Pembiayaan Pembangunan Perumahan untuk M
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN
MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH
(Studi Kasus: Rusunawa Gunungsari, Surabaya)
oleh:
Fitri Dwi Agustina
361100004
Atina Ilma
3612100018
Theresia Damayanti T.
3612100050
Satya Jalu Sephastika
3612100073
Harits Darmawan
3612100076
0
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 0
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 2
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 2
1.2 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
1.3 Sistematika Penulisan ................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................................... 3
2.1 Kebijakan Rumah Susun ................................................................................................................ 3
2.3 Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Rumah Susun ........................................................ 3
BAB III .................................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
3.1 Gambaran Umum Rusuwana ........................................................................................................ 6
3.2 Komponen Biaya Rusunawa.......................................................................................................... 7
3.3 Kajian Struktur Anggaran Daerah dan Pusat............................................................................... 11
3.4 Sumber-Sumber Pembiayaan Rusunawa .................................................................................... 12
BAB IV ANALISA ..................................................................................................................................... 13
4.1 Analisa Manfaat .......................................................................................................................... 13
4.2 Analisa Biaya ............................................................................................................................... 14
4.3 Strategi Implementasi Sumber Pembiayaan ............................................................................... 14
BAB V KESIMPULAN .............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah
menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal atau perumahan di
perkotaan. Peningkatan permintaan akan perumahan ini secara nasional sangat menguntungkan bagi
pertumbuhan ekonomi akan tetapi hal ini hanya menjadi prospektif bagi penyediaan rumah untuk
kalangan menengah-atas (high-middle income).
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar (basic needs) manusia selain pangan dan sandang,
maka pemenuhan kebutuhan akan rumah menjadi prioritas yang tidak dapat ditangguhkan.
Pembangunan perumahan merupakan salah satu hal penting dalam strategi pengembangan wilayah,
yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan
pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan ketahanan nasional.
Dengan demikian rumah sudah menjadi kebutuhan dasar seluruh manusia untuk membina keluarga
dalam rangka menjaga kelangsungan kehidupannya. Dari seluruh manusia yang membutuhkan rumah
terdapat kelompok yang memiliki kesulitan yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan
perumahannya, yakni kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Di sisi lain, masyarakat mempunyai kemampuan terbatas untuk mencukupi biaya pengadaan
perumahan, karena tidak mampu mendapatkan lahan yang legal di pusat kota, maka masyarakat
berpenghasilan rendah menduduki tanah-tanah secara illegal di sepanjang jalur kereta api, kuburan,
tebing tinggi, pinggiran sungai dan lahan-lahan terlantar lainnya. Tindakan tersebut mengakibatkan
timbulnya permukiman liar (squatter) yaitu lahan yang tidak ditetapkan untuk hunian atau penempatan
lahan yang bukan miliknya (Budihardjo, 1997 : 12).
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya
tahun 2006 diketahui bahwa kebutuhan rumah saat ini mencapai 800 ribu unit per tahun. Sedangkan
kemampuan penyediaan rumah hanya mencapai dua puluh persen (20%) dari total kebutuhan rumah,
bahkan sampai tahun 2000 masih terdapat 4.338.862 jiwa rumah tangga yang belum memiliki rumah,
dan tujuh puluh persen (70%) diantaranya adalah masyarakat golongan berpenghasilan rendah.
Peningkatan permintaan terhadap perumahan ini ternyata juga menghadapi persoalan ketersediaan
lahan bagi pengembangan rumah di perkotaan. Kondisi keterbatasan lahan perkotaan ini semakin berat
dirasakan terutama bagi penyediaan rumah untuk masyarakat golongan berpenghasilan rendah.
Pemerintah maupun lembaga non profit telah memulai prakarsa untuk mengatasi kelangkaan rumah
bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah ini dengan berupaya membuat perencanaan dan
pola pembiayaan perumahan bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah.
Fenomena ini juga terjadi di Kota Surabaya. Kepadatan penduduk di Surabaya menimbulkan masalah
untuk pemerintah kota dalam hal pengadaan hunian yaitu munculnya pemukiman kumuh dan rumah–
rumah liar. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah kota membuat suatu sistem hunian yang layak
dan dapat terjangkau oleh masyarakat golongan ekonomi lemah, yaitu rumah susun.
Makalah ini memfokuskan pada penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah
melalui program Rusunawa di Gunungsari melalui strategi pembiayaannya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1, Mengetahui mekanisme pembiayaan Rusunawa Gunungsari
2. Menganalisa strategi pembiayaan Rusunawa Gunungsari
2
1.3 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab ini membahas latar belakang, tujuan penelitian dan sistematika penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang kajian teori terkait sumber pendanaan dan mekanisme pembiayaan
pembangunan rusunawa di Indonesia
BAB III Pembahasan
Bab ini berisi tentang uraian mengenai data dan studi kasus yang diterapkan dalam
pembangunan rusunawa di Indonesia
BAB IV Analisa
Bab ini berisi tentang uraian mengenai strategi pembiayaan yang diterapkan
BAB V Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan daftar pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Rumah Susun
Menurut UU No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, rumah susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Secara garis besar, rumah susun dibagi menjadi dua:
Rumah susun umum, yakni rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
khusus.
Rumah susun tersebut terdiri dari dua bagian yaitu rumah susun sederhana milik dan rumah susun
sederhana sewa. Praktek di masyarakat, banyak masyarakat yang masih belum mampu membuat
rumah sendiri, sehingga pemerintah mendirikan rumah susun bagi masyarakat yang belum mampu
memiliki rumah sendiri dengan cara menyewakannya.
2.3 Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Rumah Susun
Secara umum pembiayaan pembangunan rumah susundi Indonesia masih bersumber pada
dana APBN dan APBD, sehingga dengan adanya ketergantungan terhadap APBN dan APBD akan ada
permasalahan bila sewaktu-waktu dana yang didapatkan tidak sesuai dengan rencana anggaran. Untuk
itu, perlu adanya strategi pembiayaan yang relevan dengan menggunakan alternatif-alternatif sumber
pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan secara umum dapat dibagi menjadi sumber
pembiayaan konvensional dan sumber pembiayaan non-konvensional. Alternatif penerapan sumber
pembiayaan pada kawasan industri, antara lain adalah :
2.2.1 Sumber Pembiayaan Konvensional
3
Beberapa sumber pembiayaan konvensional, menurut Irawan (2012) yang dapat diterapkan
dalam pembiayaan pembangunan kawasan industri antara lain adalah :
Transfer
Pemerintah daerah akan menerima dana alokasi sebagai sumber pembiayaan akibat
pengembangan suatu kawasan industri. Contoh dana alokasi dapat datang dari DAU, DAK dan
lain-lain, dalam pelaksanaannya dana alokasi ini dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan
tergantung dari political will dari pemerintah daerah terhadap kepentingan operasional
berkaitan dengan tujuan dan arahan perencanaan, terutama berkaitan dengan sektor
perekonomian.
Hutang
Hutang diterima dari pemerintah pusat/daerah dengan kewajiban mengembalikannya
pada jangka waktu tertentu kepada pemberi hutang, hutang yang dapat menjadi alternatif
adalah hutang dari daerah lain, hutang luar negeri dapat dilakukan hanya jika terpaksa dalam
keadaan darurat untuk penanganan bencana atau keadaan lain.
Laba Perusahan
Laba yang diterima pemerintah pusat/daerah yang berasal dari laba perusahan milik
daerah, laba BUMN, BUMD, laba perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan
keberadaan kawasan industri tersebut, dapat diikat dengan perjanjian kontrak bagi laba antara
perusahaan – pemerintah.
2.2.2 Sumber Pembiayaan Non-Konvensional
Beberapa sumber pembiayaan non-konvensional, menurut Irawan (2012) yang dapat
diterapkan dalam pembiayaan pembangunan kawasan industri antara lain adalah :
Development Exaction
Merupakan pembangunan prasarana terhadap developer yang ditentukan
berdasarkan negosiasi/perjanjian antara developer dengan institusi yang mewakili aktifitas
masyarakat, masyarakat dapat ikut berpartisipasi melalui suatu badan independent sebagai
pendukung, sementara peran pemerintah dalam hal ini adalah menjembatani antara organisasi
pendukung dengan perusahaan-perusahaan/developer yang mungkin memberikan intensif
biaya, karena dalam hal ini pemerintah memliki akses ke developer.
Join Venture
Merupakan pengelolaan bersama-sama dengan memadukan keunggulan yang dimiliki oleh
swasta dan masyarakat secara seimbang, kawasan industri dapat dijadikan sebagai ikon suatu
wilayah yang membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga menjadi potensi
masyarakat berupa keinginan untuk mempertahankan keberadaan kawasan industri di wilayah
sekitar tempat tinggal masyarakat seperti pada development exaction, sementara pihak swasta
mempunyai kelebihan dari sisi biaya, konsep pembiayaannya adalah memberikan kesempatan
pada pihak swasta sesuai perannya dengan adanya keterlibatan dari pihak masyarakat.
Obligasi
Pembiayaan pembangunan daerah melalui penerbitan obligasi merupakan alternatif
pembiayaan yang relatif murah dan dana yang bisa diperolehnya cukup besar. Namun demikian,
banyak konsekuensi yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah sebagai emiten, harus memiliki
kapasitas fiskal untuk dapat menerbitkan obligasi. Salah satu proyek yang dapat dibiayai dari dana
obligasi adalah pembagunan Kawasan Industri Terpadu. Dengan pembangunan kawasan industri
terpadu tersebut diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan merangsang
sektor riil untuk bergerak.
4
Analisa Biaya dan Manfaat
Analisa biaya dan manfaat digunakan untuk mengetahui besaran maupun kerugian serta kelayakan
suatu proyek pembangunan, yang meliputi pembiayaan maupun manfaat dari suatu program
pembangunan. Analisis biaya-manfaat (CBA), kadang-kadang disebut analisis manfaat-biaya (BCA),
adalah proses sistematis untuk menghitung dan membandingkan manfaat dan biaya dari proyek
untuk dua tujuan:
Untuk menentukan apakah itu adalah investasi yang sehat (pembenaran / kelayakan).
Untuk melihat bagaimana membandingkan dengan proyek-proyek alternatif (peringkat /
prioritas tugas). Ini melibatkan membandingkan biaya total diharapkan setiap pilihan terhadap
manfaat yang diharapkan total, untuk melihat apakah manfaatnya lebih besar daripada biaya,
dan seberapa banyak.
Menurut Lawrence dan Mears (2004), tahapan dasar dalam melakukan analisis biaya manfaat
secara umum meliputi:
a.
Penetapan tujuan analisis dengan tepat
b.
Penetapan perspektif yang dipergunakan (identifikasi pemangku kepentingan yang terlibat)
c.
Mengidentifikasi biaya dan manfaat
d.
Menghitung, mengestimasi, menskalakan dan mengkuantifikasi biaya dan manfaat
e.
Memperhitungkan jangka waktu (discount factor)
f.
Menguraikan keterbatasan dan asumsi
Biaya (Cost)
Menurut Kadariah (1999), biaya dalam proyek digolongkan menjadi empat macam, yaitu Biaya
Persiapan, Biaya Investasi, Biaya Operasional, dan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan.
1)
Biaya Persiapan
Biaya persiapan adalah biaya yang dikeluarkan sebelum proyek yang bersangkutan benar-benar
dilaksanakan, misalnya biaya studi kelayakan pada lahan yang akan digunakan untuk proyek
termasuk di dalamnya studi kelayakan pada daerah dan masyarakat sekitarnya dan biaya untuk
mempersiapakan lahan yang akan digunakan.
2)
Biaya Investasi atau Modal
Biaya investasi biasanya didapat dari pinjaman suatu badan atau lembaga keuangan baik dari dalam
negeri atau luar negeri. Yang termasuk biaya investasi adalah biaya tanah, biaya pembangunan
termasuk instalasi, biaya perabotan, biaya peralatan (modal kerja).
3)
Biaya Operasional
Biaya operasional masih dapat dibagi lagi menjadi biaya gaji untuk karyawan, biaya listrik, air dan
telekomunikasi, biaya habis pakai, biaya kebersihan, dan sebagainya.
4)
Biaya Pembaharuan atau Penggantian
Pada awal umur proyek biaya ini belum muncul tetapi setelah memasuki usia tertentu, biasanya
pada bangunan mulai terjadi kerusakan- kerusakan yang memerlukan perbaikan. Tentu saja
terjadinya kerusakan-kerusakan tersebut waktunya tidak menentu, sehingga jenis biaya ini sering
dijadikan satu dengan biaya operasional. Selain itu, masih ada lagi biaya yang mencerminkan true
values tetapi sulit dihitung dengan uang, seperti pencemaran udara, air, suara, rusaknya/tidak
produktifnya lagi lahan, dan sebagainya.
Manfaat (Benefit)
Manfaat yang akan terjadi pada suatu proyek dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung,
manfaat tidak langsung dan manfaat terkait (Kadariah, 1999).
1) Manfaat Langsung
5
Manfaat langsung dapat berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif akibat
penggunaan alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang lebih baik dan sebagainya.
2) Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai dampak adanya
proyek. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat disekitar lokasi proyek.
(sulit diukur)
3) Manfaat Terkait
Manfaat terkait yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun
benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam penelitian ini untuk
penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya terbatas, karena tingkat kesulitan
menilainya secara ekonomi.
METODE CBA
Pada dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-langkah yang harus diambil
adalah :
- Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan
- Menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang
- Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang sekarang.
Metode-metode untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek yaitu Metode payback
period (PP), Metode Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan perbandingan manfaat
biaya (BCR = benefit-cost ratio).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Rusuwana
Rusunawa ini dibangun oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur pada bulan maret 2011 diatas
tanah seluas ±6.799 m², terletak di Gunungsari, Surabaya. Rusunawa Gunungsari terdiri atas lima lantai
dan memiliki 268 unit kamar. Rusunawa ini memiliki 22 stand pertokoan dan dilengkapi dengan fasilitas
umum, seperti lapangan bulu tangkis, mushola, lahan parkir, saluran pembuangan limbah, taman
bacaan, taman bermain anak-anak dan sarana prasarana lainnya.
Adapun batas - batas wilayahnya, sebagai berikut :
1. Batas Utara adalah Kali Jagir
2. Batas Timur adalah Kali Jagir
3. Batas Selatan adalah Jl. Gunung Sari
4. Batas Barat adalah Jl. Gunung Sari
Target untuk calon penghuni rusunawa ini adalah warga gusuran dari stren kali Jagir, buruh
pabrik, sisanya akan ditawarkan kepada warga masyarakat umum lainnya yang berpenghasilan rendah
dan tidak memiliki tempat tinggal. Sehingga diharapkan pemerintah dapat mewujudkan sistem tata
kota yang teratur dan rapi, serta masyarakat yang kurang mampu dapat memiliki hunian yang layak dan
murah.
Data umum dari proyek pembangunan rusun Gunungsari adalah sebagai berikut :
1. Nama Pemilik: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Satuan Kerja Pelaksana
Pengembangan Permukiman (Satker Lak Bangkim)
2. Konsultan/Kontraktor : PT. Widya Satria.
3. Pengelola : Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Pemerintah Kota Surabaya
4. Sumber Dana : APBN 2009
6
3.1.1
Manfaat Pembangunan Rusunawa Gunungsari
Manfaat yang didapat dari pembangunan Rusunawa Gunu dapat ditinjau dari sisi pemerintah,
penghuni Rusunawa Gunungsari, para pengusaha di sekitar Rusunawa Gunungsari dan masyarakat
setempat.
Manfaat bagi pemerintah adalah berupa pendapatan dari harga sewa unit Rusunawa
Gunungsari
Manfaat bagi penghuni Rusunawa Gunungsari adalah berupa penghematan biaya listrik serta
penghematan biaya sewa
Manfaat bagi pengusaha di sekitar lokasi Rusunawa Gunungsari adalah berupa peningkatan
pendapatan usaha.
Manfaat bagi masyarakat menengah kebawah adalah dapat memiliki tempat tinggal yang layak
dan memiliki harga sewa cukup murah
3.2 Komponen Biaya Rusunawa
Pada penelitian ini subsidi yang diberikan oleh Pemrov sebesar Rp. 288.000.000,00 akan
dimasukan pada perhitungan biaya tetap. Biaya tetap yang dimaksud adalah biaya pengelolaan dan
operasional antara lain : biaya gaji pegawai, biaya listrik fasilitas umum, biaya pemakaian telepon, biaya
pemakaian air pegawai, biaya perawatan, biaya penggantian, dan biaya pajak. Sedangkan biaya variabel
pada Rusunawa Gunungsari ini adalah biaya pemakaian air penghuni rusun.
3.2.1 Analisa Kebutuhan Biaya
Analisa kebutuhan biaya-biaya yang terjadi di rusunawa Gunungsari dihitung berdasarkan
konsep pembiayaan yang diterapkan di rusunawa ini, anatara lain adalah:
1. Biaya gaji pegawai
Perhitungan kebutuhan biaya gaji pegawai rusunawa tergantung dari jumlah pegawai
pengelola rusunawa dan besar gaji yang diterima tiap bulan sesuai dengan jabatan dan jenis
pekerjaannya. Jumlah pegawai yang dibutuhkan oleh pengelola Rusunawa Gunungsari
ditentukan berdasar jumlah pegawai di Rusunawa Jambangan 1 dan 2. Besar gaji pegawai yang
diterima sesuai dengan gaji pegawai di Rusunawa Jambangan 1 dan 2. Pada Rusunawa
Jambangan 1 dan 2 terdapat 15 orang pegawai yang terdiri dari 1 orang koordinator, 2 orang
staf administrasi, 3 orang teknisi, 3 orang kebersihan dan 6 orang keamanan yang dibagi dalam
3 shift.
2. Biaya listrik fasilitas umum
Biaya listrik fasilitas umum dihitung berdasarkan jumlah pemakaian listrik untuk penerangan
luar dan pengoperasian pompa air. Adapun data-data penunjang yang digunakan dalam
perhitungan ini antara lain :
1. Beban listrik terpasang sebesar 285,5 kVA.
2. Komponen pencahayaan dan pompa rusunawa berdasarkan utilitas bangunan.
3. Tarif dasar listrik tahun 2011 berdasarkan data dari internet.
Kebutuhan listrik Rusunawa Gunungsari termasuk dalam golongan tarif pengguna untuk
Keperluan Kantor Pemerintah dan Penerangan Jalan Umum dengan batas penggunaan daya
listrik gedung diatas 200 kVA, dimana biaya pemakaian yang dikenakan tiap bulan sebesar K x
Rp.750,00/kWh, dimana K = Faktor perbandingan antara harga WBP dan LWBP sesuai dengan
karakteristik beban kelistrikan setempat yang ditetapkan oleh Direksi PT. PLN (Persero)yaitu
antara 1,4 sampai 2, untuk WBP (Waktu Beban Puncak) dan Rp. 750,00/kWh untuk LWBp (Luar
Waktu Beban Puncak), sehingga biaya pemakaian tiap bulan adalah : (1.5 x Rp. 750,00) + Rp.
750,00 = Rp. 1.875,00.
7
3.
4.
5.
6.
Biaya beban akan dikenakan jika jumlah tagihan rekening kurang dari rekening minimum yang
telah ditentukan oleh PLN yaitu 40 Jam Nyala. Dimana jam nyala adalah kWh per bulan dibagi
dengan kVA tersambung. Selain itu juga terdapat biaya tambahan untuk Pajak Penerangan Jalan
(PPj) sebesar 5% dari total biaya listrik.
a. Perhitungan biaya listrik penerangan luar. Perhitungan kebutuhan daya listrik untuk
penerangan luar didasarkan pada jumlah lampu dan daya listrik yang dibutuhkan tiap
lampu, dengan asumsi waktu pemakaian 13 jam perhari mulai pukul 17.00 hingga pukul
06.00.
b. Perhitungan biaya pengoperasian pompa air. Dalam perhitungan biaya listrik pompa
terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap kebutuhan daya listrik yang dipakai oleh
pompa di Rusunawa Gungsari. Pada rusunawa Gunungsari jumlah pompa yang digunakan
adalah 4 buah dengan besar daya 4 kW/buah dengan asumsi waktu pemakaian 14 jam
perhari yaitu pukul 04.00-08.00, 11.00-14.00 dan 16.00- 23.00.
c. Perhitungan rekapitulasi biaya listrik fasilitas umum Kebutuhan biaya listrik fasilitas umum
adalah jumlah dari biaya penerangan luar dan pengoperasian pompa ditambah dengan
biaya beban 285,5 kVA selama 1 tahun. Pada perhitungan ini biaya beban diterapkan
rekening minimum (RM1) sebesar Rp. 8.565.000,00/bulan yang didapatkan dari rumus
dibawah ini :
RM1 = 40 (jam nyala) x besar daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian LWBP RM1 = 40
x 285,5 x 750 = Rp. 8.565.000,00
Biaya pemakaian telepon kantor
Perhitungan biaya pemakaian telepon kantor dihitung berdasar jumlah unit telepon yang
digunakan dengan pengeluaran biaya maksimum sebesar Rp.250.000,00 per bulan.
Berdasarkan informasi yang didapat dari pihak pengelola Rusunawa Gunungsari, unit telepon
yang digunakan adalah sebanyak 4 unit.
Biaya pemakaian air
Perhitungan biaya pemakaian air dipengaruhi oleh jumlah pegawai dan pemakaian air ratarata/orang/hari. Pada rusunawa Gunungsari, terdapat 15 orang pegawai yang mengelola
dengan tingkat pemakaian air 100 liter/orang/hari. Rusunawa Gunungsari termasuk pada jenis
kelompok pelanggan V (kode tarif 3B) dengan rincian besar tarif untuk pemakaian 0-10 m3
sebesar Rp 1.500,00/m3 , 11-20 m3 sebesar Rp 3.500,00/m3 , > 20 m3 sebesar Rp 6.000,00/m3.
Biaya perawatan
Biaya perawatan digunakan untuk kegiatan merawat dan menjaga komponen gedung agar
tetap terjaga keawetannya sehingga dapat berfungsi dengan baik untuk kepentingan bersama.
Pada penelitian ini, besar biaya perawatan gedung diasumsikan sebesar 5% dari total
kebutuhan biaya operasional rusunawa. Biaya ini juga termasuk biaya tukang dan peralatannya.
Biaya penggantian
Pada perhitungan biaya penggantian, terlebih dahulu harus diketahui komponen-komponen
dari rusunawa Gunungsari yang memerlukan penggantian secara berkala sesuai usia ekonomis
komponen tersebut. Data komponen gedung didapatkan dari RAB Rusunawa Gunungsari
dengan pertimbangan jenis dan waktu penggantian komponen gedung yang didasarkan pada
perkiraan pemeliharaan dan penggantian komponen gedung yang dibuat oleh Kirk (1995). Item
komponen yang terpilih adalah komponen yang memiliki usia kurang dari 25 tahun. Untuk
penggantian cat gedung dihitung berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 24 tahun 2008
8
tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung. Item komponen yang
terpilih antara lain :
1. Pengecatan interior dan eksterior :
Pengecatan dinding dan kolom (tiap 7 tahun)
Pengecatan plafond (tiap 6 tahun)
Pengecatan daun pintu dan jendela (tiap 6 tahun)
Pengecatan railing tangga dan pagar selasar (tiap 6 tahun)
2. Penggantian Komponen Pintu
Dua pintu (usia 20 tahun)
Kunci pintu (usia 20 tahun)
Engsel Pintu (usia 20 tahun)
3. Penggantian komponen mekanikal
Pompa air (usia 15 tahun)
Kran Air (usia 20 tahun)
4. Penggantian komponen elektrikal
Saklar tunggal (usia 20 tahun)
Saklar ganda (usia 20 tahun)
Stop kontak (usia 20 tahun)
7. Biaya Pajak
Biaya pajak berdasarkan nilai harga jual bangunan dan tanah di lokasi rusunawa
tersebut didirikan serta luas bangunan dan tanah yang ada. Pada penelitian ini digunakan Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi untuk lokasi Gunungsari sebesar Rp. 2.000.000,00; NJOP
Bangunan sebesar Rp. 1.500.000,00 dan NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) untuk wilayah
Surabaya sebesar Rp. 12.000.000,00
8. Biaya Tetap
Berdasarkan penjelasan tersebut, selanjutnya dilakukan estimasi kebutuhan biaya tetap tiap
tahun pada masing-masing jenis pembiayaan yang terjadi untuk periode perhitungan selama
25 tahun dengan memperhitungkan persentasi kenaikan tiap komponen.
a. Perhitungan Biaya Penggantian
Perhitungan besar biaya penggantian ditentukan berdasarkan tingkat inflasi
dari biaya penggantian pada tahun ke-0.
b. Perhitungan Biaya Tetap
Analisa aliran kas biaya tetap untuk operasional dan pengelolaan rusunawa
Gunungsari yang harus dikeluarkan tiap tahun dihitung berdasarkan kenaikan tiap
komponen biaya tetap. Kenaikan biaya tipa komponen dihitung berdasrkan prosentase
kenaikan komponen-komponen tersebut tiap tahunnya. Kemudian dilakukan
perhitungan untuk mencari Present Value (PV), yaitu nilai sekarang (tahun ke-0) dari
total biaya yang harus dikeluarkan pada akhir tahun investasi dengan menggunakan
rumusan sebagai berikut (Soeharto,1997) :
Dimana :
PV = Nilai saat ini (tahun ke-0)
AV = Nilai per periode
Fn = Nilai yang kan datang
i = Bunga tiap tahun
n = Periode perhitungan (Tahun)
9
Perhitungan dilakukan dengan prosentase bunga sebesar 7,70 % tiap tahun.
Prosentase ini diperoleh dari perhitungan rata-rata tingkat suku bunga pinjaman Bank
Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, terhitung mulai 2005-2010 .
Present Value untuk biaya tetap selama 25 tahun pada tahun ke-0 sebesar Rp.
13.747.282.928,66. Nilai tersebut kemudian akan diubah menjadi Annual Value tiap
tahun selama 25 tahun dengan rumus berikut :
AV = P (A/P,i,n)
Dimana :
n = 25 tahun
i = 7.70 %
Sehingga :
AV = P (A/P,7.7%,25)
AV = Rp. 1.254.988.598,27 / tahun
Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan besar biaya tetap yang terjadi
tiap tahunnya adalah Rp. 1.254.988.598,27. Dikarenakan Rusunawa Gunungsari
menerima subsidi dari pemerintah tiap tahunnya untuk membantu biaya pengelolaan,
maka subsidi sebesar Rp. 288.000.000,00 akan mengurangi besar biaya tetap yang
terjadi. Sehingga biaya tetap yang akan digunakan dalam perhitungan berikutnya
adalah sebesar :
Biaya Tetap = Rp. 1.254.988.598,27 − Rp 288.000.000,00
= Rp. 966.988.598,27 / tahun
9. Penetapan Harga Sewa Berdasarkan Metode Titik Impas
Penetapan harga berdasarkan metode Titik Impas (BEP) dilakukan setelah total biaya
variabel dan biaya tetap didapatkan. Dari perhitungan sebelumnya, didapatkan total biaya
tetap (FC) sebesar Rp. 966.988.598,27 dan total biaya variabel (VC) sebesar Rp. 297.450,80.
Biaya-biaya tersebut merupakan Annual Value per tahun dari kenaikan biaya-biaya selama 25
tahun berikutnya. Biaya-biaya tersebut kemudian dimasukan dalam rumusan sebagai berikut :
Total Pendapatan (TR) = Total Biaya (TC)
Dimana :
TR = Harga Sewa (S) x Jumlah Unit tersewa (Q)
TC = Biaya Tetap (FC) + [Biaya Variabel (VC) x Jumlah
Unit Tersewa (Q)]
Sehingga didapatkan :
S = (FC/Q) + VC
Dimana :
Q = X % dari Q max
Q max = Jumlah unit rusun yang tersedia.
X = Tingkat hunian rata-rata rusunawa Gunungsari (%).
S = Harga sewa tiap tahun tiap unit rusun.
Rusunawa Gunungsari disiapkan pemerintah provinsi Jawa Timur untuk memenuhi
kebutuhan rumah tinggal bagi warga di daerah stren kali di kota Surabaya yang mencapai 386
KK. Rusunawa Gunungsari memiliki 276 unit dengan kapasitas tiap unit kurang lebih
menampung 1 KK atau kurang lebih 5 orang. Dari data diatas didapatkan bahwa rusunawa
Gunungsari hanya mampu menampung sebanyak 276 KK warga stren kali. Karena jumlah unit
yang tersedia lebih sedikit dari jumlah warga yang membutuhkan, maka diasumsikan tingkat
10
hunian di rusunawa Gunungsari mencapai 100 % atau tersewa 276 unit. Jadi untuk penentuan
harga sewa, jumlah unit yang tersewa (Q) diasumsikan sebanyak 276 unit.
Dari data-data yang telah didapat, maka dapat dihitung harga sewa tiap bulan tiap unit
rusun di Rusunawa Gunungsari dengan rumusan sebagai berikut :
S = Rp. 3.801.032,68 / unit / tahun
= Rp.
. , ≈ Rp.
. , / unit / bulan
Dengan demikian harga sewa minimum untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel
adalah Rp. 317.000,00 tiap unit per bulan.
3.3 Kajian Struktur Anggaran Daerah dan Pusat
APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan
terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
Januari - 31 Desember). Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia adalah :
Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:
a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan
pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
(dekonsentrasi dan tugas pembantuan).
b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk
kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan
Pembiayaan. Pembiayaan meliputi:
a. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang
Negara, serta penyertaan modal negara.
b. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman
Proyek.
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan
Moratorium.
Menurut tinjauan diatas, dapat dilihat bila proses pembiayaan pembangunan Rusunawa
Gunungsari di Surabaya merupakan hasil investasi yang dilakukan dengan menggunakan dana dari
pemerintah. Total biaya pembangunan proyek rusunawa tersebut mencapai Rp. 24.421.942.322 dan
semua dana tersebut murni berasal dari anggaran pengeluaran dan belanja negara, karena itu
pembangunan rusunawa ini menggunakan sumber pembiayaan konvensional yang seluruh
pembiayaannya bersumber dari dana pemerintah.
11
RPJP
NASIO
acuan
RPJP
DAER
RENST
RA K/L
Pedo RENJA
K/L
Pedo
RPJM
NASIO
dijab
Pedo
memperh
Pedo
RPJM
DAER
Pedo
RENST
RA
UU No 25/04
SPPN
RKAK/L
RKAK/L
RAPB
N
Diserasikan melalui
musrenbang
dijab
Pedo RAPB
RKP
APBN
RKP
Pedo
RENJA
SKPD
APBD
D
DAER
diatu
Pedo
RKA
SKPD
Pus
at
Da
er
ah
RINCIA
N APBD
UU No 17/03
Gambar. Skema Penyusunan APBD
Berdasarkan skema diatas maka dapat dilihat tahapan proses pengadaan anggaran diawali dari
penyusunan anggaran atau biaya dari pusat yang disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara. Selanjutnya pemerintah pusat memberi kebijakan pada tiap pemerintah daerah untuk
menentukan kebijakan fiskalnya sendiri melalui otonomi daerah. Dan dari otonomi daerah tersebut,
setiap pemerintah daerah membuat anggaran atau biaya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Derah (APBD).
Kesimpulan yang dapat diambil dari skema diatas yakni antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah terdapat hubungan yang saling mengacu serta perlu adanya penyelarasan melalui
musrenbang. Menurut undang-undang No.25 tahun 2001, rencana pembangunan terdiri dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana
Kerja Pemerintah (RKP). Rencana pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan yang
dijadikan acuan bagi pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya, daerah akan
menyusun RPJPD dan RPJMD yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat program
pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
yang disusun oleh Kementerian/Lembaga. Rencana kerja tersebut dijadikan pedoman untuk membuat
RAPBD yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan APBD.
3.4 Sumber-Sumber Pembiayaan Rusunawa
Dilihat secara umum, pembiayaan pembangunan rusunawa Gunungsari di Surabaya bersumber
pada dana APBN 2009 dimiliki oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya Satuan
Kerja Pelaksana Pengembangan Permukiman (Satker Lak. Bangkim) dan dikelola oleh Dinas Pengelolaan
Bangunan dan Tanah Pemerintah Kota Surabaya. sehingga dengan adanya ketergantungan terhadap
APBN akan ada permasalahan bila sewaktu-waktu dana yang didapatkan tidak sesuai dengan rencana
anggaran. Untuk itu, perlu adanya strategi pembiayaan yang relevan dengan menggunakan alternatifalternatif sumber pembiayaan.
Setelah ditinjau berdasarkan jenisnya, maka dapat diketahui bahwa pembangunan rumah susun
sederhana sewa Gunungsari Surabaya menggunakan satu sumber penerimaan Pembiayaan
Konvensional yang berasal dari pemerintah yaitu Anggaran Pendapatan dan belanja Negara 2009.
12
BAB IV
ANALISA
Dalam studi ini dijelaskan bahwa kegiatan investasi untuk pembangunan rumah susun pada
umumnya merupakan bentuk investasi yang bersifat social (social investment) sehingga biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah dalam pembangunan hanya sebatas menggunakan anggaran yang tekah
dipersiapkan. Apabila diteliti lebih lanjut, investasi yang dilakukan pelaksana pembangunan baik
pemerintah ataupun perumnas kurang efisien apabila dipakai seluruhnya untuk pembangunan rumah
susun. Dengan memakai keseluruhan anggaran untuk pembangunan rumah susun berarti pemerintah
harus mempersiapkan anggarannya kembali untuk melakukan pembangunan rumah susun lainnya di
lokasi yang berbeda. Apabila dalam investasi pembangunan rumah susun, biaya yang dikeluarkan tidak
berasal seluruhnya dari modal sendiri tetapi melibatkan modal pinjaman. Dengan melibatkan modal
pinjaman maka modal pemerintah yang bersisa untuk pembangunan dapat digunakan untuk
membangun kembali rumah susun di lokasi lainnya. Dari kasus diatas dapat diberikan sebuah analisa
mengenai pembiayaan pembangunan antara lain prinsip Joint Venture, prinsip Joint Operation dan
prinsip BOT.
Prinsip Join Venture
Kerja sama ini merupakan kerja sama pemerintah dan swasta dengan tanggung jawab dan
kepemilikan ditanggung bersama dalam hal penyediaan pelayanan infrastruktur. Hal ini bisa
diimplementasikan dalam proyek pembangunan Rusunawa Gunung Sari, dengan mempertimbangkan
keuntungan secara profit (bagi swasta) dan sosial (bagi pemerintah). Salah satu cara penerapan joint
venture yakni dengan pembangunan dilaksanakan oleh swasta, sementara penyediaan lahan dan biaya
pengelolaan ditanggung oleh pemerintah.
Prinsip Joint Operation
Perkumpulan dua badan atau lebih yang bergabung untuk menyelesaikan suatu proyek,
penggabungan ini bersifat sementara sampai proyek tersebut selesai.
Prinsip BOT
Build, operate, and transfer (BOT) adalah perjanjian untuk suatu proyek yang dibangun oleh
pemerintah dan membutuhkan dana yang besar, yang biasanya pembiayaannya dari pihak swasta,
pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan oleh swasta guna membangun
proyek. Pihak pemerintah akan memberikan ijin untuk membangun, mengopersikan fasilitas dalam
jangka waktu tertentu dan menyerahkan pengelolaannya kepada pembangunan proyek (swasta).
Setelah melewati jangka waktu tertentu proyek atau fasilitas tersebut akan menjadi milik pemerintah
selaku milik proyek.
Kejasama yang kooperatif sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan proses pembiayaan
Rusun Gunung Sari, tindakan hubungan antar stakeholder sangatlah diperlukan guna mengadakan
suatu kegiatan yang memang berbasis investasi sosial. Berdasarkan analisa di atas, didapatkan sumber
pembiayaan yang sekiranya sesuai untuk digunakan dalam kasus ini, yaitu pembiayaan non
konvensional dengan prinsip BOT dan Join Venture dan Joint Operation. Melalui sumber dan prinsip
pembiayaan tersebut, akan didapatkan biaya manfaat yang lebih sesuai dengan kebutuhan dari
Pengembangan Rumah susun.
4.1 Analisa Manfaat
PENDAPATAN BAGI PEMERINTAH
13
Manfaat bagi pemerintah adalah manfaat yang bersifat tangiable atau manfaat yang bisa dihitung
dalam nilai rupiah, diperoleh dari harga sewa yang ditetapkan oleh pemerintah. Rincian pendapatan
harga sewa per – tahun dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Pendapatan dari Harga Sewa Rusunawa Per – Tahun
Uraian
Harga Sewa/bulan
Jumlah
Jumlah
Jumlah
unit
bulan pendapatan/tahun (Rp)
(Lantai ke-)
(Rp/unit)
1-5
Rp317.000,00
276
12
Rp. 1.049.904.000,00
Total Pendapatan / TB :
Rp. 1.049.904.000,00
Total Pendapatan x 2 TB :
Rp. 2.099.808.000,00
Sumber : Dinas Pengelolaan Bangunan Dan Tanah
Dengan asumsi tingkat bunga 10% per-tahun dan umur rencana bangunan 30 tahun, maka nilai
sekarang (Present Value) dari pendapatan pemerintah adalah :
P = pendapatan pertahun ( P/A, 10%, n )
= Rp. 1.049.904.000 ( P/A, 10%, 30 )
= Rp. 1.049.904.000 ( 9,4269 )
= Rp. 9.897.340.017,00
4.2 Analisa Biaya
Dalam pembahasan analisa biaya ini semua biaya dirubah menjadi present value (PV).
1. Biaya investasi awal; hanya terjadi satu kali yaitu sebelum rusunawa dihuni dan sudah berupa
present value (PV) sebesar Rp. 13.747.282.928,66.
2. Biaya operasional; terdiri dari biaya listrik untuk fasum dan biaya operasional gedung. Biaya ini
berupa annual worth yang dirubah menjadi present value.
a) Biaya listrik
PV = Biaya listrik per-tahun x ( P/A, 10%, n )
= (Rp. 8.565.000,00 x 12 bulan ) x ( P/A, 10%, 30 )
= Rp. 102.780.000,00 ( 9,4269 )
= Rp. 968.896.783,00
b) Biaya operasional
= Rp. 286.091.815,27
Jadi, total Biaya Operasional = Biaya Listrik + Biaya Opr ( - Subsidi Pemerintah)
= Rp. 968.896.783,00 + Rp. 286.091.815,27 ( - 288.000.000,00)
= Rp. 966.988.598,27
4.3 Strategi Implementasi Sumber Pembiayaan
Berdasarkan pembiayaan pembangunan yang sudah ada yakni menggunakan strategi
pembiayaan yang konvensional dengan dana seluruhnya berasal dari APBN Pemerintah. Dalam
kasus pembiayaan pembangunan rumah susun Gunung Sari ini dapat juga menggunakan
strategi sumber biaya menggunakan pola investasi swasta. Pada pola sebelumnya pengeluaran
investasi yang dilakukan merupakan murni investasi sosial dengan sumber dana berasal dari
pemerintah (anggaran) sehingga pihak pelaksana pembangun tidak menggunakan modal
pinjaman dari luar.
Uji simulasi model pembiayaan pembangunan dan pengelolaan rumah susun studi dengan
menggunakan mekanisme pola investasi swasta. Sebelum membahas lebih lanjut mengena uji
simulasi model pembiayaan yang dilakukan maka sebelumnya akan dijelaskan mengenai
14
perbedaan antara pola pembiayaan pembangunan dan pengelolaan rumah susun studi
sebenarnya yang menggunakan pola UPT dan PMN dan pola swasta. Pada pola UPT dan PMN
pengeluaran investasi yang dilakukan merupakan murni investasi social dengan sumber dana
berasal dari pemerintah (anggaran) sehingga pihak pelaksana pembangunan tidak
menggunakan modal pinjaman dari luar. Adapun pada pola investasi swasta yang akan
disimulasikan pada bab ini sumber dana yang digunakan berasal dari proporsi perbandingan
modal sendiri dan modal pinjaman.
Diagram 1 Skema Pembiayaan Rumah Susun Studi dengan menggunakan Pola UPT dan PMN
Sumber : Hasil Analisis 2014
Diagram 2 Skema Pembiayaan Rumah Susun Studi dengan menggunakan Pola Swasta
Sumber : Hasil Analisis 2014
15
BAB V
KESIMPULAN
Pembangunan Rusunawa Gunungsari dilaksanakan oleh pemerintah dan menggunakan dana APBN
2009 dimiliki oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya Satuan Kerja Pelaksana
Pengembangan Permukiman (Satker Lak. Bangkim) dan dikelola oleh Dinas Pengelolaan Bangunan dan
Tanah Pemerintah Kota Surabaya. Artinya, sumber dana pembangunan adalah sumber dana
konvensional.
Dalam proses analisa pembiayaan pembangunan Rusunawa Gunungsari, digunakan analisa biaya
dan manfaat. Adapun manfaat bagi pemerintah adalah manfaat yang bersifat tangiable atau manfaat
yang bisa dihitung dalam nilai rupiah, diperoleh dari harga sewa yang ditetapkan oleh pemerintah, yakni
sebesar Rp. 9.897.340.017,00 pertahun. Sementara dengan analisis biaya, diketahui jumlah biaya yang
dikeluarkan pemerintah adalah biaya pengadaan dan biaya operasional sebesar Rp 15.683.168.309,93.
Dalam kasus pembiayaan pembangunan rumah susun Gunung Sari ini dapat juga menggunakan
strategi sumber biaya menggunakan pola investasi swasta. Pada pola sebelumnya pengeluaran investasi
yang dilakukan merupakan murni investasi sosial dengan sumber dana berasal dari pemerintah
(anggaran) sehingga pihak pelaksana pembangun tidak menggunakan modal pinjaman dari luar.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah & I Wayan Sudra. 2000. Dasar-dasar Hukum Perumahan. Jakarta : Rineka Cipta
Kebijakan
Pemerintah
Tentang
Rumah
Susun
Sederhana
(https://agussuparman2008.wordpress.com/kebijakan-pemerintah-tentang-rumah-susunsederhana/) diakses pada Desember, 2014
Subkhan, M. 2008. Pengelolaan Rumah Susun sederhana sewa si Cengkareng Jawa Barat. Semarang
:Undip
Purnamasari, Ria. 2012. Studi Analisis Biaya dampak pembangunan akibat pembangunan rumah
susun di kelurahan Margahayu Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi. Bandung : LPPM Unisba
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3142
diakses pada
Desember, 2014
Penentuan Harga Sewa Rusunawa Gunungsari Dengan Metode Titik Impas (BEP)
(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-19302-3109106053-Paper.pdf)
diakses
pada
Desember, 2014
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/01/08/strategi-pembiayaan-pembangunandalam-penyediaan-perumahan-murah-429226.html
http://regional.kompasiana.com/2011/01/13/pembiayaan-pembangunan-rumah-susun-programseribu-tower-332796.html
Dwi Suci Lestari. Penyelenggaraan Rumah Susun Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Berdasarkan
Regulasi
Terkait.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=129922&val=1411) diakses pada Desember,
2014
Soly Iman Santoso. Perhitungan Harga Sewa Dan Sewa-Beli Rumah Susun Sederhana Serta Daya Beli
Masyarakat Berpendapatan Rendah Di Dki Jakarta. 2008. Bandung: SAPPK ITB.
16
MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH
(Studi Kasus: Rusunawa Gunungsari, Surabaya)
oleh:
Fitri Dwi Agustina
361100004
Atina Ilma
3612100018
Theresia Damayanti T.
3612100050
Satya Jalu Sephastika
3612100073
Harits Darmawan
3612100076
0
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 0
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 2
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 2
1.2 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
1.3 Sistematika Penulisan ................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................................... 3
2.1 Kebijakan Rumah Susun ................................................................................................................ 3
2.3 Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Rumah Susun ........................................................ 3
BAB III .................................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
3.1 Gambaran Umum Rusuwana ........................................................................................................ 6
3.2 Komponen Biaya Rusunawa.......................................................................................................... 7
3.3 Kajian Struktur Anggaran Daerah dan Pusat............................................................................... 11
3.4 Sumber-Sumber Pembiayaan Rusunawa .................................................................................... 12
BAB IV ANALISA ..................................................................................................................................... 13
4.1 Analisa Manfaat .......................................................................................................................... 13
4.2 Analisa Biaya ............................................................................................................................... 14
4.3 Strategi Implementasi Sumber Pembiayaan ............................................................................... 14
BAB V KESIMPULAN .............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah
menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal atau perumahan di
perkotaan. Peningkatan permintaan akan perumahan ini secara nasional sangat menguntungkan bagi
pertumbuhan ekonomi akan tetapi hal ini hanya menjadi prospektif bagi penyediaan rumah untuk
kalangan menengah-atas (high-middle income).
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar (basic needs) manusia selain pangan dan sandang,
maka pemenuhan kebutuhan akan rumah menjadi prioritas yang tidak dapat ditangguhkan.
Pembangunan perumahan merupakan salah satu hal penting dalam strategi pengembangan wilayah,
yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan
pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan ketahanan nasional.
Dengan demikian rumah sudah menjadi kebutuhan dasar seluruh manusia untuk membina keluarga
dalam rangka menjaga kelangsungan kehidupannya. Dari seluruh manusia yang membutuhkan rumah
terdapat kelompok yang memiliki kesulitan yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan
perumahannya, yakni kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Di sisi lain, masyarakat mempunyai kemampuan terbatas untuk mencukupi biaya pengadaan
perumahan, karena tidak mampu mendapatkan lahan yang legal di pusat kota, maka masyarakat
berpenghasilan rendah menduduki tanah-tanah secara illegal di sepanjang jalur kereta api, kuburan,
tebing tinggi, pinggiran sungai dan lahan-lahan terlantar lainnya. Tindakan tersebut mengakibatkan
timbulnya permukiman liar (squatter) yaitu lahan yang tidak ditetapkan untuk hunian atau penempatan
lahan yang bukan miliknya (Budihardjo, 1997 : 12).
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya
tahun 2006 diketahui bahwa kebutuhan rumah saat ini mencapai 800 ribu unit per tahun. Sedangkan
kemampuan penyediaan rumah hanya mencapai dua puluh persen (20%) dari total kebutuhan rumah,
bahkan sampai tahun 2000 masih terdapat 4.338.862 jiwa rumah tangga yang belum memiliki rumah,
dan tujuh puluh persen (70%) diantaranya adalah masyarakat golongan berpenghasilan rendah.
Peningkatan permintaan terhadap perumahan ini ternyata juga menghadapi persoalan ketersediaan
lahan bagi pengembangan rumah di perkotaan. Kondisi keterbatasan lahan perkotaan ini semakin berat
dirasakan terutama bagi penyediaan rumah untuk masyarakat golongan berpenghasilan rendah.
Pemerintah maupun lembaga non profit telah memulai prakarsa untuk mengatasi kelangkaan rumah
bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah ini dengan berupaya membuat perencanaan dan
pola pembiayaan perumahan bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah.
Fenomena ini juga terjadi di Kota Surabaya. Kepadatan penduduk di Surabaya menimbulkan masalah
untuk pemerintah kota dalam hal pengadaan hunian yaitu munculnya pemukiman kumuh dan rumah–
rumah liar. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah kota membuat suatu sistem hunian yang layak
dan dapat terjangkau oleh masyarakat golongan ekonomi lemah, yaitu rumah susun.
Makalah ini memfokuskan pada penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah
melalui program Rusunawa di Gunungsari melalui strategi pembiayaannya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1, Mengetahui mekanisme pembiayaan Rusunawa Gunungsari
2. Menganalisa strategi pembiayaan Rusunawa Gunungsari
2
1.3 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab ini membahas latar belakang, tujuan penelitian dan sistematika penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang kajian teori terkait sumber pendanaan dan mekanisme pembiayaan
pembangunan rusunawa di Indonesia
BAB III Pembahasan
Bab ini berisi tentang uraian mengenai data dan studi kasus yang diterapkan dalam
pembangunan rusunawa di Indonesia
BAB IV Analisa
Bab ini berisi tentang uraian mengenai strategi pembiayaan yang diterapkan
BAB V Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan daftar pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Rumah Susun
Menurut UU No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, rumah susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Secara garis besar, rumah susun dibagi menjadi dua:
Rumah susun umum, yakni rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
khusus.
Rumah susun tersebut terdiri dari dua bagian yaitu rumah susun sederhana milik dan rumah susun
sederhana sewa. Praktek di masyarakat, banyak masyarakat yang masih belum mampu membuat
rumah sendiri, sehingga pemerintah mendirikan rumah susun bagi masyarakat yang belum mampu
memiliki rumah sendiri dengan cara menyewakannya.
2.3 Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Rumah Susun
Secara umum pembiayaan pembangunan rumah susundi Indonesia masih bersumber pada
dana APBN dan APBD, sehingga dengan adanya ketergantungan terhadap APBN dan APBD akan ada
permasalahan bila sewaktu-waktu dana yang didapatkan tidak sesuai dengan rencana anggaran. Untuk
itu, perlu adanya strategi pembiayaan yang relevan dengan menggunakan alternatif-alternatif sumber
pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan secara umum dapat dibagi menjadi sumber
pembiayaan konvensional dan sumber pembiayaan non-konvensional. Alternatif penerapan sumber
pembiayaan pada kawasan industri, antara lain adalah :
2.2.1 Sumber Pembiayaan Konvensional
3
Beberapa sumber pembiayaan konvensional, menurut Irawan (2012) yang dapat diterapkan
dalam pembiayaan pembangunan kawasan industri antara lain adalah :
Transfer
Pemerintah daerah akan menerima dana alokasi sebagai sumber pembiayaan akibat
pengembangan suatu kawasan industri. Contoh dana alokasi dapat datang dari DAU, DAK dan
lain-lain, dalam pelaksanaannya dana alokasi ini dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan
tergantung dari political will dari pemerintah daerah terhadap kepentingan operasional
berkaitan dengan tujuan dan arahan perencanaan, terutama berkaitan dengan sektor
perekonomian.
Hutang
Hutang diterima dari pemerintah pusat/daerah dengan kewajiban mengembalikannya
pada jangka waktu tertentu kepada pemberi hutang, hutang yang dapat menjadi alternatif
adalah hutang dari daerah lain, hutang luar negeri dapat dilakukan hanya jika terpaksa dalam
keadaan darurat untuk penanganan bencana atau keadaan lain.
Laba Perusahan
Laba yang diterima pemerintah pusat/daerah yang berasal dari laba perusahan milik
daerah, laba BUMN, BUMD, laba perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan
keberadaan kawasan industri tersebut, dapat diikat dengan perjanjian kontrak bagi laba antara
perusahaan – pemerintah.
2.2.2 Sumber Pembiayaan Non-Konvensional
Beberapa sumber pembiayaan non-konvensional, menurut Irawan (2012) yang dapat
diterapkan dalam pembiayaan pembangunan kawasan industri antara lain adalah :
Development Exaction
Merupakan pembangunan prasarana terhadap developer yang ditentukan
berdasarkan negosiasi/perjanjian antara developer dengan institusi yang mewakili aktifitas
masyarakat, masyarakat dapat ikut berpartisipasi melalui suatu badan independent sebagai
pendukung, sementara peran pemerintah dalam hal ini adalah menjembatani antara organisasi
pendukung dengan perusahaan-perusahaan/developer yang mungkin memberikan intensif
biaya, karena dalam hal ini pemerintah memliki akses ke developer.
Join Venture
Merupakan pengelolaan bersama-sama dengan memadukan keunggulan yang dimiliki oleh
swasta dan masyarakat secara seimbang, kawasan industri dapat dijadikan sebagai ikon suatu
wilayah yang membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga menjadi potensi
masyarakat berupa keinginan untuk mempertahankan keberadaan kawasan industri di wilayah
sekitar tempat tinggal masyarakat seperti pada development exaction, sementara pihak swasta
mempunyai kelebihan dari sisi biaya, konsep pembiayaannya adalah memberikan kesempatan
pada pihak swasta sesuai perannya dengan adanya keterlibatan dari pihak masyarakat.
Obligasi
Pembiayaan pembangunan daerah melalui penerbitan obligasi merupakan alternatif
pembiayaan yang relatif murah dan dana yang bisa diperolehnya cukup besar. Namun demikian,
banyak konsekuensi yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah sebagai emiten, harus memiliki
kapasitas fiskal untuk dapat menerbitkan obligasi. Salah satu proyek yang dapat dibiayai dari dana
obligasi adalah pembagunan Kawasan Industri Terpadu. Dengan pembangunan kawasan industri
terpadu tersebut diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan merangsang
sektor riil untuk bergerak.
4
Analisa Biaya dan Manfaat
Analisa biaya dan manfaat digunakan untuk mengetahui besaran maupun kerugian serta kelayakan
suatu proyek pembangunan, yang meliputi pembiayaan maupun manfaat dari suatu program
pembangunan. Analisis biaya-manfaat (CBA), kadang-kadang disebut analisis manfaat-biaya (BCA),
adalah proses sistematis untuk menghitung dan membandingkan manfaat dan biaya dari proyek
untuk dua tujuan:
Untuk menentukan apakah itu adalah investasi yang sehat (pembenaran / kelayakan).
Untuk melihat bagaimana membandingkan dengan proyek-proyek alternatif (peringkat /
prioritas tugas). Ini melibatkan membandingkan biaya total diharapkan setiap pilihan terhadap
manfaat yang diharapkan total, untuk melihat apakah manfaatnya lebih besar daripada biaya,
dan seberapa banyak.
Menurut Lawrence dan Mears (2004), tahapan dasar dalam melakukan analisis biaya manfaat
secara umum meliputi:
a.
Penetapan tujuan analisis dengan tepat
b.
Penetapan perspektif yang dipergunakan (identifikasi pemangku kepentingan yang terlibat)
c.
Mengidentifikasi biaya dan manfaat
d.
Menghitung, mengestimasi, menskalakan dan mengkuantifikasi biaya dan manfaat
e.
Memperhitungkan jangka waktu (discount factor)
f.
Menguraikan keterbatasan dan asumsi
Biaya (Cost)
Menurut Kadariah (1999), biaya dalam proyek digolongkan menjadi empat macam, yaitu Biaya
Persiapan, Biaya Investasi, Biaya Operasional, dan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan.
1)
Biaya Persiapan
Biaya persiapan adalah biaya yang dikeluarkan sebelum proyek yang bersangkutan benar-benar
dilaksanakan, misalnya biaya studi kelayakan pada lahan yang akan digunakan untuk proyek
termasuk di dalamnya studi kelayakan pada daerah dan masyarakat sekitarnya dan biaya untuk
mempersiapakan lahan yang akan digunakan.
2)
Biaya Investasi atau Modal
Biaya investasi biasanya didapat dari pinjaman suatu badan atau lembaga keuangan baik dari dalam
negeri atau luar negeri. Yang termasuk biaya investasi adalah biaya tanah, biaya pembangunan
termasuk instalasi, biaya perabotan, biaya peralatan (modal kerja).
3)
Biaya Operasional
Biaya operasional masih dapat dibagi lagi menjadi biaya gaji untuk karyawan, biaya listrik, air dan
telekomunikasi, biaya habis pakai, biaya kebersihan, dan sebagainya.
4)
Biaya Pembaharuan atau Penggantian
Pada awal umur proyek biaya ini belum muncul tetapi setelah memasuki usia tertentu, biasanya
pada bangunan mulai terjadi kerusakan- kerusakan yang memerlukan perbaikan. Tentu saja
terjadinya kerusakan-kerusakan tersebut waktunya tidak menentu, sehingga jenis biaya ini sering
dijadikan satu dengan biaya operasional. Selain itu, masih ada lagi biaya yang mencerminkan true
values tetapi sulit dihitung dengan uang, seperti pencemaran udara, air, suara, rusaknya/tidak
produktifnya lagi lahan, dan sebagainya.
Manfaat (Benefit)
Manfaat yang akan terjadi pada suatu proyek dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung,
manfaat tidak langsung dan manfaat terkait (Kadariah, 1999).
1) Manfaat Langsung
5
Manfaat langsung dapat berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif akibat
penggunaan alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang lebih baik dan sebagainya.
2) Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai dampak adanya
proyek. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat disekitar lokasi proyek.
(sulit diukur)
3) Manfaat Terkait
Manfaat terkait yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun
benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam penelitian ini untuk
penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya terbatas, karena tingkat kesulitan
menilainya secara ekonomi.
METODE CBA
Pada dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-langkah yang harus diambil
adalah :
- Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan
- Menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang
- Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang sekarang.
Metode-metode untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek yaitu Metode payback
period (PP), Metode Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan perbandingan manfaat
biaya (BCR = benefit-cost ratio).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Rusuwana
Rusunawa ini dibangun oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur pada bulan maret 2011 diatas
tanah seluas ±6.799 m², terletak di Gunungsari, Surabaya. Rusunawa Gunungsari terdiri atas lima lantai
dan memiliki 268 unit kamar. Rusunawa ini memiliki 22 stand pertokoan dan dilengkapi dengan fasilitas
umum, seperti lapangan bulu tangkis, mushola, lahan parkir, saluran pembuangan limbah, taman
bacaan, taman bermain anak-anak dan sarana prasarana lainnya.
Adapun batas - batas wilayahnya, sebagai berikut :
1. Batas Utara adalah Kali Jagir
2. Batas Timur adalah Kali Jagir
3. Batas Selatan adalah Jl. Gunung Sari
4. Batas Barat adalah Jl. Gunung Sari
Target untuk calon penghuni rusunawa ini adalah warga gusuran dari stren kali Jagir, buruh
pabrik, sisanya akan ditawarkan kepada warga masyarakat umum lainnya yang berpenghasilan rendah
dan tidak memiliki tempat tinggal. Sehingga diharapkan pemerintah dapat mewujudkan sistem tata
kota yang teratur dan rapi, serta masyarakat yang kurang mampu dapat memiliki hunian yang layak dan
murah.
Data umum dari proyek pembangunan rusun Gunungsari adalah sebagai berikut :
1. Nama Pemilik: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Satuan Kerja Pelaksana
Pengembangan Permukiman (Satker Lak Bangkim)
2. Konsultan/Kontraktor : PT. Widya Satria.
3. Pengelola : Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Pemerintah Kota Surabaya
4. Sumber Dana : APBN 2009
6
3.1.1
Manfaat Pembangunan Rusunawa Gunungsari
Manfaat yang didapat dari pembangunan Rusunawa Gunu dapat ditinjau dari sisi pemerintah,
penghuni Rusunawa Gunungsari, para pengusaha di sekitar Rusunawa Gunungsari dan masyarakat
setempat.
Manfaat bagi pemerintah adalah berupa pendapatan dari harga sewa unit Rusunawa
Gunungsari
Manfaat bagi penghuni Rusunawa Gunungsari adalah berupa penghematan biaya listrik serta
penghematan biaya sewa
Manfaat bagi pengusaha di sekitar lokasi Rusunawa Gunungsari adalah berupa peningkatan
pendapatan usaha.
Manfaat bagi masyarakat menengah kebawah adalah dapat memiliki tempat tinggal yang layak
dan memiliki harga sewa cukup murah
3.2 Komponen Biaya Rusunawa
Pada penelitian ini subsidi yang diberikan oleh Pemrov sebesar Rp. 288.000.000,00 akan
dimasukan pada perhitungan biaya tetap. Biaya tetap yang dimaksud adalah biaya pengelolaan dan
operasional antara lain : biaya gaji pegawai, biaya listrik fasilitas umum, biaya pemakaian telepon, biaya
pemakaian air pegawai, biaya perawatan, biaya penggantian, dan biaya pajak. Sedangkan biaya variabel
pada Rusunawa Gunungsari ini adalah biaya pemakaian air penghuni rusun.
3.2.1 Analisa Kebutuhan Biaya
Analisa kebutuhan biaya-biaya yang terjadi di rusunawa Gunungsari dihitung berdasarkan
konsep pembiayaan yang diterapkan di rusunawa ini, anatara lain adalah:
1. Biaya gaji pegawai
Perhitungan kebutuhan biaya gaji pegawai rusunawa tergantung dari jumlah pegawai
pengelola rusunawa dan besar gaji yang diterima tiap bulan sesuai dengan jabatan dan jenis
pekerjaannya. Jumlah pegawai yang dibutuhkan oleh pengelola Rusunawa Gunungsari
ditentukan berdasar jumlah pegawai di Rusunawa Jambangan 1 dan 2. Besar gaji pegawai yang
diterima sesuai dengan gaji pegawai di Rusunawa Jambangan 1 dan 2. Pada Rusunawa
Jambangan 1 dan 2 terdapat 15 orang pegawai yang terdiri dari 1 orang koordinator, 2 orang
staf administrasi, 3 orang teknisi, 3 orang kebersihan dan 6 orang keamanan yang dibagi dalam
3 shift.
2. Biaya listrik fasilitas umum
Biaya listrik fasilitas umum dihitung berdasarkan jumlah pemakaian listrik untuk penerangan
luar dan pengoperasian pompa air. Adapun data-data penunjang yang digunakan dalam
perhitungan ini antara lain :
1. Beban listrik terpasang sebesar 285,5 kVA.
2. Komponen pencahayaan dan pompa rusunawa berdasarkan utilitas bangunan.
3. Tarif dasar listrik tahun 2011 berdasarkan data dari internet.
Kebutuhan listrik Rusunawa Gunungsari termasuk dalam golongan tarif pengguna untuk
Keperluan Kantor Pemerintah dan Penerangan Jalan Umum dengan batas penggunaan daya
listrik gedung diatas 200 kVA, dimana biaya pemakaian yang dikenakan tiap bulan sebesar K x
Rp.750,00/kWh, dimana K = Faktor perbandingan antara harga WBP dan LWBP sesuai dengan
karakteristik beban kelistrikan setempat yang ditetapkan oleh Direksi PT. PLN (Persero)yaitu
antara 1,4 sampai 2, untuk WBP (Waktu Beban Puncak) dan Rp. 750,00/kWh untuk LWBp (Luar
Waktu Beban Puncak), sehingga biaya pemakaian tiap bulan adalah : (1.5 x Rp. 750,00) + Rp.
750,00 = Rp. 1.875,00.
7
3.
4.
5.
6.
Biaya beban akan dikenakan jika jumlah tagihan rekening kurang dari rekening minimum yang
telah ditentukan oleh PLN yaitu 40 Jam Nyala. Dimana jam nyala adalah kWh per bulan dibagi
dengan kVA tersambung. Selain itu juga terdapat biaya tambahan untuk Pajak Penerangan Jalan
(PPj) sebesar 5% dari total biaya listrik.
a. Perhitungan biaya listrik penerangan luar. Perhitungan kebutuhan daya listrik untuk
penerangan luar didasarkan pada jumlah lampu dan daya listrik yang dibutuhkan tiap
lampu, dengan asumsi waktu pemakaian 13 jam perhari mulai pukul 17.00 hingga pukul
06.00.
b. Perhitungan biaya pengoperasian pompa air. Dalam perhitungan biaya listrik pompa
terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap kebutuhan daya listrik yang dipakai oleh
pompa di Rusunawa Gungsari. Pada rusunawa Gunungsari jumlah pompa yang digunakan
adalah 4 buah dengan besar daya 4 kW/buah dengan asumsi waktu pemakaian 14 jam
perhari yaitu pukul 04.00-08.00, 11.00-14.00 dan 16.00- 23.00.
c. Perhitungan rekapitulasi biaya listrik fasilitas umum Kebutuhan biaya listrik fasilitas umum
adalah jumlah dari biaya penerangan luar dan pengoperasian pompa ditambah dengan
biaya beban 285,5 kVA selama 1 tahun. Pada perhitungan ini biaya beban diterapkan
rekening minimum (RM1) sebesar Rp. 8.565.000,00/bulan yang didapatkan dari rumus
dibawah ini :
RM1 = 40 (jam nyala) x besar daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian LWBP RM1 = 40
x 285,5 x 750 = Rp. 8.565.000,00
Biaya pemakaian telepon kantor
Perhitungan biaya pemakaian telepon kantor dihitung berdasar jumlah unit telepon yang
digunakan dengan pengeluaran biaya maksimum sebesar Rp.250.000,00 per bulan.
Berdasarkan informasi yang didapat dari pihak pengelola Rusunawa Gunungsari, unit telepon
yang digunakan adalah sebanyak 4 unit.
Biaya pemakaian air
Perhitungan biaya pemakaian air dipengaruhi oleh jumlah pegawai dan pemakaian air ratarata/orang/hari. Pada rusunawa Gunungsari, terdapat 15 orang pegawai yang mengelola
dengan tingkat pemakaian air 100 liter/orang/hari. Rusunawa Gunungsari termasuk pada jenis
kelompok pelanggan V (kode tarif 3B) dengan rincian besar tarif untuk pemakaian 0-10 m3
sebesar Rp 1.500,00/m3 , 11-20 m3 sebesar Rp 3.500,00/m3 , > 20 m3 sebesar Rp 6.000,00/m3.
Biaya perawatan
Biaya perawatan digunakan untuk kegiatan merawat dan menjaga komponen gedung agar
tetap terjaga keawetannya sehingga dapat berfungsi dengan baik untuk kepentingan bersama.
Pada penelitian ini, besar biaya perawatan gedung diasumsikan sebesar 5% dari total
kebutuhan biaya operasional rusunawa. Biaya ini juga termasuk biaya tukang dan peralatannya.
Biaya penggantian
Pada perhitungan biaya penggantian, terlebih dahulu harus diketahui komponen-komponen
dari rusunawa Gunungsari yang memerlukan penggantian secara berkala sesuai usia ekonomis
komponen tersebut. Data komponen gedung didapatkan dari RAB Rusunawa Gunungsari
dengan pertimbangan jenis dan waktu penggantian komponen gedung yang didasarkan pada
perkiraan pemeliharaan dan penggantian komponen gedung yang dibuat oleh Kirk (1995). Item
komponen yang terpilih adalah komponen yang memiliki usia kurang dari 25 tahun. Untuk
penggantian cat gedung dihitung berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 24 tahun 2008
8
tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung. Item komponen yang
terpilih antara lain :
1. Pengecatan interior dan eksterior :
Pengecatan dinding dan kolom (tiap 7 tahun)
Pengecatan plafond (tiap 6 tahun)
Pengecatan daun pintu dan jendela (tiap 6 tahun)
Pengecatan railing tangga dan pagar selasar (tiap 6 tahun)
2. Penggantian Komponen Pintu
Dua pintu (usia 20 tahun)
Kunci pintu (usia 20 tahun)
Engsel Pintu (usia 20 tahun)
3. Penggantian komponen mekanikal
Pompa air (usia 15 tahun)
Kran Air (usia 20 tahun)
4. Penggantian komponen elektrikal
Saklar tunggal (usia 20 tahun)
Saklar ganda (usia 20 tahun)
Stop kontak (usia 20 tahun)
7. Biaya Pajak
Biaya pajak berdasarkan nilai harga jual bangunan dan tanah di lokasi rusunawa
tersebut didirikan serta luas bangunan dan tanah yang ada. Pada penelitian ini digunakan Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi untuk lokasi Gunungsari sebesar Rp. 2.000.000,00; NJOP
Bangunan sebesar Rp. 1.500.000,00 dan NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) untuk wilayah
Surabaya sebesar Rp. 12.000.000,00
8. Biaya Tetap
Berdasarkan penjelasan tersebut, selanjutnya dilakukan estimasi kebutuhan biaya tetap tiap
tahun pada masing-masing jenis pembiayaan yang terjadi untuk periode perhitungan selama
25 tahun dengan memperhitungkan persentasi kenaikan tiap komponen.
a. Perhitungan Biaya Penggantian
Perhitungan besar biaya penggantian ditentukan berdasarkan tingkat inflasi
dari biaya penggantian pada tahun ke-0.
b. Perhitungan Biaya Tetap
Analisa aliran kas biaya tetap untuk operasional dan pengelolaan rusunawa
Gunungsari yang harus dikeluarkan tiap tahun dihitung berdasarkan kenaikan tiap
komponen biaya tetap. Kenaikan biaya tipa komponen dihitung berdasrkan prosentase
kenaikan komponen-komponen tersebut tiap tahunnya. Kemudian dilakukan
perhitungan untuk mencari Present Value (PV), yaitu nilai sekarang (tahun ke-0) dari
total biaya yang harus dikeluarkan pada akhir tahun investasi dengan menggunakan
rumusan sebagai berikut (Soeharto,1997) :
Dimana :
PV = Nilai saat ini (tahun ke-0)
AV = Nilai per periode
Fn = Nilai yang kan datang
i = Bunga tiap tahun
n = Periode perhitungan (Tahun)
9
Perhitungan dilakukan dengan prosentase bunga sebesar 7,70 % tiap tahun.
Prosentase ini diperoleh dari perhitungan rata-rata tingkat suku bunga pinjaman Bank
Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, terhitung mulai 2005-2010 .
Present Value untuk biaya tetap selama 25 tahun pada tahun ke-0 sebesar Rp.
13.747.282.928,66. Nilai tersebut kemudian akan diubah menjadi Annual Value tiap
tahun selama 25 tahun dengan rumus berikut :
AV = P (A/P,i,n)
Dimana :
n = 25 tahun
i = 7.70 %
Sehingga :
AV = P (A/P,7.7%,25)
AV = Rp. 1.254.988.598,27 / tahun
Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan besar biaya tetap yang terjadi
tiap tahunnya adalah Rp. 1.254.988.598,27. Dikarenakan Rusunawa Gunungsari
menerima subsidi dari pemerintah tiap tahunnya untuk membantu biaya pengelolaan,
maka subsidi sebesar Rp. 288.000.000,00 akan mengurangi besar biaya tetap yang
terjadi. Sehingga biaya tetap yang akan digunakan dalam perhitungan berikutnya
adalah sebesar :
Biaya Tetap = Rp. 1.254.988.598,27 − Rp 288.000.000,00
= Rp. 966.988.598,27 / tahun
9. Penetapan Harga Sewa Berdasarkan Metode Titik Impas
Penetapan harga berdasarkan metode Titik Impas (BEP) dilakukan setelah total biaya
variabel dan biaya tetap didapatkan. Dari perhitungan sebelumnya, didapatkan total biaya
tetap (FC) sebesar Rp. 966.988.598,27 dan total biaya variabel (VC) sebesar Rp. 297.450,80.
Biaya-biaya tersebut merupakan Annual Value per tahun dari kenaikan biaya-biaya selama 25
tahun berikutnya. Biaya-biaya tersebut kemudian dimasukan dalam rumusan sebagai berikut :
Total Pendapatan (TR) = Total Biaya (TC)
Dimana :
TR = Harga Sewa (S) x Jumlah Unit tersewa (Q)
TC = Biaya Tetap (FC) + [Biaya Variabel (VC) x Jumlah
Unit Tersewa (Q)]
Sehingga didapatkan :
S = (FC/Q) + VC
Dimana :
Q = X % dari Q max
Q max = Jumlah unit rusun yang tersedia.
X = Tingkat hunian rata-rata rusunawa Gunungsari (%).
S = Harga sewa tiap tahun tiap unit rusun.
Rusunawa Gunungsari disiapkan pemerintah provinsi Jawa Timur untuk memenuhi
kebutuhan rumah tinggal bagi warga di daerah stren kali di kota Surabaya yang mencapai 386
KK. Rusunawa Gunungsari memiliki 276 unit dengan kapasitas tiap unit kurang lebih
menampung 1 KK atau kurang lebih 5 orang. Dari data diatas didapatkan bahwa rusunawa
Gunungsari hanya mampu menampung sebanyak 276 KK warga stren kali. Karena jumlah unit
yang tersedia lebih sedikit dari jumlah warga yang membutuhkan, maka diasumsikan tingkat
10
hunian di rusunawa Gunungsari mencapai 100 % atau tersewa 276 unit. Jadi untuk penentuan
harga sewa, jumlah unit yang tersewa (Q) diasumsikan sebanyak 276 unit.
Dari data-data yang telah didapat, maka dapat dihitung harga sewa tiap bulan tiap unit
rusun di Rusunawa Gunungsari dengan rumusan sebagai berikut :
S = Rp. 3.801.032,68 / unit / tahun
= Rp.
. , ≈ Rp.
. , / unit / bulan
Dengan demikian harga sewa minimum untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel
adalah Rp. 317.000,00 tiap unit per bulan.
3.3 Kajian Struktur Anggaran Daerah dan Pusat
APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan
terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
Januari - 31 Desember). Struktur APBN yang sekarang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia adalah :
Belanja Negara. Belanja terdiri atas dua jenis:
a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan
pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
(dekonsentrasi dan tugas pembantuan).
b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk
kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan
Pembiayaan. Pembiayaan meliputi:
a. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang
Negara, serta penyertaan modal negara.
b. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman
Proyek.
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan
Moratorium.
Menurut tinjauan diatas, dapat dilihat bila proses pembiayaan pembangunan Rusunawa
Gunungsari di Surabaya merupakan hasil investasi yang dilakukan dengan menggunakan dana dari
pemerintah. Total biaya pembangunan proyek rusunawa tersebut mencapai Rp. 24.421.942.322 dan
semua dana tersebut murni berasal dari anggaran pengeluaran dan belanja negara, karena itu
pembangunan rusunawa ini menggunakan sumber pembiayaan konvensional yang seluruh
pembiayaannya bersumber dari dana pemerintah.
11
RPJP
NASIO
acuan
RPJP
DAER
RENST
RA K/L
Pedo RENJA
K/L
Pedo
RPJM
NASIO
dijab
Pedo
memperh
Pedo
RPJM
DAER
Pedo
RENST
RA
UU No 25/04
SPPN
RKAK/L
RKAK/L
RAPB
N
Diserasikan melalui
musrenbang
dijab
Pedo RAPB
RKP
APBN
RKP
Pedo
RENJA
SKPD
APBD
D
DAER
diatu
Pedo
RKA
SKPD
Pus
at
Da
er
ah
RINCIA
N APBD
UU No 17/03
Gambar. Skema Penyusunan APBD
Berdasarkan skema diatas maka dapat dilihat tahapan proses pengadaan anggaran diawali dari
penyusunan anggaran atau biaya dari pusat yang disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara. Selanjutnya pemerintah pusat memberi kebijakan pada tiap pemerintah daerah untuk
menentukan kebijakan fiskalnya sendiri melalui otonomi daerah. Dan dari otonomi daerah tersebut,
setiap pemerintah daerah membuat anggaran atau biaya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Derah (APBD).
Kesimpulan yang dapat diambil dari skema diatas yakni antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah terdapat hubungan yang saling mengacu serta perlu adanya penyelarasan melalui
musrenbang. Menurut undang-undang No.25 tahun 2001, rencana pembangunan terdiri dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana
Kerja Pemerintah (RKP). Rencana pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan yang
dijadikan acuan bagi pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya, daerah akan
menyusun RPJPD dan RPJMD yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat program
pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
yang disusun oleh Kementerian/Lembaga. Rencana kerja tersebut dijadikan pedoman untuk membuat
RAPBD yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan APBD.
3.4 Sumber-Sumber Pembiayaan Rusunawa
Dilihat secara umum, pembiayaan pembangunan rusunawa Gunungsari di Surabaya bersumber
pada dana APBN 2009 dimiliki oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya Satuan
Kerja Pelaksana Pengembangan Permukiman (Satker Lak. Bangkim) dan dikelola oleh Dinas Pengelolaan
Bangunan dan Tanah Pemerintah Kota Surabaya. sehingga dengan adanya ketergantungan terhadap
APBN akan ada permasalahan bila sewaktu-waktu dana yang didapatkan tidak sesuai dengan rencana
anggaran. Untuk itu, perlu adanya strategi pembiayaan yang relevan dengan menggunakan alternatifalternatif sumber pembiayaan.
Setelah ditinjau berdasarkan jenisnya, maka dapat diketahui bahwa pembangunan rumah susun
sederhana sewa Gunungsari Surabaya menggunakan satu sumber penerimaan Pembiayaan
Konvensional yang berasal dari pemerintah yaitu Anggaran Pendapatan dan belanja Negara 2009.
12
BAB IV
ANALISA
Dalam studi ini dijelaskan bahwa kegiatan investasi untuk pembangunan rumah susun pada
umumnya merupakan bentuk investasi yang bersifat social (social investment) sehingga biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah dalam pembangunan hanya sebatas menggunakan anggaran yang tekah
dipersiapkan. Apabila diteliti lebih lanjut, investasi yang dilakukan pelaksana pembangunan baik
pemerintah ataupun perumnas kurang efisien apabila dipakai seluruhnya untuk pembangunan rumah
susun. Dengan memakai keseluruhan anggaran untuk pembangunan rumah susun berarti pemerintah
harus mempersiapkan anggarannya kembali untuk melakukan pembangunan rumah susun lainnya di
lokasi yang berbeda. Apabila dalam investasi pembangunan rumah susun, biaya yang dikeluarkan tidak
berasal seluruhnya dari modal sendiri tetapi melibatkan modal pinjaman. Dengan melibatkan modal
pinjaman maka modal pemerintah yang bersisa untuk pembangunan dapat digunakan untuk
membangun kembali rumah susun di lokasi lainnya. Dari kasus diatas dapat diberikan sebuah analisa
mengenai pembiayaan pembangunan antara lain prinsip Joint Venture, prinsip Joint Operation dan
prinsip BOT.
Prinsip Join Venture
Kerja sama ini merupakan kerja sama pemerintah dan swasta dengan tanggung jawab dan
kepemilikan ditanggung bersama dalam hal penyediaan pelayanan infrastruktur. Hal ini bisa
diimplementasikan dalam proyek pembangunan Rusunawa Gunung Sari, dengan mempertimbangkan
keuntungan secara profit (bagi swasta) dan sosial (bagi pemerintah). Salah satu cara penerapan joint
venture yakni dengan pembangunan dilaksanakan oleh swasta, sementara penyediaan lahan dan biaya
pengelolaan ditanggung oleh pemerintah.
Prinsip Joint Operation
Perkumpulan dua badan atau lebih yang bergabung untuk menyelesaikan suatu proyek,
penggabungan ini bersifat sementara sampai proyek tersebut selesai.
Prinsip BOT
Build, operate, and transfer (BOT) adalah perjanjian untuk suatu proyek yang dibangun oleh
pemerintah dan membutuhkan dana yang besar, yang biasanya pembiayaannya dari pihak swasta,
pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan oleh swasta guna membangun
proyek. Pihak pemerintah akan memberikan ijin untuk membangun, mengopersikan fasilitas dalam
jangka waktu tertentu dan menyerahkan pengelolaannya kepada pembangunan proyek (swasta).
Setelah melewati jangka waktu tertentu proyek atau fasilitas tersebut akan menjadi milik pemerintah
selaku milik proyek.
Kejasama yang kooperatif sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan proses pembiayaan
Rusun Gunung Sari, tindakan hubungan antar stakeholder sangatlah diperlukan guna mengadakan
suatu kegiatan yang memang berbasis investasi sosial. Berdasarkan analisa di atas, didapatkan sumber
pembiayaan yang sekiranya sesuai untuk digunakan dalam kasus ini, yaitu pembiayaan non
konvensional dengan prinsip BOT dan Join Venture dan Joint Operation. Melalui sumber dan prinsip
pembiayaan tersebut, akan didapatkan biaya manfaat yang lebih sesuai dengan kebutuhan dari
Pengembangan Rumah susun.
4.1 Analisa Manfaat
PENDAPATAN BAGI PEMERINTAH
13
Manfaat bagi pemerintah adalah manfaat yang bersifat tangiable atau manfaat yang bisa dihitung
dalam nilai rupiah, diperoleh dari harga sewa yang ditetapkan oleh pemerintah. Rincian pendapatan
harga sewa per – tahun dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Pendapatan dari Harga Sewa Rusunawa Per – Tahun
Uraian
Harga Sewa/bulan
Jumlah
Jumlah
Jumlah
unit
bulan pendapatan/tahun (Rp)
(Lantai ke-)
(Rp/unit)
1-5
Rp317.000,00
276
12
Rp. 1.049.904.000,00
Total Pendapatan / TB :
Rp. 1.049.904.000,00
Total Pendapatan x 2 TB :
Rp. 2.099.808.000,00
Sumber : Dinas Pengelolaan Bangunan Dan Tanah
Dengan asumsi tingkat bunga 10% per-tahun dan umur rencana bangunan 30 tahun, maka nilai
sekarang (Present Value) dari pendapatan pemerintah adalah :
P = pendapatan pertahun ( P/A, 10%, n )
= Rp. 1.049.904.000 ( P/A, 10%, 30 )
= Rp. 1.049.904.000 ( 9,4269 )
= Rp. 9.897.340.017,00
4.2 Analisa Biaya
Dalam pembahasan analisa biaya ini semua biaya dirubah menjadi present value (PV).
1. Biaya investasi awal; hanya terjadi satu kali yaitu sebelum rusunawa dihuni dan sudah berupa
present value (PV) sebesar Rp. 13.747.282.928,66.
2. Biaya operasional; terdiri dari biaya listrik untuk fasum dan biaya operasional gedung. Biaya ini
berupa annual worth yang dirubah menjadi present value.
a) Biaya listrik
PV = Biaya listrik per-tahun x ( P/A, 10%, n )
= (Rp. 8.565.000,00 x 12 bulan ) x ( P/A, 10%, 30 )
= Rp. 102.780.000,00 ( 9,4269 )
= Rp. 968.896.783,00
b) Biaya operasional
= Rp. 286.091.815,27
Jadi, total Biaya Operasional = Biaya Listrik + Biaya Opr ( - Subsidi Pemerintah)
= Rp. 968.896.783,00 + Rp. 286.091.815,27 ( - 288.000.000,00)
= Rp. 966.988.598,27
4.3 Strategi Implementasi Sumber Pembiayaan
Berdasarkan pembiayaan pembangunan yang sudah ada yakni menggunakan strategi
pembiayaan yang konvensional dengan dana seluruhnya berasal dari APBN Pemerintah. Dalam
kasus pembiayaan pembangunan rumah susun Gunung Sari ini dapat juga menggunakan
strategi sumber biaya menggunakan pola investasi swasta. Pada pola sebelumnya pengeluaran
investasi yang dilakukan merupakan murni investasi sosial dengan sumber dana berasal dari
pemerintah (anggaran) sehingga pihak pelaksana pembangun tidak menggunakan modal
pinjaman dari luar.
Uji simulasi model pembiayaan pembangunan dan pengelolaan rumah susun studi dengan
menggunakan mekanisme pola investasi swasta. Sebelum membahas lebih lanjut mengena uji
simulasi model pembiayaan yang dilakukan maka sebelumnya akan dijelaskan mengenai
14
perbedaan antara pola pembiayaan pembangunan dan pengelolaan rumah susun studi
sebenarnya yang menggunakan pola UPT dan PMN dan pola swasta. Pada pola UPT dan PMN
pengeluaran investasi yang dilakukan merupakan murni investasi social dengan sumber dana
berasal dari pemerintah (anggaran) sehingga pihak pelaksana pembangunan tidak
menggunakan modal pinjaman dari luar. Adapun pada pola investasi swasta yang akan
disimulasikan pada bab ini sumber dana yang digunakan berasal dari proporsi perbandingan
modal sendiri dan modal pinjaman.
Diagram 1 Skema Pembiayaan Rumah Susun Studi dengan menggunakan Pola UPT dan PMN
Sumber : Hasil Analisis 2014
Diagram 2 Skema Pembiayaan Rumah Susun Studi dengan menggunakan Pola Swasta
Sumber : Hasil Analisis 2014
15
BAB V
KESIMPULAN
Pembangunan Rusunawa Gunungsari dilaksanakan oleh pemerintah dan menggunakan dana APBN
2009 dimiliki oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya Satuan Kerja Pelaksana
Pengembangan Permukiman (Satker Lak. Bangkim) dan dikelola oleh Dinas Pengelolaan Bangunan dan
Tanah Pemerintah Kota Surabaya. Artinya, sumber dana pembangunan adalah sumber dana
konvensional.
Dalam proses analisa pembiayaan pembangunan Rusunawa Gunungsari, digunakan analisa biaya
dan manfaat. Adapun manfaat bagi pemerintah adalah manfaat yang bersifat tangiable atau manfaat
yang bisa dihitung dalam nilai rupiah, diperoleh dari harga sewa yang ditetapkan oleh pemerintah, yakni
sebesar Rp. 9.897.340.017,00 pertahun. Sementara dengan analisis biaya, diketahui jumlah biaya yang
dikeluarkan pemerintah adalah biaya pengadaan dan biaya operasional sebesar Rp 15.683.168.309,93.
Dalam kasus pembiayaan pembangunan rumah susun Gunung Sari ini dapat juga menggunakan
strategi sumber biaya menggunakan pola investasi swasta. Pada pola sebelumnya pengeluaran investasi
yang dilakukan merupakan murni investasi sosial dengan sumber dana berasal dari pemerintah
(anggaran) sehingga pihak pelaksana pembangun tidak menggunakan modal pinjaman dari luar.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah & I Wayan Sudra. 2000. Dasar-dasar Hukum Perumahan. Jakarta : Rineka Cipta
Kebijakan
Pemerintah
Tentang
Rumah
Susun
Sederhana
(https://agussuparman2008.wordpress.com/kebijakan-pemerintah-tentang-rumah-susunsederhana/) diakses pada Desember, 2014
Subkhan, M. 2008. Pengelolaan Rumah Susun sederhana sewa si Cengkareng Jawa Barat. Semarang
:Undip
Purnamasari, Ria. 2012. Studi Analisis Biaya dampak pembangunan akibat pembangunan rumah
susun di kelurahan Margahayu Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi. Bandung : LPPM Unisba
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3142
diakses pada
Desember, 2014
Penentuan Harga Sewa Rusunawa Gunungsari Dengan Metode Titik Impas (BEP)
(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-19302-3109106053-Paper.pdf)
diakses
pada
Desember, 2014
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/01/08/strategi-pembiayaan-pembangunandalam-penyediaan-perumahan-murah-429226.html
http://regional.kompasiana.com/2011/01/13/pembiayaan-pembangunan-rumah-susun-programseribu-tower-332796.html
Dwi Suci Lestari. Penyelenggaraan Rumah Susun Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Berdasarkan
Regulasi
Terkait.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=129922&val=1411) diakses pada Desember,
2014
Soly Iman Santoso. Perhitungan Harga Sewa Dan Sewa-Beli Rumah Susun Sederhana Serta Daya Beli
Masyarakat Berpendapatan Rendah Di Dki Jakarta. 2008. Bandung: SAPPK ITB.
16