Pengaruh konteks budaya organisasi dan p

Pengaruh konteks budaya organisasi dan perilaku sosial individu terhadap dampaknya
dalam penggunaan enterprise information system
Achmad Husnur a, Rajesri Govindaraju b
a
b

Program Magister Teknik dan Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri, Insititut Teknologi Bandung
Kelompok Keahlian Sistem Informasi Enterprise, Fakultas Teknologi Industri, Insititut Teknologi Bandung

INFORMASI ARTIKEL

ABSTRAK

Article history:
Received
Received in revised form
Accepted
Available online

Adopsi teknologi enterprise information system sekarang sudah menjadi trend di beberapa
perusahaan di Indonesia. Bagi beberapa perusahaan, teknologi enterprise system sudah bukan

menjadi pendukung bisnis lagi tetapi sudah menjadi enabler business. Tentunya adopsi teknologi
tidak semudah yang diharapkan, banyak faktor-faktor teknis maupun non teknis yang harus
diperhitungkan untuk kesuksesan implementasi enterprise system. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui konteks budaya organisasi dan perilaku sosial individu apa saja yang memiliki
dampak bagi individu dalam penggunaan enterprise information system di lingkungan kerja.
Responden penelitian adalah 186 pengguna enterprise information system yang tersebar pada
empat perusahaan di Indonesia yaitu PT. Total EP Indonesie, PT. Astra Graphia IT, PT. Elnusa,
dan VICO Indonesia. Kerangka penelitian dikembangkan berdasarkan model organizational
culture scale (Glaser et al., 1987), model budaya organisasi (Lawalata, 2010), model perilaku
sosial kognitif dan reaksi individu (Compeau et al., 1999), dan model kesuksesan implementasi
IS/IT (DeLone & McLean, 1992). Dalam pengujian keterkaitan antar variabel yang diajukan
dalam penelitian, digunakan metode Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konteks budaya organisasi yang mempengaruhi kepercayaan diri individu
terhadap kemampuannya menggunakan enterprise information system adalah teamwork,
orientation to change, information flow, dan involvement, sedangkan konteks terkait perilaku
sosial individu yang mempengaruhi penggunaan enterprise information system adalah computer
self efficacy dan performance outcome expectation.

Keywords:
Budaya organisasi

Computer self-efficacy
Usage
Individual impact
Organizational impact
Social cognitive theory
Enterprise information system

1. Pendahuluan
Pertumbuhan globalisasi saat ini menyebabkan perkembangan
dunia teknologi informasi (IT) dan sistem informasi (IS) juga
semakin pesat. Di beberapa negara, IT tumbuh dua sampai lima
kali lebih pesat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi (Microsoft,
2002). Trend implementasi Enterprise Information System (EIS)
oleh perusahaan juga sedang meningkat dalam dua dekade ini,
menurut Shih dan Pearson (2003) aplikasi seperti Enterprise
Resource Planning (ERP), Supply Chain Management (SCM),
dan Customer Relationship Management (CRM) memerlukan
kemampuan penggunaan sistem informasi yang intensif dari para
individu yang menggunakannya.
Implementasi aplikasi-aplikasi tersebut pada suatu perusahaan

tentunya bukan hal yang mudah. Beberapa dari aplikasi tersebut
gagal untuk diimplementasikan karena tidak sesuai dengan
budaya organisasi setempat, bahkan tidak memberikan dampak
positif terhadap produktivitas perusahaan (Kotter, 1995). Adopsi
teknologi baru
dalam
suatu perusahaan membutuhkan
perubahan proses bisnis yang cukup besar karena terdapat
penyesuaian antara kemampuan adaptasi dari suatu organisasi
dengan kemampuan penggunaan perangkat lunak yang dimiliki
(Amoako-Gyampah dan Salam, 2003).
Pemilihan parameter budaya dalam memprediksi dampak
penggunakan enterprise information system bertujuan untuk
melihat apakah budaya pada level organisasi memiliki dampak
atau peranan penting dalam kesuksesan penggunaan enterprise
information system di suatu perusahaan. Penelitian konteks
budaya organisasi dalam skala makro menjadi pertimbangan
dalam penelitian ini karena dengan melakukan breakdown
terhadap konteks budaya organisasi menjadi beberapa variabel


yang dapat diukur secara parsial akan lebih mudah untuk
menganalisa variabel mana saja yang paling dominan dalam
membentuk budaya di suatu organisasi tersebut sehingga
rekomendasi yang diberikan menjadi lebih terfokus pada hal
yang kritikal. Selain mengukur pada tingkatan budaya di suatu
organisasi, penelitian ini juga menambahkan konteks perilaku
sosial pada level individu untuk dilihat pengaruhnya terhadap
dampak kesuksesan penggunaan enterprise information system.
Beberapa studi terdahulu telah meneliti model keterkaitan
antara karakteristik organisasi dengan penggunaan teknologi
seperti; prediksi penggunaan sistem informasi berbasis web
dikaitkan dengan variabel motivasi (Yi dan Hwang, 2003),
budaya organisasi dengan computer self-efficay pegawai (Shih
dan Pearson (2003), social cognitive theory dengan penggunaan
komputer (Compeau et al., 1999; Compeau dan Higgins, 1995).
Walaupun demikian belum banyak model yang meneliti
pengaruh konteks budaya organisasi dalam skala makro dan
perilaku sosial dari individu di suatu organisasi dalam
menggunakan Enterprise Information System (EIS).
Dengan mengambil beberapa permasalahan dari penelitian

terdahulu terkait dengan pengaruh budaya organisasi, perilaku
sosial individu, dan fase kesuksesan implementasi sistem
informasi, penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi
konteks budaya organisasi dalam skala makro dan konteks
perilaku sosial individu apa saja yang dapat mempengaruhi
individu dalam menggunakan sistem informasi atau teknologi
informasi di suatu organisasi, dalam hal ini adalah enterprise
information system.
Makalah ini terdiri dari 7 bagian. Bagian 1 mengenai
pendahuluan penelitian, bagian 2 mengenai studi literatur tentang

2
enterprise information system, budaya organisasi, dan perilaku
sosial individu. Pada bagian 3 mengenai penjelasan model
penelitian dan hipotesis yang digunakan. Bagian 4 mengenai
metodologi penelitian. Bagian 5 mengenai pengolahan data.
Bagian 6 berisi analisis dan pembahasan. Bagian 7 berisi
implikasi manajerial. Bagian 8 berisi kesimpulan hasil penelitian.

dalam organisasi tentunya dapat diterima atau tidak oleh

anggotanya, untuk itu perlu adanya sosialisasi yang kuat.
Sosialisasi bertujuan untuk mencocokkan nilai-nilai yang dimiliki
anggota baru dengan nilai-nilai organisasi yang sudah terbentuk
lebih dahulu. Hasil dari sosialisasi terebut tentunya akan menjadi
referensi bagi manajemen puncak dalam mengembangkan
organisasi menjadi lebih baik lagi.

2. Studi Literatur
2.1. Enterprise Information System (EIS)
Pengertian dari Enteprise Information System (EIS) menurut
McLeod & Schell (2008) adalah suatu platform teknologi yang
dapat menggabungkan semua informasi dari berbagai bagian atau
divisi menjadi satu (single) informasi secara logikal, sehingga
enterprise (perusahaan/organisasi) secara mudah mendapatkan
informasi yang dibutuhkan. Cakupan Enteprise Information
System (EIS) tidak hanya penggunaan teknologi jaringan misal
LAN (Local Area Network) sehingga antar divisi dapat
terhubung tetapi proses bisnis utama tiap divisi dapat terintegrasi
dengan baik. Tentunya penggunaan Enteprise Information
System (EIS) membutuhkan penyatuan semua database secara

logikal, sehingga bukan hanya antar divisi atau bagian tapi juga
penyediaan akses informasi untuk semua tingkatan di organisasi
baik dari staf operasional, manajer maupun direktur agar
informasi menjadi real time dan dapat terdistribusi ke semua
bagian dengan cepat.
2.2. Budaya organisasi
Budaya organisasi menurut Jones (1998) merupakan
kumpulan nilai atau norma yang diakui bersama dan dapat
mengendalikan interaksi antar anggota organisasi dan interaksi
dengann pihak di luar ornganisasinya (Lawalata, 2010).
Berdasarkan penelitian Soedjono (2005) budaya organisasi dapat
dikatakan sebagai sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai
yang sedang berkembang dalam suatu organisasi dan
mengarahkan tingkah laku para anggotanya. Budaya organisasi
dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama,
yaitu jika budaya organisasi mendukung tujuan organisasi, dan
jika budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan
lingkungan secara efektif dan efisien.
Dalam beberapa literatur pemakaian istilah corporate culture
dapat diganti dengan istilah organization culture. Kedua istilah

ini memiliki pengertian yang sama. Karena itu dalam penelitian
ini kedua istilah tersebut digunakan secara bersama-sama, dan
keduanya memiliki satu pengertian yang sama. Moeljono
Djokosantoso (2003) mengatakan bahwa corporate culture juga
dikenal dengan istilah budaya kerja merupakan nilai-nilai
dominan yang disebar luaskan didalam organisasi dan diacu
sebagai filosofi kerja karyawan.
2.2.1. Terbentuknya budaya organisasi

Budaya pada dasarnya merupakan turunan dari filsafat
pendirinya, dimana dalam suatu organisasi para pendiri tersebut
memiliki visi mengenai perkembangan dari organisasi yang
dinaungi. Filsafat asli yang diturunkan oleh pendiri tersebut akan
menjadi landasan untuk membentuk dan memilih anggota yang
memiliki kesamaan visi. Setelah terbentuk sekumpulan individu
yang memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan maka akan
timbul tingkatan peran organisasi.
Peran dari manajemen puncak berdampak besar dalam
membentuk budaya organisasi melalui perilaku yang akan
menjadi role model bagi anggotanya. Pembentukan suatu budaya


2.2.2. Tingkatan budaya organisasi

Tingkatan budaya organisasi dalam dalam masyarakat dapat
berwujud mulai dari yang dapat dirasa dan dirasakan sampai pada
tingkatan yang tidak berwujud dan tertanam sebagai asumsi di
masyarakat (Sweeney & McFarlin, 2002). Tingkatan pertama
adalah artefak, yaitu suatu hasil peninggalan yang berwujud
nyata dan dapat dilihat, dirasa, dan didengar berdasarkan nilai
dan asumsi dari suatu budaya. Penjabaran dari level artefak yang
melekat pada suatu budaya organisasi antara lain dapat berupa
symbol, cerita, ritual, dan kebijakan. Tingkatan kedua adalah
nilai-nilai, yaitu suatu prinsip sosial, tujuan, dan standar yang
dijadikan landasan bagi suatu budaya. Nilai-nilai tersebut masih
dapat diatur sehingga anggota organisasi dapat mengetahui apa
yang seharusnya dilakukan, apa yang seharusnya tidak dilakukan,
dan nilai-nilai yang mendukung suatu budaya. Tingkata ketiga
adalah asumsi, yaitu mengacu kepada keyakinan yang dimiliki
individu dalam suatu organisasi dalam berfikir, merasakan
sesuatu, dan membentuk persepsi.

Penelitian ini berada pada level artefak dimana budaya
organisasi yang diteliti merupakan hasil pola kerja dan kebijakan
yang berwujud nyata dan dapat dirasakan oleh setiap individu
dalam organisasi tersebut. Pola kerja atau ritual yang ada dalam
suatu organisasi dapat diukur berdasarkan perilaku individunya
seperti pola kerjasama, lingkungan kerja, pola berfikir,
keterlibatan, dan alur informasi yang ada di suatu organisasi
(Sheng & Pearson, 2003; Lawalata, 2010).
2.3. Perilaku sosial individu
Perilaku sosial individu dapat dilihat salah satunya
berdasarkan teori sosial kognitif (social cognitive theory) yang
merupakan pengembangan dari teori belajar sosial (social
learning theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori
sosial kognitif dikembangkan oleh Albert Bandura terkait dengan
perilaku sosial individu dimana teori tersebut didasarkan atas
proposisi proses sosial maupun kognitif yang terkait dengan
pemahaman tentang motivasi, emosi, dan tindakan manusia.
Salah satu penjelasan dari teori belajar sosial Bandura adalah
mengenai self-regulation and cognition (pengaturan diri dan
kognisi) yang memiliki definisi yaitu suatu individu secara

alamiah akan dapat mengatur dirinya sendiri (self-regulation),
mempengaruhi perilaku dengan cara menciptakan dukungan
kognitif, mengatur lingkungan, mengadakan konsekuensi bagi
tingkah lakunya sendiri. Berdasarkan teori self-regulation and
cognition tersebut, penelitian ini menambahkan konstruk selfefficacy yang terkait dengan penggunaan sistem informasi untuk
memprediksi dampaknya dalam penggunaan enterprise
information system. Self efficacy sendiri memiliki definisi yaitu
penilaian terhadap diri, kepercayaan diri mengenai apakah diri
sendiri dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat
atau salah, bisa atau tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan.

3. Model penelitian dan hipotesis
3.1. Model penelitian
Kerangka model penelitian digunakan untuk mempermudah
dalam membuat alur perancangan model penelitian. Keranga
model penelitian dalam penelitian ini merupakan hasil dari
gabungan model penelitian terkait budaya organisasi, perilaku
sosial individu, dan kesuksesan implemetasi sistem informasi
yang telah dijelaskan dalam studi literatur. Kerangka model
penelitian ini terdiri dari variabel orientation to change
(Lawalata, 2010); teamwork, climate & morale, supervision,
information flow, involvement, meeting (Sheng & Pearson, 2003);
computer self efficacy, performance outcome expectation,
personal outcome expectation, affect (Compeau et al., 1999;
Compeau & Higgins, 1995); usage, individual impact,
organizational impact (DeLone & McLean, 1992). Gambar 1 di
bawah ini merupakan ilustrasi model penelitian pengaruh konteks
budaya organisasi dan perilaku sosial individu terhadap
dampaknya dalam penggunaan enterprise information system
yang diajukan.
3.2. Hipotesis penelitian
Hipotesis didefiniskan sebagai suatu pernyataan atau jawaban
sementara terhadap masalah penelitian, dimana kebenaran dari
pernyataan tersebut harus diuji kebenerarannya secara empiris
(Sugiyono, 2011). Berdasarkan tahap pengembangan model yang
diajukan, maka dihasilkan hipotesis penelitian yang dapat dilihat
pada penjelasan di bawah ini.
Hipotesis 1: Terdapat pengaruh positif dari Orientation to
change terhadap Usage.
Hipotesis 2: Terdapat pengaruh positif dari Teamwork terhadap
Computer Self-Efficacy para individu.
Hipotesis 3: Terdapat pengaruh positif dari Climate & Morale
terhadap Computer Self-Efficacy para individu.
Hipotesis 4: Terdapat pengaruh positif dari Supervision
terhadap Computer Self-Efficacy para individu.
Hipotesis 5: Terdapat pengaruh positif dari Information Flow
terhadap Computer Self-Efficacy para individu.
Hipotesis 6: Terdapat pengaruh positif dari Involvement
terhadap Computer Self-Efficacy para individu.
Hipotesis 7: Terdapat pengaruh positif dari produktivitas
Meeting terhadap Computer Self-Efficacy.
Hipotesis 8: Terdapat pengaruh positif dari Computer SelfEfficacy terhadap Usage.
Hipotesis 9: Terdapat pengaruh positif dari Computer SelfEfficacy
terhadap
Performance
Outcome
Expectation.
Hipotesis 10: Terdapat pengaruh positif dari Computer SelfEfficacy terhadap Personal Outcome Expectation.
Hipotesis 11: Terdapat pengaruh positif dari Computer SelfEfficacy terhadap Affect.
Hipotesis 12: Terdapat pengaruh positif dari Performance
Outcome Expectation terhadap Usage.
Hipotesis 13: Terdapat pengaruh positif dari Performance
Outcome Expectation terhadap Affect.
Hipotesis 14: Terdapat pengaruh positif dari Personal Outcome
Expectation terhadap Usage.
Hipotesis 15: Terdapat pengaruh positif dari Personal Outcome
Expectation terhadap Affect.
Hipotesis 16: Terdapat pengaruh positif dari Affect terhadap
Usage.
Hipotesis 17: Terdapat pengaruh positif dari Usage terhadap
Individual Impact.

Hipotesis 18: Terdapat pengaruh positif dari Usage terhadap
Organizational Impact.
Hipotesis 19: Terdapat pengaruh positif dari Individual Impact
terhadap Organizational Impact.
4. Metodologi penelitian
4.1. Pengumpulan data
Penyebaran dilakukan dengan menggunakan online survey
kepada perusahaan yang sudah mengimplemetasikan enterprise
information system. Keseragaman juga dipertimbangkan dalam
memilih
responden
penelitian.
Pemilihan
mayoritas
menggunakan
enterprise
resource
planning
menjadi
pertimbangan dalam memilih responden. Beberapa perusahaan
yang telah diketahui menggunakan enterprise resource planning
antara lain: PT. Total EP Indonesie, PT. Astra Graphia
Information Technology, PT. Elnusa Tbk, VICO Indonesia.
Untuk melengkapi item pertanyaan terkait dengan dampak
organisasi maka peneliti juga menyebar kuesioner sampai pada
level strategik yaitu ke beberapa Head Departement dan Head
Service pada perusahaan Total E&P Indonesie antara lain
departemen Material Procurement (MAT), Stock (STO), Transit
Acceptance Warehouse (TAW), Method & Planning (MPL).
Waktu penyebaran kuesioner dilaksanakan selama bulan April
sampai Juli 2012 dan penambahan penyebaran kuesioner pada
bulan Agustus 2012 dengan asumsi untuk memenuhi kecukupan
data. Penyebaran kuesioner dilakukan secara online dengan
menggunakan media kwiksurveys.com dengan alamat
http://kwiksurveys.com?s=LCKHJG_6b939d5. Jumlah kuesioner
yang disebar sebanyak 243 dengan jumlah pengembalian 194
buah (tingkat pengembalian 79,8%). Dari seluruh kuisioner yang
dikembalikan hanya 186 (95,8%) yang dapat diolah dikarenakan
terdapat 8 kuesioner yang tidak lengkap dalam pengisian
kuesioner.
4.2. Penyusunan alat ukur penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuisioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 65 buah. Skala
Likert genap 6 poin yang digunakan pada penelitian ini dengan
tujuan menghindari nilai tengah yang berarti netral oleh jawaban
responden. Terdapat enam tingkatan dalam penilaian penelitian
ini yaitu : sangat tidak setuju, tidak setuju, agak tidak setuju, agak
setuju, setuju, dan sangat setuju. Indikator pengukuran kuisioner
untuk variabel orientation to change diadopsi dari Lawalata
(2010). Indikator pengukuran kuisioner untuk variabel teamwork,
climate & morale, supervision, information flow, involvement,
meeting diadopsi dari Sheng & Pearson (2003). Indikator
pengukuran kuisioner untuk variabel computer self efficacy,
performance
outcome
expectation,
personal
outcome
expectation, affect diadopsi dari Compeau et al. (1999) dan
Compeau & Higgins (1995). Indikator pengukuran kuisioner
untuk variabel usage, individual impact, organizational impact
diadopsi dari DeLone & McLean (1992).
5. Pengolahan data
5.1. Pengolahan data pengukuran
Menurut Wijanto (2008), kriteria validitas dari suatu model
antara lain nilai t-value lebih besar dari nilai kritis (≥ 1,96 atau
praktisnya ≥ 2) dan bobot faktor (standardized loading factors) ≥
0,70 (Rigdon & Ferguson,1991) atau ≥ 0,50 (Igbaria et al, 1997)
atau ≥ 0.30 (Tabachnick & Fidell, 2007). Model dikatakan

4
reliabel jika nilai Construct Reliability (CR) ≥ 0,60 (Hair, 1998)
dan nilai Variance Extracted (VE) ≥ 0.50.
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan LISREL 8.7,
terdapat 14 item pertanyaan yang harus direduksi dikarenakan
tidak valid dan tidak reliabel. Selebihnya yaitu 51 item
pertanyaan dinyatakan valid dan reliabel karena sudah memenuhi
persayaratan yang diajukan dan dapat dilihat pada Tabel 1.
5.2. Pengolahan data model struktural
Evaluasi mengenai keterkaian antara suatu variabel dengan
variabel lainnya berdasarkan hipotesis yang telah dirancang
merupakan tujuan dari uji kecocokan model secara keseluruhan.

Model struktural dapat dikatakan memiliki tingkat signifikansi
yang baik jika t-value ≥ 1.96 atau t-value ≤ -1.96 dengan α
sebesar 5% (Wijanto, 2008). Tabel 2 di bawah ini merupakan
penjabaran rinci hasil keluaran Goodness of fit (GOF)
berdasarkan LISREL 8.70.
Setelah didapat hasil keseluruhan pengukuran Goodness of fit
(GOF), terlihat pada Tabel 2 bahwa terdapat 6 ukuran Goodness
of fit (GOF) yang menunjukkan kecocokan yang kurang baik dan
11 ukuran Goodness of fit (GOF) menunjukkan kecocokan yang
baik (pada level good, marginal, dan acceptable). Kesimpulan
yang didapat adalah kecocokan keseluruhan model struktural
mayoritas sudah baik dan tidak perlu dilakukan respesifikasi
model (Wijanto, 2008).

Tabel 1. Hasil pengolahan data model pengukuran dan statistik
Variabel Laten

Orientation to change

Teamwork

Climate & Morale

Supervision

Involvement

Information Flow

Meeting

Computer Self-Efficacy

Performance Outcome
Expectation

Personal Outcome
Expectation

Affect
Usage
Individual Impact

Organizational Impact

Variabel
Manifes
OC1
OC2
OC3
TE1
TE2
TE3
TE4
CM1
CM2
CM3
CM4
SU1
SU3
SU4
SU5
SU6
IN1
IN2
IN3
IN4
IF1
IF2
IF3
IF4
ME1
ME2
ME3
ME4
CSE4
CSE5
PR1
PR2
PR3
PR4
PR5
PS1
PS2
PS3
PS4
PS5
AF3
AF4
AF5
USE1
USE2
II3
II4
OI1
OI2
OI3
OI4

Bobot
Faktor
(λ)
0,57
0,52
0,53
0,54
0,65
0,93
0,63
0,44
0,59
0,88
0,90
0,63
0,72
0,54
0,54
0,69
0,47
0,84
0,84
0,75
0,52
0,62
0,61
0,66
0,54
0,65
0,93
0,63
1,14
0,34
0,54
0,60
0,64
0,56
0,62
0,70
1,00
0,93
0,58
0,95
0,57
0,64
0,89
0,47
0,84
0,81
0,52
0,31
0,50
0,78
0,41

Variansi
Kesalahan
0,28
0,37
0,46
0,64
0,45
0,21
0,44
0,57
0,68
0,21
0,16
0,48
0,32
0,46
0,26
0,31
0,40
0,29
0,29
0,30
0,39
0,63
0,55
0,18
0,64
0,45
0,21
0,44
0,00
0,75
0,29
0,13
0,14
0,29
0,30
0,57
0,14
0,41
0,69
0,71
0,97
0,36
0,11
0,29
0,00
0,00
0,41
0,50
0,40
0,09
0,33

Nilai
0,46
0,36
0,25
0,31
0,49
0,80
0,48
0,26
0,34
0,79
0,84
0,46
0,62
0,39
0,53
0,60
0,35
0,71
0,71
0,65
0,47
0,34
0,40
0,71
0,31
0,49
0,89
0,48
1,00
0,13
0,51
0,74
0,75
0,52
0,56
0,46
0,87
0,68
0,33
0,56
0,25
0,53
0,87
0,43
1,00
1,00
0,40
0,14
0,34
0,87
0,34

Nilai t
6,45
6,08
5,43
7,65
9,98
13,60
9,86
7,06
8,33
14,24
14,80
9,73
11,90
8,72
10,74
11,70
8,40
13,41
13,38
12,63
9,49
7,89
8,67
12,03
7,65
9,98
13,60
9,86
19,24
5,14
10,72
14,10
14,27
10,90
11,47
10,14
16,16
13,25
8,23
11,61
6,59
9,26
11,37
10,05
19,24
19,24
9,59
4,90
8,03
11,99
7,74

Construct
Reliability
(CR)

Variance
Extracted
(VE)

0,70

0,54

0,82

0,55

0,84

0,60

0,88

0,55

0,86

0,62

0,79

0,50

0,82

0,55

0,74

0,65

0,89

0,63

0,88

0,60

0,77

0,54

0,85

0,76

0,81

0,69

0,75

0,50

Table 2. Hasil goodness of fit (GOF)
Ukuran GOF

Kriteria
Absolute-Fit Measure
χ2 rendah dengan p ≥ 0.05
Semakin kecil semakin
baik
Interval sempit

Statistic Chi-square ( )
Non-Centrality Parameter (NCP
NCP Interval

Root Mean Square Residuan (RMR)
Root Mean Square Error of
Approximation (RMSEA)
Expected Cross Validation Index
(ECVI)

Tucker Lewis Index atau Non-Normed
Fit Index (TLI atau NNFI)
Normed Fit Index (NFI)
Adjusted Goodness of fit Index (AGFI)
Relative Fit Index (RFI)
Incremental Fit Index (IFI)
Comparative Fit Index (CFI)

Parsimonious Goodness of fit (PGFI)
Normed Chi-Square
Parsimonious Normed Fit Index (PNFI)

Consistent Akaike Information
Criterion (CAIC)

Kesimpulan

6076.53 (P = 0.0)

Kurang Baik

4524.18

Kurang Baik

0.10

Baik
(acceptable fit)
Baik
(acceptable fit)
Kurang Baik

0.11

Kurang Baik

M* = 20.03
S* = 8.87
I* = 69.38

Baik (good fit)

4292.41 ; 4763.29

GFI ≥ 0,90 adalah goof-fit, 0,80 ≤ GFI ≤ 0,90
adalah marginal fit
RMR ≤ 0,05 adalah good fit
RMSEA ≤ 0,08 adalah good fit, RMSEA ≤ 0,05
adalah close fit
Nilai ECVI dari model yang mendekati nilai
saturated ECVI

Goodness-of-Fit Index (GFI)

Akaike Information Criterion (AIC)

Nilai GOF

Incremental Fit Measure
NNFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ NNFI≤ 0,90
adalah marginal fit
NFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ NFI ≤ 0,90
adalah marginal fit
. AGFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ AGFI ≤
0,90 adalah marginal fit
RFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ RFI ≤ 0,90
adalah marginal fit
IFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ IFI ≤ 0,90
adalah marginal fit
CFI ≥ 0,90 adalah good fit, 0,80 ≤ CFI ≤ 0,90
adalah marginal fit
Parsimonious Fit Measures
Spesifikasi ulang dari GFI, nilai tinggi
menunjukkan parsimoni lebih besar
Normed Chi Square ≤ 5
Digunakan sebagai perbandingan antar model
alternative
Nilai AIC yang mendekati saturated AIC
menunjukkan goof fit
Nilai CAIC yang mendekati saturated CAIC
menunjukkan good fit

GOF Lainnya
CN ≥ 200 menujukkan ukuran sampel cukup
untuk mengestimasi model
*) M = model, S = saturated, I = independence
Critical “N” (CN)

0.77

0.83
0.81
0.72
0.78
0.85
0.85

0.71

-

20.32

Kurang Baik

0.76

-

M* = 5989.18
S* = 2652.00
I* = 20745.33
M* = 6643.00
S* = 8889.22
I* = 20985.22
65.13

R = 42%

R = 24%
R = 0,58%
R = 1,3%

R = 8,3%

Gambar 1. Hasil goodness of fit (GOF)

Baik
(marginal fit)
Baik
(marginal fit)
Baik
(acceptable fit)
Baik
(acceptable fit)
Baik
(marginal fit)
Baik
(marginal fit)

R = 21%

Baik (good fit)

Baik (good fit)

Kurang Baik

6
6. Analisis dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data model struktural didapat
bahwa terdapat 11 hipotesis yang diterima dan 8 hipotesis yang
ditolak. Terdapat pengaruh positif dari orientation to change
terhadap usage, sehingga H1 diterima (β=0,12; p