Upaya banding kasasi dan peninjauan kemb

UPAYA BANDING,
KASASI DAN
PENINJAUAN KEMBALI
Kuliah Hukum Acara Perdata
Peradilan Agama, Tgl.28-11-2007
Kelas A : Ibu Wismar ‘Ain M,
SH.MH.
Kelas B : Ibu Gemala Dewi,
SH.LL.M.

A. UPAYA BANDING
1.
2.
3.
4.
5.

Pengertian
Tata Cara dan Dasar Hukum
Pemeriksaan Tingkat Banding
Jangkauan Pemeriksaan Banding

Dasar Hkum Pemeriksaan Banding
dlm UU No. 7 Th. 1989 jo. UU No. 3
Th. 2006

A.Upaya Banding





Apabila salah satu pihak yang berperkara
merasa bahwa putusan hakim tidak (belum)
memenuhi rasa keadilan, para pihak dapat
mengajukan keberatan atas putusan hakim
pada tingkat pertama (I), untuk diperiksa
kembali oleh pengadilan
(peradilan) di
tingkat yang lebih tinggi. Y a i t u m e l a l u
i:
Upaya hukum biasa; banding dan Kasasi

Upaya hukum luar biasa: Peninjauan Kembali

1. Pengertian
Banding ialah permohonan yang diajukan
oleh salah satu pihak yang terlibat dalam
perkara, agar penetapan atau putusan yang
dijatuhkan pengadilan Agama diperiksa
ulang dalam pemeriksaan tingkat banding
oleh Pengadilan Tinggi Agama, karena
merasa belum puas dengan putusan
Pengadilan tingkat pertama.

2. Tata Cara dan Dasar Hukum
Berdasarkan Pasal 7-15 UU No. 20 Tahun 1947
tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura,
maka tata cara permohonan banding adalah :
a.

Tenggang waktu permohonan banding:
1) 14 hari setelah putusan diucapkan, apabila

waktu putusan di ucapkan pihak pemohon
banding hadir sendiri di Persidangan atau.,
2) 14 hari sejak putusan diberitahukan apabila
pemohon banding tidak hadir pada saat
putusan diucapkan di Persidangan.,

3) Jika perkara prodeo, terhitung 14 hari dari
tanggal pemberitahuan putusan dari
Pengadilan Tinggi kepada pemohon
banding (Pasal 7 ayat 3)
b.

c.

d.

Permohonan
banding
disampaikan
kepada

panitera
Pengadilan
yang
memutus perkara Pengadilan Agama
yang hendak di banding.
Yang berhak mengajukan : 1)
Pihak
berperkara;
2)
kuasanya
setelah
mendapat kuasa khusus.
Bentuk permintaan banding : 1) dengan
lisan; 2) secara tertulis

e.

f.

Biaya banding : dibebankan kepada

pemohon bukan kepada pihak Termohon
Panitera bertugas :
1)
Meregistrasi (mendaftar) permohonan
Membuat akta banding
3)
Melampirkan akta banding dalam
berkas perkara sebagai bukti dari PTA.
Juru sita menyampaikan pemberitahuan
permohonan banding kepada pihak
lawan.
Penyampaian pemberitahuan (inzage)
oleh juru sita :
2)

g.

h.

Selambat-lambatnya dalam tempo 14

hari dari tanggal permohonan banding
2)
Pemberitahuan (inzage) disampaikan
kepada kedua belah pihak yang
berperkaramemori banding :
Penyampaian
1)

i.

Memori banding bukan syarat formal,
seperti di tegaskan dalam Putusan MA
tanggal 14 Agustus Tahun 1957 No.
143K/Sip/1956.
1)
Tenggang waktu mengajukan memori
banding tidak terbatas.
2)
Harus memberitahu dengan relas
adanya memori banding kepada pihak

lawan.

Harus memberitahu dengan relas
adanya
kontra
memori
banding
kepada pemohon banding.
4)
Memori banding, kontra memori
banding dan relas pemberitahuan
dilampirkan dalam berkas perkara.
j) Satu bulan sejak tanggal permohonan
banding, berkas perkara harus dikirim ke
Pengadilan Tinggi (Pasal 11 ayat 2 UU
tahun 1947).
3)

3. Pemeriksaan Tingkat Banding
a.


b.

Dilakukan berdasar berkas perkara :
Pemeriksaan pada Tingkat banding
dilakukan
melalui
Berita
Acara
Pemeriksaan
Pengadilan
Tingkat
Pertama,
yaitu
“berdasar
berkas
Apabila
perkara”dianggap perlu dapat melakukan
“Pemeriksaan tambahan”, melalui proses
:1)

Pemeriksaan tambahan berdasar
Putusan Sela, sebelum menjatuhkan
putusan
akhir;
atau
putusan
ditangguhkan
menunggu
hasil
pemeriksaan tambahan.

2)

3)

4)

Pemeriksaan
tambahan
dapat

dilakukan sendiri oleh Pengadilan
Tinggi Agama (PTA).
Pelaksanaan pemeriksaan tambahan
diperintahkan kepada pengadilan
yang
semula
memeriksa
dan
memutus pada tingkat pertama.
Pemeriksaan
tingkat
banding
dilakukan dengan majelis; Pasal 11
ayat 1 Lembaran Negara No. 36
Tahun 1955, di pertegas dalam Pasal
15 UU No. 14 Tahun 1970

4. Jangkauan Pemeriksaan Banding
Putusan Pengadilan Agama yang dapat
dibanding ialah putusan akhir yang

sudah mengakhiri sengketa secara
keseluruhan.

5. Dasar-dasar Hukum Pemeriksaan
Banding dalam UU No. 7 Tahun 1989
a)

Penjelasan umum angka 2 (dua)
alinea 1 dan alinea 8 dinyatakan
bahwa : Kekuasaan Kehakiman di
lingkungan Peradilan Agama dalam UU
ini dilaksanakan
oleh
Pengadilan
Agama dan PTA yang berpuncak pada
Mahkamah Agung. PTA merupakan

b.

c.

Pengadilan Tingkat Banding terhadap
perkara-perkara yang diputus oleh PA
dan merupakan Pengadilan tingkat 1
dan
terakhir
mengenai
sengketa
mengadili antara Pengadilan Agama di
daerah hukumnya.
Pasal 4 ayat 2 PTA berkedudukan di Ibu
Kota Propinsi, dan daerah hukumnya
meliputi wilayah Propinsi.
Pasal
6 butir 2 Pengadilan
terdiri
dari :
1)
Pengadilan
Agama, yang
merupakan
Pengadilan Tingkat Pertama.
2)

PTA yang merupakan Pengadilan
Tingkat Banding.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

Pasal 8 PTA dibentuk dengan UU.

Pasal 9 ayat 2 susunan PTA terdiri dari
Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera
dan Sekretaris.
Pasal 10 ayat 2 pimpinan PTA terdiri
dari seorang Ketua dan seorang Wakil
Ketua.
Pasal 12 Pembinaan dan pengawasan
terhadap Hakim sebagai Pegawai
Negeri dilakukan oleh Menteri Agama.
Pasal 13 Syarat-syarat Menjadi Hakim
Pengadilan Agama.
Pasal 14 ayat 1 untuk dapat di angkat

harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
(1) Syarat
sebagaimana
yang
dimaksud dalam pasal 13 ayat 1
huruf a s/d i. (lihat perubahan
menurut UU No. 3 Tahun 2006)
(2) Berumur serendah-rendahnya 40
(empat puluh) tahun.
(3) Berpengalaman
sekurangkurangnya 5 tahun sebagai Ketua
atau
Wakil
Ketua
Pengadilan
Agama atau 15 tahun sebagai
Hakim Pengadilan Agama.

j.

k.

Pasal 51 ayat 1 PTA bertugas dan
berwenang mengadili perkara yang
menjadi
kewenangan
Pengadilan
Agama dalam tingkat banding.
Pasal 51 ayat 2 PTA bertugas dan
berwenang
mengadili
di
tingkat
pertama
dan
terakhir
sengketa
kewenangan
mengadili
antara
Pengadilan
Agama
di
daerah
hukumnya.
Pasal 53 ayat 2 PTA melakukan
pengawasan
terhadap
jalannya
Peradilan di tingkat Pengadilan Agama
dan
menjaga
agar
Peradilan

l.

Pasal 61 atas Penetapan dan putusan
Pengadilan Agama dapat di mintakan
banding oleh pihak yang berperkara,
kecuali apabila UU menentukan lain.

B. UPAYA KASASI
1.
2.
3.

Pengertian dan Dasar Hukum
Syarat-Syarat Kasasi
Prosedur (Tata Cara) Permohonan
Kasasi

1. Pengertian dan Dasar Hukum
Kasasi adalah suatu upaya hukum biasa yang
kedua, yang diajukan oleh pihak yang merasa
tidak puas atas penetapan dan putusan di
bawah Mahkamah Agung mengenai :
a.
b.

c.

Kewenangan Pengadilan.
Kesalahan
penerapan
hukum
yang
dilakukan pengadilan bawahan (Tingkat
I/II). Dalam memeriksa dan memutus
perkara.
Kesalahan atau kelalaian dalam caracara mengadili menurut syarat-syarat

2. Syarat-Syarat Kasasi
Syarat-syarat untuk mengajukan kasasi
adalah :

d.

Diajukan oleh pihak yang berhak
mengajukan kasasi.
Diajukan masih dalam tenggang
waktu kasasi
Putusan atau penetapan judex,
factie,
menurut
hukum
dapat
dimintakan kasasi.
Membuat memori kasasi

e.

Membayar panjar (uang muka) biaya

a.

b.

c.

f.

Menghadap
di
Kepaniteraan
Pengadilan
Agama
yang
bersangkutan.
Berbeda
dengan
permohonan
banding di mana pemohon banding
tidak
wajib
membuat
memori
banding, memori kasasi merupakan
syarat
mutlak
untuk
dapat
diterimanya permohonan kasasi.

3. Prosedur (Tata Cara) Permohonan
Kasasi
a.

Tenggang
waktu
permohonan kasasi:

mengajukan

1) 14 hari sejak tanggal pemberitahuan
Putusan
Pengadilan
Tinggi
Agama
disampaikan secara resmi oleh Juru Sita
kepada yang bersangkutan.
Hal ini diatur dalam Pasal 46 ayat 1 dan
ayat 2.
b. Permohonan kasasi disampaikan kepada
Panitera Pengadilan Agama yang memutus
perkara.

c. Yang berhak mengajukan:
1) Pihak yang beperkara, atau
2) Wakil yang secara khusus diberi kuasa.
(Pasal 44 ayat 1 UU No.14 Tahun
1985).

C. Upaya Peninjauan Kembali
1. Pengertian dan Dasar Hukum
2. Syarat-Syarat Permohonan Peninjauan
Kembali
3. Prosedur (Tata Cara Permohonan
Peninjauan Kembali)

1. Pengertian dan Dasar Hukum
Peninjauan kembali atau request civiel yaitu
memeriksa dan mengadili atau memutus kembali
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena diketahui terdapat hal-hal baru
yang dulu tidak dapat diketahui, yang apabila
terungkap maka keputusan hakim akan menjadi lain.
Peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa
yang diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan
hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung (Pasal
21 UU No. 14 Tahun 1970, selanjutnya diatur dalam
Bab IV Bagian ke-IV UU No. Tahun 1985, Pasal 66-76.

2. Syarat

- syarat Permohonan
Peninjauan Kembali

Syarat-syarat
Permohonan
Peninjauan
Kembali ialah:
a. Diajukan oleh pihak yang beperkara, ahli
warisnya, atau wakilnya yang secara khusus
diberi kuasa untukitu.
b. Putusan telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
c. Membuat permohonan peninjauan kembali yang
memuat alasan-alasannya.

d.

e.

Diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah
Agung melalui Ketua Pengadilan Agama
yang memutus perkara dalam tenggang
waktu 180 hari (atau sesuai alasan yang
disebutkan).
Membayar panjar (uang muka) biaya
peninjauan kembali.

3. Prosedur (Tata Cara Permohonan
Peninjauan Kembali)
1)

Permohonan diajukan oleh Pemohon (ahli
warisnya, atau wakilnya) kepada Mahkamah
Agung melalui Ketua Pengadilan Agama yang
memutus perkara dalam tingkat pertama
(Pasal 70 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985).

2)

3)

4)

Permohonan diajukan oleh pemohon secara
tertulis dengan me-nyebutkan sejelas-jelasnya
alasan yang dijadikan dasar permohonan.
Apabila pemohon tidak dapat menulis maka ia
menguraikan per-mohonannya secara lisan
dihadapan Ketua Pengadilan Agama yang
memutus perkara dalam tingkat pertama atau
Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan
yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut. (Pasal 71 UU No. 14 Tahun
1985).
Mahkamah Agung memeriksa dan memutus
dengan sekurang-kurangnya dengan tiga orang
hakim (Pasal 40 ayat (1) UU No. 14 Tahun
1985).

5)

6)

7)

Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan
hanya satu kali (Pasal 66 ayat (1) UU No. 14
Tahun 1985.
Permohonan
peninjauan
kembali
tidak
menangguhkan atau me-nantikan pelaksanaan
putusan (Pasal 66 ayat (2) UU No. 14 Tahun
1985).
Mahkamah Agung berwenang memerintahkan
Pengadilan Agama yang memeriksa perkara
dalam tingkat pertama atau Pengadilan Tinggi
(tingkat banding) mengadakan pemeriksaan
tambahan,
atau
meminta
segala
hal
keterangan serta pertimbangan dari pengadilan
yang dimaksud (Pasal 73 ayat (1) UU No. 14
Tahun 1985).

8)

9)

Mahkamah
Agung
berwenang
memerintahkan Pengadilan Agama yang
memeriksa perkara dalam tingkat pertama
atau Pengadilan Tinggi (tingkat banding)
mengadakan pemeriksaan tambahan, atau
meminta segala hal keterangan serta
pertimbangan
dari
Pengadilan
yang
dimaksud (Pasal 73 ayat (1) UU No. 14
Tahun 1985).
Permohonan peninjauan kembali dapat
dicabut selama belum diputus.

Uraian lebih lengkap mengenai tata cara
permohonan peninjauan kembali lihat A Mukti Arto
dalam praktik perkara perdata pada Pengadilan
Agama, him. 297-302.00