Hutan dan bakau dan mangrove

Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawarawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasangsurut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana
terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-telukyang terlindung dari
gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan
mengendapkan lumpur yang dibawanya dari huluHutan mangrove adalah hutan yang
tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove
bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat
dan di laut. Umumnya mangrove
mempunyai sistem perakaran yang menonjol yangdisebut akar nafas (pneumatofor).
Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang
miskin oksigen atau bahkan anaerob.Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas
vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang
mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen,
2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan
berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang
tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh prosesproses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut,
sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh
proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut,
serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan
seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

A. Latar Belakang

HUTAN mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air. Menurut Steenis (1978)
mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1988)
bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu
komunitas pantai tropik didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.
Beberapa jenis umum yang dijumpai di Indonesia adalah Bakau (Rhizophora), Apiapi(Avicennia), Pedada(Sonneratia), Tanjang (Bruguiera), Nyirih (Xylocarpus).
Komposisi jenis tumbuhan penyusun ekosistem ditentukan oleh beberapa faktor
lingkungan, terutama jenis tanah, genangan pasangan pasang surut dan salinitas (Bengen 2001).
Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan merupakan pohon perintis
umumnya adalah api-api dan pedada. Api-api lebih senang hidup pada tanah berpasir agak keras,
sedangkan pedada pada tanah yang berlumpur lembut. Pada daerah yang terlindung dari
hempasan ombak, komunitas mangrove biasanya didominasi oleh pohon bakau. Lebih kearah

daratan (hulu), pada tanah lempung yang agak pejal biasanya tumbuh komunitas tanjang. Nipa
(Nypa) merupakan sejenis palma dan merupakan komponen penyusun ekosistem mangrove
sering kali tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu, pengaruh aliran air tawar dominan. Komunitas
Nipa(Nypa fruticans) tumbuh secara optimal di kiri kanan sungai-sungai besar Sumatra,
Kalimantan dan Irian Jaya. Parameter lingkungan yang utama yang menentukan kelangsungan
hidup dan pertumbuhan mangrove adalah:

 Pasokan air tawar dan salinitas
 Stabilitas substrat
 Pasokan nutrien
Ketersediaan air tawar dan salinitas (kadar garam) mengendalikan efisiensi metabolisme
dari ekosistim mangrove. Ketersediaan air bergantung pada:
 Frekuensi dan volume aliran air tawar
 Frekuensi dan volume pertukaran pasang surut
 Tingkat evavorasi
Stabilitas substrat, kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove adalah nibah
(ratio) antara laju erosi dan pengendapan sedimen, yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran
air tawar dan muatan sedimen yang dikandungnya, laju pembilasan oleh arus pasang surut, dan
gaya gelombang. Sedang pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai
proses yang saling yang terkait, meliputi input/export dari ion-ion mineral anorganik dan bahan
organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring makanan berbasis detritus.
Konsentrasi relatif dan nisbah (ratio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan
produktivitas ekosistem dan ditentukan oleh :
 Frekuensi,jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar
 Dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus (Odum 1982)
Secara biologi yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove merupakan
produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah hutan setelah melalui dekomposisi

oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus dan berbagai jenis fitoplankton yang akan
dimanfaatkan oleh konsumen primer yang terdiri dari zooplankton, ikan dan udang, kepiting
sampai akhir dimangsa oleh manusia sebagai konsumen utama. Vegetasi hutan mangrove juga
merupakan pendaur ulang hara tanah yang diperlukan bagi tanaman.
B. Tujuan
1. Mendeskripsikan karakteristik hutan mangrove
2. Mengidentifikasi pola interaksi pada ekosistem yang berada di hutan managrove
3. Mengidentifikasi struktur tumbuhan tingkat tinggi dan tumbuhan tingkat rendah.
4. Mengidentifikasi dominasi hewan tingkat tinggi dan hewan tingkat rendah.

5. Mengidentifikasi temuan-temuan/permasalahkan yang ditemukan di tempat observasi dan
solusi permasalahan masalah
6. Memprediksi dan mempersentasikan mengenai keragaman jeenis, kepadatan, dominasi.
BAB II
Tinjauan Teori
A. Pengertian Hutan Mangrove
Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawarawa berairpayau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.
Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi
bahan organik. Baik diteluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di
sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu

Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau
tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan
yang
hidup
di
darat
dan
di
laut.
Umumnya
mangrove
mempunyai sistem perakaran yang menonjol yangdisebut akar nafas (pneumatofor). Sistem
perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau
bahkan anaerob.
Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi
oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang
surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai
wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerahdaerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh prosesproses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas
wilayah pesisir di lautialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan
seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi

oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
B. Karakteristik Ekosistem Mangrove
Karakteristik terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang
unik, adalah :


memiliki jenis pohon yang relatif sedikit.



memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan



menjulang pada bakau Rhizophora spp, serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil
pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.
memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,




khususnya pada Rhizophora.
memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciriciri khusus, diantaranya adalah :






tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada
saat pasang pertama;
tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.

C. Karakteristik Fisik Yang Penting Habitat Hutan Mangrove
Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang
selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor
yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus menerus. Meskipun

mangrove toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun mangrove lebih bersifat
facultative daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar. Mangrove
juga berbeda dari hutan darat, dalam hal ini jenis-jenis mangrove tertentu tumbuh menggerombol
di tempat yang sangat luas. Disamping Rhizophora spp, jenis penyusun utama mangrove lainnya
dapat tumbuh secara “coppice”. Asosiasi hutan mangrove selain terdiri dari sejumlah jenis yang
toleran terhadap air asin dan lingkungan lumpur, bahkan juga dapat berasosiasi dengan hutan air
payau di bagian hulunya yang hampir seluruhnya terdiri atas tegakan nipah Nypa fruticans.
D. Flora Mangrove
Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni :
1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan

kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan
secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentukbentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan

mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya
adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera,
Laguncularia dan Nypa.
2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan
murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas,
contoh :Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum,

Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.
3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus,
Calamus, dan lain-lain.
Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir
pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan
ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa
berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks
(beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa
faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah :


Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table)



dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan
kerusakan terhadap anakan.
Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka




air dan drainase.
Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam.
Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species intoleran



sepertiRhizophora, Avicennia dan Sonneratia.
Pasokan dan aliran air tawar



E. Fauna Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove
maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan
mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak.
Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai
burung, dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat
(terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Akan tetapi fauna yang terdapat di hutan mangrove
Kab Subang termasuk kedalam fauna laut yang didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae.


Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae
didominasi oleh Bracyura.
F. Manfaat dan Fungsi Mangrove
Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling
berkolerasi secara timbal balik (Siregar dan Purwaka, 2002). Masing-masing elmen dalam
ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen
ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap
keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak
berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
Secara Fisik
1) Penahan abrasi pantai.
2) Penahan intrusi (peresapan) air laut.
3) Penahan angin.
4) Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar
di perairan rawa pantai.
5) Penyerapan karbon. Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon
organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini
membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C0 2). Akan tetapi hutan
bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena

itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber
karbon.
6) Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga kelembaban dan
curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
7) Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Keberadaan hutan bakau dapat mencegah
teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.
8) Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses
pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun
dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel
lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.
9) Penambah unsur hara. Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan
terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang
berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.

10) Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat
pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air.
Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun
secara aktif
Secara Biologi
1) Tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti ikan
dan udang).
2) Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting
dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen
di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem.
3) Tempat hidup berbagai satwa langka, seperti burung. Lebih dari 100 jenis burung hidup
disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat
mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok
Asia (Limnodrumus semipalmatus).
4) Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik
bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi
kehidupan liar itu sendiri.
5) Memelihara proses-proses dan sistem alami. Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam
mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di
dalamnya.
Secara Sosial dan Ekonomi
1) Tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian). Hutan bakau memiliki
nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya.
Selain itu, dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hutan mangrove
berperan sebagai laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan
pendidikan.
2) Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, serta daun
nipah untuk pembuatan atap rumah.
3) Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit.
4) Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan
(daunBruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus
mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain).

5) Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan
pengrajin atap dan gula nipah.
6) Transportasi. Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara
yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
G. Pola interaksi adaa ekosistem yang berada di hutan mangrove
Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan
lingkungan hidupnya.Hubungan yang terjadi antara individu dengan
lingkungannya sangat kompleks, bersifat salingmempengaruhi atau timbal
balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem
ekologi
didalam
ekosistem. Didalam
ekosistem
terjadi
rantai
makanan/
aliranenergy dan siklus biogeokimia.
Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam bentuk
predasi. Rantai makanan merupakan proses pemindahan energi makanan dari sumbernya
melalui serangkaian jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang berulang kali (Romimohtarto
dan Juwana,1999).Terdapat tiga macam rantai pokok (Anonim 2008).yaitu rantai pemangsa,
rantai parasit dan rantai saprofit.
1. Rantai Pemangsa
Landasan utamanya adalah tumbuhan
hijau
sebagai produsen.
Rantai pemangsa
dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan
karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen ke 2 dan berakhir pada hewan pemangsa
karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.
2 . Rantai Parasit
Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang
hidup
sebagai parasit.Contoh cacing, bakteri dan benalu.
3. Rantai Saprofit
Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai
tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga
membentuk jaring-jaring makanan.
Secara umum di perairan, terdapat 2 tipe rantai makanan yang terdiri dari :
a) Rantai
Makanan
Langsung

Rantai
makanan langsun

g adalah peristiwa makan memakan mulai dari tingkatantrofik terendah yaitufitoplankton
sampaike tingkatan trofik tertinggi yaitu ikan karnivora berukuran besar, mamalia, burung dan
reptil . Hal inidapat dilihat pada ilustrasi berikut :
Dari gambar diatas nampak bahwa rantai makanan langsung,
bukanlah sebuah proses ekologiyang dominan terjadi di dalam ekosistem mangrove. Oleh karena
spesies ikan yang terdapat dalamekosistem mangrove,
utamanya konsumer trofik tertinggi, kebanyakan adalah ikan pengunjung
pada periode tertentu atau musim tertentu. Nontji (1993) menyatakan bahwa beberapa jenis ikan
komersial mempunyai kaitan dengan mangrove seperti bandeng dan belanak.
Anonim (2009)mengklasifikasikan ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove pada 4
(empat) tipe ikan, yaitu :
 Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya
dijalankan di daerah hutanmangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).
 Ikan
penetap
sementara,
yaitu
ikan
yang
berasosiasi
dengan

hutan

mangrove selama periodeanakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di
sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan
belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
 Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove
pada
saat air
pasang
untuk
mencari makan,
contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae),ikan
Barakuda /
Alualu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
 Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam
kelompok ini
menggunakan hutanmangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat
perlindungan musiman dari predator.
b) Rantai Makanan Detritus.

Pada
ekosistem
mangrove, rantai makanan
yang terjadi adalah
rantaimakanan detritus. Su
mberutama detritus adala
h hasil

penguraian guguran daunmangrove yang jatuh keperairan oleh bakteri dan fungi (Romimohtarto
dan Juwana 1999).
Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan dan ranting mangrove
oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus. Hancuran bahan organik (detritus)
ini kemudian menjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska, dan
hewan lainnya (Nontji, 1993). Setyawan dkk (2002) menyatakan nutrien di dalam ekosistem
mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem, dari sungaiatau laut .
Lalu ditambahkan oleh Romimohtarto dan Juwana (1999) yang menyatakan bahwa bakteri
dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata.
Kemudianprotozoa
dan
avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya dimakan oleh karnivor tingkat
tinggi.
Detritivor pada Ekosistem Mangrove
Adanya sistem akar yang padat, menyebabkan sedimen, yang
mengandung
unsur hara,terperangkap. Selain itu model perakaran ini juga menyebabkan gerakan air yang
minimal pada
ekosistem ini. Sehingga
hewan pengurai (detritivor) memiliki
aktivitas
tinggi dengan jumlah yang banyak pada ekosistem ini. Setyawan dkk (2002) menyatakan bahwa
sesendok teh, lumpur mangrove mengandung lebih dari 10 juta bakteri, lebih kaya dari lumpur
manapun. Bakteri yang dimaksud disini adalah bakteri patogen seperti Shigella, Aeromonas dan
Vibrio dimana bakteri ini dapat bertahan pada air mangrove walaupun tercemar bahan kimia
berbahaya. Selain itu, terdapatmikroorganisme lain yang dapat menguraikan molekul organik
pada ekosistem mangrove.Mikroorganisme itu adalah fitoplankton dan zooplankton, dengan
penjelasan sebagai berikut :
I. fitoplankton adalah dari kelas Chlophyceae (alga hijau) dan Chrysophyceae (alga hijau kuning)
yang termasuk didalamnya adalah diatom. Nybaken (1992) menyatakan jenis-jenis
tumbuhan laut mikroskopis yang berlimpah diatas dataran berlumpur, adalah
diatom.Salah
satu jenis
alga hijau
kuning adalah
Chyanobacterium.
Alga ini bersifat anoksik danjuga banyak melimpah di perairan. Romimohtaro dan
Juwana (1999) menyatakan oleh kelimpahan organisme jenis ini karena adanya
kandungan unsur hara yang berlebih. Dan ini sangat sesuai dengan kondisi ekosistem
mangrove yang kaya unsur hara dan kecendrungan kandungan oksigen terlarut yang
rendah.
II. Zooplankton. Fitoplankton dimakan oleh zooplankton. Nybaken (1992) menyatakan pada
estuaria, sekitar 50-60 % persen produksi bersih fitoplankton dimakan oleh
zooplankton. Pada dasarnya hampir semua fauna akuatik muda yang terdapat pada
ekosistem mangrove, dikategorikan sebagai zooplankton, (Setyawan dkk, 2002).
Usia muda darifauna akuatik (larva) sebagian besar berada di ekosistem mangrove.

Dan larva dikategorikan sebagai zooplankton, karena termasuk fauna yang
pergerakannya masih dipengaruhi oleh pergerakan air, sebagaimana pengertian dari
plankton itu sendiri. Oleh karena itu juga Thoha (2007) mengkategorikan
Gastropoda, Bivalva, telur, ikan, danlarva ikan kedalam zooplankton. Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa zooplankton dari Filum Protozoa, memakan
bakteri dan fungi yang terdapat pada ekosistem mangrove. Lebih spesifik, bahwa
Ordo Dinoflagellata dari Kelas Flagellatayang banyak terdapat pada ekosistem
mangrove. Selain itu taksa zooplankton yang sering dan banyak terdapat pada
ekosistem mangrove adalah Copepoda.Thoha(2007).menyatakan bahwa ikanikan pelagis seperti teri,
kembung,lemuru, tembang dan bahkan cakalang berprefensi sebagai
pemangsa Copepoda dan
larva Decapoda. Oleh
karena itu, terdapat ikan
penetap sementara pada ekosistemmangrove, yang cenderung hidup bergerombol
dikarenakan kaitannya yang erat dengan adanya mangsa pangan pada ekosistem itu
sendiri.
Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah
crustacea dan
moluska.Kepiting, Uca sp dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove.
Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepitingkepiting yangdapat
dikonsumsi (Scylla
serrata), Udang raksasa air tawar (Macrobrachium
rosenbergii) dan
udang
laut (Penaeus indicus
, P. Merguiensis,
P. Monodon, Metapenaeus brevicornis) yang terkenaltermasuk produk mangrove yang
bernilai ekonomis dan
menjadi sumber mata pencaharian penduduksekitar
hutan mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar sejarah hidupyang
sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan
migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan.
Migrasi biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah
jumlahnya hingga kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran
kedalaman 11-30 meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter. Penaeid
bertelur sepanjang tahun tetapi periode puncaknya adalah selama Mei -Juni dan OktoberDesember yang bertepatan dengan datangnya musim hujan atau angin musim. P.
Merquiensis setelah post larva ditemukan pada bulan November dan Desember dan setelah 3 4 bulan berada di mangrove mencapai juvenile dan pada bulan Maret sampai
Juni juvenil berpindah
ke
air yang
dangkal.
Setelah
mencapai dewasa
atau
lebih besar, udang akan bergerak lebih jauh lagi keluar garis pantai untuk
bertelur dengan
kedalaman melebihi 10 meter. Waktu untuk bertelur dimulai bulan Juni dan berlanjut sampai
akhir Januari.

Keragaman Jenis Tumbuhan dan Hewan di Hutan Mangrove
Bakau merupakan pohon besar, dengan akar tunjang yang menyolok dan bercabangcabang. Tinggi total 4-30 m, dengan tinggi akar mencapai 0.5-2 m atau lebih di atas lumpur, dan
diameter batang mencapai 50 cm. Bakau merupakan salah satu jenis pohon penyusun utama
ekosistem hutan bakau.
Daun tunggal, terletak berhadapan, terkumpul di ujung ranting, dengan kuncup tertutup
daun penumpu yang menggulung runcing. Helai daun eliptis, tebal licin serupa kulit, hijau atau
hijau muda kekuningan, berujung runcing, bertangkai, 3,5-13 × 7-23 cm. Daun penumpu cepat
rontok, meninggalkan bekas serupa cincin pada buku-buku yang menggembung.
Bunga berkelompok dalam payung tambahan yang bertangkai dan menggarpu di ketiak, 24-8-16 kuntum, berbilangan 4. Tabung kelopak bertaju sekitar 1,5 cm, kuning kecoklatan atau
kehijauan, melengkung. Daun mahkota putih berambut atau gundul agak kekuningan,
bergantung jenisnya. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Buah berbentuk telur memanjang
sampai mirip buah pir yang kecil, hijau coklat kotor. Hipokotil tumbuh memanjang, silindris,
hijau, kasar atau agak halus berbintil-bintil.
Pohon Api-api menyukai rawa-rawa mangrove, tepi pantai yang berlumpur, atau di
sepanjang tepian sungai pasang surut. Beberapa jenisnya, seperti A. marina, memperlihatkan
toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas, mampu tumbuh di rawa air tawar hingga di
substrat yang berkadar garam sangat tinggi.
Kebanyakan jenisnya merupakan jenis pionir dan oportunistik, serta mudah tumbuh
kembali. Pohon-pohon api-api yang tumbang atau rusak dapat segera trubus (bersemi kembali),
sehingga mempercepat pemulihan tegakan yang rusak.
Akar nafas api-api yang padat, rapat dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan
menahan lumpur serta pelbagai sampah yang terhanyut di perairan. Jalinan perakaran ini juga
menjadi tempat mencari makanan bagi aneka jenis kepiting bakau, siput dan teritip.
Tubuh Blekok sawah berukuran kecil (45 cm), bersayap putih, cokelat bercoret-coret.
Pada waktu berbiak: kepala dan dada kuning tua, punggung nyaris hitam, tubuh bagian atas
lainnya cokelat becoret-coret, tubuh bagian bawah putih, ketika terbang sayap terlihat sangat
kontras dengan punggung yang gelap / hitam. Tak berbiak dan remaja: Coklat bercoret-coret iris
kuning, paruh kuning, ujung paruh hitam, kaki hijau buram. Biasanya Burung Blekok sawah

hidup sendirian atau dalam kelompok tersebar, berdiri diam-diam dengan tubuh pada posisi
rendah dan kepala ditarik kembali sambil menunggu mangsa. Setiap sore terbang dengan
kepakan sayap perlahan-lahan, berpasangan atau bertigaan, beramai-ramai menuju tempat
istirahat. Bersarang dengan dengan koloni burung air lain. Berkembangbiak : Desember- Mei,
Januari-Agustus.
Kepiting, selain untuk menjadi bahan makanan secara ekologis kepiting juga berfungsi
untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan memainkan peranan penting di daerah mangrove.
Daun yang dimangsa kepiting dan dikeluarkan dalam bentuk faeces terbukti lebih cepat terurai
dibandingkan dengan daun yang tidak dimangsa. Hal ini menyebabkan proses perputaran energi
berjalan cepat di mangrove. Selain itu, keberadaan lubang-lubang kepiting, secara tidak langsung
mampu mengurangi kadar racun tanah mangrove yang terkenal anoksik. Lubang-lubang ini
membantu terjadinya proses pertukaran udara di tanah mangrove. Kepiting bakau (Scylla sp)
merupakan-satu-satunya spesies dari famili Portunidea yang memiliki assosiasi yang dekat
dengan lingkungan mangrove/hutan bakau, sehingga dikenal dengan nama kepiting bakau atau
mud crab.
Klasifikasi Bakau
Kingdom :Plantae
Subkingdom :Tracheobionta
SuperDivisi :Spermatophyta
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
SubKelas :Rosidae
Ordo :Myrtales
Famili :Rhizophoraceae
Genus :Rhizophora
Spesies : Rhizophora mangle
Klasifikasi Api-api
Kingdom :Plantae
Subkingdom :Tracheobionta
SuperDivisi :Spermatophyta
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
SubKelas :Asteridae
Ordo :Scrophulariales
Famili :Acanthaceae

Genus :Avicennia
Spesies : Avicennia alba
Klasifikasi Blekok sawah
Kingdom :Animalia
Phylum :Chordata
Kelas :Aves
Ordo :Ciconiiformes
Famili :Ardeidae
Genus :Ardeola
Species :Ardeola speciosa
Klaifikasi Ikan mujair
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis mossambicus
Klasifikasi kepiting
Phylum : Arthropoda
Sub Phylum : Crustacea
Class : Malacostaca
Ordo : Decapoda
Famili : Callinidae
Genus : Parathelpusa
Species : Parathelpusa sp

BAB III
HASIL OBSERVASI
Setelah kami melakukan observasi di kawasan hutan mangrov yang berada di Kabupaten
Subang sebelum kami memaparkan tentang hasil pengamtan yang kami dapdi sana disini kami
akan memaparkan terlebih dahulu sedikit tentang Kabupaten Subang, Kabupaten Subang
memiliki garis pantai sepanjang 68 km. Tambak yang telah dikembangkan di kawasan tersebut
telah mencapai 10.000 ha yang tersebar di 4 kecamatan, yaitu Blanakan, Pamanukan, Legon
Kulon dan Pusakanegara. Dibandingkan dengan kawasan lain pesisir. Kabupaten Subang masih
memiliki jalur hijau (Green Belt) cukup baik. Selama kurun waktu tahun 1999, produksi
perikanan budidaya tambak di Kabupaten Subang mengalami peningkatan sebesar 8,1 % di
banding dengan tahun sebelumnya (dari 6.308,9 ton menjadi 6.819,0 ton). Produksi budidaya
tambak tersebut merupakan pencapaian dari luas lahan sebesar 8.254,28 ha atau produktivitas
mencapai 826 kg/ha/th. Beberapa jenis komoditi yang mengalami kenaikan mencolok adalah
kakap, udang windu (228,9 % dan udang putih (172,4 %). Sedangkan produksi udang api-api
menurun sebesar 76,5 % dari 1.589 ton menjadi 374,2 ton. Terjadinya peningkatan produksi ini
disebabkan oleh semakin meningkatnya keuletan, kegigihan, dan ketekunan para petani
ikan/nelayan dalam meningkatkan usahanya, di samping tidak terlepas dari adanya dukungan
pemerintah dalam usaha membantu memperbaiki taraf hidup rakyat.
Kabupaten Subang merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan
terbesar ketiga setelah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon. Rata-rata produksi
perikanan di daerah ini adalah sebesar 15.514,75 ton per tahunnya. Dengan jumlah alat tangkap
rata-rata sebanyak 665 unit, maka hasil tangkapan rata-rata per satuan unit alat tangkap dapat
dihitung sebesar 23,80 ton per unit alat tangkap.
Hasil pengamatan yang telah kami lakukan di hutan mangrove yang ada di kabupaten
subang tepatnya di Desa mayangan Kec Legon kulon Kab Subang, disana kami menjumpai
beberapa jenis tumbuhan diantaranya yang kami jumpai adalah Bakau (Rhizophora), Apiapi(Avicennia), Pedada(Sonneratia), Tanjang (Bruguiera), Nyirih (Xylocarpus). Tapi yang paling
banyak yang kami jumpai di sana adalah jenis pohon Bakau (Rhizophora) dan Apiapi(Avicennia) dimana kedua jenis pohon tersebut merupakan jenis pohon (karakteristik)yang
ada di kawasan hutan mangrove, Bakaumerupakan pohon besar, dengan akar tunjang yang
menyolok dan bercabang-cabang. Tinggi total 4-30 m, dengan tinggi akar mencapai 0.5-2 m atau
lebih di atas lumpur, dan diameter batang mencapai 50 cm. Bakau merupakan salah satu jenis
pohon penyusun utama ekosistem hutan bakau. denagn klasifikasi sebagai berikut:

Klasifikasi Bakau
Kingdom :Plantae
Subkingdom :Tracheobionta
SuperDivisi :Spermatophyta
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
SubKelas :Rosidae
Ordo :Myrtales
Famili :Rhizophoraceae
Genus :Rhizophora
Spesies : Rhizophora mangle
Pohon Api-api menyukai rawa-rawa mangrove, tepi pantai yang berlumpur, atau di
sepanjang tepian sungai pasang surut. Beberapa jenisnya, seperti A. marina, memperlihatkan
toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas, mampu tumbuh di rawa air tawar hingga di
substrat yang berkadar garam sangat tinggi.
Klasifikasi Api-api
Kingdom :Plantae
Subkingdom :Tracheobionta
SuperDivisi :Spermatophyta
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
SubKelas :Asteridae
Ordo :Scrophulariales
Famili :Acanthaceae
Genus :Avicennia
Spesies : Avicennia alba
Jenis hewan yang kami jumpai di sana kami hanya menjumpai jenis burung yaitu Burung Blekok
sawah, Tubuh Blekok sawah berukuran kecil (45 cm), bersayap putih, cokelat bercoret-coret.
Pada waktu berbiak: kepala dan dada kuning tua, punggung nyaris hitam, tubuh bagian atas
lainnya cokelat becoret-coret, tubuh bagian bawah putih, ketika terbang sayap terlihat sangat
kontras dengan punggung yang gelap / hitam. Tak berbiak dan remaja: Coklat bercoret-coret iris
kuning, paruh kuning, ujung paruh hitam, kaki hijau buram. Biasanya Burung Blekok sawah
hidup sendirian atau dalam kelompok tersebar, berdiri diam-diam dengan tubuh pada posisi
rendah dan kepala ditarik kembali sambil menunggu mangsa.

Klasifikasi Blekok sawah
Kingdom :Animalia
Phylum :Chordata
Kelas :Aves
Ordo :Ciconiiformes
Famili :Ardeidae
Genus :Ardeola
Species :Ardeola speciosa
Sedangkan kepiting yang di ceritakan diatas yang merupakan fauna yang ada dihutan mangrove,
kami tidak menjumpainya.
Kepadatan dari masing-masing jenis hewan dan tumbuhan dari hasil pengamatan kami di
hutan mangrove yang kami amati yang berada di hutan mangrove di Desa mayangan Kec Legon
kulon Kab Subang adalah sebagai berikut:
 Pohon Bakau : 60 %
 Pohon Api-api: 30%
 Burung Blekok: 10%
Sedangkan di kawasan pemukiman dekat kawasan ini warga banyak yang memanfaatkan
pinggiran kawasan hutan di jadikan tambak, baik itu tambak udang maupun tambak ikan air
payau seperti yang kami jumpai yaitu tambak ikan bandeng .
BAB IV
MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Masalah
Bentuk tekanan terhadap kawasan mangrove yang paling besar adalah pengalih-fungsian
(konversi) lahan mangrove menjadi tambak udang/ikan, sekaligus pemanfaatan kayunya untuk
diperdagangkan. Selain itu, juga tumbuhnya berbagai konflik akibat berbagai kepentingan antar
lintas instansi sektoral maupun antar lintas wilayah administratif.
Selain itu juga terdapat permasalahan lain diantaranya adalah fenomena abrasi yang makin
parah juga membuat masyarakat di sepanjang pesisir pantai Subang dicekam kekhawatiran.
Hempasan gelombang Laut Jawa di wilayah itu, mengancam sedikitnya 68 kilometer pantai dari
Blanakan hinga Pusakanegara. Lebih dari 58 hektare daratan yang terdapat di pesisir tersebut
dilaporkan telah lenyap ditelan gelombang

B. Pemecahan masalah
Pemecahan masalah Secara ideal adalah pemanfaatan kawasan mangrove harus
mempertimbangkan kebutuhan masyarakat tetapi tidak sampai mengakibatkan kerusakan
terhadap keberadaan mangrove. Selain itu, yang menjadi pertimbangan paling mendasar adalah
pengembangan kegiatan yang menguntungkan bagi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan
kelestarian fungsi mangrove secara ekologis (fisik-kimia dan biologis). Perlu juga
mengembangkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar mangrove dengan
mengandalkan bahan bakunon-kayu dan diversifikasi bahan baku industri kehutanan dan arang.
Masyarakat merubah pola konsumsi bahan bakar dari minyak tanah dan arang bakau menjadi
arang leban dan tempurung kelapa dan menggunakan tungku hemat energi atau anglo.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan laut
adalah dengan membentuk kebijakan-kebujakan yang dituangkan dalam berbagai program yang
dapat diimplementasikan pada masyarakat dalam kontes pengelolaan guna pemanfatan yang
optimal akan sumber daya pesisir yang berwawasan lingkungan. Dalam hal ini bagaimana
memanfaatkan sumberdaya pesisir dengan baik, arif dan bijaksana dengan memperhatikan aspek
ekonomi, sosial budaya dan lingkungan tetap berada dalam keadaan seimbang. Upaya mengatasi
ancaman degradasi melalui penetapan kawasan konservasi di pesisir dan laut (Agardy,
1997 dalam Begen, 2002), hal ini dilakukan guna melindungi ekosistem dan sumberdaya yang
ada sehingga dapat berperan secara optimal dan berkelanjutan. Upaya ini juga bertujuan untuk
melindungi habitat-habitat kritis, mempertahankan kualitas sumber daya, melindungi
keanekaragaman hayati dan melindungi proses-proses ekologi. Kegiatan tersebut di tetapkan
dalam Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang serta Peraturan Daerah.
Selain upaya penetapan kawasan konservasi di dilakukan juga kegiatan rehabilitasi hutan
mangrove dengan tujuan untuk memperbaiki lahan yang mengalami kerusakan atau penurunan
produksi pohon-pohon bakau sehingga dapat berfungsi kembali seperti sediakalanya. Kegiatan
rehabilitasi ini dilakukan dengan cara menanam kembali pohon bakau (berupa stek atau biji buah
bakau) dan langkah yang paling ideal ialah menghutankan seluruh kawasan pantai dengan
mangrove akan tetapi membutuhkan dana yang cukup besar. Hutan mangrove yang telah rusak
harus ditanami kembali. Karena hanya itu yang bisa menangkal abrasi. Abrasi dampaknya tak
hanya merusak pantai, tetapi juga menurunkan hasil tangkapan nelayan.
Solusi terpenting dari permasalahan abrasi adalah dengan memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk mulai sadar akan arti pentingnya menjaga pantai, termasuk melestarikan hutan

mangrove karena masih rendahnya kesadaran masyarakat menjadikan kawasan hijau hancur
tanpa bisa dicegah. Mulai sekarang harus dikampanyekan pentingnya hutan mangrove. Hutan
mangrove itu bukan penghalang, justru penyelamat. Masih banyak masyarakat pesisir
beranggapan hutan mangrove itu penghalang, sehingga ditebangi dan dialihfungsikan menjadi
areal pertambakan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.kesimpulan
Hutan bakau sebagai salah satu dari tipe formasi hutan, adalah komunitas hutan tersendiri
yang merupakan tumbuhan utama intertidal tropic, dan terdiri atas banyak flora dan fauna yang
hidup di area sub tropic pesisir pantai. Dengan demikian dapat dipahami keberadaannya yang
khas dan tempat tumbuhnya terbatas sehingga perlu diamankan dari berbagai bentuk
intervensi.Hutan bakau dengan keragaman hayatinya juga menyimpan khazanah ilmu
pengetahuan tentang flora dan fauna yang memiliki makna bagi kebutuhan hidup manusia dalam
berbagai aspeknya.
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA
 http://anekaplanta.wordpress.com/2009/01/27/peranan-dan-fungsi-hutan-bakau-mangrovedalam-ekosistem-pesisir/
 http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=41840
 http://www.elsdainstitute.or.id/in/[Berita & Kegiatan]/?id1=3&id_bet=
 http://konservasi.unnes.ac.id/v2/berita-89-b003-blekok-sawah.htm
 http://id.wikipedia.org/wiki/Mujair
 http://www.bapeda-jabar.go.id/docs/perencanaan/20080603_115936.pdf
 http://www.imred.org/?q=content/ekosistem-mangrove-di-indonesia
 http://rudyct.com/PPS702-ipb/04212/zeinyta_a_h.htm
 http://www.slideshare.net/NURRIJAL/kepiting-bakau
 http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau
diakses tanggal 15 desember 2009