Pengujian Aspal dan Agregat Perkerasan J

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Umum
Perkerasan jalan raya adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan
lapis konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan,
serta kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya
ke tanah dasar secara aman dan nyaman tanpa terjadi kerusakan yang berarti.
Struktur perkerasan jalan sendiri terbagi menjadi tiga tipe, yaitu
struktur perkerasan lentur, perkerasan kaku dan perkerasan komposit. Ketiga
jenis perkerasan tersebut memiliki perbedaan baik dalam hal proses
pembuatan kelas mutu dan spesifikasinya. Yang digunakan untuk lapis
perkerasan adalah beton aspal.

1.2

Lapis Aspal Beton (LASTON)
Lapis aspal beton (laston) atau dapat disebut juga asphalt concrete
(AC) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari

campuran aspal keras dan agregat yang mempunya gradasi menerus,
dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu. asphalt concrete
cocok untuk jalan yang dilalaui kendaraan berat dan biasa digunakan untuk
lapis permukaan perkerasan.
Fungsi Laston antara lain :
a)
Sebagai pendukung beban lalu lintas
b)
Sebagai pelindung konstruksi dibawahnya
c)
Sebagai lapisan aus
Sifat-sifat laston adalah sebagai berikut :
a)
Kedap air
b)
Tahan terhadap keausan akibat lalu lintas
c) Mempunyai nilai structural
d) Mempunyai nilai stabilitas yang tinggi

1.2.1


Bahan dan Persyaratan Aspal Beton
Bahan laston terdiri dari aspal, agregat kasar, agregat halus,
dan filler (jika dibutuhkan). Pada laporan ini akan dibahas mengenai

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
1

bahan-bahan penyusun laston tersebut, dimulai dari sifat materialnya
hingga pengujian yang perlu dilakukan.
1.2.1.1 Aspal
Dalam perkerasan jalan terutama untuk perkerasan lentur,
material aspal adalah material yang sangat penting sebagai
pengikat antar agregat. Aspal atau bitumen merupakan material
yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis
sehingga akan melunak dan mencair bila terdapat cukup
pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang
membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap
pada


tempatnya

selama

proses

produksi

dan

masa

pelayanannya.
Persyaratan aspal sendiri adalah aspal yang berasal dari
minyak bumi, mempunyai sifat sejenis dengan kadar parafine
dalam aspal tidak melebihi 2 %, tidak mengandung air dan
tidak berbusa jika dipanaskan sampai suhu 75 derajat celsius.
1.2.1.1.1 Jenis Aspal
Aspal terbagi menjadi 2 tipe, yaitu aspal buatan dan

aspal alam.
a) Aspal Alam (Asbuton)

Langsung tersedia di alam, jika di Indonesia
dapat diperoleh disumber terbesarnya yaitu di


Pulau Buton.
Sifat asbuton sangat dipengaruhi oleh suhu,
yang mana jika suhu semakin meningkat maka
aspal akan semakin cepat mencapai plastis.
Selain itu sifat asbuton pun dipengaruhi oleh
bahan pelarut, yang jika asbuton diresapi oleh
flux oil (bahan perangsang) maka asbuton akan



menjadi lembek.
Klasifikasi
Asbuton 10 → kadar aspal 9-11%

Asbuton 13 → kadar aspal 11,5-14,5%
Asbuton 16 → kadar aspal 15-17 %
Asbuton 20 → kadar aspal 17,5-22,5%
Asbuton 25 → kadar aspal 23-27 %

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
2



Asbuton 30 → kadar aspal 27,5-32,5 %
Penggunaan
Sebagai lapis permukaan pada jalan dengan
volume lalu lintas 200-1500 kendaraan perhari.

b) Aspal Buatan
 Merupakan hasil akhir dari penyaringan minyak



(biasanya aspal + parafine)
Klasifikasi aspal buatan :
a. Aspal cair
b. Aspal Emulsi
c. Aspal Semen (Asphalt Cement/AC)

Untuk asphalt cement sendiri terdiri dari beberapa
tipe yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

AC 40-50
AC 60-70
AC 85-100
AC 120-150
AC 200-300


Angka di atas menunjukan angka penetrasi
aspal, semakin tinggi nilai penetrasi maka akan
semakin lembek aspal tersebut. AC dengan
penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca
panas atau lalu lintas volume tinggi sedangkan
yang berpenetrasi tinggi digunakan pada daerah
bercuaca dingin atau berlalulintas redah.
Oleh karena aspal merupakan material yang
penting, maka diperlukan adanya pengujian untuk
mengetahui apakah aspal tersebut memenuhi
spesifikasi atau tidak. Pengujian pertama yang
dilakukan adalah penetrasi. Hal ini karena mutu
aspal ditentukan oleh angka penetrasinya.
Dalam praktikum ini bertujuan membuat job
mix formula (rancangan campuran rencana) beton
aspal jenis AC dengan spesifikasi aspal yang
digunakan untuk campuran beton aspal jenis AC
terlihat dalam Tabel 1.1

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN

KELOMPOK II REGULER 2
3

Tabel 1.1 Spesifikasi Semen Aspal untuk Campuran Beton Aspal tipe AC
Persyaratan
Karakteristik

Pen. 60

penetrasi
( 25 ºC ; 100gr ; 5 detik; 0,1
Titik lembek
( Ring & Ball )
Titik nyala
( Clev. Open cup)
Kehilangan berat
(163oC ; 5 jam)
Daktilitas
( 25 ºC ; 5 cm/menit )
Penetrasi setelah kehilangan

berat
Penetrasi

aspal

hasil

ekstraksi benda uji

Pen. 80

Satuan

Min.

Maks.

Min.

Maks.


60

79

80

99

0,1 mm

48

58

46

54

ºC


200

-

225

-

ºC

-

0,4

-

0,6

%berat

100

-

100

-

Cm

75

-

75

-

55

-

55

-

%
terhadap
asli
%
terhadap

asli
Tabel 1.1 Spesifikasi Semen Aspal untuk Campuran Beton Aspal tipe AC
Daktilitas
aspal
hasil
Cm
40
40
ekstraksi benda uji
Kelarutan
99
99
% berat
( CCl 3 )
Berat jenis
1
1
( 25º)
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah – Direktorat Jendral
Prasarana Wilayah. (2002).
Pengujian aspal yang dilakukan tentunya
berpedoman

pada

spesifikasi

dengan angka penetrasinya.

yang

sesuai

Pada laporan

praktikum ini, aspal yang diuji merupakan aspal
dengan angka penetrasi 60/70 sehingga aspal
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
4

tersebut harus memenuhi spesifikasi yang telah
tercantum diatas.
1.2.1.1.2 Pengujian Terhadap Aspal
Adapun macam-macam pengujian aspal, di
antaranya adalah sebgaia berikut :
a) Uji Penetrasi
Pengujian
tersebut
bertujuan

untuk

menentukan angka penetrasi aspal yang akan
menjadi acuan spesifikasi pada karakteristik
lainnya.
b) Uji Daktilitas
Uji daktilitas

aspal adalah

suatu uji

kualitatif yang secara tidak langsung dapat
digunakan

untuk

mengetahui

tingkat

adhesiveness atau daktilitas aspal keras. Aspal
dengan nilai daktilitas yang rendah adalah aspal
yang memiliki gaya adesi yang kurang baik
dibandingkan dengan aspal yang memiliki nilai
daktilitas yang tinggi.
c) Uji Titik Lembek Aspal
Pengujian
tersebut

bertujuan

untuk

mengetahui tingkat suhu di mana aspal mulai
lembek akibat suhu udara sehingga dalam
perencanaan jalan dapat diperkirakan bahwa
aspal yang digunakan masih tahan dengan suhu
di lokasi perencanaan jalan tersebut.
d) Uji Viskositas
Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui
tingkat kekentalan aspal.
e) Kehilangan Berat Aspal
Pengujan
tersebut

bertujuan

untuk

mengetahui presentase kehilangan berat aspal.
f) Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal
Pengujian titik nyala dilakukan untuk
memperkirakan temperatur maksimum dalam
pemanasan aspal sehingga dalam praktik di
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
5

lapangan pemanasan aspal tidak boleh melebihi
titik

nyala

dan

titik

bakarnya.

Dalam

percampuran aspal diusahakan untuk tidak
melebihi titik nyala karena bila dipanaskan
melebihi titik nyala, aspal dapat menjadi keras
dan getas.
g) Uji Kearutan Aspal dengan CCl4
Pengujian
tersebut
bertujuan

untuk

mengetahui tingkat kemurnian aspal dengan
menggunakan larutan CCl4.
h) Uji Berat Jenis Aspal
Pada pengujian tersebut dihasilkan berat
jenis aspal yang akan digunakan dalam analisis
campuran, yaitu pada formula berat jenis
maksimum campuran dan presentase rongga
terisi aspal.
Dikarenakan terbatasnya waktu setra
alat yang mendukung sehingga percobaan yang
dilakukan pada praktikum ini hanya pengujian
penetrasi, berat jenis, daktilitas, titik lembek,
titik nyala dan titik bakar, dan kelarutan
bitumen.
1.2.1.1.3 Standar Pengujian Aspal
Dalam pengujian aspal terdapat beberapa
macam standar yang digunakan untuk masingmasing proses pengujian. Standar-standar pengujian
seperti terlihat pada tabel 1.2

No
1
2
3
4
5
6

Tabel 1.2 Spesifikasi Agregat untuk Beton Aspal Secara Umum
Pengujian
AASTHO
ASTM
SK.SNI
Uji penetrasi
T-49-68
D-571
M-08-1989-F
Uji Titik lembek aspal
T-53-74
D-36-70
Uji titik nyala dan titik bakar
T-54-74
D-113-69
M-08-1989-F
Uji daktilitas
T-54-74
D-113-69
M-08-1989-F
Uji kelarutan aspal dengan
T-44-70
D-165-42
CCL4
Uji berat jenis aspal
T-228-68
D-70-72

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
6

PA

7
8
9
10
11
12
13
14

Uji kehilangan berat
Uji kelekatan agregat terhadap
aspal
Uji viskositas
Uji pemulihan aspal dengan
alat penguap putar
Uji kehilangan berat minyak
dan aspal dengan cara A
Uji aspal cair dengan penguap
cepat
Uji aspal cair dengan penguap
sedang
Uji aspal emulsi kationik

T-47-74

D-6-69

0304-76

D-7-72

03011-76

T-82-84
T-22-68
T-70-90

M-21-1995-03

T-79-88

SNI-06-2440-1991

M-81-90

S-03-1995

M-82-75

S-02-1995

M-208-87

S-01-1995

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
7

1.2.1.2 Agregat
Selain aspal material lain yang memiliki peran yang
sangat penting adalah agregat. Pada campuran beraspal,
agregat memberikan kontribusi 90-95% terhadap berat
campuran sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu
faktor penentu dari kinerja campuran tersebut untuk tujuan ini,
sifat agregat yang harus diperiksa antara lain :
a) Ukuran Butir
Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal
terdistribusi dari yang berukuran besar sampai yang kecil.
Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai
semakin banayak variasi ukurannya dalam campuran
tersebut.
b) Gradasi
Gradasi agregat ditentukan oleh analisis saringan,
dimana contoh agregat harus memenuhi satu set saringan.
Gradasi agregat dapat dibedakan atas beberapa jenis, di
antaranya :
 Gradasi seragam (uniform graded) atau gradasi
terbuka (open graded) adalah gradasi agregat dengan
ukuran hampir sama. Gradasi seragam disebut juga
gradasi terbuka atau open graded karena hanya
mengandung sedikit agregat halus sehingga terdapat
banyak rongga/ruang kosong antar agregat. Campuran
beraspal yag dibuat dengan gradasi ini bersifat porous
atau memiliki permeabilitas yang tinggi, stabilitas


rendah, dan memiliki berat isi yang kecil.
Gradasi rapat (dense graded) adalah gradasi agregat
di mana terdapat butiran dari agregat kasar sampai
halus sehingga sering juga disebut gradasi menerus,
atau gradasi baik (well graded). Campuran dengan
gradasi ini memiliki stabilitas yang tinggi, agak kedap



air, dan memiliki berat isi yang besar.
Gradasi senjang (gap graded) adalah gradasi agregat
di mana ukuran agregat yang ada tidak lengkap atau

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
8

ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya
sedikit sekali. Campuran agregat dengan gradasi ini
memiliki kualitas peralihan dari kedua gradasi yang
disebutkan diatas.
Pada praktikum yang telah dilakukan menggunakan
spesifikasi gradasi agregat seperti terlihat pada tabel 1.3
Tabel 1.3 Spesifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Saringan
Ukuran
Saringan
mm
Inch
25,400
1"
19,100
3/4"
12,700
1/2"
9,500
3/8"
4,760
No.4
2,380
No.8
1,190 No.16
0,590 No.30
0,279 No.50
0,149 No.100
0,074 No.200
Pan

Spesifikasi
Bawah
100
100
75
60
38
27
14
9
5
2
2

Atas
100
100
100
85
55
40
24
18
12
8
8

Dengan adanya spesifikasi, maka untuk gradasi
agregat yang dihasilkan yang baik harus masuk dalam
batas atas dan batas bawah dari spesifikasi tersebut
sehingga mendapakan campuran yan baik pula.

c) Kebersihan Agregat

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
9

Dalam

spesifikasi

biasanya

memasukkan

syarat

kebersihan agregat, yaitu dengan memberikan suatu
batasan jenis dan jumlah material yang tidak diinginkan
(seperti tanaman, partikel lunak, lumpur dan lain
sebagainya) yang berada dalam atau melekat pada agregat.
Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang jelek
pada kinerja perkerasan, seperti berkurangnya ikatan
antara aspal dengan agregat yang disebabkan karena
banyaknya kandungan empung pada agregat tersebut.
d) Kekerasan
Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu
menahan abrasi dan degradasi selama proses produksi dan
operasionalnya di lapangan. Agregat yang akan digunakan
sebagai lapis permukaan perkerasan harus lebih keras
(lebih tahan) dari pada agregat yang digunakan untuk lapis
bawahnya. Hal tersebut disebabkan karena lapisan
permukaan perkerasan akan menerima dan menahan
tekanan dan benturan akibat beban lalu lintas paing besar.
Oleh karena itu, kekuataan agregat terhadap beban
merupakan suatu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi
oleh agregat yang akan digunakan sebagai bahan jalan.
e) Bentuk Butir Agregat
Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan
ikatan antara agregat (agregat interlocking) yang baik
yang dapat menahan perpindahan (displacement) agregat
yang mungkin terjadi. Agregat yang bersudut tajam,
berbentuk kubikal dan agregat yang memiliki lebih dari 1
bidang pecah akan menghasilkan ikatan antar agregat yang
paling baik. Dalam campuran beraspal, penggunaan
agregat yang bersudut saja atau bulat saja tidak akan
menghasilkan campuran beraspal yang baik. Kombinasi
pengunaan kedua bentuk partikel agregat ini sangatlah
dibutuhkan untuk menjamin kekuatan pada struktur
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
10

perkerasan dan workability yang baik dari campuran
tersebut.
f)

Tekstur Permukaan Agregat
Permukaan agregat yang kasar akan memberikan
kekuatan pada campuran beraspal karena kekerasan
permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari
pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan
agregat juga akan memberikan tahanan geser yang kuat
pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan
keamanan kendaraan terhadap slip. Selain itu, film aspal
lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar
sehingga akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal
dan agregat dan pada akhirnya akan menghasilkan
campuran beraspal kuat.

g) Daya Serap Agregat
Jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan
terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah
proses pencampuran agregat dengan aspal di unit
pencampur aspal (AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal
yang berada pada permukaan agregat yang berguna untuk
mengikat partikel agregat menjadi lebih sedikit sehingga
akan menghasilkan film aspal yang tipis. Oleh karena itu,
agar campuran yang dihasilkan tetap baik agregat yang
porus memerlukan aspal yang lebih banyak dibandingkan
dengan yang kurang porus.
1.2.1.2.1. Jenis agregat
Agregat terbagi menjadi agregat kasar,agregat
halus,dan filler.
a) Agregat Kasar (tertahan #8)
Persyaratan
:
Untuk agregat kasar harus memenuhi syarat
sebagai berikut : abrasi maksimal 40 %,
kelekatan terhadap aspal minimal 95 %, bagian
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
11

yang lunak maksimal 5 %, berat jenis semu
minimal 2,5, penyerapan air maksimal 3 %, kadar
lempung maksimal 0,25 %, kadar debu maksimal
1 %, indeks kepecahan maksimal 25%, bidang
pecah maksimal 50%, dan gradasi lolos saringan
¾” serta tertahan no.4
Fungsi :
Memberikan stabilitas campuran dari kondisi
saling mengunci (interlocking) dari masingmasing agregat kasar dan dari tahanan gesek
terhadap suatu aksi perpindahan. Stabilitas
ditentukan oleh bentuk dan tekstur permukaan
agregat kasar (kubus dan kasar).
Karakteristik
:
1. Mempunyai kekuatan atau kekasaran
(crusshing strenght).
2. Mempunyai bentuk yang relatif kotak atau
kubus.
3. Mempunyai bidang permukaan yang relatif
kasar.
Agregat

yang

digunakan

dalam

pembuatan aspal beton adalah batu pecah atau
kerikil

dalam

keadaan

kering

dengan

persyaratan sebagai berikut :
a. Keausan agregat yang diperiksa dengan
mesin Los Angeles pada 500 putaran harus
mempunyai nilai maksimum 40%.
b. Kelekatan terhadap aspal harus lebih besar
dari 95%.
c. Indeks kepipihan agregat maksimum 25%.
d. Penyerapan agregat terhadap air maksimum
3%.
e. Berat jenis semu agregat minimum 2,5%.
f. Gumpalan lempung agregat maksimum
0,25%.
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
12

g. Bagian-bagian batu yang lunak dari agregat
harus kurang dari 5%.

b) Agregat halus (lolos #8 dan tertahan #200)
Persyaratan
:
Agregat halus harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut : berat jenis semu minimal 2,5,
peresapan agregat terhadap air minimal 3%,
kadar debu maksimal 8%, agregat lolos saringan
no.4.
Fungsi
:
Menambah stabilitas dari campuran dengan
memperkokoh sifat saling mengunci dari agregat
kasar dan juga untuk mengurangi rongga udara
agregat kasar. Selain itu, semakin kasar tekstur
permukaan agregat halus, maka dapat menambah
kekasaran permukaan. Agregat halus #30 s/d
#200 penting untuk menaikkan kadar aspal
sehingga akan lebih awet.
Karakteristik
:
1. Mempunyai kekuatan

atau

kekerasan

(crusshing strenght)
2. Mempunyai bentuk yang relatif kubus.
3. Mempunyai bidang permukaan yang relatif
kasar.
Agregat halus harus terdiri dari bahanbahan berbidang kasar, bersudut tajam, dan bersih
dari kotoran-kotoran. Agregat halus terdiri dari
pasir, bahan-bahan halus, hasil pemecahan batu
atau kombinasi bahan-bahan tersebut dalam
keadaan kering yang memenuhi syarat :
a. Nilai sand equivalent dari agregat minimum
50.
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
13

b. Berat jenis semu minimum 2,5.
c. Dari pemeriksaan Atterberg, agregat harus
non-plastis.
d. Peresapan agregat terhadap air maksimum 3%.
c) Filler (lolos #200)
Filler merupakan salah satu bahan pengisi rongga
campuran aspal, sebagai bahan pengisi rongga
udara pada material sehingga dapat memperkaku
lapisan aspal.
Adapun karakternya:
a. Mengisi ruang kosong.
b. Membuat mix stiff / stable.
1.2.1.2.2 Pengujian agregat
Pengujian agregat yang diperlukan untuk
mendapatkan agregat yang baik adalah sebagai berikut :
a) Pengujian analisa saringan (gradasi)
Gradasi agregat adalah pembagian ukuran
butiran yang dinyatakan dalam persen dari berat
total. Tujuan utama pekerjaan analisIS ukuran butir
agregat adalah untuk pengontrolan gradasi agar
diperoleh konstruksi campuran yang bermutu
tinggi. Suatu lapisan yang semuanya terdiri dari
agregat kasar dengan ukuran yang kira-kira sama
mengandung rongga udara sekitar 35%. Apabila
lapisan tersebut terdiri atas agregat kasar, sedang,
dan halus dengan perbandingan yang benar akan
dihasilkan lapisan agregat yang lebih padat dan
rongga udara yang kecil.
b) Berat jenis dan penyerapan
Pengujian
tersebut

bertujuan

untuk

mengetahui berat jenis dan penyerapan agregat.
c) Uji Keausan
Pada pekerjaan jalan, agregat akan
mengalami proses tambahan seperti pemecahan,
pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu
lintas. Guna mengatasi hal tersebut, agregat harus
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
14

mempunyai daya tahan yang cukup terhadap
pemecahan (crushing), penurunan (degradation),
dan penghancuran (disintegration). Agregat pada
atau di dekat permukaan perkerasan memerlukan
kekerasan dan mempunyai daya tahan terhadap
pengausan yang lebih besar dibandingkan dengan
agregat yang letaknya pada lapisan lebih bawah
karena bagian atas perkerasan menerima beban
terbesar.
d) Pengujian setara pasir
Agregat yang digunakan sebagai bahan jalan
harus bersih, bebas dari zat-zat asing, seperti
tumbuhan, butiran lunak, gumpalan tanah liat
(lempung), atau lapisan tanah liat (lempung).
Pengujian setara pasir (sand equivalent test)
dilakukan untuk menentukan perbandingan relatif
dari bagian yang dapat merugikan (seperti butiran
lunak dan lempung) terhadap bagian agregat yang
lolos saringan no.4.
e) Pemeriksaan gumpalan lempung dan butiran yang
mudah pecah dalam agregat
Butiran agregat jika terkena air akan mudah
pecah sehingga lebih baik tidak digunakan, karena
jika perkerasan jalan tergenang air, selain mudah
pecah biasanya menunjukkan suatu kecenderungan
bahwa butiran ini mengandung lempung.
f) Pengujian daya lekat agregat terhadap aspal
Pengujian
tersebut
bertujuan
untuk
mengetahui kecelakaan agregat terhadap aspal.
g) Angularitas
Angularitas merupakan suatu pengukuran
penentuan

jumlah

agregat

berbidang

pecah.

Susunan permukaan yang kasar yang menyerupai
kekasaran

kertas

amplas

mempunyai

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
15

kecenderungan

untuk

menambah

kekuatan

campuran, dibanding dekat permukaan yang licin.
Ruangan agregat yang kasar biasanya lebih besar
sehingga menyediakan tambahan bagian untuk
diselimuti oleh aspal. Agregat dengan permukaan
yang licin dengan mudah dilapisi lapisan aspal tipis
(asphalt film), tetapi permukaan seperti ini tidak
dapat memegang lapisan aspal tersebut tetap pada
tempatnya.
h) Pemeriksaan kepipihan agregat
Bentuk butir (particle shape) pada agregat
dibedakan menjadi 6 kategori, yaitu bulat, tidak
beraturan,

berbidang

pecah

(angular),

pipih,

panjang, pipih, dan lonjong. Agregat yang pipih
dan atau panjang akan mudah patah apabila
mendapat beban lalu lintas. Besarnya kepipihan
dinyatakan dalam indeks kepipihan. Banyaknya
agregat yang pipih dinyatakan dengan indeks
kepipihan (flackiness index) dan agregat yang
panjang dinyatakan dengan indeks kelonjongan
(elongatian index).
i) Pengujian partikel ringan dalam agregat
Adanya partikel ringan pada agregat dengan
jumlah besar yang digunakan sebagai campuran
aspal panas akan mengganggu stabilitas campuran.
Partikel ringan yang dimaksud adalah partikel yang
mengapung di atas larutan yang berat jenisnya 2.
Bahan yang digunakan untuk memisahkan partikel
ringan adalah larutan seng khlorida (ZnCl2) berat
jenis 2.
Dikarenakan terbatasnya waktu serta alat
yang

mendukung

sehingga

percobaan

yang

dilakukan pada praktikum ini hanya pengujian
saringan agregat halus dan kasar, berat jenis, dan
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
16

penyerapan agregat halus dan kasar, serta kelekatan
agregat terhadap aspal.
1.2.1.2.3 Standar Pengujian Agregat
Dalam pengujian agregat terdapat beberapa macam
standar yang digunakan untuk masing-masing proses
pengujian agregat ditunjukkan pada Tabel 1.4

Tabel 1.4 Standar Pengujian Agregat
1.
2.
3.
4.
5.
6.

PENGUJIAN
Uji analisa saringan agregat halus dan kasar
Uji berat jenis dan penyerapan agregat kasar
Uji berat jenis dan penyerapan agregat halus
Uji kelekatan agregat terhadap aspal
Uji berat isi agregat
Uji keausan agregat dengan mesin Los Angeles

AASHTO
T-27-74
T-85-74
T-84-74
T-182
T-19-74
T-96-74

ASTM
D-36-46
C-127-68
D-128-68
C-29-71
C-131-55
C-535

7. Uji jumlah bahan dalam agregat yang lolos

T-11-90

dalam saringan
8. Uji agregat halus/pasir yang mengandung

T-176-86

bahan plastis dengan cara setara pasir
9. Uji spesifikasi agregat halus untuk campuran

M-29-91

perkerasan aspal
1.2.1.3 Campuran
Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat,
bahan pengisi (bila diperlukan), dan aspal yang dicampur
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
17

secara panas pada temperatur tertentu. Komposisi bahan dalam
campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan
sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan aspal yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Stabilitas yang cukup. Sehingga mampu mendukung
beban lalu lintas yang melewatinya tanpa mengalami
deformasi permanen dan deformasi plastis selama umur
rencana.
b) Durabilitas yang cukup. Sehingga mempunyai keawetan
yang cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu lintas.
c) Kelenturan yang cukup. Sehingga harus mampu menahan
lendutan akibat beban lalu lintas tanpa mengalami retak.
d) Cukup kedap air. Sehingga tidak ada rembesan air yang
masuk ke lapis pondasi di bawahnya.
e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan
beraspal berhubungan erat dengan keselamatan pengguna
jalan.
f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Sehingga mampu
menahan beban berulang dari beban lalu lintas selama
umur rencana.
g) Kemudahan kerja. Sehingga ampuran beraspal mudah
dilaksanakan,

mudah

dihamparkan,

dan

mudah

dipadatkan.
1.2.1.3.1 Jenis Campuran
AC dibagi menjadi beberapa tipe, antara lain:
1. Asphalt Concrete – Binder Course (AC-BC),
untuk lapis permukaan, diameter butir maksimal
25,4 mm, dan bertekstur sedang.
2. Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC),
untuk perata atau laston atas (ATB), diameter butir
maksimal 19,0 mm, dan bertekstur halus
3. Asphalt Concrete – Base (AC-Base), untk laston
bawah, diameter butir maksimal 37,5 mm dan
bertekstur kasar.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
18

Namun, pada percobaan ini kami hanya membuat
campuran aspal beton konvensional, yang bukan
merupakan salah satu dari ketiga jenis asphalt
concrete yang telah disebutkan di atas. Prinsip AC
konvensional adalah dengan menentukan gradasi
agregat terlebih dahulu, kadar aspalnya dicari, dan
yang diutamakan adalah nilai stabilitasnya. Adapun
spesifikasi yang digunakan untuk AC konvensional
seperti terlihat pada Tabel 1.5 berikut ini.

Tabel 1.5 Spesifikasi AC Konvensional
Uraian
% Rongga Udara
Stabilitas Marshall
Kelelehan
Berat isi (BJ Bulk)
Rongga terisi aspal

Spesifikasi
3-5%
Minimal 750 kg
2-4 mm
Maksimal 2,5 ton/m3
75-82%

1.2.1.3.2 Pengujian Campuran
Pengujian yang dilakukan pada campuran adalah
sebagai berikut :
a.
b.

Persentase campuran agregat dengan aspal
Pemeriksaan bahan campuran dengan alat
Marshall
Pada pemeriksaan ini diperoleh nilai stabilitas
terhadap

kelelehan

plastis.

Pemeriksaan

campuran dengan Marshall test memiliki tujuan
untuk mengetahui kadar aspal optimum dari
campuran beton aspal yang akan diterapkan di
c.

lapangan.
Pemeriksaan

kadar

bitumen

dengan

cara

ekstraksi
Ekstraksi yang dilakukan merupakan proses
pengendalian mutu, di mana bermaksud untuk
memeriksa kadar aspal pada suatu campuran
LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
19

yang telah digelar di lapangan dengan kadar
aspal optimum pada JMF. Selain pemeriksaan
kadar aspal, pemeriksaan gradasi agregat juga
diperlukan karena dapat mempengaruhi kinerja
perkerasan jalan jika berbeda dnegan gradasi
agregat pada JMF.
Percobaan pengujian campuran yang dilakukan
adalah untuk Marshall test dan uji kadar
bitumen dengan cara ekstraksi, tanpa melakukan
pengujian persentase campuran terhadap aspal.
Hal tersebut dapat disebabkan keterbatasan
waktu saat praktikum.
1.2.1.3.3 Standar Pengujian Campuran
Dalam pengujian pengujian campuran terdapat
beberapa macam standar yang digunakan untuk
masing-masing proses pengujian, antara lain:
1.
2.

Marshall Test
SK.SNI 06-2489-1991
Uji Kadar Bitumen dengan Cara Ekstraksi
AASHTO T-164-74

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
20

BAB II

PENGUJIAN BAHAN ASPAL
2.1

Penetrasi Bahan Bitumen
Standar spesifikasi :


AASHTO T-49-68



SK.SNI M-08-1989-F

2.1.1

Pendahuluan
Penggunaan aspal pada perkerasan jalan harus disesuaikan
dengan kondisi, situasi, dan jenis perkerasan yang dipakai. Aspal
biasanya mempunyai angka penetrasi 40/50, 60/70, 80/100, dan
100/120. Semakin besar angka penetrasi, maka semakin lembek aspal
tersebut.

2.1.2 Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi
bitumen keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan
memasukkan jarum ukuran 1 mm, beban 100 gram, setiap 5 detik
kedalam bitumen pada suhu tertentu
2.1.3 Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan angka
penetrasi dari aspal keras yang diuji, kemudian angka penetrasi
tersebut digunakan untuk menentukan beban maksimum kendaraan
yang diijinkan melalui jalan yang ditinjau supaya tidak terjadi
kerusakan jalan.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
KELOMPOK II REGULER 2
21

2.1.4. Bahan dan Peralatan
1.

Bahan :
a.

Aspal keras yang akan digunakan pada pembuatan
campuran aspal panas.

2.

b.

Air.

c.

Toluene.

Peralatan :
a.

Alat penetrasi (penetrometer) yang dapat menggerakkan
pemegang jarum naik turun tanpa gesekan dan dapat
mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.

b.

Pemegang jarum seberat (47,5 ± 0,05) gram yang dapat
dilepas dengan mudah dari alat penetrasi.

c.

Pemberat dari (50 ± 0,05) gram dipergunakan untuk
pengukuran penetrasi dengan beban 100 gram.

d.

Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 44oC
atau HRC 54 sampai 60. Ujung jarum harus berbentuk
kerucut terpancung.

e.

Cawan harus terbuat dari logam atau gelas berbentuk
silinder dengan dasar yang rata-rata berukuran sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Ketentuan Bentuk Cawan

Penetrasi