PUPPET DOLL KARDUS BEKAS SEBAGAI WUJUD

“PUPPET DOLL KARDUS BEKAS” SEBAGAI WUJUD
PENGEMBANGAN SENI DAN BUDAYA INDONESIA
UNTUK MENGHADAPI DEGRADASI MORAL

Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi
ESSAY NASIONAL
FESTIVAL ILMIAH MAHASISWA 2014
STUDI ILMIAH MAHASISWA UNS

Diusulkan Oleh
Imada Cahya Septiyaningsih (3101412004)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2014

Tujuan pembangunan adalah untuk mensejahterakan masyarakat yang
mencakup pada aspek fisik maupun non-fisik. Tetapi yang perlu digarisbawahi
adalah pembangunan fisik kurang berguna secara maksimal jika pembangunan
Sumber Daya Manusia (SDM) masih belum optimal. Kecerdasan saja tidak cukup
untuk membangun SDM karena moral manusia sangat penting untuk proses

pembangunan. Pendidikan merupakan strategi yang tepat untuk membangun
karakter dan moral.
Mengingat era globalisasi yang semakin berkembang bahkan seolah
mendarah daging dalam generasi muda membuat perkembangan dan kemajuan
teknologi memiliki dampak positif dan negatif. Manusia yang memiliki karakter
positif maka akan memanfaatkan dan mengelola teknologi secara optimal dan
sebaik-baiknya. Namun teknologi akan menjadi masalah saat dikelola oleh
Sumber Daya Manusia yang memiliki karakter negatif. Sehingga karakter menjadi
satu-satunya solusi permasalahan bangsa Indonesia, terutama dalam degradasi
moral. Kondisi degradasi moral sangat memprihatinkan, hal ini terbukti dengan
adanya

peristiwa

yang

merusak

pembangunan


secara

fisik.

Ironisnya

pembangunan tersebut dirusak oleh masyarakat terutama oleh generasi muda
dalam berbagai peristiwa demonstrasi seperti kerusuhan, tawuran, bahkan korupsi
dan lain sebagainya. Padahal jika kita menelaah dengan adanya kemajuan IPTEK
sangat membantu untuk menghadapi dunia secara secara global. Tetapi akibat
karakter-karakter dari generasi muda yang belum terbentuk secara optimal
menuntut agar pendidikan harus lebih diperhatikan. Karena peran pendidikan
adalah untuk membangun masyarakat yang lebih dewasa agar bisa memecahkan
konflik atau perbedaan pendapat dengan cara damai. Pendidikan juga merupakan
sarana untuk membangun masyarakat karena pendidikan merupakan proses yang
bertanggung jawab dalam melahirkan warga negara Indonesia yang memiliki
karakter kuat sebagai modal dalam membangun peradapan yang berkualitas dan
unggul.
Tetapi pendidikan tidak cukup diberikan dalam pengetahuan secara formal.
Pendidikan yang dimaksud adalah dapat membentuk dan membangun sistem

keyakinan

dan

karakter

kuat

setiap

peserta

didik

sehingga

mampu

mengembangkan potensi diri dan dapat menemukan tujuan hidupnya. Karena


ditengah-tengah proses pembangunan dan perkembangan dunia yang begitu cepat
serta semakin kompleks menuntut agar prinsip-prinsip pendidikan dapat
membangun etika, nilai dan karakter generasi muda dengan cara yang kreatif
sehingga mampu mengimbangi perubahan kehidupan.
Bangsa Indonesia yang dikenal dengan bangsa yang beradab dan
bermartabat kini hampir hilang akibat sejumlah peristiwa yang mengarah pada
degradasi moral. Akibat perkembangan globalisasi yang tidak seimbang, maka
virus globalisasi terus menggerogoti bangsa ini. Ironisya, secara tidak sadar kita
mengikuti arus tersebut, hal ini dibuktikan dengan adanya penuntutan kemajuan di
era global tanpa memandang lagi aspek kesantunan budaya di negeri ini. Akibat
dari kemajuan IPTEK, maka dewasa ini seolah memandang dunia tidak memiliki
batas lagi. Contohnya adalah masuknya kebudayaan modern membuat
kebudayaan tradisional semakin terpinggirkan. Berawal dari ketidakseimbangan
tersebut maka moral generasi muda di Indonesia semakin jatuh dan rusak.
Buktinya adalah banyak perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan norma
serta nilai sosial. Paradigma tersebut dapat dikatakan sebagai degradasi moral
yang intinya adalah penurunan suatu kualitas.
Di era yang semakin modern ini banyak orang yang dapat mengenyam
pendidikan setinggi mungkin, tetapi pertanyaannya adalah apakah orang tersebut
sudah pasti berpendidikan dan berkarakter baik? Belum tentu, karena semua orang

dapat memperoleh pendidikan dan mendapat gelar sarjana, diploma atau bahkan
profesor. Namun apalah arti gelar tersebut jika pendidikan karakter masih belum
terimplementasi secara maksimal.
Kondisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) hingga saat ini terus
berkembang, tetapi dari kemajuan tersebut tidak hanya memiliki dampak positif
saja, tetapi juga dampak negatif. Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan
oleh bangsa Indonesia kini memang sudah memadai secara kuantitas, tetapi dari
segi kualitas SDM masih sangat perlu ditingkatkan agar dapat berkompetisi
hingga taraf Internasional. Tetapi yang perlu ditekankan agar SDM dapat
menghasilkan output yang optimal dan maksimal adalah etika, moral, sopan
santun dan mampu berinteraksi dengan masyarakat secara baik dengan tetap
memegang teguh kepribadian bangsa. Seperti yang sudah penulis uraikan di atas,

bahwasannya

apalah

arti

gelar


jika

nilai-nilai

karakter

masih

belum

diimplementasikan secara optimal terutama terhadap generasi muda. Sehingga
seiring dengan berjalannya waktu dan era globalisasi yang semakin modern maka
banyak generasi muda yang menyalahgunakan IPTEK.
Oleh sebab itu, pendidikan adalah kunci utama untuk menghadapi persoalan
terkait dengan degradasi moral, karena pendidikan merupakan usaha untuk
membangun peradaban bangsa. Pendidikan tidak hanya diperoleh dari kegiatan
belajar mengajar secara formal, namun juga bisa melalui proses non formal.
Pendidikan karakter merupakan kunci utama untuk bisa membangun bangsa
Indonesia untuk bisa menjadi unggul dan berprestasi, karena pendidikan karakter

merupakan pendidikan alternatif untuk dapat membentuk kepribadian karena
mengingat era modernisasi seolah sudah menguasai sepak terjang generasi muda.
Paradigma tersebut dibuktikan dengan minimnya pengetahuan sejarah dan
kesenian budaya lokal. Mereka justru cenderung lebih tahu perkembangan budaya
modern dibandingkan dengan budaya tradisional. Pendidikan karakter tidak hanya
sekedar diberikan melalui teori belaka, melainkan praktek secara nyata sehingga
generasi muda dapat benar-benar memahami dan merasakan secara langsung.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai sistem pendidikan
nasional

menyebutkan

bahwa

pendidikan

nasional

berfungsi


untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan definisi
pendidikan menurut UU SPN (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) No.
20/2003 bab i pasal 1:1 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan karakter juga
sudah mencakup di dalam tujuan pendidikan nasional.
Pengetahuan dan perkembangan sejarah sangat penting guna mencapai
tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai karakter yang terkandung di dalam
pengetahuan sejarah dapat menumbuhkan jiwa nasionalisme dan patriotisme pada
generasi muda. Menurut istilah, sejarah berasal dari kata syajarrotun yang artinya

pohon atau silsilah. Analoginya adalah akar diibaratkan sebagai generasi muda.
Secara logika, jika akar di dalam pohon saja tidak sehat dan kuat, maka pohon
tersebut akan rentan dan mudah tumbang. Begitu pula dengan generasi muda, jika
pendidikan karakter tidak ditanamkan sejak dini, maka tidak menutup

kemungkinan jika kondisi degradasi moral semakin parah. Sehingga untuk dapat
mewujudkan tujuan pendidikan nasional mahasiswa memiliki peran aktif dan
penting, karena mahasiswa bukan hanya agent of change tetapi juga dirrect of
change. Mahasiswa tidak hanya sebagai agen perubahan namun juga agen

penggerak dimana mereka harus bisa berpikir kreatif dan inovatif dalam mengisi
pembangunan dan wujud implementasi dari pendidikan karakter.
Salah satunya adalah dengan melalui sosialisasi dan pelatihan-pelatihan
kepada masyarakat secara menyeluruh. Mengingat keadaan seni tradisional yang
semakin termakan oleh zaman, maka kegiatan pengabdian masyarakat dianggap
sangat penting untuk dapat mensosialisasikan bahwa kesenian tradisional masih
perlu dilestarikan karena hal tersebut merupakan budaya Indonesia. Seiring
dengan perjalanan sejarah mencatat bahwa seni pertunjukan wayang telah
memberikan arti penting bagi kehidupan bermasyarakat.
Untuk mengatasi degradasi moral yang semakin tidak seimbang, maka
kegiatan pengabdian masyarakat dapat membantu untuk membuka pikiran
masyarakat terutama pada generasi muda agar dapat mengetahui betapa
pentingnya pendidikan dan kesenian tradisional.
Sering kali kita melihat kardus bekas dimana-mana dan seolah tidak
memiliki nilai penting. Pemulung hanya menjual kemudian biasanya didaur ulang,

padahal kardus bekas memiliki nilai jual yang sangat tinggi jika kita dapat
mengelolanya secara tepat dan inovatif. Oleh sebab itu, pembuatan wayang
dengan menggunakan kardus bekas mampu menumbuhkan kesadaran sejarah dan
dapat mengimplimentasikan pendidikan karakter secara nyata. Wayang yang
terbuat dari kardus bekas ini mampu mengimbangi kondisi degradasi moral yang
kini semakin memprihatinkan. Melalui pelatihan dan pengabdian, mindset atau
pola pikir masyarakat terutama generasi muda bisa sadar bahwasannya barang
bekas juga mampu menghasilkan karya inovatif untuk melestarikan kebudayaan
Indonesia. Karena seni pertunjukkan wayang dapat menuntun masyarakat menjadi

kepribadian yang bermoral. Pengabdian masyarakat ini dapat dilaksanakan
diberbagai tempat, misalnya di Desa Kandri Kecamatan Gunungpati Semarang.
Desa Kandri bisa disebut dengan desa wisata, karena di tempat ini terdapat goa
kreo dan memiliki sejarah yang sangat unik. Barang bekas menjadi sasaran dalam
pengabdian masyarakat ini karena untuk menumbuhkan moral yang berkualitas
tidak hanya dinilai dari teori saja, tetapi juga dari aspek kebiasaan. Tak jarang
orang beranggapan bahwa barang bekas tidak penting karena merupakan sampah
yang tidak terpakai lagi. Sehingga mahasiswa harus berperan aktif dalam hal ini,
pengumpulan barang bekas dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengajak
masyarakat hidup bersih dan sehat.

Tiga wujud kebudayaan menurut koenjaraningrat berupa ide atau gagasan,
aktivitas dan artefak. Berawal dari ide atau gagasan, mahasiswa dapat membuat
karya berupa pelatihan pembuatan wayang dengan media kardus bekas. Aktivitas
mahasiswa dapat dibuktikan dengan sosialisasi di Desa Kandri dan mengajak
warga serta generasi muda untuk ikut dalam kegiatan tersebut. Sedangkan wujud
yang ketiga berupa artefak, yakni hasil dari sosialisasi tersebut. Dengan adanya
sosialisasi dan pelatihan diharapkan masyarakat Desa Kandri dapat membuat
wayang secara mandiri.

DAFTAR PUSTAKA
Chasanah, Ida Nurul, dkk. 2008. Pembentukan Karakter Anak Menurut Teks
Cerita Rakyat Ranggana Putra Demang Balaraja: Kajian Pragmatik Sastra.
Jurnal Penelitian Dinas Sosial Vol. 7, No. 1, April 2008.
Muchlas, Samani. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung:
Remaja Rosada Karya.
Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan. Penerbit: PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2001.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Raka, I Gede. 2006. Pendidikan untuk Membangun Karakter. Bandung: FTI
Institut Teknologi Bandung.
Subagyo. 2010. Membangun Kesadaran Sejarah. Semarang:Widya Karya
Semarang.
UU Standar Nasional pendidikan No. 20 tahun 2003

BIODATA
Imada Cahya Septiyaningsih, kelahiran Tegal, 22 September 1994
mahasiswi Universitas Negeri Semarang jurusan sejarah, program studi
pendidikan sejarah semester 5. Hobinya adalah membaca, menulis, dan menari.
Organisasi yang sedang diikuti adalah Komunitas Ilmu Sosial untuk Seni (KISS)
sebagai pelatih tari tradisional dan English and Research Community (ERC)
sebagai kadep bahan ajar. Cita-citanya adalah menjadi guru yang inspiratif dan
inovatif. Prestasi yang pernah diraih adalah peserta Pimnas 26 Universitas
Mataram 2013, juara 1 lomba orasi sejarah FIS Unnes 2013, dan juara 1 penelitian
dan pengabdian di National Research Camp (Narescamp) 2014. Motto hidupnya
adalah “Nothing impossible to be happen, because where there is a will there is a
way.”