Teknik Estimasi Cadangan Karbon Serapan

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

TEKNIK ESTIMASI
CADANGAN KARBON SERAPAN
KARBONDIOKSIDA & PRODUKSI OKSIGEN
HUTAN ALAM DIPTEROCARPA
Oleh :
Eldy Indra Purnawan
Email: [email protected]

0

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..............................................................................................

i

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................


ii

I. PENDAHULUAN ...................................................................................

1

II. METODE ESTIMASI ............................................................................

4

2.1. Objek dan Alat ................................................................................

4

2.2. Prosedur ..........................................................................................

4

2.2.1. Pembuatan Petak Contoh Pengamatan (PCP)........................


4

2.2.2. Pengumpulan Data ...............................................................

6

2.2.3. Estimasi Biomassa di Atas Permukaan Tanah .......................

6

2.2.4. Estimasi Biomassa Bawah Permukaan (Akar) ......................

6

2.2.5. Estimasi Potensi Karbon di Atas Permukaan Tanah dan di
Bawah Permukaan Tanah (Akar) ..........................................

6


2.2.6. Estimasi Potensi karbon Total ..............................................

7

2.2.7. Estimasi Serapan Karbondioksida (CO2) ..............................

7

2.2.8. Estimasi Produksi Oksigen (O2) ...........................................

7

2.2.9. Nilai Jasa Lingkungan dari Serapan Karbondioksida (CO2) ..

7

2.3. Analisis Data ..................................................................................

7


2.3.1. Estimasi Biomassa di Atas Permukaan Tanah.......................

7

2.3.2. Estimasi Biomassa di Bawah Permukaan Tanah (Akar) ........

9

3.4.2. Estimasi Potensi Karbon di Atas Permukaan Tanah dan
di Bawah Permukaan Tanah (Akar).......................................

10

3.4.4. Estimasi Potensi Karbon Total ............................................

10

3.4.5. Estimasi Serapan Karbondioksida (CO2) .............................

11


3.4.6. Estimasi Produksi Oksigen (O2) ...........................................

11

3.4.7. Nilai Jasa Lingkungan dari Serapan Karbondioksida (CO2) .

12

2.4. Diagram Alur .................................................................................

13

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
i

1

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016


DAFTAR GAMBAR

No.

Judul

Halaman

1.

Desain Petak Contoh Pengamatan ....................................................

5

2.

Diagram Alur Teknik Estimasi ..........................................................

13


2 ii

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

I.

PENDAHULUAN

Perubahan iklim secara global yang terjadi saat ini merupakan salah satu isu
penting yang menjadi sorotan dunia. Dampak dari berubahnya iklim global, yaitu
perubahan

curah

hujan

serta

naiknya


intensitas

dan

frekuensi

badai

(Lukito dan Rohmatiah, 2013). Hal ini disebabkan karena terganggunya
keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut
dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau Karbondioksida
(CO2), Metana (CH4) dan Nitrous Oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan Gas
Rumah Kaca (GRK).
Menurut Hariah dan Rahayu (2007) kenaikan konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer ini terjadi akibat dari pengelolaan hutan yang kurang tepat, pembakaran
lahan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan, pengeringan lahan gambut
serta pengambilan kayu dari hutan dalam jumlah yang cukup banyak. Upaya yang
dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim saat ini adalah
meningkatkan penyerapan karbon (Salomon dkk., 1988) dan menurunkan emisi

karbon (Lasco, 2004).
Pepohonan sebagai unsur utama pembentuk hutan memerlukan sinar
matahari, gas CO2 yang diserap dari udara serta hara dan air yang diserap dari
tanah untuk kelangsungan hidupnya (Lukito dan Rohmatiah, 2013). CO2 yang
diserap dari udara akan diubah menjadi karbohidrat melalui proses fotosintesis,
kemudian akan disebarkan ke seluruh bagian tubuh tumbuhan dan ditimbun dalam
tubuh tumbuhan tersebut (daun, batang, ranting, akar, bunga dan buah).
Tumbuhan atau pohon di hutan dianggap berfungsi sebagai tempat penimbunan

3

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

atau pengendapan karbon (rosot karbon atau carbon sink) (CIFOR, 2003). Proses
penimbunan karbon (C) dalam tubuh tanaman hidup dinamakan sekuestrasi C (CSequestrastion). Besarnya jumlah C yang tersimpan dalam tubuh tanaman hidup
(biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknnya CO2 di atmosfer
yang diserap oleh tanaman. Pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian
tubuh tumbuhan yang telah mati (nekromassa) secara tidak langsung dapat
menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara melalui pembakaran.
Tempat penimbunan ataupun penyimpanan C yang lebi besar terdapat pada

tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun
campuran (agroforestry), hal ini terjadi dikarenakan adanya banyak keragaman
jenis pepohonan dan serasah (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Hutan merupakan salah satu penyerap CO2 terbesar, dimana fungsi hutan
sebagai penyerap CO2 menyebabkan konservasi hutan secara global akan
mengurangi gas-gas rumah kaca di atmosfer dan CO2 tersebut akan disimpan
dalam biomassa hutan. Peranan hutan sebagai penyimpan dan penyerap karbon
sangat penting dalam rangka mengatasi masalah efek Gas Rumah Kaca (GRK)
yang mengakibatkan pemanasan global (Yuniawati dkk., 2011). Hutan dikatakan
sebagai penyerap karbon terbesar karena memiliki keragaman pohon yang tinggi
dengan tumbuhan bawah dan serasah di permukaan tanah yang banyak (Hairiah
dan Rahayu, 2007). Jadi hutan memiliki peranan yang penting dalam mengurangi
dampak perubahan iklim global dan memiliki jumlah CO2 yang paling berlimpah,
sehingga pendugaan biomassa pohon dapat digunakan untuk menduga banyaknya
karbon yang diserap oleh hutan (Muhdi, 2008).

42

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016


Pulau Kalimantan memiliki tutupan hutan terluas setelah Papua yaitu
sebesar 26.604 Ha (Forest Watch Indonesia, 2015). Hutan alam lahan kering
primer di Kalimantan di dominasi oleh jenis vegetasi dari family Dipterocarpa.
Tutupan hutan yang luas dan tingkat keragaman jenis tumbuhan yang tinggi,
menyebabkan hutan Kalimantan sangat berpotensi sebagai penyerap emisi
karbondioksida. Perdagangan karbon saat ini sedang intensif dibicarakan oleh
masyarakat dunia. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menduga kandungan
karbon melalui metode destruktif dan non destruktif (allometrik), sehingga dapat
diketahui potensi cadangan karbon pada suatu kawasan.

3
5

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

II.

METODE ESTIMASI

2.1. Objek dan Alat
Objek adalah vegetasi di Hutan Alam Dipterocarpa. Alat yang digunakan
GPS

(Global

Positioning

System),

alat

bantu

ukur

tinggi

pohon

(bisa menggunakan laser distance meter atau alat dengan fungsi yang sama),
phiband (meteran diameter), ribon (pita), tagging (plat nomor), tally sheet tabel
pengukuran, alat tulis, kamera digital, meteran rol, kompas, peta lokasi, buku
identifikasi pengenal jenis pohon.
2.2. Prosedur
2.2.1. Pembuatan Petak Contoh Pengamatan (PCP)
Penentuan areal lokasi Petak Contoh Pengamatan (PCP) dilakukan dengan
menggunakan metode purposive sampling. Metode ini merupakan metode
penentuan lokasi penelitian secara sengaja yang dianggap representatif. Lokasi
yang dipilih adalah lokasi yang dianggap mewakili dari keragaman berbagai
faktor lingkungan di sekitar penelitian. Bentuk PCP yang umum dipakai dalam
pengukuran kandungan karbon adalah bujur sangkar atau persegi panjang
(Sutaryo, 2009). Hal ini karena kemudahannya di dalam memastikan
pohon-pohon yang masuk dibandingkan dengan PCP berbentuk lingkaran
(Solichin, 2010).
Pembuatan petak contoh pengamatan mengacu pada metoda yang
dikembangkan oleh Hairiah dkk. (2011) yang dimodifikasi. PCP pada lokasi
pengambilan data memiliki lebar 20 m dan panjang 100 m, dibuat sebanyak 15
PCP, setiap PCP terdiri dari beberapa sub PCP yaitu A, B, dan C. Pada setiap

6

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

rencana lokasi pengamatan terdapat 5 PCP dengan jarak 500 m antar PCP (20 m x
100 m = 2000 m2 x 15 = 30.000 m2 atau 3 Ha). Luas minimum sebesar
1,5 acre (0,6 Ha) dan 3,5 acre (1,5 Ha) cukup untuk mewakili tegakan
(Soerianegara dan Indrawan, 1998). Bentuk desain PCP dapat dilihat pada
gambar 1.
20 m

10 m

C
A
B

100 m

keterangan:

Sub PCP 20 m x 100 m (A) untuk pengukuran DBH > 30 cm
Sub PCP 20 m x 20 m (B) untuk pengukuran DBH > 15 - ≤ 30 cm
Sub PCP 10 m x 10 m (C) untuk pengukuran DBH cm ≥ 5 - ≤ 15 cm

Gambar 1. Desain Petak Contoh Pengamatan
Pada penelitian ini DBH pohon yang dilakukan pengukuran dimulai dari
pohon ber DBH ≥ 5 cm. Pengukuran atas pohon-pohon kecil berdiameter kurang
dari 5 cm pada ketinggian di atas dada (diameter at breast height/DBH) sulit
dilakukan dan karbon yang terkandung dalam pohon-pohon tersebut dianggap
tidak cukup signifikan untuk mengubah hasil pengelompokan secara drastis atau
tidak sebanding dengan waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melakukan
survey atas pohon-pohon tersebut (GAR dan SMART, 2012).

75

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

2.2.2. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan yaitu:
a. Data Primer : Observasi langsung di lapangan yaitu mengukur DBH, tinggi dan
menentukan jenis pohon. Contoh tally sheet vegetasi terlampir dilampiran 3.
b. Data Sekunder : Studi literatur mengenai kondisi umum lokasi penelitian meliputi
luas, lokasi administratif dan aksesibilitas, serta biofisik lingkungan.

2.2.3. Estimasi Biomassa di Atas Permukaan Tanah
Biomassa di atas permukaan tanah dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan metode pengukuran secara tidak merusak (non-destructive
measures). Biomassa dihitung dengan menggunakan rumus allometrik biomassa
(BSNI nomor 7724, 2011). Data primer yang diperoleh dilapangan berupa DBH
dan tinggi total pohon pada setiap lokasi penelitian digunakan untuk menduga
besarnya biomassa.
2.2.4. Estimasi Biomassa di Bawah Permukaan (Akar)
Biomassa di bawah permukaan tanah (akar) di estimasi dengan
menggunakan rasio biomassa akar terhadap biomassa di atas permukaan tanah
(root to shoot ratio) (IPCC 2003).
2.2.5. Estimasi Potensi Karbon di Atas Permukaan Tanah dan di Bawah
Permukaan Tanah (Akar)
Karbon tersimpan di atas permukaan tanah dan dibawah permukaan tanah
(Akar) diestimasi dengan mengalikan total biomassanya dengan nilai persentasi
kandungan karbon sebesar 47 % (BSNI nomor 7724, 2011).

6

8

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

2.2.6. Estimasi Potensi Karbon Total
Cadangan karbon total setiap lokasi di estimasi dengan menjumlahkan
cadangan karbon di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah (akar).
2.2.7. Estimasi Serapan Karbondioksida (CO2)
Banyaknya CO2 yang diserap di estimasi dengan mengalikan nilai estimasi
karbon per hektar dengan faktor konversi atom C di dalam senyawa CO2. Rumus
allometrik yang digunakan menurut Hardjana (2009).
2.2.8. Estimasi Produksi Oksigen (O2)
Produksi Oksigen (O2) di estimasi menggunakan rumus pengembangan dari
rumus serapan CO2 dengan mengalikan nilai serapan CO2 persatuan luas (Ton/Ha)
dengan faktor konversi atom CO2 ke O2.
2.2.9. Nilai Jasa Lingkungan dari Serapan Karbondioksida CO2
Nilai jasa lingkungan serapan CO2 diperoleh dengan mengalikan nilai
penyerapan CO2 dengan harga karbon yang berlaku dikurangi biaya transaksi.
2.3. Analisis Data
2.3.1. Estimasi Biomassa di Atas Permukaan Tanah
Estimasi biomassa di atas permukaan tanah dilakukan berdasarkan Biomass
Expansion Factor (BEF), dimana terlebih dahulu dihitung volume kayu dengan
rumus sebagai berikut:
V = π DBH2 . H . f
Keterangan: V = Volume pohon (m3)

DBH = Diameter pohon setinggi dada

(m)

f

H = Tinggi total pohon (m)
π

= 3,14

7
9

= Faktor bentuk (0,6)

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

Angka bentuk (f) merupakan faktor bentuk atau koreksi, yang digunakan
untuk menghitung pohon berdiri, merupakan perbandingan antara volume batang
sebenarnya dengan volume silinder pada diameter dan tinggi yang sama. Nilai
angka bentuk batang yang umum digunakan yaitu 0,6 (Krisnawati dkk., 2012).
Jika volume kayu telah diketahui, maka untuk menghitung biomassa di atas
permukaan tanah menggunakan rumus Badan Standarisasi Nasional Indonesia
(BSNI) nomor 7724 (2011):
Bap = V x BJ x BEF
Keterangan:

Bap

= Biomassa di atas permukaan tanah (Kg)

V

= Volume kayu (m3)

BJ

= Berat Jenis Kayu (Kg/m3)

BEF

= Biomass Expansion Factor

Biomassa dalam penelitian ini di hitung menggunakan berat jenis kayu ratarata yaitu sebesar 680 Kg/m3. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rahayu dkk.
(2006) bahwa untuk penghitungan biomassa di hutan alam menggunakan rataan
berat jenis kayu sebesar 0,68 g/cm3 atau 680 Kg/m3.
Nilai BEF mengacu pada hasil penelitian Adinugroho (2009) dimana untuk
hutan jenis campuran (Hutan lahan kering) nilai BEF 1,49.

108

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

2.3.2. Estimasi Biomassa di Bawah Permukaan Tanah (Akar)
Estimasi biomassa di bawah permukaan tanah (akar) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus BSNI nomor 7724 (2011).
Bbp = NAP x Bap
Keterangan: Bbp = Biomassa di bawah permukaan atau akar (Kg)
NAP = Nilai nisbah akar pucuk
Bap = Nilai biomassa di atas permukaan (Kg)
Nilai baku NAP telah dipublikasikan dalam buku Panduan Pelaksanaan
untuk LULUCF (Land Use, Land-Use Change and Forestry) dan pada buku acuan
REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), yaitu
sebesar 0,24 (0,22- 0,33) (IPCC 2003; GOFC-GOLD, 2009). Namun, rasio ini
bisa bervariasi tergantung dari jenis, tipe ekosistem, kondisi tanah, ketinggian
tempat dan kondisi iklim. Pada penelitian ini mengacu pada NAP yang didapatkan
dari Moser dalam Krisnawati dkk. (2014) untuk besar NAP pada hutan tropis
lahan kering pada berbagai ketinggian tempat digunakan untuk menduga
biomassa di bawah permukaan tanah (akar) pada hutan lahan kering yaitu 0,29.

9
11

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

2.3.3. Estimasi Potensi Karbon di Atas Permukaan Tanah dan di Bawah
Permukaan Tanah (Akar)
Cadangan karbon di atas permukaan tanah dihitung menggunakan rumus
BSNI nomor 7724 (2011):
Cap = Bap x % C organik
Cadangan karbon di bawah permukaan tanah (akar) dihitung menggunakan
rumus BSNI nomor 7724 (2011):
Cbp = Bbp x % C organik
Keterangan:
Cap

= Kandungan karbon dari biomassa di atas permukaan tanah (Kg)

Cbp

= Kandungan karbon dari biomassa di bawah permukaan tanah atau
akar (Kg)

Bap

= Total biomassa di atas permukaan tanah (Kg)

Bbp

= Total biomassa di bawah permukaan tanah (Kg)

% C organik = Nilai persentase kandungan karbon, sebesar 0,47.
2.3.4. Estimasi Potensi Karbon Total
Penghitungan cadangan karbon total menggunakan rumus sebagai berikut:
Ct = Cap + Cbp
Keterangan:
Ct

= Karbon total (Kg)

Cap = Kandungan karbon dari biomassa di atas permukaan tanah (Kg)
Cbp = Kandungan karbon dari biomassa di bawah permukaan tanah atau akar
(Kg)

10
12

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

Perhitungan karbon diakumulasi ke dalam luasan per hektar menggunakan
rumus rumus BSNI nomor 7724 (2011):

Cn =
Dimana :

Cn = Kandungan karbon persatuan luas (Ton/Ha)
Cx = Total karbon seluruh PCP (Kg)
= Luas petak contoh pengamatan (m2)

L

2.3.5. Estimasi Serapan Karbondioksida (CO2)
Serapan karbondioksida (CO2) di estimasi dengan menggunakan rumus
Hardjana (2009) sebagai berikut:
CO2 = Cn x 3,67
Keterangan:
CO2 = Serapan karbondioksida (Ton/Ha)
Cn

= Kandungan karbon persatuan luas (Ton/Ha)

3,67 = Angka ekivalen atau konversi unsur C ke CO2 (massa atom C=12 dan
O=16, CO2  (1x12)+(2x16) = 44; konversinya  (44:12) = 3,67)
2.3.6. Estimasi Produksi Oksigen (O2)
Serapan

Oksigen

(O2)

di

estimasi

dengan

menggunakan

rumus

pengembangan dari rumus serapan CO2 sebagai berikut:
O2 = CO2n x 0,73
Keterangan:
O2

= Serapan Oksigen (Ton/Ha)

CO2n = Serapan CO2 persatuan luas (Ton/Ha)
0,73 = Angka ekivalen atau konversi unsur CO2 ke O2 (massa atom C=12 dan
O=16, CO2  (1x12)+(2x16) = 44; konversinya  (32:44) = 0,73)
11

13

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

2.3.7. Nilai Jasa Lingkungan dari Serapan Karbondioksida (CO2)
Nilai jasa lingkungan dari serapan CO2 diperoleh dengan mengalikan nilai
penyerapan CO2 dengan harga karbon yang berlaku dikurangi dengan biaya
transaksi. Harga karbon yang digunakan mengacu pada The World Bank (2011)
sebesar US$5,8 per ton CO2. Namun dalam penentuan biaya ini perlu
dipertimbangkan biaya transaksi. Biaya transaksi yang dimaksud adalah biaya
proses administrasi, monitoring dan verifikasi jasa pengurangan emisi melalui
serapan karbondioksida. Besarnya biaya transaksi pengurangan emisi serapan
karbondioksida pada sektor kehutanan adalah US$1,23 (Antinori dan Sathaye
2007). Dengan demikian harga bersih serapan karbondioksida sebesar US$ 4,57
per ton. Nilai tukar rupiah terhadap dollar yaitu US$1 adalah sebesar Rp 14.610,(Bank International Indonesia, 2015). Dengan demikian rumus dari serapan CO 2
adalah sebagai berikut:
NJL = HJC x CO2
Keterangan:

NJL = Nilai Jasa Lingkungan (Rp/Ha)
HJC = Harga jual karbon (Rp/Ton, US$4,57= Rp 66.767,-)
CO2 = serapan karbondioksida (Ton/Ha)

12
14

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

2.4. Diagram Alur Teknik Estimasi
Mulai

Persiapan :
Peta Lokasi Penelitian (Potret Udara
Citra Landsat-8), Tally sheet, GPS,
laser distance meter, phiband, ribon
(pita), tagging (plat nomor), Alat
tulis, Buku Identifikasi Jenis Pohon

Pembuatan Petak contoh
Pengamatan
Data Primer:
Vegetasi
(DBH, tinggi, jenis pohon)

Estimasi Biomassa
Atas Permukaan

Estimasi Biomassa
Bawah Permukaan

Estimasi Potensi Karbon
Atas Permukaan

Estimasi Potensi Karbon
Bawah Permukaan

Estimasi
Total Potensi Karbon (C)

Estimasi
Produksi Oksigen (O2)

Estimasi
Serapan Karbondioksida (CO2)

Nilai Jasa Lingkungan dari Serapan
Karbondioksida (CO2)

Selesai

Kesimpulan

Gambar 2. Diagram Alur Teknik Estimasi

13

15

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, W.C. 2009. Persamaan Alometrik Biomassa dan Faktor Ekspansi
Biomassa Vegetasi Hutan Sekunder Bekas Kebakaran di PT. Inhutani I Batu
Ampar, Kalimantan Timur. Info Hutan 6 (2):125-132.
Antinori, C. dan J. Sathaye. 2007. Assessing Transaction Costs of Project-Based
Greenhouse Gas Emissions Trading. Paper No. LBNL-57315. Berkeley:
Ernest Orlando Lawrence Berkeley National Laboratory. Supported by
Collaboration Climate Protection Division, Office of Air and Radiation,
U.S. Environmental Protection Agency through the U.S. Department of
Energy.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2011. Pengukuran dan Penghitungan
Cadangan Karbon–Pengukuran Lapangan Untuk Penaksiran Cadangan
Karbon Hutan (Ground Based Forest Carbon Accounting). Standar Nasional
Indonesia: 7724. Jakarta.
Bank International Indonesia. 2015. Market Update BII. Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dollar. http://www.bii.co.id/Pages/Home.aspx. Diakses 22
September 2015.
CIFOR. 2003. Perdagangan Karbon. Warta. Kebijakan No. 8 Februari 2003
GAR (Golden Agri-Resources) and SMART. 2012. Laporan Penelitian Hutan
Ber-Stok Karbon Tinggi.
Global Observation of Forest and Land Cover Dynamics [GOFC-GOLD]. 2009.
A sourcebook of methods and procedures for monitoring and reporting
anthropogenic greenhouse gas emissions and removals caused by
deforestation, gains and losses of carbon stocks in forests remaining forests,
and forestation. GOFC-GOLD Report Version COP15-1. GOFC-GOLD
Project Office, Natural Resources Canada, Alberta.
Hairiah dan Rahayu. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam
Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA
Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.
Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R. R. dan Rahayu, S. 2011. Pengukuran
Cadangan Karbon dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. Petunjuk Praktis.
Edisi Kedua. Bogor, World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional
Offce, University of Brawijaya (UB), Malang, Indonesia.

16

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

Hardjana, A. K. 2009. Potensi Biomassa dan Karbon pada Hutan Tanaman Acacia
mangium di HTI PT. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur. Jurnal
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 7(4):237-249.
Intergovernmental Panel on Climate Change [IPCC]. 2003. Good Practice
Guidance for Land Use, Land-Use Change and Forestry, Prepared by the
National Greenhouse Gas Inventories Programme. Penman, J., Gystarsky,
M., Hiraishi, T., Krug, T., Kruger, D., Pipatti, R., Buendia, L., Miwa, K.,
Ngara, T., Tanabe, K. and Wagner, F. (eds.). IGES, Japan.
Krisnawati, H., Adinugroho, C. W., Imanuddin, R., dan Hutabarat, S. 2014.
Pendugaan Biomassa Hutan untuk Perhitungan Emisi CO2 di Kalimantan
Tengah. Kementrian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan
Rehabilitasi. Bogor.
Krisnawati, H., Adinugroho, C. W. dan Imanuddin, R. 2012. Monograf ModelModel Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe
Ekosistem Hutan di Indonesia. Kementrian Kehutanan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi
dan Rehabilitasi. Bogor.
Lasco, Rodel D, Pulhin FB, Roshetko JM, Regina N, Banactila. 2004. LULUCF
Climate Change Mitigation Project in the Philippines: a Primer. World
Agroforestry Centre. Southeast Asia Regional Research Programme.
Lukito, M. dan Rohmatiah, A. 2013. Estimasi Biomassa dan Karbon Tanaman Jati
Umur 5 Tahun. Agri-tek Volume 14 Nomor 1 : 1-23.
Muhdi. 2008. Model Simulasi Kandungan Karbon Akibat Pemanenan Kayu di
Hutan Alam Tropika. Universitas Sumatra Utara. Karya Tulis. USU eRepository. Medan.
Rahayu, S., B. Lusiana dan M. Van Noordwijk. 2006. Pendugaan Cadangan
Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan
di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Laporan Tim Proyek
Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Penyimpanan Karbon (FORMACS).
World Agroforestry Centre (ICRAF).
Salomon, E. F., L. R Berg., D. W Martin and C. Villee. 1996. Biology. Fourth
Edition. America: Sounders Collage Publishing. P. 220.
Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa-Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon
dan Perdagangan Karbon. Wetlands Internasional Indonesia Programme.
Bogor.

15
17

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

Soerianegara, I. dan Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Solichin. 2010. Pengukuran Emisi Karbon di Kawasan Hutan Rawa Gambut
Merang. Merang REDD Pilot Project. Palembang.
The Word Bank. 2011. Words Development Indicators. Washington D.C. 20433
USA.
Wakatsuki, T., Saidi, A. dan Rasyidin, A. 1986. Soils of the toposequences of the
G. Gadut tropical rain forest, West Sumatra, Southern Asian Studies.
24.243-262.
Yuniawati, Budiaman, A. dan Elias. 2011. Estimasi Potensi Biomassa dan Massa
Karbon Hutan Tanaman Acacia crassicarpa di Lahan Gambut. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan. Vol. 29.

16
18

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

Lampiran 1. Contoh Tally Sheet Data Vegetasi
Nomor ID PCP

:

Koordinat GPS

:

Tanggal Survey

:

Nama Botanis

:

Nama Tim Terlibat :

Identifikasi
Lapangan

Kode
Podon

DBH
(cm)

Tinggi Total
(m)

Kode Foto

Terrain sistem : landai, punggungan, tebing, sungai, rawa, dll

17
19

Train sistem

Palangka Raya, Kalimantan Tengah 2016

20