayaan petani masih kurang diperhatikan. Melihat kondisi
pertanian saat ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Pendapatan petani masih rendah baik secara nominal maupun
secara relatif dibandingkan dengan sektor lain;
15
Usaha pertanian yang ada didominasi oleh ciri-ciri skala kecil,
modal terbatas, teknologi sederhana, sangat dipengaruhi musim,
wilayah pasarnya lokal, umumnya berusaha dengan tenaga kerja
keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian
(pengangguran tersembunyi) akses terhadap kredit, teknologi dan
pasar
sangat
rendah,
Pasar
komoditi
pertanian
sifatnya
mono/oligopsoni sehingga terjadi eksploitasi harga pada petani.
Pendekatan parsial yang yang bertumpu pada peningkatan
produktifitas usaha tani yang tidak terkait dengan agroindustri.
Hal ini menunjukkan fondasi dasar agribisnis belum terbentuk
dengan kokoh sehingga sistem dan usaha agribisnis belum
berkembang seperti yang diharapkan, yang terjadi kegiatan
agribisnis masih bertumpu pada kegiatan usahatani.
Pembangunan pertanian yang ada kurang terkait dengan
pembangunan pedesaan.
Kurang memperhatikan aspek keunggulan komparatif yang
dimiliki wilayah. Pembangunan agribisnis yang ada masih belum
didasarkan kepada kawasan unggulan.
Kurang mampu bersaing di pasaran, sehingga membanjirnya
impor khususnya komoditas hortikultura.
Terdapat senjang produktivitas dan mutu yang cukup besar
sehingga
daya
saing
produk
pertanian
Indonesia
masih
mempunyai peluang yang sangat besar untuk ditingkatkan.
Pangsa pasar ekspor produk pertanian Indonesia masih kecil dan
sementara kapasitas dan potensi yang dimilikinya lebih besar.
Kegiatan agroindustri masih belum berkembang. Produk–produk
perkebunan semenjak zaman Belanda masih berorentasi pada
ekspor komoditas primer (mentah)
Terjadinya degradasi kualitas sumberdaya pertanian akibat
pemanfaatan yang tidak mengikuti pola-pola pemanfaatan yang
berkelanjutan.
Masih lemahnya kelembagaan usaha dan kelembagaan petani.
Usaha agribisnis skala rumahtangga, skala kecil dan agribisnis
skala besar belum terikat dalam kerjasama yang saling
16
membutuhkan , saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Yang terjadi adalah penguasaan pasar oleh kelompok usaha yang
kuat sehingga terjadi distribusi margin keuntungan yang timpang
(skewed) yang merugikan petani.
Lemahnya peran lembaga penelitian, sehingga temuan atau
inovasi benih/ bibit unggul sangat terbatas
Lemahnya peran lembaga penyuluhan sebagai lembaga transfer
teknologi kepada petani, setelah era otonomi daerah.
Kurangnya pemerintah memberdayakan stakeholder seperti
perguruan tinggi, LSM, dalam pembangunan pertanian.
Lemahnya dukungan kebijakan makro ekonomi baik fiskal
maupun
moneter
seperti
kemudahan
kredit
bagi
petani,
pembangunan irigasi maupun pasar, dll.
b) Kebijakan dan Strategi Menuju Indonesia Tahan Pangan dan Gizi
Guna mengoptimalkan pencapaian Indonesia Tahan Pangan dan
Gizi 2015, diharapkan setiap Propinsi dan Kabupaten/Kota dapat
menyusun target dan rencana aksi aga r kebijakan umum tersebut dapat
dioperasionalkan di lapang, seperti investasi dan pembiayaan,
manajemen pengelolaan lahan dan tata ruang, infrastruktur pedesaan,
pengembangan SDM, penguatan kelembagaan ketahanan pangan
daerah, dan aspek lain yang diperlukan.
Mengingat masalah pangan dan gizi dan pembangunan ketahanan
pangan dan gizi bersifat lintas sektor, maka dalam menyusun rencana
aksi maupun rencana implementasinya, semangat koordinasi dan
integrasi serta sinergitas antar kegiatan harus diutamakan. Kemitraan
antar pemerintah dengan masyarakat dan swasta merupakan salah satu
faktor kunci dalam pembangunan ketahanan pangan di daerah menuju
tercapainya Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015.
c) Strategi Desa Mandiri Pangan
Dalam pelaksanaannya, Program Aksi Desa Mandiri Pangan akan
difasilitasi dengan masukan antara lain: instruktur, pendamping dalam
bidang manajemen kelompok dan usaha serta teknis, bantuan
permodalan, sarana dan prasarana, tenaga kerja serta teknologi.
Berbagai masukan tersebut akan digunakan untuk mendukung kegiatan
17
kegiatan yang akan dilaksanakan seperti pemberdayaan masyarakat
(pendampingan, pelatihan, fasilitasi dan penguatan kelembagaan),
harmonisasi system ketahanan pangan dan pengembangan keamanan
pangan serta antisipasi maupun penanggulangan kerawanan pangan.
Melalui berbagai kegiatan tersebut, diharapkan masyarakat desa
mempunyai kemampuan dalam mengelola aspek ketersediaan dan
distribusi pangan dengan gizi seimbang dan aman, dan mampu
mengatasi masalah pangan serta mampu membentuk aliansi untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melawan kelaparan dan
kemiskinan, sehingga diharapkan dapat menurunkan kerawanan
pangan dan gizi
d) Strategi Desa Lumbung Pangan
Indonesia kini berada dalam kondisi “gawat darurat”. Cirinya
terlihat dari impor pangan yang mencapai angka 80%. Beras, yang
menjadi makanan pokok masyarakat, masih harus diimpor. Bahkan
tempe, makanan tradisional khas negeri ini yang sangat dikenal, masih
terus-menerus terhantam oleh krisi kedelei. Dimanakah negeri agraris
yang mampu menghasilkan sendiri produk pertaniannya?
Kita harus berbesar hati untuk mengakui bahwa bangsa ini
sesungguhnya telah krisis pangan. Hanya untuk sementara, krisisnya
terselamatkan dengan adanya kebijakan impor. Namun kita harus
waspada. Kelak, ketika terjadi krisis di negeri pengekspor, negeri kita
yang tergantung pada produk negara lain akan terhantam badai krisis.
Dengan membangun desa, jelas kemakmuran desa akan mengalir
dan mendorong kota-kota tumbuh lebih sehat. Karena pembangunan
terkonsentrasi di kota, desa pun terabaikan yang artinya tak ada
kemajuan di desa. Maka desa pun ditinggalkan warga terbaik.
Akibatnya, 71.000 dari 78.000 desa jadi desa tertinggal Pengolahan
sawah dan kebun sayur mayur yang tak banyak menjanjikan, akhirnya
beralih kepemilikan.
Hingga akhirnya kini, 88% petani memiliki lahan rata-rata hanya
0,5 ha. Lahan yang untuk kebutuhan sendiri pun tak cukup. Hingga
18
80% penghasilan petani untuk kebutuhan sehari-hari, ternyata memang
bukan dari pertanian. Dengan demikian, masih layakkah petani
dianggap petani? Dan ironisnya, kondisi sulit ini pun mendorong para
petani sekarang untuk tidak menganjurkan anak-anaknya jadi petani.
Indikator Keberhasilan:
Tersedianya fisik lumbung pangan.
Berkembangnya organisasi, administrasi dan jaringan usaha
lumbung pangan.
Tersedianya cadangan pangan di masyarakat
Berkembangnya usaha produktif
Strategi Kegiatan:
Agar mencapai sasaran yang optimal, beberapa tahapan yang dapat
dilakukan untuk pengembangan lumbung pangan pedesaan seperti:
Tahap Persiapan
Tahap Penumbuhan Kelompok
Tahap Pengembangan Kelompok
Tahao Pemantapan Lumbung Pangan
Pada tahun 2014 program lumbung desa sedang menggarap 10
kelompok yang terdiri dari kelompok baru dan kelompok lama yang
tersebar di beberapa titik di Jawa barat. Pada dasarnya dari sepuluh
kelompok itu, 8 kelompok terfokus pada peternakan hewan domba
dan
sapi
dengan
system
pemeliharaannya
pembibitan
dan
penggemukan. Untuk kelompok yang lainnya yaitu 2 kelompok
terfokus pada pertanian padi dan cabe.
19
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebijakan pembangunan pertanian pada dasarnya merupakan suatu
usaha terencana
preskripsi
yang berkaitan dengan pemberian penjelasan
atau
rekomendasi terhadap
dan
konsekuensi-konsekuensi
kebijakan pembangunan pertanian yang telah diterapkan.
Desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan
ketahanan
pangan
dan
gizi
melalui
pengembangan
subsistem
ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan
memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan akan dapat
mewujudkan desa yang dinamakan desa mandiri pangan.
Analisa dari semua program kebijakan dan strategi ketahanan pangan
pada umumnya telah mengarah kepada pencapaian ketahanan pangan yang
diharapkan Indonesia namun belum dapat terealisasi secara penuh
dikarenakan beberapa faktor penyebab.
Lumbung desa diartikan sebagai suatu program ketahanan pangan
dalam bentuk gerakan pembentukan usaha produktif yang berbasis kepada
potensi lokal pedesaan. Upaya ini diwujudkan melalui proses peningkatan
produksi. Inti Lumbung Desa adalah mengembalikan desa kepada
khitahnya: desa sebagai sumber pangan Indonesia.
B. Saran
Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks dalam
pembangunan pertanian dan ketahanan pangan, juga mencapai desa
mandiri pangan dan desa lumbung pangan diperlukan peningkatan
kemampuan sumber daya manusia (SDM), aparatur dan kelembagaan
pedesaan yang merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian
pemerintah.
Dengan
adanya
peningkatan
kemampuan
tersebut
diharapkan kinerja aparatur dan kelembagaan pedesaan bisa bekerja dan
20
berfungsi lebih optimal untuk dapat mewujudkan kebijakan dan strategi
seperti yang diharapkan.
21
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan
pangan bagi penduduknya. Indikator ketahanan pangan juga menggambarkan
kondisi yang cukup baik. Akan tetapi masih banyak penduduk Indonesia yang
belum mendapatkan kebutuhan pangan yang mencukupi. Sekitar tiga puluh
persen rumah tangga mengatakan bahwa konsumsi mereka masih berada
dibawah kebutuhan konsumsi yang semestinya. Lebih dari seperempat anak
usia dibawah 5 tahun memiliki berat badan dibawah standar, dimana 8 %
berada dalam kondisi sangat buruk. Bahkan sebelum krisis, sekitar 42% anak
dibawah umur 5 tahun mengalami gejala terhambatnya pertumbuhan (kerdil);
suatu indikator jangka panjang yang cukup baik untuk mengukur kekurangan
gizi. Gizi yang buruk dapat menghambat pertumbuhan anak secara normal,
membahayakan kesehatan ibu dan mengurangi produktivitas angkatan kerja.
Ini juga mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit pada penduduk yang
berada pada kondisi kesehatan yang buruk dan dalam kemiskinan.
Upaya untuk terus menangani permasalahan pangan dan gizi telah banyak
dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Rencana aksi nasional pangan dan gizi (RANPG) juga menjelaskan
betapa pentingnya bagi negara untuk terus berupaya menjaga kondisi pangan
nasional untuk menjamin ketahanan pangan nasional. Tidak hanya sampai
pada tatanan nasional saja, namun negara dalam hal ini pemerintah harus bisa
menjamin
ketahanan
pangan
hingga
sampai
pada
ukuran
individu/perseorangan sebagaimana diamanatkan pada UU No 18 tahun 2012
yang berkenaan dengan pangan.
Masalah gizi akan terus timbul jika urusan pangan dan gizi tidak menjadi
prioritas pemerintah. Program yang ditawarkan pun akan tidak relevan jika
tidak memperhatikan kaedah-kaedah pengaturan yang menyertai komponenkomponen ketahanan pangan. Faktanya banyaknya program yang menyentuh
urusan ini ternyata masih dirasa tidakpowerful dan tidak mendatangkan
1
dampak berupa out put yang berbekas. Relevansi kebijakan pangan pun tidak
sepenuhnya dirasakan untuk dapat mendukung program yang dicanangkan,
sehingga ketahanan pangan negeri ini masih cukup sulit untuk diwujudkan.
Untuk menjamin ketahanan pangan nasional perlu adanya kerjasama dan
hubungan yang solid lintas sektoral, sebab ketahanan pangan berbicara
mengenai urusan multisektoral bukan sektoral yang hanya dibebankan ke satu
instansi seperti kementerian pertanian saja. Ketika berbicara mengenai
kebijakan ketahanan pangan ada 3 komponen yang harus diperhatikan dalam
rangka mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan itu sendiri.
Pertama, ketersediaan pangan. Indonesia secara umum tidak memiliki
masalah terhadap ketersediaan pangan. Indonesia memproduksi sekitar 31
juta ton beras setiap tahunnya dan mengkonsumsi sedikit diatas tingkat
produksi tersebut dimana impor umumnya kurang dari 7% konsumsi. Lebih
jauh jaringan distribusi swasta yang berjalan secara efisien turut memperkuat
ketahanan pangan di seluruh Indonesia. Beberapa kebijakan kunci yang
memiliki pengaruh terhadap ketersediaan pangan meliputi: larangan impor
beras, upaya Kementerian Pertanian untuk mendorong produksi pangan,
pengaturan BULOG mengenai ketersediaan stok beras.
Kedua,
keterjangkauan
pangan.Elemen
terpenting
dari
kebijakan
ketahanan pangan ialah adanya jaminan bagi kaum miskin untuk menjangkau
sumber makanan yang mencukupi. Cara terbaik yang harus diambil untuk
mencapai tujuan ini ialah dengan memperluas strategi pertumbuhan ekonomi,
khususnya pertumbuhan yang memberikan manfaat bagi kaum miskin.
Kebijakan ini dapat didukung melalui program bantuan langsung kepada
masyarakat miskin (BLSM), yang diberikan secara seksama dengan target
yang sesuai.
Ketiga, kualitas makanan dan gizi. Hal yang penting untuk diperhatikan,
sebagai bagian dari kebijakan untuk menjamin ketersediaan pangan yang
mencukupi bagi penduduk, ialah kualitas pangan itu sendiri. Artinya
penduduk dapat mengkonsumsi zat gizi mikro (Vitamin dan mineral) yang
2
mencukupi untuk dapat hidup sehat. Konsumsi pangan pada setiap kelompok
pengeluaran rumah tangga telah meningkat pada jenis-jenis pangan yang
berkualitas lebih baik. Namun, seperti catatan di atas, keadaan gizi pangan
belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan sejak akhir krisis. Sejumlah
kebijakan penting yang berpengaruh terhadap kualitas pangan dan gizi
meliputi upaya untuk melindungi sejumlah komoditas pangan penting,
memperkenalkan
program
pangan
tambahan
dalam
percepatan
penganekaragaman pangan, penyebarluasan dan pemasaran informasi
mengenai pangan dan gizi.
Dengan terpenuhinya ketiga komponen ini maka perwujudan ketahanan
pangan nasional bukan lagi hanya menjadi sekedar harapan dalam
program/target pemerintah, namun pemerintah dapat menjamin dan
memastikan ketahanan pangan itu sendiri.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi
dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan
peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu
perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak
penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling
mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses
pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan
pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan
sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk
mencapai suatu tujuan eksplisit.
2. Pengertian Strategi
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam
kurun waktu tertentu.
B. Pembahasan
1. Kebijakan Pembangunan Pertanian
Menurut
usaha
Sutejo
terencana
(explanation)
recomendation)
dan
(2006),
kebijakan pembangunan pertanian adalah
yang berkaitan dengan
preskripsi
terhadap
atau
pemberian
penjelasan
rekomendasi (presription
konsekuensi-konsekuensi
or
kebijakan
pembangunan pertanian yang telah diterapkan.
4
Merumuskan
menentukan
suatu
strategi
kebijakan untuk pembangunan pertanian berarti
untuk
mengkondisikan
faktor-faktor
mempengaruhi pembangunan pertanian agar dapat mencapai
yang
keadaan
yang diinginkan.
Pada dasarnya kebijaksanaan pembangunan pertanian diarahkan
untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan masyarakat
pada umumnya dengan meningkatkan produksi dan kualitas hasil
pertanian, serta meraih peluang dan meningkatkan pangsa pasar,
meningkatkan efisiensi sistem distribusi hasil pertanian, meningkatkan
penyediaan bahan baku untuk pengembangan industri, mengurangi
kesenjangan,
memelihara
lingkungan
hidup,
dan meningkatkan
peranan usaha pertanian rakyat. Kebijaksanaan selanjutnya adalah
meningkatkan produktivitas
kerja
di
tenaga
perdesaan, memantapkan
kerja,
mutu
kelembagaan
dan
kesempatan
pertanian,
serta
mengentaskan penduduk dari kemiskinan.
Kebijakan pembangunan pertanian sesuai dengan yang tertuang dalam
RPJMN Kementerian Pertanian 2015-2019 diarahkan untuk dapat
menjamin ketahanan pangan dan energi untuk mendukung ketahanan
nasional.
Secara rinci arah kebijakan pembangunan pertanian dalam RPJMN 2015
-2019 adalah :
Meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas dan
perluasan areal pertanian
Meningkatkan daya saing dan nilai tambah komoditi pertanian
Meningkatkan produksi dan diversifikasi sumber daya pertanian
Pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, dan
Memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
Kebijakan Pembangunan Pertanian 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan (padi, jagung, kedelai, tebu,
sapi, cabai dan bawang merah) yang berdampak bagi perekonomian.
5
2. Kebijakan pengembangan komoditas ekspor dan substitusi impor serta
komoditas penyedia bahan baku bio‐energi.
3. Kebijakan peningkatan daya saing produk pertanian melalui standarisasi
produk dan proses, peningkatan rantai pasok, mutu dan keamanan pangan
4. Kebijakan pengembangan infrastruktur (lahan, air, sarana dan prasarana)
dan agro‐industri di perdesaan, sebagai dasar / landasan pengembangan
bio‐industri berkelanjutan.
5. Kebijakan re‐orientasi memproduksi dari satu jenis produk menjadi
multi produk (produk utama, bioenergi, produk sampingan, produk dari
limbah, zero waste dan lainnya).
6. Kebijakan pengembangan klaster/kawasan, yaitu pada kawasan tertentu
yang mengungkit pencapaian target nasional.
7.
Kebijakan
sistem
perbenihan/pembibitan,
perlindungan
petani,
kelembagaan petani, inovasi dan diseminasi teknologi, penyuluhan, dan
kebijakan sistem perkarantinaan pertanian.
8. Kebijakan mendukung program tematik: MP3EI, MP3KI, PUG, KSS,
ketenagakerjaan, percepatan daerah tertinggal, kawasan khusus dan
wilayah perbatasan.
9. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta penanganan pasca bencana
alam
10. Kebijakan subsidi: (1) subsidi pupuk tetap diperlukan dengan cara
mengurangi pupuk tunggal, menaikan subsidi pupuk majemuk, (2) pupuk
organik tetap dikembangkan bukan dengan dukungan subsidi, tetapi
dialihkan menjadi kegiatan pengembangan pupuk organik, (3) subsidi
benih ditiadakan dan dialihkan menjadi kegiatan penguatan penangkar
benih/bibit.
11. Kebijakan kredit: (1) kredit ketahanan pangan akan terus dilanjutkan
untuk mendorong dn meningkatkan produksi dan produktivitas pangan
6
guna mendukung ketahanan pangan, (2) untuk lebih menjamin
teralokasinya kredit untuk pangan, maka plafon kredit dialokasikan
menurut subsektor, (3) untuk memecahkan kelangkaan tenaga kerja &
menjamin pengelolaan pangan skala luas, maka Kredit Mekanisasi
pertaniaan sangat diperlukan, (4) kegiatan sertifikasi tanah diperlukan.
sehingga layak kredit
2. Kebijakan dan Strategi Menuju Indonesia Tahan Pangan dan Gizi
Proses dan perjalanan menuju indonesia tahan pangan dan gizi
tentu tidak sederhana, terutama karena karakter multidimensi dari
pembangunan ketahanan pangan dan gizi itu sendiri. Disamping itu,
pembangunan ketahanan pangan harus dipandang sebagai bagian tidak
terlepaskan dari wawasan ketahanan nasional, sehingga pembangunan
ketahanan pangan memiliki fungsi strategis untuk memajukan
kesejahteraan umum (dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia).
a) Kebijakan
1) Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian
Arah kebijakan: (a) menjamin ketersediaan pangan dari
keragaman untuk mendukung konsumsi pangan sesuai kaidah
kesehatan dan gizi seimbang; (b) mengembangkan dan
memperkuat kemampuan dalam pemupukan dan pengelolaan
cadangan pangan pemerintah dan masyarakat hingga di tingkat
desa dan atau komunitas; (c) meningkatkan kapasitas produksi
pangan nasional melalui penetapan lahan abadi untuk produksi
pangan dalam rencana tata ruang wilayah dan meningkatkan
kualitas lingkungan serta sumberdaya lahan dan air .
2) Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses
pangan
Arah kebijakan: (a) meningkatkan daya beli dan mengurangi
jumlah penduduk yang miskin; (b) meningkatkan efektivitas dan
efisiensi
distribusi
dan
perdagangan
pangan
melalui
7
pengembangan
sarana
dan
prasarana
distribusi
dan
menghilangkan hambatan distribusi pangan antar daerah; (b)
mengembangkan teknologi dan kelembagaan pengolahan dan
pemasaran pangan untuk menjaga kualitas produk pangan dan
mendorong peningkatan nilai tambah; (d) meningkatkan dan
memperbaiki infrastruktur dan kelembagaan ekonomi perdesaan
dalam rangka mengembangkan skema distribusi pangan kepada
kelompok masyarakat tertentu yang mengalami kerawanan
pangan.
3) Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan
menuju gizi seimbang
Arah kebijakan: (a) meningkatkan kemampuan rumahtangga
dalam mengakses pangan untuk kebutuhan setiap anggota rumah
tangga dalam jumlah dan mutu yang memadai, aman dan halal
dikonsumsi
dan
bergizi
seimbang;
(b)
mendorong,
mengembangkan dan membangun, serta memfasilitasi peran
serta
masyarakat
dalam
pemenuhan
pangan
sebagai
implementasi pemenuhan hak atas pangan; (c) mengembangkan
program perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya melalui
peningkatan dan penguatan program fortifikasi pangan dan
program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan
vitamin A; (e) mengembangkan jaringan antar lembaga
masyarakat untuk pemenuhan hak atas pangan dan gizi; dan (f)
meningkatkan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan
pangan/pangan bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin
terutama anak-anak dan ibu hamil yang bergizi kurang.
4) Peningkatan status gizi masyarakat
Arah kebijakan: (a) mengutamakan upaya preventif, promotif
dan pelayanan gizi dan kesehatan kepada masyarakat miskin
dalam rangka mengurangi jumlah penderita gizi kurang,
termasuk kurang gizi mikro (kurang vitamin dan mineral), (b)
8
memprioritaskan pada kelompok penentu masa depan anak,
yaitu, ibu hamil dan calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan
menyusui, bayi sampai usia dua tahun tanpa mengabaikan
kelompok usia lainnya; (c) meningkatkan efektivitas fungsi
koordinasi lembaga-lembaga pemerintah dan swasta di pusat
dan daerah, dibidang pangan dan gizi sehingga terjamin adanya
keterpaduan kebijakan, program dan kegiatan antar sektor di
pusat dan daeah, khususnya dengan sektor kesehatan, pertanian,
industri, perdagangan, pendidikan, agama, serta peme rintahan
daerah.
5) Peningkatan mutu dan keamanan pangan
Arah kebijakan: (a) meningkatkan pengawasan keamanan
pangan;
(b)
melengkapi
perangkat
peraturan
perundangundangan di bidang mutu dan keamanan pangan; (c)
meningkatkan kesadaran produsen, importir, distributor dan ritel
terhadap keamanan pangan; (d) meningkatkan kesadaran
konsumen terhadap keamanan pangan, dan (e) mengembangkan
teknologi pengawet dan pewarna makanan yang aman dan tidak
memenuhi syarat kesehatan serta terjangkau oleh usaha kecil
dan menengah produsen makanan dan jajanan.
b) Strategi
1) Strategi Memantapkan Ketersediaan Pangan berbasis
Kemandirian
Peningkatan Kapasitas produksi domestik, melalui : (1)
pengembangan produksi pangan sesuai dengan potensi daerah,
(2) peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pangan
dengan teknologi spesifik lokasi, (3) pengembangan dan
menyediakan benih/bibit unggul
dan jasa alsintan,
(4)
peningkatan pelayanan dan pengawasan pengadaan sarana
produksi, (5) peningkatan layanan kredit yang mudah diakses
petani.
9
Pelestarian sumber daya lahan dan air, melalui : (1)
pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian untuk
mewujudkan lahan abadi, (2) sertifikasi lahan petani, (3)
konservasi dan rehabilitasi sumberdaya lahan dan air pada
daerah aliran sungai (DAS), (4) pengembangan sistem pertanian
ramah lingkungan (agroforestry dan pertanian organik), (5)
Pemantapan
kelompok
pemakai
air
untuk
peningkatan
pemeliharaan saluran irigasi, (6) penataan penggunaan air untuk
pertanian, pemukiman dan industri, (7) pengembangan sistem
informasi bencana alam dalam rangka Early Warning System
(EWS), (8) rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam, (9)
perbaikan dan peningkatan jaringan pengairan
Penguatan
cadangan
pangan
pemerintah
dan
masyarakat/komunitas, melalui: (1) pengembangan sistem
cadangan pangan daerah untuk mengantisipasi kondisi darurat
bencana alam minimal 3 (tiga) bulan , (2) pengembangan
cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan tidur,
tanaman
bawah
tegakan
perkebunan),
(3)
menguatkan
kelembagaan lumbung pangan masyarakat dan lembaga
cadangan pangan komunitas lainnya, (4) pengembangan sistem
cadangan pangan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan
ataupun lembaga usaha lainnya.
2) Strategi
Peningkatan
kemudahan
dan
kemampuan
mengakses pangan
Penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat untuk peningkatan daya beli pangan beragam dan
bergizi seimbang, peningkatan kelancaran distribusi dan akses
pangan, melalui: (1) peningkatan kualitas dan pengembangan
infrastruktur distribusi, (2) peningkatan dan pengembangan
sarana dan prasarana pasca panen, (3) pengembangan jaringan
pemasaran dan distribusi antar dan keluar daerah dan membuka
daerah yang terisolir, (4) pengembangan sistem informasi pasar,
10
(5) Penguatan Lembaga pemasaran daerah, (6) pengurangan
hambatan distribusi karena pungutan resmi dan tidak resmi, (7)
pencegahan kasus penimbunan komoditas pangan oleh spekulan,
(8) pemberian bantuan pangan pada kelompok masyarakat
miskin dan yang terkena bencana secara tepat sasaran, tepat
waktu dan tepat produk, penjaminan stabilitas harga pangan,
melalui : (1) pemberlakuan harga pembelian pemerintah pada
komoditas pangan strategis , (2) perlindungan harga domestik
dari pengaruh harga dunia melalui kebijakan tarif, kuota impor,
dan/ pajak ekspor, kuota ekspor pada komoditas pangan
strategis,
(3)
pengembangan
Buffer
stock
Management
(pembelian oleh pemerintah pada waktu panen dan operasi pasar
pada waktu paceklik) pada komoditas pangan strategis, (4)
pencegahan impor dan/ ekspor illegal komoditas pangan, (5)
peningkatan
dana
talangan
pemerintah
(propinsi
dan
kabupaten/kota) dalam menstabilkan harga komoditas pangan
strategis, (6) peningkatan peranan Lembaga pembeli gabah dan
Lembaga usaha ekonomi pedesaan, (7) pengembangan sistem
tunda jual , (8) pengembangan sistem informasi dan monitoring
produksi,
konsumsi,
peningkatan
efisiensi
harga
dan
dan
stok
efektivitas
minimal
bulanan,
intervensi
bantuan
pangan/pangan bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin
(misalnya Raskin) dan mengembangkan pangan bersubsidi bagi
kelompok khusus yang membutuhkan terutama anak-anak dan
ibu hamil yang bergizi kurang.
3) Strategi Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi
pangan menuju gizi seimbang berbasis pada pangan lokal
Pengembangan dan percepatan diversifikasi konsumsi
pangan berbasis pangan lokal melalui pengkajian berbagai
teknologi tepat guna dan terjangkau mengenai pengolahan
pangan berbasis tepung umbi-umbian lokal dan pengembangan
aneka pangan lokal lainnya.
11
Pengembangan bisnis pangan untuk peningkatan nilai
tamba h ekonomi, gizi dan mutu ketersediaan pangan yang
beragam dan bergizi seimbang melalui penguatan kerjasama
pemerintah-masyarakat-dan swasta.
Pengembangan materi dan cara ajar diversifikasi
konsumsi pangan dan gizi sejak usia dini melalui jalur
pendidikan formal dan non formal.
Penguatan pola konsumsi pangan lokal yang didaerah
dan kelompok masyarakat tertentu telah beragam;
pengembangan aspek kuliner dan daya terima konsumen,
melalui berbagai pendidikan gizi, penyuluhan, dan kampanye
gizi untuk peningkatan citra pangan lokal, serta peningkatan
pendapatan dan pendidikan umum.
Pengembangan program perbaikan gizi yang cost
effective, diantaranya melalui peningkatan dan penguatan
program fortifikasi pangan dan program suplementasi zat gizi
mikro khususnya zat besi dan vitamin A.
4) Strategi Peningkatan status gizi masyarakat
Peningkatan pelayanan gizi dan kesehatan kepada
masyarakat
miskin
yang
terintegrasi
dengan
program
penanggulangan kemiskinan dan keluarga berencana, dalam
rangka mengurangi jumlah penderita gizi kurang, termasuk
kurang gizi mikro (kurang vitamin dan mineral) yang diprioritas
pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan
calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi
sampai usia dua tahun tanpa mengabaikan kelompok usia
lainnya.
Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi tentang
gizi dan kesehatan guna mendorong terbentuknya keluarga dan
masyarakat sadar gizi yang tahu dan berperilaku positif untuk
mencegah gangguan kesehatan karena kelebihan gizi seperti
kegemukan dan penyakit degeneratif lainnya.
12
Penguatan kelembagaan pedesaan seperti Posyandu,
PKK, dan Dasa Wisma dalam promosi dan pemantauan tumbuh
kembang anak dan penapisan serta tindak lanjut (rujukan)
masalah gizi buruk.
Peningkatan efektivitas fungsi koordinasi lembagalembaga pemerintah dan swasta di pusat dan daerah, dibidang
pangan dan gizi sehingga terjamin adanya keterpaduan
kebijakan, program dan kegiatan antar sektor di pusat dan daeah,
khususnya dengan sektor kesehatan, pertanian, industri,
perdagangan, pendidikan, agama, serta pemerintahan daerah
untuk
promosi
keluarga
sadar
gizi,
pencegahan
dan
penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk secara dini dan
terpadu.
5) Strategi Peningkatan mutu dan keamanan pangan
Peningkatan
keamanan
pangan
pengetahuan
dan
di
rumah
tingkat
kesadaran
tentang
tangga,
industri
rumahtangga dan UKM serta importir, distributor dan ritel serta
pemahaman tentang implikasi hukum pelanggaran peraturan
keamanan pangan yang berlaku.
Penguatan
pengawasan
dan
pembinaan
keamanan
pangan dengan melengkapi perangkat peraturan perundangundangan di bidang mutu dan keamanan pangan, law
enforcement bagi produsen, importir, distributor dan ritel yang
melakukan pelanggaran terhadap keamanan pangan.
Peningkatan kesadaran dan perlindungan konsumen
terhadap keamanan pangan.
3. Strategi Desa Mandiri Pangan
Desa Mandiri Pangan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai
kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui
pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan
subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat
secara berkelanjutan.
13
Adapun tujuan dari desa lumbung pangan adalah meningkatkan
ketahanan pangan dan gizi (mengurangi kerawanan pangan dan gizi)
masyarakat melalui pendayagunaan sumberdaya, kelembagaan dan
budaya lokal di perdesaan.
Sasaran desa lumbung pangan yaitu dengan terwujudnya ketahanan
pangan dan gizi tingkat desa yang ditandai dengan berkurangnya
tingkat kerawanan pangan dan gizi. Desa rawan pangan yang
merupakan titik-titik potensi penyebab rendahnya kualitas sumber
daya manusia Indonesia (daerah dan nasional).
Melalui desa mandiri pangan diharapkan masyarakat desa rawan
pangan akan kembali mempunyai kemampuan untuk mewujudkan
ketahanan pangan dan gizi, sehingga dapat menjalani hidup sehat dan
produktif
setiap
pemberdayaan
harinya.
Upaya
masyarakat
untuk
tersebut
dilakukan
mengenali
melalui
potensi
dan
kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah
serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya
alam secara efisien dan berkelanjutan, dan akhirnya tercapai
kemandirian masyarakat.
4. Strategi Desa Lumbung Pangan
Lumbung desa merupakan program ketahanan pangan dalam
bentuk gerakan pembentukan usaha produktif yang berbasis kepada
potensi lokal pedesaan, seperti: sawah, kebun, ternak maupun home
industry. Upaya ini diwujudkan melalui proses peningkatan produksi.
Inti Lumbung Desa adalah mengembalikan desa kepada khitahnya:
desa sebagai sumber pangan Indonesia. Mengangkat harkat dan
martabat desa, khususnya para petani. Dampak luasnya, menciptakan
kedaulatan pangan di negeri tercinta.
Lumbung desa sebagai sebuah konsep menawarkan cara pandang
baru posisi desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dengan
dinamikasi sosial yang positif-progressif. Lumbung desa dengan
konsep welfare society mendorong kesejahteraan masyarakat desa
terus meningkat, kemiskinan terkurangi, menguatnya aset desa,
14
meningkatnya produktifitas lahan dan semakin menguatkanya
kapasitas masyarakat desa dalam berbagai hal.
Meningkatkan peran kelembagaan lumbung pangan selain berperan
sebagai fungsi sosial dalam penyediaan cadangan pangan masyarakat
diharapkan juga berperan sebagai fungsi ekonomi bagi kesejahteraan
anggota dan masyarakat di sekitar desa sasaran, dengan cara sebagai
berikut:
Menumbuhkembangkan rasa bangga terhadap budaya lumbung
desa.
Menumbuhkembangkan rasa peduli terhadap sesama yang tidak
dapat mengakses pangan.
Mengimplementasikan
rasa
kesalehan
sosial.
Terhadap
masyarakat miskin di lingkungannya.
Menjaga dan meningkatkan ketersediaan dan tersalurnya
cadangan pangan daerah untuk penanganan pangan (kelebihan
pangan, kekurangan pangan, ketidak mampuan mengakses
pangan)
Meningkatkan
pemanfaatan
pangan
lokal
dalam
rangka
penciptaan permintaan untuk produk pangan lokal.
5. Analisa
a) Kebijakan Pembangunan Pertanian
Arah kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia saat ini
tentang pentingnya pembangunan pertanian khususnya di pedesaan
seringkali di dengung-dengungkan, namun dalam kenyataannya tetap
saja pemberdayaan petani masih kurang diperhatikan. Melihat kondisi
pertanian saat ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Pendapatan petani masih rendah baik secara nominal maupun
secara relatif dibandingkan dengan sektor lain;
15
Usaha pertanian yang ada didominasi oleh ciri-ciri skala kecil,
modal terbatas, teknologi sederhana, sangat dipengaruhi musim,
wilayah pasarnya lokal, umumnya berusaha dengan tenaga kerja
keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian
(pengangguran tersembunyi) akses terhadap kredit, teknologi dan
pasar
sangat
rendah,
Pasar
komoditi
pertanian
sifatnya
mono/oligopsoni sehingga terjadi eksploitasi harga pada petani.
Pendekatan parsial yang yang bertumpu pada peningkatan
produktifitas usaha tani yang tidak terkait dengan agroindustri.
Hal ini menunjukkan fondasi dasar agribisnis belum terbentuk
dengan kokoh sehingga sistem dan usaha agribisnis belum
berkembang seperti yang diharapkan, yang terjadi kegiatan
agribisnis masih bertumpu pada kegiatan usahatani.
Pembangunan pertanian yang ada kurang terkait dengan
pembangunan pedesaan.
Kurang memperhatikan aspek keunggulan komparatif yang
dimiliki wilayah. Pembangunan agribisnis yang ada masih belum
didasarkan kepada kawasan unggulan.
Kurang mampu bersaing di pasaran, sehingga membanjirnya
impor khususnya komoditas hortikultura.
Terdapat senjang produktivitas dan mutu yang cukup besar
sehingga
daya
saing
produk
pertanian
Indonesia
masih
mempunyai peluang yang sangat besar untuk ditingkatkan.
Pangsa pasar ekspor produk pertanian Indonesia masih kecil dan
sementara kapasitas dan potensi yang dimilikinya lebih besar.
Kegiatan agroindustri masih belum berkembang. Produk–produk
perkebunan semenjak zaman Belanda masih berorentasi pada
ekspor komoditas primer (mentah)
Terjadinya degradasi kualitas sumberdaya pertanian akibat
pemanfaatan yang tidak mengikuti pola-pola pemanfaatan yang
berkelanjutan.
Masih lemahnya kelembagaan usaha dan kelembagaan petani.
Usaha agribisnis skala rumahtangga, skala kecil dan agribisnis
skala besar belum terikat dalam kerjasama yang saling
16
membutuhkan , saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Yang terjadi adalah penguasaan pasar oleh kelompok usaha yang
kuat sehingga terjadi distribusi margin keuntungan yang timpang
(skewed) yang merugikan petani.
Lemahnya peran lembaga penelitian, sehingga temuan atau
inovasi benih/ bibit unggul sangat terbatas
Lemahnya peran lembaga penyuluhan sebagai lembaga transfer
teknologi kepada petani, setelah era otonomi daerah.
Kurangnya pemerintah memberdayakan stakeholder seperti
perguruan tinggi, LSM, dalam pembangunan pertanian.
Lemahnya dukungan kebijakan makro ekonomi baik fiskal
maupun
moneter
seperti
kemudahan
kredit
bagi
petani,
pembangunan irigasi maupun pasar, dll.
b) Kebijakan dan Strategi Menuju Indonesia Tahan Pangan dan Gizi
Guna mengoptimalkan pencapaian Indonesia Tahan Pangan dan
Gizi 2015, diharapkan setiap Propinsi dan Kabupaten/Kota dapat
menyusun target dan rencana aksi aga r kebijakan umum tersebut dapat
dioperasionalkan di lapang, seperti investasi dan pembiayaan,
manajemen pengelolaan lahan dan tata ruang, infrastruktur pedesaan,
pengembangan SDM, penguatan kelembagaan ketahanan pangan
daerah, dan aspek lain yang diperlukan.
Mengingat masalah pangan dan gizi dan pembangunan ketahanan
pangan dan gizi bersifat lintas sektor, maka dalam menyusun rencana
aksi maupun rencana implementasinya, semangat koordinasi dan
integrasi serta sinergitas antar kegiatan harus diutamakan. Kemitraan
antar pemerintah dengan masyarakat dan swasta merupakan salah satu
faktor kunci dalam pembangunan ketahanan pangan di daerah menuju
tercapainya Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015.
c) Strategi Desa Mandiri Pangan
Dalam pelaksanaannya, Program Aksi Desa Mandiri Pangan akan
difasilitasi dengan masukan antara lain: instruktur, pendamping dalam
bidang manajemen kelompok dan usaha serta teknis, bantuan
permodalan, sarana dan prasarana, tenaga kerja serta teknologi.
Berbagai masukan tersebut akan digunakan untuk mendukung kegiatan
17
kegiatan yang akan dilaksanakan seperti pemberdayaan masyarakat
(pendampingan, pelatihan, fasilitasi dan penguatan kelembagaan),
harmonisasi system ketahanan pangan dan pengembangan keamanan
pangan serta antisipasi maupun penanggulangan kerawanan pangan.
Melalui berbagai kegiatan tersebut, diharapkan masyarakat desa
mempunyai kemampuan dalam mengelola aspek ketersediaan dan
distribusi pangan dengan gizi seimbang dan aman, dan mampu
mengatasi masalah pangan serta mampu membentuk aliansi untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melawan kelaparan dan
kemiskinan, sehingga diharapkan dapat menurunkan kerawanan
pangan dan gizi
d) Strategi Desa Lumbung Pangan
Indonesia kini berada dalam kondisi “gawat darurat”. Cirinya
terlihat dari impor pangan yang mencapai angka 80%. Beras, yang
menjadi makanan pokok masyarakat, masih harus diimpor. Bahkan
tempe, makanan tradisional khas negeri ini yang sangat dikenal, masih
terus-menerus terhantam oleh krisi kedelei. Dimanakah negeri agraris
yang mampu menghasilkan sendiri produk pertaniannya?
Kita harus berbesar hati untuk mengakui bahwa bangsa ini
sesungguhnya telah krisis pangan. Hanya untuk sementara, krisisnya
terselamatkan dengan adanya kebijakan impor. Namun kita harus
waspada. Kelak, ketika terjadi krisis di negeri pengekspor, negeri kita
yang tergantung pada produk negara lain akan terhantam badai krisis.
Dengan membangun desa, jelas kemakmuran desa akan mengalir
dan mendorong kota-kota tumbuh lebih sehat. Karena pembangunan
terkonsentrasi di kota, desa pun terabaikan yang artinya tak ada
kemajuan di desa. Maka desa pun ditinggalkan warga terbaik.
Akibatnya, 71.000 dari 78.000 desa jadi desa tertinggal Pengolahan
sawah dan kebun sayur mayur yang tak banyak menjanjikan, akhirnya
beralih kepemilikan.
Hingga akhirnya kini, 88% petani memiliki lahan rata-rata hanya
0,5 ha. Lahan yang untuk kebutuhan sendiri pun tak cukup. Hingga
18
80% penghasilan petani untuk kebutuhan sehari-hari, ternyata memang
bukan dari pertanian. Dengan demikian, masih layakkah petani
dianggap petani? Dan ironisnya, kondisi sulit ini pun mendorong para
petani sekarang untuk tidak menganjurkan anak-anaknya jadi petani.
Indikator Keberhasilan:
Tersedianya fisik lumbung pangan.
Berkembangnya organisasi, administrasi dan jaringan usaha
lumbung pangan.
Tersedianya cadangan pangan di masyarakat
Berkembangnya usaha produktif
Strategi Kegiatan:
Agar mencapai sasaran yang optimal, beberapa tahapan yang dapat
dilakukan untuk pengembangan lumbung pangan pedesaan seperti:
Tahap Persiapan
Tahap Penumbuhan Kelompok
Tahap Pengembangan Kelompok
Tahao Pemantapan Lumbung Pangan
Pada tahun 2014 program lumbung desa sedang menggarap 10
kelompok yang terdiri dari kelompok baru dan kelompok lama yang
tersebar di beberapa titik di Jawa barat. Pada dasarnya dari sepuluh
kelompok itu, 8 kelompok terfokus pada peternakan hewan domba
dan
sapi
dengan
system
pemeliharaannya
pembibitan
dan
penggemukan. Untuk kelompok yang lainnya yaitu 2 kelompok
terfokus pada pertanian padi dan cabe.
19
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebijakan pembangunan pertanian pada dasarnya merupakan suatu
usaha terencana
preskripsi
yang berkaitan dengan pemberian penjelasan
atau
rekomendasi terhadap
dan
konsekuensi-konsekuensi
kebijakan pembangunan pertanian yang telah diterapkan.
Desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan
ketahanan
pangan
dan
gizi
melalui
pengembangan
subsistem
ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan
memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan akan dapat
mewujudkan desa yang dinamakan desa mandiri pangan.
Analisa dari semua program kebijakan dan strategi ketahanan pangan
pada umumnya telah mengarah kepada pencapaian ketahanan pangan yang
diharapkan Indonesia namun belum dapat terealisasi secara penuh
dikarenakan beberapa faktor penyebab.
Lumbung desa diartikan sebagai suatu program ketahanan pangan
dalam bentuk gerakan pembentukan usaha produktif yang berbasis kepada
potensi lokal pedesaan. Upaya ini diwujudkan melalui proses peningkatan
produksi. Inti Lumbung Desa adalah mengembalikan desa kepada
khitahnya: desa sebagai sumber pangan Indonesia.
B. Saran
Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks dalam
pembangunan pertanian dan ketahanan pangan, juga mencapai desa
mandiri pangan dan desa lumbung pangan diperlukan peningkatan
kemampuan sumber daya manusia (SDM), aparatur dan kelembagaan
pedesaan yang merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian
pemerintah.
Dengan
adanya
peningkatan
kemampuan
tersebut
diharapkan kinerja aparatur dan kelembagaan pedesaan bisa bekerja dan
20
berfungsi lebih optimal untuk dapat mewujudkan kebijakan dan strategi
seperti yang diharapkan.
21