Penebangan dan Hutan dan Riau

Penebangan Hutan Riau, Potret Buruk Tata Kelola Kehutanan RI

Tiga buah ekskavator tertangkap basah pada foto ini sedang melakukan penebangan
pepohonan hutan alam di konsesi PT. RIA. Foto diambil oleh Eyes on the Forest
pada lokasi 10 di Peta 1 (0o4’38.93″N, 102o57’4.18″E) tanggal 8 April 2013. Foto:
Eyes on the Forest
Penghujung tahun 2013 Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari)
merilis Catatan Akhir Tahun 2013. Terekam sepanjang tahun 2013, hutan alam
masih terus ditebang oleh korporasi berbasis tanaman industri dan korporasi
perkebunan kelapa sawit.
Dalam catatan ini, terlihat bahwa deforestasi semakin meningkat di tahun
2013.Sepanjang tahun 2012-2013, total 252,172 hektar hutan alam dihancurkan oleh
korporasi berbasis tanaman industri, dibanding tahun sebelumnya deforestasi sebesar
188 ribu hektare.“Ada peningkatan sekitar 64 ribu lebih deforestasi terjadi dibanding
tahun 2012,” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahar. Kini sisa hutan alam sekira
1,7 juta hektar atau tinggal 19 persen dari luas daratan Riau seluas 8,9 juta hektar.
Data Jikalahari menunjukkan tiga tahun belakangan (2009-2012), Riau
kehilangan tutupan hutan alam sebesar 565.197.8 hektar (0,5 juta hekatre), dengan
laju deforestasi pertahun sebesar 188 ribu hektar pertahun atau setara dengan
hilangnya 10 ribu kali lapangan futsal per hari. Dan 73,5 persen kehancuran itu terjadi
pada Hutan Alam Gambut yang seharusnya dilindungi.“Buruknya tata kelola

kehutanan di Riau karena pemerintah Indonesia membiarkan korporasi menebang
hutan alam, merampas hutan tanah rakyat, melakukan praktek korupsi, illegal logging
dan perusakan ekologis,” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari.Sikap
pembiaran atau pengabaian pemerintah, kata Muslim,”tentu saja keuntungan besar
korporasi berbasis industri kehutanan.Sikap Pembiaran Pemerintah bertentangan

dengan komitmen mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen.Cerita itu kembali
terjadi sepanjang tahun 2013.”Catatan akhir tahun Jikalahari setebal 23 halaman
tersebut bertajuk Hutan Alam Riau Ditebang, Buruk Rupa Tata Kelola Kehutanan
Indonesia. Ia berisi berisi senarai deskrip kasus-kasus sektor tata kelola kehutanan
yang buruk mulai dari deforestasi-degradasi, akses masyarakat terhadap hutan
dibatasi, kebakaran hutan dan lahan, kriminalisasi pembela lingkungan, minimnya
anggaran sektor kehutanan yang kembali ke daerah, korupsi kehutanan terdakwa
mantan Gubernur Riau Rusli Zainal, sertifikasi VLK yang mengandung unsur korupsi
yang diterbitkan pihak independen, meragukan FCP APP hingga gugatan citizsen
lawsuit yang menggungat presiden terkait perubahan iklim yang terjadi di Riau.

Kebakaran Hutan dan Lahan terbesar di konsesi HTI dan Sawit
Hasil pantauan Jikalahari, kebakaran hutan dan lahan paling parah terjadi
sepanjang tahun 2013. “Sumber data dari NASA LANCE FIRM Fire Archive , di

mana pemantauan dilakukan menggunakan satelit terra dan aqua modis dilakukan
dua kali sehari untuk perekamanan suhu panas bumi,” kata Kasman, manajer GIS
Jikalahari. Titik hotspot terbanyak ditemukan pada bulan Juni (8.269 titik api), Juli
(1.743 titik api) dan Agustus (2.968 titik api).
Rekaman detailnya menunjukkan total Hotspot sepanjang tahun 2013 sebanyak
15.059 titik hotspot.Dengan rician sebagai berikut. Hotspot terjadi di areal
Perkebunan sawit yang dikelola perusahaan (HGU) 805 titik api dengan total 62
perusahaan. Dan kebun sawit milik warga atau di luar perusahaann (di luar konsesi
HGU) total titik api 14.254.

Tititk Hospot di areal IUPHHK Hutan Alam ditemukan total 557 titik api.
Selanjutnya titik api di areal IUPHHK HT.Sebanyak 4.694 titik api terjadi di konsesi
hutan tanaman industri yang dikuasai oleh grup APP dan APRIL yaitu 2.891
kebakaran terjadi di grup APP dan 1.803 kebakaran terjadi di konsesi grup
APRIL.Sebanyak 23 konsesi APP dan partner terbakar sepanjang tahun 2013 dengan
total 2.891 titik api. Dari 23 perusahaan tersebut, hasil penelusuran Jikalahari
menemukan:Tiga perusahaan yaitu PT Bukit Batu Hutani Alam, PT Ruas Utama Jaya
dan PT Sakato Pratama Makmur sudah ditetapkan tersangka oleh Kementerian
Lingkungan hidup karena konsesinya terbakar sepanjang tahun 2013, Lima
perusahaan yaitu PT Balai Kayang Mandiri, PT Rimba Mandau Lestari, PT Satria

Perkasa Agung, PT Satria Perkasa Agung unit Serapung dan PT Mitra Hutani Jaya
terlibat dalam kasus korupsi kehutanan dan Enam perusahaan yaitu PT Inhil Hutani
Alam, PT Ruas Utama Jaya, PT Arara Abadi, PT Suntara Gaja Pati, PT Bina Duta
Laksana dan PT Rimba Mandau Lestari terlibat dalam kasus Ilegal Logging tahun
2007. Kasusnya dihentikan Polda Riau tahun 2008.

Pemadan api Pemkab Rokan Hulu berusaha keras memadamkan api yang membakar
hutan di Desa Sontang, Bonai Darussalam, Rokan Hulu, Riau, 24/06/2013. Foto:
Zamzami
Sebanyak 31 konsesi APRILdan partner terbakar sepanjang tahun 2013
dengan total 1.803 titik api. Dari 31 perusahaan tersebut, hasil penelusuran Jikalahari
menemukan: Satu perusahaan yaitu PT Sumatera Riang Lestari sudah ditetapkan

tersangka oleh Kementerian Lingkungan hidup karena konsesinya terbakar sepanjang
tahun 2013, Sembilan perusahaan yaitu CV Mutiara Lestari, PT Madukoro, PT
Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, PT
Selaras Abadi Utama, PT Seraya Sumber Lestari, PT Triomas FDI dan PT Uniseraya
terlibat dalam kasus korupsi kehutanan dan Enam perusahaan yaitu PT Merbau
Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Madukoro, PT Citra Sumber
Sejahtera, PT Bukit Batu Sei Betabuh dan PT Nusa Prima Manunggal terlibat dalam

kasus Ilegal Logging tahun 2007. Kasusnya dihentikan Polda Riau tahun 2008.
Titik api juga ditemukan di areal Hutan Lindung,Kawasan Suakan dan di luar
dua kawasan itu dengan total Hotspot 13.957 titik api. “Anda bayangkan perusahaan
HTI grup APP dan APRIL terbakar terlibat dalam kasus korusi kehutanan.Ini
sungguh mengerikan, sudahlah korupsi lahannya tebakar pula,” kata Muslim.“Selain
melakukan pemantauan menggunakan satelit, Jikalahari juga turun ke kawasan hutan
yang terbakar khususnya di kawasan tanaman industry,” kata Muslim Rasyid.
Pada 17, 27 dan 28 Juni 2013, Tim Eyes On the Forest (Eof) terdiri atas
Jikalahari, Walhi Riau dan WWF Riau turun langsung ke lokasi kebakaran lahan
konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) milik APP (Sinarmas Grup owner Eka Tjipta
Wijaya) dan APRIL (Grup Raja Garuda Eagle owner Sukanto Tanoto) di Kabupaten
Pelalawan, Siak dan Rokan Hilir.“Fakta menunjukkan bahwa benar terjadi kebakaran
lahan di dalam areal konsesi supplier atau anak perusahaan APP maupun APRIL,”
kata Muslim.

Titik-titik api kebakaran hutan Riau dari pantauan satelit MODIS Active Fire Data
selama 48 Jam pada tanggal 28 hingga 30 Agustus 2013

Eksploitasi Hutan Tidak berkontribusi terhadap Riau
“Padahal hasil hutan ini di “gadang-gadangkan” sebagai pendongkrak

pembangunan nasional dan peningkatan ekonomi masyarakat,” kata Triono Hadi, dari
Fitra Riau yang bekerjasama dengan Jikalahari menguliti anggaran sektor kehutanan
setahun belakangan ini.Realitanya hasil yang diterima daerah dari ekploitasi hutan ini
belum berbanding lurus dengan dampak ekploitasi yang ada. Dari tahun 2006-2012
Riau sebagai hasil hutan yang cukup besar hanya memperoleh bagian anggaran Rp.
855,2 Miliyar, yang dibagi kepada 12 kabupaten/kota dan Provinsi dengan
mekanisme pembagian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hasil hutan yang diterima daerah se provinsi Riau yang teridiri dari
(PSDH/DR dan IUPH), pertahunnya sejak tahun 2006 tidak lebih dari Rp. 150
miliyar. Pada tahun 2006 pendapatan daerah dari sektor hutan sebesar Rp. 134,38
Miliyar. Meningkat ditahun 2007 sebesar Rp. 152,74 Miliyar. Tahun 2008 menurun
kembali menjadi Rp 84,62 Miliyar, tahun 20089 meningkat kembali menjadi 124
Miliyar, Rp. 96,34 ditahun 2010, Rp. 136,62 Miliyar ditahun 2011. Kemudian sesuai
penetapan menteri keuangan tahun 2012 Riau mendapat jatah DBH SDA Sektor
Kehutanan sebesar Rp. 126 Miliyar.
Rendahnya hasil sumberdaya alam (kehutanan), seperti data diatas, jelas
memperlihatkan bahwa ekploitasi hutan tidak memberikan kontribusi besar terhadap
pembangunan daerah yang notabennya untuk mensejahterakan masyarakat.

“Kebijakan pemerintah dengan membuka seluas –luasnya ekploitasi hutan

untuk peningkatan ekonomi masyarakat hanya isapan jempol,” kata Triono.Terlihat
dalam struktut APBD Provinsi Riau dan Kabupaten / Kota se Riau hasil hutan yang

diakumulasikan dari PSDH dan DR tidak besar pengaruhnya terhadap pendapatan
daerah. Data tahun 2010-2012 APBD se Provinsi Riau, memperlihatkan kekuatan
DBH SDA sektor kehutanan rerata hannya 2 persb saja. Bahkan ditahun 2012
kekuatan DBH SDA hasil hutan mempengaruhi pendapatan daerah dibawah angka 1
(satu persen).“Seharusnya pengelolaan hutan ini harus berdasarkan prinsip
berkelanjutan sehingga kekayaan hutan kita yaitu kekayaan ekologinya masih dapat
dinikmati hingga generasi kedepan, mengingat juga pemanasan global yang terus
mengancam,” jelas Triono.“Belum lagi kita bicara soal akses masyarakat terhadap
hutan yang dilarang oleh perusahaan karena hutan tersebut telah masuk dalam konsesi
mereka,” kata Muslim.Kasus di Pulau Padang yang mengkriminalkan pembela
lingkungan oleh PT RAPP, “salah satu wujud kuatnya modal perusahaan dan tekanan
terhadap pemerintah.”

Meragukan Komitmen Forest Conservation Policy Asia Pulp and Paper
Pada 1 Februari 2013, dunia “dikejutkan” dengan komitmen Asia Pulp and
Paper (APP) yang hendak ikut memperbaiki lingkungan dengan cara tidak lagi
merusak hutan alam, gambut dan konflik dengan masyarkat. Atas komitmen itu, APP

menerbitkan kebijakan bernama Forest Conservation Policy (FCP). FCP ini berlaku
untuk: APP dan seluruh pemasok kayunya di Indonesia, seluruh serat kayu yang
berasal dari Indonesia dan digunakan oleh pabrik APP di Indonesia dan China dan
Ekspansi di masa depan.

Pada dasarnya komitmen APP tidak lagi menggunakan kayu dari hutan alam,
mengembangkan area bukan lahan hutan dan mendukung rendah emisi dan
penurunan gas rumah kaca, menghindari maupun menyelesaikan konflik sosial di
seluruh rantai pasokannya.
Sejak awal tahun 2013, APP bersama lembaga independen sedang melakukan
identifikasi HCVF dan HCS di seluruh rantai pemasok kayu yang mereka sebut
“mitra” dan “owner” di seluruh Indonesia.
Untuk membuktikan komitmennya, APP mengundang masyarakat sipil
meminta masukan terkait kebijakan FCP APP. APP membuka diri melibatkan
masyarakat sipil dan mulai transparansi terkait sebagian data operasional perusahaan,
patut diapresiasi.
Namun, APP belum sepenuhnya menerima tuntutan agar APP melakukan
restorasi ekosistem terhadap hutan alam dan gambut yang telah mereka rusak sejak
mendapat izin dari pemerintah. Tuntutan restorasi ekosistem, mereka hanya
menjawab diplomatis, tergantung hasil rekomendasi tim penilai HCVF dan HCS yang

terdiri atas akademisi yang ditunjuk oleh APP.

MTH di Sungai Siak yang siap dikirim ke pabrik APP. Foto: Eyes On The Forest
Ditengah APP sibuk sosialiasi soal FCP mereka, pada 8 April 2013, Eyes On
The Forest menemukan sekira 7 alat berat sedang menebang hutan alam di konsesi
PT Riau Indo Agropalma di Kabupaten Indragiri Hilir. PT RIA, salah satu pemasok
kayu untuk APP dan masuk dalam FCP APP. Meski akhirnya APP mengakui
kebenaran temuan EOF, dan mengatakan areal tersebut diminta oleh masyarakat

untuk tanaman kehidupan. Lantas, kayu alam hasil tebangan itu akan kemana? Tentu
saja masuk dalam pabrik APP. Artinya ini bentuk pelanggaran FCP APP.
Selain itu, menilik aktifitas APP selama ini, sebenarnya, FCP APP tidak
menjawab persoalan dasar praktek kejahatan yang telah dilakukan oleh APP di masa
lalu dan di masa kini. Di masa lalu, APP telah merampas hutan tanah masyarakat adat
dan masyarakat tempatan sejak APP beroperasi pada tahun 1980 an. Kejahatan
lainnya, APP terlibat dalam kasus korupsi kehutanan dalam kasus terpidana Azmun
Jaafar, Asral Rahman, Syuhada Tasman, Burhanuddin Husin dan terdakwa Rusli
Zainal (saat ini kasusnya sedang di sidang di PN Tipikor Pekanbaru). Tujuh
perusahaan APP juga terlibat dalam kasus Illegal Logging tahun 2007—dihentikan
kasusnya oleh Polda Riau tahun 2008.

Sepanjang tahun 2013, Muslim menjelaskan, akibat dampak perubahan iklim,
masyarakat dari desa di Pelalawan dan Rohil menggugat Presiden, Kementerian
Kehutanan, Kementerian Lingkungan hidup dan Gubernur karena membiarkan
praktek penghancuran hutan alam, kebakaran lahan dan akses atau ruang hidup
masyarkat,” untuk mencari makan dan anak cucu mereka telah hilang akibat izin yang
terbitkan oleh pemerintah untuk korporasi.”

Lahan HTI PT Arara Abadi terbakar di Rokan Hilir. Foto Made Ali
Jikalahari memandang sikap Political of indigenous ignorance pemerintah
atas perbaikan tata kelola kehutanan, karena pemerintah tidak sanggup melawan
kekuatan modal dan pengaruh korporasi sektor kehutanan, yang kami nilai the real
penguasa hutan di Indonesia.“Political of indigenous ignorance, menurut kami, ada
kaitannya dengan proses pesta demokrasi tahun 2014, yaitu pemilihan Calon Anggota
Legislatif dan Pemilihan Presiden. Kami menduga keras, tahun politik 2014, adalah
tahun di mana salah satunya korporasi berbasis kehutanan menjadi salah satu sumber

pendanaan kandidat yang ikut dalam pesta demokrasi. Bagi korporasi, tentu saja
harus ada timbal balik; eksploitasi sumberdaya alam,” kata Muslim.
Faktanya, kasus korupsi kehutanan terpidana Tengku Azmun Jaafar (mantan Bupati
Pelalawan), salah satu motifnya memberi izin IUPHHKHT pada korporasi berbasis

tanaman industri, karena terpidana hendak kembali mencalonkan diri menjadi Bupati
Pelalawan.
Jika pemerintah melakukan Political of indigenous ignorance atas hutan,
“satu-satunya lembaga Negara yang menyelamatkan hutan adalah Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah memenjarakan lima terpidana—dua bupati,
tga kepala dinas kehutanan, satu gubernur yang saat ini sedang dalam pemeriksaan
pengadilan Tipikor Pekanbaru,” kata Muslim, “tumpuan harapan kita pada KPK saat
ini, segera menetapkan korporasi sebagai tersangka dalam kasus korupsi kehutanan.
Sebab, jika korporasi segera ditangkap, perbaikan tata kelola kehutanan bukan hal
mustahil untuk diperbaiki.”Dalam laporan ini Jikalahari merekomendasikan kepada
Presiden SBY agar mengganti Menteri Kehutanan dan Menteri Lingkungan Hidup
dan meminta kepada KPK,”segera tetapkan 20 sebagai tersangka dalam kasus korupsi
kehutanan di Siak dan Pelalawan.”
Sumber : http://www.mongabay.co.id/2014/01/01/laporan-penebangan-hutan-riaupotret-buruk-tata-kelola-kehutanan-ri/
Youtube : https://www.youtube.com/watch?v=aUbeJybKtfY