Dampak Keberadaan Waralaba Minimarket te (1)

Dampak Keberadaan Waralaba Minimarket terhadap
Kelangsungan Bisnis Toko di Sekitarnya: Berdasarkan
Penelitian di Beberapa Kota pada Kurun Waktu 2012

Dosen Pembimbing:
Drs. Eddy Sugiri, M.Hum.

Diusulkan Oleh:

BAYU AKSAN Z

NIM: (041211331006)

DEDI RAHMAN

NIM: (041211331025)

JEFFRY KURNIAWAN

NIM: (041211331046)


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2012

ABSTRACT
Rule is made to consider microeconomy in its area. With minimarket wide spread out,
The Local government of Surabaya publishes Regent’s Regulation Number 16 Year 2007.
This regulation’s purpose is to control the minimarket establishment and protect traditional
trader. The growth of modern stores, especially minimarket type, recently has grown up in
big cities.
Since the distance between traditional retail and the minimarket is in a same range of
services, it will influence the community preferences in determining a place to shop. Each
trading facilities, both traditional and modern retail has their advantages and disadvantages
based on the variables assessed by the consumer. There is a changes of trend in shopping
destination selection preferences before and after the expansion of minimarket in the city of
Surabaya.
The purpose of this study is to investigate the characteristics of traditional retail and
minimarket, public perception and preference towards them, and also to understand the
impact of the minimarket existence to the traditional retail associated. For that reason, it is

necessary to survey the implementation of this policy with the reality in the field and the
impact of minimarket establishment toward traditional trader.
Keywords : Microeconomy, Minimarket, Regulation, Impact, Traditional retail

i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehubungan dengan
terselesaikannya makalah dengan judul Dampak Keberadaan Waralaba Minimarket
terhadap Kelangsungan Bisnis Toko di Sekitarnya: Berdasarkan Penelitian di Beberapa
Kota pada Kurun Waktu 2012

ini. Makalah ini kami harap dapat memberikan banyak

informasi mengenai keadaan bisnis toko di sekitar bisnis waralaba minimarket.
Di samping itu kami juga membahas lebih dalam lagi mengenai bisnis waralaba. Isi
dari makalah ini kami perjelas dengan data-data yang didapat dari studi pustaka yang
kemudian dikembangkan secara pribadi oleh tim kami dengan memperhatikan keaslian data
tanpa menyertakan unsur plagiarisme.
Kami berharap dengan terselesaikannya makalah ini pembaca dapat menangkap

pemahaman kami dan memperoleh informasi-informasi baru yang berkaitan dengan apa yang
kami ungkap dan bahas melalui studi pustaka yang kami torehkan dalam tulisan ini. Terima
kasih atas kesediannya untuk membaca makalah kami ini dan semoga segala informasi yang
tertera di dalam makalah ini dapat dimanfaatkan dengan baik.

Surabaya, 28 September 2012

Tim Penulis

ii

DAFTAR ISI

ABSTRACT ………………………………………………………………………

i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………

ii


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..

iii

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………..

iv

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….

v

Bab I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………

1

1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………..


2

1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………………

2

1.4. Tinjauan Pustaka ……………………………………………………

2

Bab II MANFAAT DAN METODE PENELITIAN
2.1. Manfaat Penelitian ………………………………………………….

5

2.2. Metode Penelitian …………………………………………………..

5

Bab III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Penelitian ……………………………………………………..

10

3.2. Pembahasan …………………………………………………………

14

Bab IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan …………………………………………………………

22

4.2. Saran ………………………………………………………………..

23

DAFTAR PUSTAKA

25


iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jawaban narasumber pemilik toko ……..………………………..

11

Tabel 2. Perbandingan harga barang di minimarket dan toko …………….

12

Tabel 3. Perkembangan usaha waralaba di Indonesia …………………….

19

iv

DAFTAR GAMBAR


Gambar 1. Fenomena Minimarket di Indonesia ……………………….

1

Gambar 2. Produk yang dijual di Minimarket ………………………….

13

Gambar 3. Penandatanganan franchisee Indomaret ……………………

14

v

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.


LATAR BELAKANG

Gambar 1. Fenomena Minimarket di Indonesia
Permintaan masyarakat akan barang konsumsi mengakibatkan banyak
penawaran diberikan kepada masyarakat baik melalui cara-cara sederhana maupun
modern. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya masyarakat yang menjajakan barangbarang makanan, sayuran, minuman, dan sebagainya kepada masyarakat baik dengan
cara mendatangi konsumen langsung ataupun membuka warung/toko di sepanjang
jalan bahkan banyak bermunculan toko modern yang menawarkan sistem belanja di
tempat.
Minimarket menawarkan konsep recreational shopping atau wisata belanja
yang tidak jauh dari rumah. Minimarket pun dilengkapi dengan sejumlah fasilitas,
seperti mesin anjungan tunai bank swasta maupun BUMN, penarikan uang tunai, dan
pembayaran menggunakan kartu debit, bahkan beberapa minimarket dilengkapi
dengan

permainan

anak-anak,

serta


beberapa

promosi

atau

penawaran

bonus/keuntungan lainnya yang ditawarkan. Bagi beberapa masyarakat belanja di
minimarket dapat meningkatkan prestise. Kemudahan, kebersihan, kenyamanan serta

1

berbagai fasilitas tersebut dapat memalingkan masyarakat yang biasa berbelanja di
pasar tradisional maupun warung untuk berbelanja di minimarket.
Dengan memperhatikan segala fakta yang tertulis di atas, kami membuat
makalah penelitian studi pustaka ini untuk mencari segala informasi mengenai
keorganisasian, manuver, dan cara penyusunan organisasi waralaba minimarket. Kami
juga akan menelaah penerapan dasar-dasar manajemen yang dipakai minimarket

secara umum dalam berbisnis serta Menjelaskan dengan rinci manuver bisnis mereka
ditambah dengan pembahasan struktur organisasi dari bisnis tersebut.
Secara tidak langsung, kehadiran minimarket juga memperlihatkan bahwa
kapitalisme mulai menjajah ke Indonesia, padahal secara tekstual Indonesia menganut
sistem perekonomian Pancasila yang berasaskan kekeluargaan (koperasi). Sistem
kapitalisme sangat menguntungkan bagi pemilik modal. Kapitalisme memberikan
keleluasaan para pemilik modal untuk menjalankan perekonomian yang bertujuan
mencari keuntungan sebesar-besarnya, maka pemilik modal besar akan memiliki
kesempatan seluas-luasnya dalam mengembangkan sayap perekonomian tetapi bagi
pedagang tradisional yang memiliki modal kecil sulit bersaing dengan minimarket
akan merugi hingga akhirnya bangkrut atau gulung tikar.

1.2.

RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut, dapat kami rumuskan beberapa perumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah bisnis waralaba minimarket itu? Dan bagaimana kebijakan dan aturanaturan yang dipakai oleh bisnis tersebut?
2. Bagaimana

pengaruh

keberadaaan

waralaba

minimarket

terhadap

kelangsungan bisnis toko di sekitarnya?
3. Apa peranan pemerintah yang diharapkan pada kelangsungan bisnis waralaba
minimarket dan toko sekitar?

2

1.3.

TUJUAN PENELITIAN
Beberapa tujuan yang menjadi sasaran kami, dapat kami jabarkan sebagai berikut:
1. Menganalisis dan menjelaskan secara singkat jalan bisnis waralaba
minimarket dalam mempraktekkan menajemen yang efektif.
2. Menganalisis dan menjabarkan bagaimana pengaruh waralaba minimarket
terhadap kelangsungan bisnis toko di sekitarnya.
3. Menganalisis peran pemerintah terhadap kelangsungan bisnis waralaba
minimarket.

1.4.

TINJAUAN PUSTAKA
Ada dua sumber yang kami jadikan tinjauan pustaka, yaitu :
1. Pendapat Para Ahli Ekonomi Mengenai Bisnis Waralaba Nasional
Menurut Hotma P.D. Sitompoel SH., M.Hum. pengaturan waralaba di
Indonesia diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 2007 Tentang Waralaba (“PP Waralaba”). Menurut pasal 1 angka 1 PP
Waralaba, Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan
atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka
memasarkan barang dan/atau jasa yang terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan
dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Sejumlah pakar juga ikut memberikan definisi terhadap waralaba.
Campbell Black dalam bukunya Black’’s Law Dict menjelaskan franchise sebagai

sebuah lisensi merek dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk menjual
produk atau service atas nama merek tersebut.
David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai sebuah sistem

pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee)
yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh
franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor.
Sedangkan menurut Reitzel, Lyden, Roberts & Severance, franchise
definisikan sebagai sebuah kontrak atas barang yang intangible yang dimiliki oleh
seseorang (franchisor) seperti merek yang diberikan kepada orang lain
(franchisee) untuk menggunakan barang (merek) tersebut pada usahanya sesuai
dengan teritori yang disepakati.
3

2. Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pendirian Bisnis Waralaba Minimarket
Dalam penelitian ini kami menggunakan beberapa peraturan pemerintah
dan pemerintah daerah sebagai acuan dalam mengembangkan penelitian tersebut.
Ketentuan-ketentuan yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis
waralaba adalah sebagai berikut.


Keputusan

Menteri

Perindustrian

dan

Perdagangan

RI

No.

259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara









Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
Peraturan

Menteri

Perindustrian

dan

Perdagangan

RI

No.

31/M-

DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Peraturan Bupati No.16 Tahun 2007 sebagai upaya untuk melindungi
wirausahawan.

4

BAB II
MANFAAT DAN METODE PENELITIAN

2.1.

MANFAAT PENELITIAN
Bagi Pembaca :
1. Mengenal bisnis waralaba minimarket secara lebih dalam.
2. Memahami

penggunaan

aturan-aturan

dalam

pendirian

bisnis

waralaba

minimarket.
3. Memahami dampak berdirinya waralaba minimarket terhadap kelangsungan bisnis
toko-toko di sekitarnya.
4. Memahami

peranan pemerintah terhadap

kelangsungan bisnis

waralaba

minimarket.

Bagi Pemilik Bisnis Waralaba :
1. Mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem bisnis waralaba minimarket.
2. Menelaah dampak positif maupun negatif bisnis waralaba minimarket terhadap
bisnis toko sekitarnya.

2.2. METODE PENELITIAN
1. Bidang Penelitian
Penelitian dengan judul Dampak Keberadaan Waralaba Minimarket
terhadap Kelangsungan Bisnis Toko di Sekitarnya: Berdasarkan Penelitian di
Beberapa Kota pada Kurun Waktu 2012 ini memusatkan pada bidang penelitian dari

sudut pandang ekonomi dan sosial. Kemudian diperluas tiap bidangnya dengan
memadukan survei langsung dan data pustaka mengenai materi dan bidang terkait.
Dari sudut pandang ekonomi penulis menggunakan beberapa sumber untuk
mengambil teori-teori dasar yang nantinya akan digunakan untuk menelaah pengaruh
dari bisnis waralaba minimarket.
5

Untuk sudut pandang sosial akan diambil beberapa data dari survei langsung
ke pemilik toko. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait, diharapkan
data yang valid mengenai dampak sosial-ekonomi dari permasalahan yang kami bahas
mampu didapatkan dan ditelaah secara keilmuan.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk penelitian di kota Surabaya dilakukan langsung ke pemilik toko di
sekitar tempat didirikannya minimarket. Jarak antara toko tersebut dengan minimarket
tidak lebih dari 10 meter. Jadi pengaruh adanya minimarket dapat dirasakan jelas oleh
pemilik toko. Mengenai deskripsi surveinya antara lain sebagai berikut :
Nama

: Toko Selamat Jaya

Alamat : Jalan Menur No.2, Surabaya
Pemilik : Bu Martini
Waktu

: Sabtu, 13 Oktober 2012, pukul 15.00 WIB

Sedangkan penelitian di 2 kota di luar Surabaya (Madiun dan Jakarta) agar
lebih efisien dan memudahkan jalannya survei, penulis melakukan wawancara via
telepon. Adapun deskripsi surveinya sebagai berikut :
Nama

: Toko Bu Basuki

Alamat : Jalan Serayu 7A, Pandean, Kota Madiun
Pemilik : Ibu Basuki
Waktu

: Minggu, 14 Oktober 2012, pukul 09.00 WIB

Nama

: Toko Grosir Taufik

Alamat : Jalan Serdang Baru Raya No.14, Kemayoran, Jakarta Pusat
Pemilik : Bapak Taufik
Waktu

: Minggu, 14 Oktober 2012, pukul 20.00 WIB

6

3. Metode Penelitian
Metode yang kami gunakan dalam membahas dan mencari informasi
mengenai makalah ini kami menggunakan beberapa metode, antara lain :
a. Survei langsung
Survei dengan mengambil narasumber dari pemilik atau pramuniaga di tokotoko dengan radius 1 km dari minimarket. Untuk mencapai keakuratan data
penelitian yang tajam penulis mengambil narasumber dari 3 toko yang berbeda
dari 3 kota yang berbeda pula.
Pengambilan narasumber toko dari 3 kota yang berbeda diharapkan dapat
mempertajam hasil penelitian sehingga pengaruh adanya minimarket terhadap
toko sekitar dapat didata dan ditelaah lebih dalam.
Dengan begitu dari segi ruang dan waktu penelitian ini mampu membaca
keadaan bisnis dan ekonomi mengenai permasalahan yang terkait dengan wilayah
atau region yang lebih luas.

b. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan memanfaatkan dua sumber, yaitu buku dan
internet. Mengenai daftar website dan sumber-sumber internet terkait dapat
pembaca temukan di daftar pustaka.
Sumber pustaka lain yang terkait penulis ambil dari beberapa buku mengenai
aturan Perda dan PP (Peraturan Pemerintah) mengenai pendirian bisnis waralaba
minimarket.

4. Alat Pengumpulan Data
Penelitian dengan dasar metode penelitian survei langsung dan studi pustaka
yang penulis lakukan nantinya akan dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang
kompeten untuk tiap-tiap metodenya.
Untuk metode survei langsung kami menggunakan tabel pertanyaan yang
nantinya aka dijadikan dasar dalam mengumpulkan data dari metode survei
langsung tersebut.

7

Pertanyaan bersifat essay dan dijawab dengan pendapat langsung dari
narasumber. Penulis menggunakan lima buah pertanyaan yang masing-masing
pertanyaan terkait dengan pengaruh bisnis waralaba minimaket terhadap
kelangsungan bisnis toko di sekitarnya.
Hasil wawancara kami didasarkan atas jawaban dari lima pertanyaan yang
sama untuk setiap toko, antara lain:
1. Bagaimana perbandingan harga barang-barang pokok di Toko dan minimarket ?
2. Bagaimana perubahan jumlah pelanggan setelah adanya minimarket ?
3. Bagaimana pengaruh adanya minimarket terhadap omset anda ?
4. Apakah Barang yang penjualannya naik atau turun setelah adanya minimarket ?
5. Bagaimana peranan pemerintah yang anda inginkan dalam menstabilkan bisnis
waralaba minimarket agar tidak menggangu kelangsungan bisnis toko di
sekitarnya ?

5. Sumber Data.
Metode penelitian dengan cara survei langsung mengambil data dari
narasumber sebagai pemilik atau pramuniaga dari toko di sekitar berdirinya
minimarket. Dan sudah dijelaskan di sub-bab sebelumnya bahwa demi keakuratan
penulis mengambil sumber dari tiga toko yang berbeda dari tiga kota yang
berbeda pula.
Sumber data internet yang akan melengkapi penelitian ini diambil penuli dari
beberapa website yang terkait. Mengenai profil dan keterangan lebih jelas
mengenai sumber data internet dapat pembaca temukan di daftar pustaka nanti.

6. Teknik Analisis Data.
Survei langsung menjadi tahap pertama dari penumpulan data. Dari surveisurvei tersebut akan didapatkan data asli dari narasumber yang valid dan mampu
memperkokoh penelitian.
Tahap selanjutnya ialah pembuatan tabel hasil survei dan wawancara. Terdiri
dari lima pertanyaan dengan jawaban essay dari narasumber langsung.
Pengumpulan data pustaka menjadi sumber data kedua yang akan melengkapi
penelitian sekaligus sebagai referensi dari penarikan data.
8

Setelah tahap-tahap tersebut penulis mengumpulkan semua data dari berbagai
metode yang digunakan. Setelah itu pembahasan akan dilakukan penulis dimulai
dari menelaah hasil wawancara. Dilanjutkan dengan memberi data dan fakta
mengenai aturan Perda dan PP (peraturan pemerintah) terkait pendirian sebuah
minimarket.
Penarikan kesimpulan dari seluruh isi pembahasan menjadi terakhir dari
penelitian ini. Disertai saran-saran dari penulis yang didasarkan atas pemecahan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Kebijakan pemerintah lebih
lanjut yang diharapkan dari seluruh makna dan tujuan penelitian ini.

9

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN

3.1.

HASIL PENELITIAN
Tahap penelitian pertama kami ialah survei langsung ke toko kelontong di berbagai

daerah, antara lain di Kota Surabaya, Madiun, dan Jakarta. Di setiap kota kami mengambil
data dari satu toko kelontong.
Identitas toko kelontong yang kami survei antara lain :
1. Nama

: Toko Selamat Jaya

Alamat : Jalan Menur No.2, Surabaya
Pemilik : Bu Martini

2. Nama

: Toko Bu Basuki

Alamat : Jalan Serayu 7A, Pandean, Kota Madiun
Pemilik : Ibu Basuki

3. Nama

: Toko Grosir Taufik

Alamat : Jalan Serdang Baru Raya No.14, Kemayoran, Jakarta Pusat
Pemilik : Bapak Taufik

Hasil wawancara kami didasarkan atas jawaban dari lima pertanyaan yang sama
untuk setiap toko, antara lain:
1. Bagaimana perbandingan harga barang-barang pokok di Toko dan minimarket?
2. Bagaimana perubahan jumlah pelanggan setelah adanya minimarket ?
3. Bagaimana pengaruh adanya minimarket terhadap omset anda ?
4. Apakah Barang yang penjualannya naik atau turun setelah adanya minimarket?

10

5. Bagaimana peranan pemerintah yang anda inginkan dalam menstabilkan bisnis
waralaba minimarket agar tidak menggangu kelangsungan bisnis toko di
sekitarnya ?

Dari pertanyaan-pertanyaan di atas kami mendapatkan data-data mengenai kondisi
ekonomi toko dilihat dari omset, jumlah pelanggan, perbandingan harga, kuantitas barang
yang laku terjual setelah didirikannya minimarket di sekitar toko. Pendapat serta jawaban dari
para pemilik toko yang kami survei dan wawancarai kami rangkum sebagai berikut:

No.
1.

Toko Selamat

Keterangan
Jumlah

pelanggan

Jaya
toko Menurun

Toko Bu basuki
menurun

Toko Grosir
Taufik
Jelas Menurun,

setelah adanya minimarket di

tapi

daerah tersebut

yang

pelanggan
beli

dengan
berhutang tetap.
2.

Omset toko setelah adanya Menurun

menurun

minimarket di daerah tersebut

Normal, karena
toko saya grosir,
jadi

harga

barang

lebih

murah

dari

supermarket.
3.

Barang

yang

naik Makanan ringan, Makanan ringan, Mie

pembeliannya setelah adanya kopi
minimarket

beras,
mineral

instan, tepung
air dan beras
galon,

instan,

terigu, makanan ringan,
susu bubuk, dan
galon

dan rokok
4.

Barang

yang

turun Minyak goreng, Minyak goreng, Air

mineral

pembeliannya setelah adanya dan gula

minuman, susu kemasan, beras,

minimarket

bubuk,

susu minyak goring,

kaleng,

dan minuman, susu

pasta gigi

kaleng,dan susu
cair

911

5.

Peran

pemerintah

yang Minimarket

diinginkan

dibangun

Minimarket

Membatasi

lebih harus memasang jumlah

jauh dari toko harga produknya minimarket
kelontong

di atas harga di
toko

Tabel 1. Jawaban narasumber pemilik toko

Perbandingan harga beberapa jenis produk yang dijual di warung dan minimarket:

No.

Jenis Produk

Harga
Di minimarket

Di toko kelontong

1

Energen (isi 10)

Rp 12.000

Rp 9.000

2

Minyak goreng 1 Liter

Rp 22.000

Rp 22.500

3

Mie instan

Rp 1.500

Rp 1.300

4

Mizone

Rp 3.400

Rp 3.500

5

Susu Bendera botol cair

Rp 3.000

Rp 4.000

6

Susu cair isi 1 Liter

Rp 12.900

Rp 13.000

7

Susu kaleng

Rp 7.100

Rp 8.500

8

Dancow bubuk 900ml

Rp 30.500

Rp 30.000

9

Pepsodent sedang

Rp 4.900

Rp 5.000

10

Aqua botol sedang

Rp 2.700

Rp 2.000

11

Kopi Good Day isi 5

Rp 4.500

Rp 4.500

12

Aqua gallon

Rp 12.000

Rp 11.500

Tabel 2. Perbandingan harga barang di minimarket dan toko

12

Gambar 2. Produk yang dijual di Minimarket
Menarik kesimpulan dari hasil penelitian di atas, dapat diartikan bahwa peran
minimarket telah secara jelas mengurangi omset toko di sekitarnya. Selain itu banyak sekali
aturan Pemerintah Daerah tentang pendirian minimarket yang dilanggar oleh pemilik
waralaba yang bersangkutan. Hal tersebut akan dibahas di sub materi beikutnya.
Selain data di atas kami membaca komentar lain dari pemilik toko bahwa orang-orang
lebih suka belanja di minimarket karena mereka menyediakan tempat jual beli yang nyaman
dengan air conditioner (AC), keteraturan tata letak produk, banyaknya varian produk, dan
harga yang tidak jauh beda dibandingkan dengan harga di toko biasa.
Pelanggan tidak begitu memperdulikan selisih harga tersebut jika dibandingkan
dengan pelayanan yang mereka dapatkan saat berbelanja di minimarket. Alhasil, toko
kelontong akan kalah bersaing dan kehilangan konsumen. Pola pendirian minimarket yang
menyebar dan tidak memperdulikan peraturan Pemda yang dicanangkan membuat
minimarket telah mampu memakan kelangsungan bisnis toko di sekitarnya.
Apalagi untuk beberapa produk kebutuhan sehari-hari minimarket telah mampu
menekan harga jual sehingga mampu lebih rendah dari toko kelontong. Hal tersebut karena
para minimarket memiliki pusat grosir yang jelas bagi produk mereka. Mereka juga telah
bekerja sama dengan pabrik grosir untuk mengatur supply produk mereka. implikasinya,
untuk beberapa produk minimarket mampu menjual dengan harga yang relative lebih rendah
dibanding toko kelontong.
13

Sekali lagi peran pemerintah dipertanyakan, bahkan oleh narasumber yang kami
wawancarai. Beberapa faktor mempengaruhi dalam kian lesunya bisnis toko kelontong yang
kian tergerus oleh minimarket. Faktor tersebut antara lain ialah minimarket mampu
memasang harga produk mereka di kisaran yang lebih murah dari toko. Ditambah beberapa
pelayanan dan fasilitas ekstra yang orang tidak akan menemukannya di toko biasa. Seperti
ATM (anjungan tunai mandiri), ruang ber-AC, pembayaran dengan kartu kredit, pemesanan
tiket kereta api, hingga pelatan rumah tangga yang di jual di minimarket. Agaknya himbauan
untuk memasang harga yang lebih tinggi dari toko sekitar pada produk yang dijual di
minimarket tidak diindahkan oleh jajaran minimarket.

3.2.

PEMBAHASAN

A. Waralaba di Indonesia

Gambar 3. Penandatanganan franchisee Indomaret

Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan
munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua
dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu
franchisee tidak sekedar menjadi penyalur namun juga memiliki hak untuk memproduksi

14

produknya. Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang
harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor
maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian
hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak
kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba.
PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun
2007 tentang Waralaba.

B. Peraturan Pemerintah Daerah tentang Minimarket
Ketentuan-ketentuan yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba
adalah sebagai berikut.


Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997
Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha








Waralaba.
Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008
tentang Penyelenggaraan Waralaba
Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

Peraturan Bupati No.16 Tahun 2007 sebagai upaya untuk melindungi wirausahawan
khususnya pedagan tradisional sebagai perhatian kepada pedagang kecil dan menanggapi
kecemasan serta aspirasi rakyat dengan berkembangnya kapitalisme dibuktikan dengan
maraknya pendirian diri minimarket di wilayahnya. Implementasi kebijakan sebagai suatu
proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Dekrit Presiden).
Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari
pada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana
bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak terimplementasikan (Abdul Wahab: 1997 :
59). Begitupun dengan Peraturan Bupati No.16 Tahun 2007 memuat pasal-pasal yang
memihak dan menguntungkan rakyat khususnya pedagang tradisonal.
15

Berikut adalah pasal-pasal dalam Peraturan Bupati No.16 Tahun 2007 beserta
pelanggaran yang dilakukan minimarket terhadapnya seperti yang terlampir pada Jurnal
Madani Edisi II/Nopember 2011.

1. Usaha dagang minimarket yang luas lahannya 100M², penempatannya terletak di
sisi jalan lokal primer/jalan raya atau utama kawasan perumahan/industri yang
disesuaikan dengan peruntukannya dan dilengkapi dengan persetujuan pedagang
kecil sejenis dalam radius paling jauh 200 meter (Pasal 9 ayat 1) dan Usaha dagang
minimarket yang luas lahannya di atas 200 M² sampai dengan 1000 M²,
penempatannya terletak di sisi jalan kolektor primer, jalan provinsi dan jalan
kabupaten

yang

disesuaikan

dengan

peruntukkannya

dilengkapi

dengan

persetujuan pedagang kecil sejenis dalam radius paling jauh 500 meter ( Pasal 9
ayat 2). Kenyataan dari pelaksanaan Pasal 9 ayat 1 dan 2 ini, tidak sesuai dengan bunyi
yang terkandung didalamnya. Dari 10 pedagang, 80% mengatakan bahwa minimarket
tidak meminta persetujuan mendirikan dan memulai usaha baik radius 200-1000 M².
Menurut Kepala Kios, perihal persetujuan berdiri dan memulai usaha minimarket diurus
oleh pengelola pusat. Kantor Desa hanya menerima permohonan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dan Pendirian Usaha (SIUP).

2. Dalam menyelenggarakan usaha dagang minimarket harus memakai tenaga kerja
lokal setempat, kecuali untuk tenaga pimpinan dan tenaga ahli bagi jabatan yang
belum dapat diisi dengan tenaga kerja lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (Pasal 5 ayat 1) dan pemenuhan tenaga kerja lokal Jurnal
Madani Edisi II/Nopember 2011 setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menampung dan mempergunakan tenaga kerja yang memenuhi persyaratan
dan berdomisili di sekitar lokasi kegiatan (Pasal 5 ayat 2). Pelaksanaan dari Pasal 5
ayat 1 dan 2 tidak sesuai dengan isi yang terkandung didalamnya. Karyawan minimarket
berasal dari berbagai daerah yang sebelumnya merupakan karyawan di kios minimarket
di daerah lain atau karyawan baru yang direkrut pusat untuk mengelola kios minimarket
di Desa Karang Asih. Berdasarkan pernyataan Kepala Kios Minimarket C Agus Santoso
mengatakan “... kami adalah karyawan minimarket Direkrut pusat… sewaktu-waktu suka
di rolling di kios-kios lain…”. Agus Santoso juga menjelaskan bahwa jika ada kerjasama
dengan waralaba, karyawan pun berasal dari kantor pusat, tidak ada recruitment keluarga
16

waralaba. Sedangkan Hendra (Kepala Kios Minimarket A) mengatakan bahwa “…
karyawan yang mengelola minimarket adalah karyawan pusat yang kadang dirolling di
cabang Indomaret lain, tapi kalau Indomaret francise atau waralaba, jika pihak francise
mau pekerjakan satu sodaranya dibolehkan, tapi dia kerja terus di kios francisenya dan
nggak kena rolling di kios lain”.
3. Harga jual barang-barang sejenis yang dijual tidak boleh jauh lebih rendah dengan
harga yang ada di warung atau toko-toko sekitarnya (Pasal 7 point 7). Mencermati
isi pasal di atas, konsumen mengetahui dan merasakan harga barang terjadi perbedaan
antara pedagang dengan minimarket, seperti mie instan perbedaannya sekitar Rp. 300 –
Rp 500, minuman ringan perbedaannya sekitar Rp. 500 – Rp. 1.000, dan sama halnya
dengan produk lainnya, bahkan pada waktu-waktu tertentu, Minimarket melakukan
promosi produk dengan harga yang jauh lebih murah dari hari biasa. Pemerintah
Kabupaten Bekasi mengambil jalan keluar seperti yang terjadi di kawasan Cilandak,
sudah setahun beberapa pemilik warung mendapatkan pasokan dari pegawai minimarket
yang terletak tak jauh dari tempat usahanya. Ada diskon khusus sehingga pedagang dapat
menjual barang dengan harga yang sama dengan minimarket dan dapat bersaing secara
sehat dengan minimarket. Sama halnya dengan pedagang tradisional di Desa Karang
Asih tidak akan kehilangan konsumen jika ada kebijakan minimarket dan juga diatur
oleh pemerintah.

4. Minimarket menjalin pola kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi
lemah/pedagang kecil atau koperasi yang dilakukan diantaranya melalui
keterikatan/usaha atau bentuk subkontrak (Pasal 7 point E dan Pasal 8 point F).
Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011. Pelaksanaan dua pasal di atas pun tidak
sesuai isinya, semua pedagang menyatakan tidak ada kemitraan dengan Minimarket,
apalagi pembinaan usaha pedagang tradisional.

5. Waktu pelayanan penyelenggaraan usaha dagang minimarket dimulai pukul 09.00
WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB (Pasal 10 Ayat 1). Minimarket tidak menaati
aturan yang terkandung pasal di atas. Minimarket sudah mulai opresional pukul 08.00
WIB dan tutup di atas pukul 22.00 WIB, bahkan 20% buka 24jam. Padahal ayat 3
menjelaskan bahwa untuk penyelenggaraan usaha dagang minimarket yang waktu
17

pelayanannya di luar ketentuan sebagaimana di maksud point 1 dan 2 harus mendapatkan
izin khusus dari Bupati dan atau Dinas/instansi yang diberikan kewenangan untuk itu.
Apakah mereka telah izin? Bagaimana dengan minimarket yang jam operasionalnya 24
jam. Padahal pada jam 22.00 - 09.00 WIB merupakan jam yang diharapkan pedagang
untuk mendapat omset yang lebih tanpa adanya pesaing (minimarket), karena pada jam
tersebut sedikit warung yang buka.

6. Setiap penyelenggara usaha dagang minimarket wajib menjalin pola kemitraan
dengan usaha kecil, menengah, koperasi, pengrajin, dan pedagang setempat (Pasal
11 point a). Minimarket juga belum memenuhi Pasal 11 point 1, 90% pedagang sekitar
yang menjalin kemitraan dengan minimarket, hanya satu pedagang yang mendapatkan
fasilitas listrik gratis untuk kiosnya yang juga beroperasi 24 jam. Pelataran minimarket
yang dibuat kios kecil usaha disewakan antara Rp. 200.000 – Rp. 550.000 perbulan.
7. Minimarket yaitu menyediakan ruang usaha untuk pedaganng lain seluas 10% 20% dari luas bangunan Minimarket (Pasal 12 ayat 1). Untuk pasal ini, minimarket
mentaatinya. Dipelataran atau teras minimarket disediakan lahan usaha untuk pedagang.

8. Penempatan dan penataan tempat usaha/usaha informal/pedagang kaki lima
dilaksanakan oleh penyelenggara usaha dagang minimarket dengan ketentuan
usaha kecil/usaha informal/pedagang kaki lima yang diprioritaskan untuk
ditempatkan adalah pedagang yang berada di sekitar lokasi bangunan tempat
usaha tersebut (Pasal 13 point a). Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011. Ruang
usaha yang disediakan diperuntukkan untuk umum, dengan uang sewa yang
memberatkan antara Rp. 200.000 – Rp. 550.000 perbulan sehingga pedagang yang
menyewa lahan berasal dari berbagai daerah bahkan cabang-cabang usaha di setiap
minimarket, seperti pedagang gorengan dan martabak yang merupakan karyawan
seorang wirausahawan yang memiliki cabang dibeberapa daerah minimarket berdiri.

18

Perkembangan usaha waralaba di Indonesia dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tahun

Jumlah Waralaba
Lokal
6

Total

1992

Jumlah Waralaba
Asing
29

1995

117

15

132

1996

210

20

230

1997

235

30

265

2000

212

39

251

2001

230

42

272

2005

237

129

366

2006

220

230

450

35

Tabel 3. Perkembangan usaha waralaba di Indonesia
Sumber data: Direktori Franchise Indonesia Edisi 3, 2007

C. Peran Pemerintah yang Diharapkan
Pemerintah diharapkan dapat menggurangi dampak berdirinya minimarket terhadap
kelangsungan bisnis toko di sekitarnya baik secara langsung, yaitu persaingan dalam
mendapatkan pelanggan serta dampak tidak langsung, yaitu kelangsungan bisnis toko di
sekitar minimarket dengan peraturan-peraturan yang dibuat.
Sesungguhnya aturan yang digunakan oleh pemerintah sudang sangat tepat untuk
membatasi pergerakan bisnis waralaba yang menyimpang dan mengancam kelangsungan
bisnis toko di sekitarnya.
Namun masih banyak ditemui pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan aturan
pemerintah tersebut. Untuk itu, penggunaan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata
Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba perlu di revisi kembali atau diperketat aturan
demi aturan.
Perijinan waralaba minimarket perlu diperketat mengingat banyaknya praktek
pelanggaran yang dilakukan pihak franchisor. Pembangunan minimarket baru perlu diawasi
oleh pihak pemerintah dengan melibatkan persetujuan dari warga sekitar dalam hal tersebut.
19

Survei dan pemeriksaan kepada minimarket-minimarket yang sudah berdiri atau baru
berdiri juga diperlukan mengingat beberapa dari mereka berdiri dengan melanggar beberapa
peraturan yang telah ditentukan pemerintah.
Pihak pemerintah seharusnya juga bisa mencegah terjadinya pelanggaran dengan
memberikan moral suasion atau peringatan dan himbauan kepada pemilik waralaba mengenai
aturan dalam pendirian waralaba tersebut. Dengan demikian dapat diharapkan terjadinya
pelanggaran atas pendirian minimarket dapat berkurang drastis sehingga kelangsungan bisnis
toko di sekitarnya tidak terganggu.
Serta manajemen harga yang sesuai harus diterapkan para pemilik waralaba sehingga
pasaran toko di sekitar minimarket tidak mati. Penerapan harga yang proposional atau sedikit
lebih tinggi itu untuk melindungi toko-toko sekitar yang bersaing dengan minimarket. Disini
peran pemerintah sangatlah krusial untuk menjamin semua himbauan dan aturan di atas dapat
dilaksanakan tanpa cacat di dunia bisnis Indonesia.

D. Pendapat Penulis
Bisnis waralaba minimarket memang menguntungkan dalam jangka waktu panjang
dari 5-10 tahun bagi pemilik waralaba. Karena tanpa ikut berperan langsung dalam
berjalannya kegiatan bisnis, mereka (para investor waralaba) dapat menyentuh angka BEP
(break event point) dalam jangka waktu yang sudah ditentukan ditambah keuntungan bersih
yang dibagi dengan kantor pusat waralaba.
Namun dampak lain dirasa oleh pemilik toko di sekitar lahan bisnis waralaba
minimarket. Minimarket dengan sistem distribusi yang memungkinkan mereka memasang
dan menjual produk-produk mereka dengan harga relative sama atau lebih rendah dari toko
kelontong.
Alhasil, toko kelontong dari segi omset dan konsumen berkurang. Mereka mendapat
saingan yang ketat dari beroperasinya minimarket. Persaingan bukan hanya terjadi dalam
pemasangan harga produk namun dari segi pelayanan dan fitur-fitur tambahan yang
disediakan minimarket. Misalnya ATM, kartu kredit, ruangan ber-AC, dan lain-lain yang
tidak disediakan oleh toko biasa.
Dengan begitu konsumen akan cenderung lebih memilih membelanjakan uangnya
untuk kebutuhan sehari-hari di minimarket, walau harga produk-produk disana dipatok

20

sedikit lebih mahal. Namun sebagian dari mereka tidak terlalu memperhatikan selisih harga
tersebut saat mereka mendapat fasilitas yang lebih di minimarket.
Dari segi kelangsungan bisnis toko sekitar, penulis berpendapat bahwa toko tidak
melakukan manuver ekonomi apapun untuk bersaing dengan bisnis minimarket. Mereka
hanya mampu menekan harga produk agar tetap lebih murah dari produk yang dijual di
minimarket. Hanya itu cara yang mampu untuk menjaga konsumen langganan mereka tetap
berbelanja di toko mereka, terutama dari harga produk-produk kebutuhan sehari-hari seperti
sembako, minyak goreng, susu, beras, gula, dan lain sebagainya toko masih memasang harga
yang lebih rendah dari minimarket.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa minimarket lebih inovatif dalam menarik minat
pelanggan sehingga bukan tidak mugkin pelanggan yang tadinya membeli di toko akan
beralih dan menjadi pelanggan tetap minimarket.

21

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.

KESIMPULAN
Bisnis waralaba memang secara ekonomi sangatlah menguntungkan dari pihak

franchisee atau pemilik merek dagang dengan franchisor atau pemilik waralaba. Waralaba

adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem
bisnis dengan tujuan memasarkan barang dan jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan serta digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Pemberian
hak tersebut berdasarkan peminjaman lisensi merek dari pemilik yang mengijinkan orang lain
untuk menjual produk atau jasa atas nama merek tersebut.dibawah asistensi pemilik merek
dagang dan tentunya dengan perjanjian yang sudah disepakati oleh kedua pihak.
Namun, merujuk pada pelaksanaan Peraturan Bupati No.16 Tahun 2007 masih banyak
ditemukan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik waralaba minimarket.
Pelanggaran tersebut jelas memberikan dampak buruk bagi pedagang atau toko yang samasama bersaing dengan minimarket.
Dampak buruk itu jelas terlihat dari penurunan jumlah konsumen yang berujung pada
penurunan omset secara jelas. Perang harga antara pihak minimarket dan toko sekitar
menyebabkan toko sekitar mulai sepi peminta dikarenakan minimarket menawarkan beberapa
pelayanan khusus yang tidak dimiliki toko sekitar.
Pada dasarnya persaingan bisnis itu lumrah dan wajar terjadi. Ada pihak yang kalah
dan pihak yang menang. Namun sangat disayangkan jika pihak yang kalah tersebut (dalam
hal ini toko di sekitar minimarket) kalah bukan karena persaingan bisnis namun kalah karena
pendirian minimarket banyak melanggar aturan Pemda setempat.
Minimarket tidak meminta persetujuan mendirikan dan memulai usaha baik radius
200-1000 M².

Karyawan minimarket berasal dari berbagai daerah yang sebelumnya

merupakan karyawan di kios minimarket di daerah lain atau karyawan baru yang direkrut
pusat untuk mengelola kios minimarket di daerah tersebut.
Contoh pelanggaran lain yaitu minimarket melakukan promosi produk dengan harga
yang jauh lebih murah dari hari biasa. Semua pedagang menyatakan tidak ada kemitraan
dengan minimarket apalagi pembinaan usaha pedagang tradisional. Padahal pihak waralaba
22

minimarket seharusnya melaksanakan kerja sama yang lebih utama dengan pedagang sekitar
wilayah pendirian minimarket. Minimarket sudah mulai beroperasi pada pukul 08.00 WIB
dan tutup di atas pukul 22.00 WIB, bahkan 20% di antaranya buka 24jam.
Tidak adanya komunikasi yang baik antara pihak pemilik waralaba, pemerintah
daerah, dan pedagang sekitar membuat pihak pedagang merasa dirugikan dengan adanya
minimarket yang masih beroperasi dengan melanggar beberapa aturan yang sudah
dicanangkan pemerintah.
Konsumen cenderung lebih memilih membelanjakan uangnya untuk kebutuhan
sehari-hari di minimarket, walau harga produk-produk disana dipatok sedikit lebih mahal.
Namun sebagian dari mereka tidak terlalu memperhatikan selisih harga tersebut saat mereka
mendapat fasilitas yang lebih di minimarket.
Penulis berpendapat bahwa toko tidak melakukan manuver ekonomi apapun untuk
bersaing dengan bisnis minimarket. Mereka hanya mampu menekan harga produk agar tetap
lebih murah dari produk yang dijual di minimarket. Dapat disimpulkan bahwa minimarket
lebih inovatif dalam menarik minat pelanggan sehingga bukan tidak mugkin pelanggan yang
tadinya membeli di toko akan beralih dan menjadi pelanggan tetap minimarket.

4.2.

SARAN
Merujuk pada pembahasan penelitian di atas beberapa saran yang mampu penulis

sampaikan lebih berkaitan dengan peran pemerintah yang dicanangkan. Karena menurut
persaingan pasar dari segi harga produk dan pelayanan yang diberikan oleh pihak minimarket
tidak ada salahnya.
Jika minimarket memasang harga yang murah tentu wajar saja karena mereka
memiliki alur distribusi pembelian inventory yang mirip dengan toko tradisional, yaitu
langsung ke distributor utama atau distributor pabrik. Selain itu pelayanan lebih seperti ATM,
AC, kartu kredit, dan lain sebagainya memang tidak ada larangan untuk semua layanan
tersebut yang diberikan oleh minimarket.
Namun kunci perlindungan bisnis untuk para pedagang toko tradisonal ialah di pihak
pemerintah dengan membatasi harga yang dipakai oleh minimarket agar di atas harga yang di
pakai oleh toko tradisional. Mengenain pelayanan tambahan oleh minimarket sejatinya hal itu
tidak perlu dipermasalahkan.
Sesungguhnya aturan yang digunakan oleh pemerintah sudah sangat tepat untuk
membatasi pergerakan bisnis waralaba yang menyimpang namun masih banyak ditemui
23

pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan aturan pemerintah tersebut. Untuk itu,
penggunaan

Keputusan

Menteri

Perindustrian

dan

Perdagangan

RI

No.

259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan
Pendaftaran Usaha Waralaba perlu di revisi kembali atau diperketat aturan demi aturan.
Survei dan pemeriksaan kepada minimarket-minimarket yang sudah berdiri atau baru
berdiri juga diperlukan. Pihak pemerintah seharusnya juga bisa mencegah terjadinya
pelanggaran dengan memberikan moral suasion atau peringatan dan himbauan kepada
pemilik waralaba mengenai aturan dalam pendirian waralaba tersebut.
Pemerintah juga dituntut harus konsekuen dalam mencanangkan aturan demi
aturannya. Serta manajemen harga yang sesuai harus diterapkan para pemilik waralaba
sehingga pasaran toko di sekitar minimarket tidak mati. Penerapan harga yang proposional
atau sedikit lebih tinggi itu untuk melindungi toko-toko sekitar yang bersaing dengan
minimarket.

24

DAFTAR PUSTAKA

Ekatama, Suryono. 2012. Rahasia Kontrak Franchise. Jakarta: Citra Media.

Fajriyah, Wardah. 2008. Panduan Mendirikan dan Mengelola Usaha Minimarket. Jakarta:
TransMedia Pustaka.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal
30 Juli 1997.

Madura, Jeff. 2012. Pengantar Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba.

Peraturan Pemerintah (PP) RI No 42 tahun 2007 tentang Waralaba.

Sujana, Asep. 2012. Manajemen Minimarket. Jakarta: Grup Penebar Swadaya.

Sumardi, Jaujir. 2005. Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional.
Bandung: PT Citra Afitya Bakti.

Tunggal, Hadi Setia. 2006. Dasar-dasar Pewaralabaan (Franchising). Jakarta: Harvarindo.

Widjaja, Gunawan. 2003. Waralaba . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
“Waralaba”. http://id.wikipedia.org/waralaba/ diunduh pada tanggal 28 September 2012.
Pukul 11.45 WIB.
“Waralaba Indomaret”. http://www.indomaret.com/ diunduh pada tanggal 28 September
2012. Pukul 11.50 WIB.

25