Tinjauan Kritis Implementasi tetap Penganggara

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sentralisasi yang diberlakukan pada era orde baru membuat tidak
transparannya sistem pengelolaan keuangan dipusat maupun didaerah. Hal
itu dibuktikan setelah pemberlakuan otonomi daerah, bagian pengeluaran
daerah pada tahun anggaran 2001 meningkat 30 persen dari total
pengeluaran pemerintahan pusat dan daerah (Brojonegoro dalam Edi,
2012). Desentralisasi menjadi salah satu alternatif bagi pemerintah
diseluruh dunia. Paradigma ini terjadi dalam dua dekade terakhir yang
berorientasi proses menjadi berorientasi hasil. Sehingga mereformasi
sistem pengelolaan negara baik di negara maju maupun negara
berkembang, termasuk Indonesia. Diawali dengan keluarnya Undangundang No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara.
Desentralisasi menjadi pilihan untuk mewujudkan Good Corporate
Governancekhususnya dibidang pengelolaan keuangan daerah dan
pelayanan publik. Menurut Rondinelli dalam Edi 2012, ada tiga pendorong
dibutuhkannya desentralisasi yaitu, adanya kegagalan perencanaan
sentralistik, adanya kebutuhan pengembangan dan pengelolaan program
dan proyek pembangunan yang cepat dan inovatif dan perkembangan


1

kompleksitas masyarakat di daerah yang berdampak pada kegiatan
pemerintah yang semakin membengkak.
Kami mengambil topik makalah yaitu “Tinjauan Kritis Implementasi
Penganggaran Pemerintah Daerah Di Indonesia Saat Ini (Studi Kasus:
Implementasi Anggaran Daerah Provinsi Lampung)” karena
pengimplementasian sistem penganggaran pemerintah daerah belum cukup baik
dari perubahan sistem Tradisional ke sistem New Public Management.

B. Rumusan Masalah
Melihat dari latar belakang topik yang diambil, dapat ditemukan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara pengimplementasian anggaran pemerintah daerah di
Indonesia saat ini?
2. Apakah determinasi pengaruh implementasi penganggaran
pemerintah daerah?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini dapat disimpulkan beberapa tujuan, sebagai
berikut:

1. Mengetahui dan memahami cara pengimplementasian anggaran
pemerintah daerah di Indonesia saat ini.
2. Mengkritisi determinasi pengaruh implementasi penganggaran
pemerintah daerah di Indonesia saat ini.

2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Penganggaran Pemerintah Daerah
Pemerintahan di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu pemerintahan pusat
dan pemerintahan daerah. Begitu pula dengan penganggaran pemerintah
yang dibagi menjadi dua yaitu penganggaran pemerintah pusat dan
penganggaran pemerintah daerah.Perencanaan anggaran pemerintah pusat
disetujui oleh pemegang kekuasaan tertinggi negara Indonesia yaitu
Presiden.Dan untuk perancangan penganggaran pemerintah daerah
dilakukan oleh masing-masing daerah sesuai dengan kebutuhan daerah
tersebut dan disetujui oleh bupati atau walikota daerah. Walauppun daerah
memiliki wewenang dalam perencaaan penganggaran daerah masingmasing, namun pemerintah daerah tidak lepas dari aturan dan sistem yang

ada di pemerintah pusat.
Pemerintaha daerah di Indonesia diberikan indikator-indikator tertentu
baik berupa peraturan dan pedoman mengenai penganggaran berbasis
kinerja (performance-based budgeting).Dimana penganggaran pemerintah
daerah menggunakan pendekatan sistematis dalam menyusun anggaran
yang mengaitkan pengeluaran yang dilakukan organisasi sektor publik
dengan kinerja yang dihasilkannya dengan menggunakan informasi
kinerja.
3

Di Indonesia, persyaratan di atas tergambar dalam dokumen-dokumen
yang digunakan atau dihasilkan dalam proses penyusunan anggaran
pemerintah. Untuk pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota),
dokumen-dokumen tersebut meliputi Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS). Sedangkan, pada tingkat satuan kerja pemerintah
daerah (SKPD), dokumen-dokumen tersebut meliputi Rencana Stratejik
(Renstra) SKPD, Rencana Kerja (Renja) SKPD dan Rencana Kerja dan
Anggaran(RKA) SKPD. Untuk dapat dikatakan telah menerapkan

penganggaran berbasis kinerja tidak hanya dibuktikan dengan keberadaan
dokumen-dokumen tersebut, melainkan juga dengan adanya keselarasan
substansi antar dokumen-dokumen tersebut yang dapat dilihat dari ada
tidaknya indikator kinerja yang selaras dalam dokumen-dokumen tersebut.
Pada SKPD, indikator-indikator kinerja yang dimuat dalam Renja SKPD
haruslah mendukung pencapaian indikator kinerja yang termuat dalam
Renstra SKPD. Dan selanjutnya, indikator kinerja Renja SKPD harus
didukung oleh indikator-indikator kinerja yang dimuat dalam RKA SKPD.
Adanya keselarasan indikator kinerja ini secara logis akan dapat
mengaitkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai yang dicantumkan dalam
dokumen perencanaan strategis (Renstra SKPD) dengan kegiatan-kegiatan
operasional yang dilaksanakan SKPD.

4

Dengan demikian, pelaksana anggaran akan menggunakan anggaran yang
mereka miliki dengan seefisien mungkin sehingga mencapai target yang
ditentukan, karena tidak lagi bertanggungjawab atas item-item
pengeluaran, melainkan kualitas dan kuantitas hasilnya. Pelaksana
anggaran juga membutuhkan fleksibilitas yang lebih besar, mereka

dibebaskan untuk memilih belanja-belanja yang diperlukan sehingga lebih
efisien dengan menabrak batasan-batasan yang sebelumnya ada pada
Traditional Management.
Namun persyaratan tersebut belum diakomodir oleh peraturan perundangundangan di Indonesia, penyusunan struktur anggaran APBD di Indonesia
masih disusun menurut Line Item Budgeting. Hal ini berimplikasi pada
kontrol yang ketat pada input sehingga kurangnya fleksibilitas manajer
publik, sehingga manajer publik tidak memiliki otoritas penuh terhadap
pelaksaan pengeluaran anggaran.
B. New Publik Management
Sesuai pernyataan Hughes (1998), dalam Hendra 2011, New Publik
Management(NPM) adalah adanya perubahan yang mendasar administrasi
publik tradisional dengan memberikan perhatian yang besar pada
pencapaian hasil; pergeseran dari birokrasi klasik untuk membuat
organisasi, pegawai dan persyaratan kepegawaian lebih fleksibel;
Penetapan sasaran organisasi dan personal secara jelas dan ada indikator
untuk mengukurnya. Fungsi-fungsi pemerintah bisa dicoba dilaksaankan

5

oleh pasar dan mengurangi peran pemerintah melalui privatisasi. Dan

NPM memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
 Berorientasi pada pemberian desentralisasi.
 Pendekatan manajemen yang komprehenshif dan terpadu.
 Menekankan pada konsep uang (VFM).
 Pengawasan pada kinerja output.
 Penentuan dan pembuatan prioritas tujuan.
 Pendekatan yang sistematis atau rasional dalam pengambilan
keputusan.
Berdasarkan karakteristik NPM diatas yang menjadi dasar pelaksanaan
NPM di Indonesia. Walaupun dalam realitasnya saat ini belum
diimplementasikan secara penuhdengan pendekatan penganggaran
berbasis kinerja (Performance Based Budgeting).
Penganggaran berbasis kinerja meupakan pendekatan sistematis dalam
menyusun anggaran yang mengaitkan pengeluaran yang dilakukan
organisasi sektor publik dengan kinerja yang dihasilkannya dengan
menggunakan informasi kinerja.PBB Mengalokasikan sumber daya pada
program, bukan unit organisasi semata dan memakai output measurement
sebagai indikator kinerja organisasi. Pengaitan biaya dengan output
organisasi merupakan bagian integral dalam berkas atau dokumen
anggaran.

Syarat mendasar dalam penerapan bentuk sederhana penganggaran
berbasis kinerja adalah Informasi mengenai sasaran dan hasil dari

6

pengeluaran pemerintah dalam bentuk indikator kinerja dan evaluasi kerja
sederhana dan proses penyusunan anggaran yang dirancang untuk
memfasilitasi penggunaan informasi tersebut.
Dalam pengimplementasian anggaran pemerintah daerah saat ini belum
sepenuhnya berjalan sesuai dengan syarat-syarat yang seharusnya. Dapat
dilihat dari beberapa hal, yaitu:
1. Keterbatasan Dana
Perencanaan anggaran daerah lebih kecil dari dana yang akan
digunakan dalam pengimplementasian program. Sehingga
menghambat terlaksananya program dan terkadang program
menjadi tidak terlaksana sesuai dengan rencana. Hal ini tidak lepas
dari aparatur terkait yang tidak serius dalam proses pelaksanaan
dan ketidak sesuaian kebutuhan dana.
2. Kurangnya dukungan Legislatif
Dukungan politis yang kuat dan konsisten dari legislatif sangat

penting dalam memulai penerapan PBB pada pemerintah daerah.
Legislator seharusnya terlibat dalam menetapkan tujuan,
pembangun indikator kinerja, mentau proses dan mengevaluasi
hasil. Perbedaan pendapat tentang reformasi anggaran antara
eksekutif dan legislatif menyebabkan tidak berhasilnya
penganggaran kinerja dari pelaksana anggaran.

7

3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia
Kapasitas admisistrasi pemerintahan yang belum memadai karena
belum mampu menerjemahkan konsep-konsep PBB kepraktekpraktek birokrasi pemerintahan. Hal ini mencerminkan bahwa
ketidak mampuan sumber daya manusia dalam menghadapi
pendekatan ini.
4. Kelemahan Data Kinerja
Kurangnya data yang dibutuhkan pada saat yang telat menjadi
kendala dalam merumuskan indikator kinerja dan pendekatan
target kinerja.

C. Studi Kasus Implementasi Anggaran Daerah Provinsi Lampung

Berdasarkan laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja
Pemerintah Provinsi Lampung tahun 2013 pendapatan yang dihasilkan
tidak memenuhi target anggaran.Jumlah pendapatan asli daerah yang
dianggarkan sebesar 2,1 triliun rupiah, namun yang dihasilkan pada akhir
tahun anggaran sebesar 1,7 triliun rupiah.Dari sumber pendapatanpendapatan daerah yang tidak memenuhi anggaran dalam pencapaiannya
adalah pendapatan pajak daerah, dari anggaran yang dapat dihasilkan
sebesar 1,9 triliun rupiah, namun yang dapat dihasilkan hanya 1,5 triliun
rupiah.
Pada pendapatan transfer, jumlah pendapatan transfer yang dianggarkan
sebesar 1,4 triliun rupiah, namun dalam realisasinya yang didapatkan
8

sebesar 1,3 triliun rupiah. Jadi jumlah pendapatan daerah provinsi lampung
berdasarkan tabel yang dianggarkan adalah sebesar 4,4 triliun rupiah,
namun pada realisasinya yang didapatkan hanya sebesar 3,8 triliun rupiah.
Realisasi belanja daerah provinsi lampung dapat dilihat pada tabel laporan
realisasi anggaran pendapatan dan belanja Pemerintah Provinsi
Lampung.belanja daerah mengalami defisit sebesar 17,4 miliar rupiah dari
jumlah yang dianggarkan. Untuk menutupi defisit anggaran tersebut
menggunakan SILPA sebagai penerimaan pembiayaan.

Dalam realisasi anggaran daerah tersebut banyak faktor yang
mempengaruhi tidak tercapainya target anggaran. Keterbatasan sumber
daya manusia, keterbatasan dana, kelemahan data kinerja, kurangnya
dukungan legislatif. Keterbatasan dana, yaitu dana yang dianggarkan lebih
kecil dari dana yang akan digunakan dalam pengimplementasian program.
Kurangnya dukungan legislatif, yaitu legislator seharusnya terlibat dalam
menetapkan tujuan, pembangunan indikator kerja, mantau proses dan
mengevaluasi hasil perbedaan pendapat tentanf reformasi anggaran antara
eksekutif dan legislatif yang menyebabkan tidak berhasilnya penganggaran
kinerja dari pelaksana anggaran.
Keterbatasan sumber daya manusia, yaitu kapasitas administrasi
pemerintah yang belum memadai menyebabkan ketidakmampuan sumber
daya manusia dalam menghadapi pendekatan ini. Dan faktor terakhir
adalah kelemahan data kinerja, yaitu data yang dibutuhkan dalam

9

pengimplementasian program telat didapatkan sehingga menajadi kendala
dalam merumuskan indikator kinerja dan pendekatan target kinerja.


10

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Meningkatnya tuntutan masyarakat atas akuntabilitas anggaran pemerintah
daerah menyebabkan terjadinya reformasi dalam penyusunan anggaran.
Perubahan anggaran tradisional menjadi anggaran New Public
Management dengan pendekatan Performance Based Budgeting tidak
serta merta diimplementasikan secara penuh. Hal itu disebabkan karena
pemerintah tidak siap menghadapi perubahan yang terjadi. Hal ini terlihat
dari ketidaksiapan sumber daya manusia, keterbatan dana, kelemahan data
kinerja dan kurangnya dukungan legislatif. Prediksi yang tidak tepat
terhadap estimasi anggaran pemerintah daerah yang akan digunakan dalam
program. Sehingga menyebabkan perencanaan dan implementasi faktual
tidak sesuai dengan yang diharapkan.

B. Saran
Dari tinjauan diatas, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan beberapa
saran dibawah ini:
1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia. Hal ini dapat dilakukan
dengan pelatihan-pelatihan terhadap pegawai.

11

2. Menempatkan sumber daya manusia sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki “Right Man In Right Place”.
3. Sebaiknya estimasi perencanaan anggaran dalam pembuatan
program yang tepat.
4. Sebaiknya penyadiaan data yang lengkap dan waktu sesuai dengan
yang ditetapkan.
5. Sebaiknya tujuan perencanaan dan penggunaan anggaran
pemerintan antara eksekutif dan legislatif diselaraskan sehingga
penganggaran kinerja dari pelaksanaan anggaran dapat berhasil.

12

13