MANAJEMEN AGROEKOSISTEM ASPEK TANAH Iden

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM ASPEK TANAH
“Identifikasi Manajemen Tanah Tegalan Komoditas Cabai
Desa Sumber Sekar, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang”

Disusun Oleh :
Diva Ariella Herhandini
Juanita Rifanggi
Salsabila Shahnaz Farrasati
Petty Angelina
Fiqar Rinengkuh Ardhika
Dafinah Fawziah
Shafira Annisa
Qowan Mutashim Maulana
Lalu Muh Geger Wiretatas

165040207111019
165040207111035
165040207111069
165040207111074
165040207111107
165040207111143

165040207111146
165040207111148
165040207111151

Kelas : D
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................2
I.

PENDAHULUAN.................................................................................................3
1.1


Latar Belakang................................................................................................3

1.2

Tujuan.............................................................................................................3

1.3

Manfaat...........................................................................................................3

II. ISI...........................................................................................................................4
2.1

Deskripsi Lokasi.............................................................................................4

2.2

Kondisi Sifat Biologi Tanah............................................................................4


2.3

Kondisi Sifat Fisika Tanah..............................................................................7

2.4

Kondisi Sifat Kimia Tanah..............................................................................7

2.5

Kondisi Sosial.................................................................................................9

2.6

Masalah pada Tanah........................................................................................9

2.7

Solusi Permasalahan.......................................................................................9


III.

PENUTUP.......................................................................................................10

3.1

Kesimpulan...................................................................................................10

3.2

Saran.............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................11
LAMPIRAN...............................................................................................................12

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia.
Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain
itu lahan juga digunakan sebagai tempat tinggal manusia. Food Agricultural
Organization dalam Setya Nugraha (2007:3) menyatakan bahwa lahan ialah bagian

3

dari bentangalam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk
iklim, topografi/relief, hidrologi bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation)
yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan.
Tegalan adalah lahan kering yang ditanami dengan tanaman musiman atau
tahunan, seperti padi ladang, palawija, dan holtikultura. Tegalan letaknya terpisah
dengan

halaman

sekitar

rumah.


Lahan

tegalan

pertanian/perkebunan. Melihat peranan lahan kering
menunjang kegiatan pertanian

maka

sangat

berfungsi

sebagai

lahan

sangat penting dalam

penting pengembangannya secara


ramah lingkungan, menata pengembangan sumberdaya yang

berkelanjutan,

kesejahteraan petani serta penciptaan lapangan kerja. Struktur pertanian lahan
kering ini umumnya didominasi oleh usaha pertanian yang berskala kecil.

1.
2.
3.
4.
5.

I.2 Tujuan
Mengetahui kondisi biologis tanah
Mengetahui kondisi fisika tanah
Mengetahui kondisi kimia tanah
Mengetahui kondisi permasalahan tanah di lahan tegalan
Mengetahui solusi permasalah pada lahan tegalan

I.3 Manfaat
II. ISI
2.1 Deskripsi Lokasi
Kecamatan Dau menpakan salah satu kecamatan di Kabupaten Malang yang

berjarak 8 km dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Malang yang terletak di ketinggian
antara 600-2.100 meter dan pemukaan laut dengan curah hujan rata 2000-3000 mm
per tahun. Secara topografi, Kecamatan Dau dikelompokkan dalam 2 (dua) bagian
wilayah, yaitu Dau bagian Bawah, terdiri dari Mulyoagung, Landungsari,
Sumbersekar Karangwidoro dan Kalisongo. Serta Dau bagian atas, terdiri dari Desa
TegaMeru, Petungsewu, Selorejo, Gadingkulon, dan Kucur (Pemkab Malang, 2010).
Pada fieldtrip manajemen agroekosistem yang telah dilaksanakan di
sumbersekar kelompok kami mendapat lahan tegalan yang ditanami cabai.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani cabai sekaligus pemilik lahan cabai

4

tersebut menghasilkan beberapa point penting. Luas lahan yang digunakan untuk
menanam tanaman cabai tersebut kurang lebih 500 m, beliau tidak mengetahui luas
pasti lahan yang beliau tanami. Beliau memiliki beberapa lahan cabai yang tersebar

bukan hanya pada titik tegalan yang sedang kami amati. Jenis cabai yang ditanam
ialah cabai jowo atau cabai merah kecil, petani tersebut menjelaskan bahwa beliau
menanam cabai yang berasal dari bibit yang di produksi sendiri dan bukan bibit yang
dibeli di toko pertanian atau sebagainya. Menurut petani, bibit yang diproduksi
sendiri akan lebih tahan lama dibandingkan dengan bibit yang dibeli di toko
pertanian. Apabila membeli bibit di toko pertanian maka buah cabai hanya tahan 3
hari kemudian akan busuk. Penggunaan bibit sendiri selain tahan lama juga akan
mengurangi biaya produksi.
Pengolahan lahan dilakukan dengan cangkul dan biasanya beliau mengolah
sendiri manual dengan tangan tanpa bantuan teknologi dan tanpa menggunakan
binatang ternak untuk membajak. Beliau mempunyai hewan ternak berupa sapi
namun hanya untuk usaha peternakan saja. Dari peternakan tersebut kotoran sapi
digunakan untuk pupuk kandang. Pupuk tersebut dicampur dengan pupuk kimia
seperti pupuk ZA dan urea karena menurut beliau apabila hanya menggunakan pupuk
kandang saja hasil yang didapat kurang memuaskan. Beliau menyebutkan bahwa
tidak ada takaran tertentu terkait pupuk.
Irigasi yang digunakan pada lahan tersebut ialah irigasi tadah hujan. Irigasi
tadah hujan yaitu irigasi yang hanya mengandalkan air hujan saja sehingga saat
musim kemarau tiba beliau tidak menanam dan lahan dibiarkan kosong begitu saja.
Selain itu, saat musim kemarau tanah sangat kering dan susah untuk diolah. Pola

penanaman yang dilakukan oleh petani cabai tersbut adalah monokultur dan terus
menerus ditanamani tanaman cabai.
2.2 Kondisi Sifat Biologi Tanah
Biologi tanah adalah ilmu yang mempelajari aktivitas makhluk hidup di dalam
tanah beserta ekologinya. Fauna tanah mencakup mikrofauna seperti Protozoa dan
Nematoda, mesofauna seperti Collembola, Diplura, Paraupoda, dll, serta makrofauna
seperti cacing tanah, semut, jangkrik, dll. Fauna tanah tersebut berperan penting

5

dalam pelapukan bahan organik dan daur ulang unsur hara, sehingga keberadaannya
berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Pengamatan kondisi biologi tanah
dilakukan dengan menggali dengan kedalaman sekitar 3-5 cm di beberapa titik pada
lahan untuk mengamati keanekaragaman fauna di dalam tanah. Untuk memudahkan
dalam menggali, dapat dilakukan penyiraman dengan sedikit air agar kondisi tanah
basah. Fauna yang ditemukan pada lahan pengamatan adalah cacing tanah.

(A)

(B)


Gambar 1. Biologi tanah (A) keberadaan cacing tanah, (B) pengamatan sifat
biologi tanah.
Cacing tanah yang ditemukan termasuk ke dalam genus Lumbricus. Menurut
Ciptanto (2011) klasifikasi cacing ini adalah:
Kingdom : Animalia
Filum

: Annelida

Kelas

: Oligochaeta

Ordo

: Haplotaxida

Famili

: Lumbricidae

Genus

: Lumbricus

Keberadaan cacing tanah pada lahan pengamatan mengindikasikan bahwa
lahan tersebut adalah lahan yang subur. Sianturi (2009) menyatakan bahwa
keberadaan cacing tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber
makanan yang disediakan oleh bahan organik untuk melangsungkan hidupnya.
Tersedianya sumber nutrisi bagi cacing tanah dan makrofauna lainnya akan

6

meningkatkan perkembangan dan aktivitas makrofauna tanah yang akan memberikan
dampak positif bagi kesuburan tanah. Sifat kimia seperti pH juga menjadi faktor
pendukung jumlah populasi makrofauna tanah. Suin (1997) menyatakan bahwa
mesofauna tanah dapat hidup pada pH tanah masam. Kondisi lingkungan juga diduga
menjadi faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan jenis mesofauna tanah,
dimana tiap jenis mesofauna tanah memiliki adaptasi dan toleransi yang berbeda pada
tiap habitatnya, sehingga mesofauna tanah yang mampu bertahan hidup pada suatu
habitat akan menempati dan menetap pada habitat tersebut (Zahara et al., 2015).
Menurut Wiryono dan Darmi (2003) peranan cacing tanah secara umum
adalah sebagai berikut:
a. Humifikasi
Dengan mekanisme sistem pencernaannya cacing tanah ikut berperan dalam
proses pembentukan humus (humifikasi). Material organik yang dikonsumsi oleh
cacing tanah akan dicerna dan sisanya dibuang dalam bentuk kotoran yang juga
disebut sebagai bagian dari humus. Dengan demikian kehadiran cacing tanah dapat
mempercepat terjadi humus.
b. Aerasi tanah
Aerasi tanah adalah tata udara tanah. Kehadiran cacing tanah dapat memperbaiki
aerasi tanah melalui aktifitasnya melalui menggali atau membuat lubang di tanah.
Aktifitas tersebut mengakibatkan terbentuknya rongga dalam tanah sehingga dapat
memperlancar sirkulasi udara tanah.
c. Pencampuran mineral organik tanah
Dalam aktifitas makannya cacing tanah selain mengkonsumsi material organik
juga mengkonsumsi partikel tanah. Melalui sistem pencernaannya akan terjadi
pencampuran material organik tanah.
d. Memperbaiki pH tanah
Dilihat dari struktur anatominya, cacing tanah memiliki kelenjar calciferous pada
bagian esofagus. Kelenjar ini berfungsi mensekresikan kalsium yang berguna
untuk menetralisir makanan yang bersifat asam. Melalui mekanisme ini, maka
keberadaan cacing tanah dapat meningkatkan pH tanah,dari hasil penelitian telah

7

terbukti kotoran cacing tanah memiliki pH lebih tinggi daripada tanah
disekitarnya.
Selain cacing tanah, pada lahan pengamatan juga ditemukan kascing. Kascing
adalah campuran bahan organik sisa makanan cacing dan kotoran cacing. Menurut
Dailami (2015) kascing mengandung unsur hara makro dan mikro yang berguna bagi
pertumbuhan tanaman. Produksi kascing menandakan adanya aktivitas cacing tanah
membentuk liang dalam tanah. Semakin banyak kascing yang dihasilkan semakin
tinggi aktivitas cacing. Aktivitas cacing tanah membentuk liang dalam tanah
menambah jumlah pori makro tanah. Banyaknya kascing yang dihasilkan digunakan
sebagai pendekatan untuk menghitung persentase pori. Semakin banyak produksi
kascing maka liang yang dibuat semakin banyak sehingga pori yang terbentuk juga
meningkat (Setyaningsih et al., 2014)

Gambar 2. Kascing tanah yang ditemukan pada lahan pengamatan.

2.3 Kondisi Sifat Fisika Tanah
Sifat-sifat fisika tanah adalah sifat-sifat tanah yang ditentukan oleh bahan
penyusunya. Sifat-sifat fiska tanah ini sangat penting untuk anada ketahui, karena
memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan dan prodksi tanaman yang
tumbuh di ats tanah tersebut. Sifat-sifat fisika tanah mempengaruhi ketersediaan air di
daam tanah, menentukan penetrasi (penembusan) akar di dalam tanah, sifat drainase
dan aerasi tanah, serta ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Sifat-sifat fisika tanah
juga mempengaruhi sifat-sifat kimia dan biologi tanah.

8

Pengambilan contoh tanah meliputi dua macam sampel yaitu sampel tanah
utuh menggunakan ring sampel dan tanah biasa. Sampel tanah utuh digunakan untuk
analisa sifat fisik tanah meliputi berat berat isi tanah, struktur tanah dan permeabilitas
tanah, sedangkan sampel tanah biasa digunakan untuk analisa tekstur tanah dan
kandungan bahan organik tanah. Analisa di lapang diantaranya melakukan
pengukuran panjang dan kemiringan lereng, pengamatan komoditas tanaman serta
tindakan pengelolaannya.
Penelitian berat isi tanah dilakukan dengan menggunakan tanah utuh yang
berasal dari ring sample dan agregat tanah utuh berupa bongkahan. Contoh tanah utuh
merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu dalam keadaan tidak
terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di lapangan. Contoh tanah
tersebut digunakan untuk penetapan angka berat volume (berat isi, bulk density),
distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2 dan
permeabilitas. Pada saat pengambilan sampel tanah utuh, alat-alat yang digunakan
yaitu ring sample, sekop/cangkul, dan pisau yang tipis. Sedangkan tahapan-tahapan
pengambilan sampel tanah utuh yaitu:
1. Ratakan dan bersihkan permukaan tanah dari rumput atau serasah.
2. Gali tanah sampai kedalaman tertentu (5-10 cm) di sekitar calon tabung
tembaga diletakkan, kemudian ratakan tanah dengan pisau
3. Letakan tabung di atas permukaan tanah secara tegak lurus dengan permukaan
tanah, kemudian dengan menggunakan balok kecil yang diletakkan di atas
permukaan tabung, tabung ditekan sampai tiga per empat bagian masuk ke
dalam tanah.
4. Letakan tabung lain di atas tabung pertama, dan tekan sampai 1 cm masuk ke
dalam tanah.
5. Pisahkan tabung bagian atas dari tabung bagian bawah.
6. Gali tabung menggunakan sekop. Dalam menggali, ujung sekop harus lebih
dalam dari ujung tabung agar tanah di bawah tabung ikut terangkat.

9

7. Iris kelebihan tanah bagian atas terlebih dahulu dengan hati-hati agar
permukaan tanah sama dengan permukaan tabung, kemudian tutuplah tabung
menggunakan tutup plastik yang telah tersedia. Setelah itu, iris dan potong
kelebihan tanah bagian bawah dengan cara yang sama dan tutuplah tabung.
8. Cantumkan label di atas tutup tabung bagian atas contoh tanah yang berisi
informasi kedalaman, tanggal, dan lokasi pengambilan contoh tanah
Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting untuk penetapan sifatsifat fisik tanah di laboratorium. Prinsipnya, hasil analisis sifat-sifat fisik tanah di
laboratorium harus dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya sifat fisik tanah di
lapangan. Prosedur penetapan berat isi dan berat jenis tanah dilakukan di
laboratorium yaitu:
1. Menimbang tanah kering, tanah didalam ring sample, dan ring sample di oven.
2. Menghaluskan tanah kering di oven.
3. Menimbang tanah halus seberat 20 gr.
4. Memasukan tanah kering ke dalam tabung erlenmeyer.
5. Menimbang tanah dan tabung erlenmeyer.
6. Menghomogenkan tanah dengan air rebusan sebanyak ¾ tabung erlenmeyer.
7. Menimbang erlenmeyer berisi air dan tanah.
Pada saat melakukan pengukuran laju infiltrasi tanah, alat-alat yang
diperlukan yaitu ring sample, ember, air, penggaris dan palu. Sedangkan prosedur
pengukuran laju infiltrasi tanah yaitu :
1. Menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan.
2. Menanam ring yang kecil sedalam 30 cm dengan cara dipukul dengan palu
besi
3. Menanam ring yang besar di luarnya sedalam 30 cm dengan cara dipukul
dengan palu besi
4. Memasang penggaris di dalam ring kecil denga posisi angka kecil di bawah
5. Menyiapkan beberapa embar air dan isi ruang antara ring besar dan ring kecil
sampai menggenang

10

6. Isi ruang di dalam ring kecil sampai menggenang dan dengan mengamati
penggaris catat tinggi air diwal pengukuran
7. Menghidupkan stop watch dan mencatat penurunan ketinggian air setiap satu
menit
8. Apabila tingkat penurunan air sudah terlalu lambat, tambah waktu pencatatan
setiap 2 menit, 3 menit, 4 menit, dan seterusnya hingga mencapai batas waktu
yang sudah ditentukan yaitu 1 jam
9. Hentikan pengukuran setelah penurunan tinggi muka air mencapai konstan
10. Mencatat kondisi penutup lahan lokasi praktikum
11. Menghitung tingkat Infiltrasi dengan prosedur dan rumus yang ada
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dihasilkan bobot isi tanah ialah sebesar
1,1. Tanah ini termasuk padat karena memiliki berat isi yang tinggi. Berat isi di
lapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 -1,6 gr/cm3
(Hardjowigeno, 2003).Tanah tegalan memiliki bobot isi tinggi. Hal ini karena tanah
tegalan tidak memiliki penutup tanah yang permanen yang mengakibatkan butir-butir
air hujan yang turun akan langsung jatuh mengenai dan menumbuk permukaan tanah
yang mengakibatkan pemadatan tanah. Disamping itu, pengolahan tanah pada lahan
tegalan lebih intensif dibandingkan penggunaan lahan lainnya yang menyebabkan
destrukturisasi lebih sering terjadi sehingga terjadi peningkatan bobot isi tanah.
Menurut Soepardi (1983) dalam Marieta (2011), menurunnya jumlah bahan organik
akan diikuti oleh menurunnya granulasi tanah yang selanjutnya diikuti oleh
pemadatan tanah. Karena bahan organik berfungsi sebagai perekat antara partikel
tanah, maka jika bahan organik tanah berkurang mengakibatkan struktur tanah sulit
terbentuk. Hal ini terlihat pada tanah tegalan yang memiliki tanah yang padat dengan
kadar bahan organik yang rendah.
Lahan tegalan merupakan lahan kering yang telah menyebabkan tanah pertanian
menjadi rusak karena pada lahan ini telah terjadi pengolahan tanah secara terus
menerus tanpa dilakukan peristirahatan pada tanahnya (Arsyad, 2000). Pengolahan
tanah yang dilakukan pada lahan tegalan untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman

11

yang baik. Oleh karena itu, pengolahan tanah yang dilakukan seperti mempersiapkan
lahan dengan cara tanah dibajak, kemudian digaru dan diratakan. Setelah persiapan
lahan selesai kemudian dilakukan penanaman dengan menggunakan jarak tanam,
pemupukan, penyiangan, pengairan dengan membuat guludan, dan pemanenan
(Rukmana,1996). Menurut hasil penelitian Raja (2009), tanah tegalan memiliki nilai
hantaran hidrolik jenuh dalam kelas agak lambat. Lahan ini memiliki sifat-sifat fisik
tanah yang kurang baik, hal ini terlihat dari indeks stabilitas agregat, porositas, pori
drainase, pori air tersedia, dan bahan organik, dan bobot isi tanahnya besar.
Bidang pertanian merupakan sebuah bidang yang tidak akan lepas dari tanah. Karena
bidang ini terkait dengan proses penanaman tumbuhan dan tanah adalah sebagai
media tempat tumbuhnya. Dibutuhkan kadar bobot isi dan bobot jenis yang seimbang
dalam tanah pertanian agar dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman. Misalkan
saja tanah yang memiliki bobot isi dan bobot jenis yang terlalu tinggi dapat
mengekibatkan struktur tanah mantap dan menyulitkan perakaran tanaman untuk
melewatinya akibatnya tanaman akan mati karna kesulitan mengambil zat hara yang
ada didalamnya, sebaliknya jika kadar bobot isi dabn bobot jenis terlalu rendah tanah
cendrung tidak dapat mengikat unsure hara didalamnya. Oleh karena itu dibutuhkan
tanah yang memiliki kadar bobot isi dan bobot jenis yang seimbang untuk
mengoptimalkan pertumbuhan tanaman.
Kapasitas infiltrasi tanah adalah kecepatan maksimum masuknnya air secara
vertikal ke dalam profil suatu tanah. Berdasarkan definisi ilmiahnya, pengertian
infiltrasi tanah adalah proses pergerakkan masuknya air ke dalam lapisan tanah yang
dikendalikan oleh gaya gravitasi, gerakan kapiler, dan porositas tanah. Menurut
Arsyad (2006), kapasitas infiltrasi tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk
melalukan air dari permukaan ke dalam tanah secara vertikal. Infiltrasi ke dalam
tanah pada mulanya tidak jenuh, karena pengaruh tarikan hisapan matrik dan
gravitasi. Infiltrasi yang efektif akan menurunkan run-off, sebaliknya infiltrasi yang
tidak efektif akan memperbesar run-off.
Menurut Januardin (2002), infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya
berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Dengan kata lain, infiltrasi adalah

12

aliran air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler. Setelah lapisan tanah
bagian atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai
akibat gaya gravitasi bumi, dikenal sebagai proses perkolasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju infiltrasi antara lain:


Permukaan tanah



Tekstur tanah



Struktur tanah



Total ruang pori tanah



Cara pengelolaan lahan



Kepadatan tanah



Sifat serta jenis tanaman



Bahan organik tanah



Kadar air tanah
Data laju infiltrasi dapat dimanfaatkan untuk menduga kapan suatu limpasan

permukaan atau run-off akan terjadi bila suatu jenis tanah telah menerima sejumlah
air tertentu, baik melalui curah hujan ataupun irigasi dari suatu randon air di
permukaan tanah. Oleh karena itu, informasi besarnya kapasitas infiltrasi tanah
tersebut berguna, baik dalam pengelolaan irigasi, maupun dalam perencanaan
konservasi tanah dan air. Dengan mengamati atau menguji sifat ini dapat memberikan
gambaran tentang kebutuhan air irigasi yang diperlukan bagi suatu jenis tanah untuk
jenis tanaman tertentu pada suatu saat. (Siradz, et al., 2000)
Saat pengujian infiltrasi, awalnya permukaan tanah dibersihkan terlebih
dahulu dari kotoran yang ada di permukaan tanah, vegetasi diatas tanah juga
dibersihkan. Hal itu dilakukan agar tanah benar-benar steril agar dapat pengukuran
maksimal. Kemudia ring sampel diletakkan diatas permukaan tanah dan sedikit
dibenamkan, kemudian 100 ml air dimasukkan ke dalam ring sampel, dan air masuk
semua setelah 3 detik, makan kecepatan laju infiltrasinya 33,3 liter/detik. Hal ini
dapat disebabkan oleh pori-pori tanah yangj jarang-jarang, sehingga air menyerap
dengan cepat.  Kapasitas infiltrasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti tekstur

13

tanah, total porositas tanah, bahan organik, dan lain sebagainya. Dilihat dari vegetasi
yang terdapat pada permukaan tanah, tanah di sekitar daerah pengambilan sampel
cukup baik

2.4 Kondisi Sifat Kimia Tanah
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
sebagian lahan tegalan milik Bapak X yang ditanami tanaman cabai terserang
penyakit cacar daun. Serangan cacar daun mengakibatkan tanaman cabai mengalami
busuk pada bagian buah dan menyebabkan gagal panen. Bapak X mengobati penyakit
tersebut dengan obat pasaran yang dibeli di toko pertanian. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan di lahan pengamatan, ditemukan pula gejala defisiensi
unsur N dan Ca.

Gambar 3. Gejala defisiensi unsur N pada lahan pengamatan
Gejala defisiensi nitrogen ditandai dengan warna daun berubah menjadi hijau
muda kemudian menjadi kuning sempurna, jaringan daun mati dan mengering
berwarna merah kecoklatan (Pitojo, 2003). Kekurangan N juga menyebabkan ukuran
daun yang baru terbentuk menjadi lebih kecil, karena suplai N dari dalam tanah
melalui akar berkurang. Hal ini juga dapat disebabkan oleh sumbangan N ke daun

14

muda menurun dengan menguning dan menuanya daun-daun bagian bawah. Bila
ketersediaan N tidak cukup, protein pada daun tua di hidrolisis dan asam amino yang
dihasilkan di redistribusikan ke daun muda (Marschner, 1995).

Gambar 4. Gejala defisiensi unsur Ca pada lahan pengamatan
Selain defisiensi unsur N, di lahan pengamatan juga ditemukan gejala
defisiensi unsur Ca yakni daun muda yang berkeriput dan mengalami perubahan
warna. Menurut Nyapka (1988), daun yang mengalami defisiensi unsur Ca
berkeriput, mengalami perubahan warna, pada ujung dan tepi-tepinya klorosis
(berubah menjadi kuning) dan warna ini menjalar di antara tulang-tulang daun,
jaringan-jaringan daun pada beberapa tempat mati.
Bapak X memupuk lahannya dengan pupuk urea yang dibeli di toko pertanian
dan pupuk kandang yang didapatkan dari peternakan sapi yang dimilikinya. Dengan
sejarah lahan yang selalu ditanami tanaman cabai, sangat memungkinkan jika
penyakit yang lalu pada lahan pengamatan terus terbawa pada tanaman selanjutnya.
Di lahan pengamatan juga ditemukan tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.),
yang dapat menambat N. Sistem irigasi yang diterapkan Bapak X berupa tadah hujan,
sehingga kondisi tanah di lahan pengamatan kering dan retak. Yang dilakukan Bapak
X untuk juga menanam kacang tanah sudahlah benar, terkait kemampuan kacang
tanah dalam menambat N pada kondisi ekstrem. Sinclair dan Serraj (1995) dari hasil
penelitiannya pada beberapa tanaman kacang-kacangan menyimpulkan bahwa
tekanan penambatan nitrogen akibat cekaman kekeringan pada kacang tanah lebih
rendah dibanding pada kedelai. Meskipun kedelai memiliki tiga zona perifer, namun
bintil kacang tanah dengan zona perifer tipis dan sederhana, diduga memiliki
mekanisme tertentu untuk melindungi penambatan nitrogen, bahkan di bawah

15

tekanan eksternal. Namun karena usia tanaman kacang tanah yang masih muda,
sehingga defisiensi N pada tanaman cabai belum bias teratasi.
2.5 Kondisi Sosial
Pada saat musim panen tiba, beliau akan menjual hasil panen cabai tersebut
kepada tengkulak dan biasanya menjual dengan harga 35 ribu per satu kilogram,
terkadang 40 ribu per satu kilogram , hal tersebut tergantung musim. Terkadang bisa
mahal dan kadang bisa harganya jatuh Beliau menyebutkan untuk harga tiap panen
tidak tentu. Hasil satu kali tanam 40-50kg bahkan sampai satu kwintal namun itu
bukan hanya dari satu lahan saja yang ada di tegalannya tapi digabung dengan lahan
lain.
2.6 Masalah pada Tanah
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dapat disimpulkan kendala yang
terdapat pada lahan tegalan yang ditanami cabai di desa sumbersekar ialah:
a.

Irigasi yang digunakan adalah irigasi tadah hujan yang hanya mengandalkan

air hujan saja.
b.

Tanah yang digunkan untuk menanam cabai kering, terumata pada musim

kemarau sehingga susah untuk diolah.
c.

Petani hanya mnanam satu jenis tanaman yang sama sepanjang musim, atau

hanya menanam dengan pola tanam monokultur.
Dari kendala yang sudah disebutka diatas dapat dilakukan pencegahan dan
manajemen agrokosistem sebagai berikut :
a.

Pada masalah irigasi tadah hujan hal yang dapat dilakukan adalah

menggunakan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), yaitu dengan menggunakan
varieties yang tahan kekeringan sehingga tanaman budidaya tidak akan kering
selama proses tanam berlangsung, memerhatikan pemasukhan hara dan juga
pupuk. Menurut Pane, dkk (1999) sistem PTT dapat diterapkan dengan
memerhatikan penggunaan varietas unggul baru, toleran kekeringan, dan berumur
genjah, benih berkualitas dan bermutu tinggi, olah tanah minimum dan pesemaian
yang dilakukan secaar benar, pengelolaan hara terpadu (pupuk N ber- dasar BWD,

16

pupuk P dan K berdasar status hara tanah/PUTS), serta pengendalian hama dan
penyakit terpadu.
b.

Lahan kering merupakan lsuatu kendala yang dialami petani di Desa

Sumbersekar. Kelangkaan air sering kali menjadi pem- batas utama dalam
pengelolaan lahan kering. Oleh karena itu, inovasi teknologi pengelolaan air dan
iklim sangat diperlu- kan, meliputi teknik panen hujan (water harvesting), irigasi
suplemen, prediksi iklim, serta penentuan masa tanam dan pola tanam. Pemanenan
air dapat dilakukan dengan menampung air hujan atau aliran permukaan pada
tempat penampungan sementara atau permanen, untuk diguna- kan mengairi
tanaman (Subagyono et al. 2004). Oleh karena itu, pemanenan air selain berfungsi
menyediakan air irigasi pada musim kemarau, juga dapat mengurangi risiko banjir
pada musim hujan.
c.

Menanam hanya dengan satu jenis tanaman yang sama atau monokultur

bisaberdampak buruk bagi petani, dan beresiko besar, baik dari OPT hingga ke
keseimbangan hara, sehaurnsya petani mengganti system tanammnya dengan
polikuttur atau tumpang sari , selain dapat nemabah hara kepada tanaman denga
sistem polikultur, sistem ini dapat mengurangi OPT dan penyakit serta
dapatmenambah pendapatan petani karena penan yang dihasilkan terdapat dari dua
vegetasi yang ditanam. Hal ini sesaui dengan literature yang ditemukan, menurut
Jumin(2002), sistem polikultur lebih baik daripada sistem monokultur,
tumpangsari ditujukan untuk memenfaatkan lingkungan (hara, air dan sinar
matahari) sebaik- baiknya agar diperoleh produksi maksimal. Abidin (1991)
menyatakan bahwa tumpangsari bertujuan untuk mendapatkan hasil panen lebih
dari satu kali dari satu jenis atau beberapa jenis tanaman dalam setahun pada lahan
yang sama. Tumpangsari dapat dilakukan antara tanaman semusim dengan
tanaman semusim yang saling menguntungkan, misalnya antara jagung dan
kacang-kacangan.

17

2.7 Solusi Permasalahan
1. Perbaikan irigasi
Pada lahan kering di wilayah beriklim basah ketersediaan air juga seringkali
menjadi faktor pembatas. Pada musim hujan, air seringkali berlebih namun pada
musim kemarau sering terjadi kekurangan air, sehingga pada musim kemarau
sebagian besar lahan kering di wilayah beriklim basah dalam kondisi bera.
Pengelolaan sumberdaya air lebih difokuskan untuk mengkonservasi lengas tanah
(soil moisture) dan bukan mengkonservasi air, serta menambah cadangan air tanah
(water storage) (Irianto et al. 2001). Teknologi panen hujan melalui embung sudah
digunakan sebagai salah satu sumber irigasi di lahan kering ataupun pada saat musim
kemarau sejak tahun.

Di lahan kering dikenal adanya irigasi suplemen yang merupakan irigasi
tambahan yang diberikan pada tanaman untuk menutupi kekurangan air yang
dibutuhkan tanaman. Air yang diberikan dapat berasal dari air hujan atau sumber lain
seperti waduk, embung, dam parit, dan lain-lain. Menurut Haryati (2011), dengan
menggunakan teknologi irigasi suplemen, musim tanam (untuk tanaman semusim)
pada sebagian besar wilayah Indonesia tidak terbatas hanya pada musim hujan saja,
tetapi bisa diperpanjang sampai pada pertengahan musim kemarau. Jika teknologi
panen hujan dan hemat air, serta irigasi suplemen secara teknis dan sosial ekonomis

18

dapat diterapkan, maka masalah kekurangan air, sebagai akibat perubahan iklim akan
dapat diatasi.
2. Perbaikan sifat kimia
Beberapa hasil penelitian menunjukan penggunaan pupuk organik juga dapat
mensubstitusi kebutuhan kapur pada lahan kering (Basri dan Zaini 1992). Hasil
penelitian Subiksa et al. (2014) menunjukkan formula pembenah tanah berbahan
dasar kompos dari berbagai sumber bahan organik (diperkaya senyawa humat) efektif
dalam meningkatkan pH tanah.
3. Perbaikan sifat fisik
Rehabilitasi sifat fisik tanah pada lahan kering mempunyai arti penting dari
aspek peningkatan kemampuan tanah memegang air. Hal ini bukan hanya dibutuhkan
pada kondisi air terbatas seperti pada lahan kering iklim kering, pada lahan kering
beriklim basah peningkatan kemampuan tanah memegang air juga sangat penting.

III. PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Pada fieldtrip manajemen agroekosistem yang telah dilaksanakan di
sumbersekar kelompok kami mendapat lahan tegalan yang ditanami cabai.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani cabai sekaligus pemilik lahan cabai
seluas 500 m persegi didapatkan hasil sifat biologi tanah dari lahan tersebut yaitu
terdapat cacing. Aktivitas cacing tanah membentuk liang dalam tanah menambah
jumlah pori makro tanah dan berdasarkan sifat kimia tanah yaitu terdapat penyakit
cacar dan kekurangan unsur hara N dan Ca. Gejala defisiensi nitrogen ditandai
dengan warna daun berubah menjadi hijau muda kemudian menjadi kuning
sempurna, jaringan daun mati dan mengering berwarna merah kecoklatan dan
berdasarkan sifat fisik tanah melalui pengambilan sampel tanah didapatkan tanah ini
termasuk padat karena memiliki berat isi yang tinggi. Berat isi di lapangan tersusun
atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 -1,6 gr/cm3. Hal ini karena tanah
tegalan tidak memiliki penutup tanah yang permanen yang mengakibatkan butir-butir
air hujan yang turun akan langsung jatuh mengenai dan menumbuk permukaan tanah
yang mengakibatkan pemadatan tanah. Disamping itu, pengolahan tanah pada lahan
tegalan lebih intensif dibandingkan penggunaan lahan lainnya yang menyebabkan
destrukturisasi lebih sering terjadi sehingga terjadi peningkatan bobot isi tanah.
Berdasarkan kondisi sosial pemilik lahan yaitu beliau akan menjual hasil panen cabai

19

tersebut kepada tengkulak dan biasanya menjual dengan harga 35 ribu per satu
kilogram, terkadang 40 ribu per satu kilogram. Sedangkan masalah yang dihadapi
adalah masalah irigasi yang hanya mengandalkan tadah hujan dan hanya dapat
menanam tanaman tertentu saja. Dari hasil semua pengamatan yang dilakukan kami
memberikan solusi pada lahan bapak X yaitu kami menawarkan pembuatan embung,
menggunakan pupukl organik dan pengolahan lahan yang lebih baik lagi guna
memperbaiki sifat fisik tanahnya.

III.2

Saran

Sebaiknya praktikum manajemen agroekosistem dilakukan ditempat
yang dekat dengan kampus guna menghindari hal hal yang buruk dapat
terjadi pada mahasiswa. Dan untuk mengefektifkan waktu mengerjakan
laporan dan penelitian ulang jika ada beberapa pengamatan yang kurang.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1991. Pengujian waktu tanam kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dan
pemupukan TSP pada sistem tumpangsari dengan tanaman jagung (Zea mays
L.) . Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Ciptanto, S. dan U. Paramita. 2011. Mendulang Emas Hitam melalui Budidaya
Cacing Tanah. Lily Publisher. Yogyakarta.
Dailami, A., Husna Y., S. Yoseva. 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk Kascing dan
NPK Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays
Var saccharata Sturt). JOM Faperta Vol. 2 No. 2.
Jumin, H. B. 2002. Agronomi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Januardin. 2008. Pengukuran Laju Infiltrasi Pada Tata Guna Lahan yang Berbeda di
Desa Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Medan. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Marieta. 2011. Karakteristik Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah Pada Berbagai
Penggunaan Lahan. Bogor: Skripsi Rogram Studi Manajemen Sumberdaya

20

Lahan Departemen Ilmu Tanah Dan Sumber Daya Lahan Institut Pertanian
Bogor.
Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants. Acdemic Press. New York
Menuju

Sistem

Produksi

PadiPemkab

Malang.

2010.Selayang

Pandang.

Pemerintahan Kabupaten Malang. Malang. Padi gogorancah dan walikjerami
di lahan sawah tadah hujan. p.: 150-159 Dalam Pane, H., P. Bangun dan S.Y.
Jatmiko, 1999. Pengendalian gulma pada pertanamn
Pitojo, S. 2003. Benih Cabai. Kanisius. Yogyakarta.
Raja, C.P. 2009. Hantaran Hidrolik Jenuh dan Kaitannya dengan Beberapa Sifat
Fisik Tanah Pada Tegalan dan Hutan Bambu. Bogor: Skripsi Program Studi
Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Setyaningsih, H., Kurniatun H., Widyatmi S. D. 2014. Respon Cacing Penggali Tanah
Ponthoscolex Corethrurus terhadap Berbagai Kualitas Seresah. Jurnal Tanah
dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2: 63-72.
Sianturi, D. 2009. Komposisi dan Distribusi Mesofauna Tanah di Perekebunan
Kelapa Sawit PT Moeis dan Perkebunan Rakyat di Desa Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara.Skripsi.Fakultas Metematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatra Utara.
Subagyono, K., U. Haryati, dan S.H. Talao'ohu. 2004. Teknologi konservasi air pada
pertani- an lahan kering. hlm. 151−188. Dalam Konservasi Tanah pada Lahan
Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Bogor.
Suin, N. M. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Wiryono dan Darmi. 2003. Preferensi jenisseresah dan Kecepatan Dekomposisi
Seresah oleh Cacing Tanah Pontoscolex corethrurus. Jurnal Penelitian UNIB.
9(3): 138-141.
Zahara, F., Wawan, dan Wardati. 2015. Sifat Biologi Tanah Mineral Masam
Dystrudepts di Areal Piringan Kelapa Sawit yang Diaplikasi Mulsa Organik

21

Mucuna Bracteata di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
JOM FAPERTA Vol. 2 No. 2.

LAMPIRAN
1. Perhitungan Berat Isi (BI)
Vt = 1/4 x π x d² x p
= 1/4 x 3,14 x (5,5)² x 12,5
= 296,8 cm³
W =

Ma
Mp

=

(Tb+ P )−( ¿+ P)
( ¿+ P ) −P

=

509,1−389,4
389,4−56

=

119,7
333,4

= 0,36 gram
Mp =
=

Tb
1+W
453,1
1+0,36

= 333, 2 gram
BI =
=

Mp
Vt
333,2
296,8

= 1,1 cm-³
Keterangan:

d = Diameter ring
p = Tinggi ring
Tb = Massa tanah basah sebelum dioven

22

To = Massa tanah oven
P = Massa pipa
W = Kadar air massa
Ma = Massa air
Mp = Massa padatan
2. Perhitungan Berat Jenis (BJ)
Mp = (L + To) - L
= 70,1– 50,4
= 19,7 gram
Vp = 100 – ((L + To + A) - (L + To))
= 100 – (161,23 – 70,1)
= 100 – 91,13
= 8,87 cm³
BJ =

=

Mp
Vp
19,7
8,87

= 2,2 g.cm-³
Keterangan:

L = massa labu
To = massa tanah oven
A = massa air
Mp= massa padatan
Vp= volume padatan