Pertandingan Sepak Bola menjadi siaran y

PAPER
“Pertandingan Sepak Bola menjadi siaran yang menjanjikan pada industri Televisi”
Diajuakan untuk memnuhi tugas UAS
yang diberikan oleh bapak Miftahul Arzak S.Ikom., M.A

OLEH:
MUHAMMAD IBNU SIDDIK
NIM: 15.01.051.035

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
SUMBAWA
2016

Abstract
Dari dahulu hingga sekarang sepak bola memang menjadi salah satu olahraga yang sangat
digemari oleh seluruh kalangan, baik anak-anak, remaja, maupun orang tua. Olahraga yang
mempertemukan dua tim dilapangan hijau ini memang menjadi olahraga populer di seluruh
penjuru dunia. Memasuki abad ke- 21, olahraga ini telah dimainkan oleh lebih dari 250 juta
orang di 200 negara. Sepakbola memang berbeda dengan olahraga yang lain. Olahraga ini
berhasil membius jutaan penduduk di seluruh dunia dan sejenak melupakan berbagai masalah

yang ada. Sepakbola adalah olahraga universal, semua orang baik kaya, miskin, tua, muda,
laki-laki, perempuan semuanya bisa menikmati permainan ini. Saat di stadion semua
memiliki tujuan yang sama, mendukung tim kesayangannya bertanding.
Maka tak heran jika berbagai kejuaran dilaksanakan baik dari tingkat desa maupun
tingkat internasional, maka setiap tim membentuk federasinya masing-masing. FIFA
(Federation International Football Asosiation) yang merupakan federasi atau organisasi
tertinggi dalam sepak bola telah mencatat sebanyak 204 negara yang menjadi anggota FIFA
saat ini, angka tersebut melebihi jumlah anggota PBB yang saat ini hanya 181 negara. Tentu
hal tersebut yang menjadikan sepakbola jugalah yang mampu menyentuh ke berbagai
kehidupan bangsa tanpa dibatasi rambu-rambu batas negara, bangsa, suku, ras ataupun sosial,
politik atau budaya.
Di era terkini, sepakbola sebagai bentuk olahraga semakin banyak dipengaruhi oleh
berbagai kekuatan, seperti bisnis (sebagai sarana iklan dan promosi), pemerintahan (sebagai
simbol ideologi nasionalisme) dan media massa (sebagai sarana untuk meningkatkan
pembaca/pemirsa).
Dalam hubungannya dengan media. Sebagai sebuah industri, sepakbola tidak bisa lepas
dan melepaskan diri dari media. Ada hubungan mutualisme di antara keduanya. Sepakbola
membutuhkan publisitas, sedangkan televisi butuh program yang memiliki rating tinggi.
Kedua kepentingan ini nantinya akan bermuara pada keuntungan finansial bagi kedua pihak.


Pembahasan
Sepakbola dan televisi saat ini diakui punya ikatan kuat. Sepak bola diakui berpengaruh
kuat terhadap perkembangan dunia pertelevisian yang baru muncul pada 1926 via penemuan

spektakular John Logie Baird. Sebaliknya, televisi juga punya kontribusi besar dalam
mengembangkan sepakbola profesional. Lalu, kapan sebenarnya perpaduan sepakbola dan
televisi terjadi? Itu berlangsung pada 16 September 1937. Saat itu, stasiun televisi BBC
melakukan ekperimen siaran sebagian laga Arsenal menghadapi tim reserve-nya. Partai itu
sendiri hanya sebuah uji coba yang dirancang secara khusus.
Selanjutnya, BBC melakukan langkah lanjutan dengan menyiarkan partai internasional
pertama antara Inggris dan Skotlandia pada 9 April 1938. Toh, tonggak yang sebenarnya
tentulah ketika mereka menyiarkan secara penuh partai final Piala FA 1937-38 yang
mempertemukan Preston North End dengan Huddersfield Town. Saat itu, tak kurang dari 10
ribu orang pemilik televisi di Inggris menyaksikan partai tersebut via layar kaca.
Perkembangan selanjutnya, televisi menjadi warna di Piala Dunia 1954. Pada gelaran di
Swiss itu, untuk pertama kalinya pada partai Piala Dunia bisa disaksikan via televisi di
rumah-rumah warga. Sayang, masih minimnya pemilik pesawat televisi membuat siaran
seperti ini tak mampu mengalahkan siaran via radio. Empat tahun kemudian, partai-partai
Piala Dunia disiarkan secara langsung ke banyak negara.
Setelah itu, seiring mulai memasyarakatnya pesawat televisi, pihak pengelola liga di

berbagai negara pun menggandeng televisi dalam upaya memopulerkan olahraga yang satu
ini. Bahkan di Inggris, terobosan besar terjadi pada 1992 ketika Sky TV setuju membeli hak
siar Premier League dengan harga 304 juta poundsterling untuk masa lima tahun. Kini, harga
hak siar televisi untuk Premier League lebih wah lagi, 2,7 miliar poundsterling untuk masa
tiga musim. Di liga-liga lain pun hak siar menjadi isu krusial dan rebutan banyak stasiun
televisi. Ini menjadi bukti makin eratnya hubungan sepakbola dengan televisi. Hubungan
yang belum terbayangkan kala Arsenal menghadapi tim reserve-nya hampir tujuh dekade
silam.
Saat ini bisa dibilang siaran pertandingan sepakbola di Indonesia begitu membanjir.
Seorang bobotoh, misalnya, tak perlu jauh-jauh datang ke Medan untuk menyaksikan
pertandingan Persib melawan PSMS. Cukup duduk santai di depan televisi, dan dapat
menyaksikan Persib unggul 2-1. Cukup praktis, efisien, dan tak perlu biaya lebih tentunya.
Bahkan tak hanya Liga Indonesia yang dapat kita saksikan di bumi pertiwi ini. Liga-liga
papan atas Eropa dapat kita saksikan setiap pekan di layar kaca. Jika pada akhir pekan tak
memiliki agenda, kita bisa terpuaskan dengan adanya siaran langsung sepakbola di televisi.
Bahkan pada pertengahan minggu pun kita sering dimanjakan dengan menyaksikan pemainpemain Eropa berteknik tinggi bermain di ajang Liga Champions.

Kita dapat menyaksikan betapa dahsyatnya kekuatan Inter Milan di Serie-A lewat layar
kaca Trans7, dahsyatnya empat tim Premier League yang melaju ke perempatfinal Liga
Champions dan tak tertahankannya laju Real Madrid di La Liga lewat layar kaca RCTI, juga

persaingan PSV dan Ajax dalam Eredivisie di TvOne. Atau bagaimana tiga tim
Championship dapat mengubur impian tim Premier League dalam ajang Piala FA di Antv.
Bahkan untuk ajang Euro 2008 7-29 Juni mendatang MNC (RCTI, GlobalTV, TPI) sudah
berkomitmen untuk menyiarkan langsung.
Bahkan jika kita masih tak puas dengan sajian televisi tersebut, kita masih bisa
menyaksikan pertandingan sepakbola lewat televisi berlangganan, Astro dan Vision1. Seperti
yang kita ketahui, untuk musim ini kita tak bisa menyaksikan kekuatan “Big Four” tim
Premier League secara gratis. Memang TvOne menyiarkan beberapa partai, tapi hanya tim
papan tengah. Jadi untuk menyaksikan pertandingan tim papan atas Premier League kita
harus memiliki televisi berlangganan. Suatu kebijakan yang sangat disayangkan para
penggemar Premier League. Namun sebenarnya hal tersebut dapat dimaklumi. Hak siar
Premier League tergolong mahal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Deloitte, Premier
League kini menjadi liga yang paling diminati di seluruh dunia. Itu bisa terlihat dari
pemasukan yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Untuk periode 2007-2010 saja,
sekitar 625 juta pounds mengalir ke kas Premier League dari penjualan hak siar ke
mancanegara.
Hubungan antara sepakbola dan (pemilik) media tampak saling menguntungkan. Tanpa
media, sepakbola belum tentu bisa populer seperti sekarang; tanpa sepakbola, media bakal
kesulitan memperoleh keuntungan. Pemirsa pun makin dimanjakan. Untuk menggelar siaran
langsung Piala Eropa 2016, UEFA mempersiapkan 36 kamera di sudut-sudut stadion. UEFA

juga membangun pusat siaran bernama International Broadcast Center seluas 17.000 meter
persegi di Paris, Prancis.
Kehadiran teknologi memudahkan akses bagi momen-momen penting di lapangan.
Dengan demikian, tidak perlu khawatir kalau tak sengaja melewatkan momen-momen itu,
karena televisi umumnya sering menampilkan replay. Aksi-aksi memukau dari para pemain,
tindakan-tindakan kontroversial, ekspresi pemain ketika berhasil mau pun gagal, hingga detil
lainnya, bisa diputar ulang dengan gambar kualitas tinggi.
Informasi sepakbola baik dari dalam dan luar negeri dapat diperoleh dengan mudah di
Indonesia. Fenomena ini secara tidak langsung berdampak pada laris manisnya merchandise
yang berbau sepakbola. Dengan makin banyaknya program acara di televisi yang mengangkat
tema sepakbola maka tak heran jika olahrga ini semakin digandrungi baik oleh kaum adam

maupun hawa. Banyak hal yang dapat dijadikan referensi dalam mengkaji topik ini. Selain
media khusus olahraga seperti Bola, GO, dan Soccer, situs-situs di internet pun banyak yang
khusus membahas sepakbola. Berita mengenai sepakbola selalu saja menjadi bahan
pergunjingan baik dunia nyata maupun maya (internet) dan terasa jauh lebih menarik
dibandingkan topik yang lain.
Menonton sepakbola sejatinya adalah di dalam stadion. Berbaur dengan orang-orang yang
memiliki klub favorit yang sama. Bersama-sama memberikan dukungan agar tim kesayangan
dapat meraih kemenangan.

Namun saat ini menonton bola tidak “melulu” harus di dalam stadion. Ada alternatif lain
untuk menyaksikan sebuah pertandingan. Menonton sepakbola di televisi memberikan
kenikmatan tersendiri yang tidak dapat diperoleh saat menyaksikan langsung di dalam
stadion. Menonton sepakbola di televisi tidak memerlukan energi yang lebih, lebih santai,
pandangan tentunya lebih jelas dibandingkan di dalam stadion, dan tentunya aman dari
tindakan anarkis suporter.
Bisa dibilang sepakbola dan televisi adalah suatu kesatuan yang tak tergantikan.
Sepakbola tidak mungkin menjadi industri sebesar saat ini tanpa bantuan dari televisi.
Televisi pun sangat diuntungkan karena semakin hari semakin banyak orang yang
menyaksikan pertandingan sepakbola di televisi. Di Indonesia sendiri potensi komersial
sepakbola sebenarnya cukup bagus. Hak siar Liga Super Indonesia saat ini dipegang oleh
ANTV sebesar 100 milyar rupiah untuk 10 tahun sejak 2007. Jumlah itu disayangkan
beberapa pihak tergolong kecil bila dibanding keuntungan komersial yang didapatkan oleh
ANTV. Menurut perhitungan Buku Putih Reformasi Sepakbola Indonesia, seharusnya nilai
siar Liga Super Indonesia bisa dimaksimalkan hingga 1,5 trilyun rupiah, mengingat ratingnya
dan jumlah pemirsanya yang tinggi. Bukti bahwa sepakbola memang olahraga yang paling
ditonton di Indonesia bisa dilihat dari survey yang dilakukan oleh TNS Sport, sebuah
lembaga ternama dari Inggris.
SURVEY


Survey ini membuktikan bahwa potensi sepakbola Indonesia di media jauh lebih menarik dari
olahraga apa pun (Pertama, sepakbola 86%. Kedua, Motosport 29%). Potensi ini seharusnya
bisa dikonversi oleh penyelenggara liga untuk mendatangkan sebanyak mungkin mutualprofit, baik bagi media maupun sepakbola. Dalam prakteknya, ANTV sebagai pemegang hak

siar ekslusif mampu menyiarkan 156 partai dari 306 partai sepanjang musim.
Ketidakmampuan untuk menyiarkan seluruh pertandingan terjadi karena keterbatasan
peralatan dan sumber daya lainnya.
Contoh menarik mengenai sepakbola adalah mengenai Piala Dunia (World Cup). Piala
Dunia sudah disiarkan di televisi sejak tahun 1954. Even yang diselenggarakan empat tahun
sekali ini tercatat sebagai even olahraga yang paling banyak disaksikan oleh penduduk dunia,
bahkan mengalahkan Olimpiade sekalipun. Total jumlah penonton di Piala Dunia 2006 –
meliputi seluruh pertandingan – diperkirakan mencapai 26,29 miliar. Total 715,1 juta
penduduk dunia menyaksikan final turnamen ini yang mempertemukan Italia dan Perancis.
Jumlah tersebut adalah satu persembilan dari total populasi di planet ini. Bahkan pengundian
grup Piala Dunia, yang membagi setiap tim dalam 8 grup, disaksikan oleh 300 juta orang. Ini
merupakan bukti konkrit bahwa olahraga ini telah mendapatkan hati dari seluruh penduduk
dunia.
Secara umum, program siaran langsung sepakbola memang mendapat tanggapan yang
semarak dari khalayak. Terbukti dari hingga saat ini ada beberapa liga sepakbola yang
disiarkan di layar televisi, antara lain

Stasiun TV
TVRI
Indosiar
RCTI

Metro TV

Liga
J-League
Piala Dunia
Liga Serie-A Italia
Liga Primer Indonesia
Liga Serie-A Italia
Liga Champion Eropa
Liga Champion Asia
Piala Dunia
La Liga Spanyol
Piala AFF (Tiger)
Bundesliga Jerman
Liga Primer Indonesia


Periode
1994 – 1995
1994 (bersama TPI & SCTV)
2011 – sekarang
2011 – sekarang
1990an –
1990an – sekarang
2009 – sekarang
1998, 2006, 2010 (bersama MNC Group)
2007 – sekarang
2010
2002 – 2007
Hanya satu pertandingan
Persebaya 1927 vs Bandung FC

Trans 7
ANTV

Liga Serie-A Italia

Liga Primer Indonesia
Liga Super Indonesia

2008 – 2009
2011 – sekarang
2007 – sekarang
(sebelumnya sejak 1995 menyiarkan Liga

TV One
Global &
MNC TV

La Liga Spanyol
Liga Primer Inggris
Liga Primer Inggris

Kansas)
2009 – sekarang
2008 – 2009
2010 – sekarang


Kondisi ini tentu menggembirakan bagi sebagian besar khalayak televisi yang
menggemari sepakbola. Dengan mudah mereka mendapatkan hiburan gratis. Akan tetapi,
meski terjadi simbiosis mutualisme antara media, khalayak dan penyelenggara sepakbola.
Kritik juga muncul, karena kekuatan ekonomi, utamanya dicurigai menggunakan sepakbola
untuk menyebarkan budaya kapitalisme seperti yang ditulis oleh John Horne & Wolfram
Manzenreiter dalam Football Goes East. Mereka mengutip pernyataan dari Pierre Bordieu
yang menyatakan bahwa televisi adalah “kuda troya” yang membawa logika kapitalisme ke
dalam sepakbola.
Sepakbola berhasil membius jutaan orang di seluruh dunia. Apalagi dengan banyaknya
tayangan sepakbola di televisi. Ada beberapa dampak terhadap fenomena ini.
1. Dampak Terhadap Penonton di Stadion
Bicara mengenai Premier League, liga ini merupakan liga yang paling diminati di dunia.
Menurut Deloitte, secara teknis ada dua hal yang membuat Premier League begitu diminati.
Pertama adalah kehadiran kepemilikan asing yang berimbas terhadap pembelian pemain
bintang. Kedua adalah soal waktu kick-off yang bersahabat. Premier League menerapkan
kebijakan dengan mempercepat dua jam salah satu partai pada Sabtu menjadi pukul 12.45
waktu setempat. Beberapa di antaranya bahkan tercatat sebagai big match. Itu membuat
beberapa negara di Asia bisa menyaksikan pertandingan pada sore hari.
Memanjakan pemirsa dari belahan dunia lain sempat menimbulkan dugaan miring.
Mengubah jadwal pertandingan dianggap bisa menjauhkan pertandingan dari suporter
tradisional klub. Apalagi pertandingan pada Sabtu disiarkan pada waktu makan siang. Hal itu
sontak dibantah juru bicara Premier League. Menurutnya, kebijakan-kebijakan itu dilakukan
hanyalah demi mendongkrak popularitas Premier League juga sepakbola Inggris di mata
dunia. Keputusan yang nyaris sama dilakukan di Serie-A. Atas alasan tertentu, Lega Calcio
mengubah jadwal beberapa partai. Salah satunya adalah Derby della Capitale (Lazio vs
Roma) di giornata ke-29 yang semestinya berlangsung Rabu (19/3) pukul 20.30 menjadi
pukul 21.15.
Putusan tersebut tentunya menuai protes. Lantaran waktu pertandingan menjadi lebih
malam, para tifosi malas datang ke stadion karena esok paginya harus bekerja atau
melakukan kegiatan lain. Bagi klub, makin minimnya jumlah penonton yang datang,
pemasukan juga akan berkurang. Hal tersebut justru disikapi positif oleh televisi. Perubahan
waktu kick off membuat televisi mendapat keuntungan dalam hal image dan rating. Pasalnya
yang menonton pertandingan via televisi makin banyak. Semakin banyak pertandingan yang
disiarkan malam, maka warga Italia yang menyaksikan pertandingan secara live di layar kaca

semakin banyak. Hal inilah yang diharapkan Camiglieri dari Sky Italia. Namun, hal yang
perlu diperhatikan Lega Calcio adalah jumlah penonton di dalam stadion. Jumlah penonton di
Serie-A tidak begitu bagus jika dibandingkan dengan liga-liga besar lain di Eropa. Semakin
malam pertandingan membuat stadion akan semakin lengang.
Bagaimana dengan di Indonesia? Ternyata di Indonesia pun nyaris sama. Pada Liga Indonesia
musim 2007, beberapa pertandingan dilangsungkan malam hari. Hal ini sudah jelas untuk
menaikkan jumlah penonton di televisi.
Banyaknya pertandingan sepakbola di televisi sempat dikeluhkan oleh beberapa klub. Hal
itu membuat para suporter malas datang ke stadion karena ada tayangan di televisi. Stadion
pun menjadi lengang. Hal tersebut tidak berlaku bagi Persib Bandung. Stadion tetap penuh,
yang menonton via televisi pun tetap banyak. “Sungguh, kalau siaran langsung sepakbola di
Indonesia tidak dibagi rata antar stasiun televisi nasional, banyak stasiun yang ingin membeli
hak siar pertandingan Persib, jelas Asdedi, salah seorang produser AnTV, sebelum hak siar
jatuh ke stasiun televisi tersebut.
Apalagi final Liga Djarum 2007 diselenggarakan tanpa penonton. Panitia pelaksana
(panpel) memang merugi, namun televisi tentunya mendapat keuntungan yang luar biasa. Hal
itu karena semua orang menonton lewat televisi. Yang jelas siaran sepakbola di televisi harus
diatur sedemikian rupa agar tidak merugikan pihak mana pun. Bagaimana caaranya agar
stadion tetap penuh walaupun ada televisi yang menyiarkan.

2. Dampak Terhadap Klub
Tayangan sepakbola di televisi dapat membuat banyak pihak dengan mudah menetahui
kesalahan klub atau pemain. Apalagi setelah adanya teknologi replay. Lewat tayangan
televisi, bisa dilihat keputusan wasit tepat atau tidak. Komisi disiplin pun dapat menjatuhkan
sanksi kepada pemain atau klub yang bermasalah dengan melihat tayangan ulang di televisi.
Namun, tidak selamanya tayangan televisi berakibat baik. Contohnya adalah apa yang
dialami oleh Inter Milan. Inter dituding kerap diuntungkan wasit. Media menganggap posisi
Inter di klasemen tidak sah karena banyaknya keputusan wasit yang menguntungkan Inter.
Contohnya saat Inter mendapat hadiah penalti saat melawan Parma (21/1). Tayangan
ulang di televisi memperlihatkan bek Parma, Fernando Couto, tidak ingin menyentuh bola
melalui tangannya, melainkan kepala. Akibat berbagai tekanan dari berbagai media itulah
mental pemain Inter mulai goyah. Inter mengalami periode buruk. Dikalahkan Napoli (2/3)

dan disingkirkan Liverpool di ajang Liga Champions (11/3). Posisi di klasemen pun mulai
goyah, hanya berbeda enam poin dari AS Roma. Hal yang nyaris serupa dialami Persib di
Liga Indonesia. Sempat tampil luar biasa menjadi juara paruh musim, penampilan Persib
justru menurun di putaran kedua. Banyak yang berpendapat, menurunnya performa Persib
karena banyaknya pertandingan Persib yang disiarkan televisi. Lawan menjadi mengetahui
kelemahan Persib. Entah kebetulan atau tidak, pada dua pertandingan terakhir, saat
pertandingan Persib tidak disiarkan televisi, Persib sanggup menang 4-0 melawan Persiraja
(27/12) dan 3-0 melawan PSDS (30/12).
3. Dampak Terhadap Penggemar Sepakbola
Siaran sepakbola di televisi tentunya menjadi keuntungan tersendiri bagi penggemar
sepakbola. Saat di tanah air kehilangan tayangan yang berkualitas, siaran pertandingan
sepakbola dapat menjadi hiburan tersendiri. Jika nonton sendirian di rumah membosankan,
saat ini ada banyak pihak yang menyelenggarakan acara nonton bareng. Tentunya menjadi
kenikmatan tersendiri dapat mendukung tim kesayangan dan berbaur dengan orang-orang
yang memiliki tim favorit yang sama. Kita pun dapat memperoleh kenalan baru. Saat ini pun
ada banyak toko yang menjual merchandise sepakbola. Berbagai atribut yang bertemakan
sepakbola seperti kaos, topi, jaket, sandal, sepatu, poster, dan sebagainya sudah tak asing lagi
dijumpai.
4. Dampak Terhadap Pemain dan Klub
Saat ini pemain sepakbola sudah bagaikan selebriti. Bergelimang uang dan juga memiliki
banyak penggemar. Apalagi dengan hak siar televisi yang semakin tinggi, klub pun semakin
royal dalam menggaji pemain. Tercatat, sumber pendapatan terbesar klub-klub Serie-A adalah
hak siar televisi. Rata-rata, lebih dari 60 persen pendapat 20 klub Serie-A berasal dari sektor
ini. AC Milan adalah klub dengan pendapatan hak siar televisi pada musim 2006-07. Dari
sektor ini I Rossoneri meraup 153,6 juta euro.
Tentunya saat ini pebola sudah menjadi public figure. Kehidupan pribadi mereka pun
seringkali menjadi santapan publik. Bagaimana seorang David Beckham yang sempat
digosipkan berselingkuh dengan sekeretarisnya, Rebecca Loos, atau tentang Adriano yang
kedapatan sering ke night club. Para pebola adalah sosok yang selalu diburu tanda tangannya
oleh para fans. Didukung oleh paras yang rupawan ditambah dengan penghasilan yang
melimpah (berkat andil televisi juga tentunya), hampir sebagian besar pebola memiliki

pasangan hidup yang cantik. Televisi telah mebuat pemain bola bukan hanya sekedar
olahragawan, namun juga menjelma bak selebritis papan atas.

Kesimpulan
Televisi dengan berbagai macam tayangannya telah berhasil membius para pemirsa. Salah
satu tayangan televisi yang sangat berpengaruh adalah tayangan sepakbola, baik yang berupa
siaran langsung, tunda, ataupun highlights pertandingan. Berbagai dampak telah timbul dari
maraknya tayangan sepakbola di televisi. Yang jelas masyarakat memperoleh hiburan
menarik dari tayangan televisi. Namun, tayangan sepakbola di televisi juga memiliki dampak
negatif. Salah satunya adalah menurunnya jumlah penonton yang hadir di stadion. Di sisi
lain, hak siar televisi semakin mahal. Terlepas dari berbagai kontroversi yang ada, tayangan
sepakbola di televisi selalu dinikmati oleh para penduduk dunia.
Daftar Pustaka
John Horne & Wolfram Manzenreiter. Football, Culture, Globalisation. Dalam John Horne &
Wolfram Manzenreiter (Ed). 2004. Football Goes East. London: Routledge. Hal. 12.

Stephen Dobson & John Goddard. 2001. The Economic of Football. London: Cambridge
University Press. Hal. xv.
Acosta, H. & Ruben. 2002. Managing Sport Organisation. USA: Human Kinetics
Kementerian Negara Pamuda dan Olahraga. 2005. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor: 3 Tahun 2005. Jakarta: Menpora
Salman, T. 2006. Industri Sepakbola. On line 3 September 2010
Surya, N. & Citra. 2010. Indomaret Bidik Omset Penjaualan Merchandise Piala Dunia Senilai
Rp. 100 Milyar. Online 7 September 2010 http://www.indomaret. com