Makalah Modul Hukum Kesehatan and Hukum

MAKALAH
Modul Hukum Kesehatan & Hukum Kedokteran
Kasus dan Analisisnya

Richard Kristanto Kati
14011101076
Universitas Sam Ratulangi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malpraktik tidak hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan saja, melainkan kaum
profesional dalam bidang lainnya yang menjalankan praktiknya secara buruk, misalnya profesi
pengacara, profesi notaris. Hanya saja istilah malpraktik pada umumnya lebih sering digunakan
di kalangan profesi di bidang kesehatan/ kedokteran. Begitu pula dengan istilah malpraktik yang
digunakan dalam makalah ini juga dititikberatkan pada malpraktik bidang kedokteran, karena inti
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai kasus malpraktik yang telah terjadi dan
analaisis kasusnya.
Berkenaan dengan kerugian yang sering diderita pasien akibat kesalahan (kesengajaan/
kealpaan) para tenaga kesehatan karena tidak menjalankan praktik sesuai dengan standar
profesinya, saat ini masyarakat telah memenuhi pengetahuan serta kesadaran yang cukup

terhadap hukum yang berlaku, sehingga ketika pelayanan kesehatan yang mereka terima dirasa
kurang optimal bahkan menimbulkan kondisi yang tidak diinginkan atau dianggap telah terjadi
malpraktik kedokteran, masyarakat akan melakukan gugatan baik kepada sarana pelayanan
kesehatan maupun kepada tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya atas kerugian yang
mereka derita.
Demi mewujudkan keadilan, memberikan perlindungan, serta kepastian hukum bagi
semua pihak, dugaan kasus malpraktik kedokteran ini harus diproses secara hukum. Tentunya
proses ini tidak mutlak menjamin akan mengabulkan tuntutan dari pihak pasien atau keluarganya
secara penuh, atau sebaliknya membebaskan pihak tenaga kesehatan maupun sarana pelayanan
kesehatan yang dalam hal ini sebagai pihak tergugat, dari segala tuntutan hukum. Pemeriksaan
terhadap dugaan kasus malpraktik kedokteran ini harus dilakukan melalui tahapan-tahapan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, serta pemeriksaan di sidang pengadilan untuk
membuktikan ada/ tidaknya kesalahan (kesengajaan/ kealpaan) tenaga kesehatan maupun sarana
pelayanan kesehatan tempat mereka bekerja.
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan,
khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan ketidakpuasan masyarakat
memunculkan isu adanya dugaan malpraktik medis yang secara tidak langsung dikaji dari aspek

hukum dalam pelayanan kesehatan, karena penyebab dugaan malpraktik belum tentu disebabkan
oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, khususnya dokter.

Oleh karena itu, setiap dugaan malpraktik haruslah dianalisa dari berbagai sudut pandang.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang di atas, dirumuskan permasalahanpermasalahan sebagai berikut :
1. Apakah kasus yang akan diangkat merupakan kasus malpraktik? Alasannya?
2. Bagaimana pandangan hukum mengenai kasus tersebut?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Agar pembaca memahami malpraktik dari banyak sudut pandang
2. Agar pembaca mampu menentukan secara kritis apakah suatu kasus malpraktik atau
bukan
3. Agar pembaca mampu menganalisis suatu kasus dengan menggunakan pendekatan secara
hukum

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Contoh Kasus
Kasus Dokter Ayu saya ambil sebagai contoh, berikut kronologisnya :
 Tanggal 10 April 2010
Korban, Julia Fransiska Makatey (25) merupakan wanita yang sedang hamil anak
keduanya. Ia masuk ke RS Dr Kandau Manado atas rujukan puskesmas. Pada waktu itu,
ia didiagnosis sudah dalam tahap persalinan pembukaan dua.

Namun setelah delapan jam masuk tahap persalinan, tidak ada kemajuan dan justru malah
muncul tanda-tanda gawat janin, sehingga ketika itu diputuskan untuk dilakukan operasi
caesar darurat. “Saat itu terlihat tanda tanda gawat janin, terjadi mekonium atau bayi
mengeluarkan feses saat persalinan sehingga diputuskan melakukan bedah sesar,”
ujarnya.
Tapi yang terjadi menurut dr Nurdadi, pada waktu sayatan pertama dimulai, pasien
mengeluarkan darah yang berwarna kehitaman. Dokter menyatakan, itu adalah tanda
bahwa pasien kurang oksigen.
“Tapi setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, namun pasca operasi kondisi pasien semakin
memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, ia dinyatakan meninggal dunia,” ungkap
Nurdadi, seperti ditulis Senin (18/11/2013).
 Tanggal 15 September 2011
Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr Hendry
Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan penjara karena
laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri (PN) Manado
menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni.

“Dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena adanya emboli
udara, sehingga mengganggu peredaran darah yang sebelumnya tidak diketahui oleh
dokter. Emboli udara atau gelembung udara ini ada pada bilik kanan jantung pasien.

Dengan bukti ini PN Manado memutuskan bebas murni,” tutur dr Nurdadi.
Tapi ternyata kasus ini masih bergulir karena jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung yang kemudian dikabulkan.
 18 September 2012
dr. Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian
akhirnya masuk daftar pencarian orang (DPO).
 11 Februari 2013
Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahkamah Agung
dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).
Dalam surat keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN Manado
menyebutkan ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan kalau ketiga
dokter tidak bersalah melakukan tindak pidana. Sementara itu, Majelis Kehormatan dan
Etika Profesi Kedokteran (MKEK) menyatakan tidak ditemukan adanya kesalahan atau
kelalaian para terdakwa dalam melakukan operasi pada pasien.
 8 November 2013
Dr Dewa Ayu Sasiary Prawan (38), satu diantara terpidana kasus malapraktik akhirnya
diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan putusan 10 bulan penjara. Ia diciduk
di tempat praktiknya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan Kalimantan
Timur (Kaltim) oleh tim dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejari Manado sekitar
pukul 11.04 WITA

.

2.2. Analisa pada kasus
Masalah dasar : Hasil tindakan tidak seperti yang diharapkan.
1) Apakah kasus Dokter Ayu ini merupakan kasus malpraktik? Alasannya?
Jawab : Tidak
Alasan :
Walaupun pada akhirnya diciduk polisi, namun berdasarkan kasus di atas, hal itu terjadi
karena tuntutan jaksa yang didasarkan pada laporan keluarga korban dan ada indikasi
kekeliruan menerapkan hukum pada majelis kasasi. Padahal, berulang kali ditegaskan dr.
Ayu dan timnya tidak bersalah, seperti yang dinyatakan oleh MKEK dan PN Manado.
Lagipula, penyebabnya adalah emboli udara (emboli gas) yang memang bisa terjadi
kapan saja, berlangsung cepat, dan tanpa bisa diprediksi jika melakukan operasi besar,
apalagi operasi perut (operasi caesar). Meskipun pemeriksaan dan prosedur medis
lengkap telah dilakukan. Sebab, pemeriksaan medis biasa dilakukan sebelum ibu
melahirkan. Beberapa saat sebelum melahirkan bisa saja kondisi tubuh Ibu akan
menunjukkan keadaan normal. Padahal, emboli dapat terjadi secara tiba-tiba di tengah
persalinan. Apalagi setiap pasien memiliki keadaan tubuh yang berbeda. Emboli ini tidak
bisa kita periksa atau kita cek sebelum persalinan.
Mari kita tinjau kembali pengertian malpraktik. Secara sederhana malpraktik adalah

tindakan yang salah oleh dokter pada waktu menjalankan prakteknya. Dari segi hukum,
dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktik dapat terjadi karena tindakan yang disengaja
(intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun
suatu kekurang-mahiran/ketidak-kompetenan yang tidak beralasan. Malpraktik dalam
dunia kedokteran menitikberatkan pada bagaimana proses tindakan medis itu
dilaksanakan. Dalam kasus ini tergambar jelas bahwa tidak ada indikasi malpraktik akibat

kesengajaan, kelalaian ataupun ketidak mahiran. Karena memang, emboli bahkan sampai
sekarang memang tidak dapat ditebak kapan akan datang.
Mari kita tinjau dari prinsip 4D (Duty of care, Dereliction of duty, Damage, Direct
Causation). Dari Duty of Care, telah terjadi kontrak hubungan terapeutik antara dokter
pasien. Hubungan kontraktual ini berarti sebelum operasi telah terjadi informed consent
untuk menghormati hak autonomi pasien dimana ikatan yang terjadi adalah ikatan usaha
bukan hasil. Kemudian dari kriteria Dereliction of Duty kita dapat melihat bahwa dari
hasil otopsi, penyebab kematian adalah emboli yang memang bisa terjadi kapanpun.
Sehingga, tidak ada indikasi penyimpangan kewajiban. Hal ini juga diperkuat dengan
bukti walaupun sang ibu meninggal, namun sang anak selamat. Itu berarti dokter telah
berusaha maksimal. Damage di sini berarti segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi
layanan. Dalam kasus ini, pasien, meninggal dunia 20 menit setelah operasi. Dan yang

terakhir ditinjau dari criteria Direct Causation yang adalah hubungan sebab akibat yang
nyata. Dalam kasus ini ada hubungan (Damage) dengan (Direct Causation) yaitu karena
meninggalnya pasien, masalah akhirnya berbuntut panjang hingga ke meja hijau. Dari
sudut pandang dr. Ayu, nama baik dokter dengan timnya akhirnya jatuh. Dunia
kedokteran mulai dipertanyakan kembali oleh khalayak umum. Dengan alas an
solidaritas, akhirnya banyak dokter yang mogok kerja. Dari sudut pandang korban atau
keluarga korban, meninggalnya pasien meninggalkan duka yang mendalam bagi
keluarga. Kerugian materiil yang ditimbulkan juga tidak sedikit.
Dari analisis berdasarkan keempat kriteria kelalaian tersebut, didapat kesimpulan, bahwa
tim dr. Ayu tidak melakukan tindakan malpraktik dengan bukti :


Ayu dan dua koleganya sudah melakukan tindakan sesuai dengan prosedur,
keilmuan, dan kompetensi.



Bahwa dalam tindakan darurat, seorang dokter harus segera melakukan tindakan
operasi, tidak perlu pemeriksaan penunjang.




Penyebab kematian pasien adalah adanya emboli udara pada jantung yang
memang sulit untuk diprediksi, bisa terjadi kapan saja, dan begitu cepat.



Dokter Ayu dan dua koleganya telah member tahu bahwa akan dilangsungkan
operasi namun hanya melalui lisan berhubung kondisi sangat darurat.



Keterangan saksi ahli selaku Majelis Kehormatan Etik Kedokteran yang sudah
memeriksa dokter Ayu dan dua koleganya menyatakan tidak ada kelalaian dalam
penanganan pasien.

2) Bagaimana pandangan hukum terhadap kasus ini?

 Pasal 55 Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan : (1) setiap orang
berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga

kesehatan.
 Pasal 1371 KUH Perdata : Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan
dengan sengaja atau kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk
selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian
yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini
dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut
keadaan.
 Pasal 39 UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran : Praktik kedokteran
diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi
dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
 Pasal 50 UU UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran :
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur

operasional;


c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;

dan
d. menerima imbalan jasa.

 Pasal 51 UU UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran :
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.

 Pasal 52 UU UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran :
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
 Pasal 53 UU UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran :

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

 Pasal 359 KUHP :
Barang siapa karena kesalahan (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun.
 Pasal 360 KUHP :
(1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat lukaluka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun
(2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjadikan pekerjaan
jabatan atau pencarian selama waktu tertemtu, diancam dengan pidana penjara
paling lama Sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

BAB III
Penutup
3.1. Kesimpulan
Ada banyak penyebab mengapa persoalan malpraktik medik mencuat akhir-akhir ini
dimasyarakat diantaranya pergeseran hubungan antara tenaga medis dan pasien yang tadinya
bersifat paternalistic tidak seimbang dan berdasarkan kepercayaan (trust, fiduciary relationship)
berganti dengan pandangan masyarakat yang makin kritis serta kesadaran hukum yang makin
tinggi. Selain itu jumlah dokter di Indonesia dianggap belum seimbang dengan jumlah pasien
sehingga seorang tenaga medis menangani banyak pasien (berpraktek di berbagai tempat) yang
berakibat diagnosa menjadi tidak teliti.
Apresiasi masyarakat pada nilai kesehatan makin tinggi sehingga dalam melakukan
hubungan dengan dokter, pasien sangat berharap agar dokter dapat memaksimalkan pelayanan
medisnya untuk harapan hidup dan kesembuhan penyakitnya. Selama ini masyarakat menilai
banyak sekali kasus dugaan malpraktik medik yang dilaporkan media massa atau korban tapi
sangat sedikit jumlahnya yang diselesaikan lewat jalur hukum. Dari sudut penegakan hukum
sulitnya membawa kasus ini ke jalur pengadilan diantaranya karena belum ada keseragaman
paham diantara para penegak hukum sendiri soal malpraktik medik ini.
Masih ada masyarakat (pasien) yang belum memahami hak-haknya untuk dapat
melaporkan dugaan malpraktik yang terjadi kepadanya baik kepada penegak hukum atau melalui
MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia). Oleh karenanya lembaga
MKDKI sebagai suatu peradilan profesi dapat ditingkatkan peranannya sehingga mendapat
kepercayaan dari masyarakat sebagai lembaga yang otonom, independent dan memperhatikan
juga nasib korban. Bahkan berkaitan dengan MKDKI ini SEMA RI tahun 1982 menyarankan

agar untuk kasus dugaan malpraktik medik sebaiknya diselesaikan dulu lewat peradilan profesi
ini.
Namun ada juga masyarakat (pasien) yang belum memahami keterbatasan dokter.
Banyak yang masih mengira bahwa malpraktik hanya ditinjau pada hasilnya, padahal utamanya
adalah pada prosedurnya.
Dari sudut hukum acara (pembuktian) terkadang penegak hukum juga kesulitan mencari
keterangan ahli yang masih diliputi esprit de corps. Mungkin sudah saatnya diperlukan juga saksi
yang memahami ilmu hukum sekaligus ilmu kesehatan.
Bahaya malpraktek memang luar biasa. Tidak hanya mengakibatkan kelumpuhan atau
gangguan fatal organ tubuh, tetapi juga menyebabkan kematian. Masalah yang ditimbulkan pun
bisa sampai pada masalah nama baik, baik pribadi bahkan negara, seperti yang dipaparkan waktu
penjelasan fenomena malpraktek pada era globalisasi tadi. Benar-benar kompleks sekali
permasalahan yang timbul akibat malpraktek ini. Sehingga benar bahwa malpraktek dikatakan
sebagai sebuah malapetaka bagi dunia kesehatan di Indonesia.
4.2. Saran
Terhadap dugaan malpraktik medik, masyarakat dapat melaporkan kepada penegak
hukum (melalui jalur hukum pidana), atau tuntutan ganti rugi secara perdata, ataupun menempuh
ketentuan pasal 98 KUHAP memasukkan perkara pidana sekaligus tuntutan ganti rugi secara
perdata.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikhtiar, Ilham. 2013. Membasmi Kesalahkaprahan: Mengenal Apa Itu Emboli.
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/11/29/membasmi-kesalahkaprahanmengenal-apa-itu-emboli-614884.html, diakses tanggal 24 September 2014 pukul 19.27.
2. Roszandi, Dasril. 2013. Malpraktek atau Tidak dr Ayu? Lihat Empat Poin Ini.
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/27/173532785/Malpraktek-atau-Tidak-dr-AyuLihat-Empat-Poin-Ini, diakses tanggal 24 September 2014 pukul 19.50.
3. Hidayat, Marifka Wahyu. 2013. IDI Bantah Dokter Ayu Tidak Minta Izin Operasi.
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/27/173533003/IDI-Bantah-Dokter-Ayu-TidakMinta-Izin-Operasi, diakses tanggal 24 September 2014 pukul 20.02
4. Doce, Nacho. 2013. Emboli Si Pembunuh Ibu Melahirkan.
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/28/173533089/Emboli-Si-Pembunuh-IbuMelahirkan, diakses tanggal 24 September 2014 pukul 19.31.
5. Inolva, Feris. 2013. http://www.tempo.co/read/news/2013/11/28/173533089/Emboli-SiPembunuh-Ibu-Melahirkan, diakses tanggal 24 September 2014 pukul 19.27.