Teori Kepribadian dan Kebudayaan dan

Teori Sosial Budaya
Teori Kebudayaan dan kepribadian & Pengunaannya dalam Buku
Suekarno dan Perjuangan Kemerdekaan

Disusun Oleh :
Ali Mudrik Hasyim (4415153581)
Nur Putri Halida (4415151472)
Mata Kuliah: Teori Sosial Budaya
Pendidikan Sejarah A 2015
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunianya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Selesainya makalah ini tidak terlepas bantuan banyak pihak yang telah memberikan
masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis ucapkan terimakasih.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah, baik dari materi maupun
tekhnik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman saya.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi tercapainya
kesempurnaan dari makalah.


Jakarta, 21 September 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Seperti tukang kumpul fakta, kata seorang antropolog dalam menganalogikan pekerjaan
seorang sejarawan. Sejarawan dinilai tidak mempunyai cukup metode dan teori untuk melakukan
pekerjaaanya, pernyataan tersebut diambil dari buku Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial. Jika
ingin lebih adil, sebenarnya menurut Burke pun Ilmuwan sosial atau lebih khusus lagi Sosiolog
juga melakukan sifat ahistoris. Perbedaan pandangan dalam menggunakan teori sosial dan masih
adanya sejarawan yang belum menggunakan teori, kata Burke, menyebabkan terjadinya dialogue
of dief diantara kedua ahli tersebut.
Sejarawan sudah seharusnya menggunakan Teori Sosial dalam mengkaji objek kajiannya
yaitu masyarakat. Seperti yang diucapkan Sartono Kartodirjo dalam buku Pendekatan Ilmu
Sosial Dalam Metodologi Sejarah, penggunaan Teori Sosial dan Pendekatan Multidimensinal
akan membawa gaya penulisan sejarah yang lebih bisa menjelaskan faktor dan kompleksitas
yang ada di masyarakat. Sejarah yang hanya Deskriptif-Naratif kata Sartono, sudah tidak mampu
lagi untuk menjelaskan kompleksitas yang ada di masyarakat. Penggunaan Ilmu Sosial akan

membawa corak penulisan sejarah yang Analitis-Kritis. Selain itu, penggunaan Ilmu Sosial
dalam historiografi demi mensejajarkan kedudukan Sejarah dengan Ilmu Sosial lainnya yang
kerap dianggap miskin dengan teori.
Teori Kepribadian dan Kebudayaan ini merupakan ilmu dari Antropologi dan Psikologi
yang digunakan oleh ahli ilmu social untuk mengkaji suatu kepribadian seseorang yang sangat di
pengaruhi oleh kebudayaan, dimana Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat
yang manapun dan tidak hanya sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat
diaggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Kebudayaan menunjuk kepada berbagai aspek
kehidupan. Kata itu meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan
juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk
tertentu. Karena itu, bagi seorang ahli ilmu social tidak ada masyarakat atau perorangan yang
tidak

berkebudayaan.

Tiap

masyarakat

mempunyai


kebudayaan,

bagaimanapun

sederhananyakebudayaan itu dan setiap manusia adalah makhluk berbudaya. Sedangkan,
kepribadian adalah suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan

saling berinteraksi dalam mengarahkan tingkah laku) yang kompleks dan dinamis dalam diri
seorang individu, yang menentukan penyesuaian diri individu tersebut terhadap lingkungannya,
sehingga akan tampak dalam tingkah lakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain.
Akan

dilakukan

Kemerdekaan”.

uraian-analitis

terhadap


buku

“Soekarno

dan

Perjuangan

Pengunaan teori kebudayaan dan kepribadiaan dalam buku ini akan bisa

menjelaskan secara sinkronik, mengapa Soekarno mempunyai pemikiran dasar tentang
penyatuan Nasionalis, Islam, Marxisme bisa digabungkan. Bagaimana juga proses pemikiran itu
bisa terjadi. Pendekatan multidimensional, dan multikausaslitas yang menyebabkan munculnya
pemikiran Soekarno tersebut dan digunakannya teori sosial khususnya teori kepribadian dan
kebudayaan sangat membantu proses analisis faktor-faktor kondisional serta hubungan-hubungan
sosial yang menyebabkan munculnya pemikiran ide politik Soekarno tersbut secara
komprehensif.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Mulculnya Teori Kebudayaan dan Kepribadian
Latar belakang dari munculnya teori tersebut dikarenakan para ahli Antropolog
menyadari akan pokok-pokok perhatiannya terhadap penelitian yang berpusat pada hubungan
antara kebudayaan dengan kepribadian harus di pelajari menurut cara-cara yang diakui secara
ilmiah, yaitu dengan cara sistematis dan melalui observasi yang tidak berat sebelah, guna
menjelaskan hubungan kepribadian dengan kebudayaan secara lebih tepat dan objektif.
Para antropolog dalam melakukan penelitian ini tidak mencatat kebiasaan-kebiasaan
mengasuh anak-anak sebagai aspek penting dari kebudayaan. Akan tetapi kemudian di bawah
pengaruh Freud dan penulis mengenai teori pendidikan John Dewey, para ahli antropolog
menjadi tertarik pada lingkungan kebudayaan dari bayi atau anak-anak dan masa itu dianggap
penting, karena pada masa itu adalah pembentukan kepribadian dewasa yang khas dalam suatu
masyarakat.
Ralp Linton, seorang antopologi dan Abraham Kardiner, seorang ahli ilmu jiwa
menganalisa dan mengembangkan sejumlah pemikiran untuk studi kebudayaan dan kepribadian
dan Abraham Kardiner yang mengutarakan bahwa semua warga dari suatu masyarakat memiliki
suatu struktur kepribadian dasar yang sama. Karena para warga masyarakat itu cenderung
menjalani latihan yang sama mengenai cara buang air besar/kecil ,menjalani cara menertibkan
yang sama dalam masa kanak-kanak, cara menyapih yang sama dan sebagainya, maka sebagai
orang dewasa mereka cenderung mempunyai unsure-unsur kepribadian yang sama.

Jadi, menurut teori ini ciri-ciri kepribadian yang berbeda di antara bangsa-bangsa, erat
berkaitan dengan cara-cara pengasuhan yang berbeda. Karena itulah teori ini memusatkan
perhatiaanya kepada penelitian serta pengamatan mengenai pengalaman semasa anak-anak,
proses pengasuhan serta menghubungkannya dengan sifat-sifat utama yang terdapat pada bagian
terbesar dari orang dewasa dalam masyarakat yang bersangkutan yang tampaknya
mempengaruhi perilaku setelah dewasa.

B. Perkembangan Teori
Teori ini mengetengahkan bahwa dalam suatu masyarakat yang memiliki suatu
kebudayaan bersama, Ruth Benedict menerapkan teori kebudayaan dan memaparkan secara
singkat rangka teorinya itu sebagai sumber yang mempengaruhi jalan pemikirannya menuju
penciptaan teorinya, menurut Benedict teori budaya dapat disimpulkan didalam setiap
kebudayaan ada aneka ragam tipe tempramen, yang telah di tentukan oleh faktor keturunan dan
faktor kebutuhan yang timbul berulang-ulang secara universal.1
Mayoritas dari orang-orang dalam segala masyarakat akan berbuat sesuai terhadap tipe
dominan dari masyarakatnya, hal ini di sebabkan karena tempramen mereka cukup mudah untuk
di bentuk tenaga pencetak dari masyarakat, ini di sebut juga kepribadian Normal. Namun,
disamping itu ada sejumlah penduduk yang merupakan minoritas dalam setiap masyarakat, yang
tidak dapat dimasukkan ke dalam tipe dominan ini. baik di sebabkan karena tipe tempramen
tersebut terlalu menyimpang dari tipe dominan, maupun karena mereka tidak cukup berbakat

untuk dapat menyesuaikan diri dengan tipe dominan. Golongan minoritas ini adalah para
penyimpang dan abnormal.
Teori Benedict menekankan bahwa yang penting bukan ada atau tidak adanya praktekpratek pengasuhan anak tertentu, tetapi caranya praktek pengasuhan itu diintegrasikan dengan,
dan dinyatakan pada suatu konfigurasi khusus dari kebudayaan. Teori ini dianggap sebagai suatu
usaha untuk mengerti individu sebagai makhluk dalam kebudayaan dan kebudayaan sebagai
suatu wadah yang didiami individu.
Lalu, terdapat jenis kepribadian yang umum bagi masyarakat menurut Ralph Linton.
Jenis kepribadian itu dinamakan Basic Personality Struktur( struktur kepribadian dasar ), Modal
Personality ( Kepribadian Rata-rata )2, aliran-aliran ini sangat erat hubungannya dengan proses
pengasuhan yang telah dialami semasa kecil.
Struktur kepribadian dasar dari suatu masyarakat dibentuk oleh pranata pertama, dan
melalui system projeksi struktur kepribadian dasar membentuk pranata kedua. Yang dimaksud
dengan pranata adalah segala bentuk fikiran atau ketatakelakuan, yang sudah tetap dari
1James Danandjaja, Antropologi Psikologi : Teori, Metode dan Sejarah Perkembangannya ( Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 1994 ), hlm. 41.
2Ihromi, Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia ), hlm. 49.

sekelompok individu (masyarakat) yang dapat dikomunikasikan. Yang tergolong dalam pranata
pertama yaitu harus mempunyai pengaruh tertentu terhadap struktur kepribadian dasar, dari
individu-individu yang langsung terkena pengaruh kelompok pranata tersebut. Dan pengaruhnya

bersifat bertimbun banyak serta efektif itu, akan memaksa para individu tersebut untuk
menyesuaikan diri terhadap mereka yang termasuk dari pranata pertama organisasi kekerabatan,
system tata tertib dasar, cara pemberian makan anak-anak bayi, penyapihan, adat merawat anak
dengan telaten atau melalaikan, latian buang air besar, larangan melakukan hubungan seksual,
cara pemuasan kebutuhan primer. Yang termasuk pranata kedua adalah system larangan,
kepercayaan, upacara, cerita rakyat, cara yang dipergunakan untuk menghadapi mereka.
Kemudian ada kepribadian rata-rata, yaitu sebagai hasil saling pengaruh-mempengaruhi antara
kecenderungan dan pengalamandasar.
Menurut Kardinerdan Linton Struktur kepribadian dasar adalah intisari dari kepribadian
yang dimiliki oleh kebanyakan anggota masyarakat, sebagai akibat pengalaman mereka pada
masa kanak-kanak yang sama.3 Struktur kepribadian dasar ini sebenarnya adalah alat
penyesuaian diri individu, yang umum bagi semua individu di dalam suatu masyarakat.
Adapun yang termasuk dalam struktur kepribadian dasar adalah :
1. Teknik berfikir, misalnya apakah ilmiah atau animistis.
2. Sikap terhadap benda hidup atau benda mati, misalnya menerima atau menolak,
tergantung dari pengalamannya sewaktu massih kanak-kanak (anak yang semasa
kecilnya dikejami oleh ibunya, setelah dewasa ia akan menolak wanita misalnya)
3. Sistem keamanan dan kesejahteraan, yang dapat dinilai dari kecemasan dan
kekecewaan karena ketidakberdayaan sewaktu masih kanak-kanak ( seorang anak
yang masa kanak-kanaknya selalu mengalami kelaparan, akan menjadi orang yang

bersifat hemat setelah dewasa misalnya ) dan pembentukan superego atau bagian
kepribadian dari individu yang terbentuk dengan jalan mengambil alih pandangan
hidup dari orang tuanya.4

3James Danandjaja, Antropologi Psikologi : Teori, Metode dan Sejarah Perkembangannya ( Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 1994 ), hlm. 45-48.
4James Danandjaja, Op.Cit.,hlm. 51.

Dasar pemikiran aliran ini jelas di pengaruhi oleh pendapat Freud, yang mengatakan
bahwa pengalaman masa kanak-kanak penting bagi pembentukan kepribadian seseorang setelah
dewasa nanti.
Istilah struktur kepribadian rata-rata mirip sekali dengan struktur kepribadian dasar
Kardiner, namun lebih dalam arti statistik, yaitu jika struktur kepribadian dasar dari suatu suku
bangsa dianggap sebagai tipe kepribadian pada umumnya dari para anggotanya, maka struktur
kepribadian rata-rata adalah tipe kepribadian dari sebagian besar para anggota suatu suku bangsa
yakni sebagian dari jumlah seluruh anggotanya.
Menurut Dubois, terjadinya tipe kepribadian rata-rata ini adalah sebagai hasil saling
pengaruh-mempengaruhi antara kecenderungan dan pengalaman dasar.5 Tipe kepribadian ratarata ini pada umumnya, ada pada kolektif manusia dalam usahanya menghadapi lingkungan
kebudayaannya, yang mengingkarinya, mengarahkannya, dan memuaskan segala kebutuhannya.
Kebutuhan setiap kolektif dapat berbeda-beda sehingga tipe kepribadian rata-ratanya dapat juga

berbeda. Konsep tipe kepribadian rata-rata ini merupakan hasil penelitian DuBois di pulau Alor,
dan penelitiannya ini merupakan penerapan dari konsep-konsep yang dikembangkan di berbagai
seminar yang dilakukan oleh Kardiner dan kawan-kawan termasuk juga DuBois sendiri.
Adapun Teori Kepribadian Orang Modern yang di rumuskan oleh Alex Inkeles,apa yang
dimaksudkan dengan manusia modern itu, dan apa yang membuatnya menjadi modern? Yang
pertama, perubahan manusia dari yang lebih tradisional menjadi modern sering berarti
melepaskan cara berfikir dan berperasaan, yang kedua, sifat yang membuat orang menjadi
modern itu tidak sering tampak sebagai suatu cirri yang netral, tetapi merupakan ciri dari orangorang Eropa, Amerika atau orang Barat pada umumya yang ingin dipaksakan olehorang lain,
untuk menjadikan mereka menjadi sama seperti orang Barat tersebut. Yang ketiga, kebanyakan
ciri yang disebut modern itu, dan dengan demikian yang diinginkan, sesungguhnya tidak berguna
atau cocok bagi kehidupan dan keadaan dari mereka, yang dianjurkanatau dipaksakan
memilikinya. Ciri khas orang modern ada dua macam yaitu yang pertama merupakan cirri luar
dan yang lainnya merupakan cirri dalam. Yang pertama lingkungan alam, dan yang kedua
mengenai sikap, nilai, perasaan. Perubahan ciri luar yang dialami manusia modern telah banyak

5James Danandjaja, Op.Cit.,hlm. 54.

dikenal dan di catat, dan mempergunakkan beberapa istilah pokok seperti urbanisasi, pendidikan,
politikisasi, komunikasi masa, dan industrialisasi.6
Perubahan keadaan ciri dalam yang dialami oleh orang modern belum banyak disentuh

orang, walaupun sebenarnya jenis perubahan ini adalah lebih penting dari pada keadaan ciri luar
saja, karena perubahan ciri luar belum menjamin bahwa seorang akan menjadi modern
sesungguhnya. Oleh karena itu , seorang baru dapat menjadi modern, apabila telah mengalami
perubahan ciri dalam, dari yang tradisonal menjadi modern.
Selanjutnya ada Teori Gaya Hidup Petani Desa yang di cetuskan oleh Robert Redfield,
teori ini disebut juga sebagai Tipe Kepribadian Petani Desa. 7 Teori ini dapat juga digolongkan
kedalam teori Konfigurasi Kebudayaan, karena pada teori ini menyinggung tentang kepribadian
petani desa yang masih mempertahankan sifat kegotongroyongan yang berdasarkan solideritas
social.
Untuk menerangkan teori ini, Redfield membedakan masyarakat di dunia ini menjadi tiga
macam, yakni masyarakat folk, masyarakat petani desa dan masyarakat perkotaan. 8 Masyarakat
folk adalah masyarakat yang telah ada sebelum timbulnya kota. Istilah lainnya yang dahulu
sering kita sebut sebagai masyarakat primitive atau masyarakat terpencil. Adapun masyarakat
perkotaan sudah tentuadalah masyarakat yang berkembang di daerah perkotaan. Kebudayaan
masyarakat ini sudah sangat maju karena telah memperoleh pengaruh dari berbagai macammacamperadaban besar di dunia, dan banyak di pengaruhi oleh peradaban modern. Sedangkan,
Petani desa adalah bentuk dari masyarakat folk dahulu, yang sekarang sudah tersentuh oleh
masyarakat perkotaan, sehingga mereka telah pula terpengaruhi kebudayaan modern, walaupun
seringkali juga pengaruhnya kurang mendalam, dan hanya bersifat superficial saja.
Contohnya, di Indonesia ada orang desa yang memakai jam tangan tanpa dapat
membacanya, sehingga jam yang dipakainya dalam keadaan mati. Berbeda dengan masyarakat
folk yang dapat hidup secara otonomi, maka masyarakat petani desa demikian, karena ia
tergantung sekali dari masyarakat perkotaan. Akibatnya kebudayaannyapun tidak bersifat
otonomi.
6James Danandjaja, Antropologi Psikologi : Teori, Metode dan Sejarah Perkembangannya ( Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 1994 ), hlm. 54-58.
7Ibid.,hlm. 45.
8Ibid.,hlm. 47.

Jadi, hubungan masyarakat petani desa dengan masyarakat perkotaan adalah hubungan
simbolis, yakni saling menghidupi. Masyarakat petani desa memperoleh benda-benda industry
yang canggih seperti elektronik, pendidikan modern, perlindungan keamanan, dan lain-lain dari
masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat perkotaan memperoleh produksi pertanian dan
peternakan dari masyarakat petani desa dan tenaga kerja.
Kiranya, perlu kita ketahui juga bahwa di kota-kota besar negara berkembang seperti di
Indonesia ada juga komunitas yang mempunyai sifat petani desa. Komunitas tersebut adalah apa
yang disebut dengan kampung-kampung di kota besar seperti Jakarta. Hal ini di sebabkan karena
dalm batasan-batasan tertentu masyarakatnya masih mempertahankan sikap dan nilai gaya hidup
masyarakat petani desa. Sehingga tidak salahlah apabila kampong-kampung di kota, sebenarnya
adalah desa-desa yang berada didalam kota.

C. Dampak Teori Kebudayaan dan Kepribadian
Para tokoh mempergunakan Teori Kebudayaan dan Kepribadian untuk menerangkan
proses perubahan kebudayaan. Hal ini terjadi setelah teorinya itu diterapkan bukan saja pada
kebudayaan suatu suku bangsa, melainkan juga pada suatu bangsa. Namun tidak berarti teorinya
itu dapat digolongkan pada teori historis. Hal ini di sebabkan pola kebudayaan sebagai suatu

kesatuan yang tak berjangka waktu, yakni tanpa ada mendahului atau yang berlaku sebagai
akibatnya. Tetapi sekali terbentuk kebudayaan tersebut akan sangat berpengaruh dalam
pembentukan tempramen suku bangsa yang bersangkutan.
Teori ini adalah ilmu yang meneliti kepribadian manusia, yang karyanya menyangkut
usaha untuk mengerti mengapa dan bagaimana pribadi berbeda satu sama lain. Pada dasanya
teori ini mempelajari perilaku suatu kolektif, dan mencari motif apa yang ada di belakang pelaku
tesebut perilaku tersebut. Oleh karena itu, teori kepriadian dan kebudayaan adalah teori yang
menjembatani suatu kebudayaan dan kepribadian yang menjadi focus dari dua ilmu yang
berbeda, yang sebenarnya sangat erat hubungannya.
Teori ini timbul sebagai akibat interaksi dari kedua ilmu tersebut, yang sangat berguna
sekali untuk keperluan penelitian.hal ini yang akan menyebabkan para peneliti dalam studinya
mengenai perilaku, selalu memperhatikan factor-faktor penyebab pendahulunya. Dari teori ini
dapat dikategorikan kedalam kelompok permasalahan besar yaitu kelompok hubungan
kebudayaan dengan sifat pembawaan manusia, kelompok hubungan kebudayaan dengan
kepribadian khas kolektif tertentu dan kelompok hubungan kebudayaan dengan kepribadian
individual.
Dalam historigrafi, sejarah yang objek kajiannya adalah masyarakat yang dilihat sebagai
sebuah kesatuan kompleks dan berubah dari waktu-ke waktu tentunya memerlukan Teori
Kebudayaan dan Kepribadian dalam penjelasannya secara sinkronik. Munculnya pemikiran dasar
Sukarno dapat dijelaskan dengan teori tersebut. Singkatnya, teori kepribadian dan kebudayaan
memberikan alat analisa yang memadai dalam penulisan historiografi. Dengan penggunaan teori
ini sejarah tidak hanya bersifat dekskriptif-naratif, tetapi mampu bertansformasi menjadi
penulisan yang analitis-kritis. Dan membuat sejarah dapat sejajar dengan ilmu sosial lainnya.

D. Penerapan Teori dalam Historiografi
a. Latar belakang
Di dalam buku Sukarno, yang membicarakan tentang pemikiran Sukarno sampai tahun
1945, yang mengemukakan gerakan Ratu Adil di Tangerang pada permulaan abad ke-20. Proses

dan akhir riwayatnya oleh penguasa kolonial. Apakah gerakan Ratu Adil ini impian utopis dan
penindasan yang riil darinya. Dengan memulai kisah pemikiran Sukarno dengan peristiwa Ratu
Adil di Tangerang ini, didalam buku ini menjelaskan bahwa sebenarnya Ratu Adil dalam skala
bukan-lokal seperti Ratu Adil Tangerang, namun dalam rangka Jawa bahwa nasional. Kalau
masalah ini bagi seorang sarjana dari Jerman Barat adalah masalah abstrak menurut Bernhard
Dahm, maka bagi kita di Indonesia masalah tersebut adalah lebih penting kalau tidak genting
(menakutkan). Apakah ini salah Sukarno pribadi yang hanya hidup dalam utopi tanpa realitas,
atau ia memang sifat masyarakat Indonesia (Jawa) yang tidak mengerti mengenai kehidupan
negara modern, dengan perimbangan kas negara, tata buku, masyarakat majemuk, perbedaan
dan pertentangan kepentingan, dan sebagainya.
Citra Ratu Adil memang sesuatu yang berakar dalam di masyarakat Indonesia, khususnya
Jawa. Ini merupakan kunci popularitas Sukarno di kalangan massa. Citra itu di pertinggi oleh
Sukarno dengan memakai citra wayang dan menarik turunkan suaranya dalam pidato seperti
seorang dalang. Tjokroaminoto dari Sarekat Islam juga mempergunakan teknik ini dan ia seperti
Sukarno, adalah seorang pemimpin kharismatis yang popular, bagaimanapun juga Sukarno
adalah seorang pepimpin pupulis yang memang menggunakan eskatologi akan datangnya
seorang Ratu Adil yang membebaskan rakyat dan yang akan menjadi pembangunan “jembatan
emas” bagi rakyat tertindas ini. Retorika wayang menambah puplaritas sukarno.
Tetapi yang jauh lebih penting dan sangat orisinal adalah upayanya untuk melukiskan
pemikiran Sukarno dan menempatkannya dalam suatu kerangka yang cocokmengenai tradisi
politik Indonesia, terutama Jawa. Sebab,

penulis menolak menggunakan label yang

menggampangkan seperti “ pemimpin kharismatik” atau “Nasionalis Sekular”, dalam upaya
memahami sifat Intrinsik dari cara berpikir dan bertindang bung Karno. Ada 3 hal yang di
tonjolkan dalam penulisan ini dengan terinci sekali. dua diantaranya erat kaitannya dengan
“Jawaisme” yang sudah mendarah daging pada diri Sukarno, sedangkan ketiga merupakan cirri
khas pribadinya semata-mata. Pertama, apa yang mungkin dapat dinamakan sindrom Jayabaya:
kepercayaan Sukarno yang mendasar tentang gerak sejarah yang siklis, dimana kekuasaan
penguasa-penguasa asing di Indonesia, baik Belanda maupun Jepang, dipandang sebagai suatu
fenomena peralihan, yang menurut ramalan-ramalan yang diyakini oleh berjuta-juta orang
Indonesia terutama orang Jawa “ tak teralakkan lagi” akan diakhiri oleh seorang Ratu Adil.

Penulis menyajikan setidak-tidaknya, dokumentasi yang cukup dan meyakinkan untuk
menunjukkan bagaimana di Indonesia jaman penjajahan gerakan-gerakan politik yang
bermunculan bagaikan janur yang bermunculan di musim hujan, jika dan apabila seorang
pemimpin menyambut mitos-mitos Jayabaya yang popular itu, dan bagaimana gerakan-gerakan
itu menyusut, dan malahan ambruk, begitu pemimpin-pemimpinnya mengesampingkan mitosmitos itu. Maka, atas dasar kesimpulan-kesimpulan yang meyakinkan itu, upaya menalaah
nasionalisme Indonesia terutama sebagai hasil penanaman nilai-nilai barat untuk selanjutnya
harus dikesampingkan sebagai hal yang tidak memadai sama sekali.
Jawaisme juga merupakan inti factor utama yang kedua, yakni kecenderungan Sukarno
yang

sudah

mendarah

daging

untuk

menggabungkan

dan

meleburkan

aliran-aliran

darikelompok-kelompok yang berbeda, dan yang bahkan saling berlawanan, menjadi suatu
kesatuan yang semu dibikinannya sendiri. Kecenderungan seperti itu dimaksudkan untuk
mengingkari konflik, hasrat yang begitu kuat untuk mengembalikan hal-hal yang saling
betentangan kepada suatu dasar bersama, sudah melekat dengan kuat pada cara berpikir orang
Jawa.
Factor kunci yang ketiga: kesetiaan bung Karno yang menakjubkan, tak tergoyahkan dan
tetap tega, kepada seperangkat gagasan yang telah dikembangkannya sejak awal sekali daoam
karir politiknya dan yang terus dipertahankannya sampai saat terakhir. Ada suatu kebesaran yang
tragis pada diri seorang seperti dia yang begitu yakin akan kebenarannya sendiri, yang menggap
dirinya tak mungkin salah, dan begitu kedap terhadap fakta-fakta yang nyata dalam kehidupan
politik Indonesia. Sejak hari-hari pertamanya sebagai aktivis politik, Sukarno bersikeras bahwa
Nasionalisme, Marxisme dan Islam adalah satu,dan dalam arti tertentu, dan dari sudut pandang
Jawanya sendiri, brgitulah ketiga hal itu atau tepatnya, sebagaimana yang ia asumsikan tentang
ketiga hal itu masing-masing.

Tesis utama peneliti mengenai pemikiran Sukarno adalah betapa berakarnya dalam
kebudayaan Jawa tradisonal dan ideology anti-Barat, yang pada waktu iti merupakan penjajah
dan musuh utama nasionalisme Asia pada umumnya dan Indonesia khususnya. Dengan singkat,
pada penelitian ini Sukarno diuji oleh professor Jerman. Sukarno suka mengutip secara salah

atau diluar konteks dimana sesuatu dibicarakan. Sukarno menginterpretasikan pemikir-pemikir
yang dikutip seenaknya saja.dan Sukarno tidak original. Semua yang dikatakan penelti benar,dan
tidak dapat disangkal bahwa penelitian ini sangat penting karena ia menyadarkan kita semua
mengenai pendiri,proklamator,dan pemikir negara republik Indonesia ini.

b. Studi Pustaka
Studi ini diilhami oleh buku John Legge, penelitian John hanya terbatas pada pemikiran
Sukarno dengan mengabaikan kebudayaan yang dapat mempengaruhi pemikiran seseorang.

Lebih dari John penelitian ini menyangkut sifat masyarakat Indonesia, khususnya Jawa peneliti
mendekatinya dari sudut gejala atau ungkapan masyarakat dan budaya Jawa.
Berlainan dengan ideologi yang kebanyakan hanya memuat konklusi-konklusi yang tidak
bisa ditawar, atau dari mana orang tidak dapat menyeleweng sebab semua itu adalah “ sudah
barang tentu ”, maka penelitian ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan. Penelitian ini mengenai
pemikiran Sukarno sampai 1945 sebenarnya bukan saja mengenai Sukarno seperti karya Legge.
Tetapi juga merupakan masalah masyarakat yang melahirkan Sukarno.9

c. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam mengkaji sebuah peristiwa sejarah,di perlukan focus bahasan, batasan waktu dan
tempat secara jelas. Penelitian ini secara spasial dibatasi pada daerah Jawa khususnya tempat
9 J. Legge, Sukarno : A Political Biopgraphi, (Allan Lane Penguin Press, 1972), hlm. 30.

pemikiran Soekarno muda mulai mengembangkan pemikirannya.Penulisan ini dibatasi dari tahun
1926 sampai dengan 1945. Tahun 1926 dipilih karena pada tahun tersebut Sukarno muncul
sebagai seorang pemimpin pergerakan Indonesia. Disini, Sukarno mencoba mengemukakan
tentang pemikiran dasarnya mengenai Nasionalisme, Islam, dan Marxisme. Menurut Sukarno
nasionalisme ini harus mempunyai tempat bagi Islam dan kaum Marxis, dan sebaliknya, Islam
juga harus bisa bekerja sama dengan nasionalis dan marxis. Pertentangan antara agama dan
Marxisme di kesampingkan begitu saja oleh Sukarno degan menerima materialism historis dan
menolak falsafah –materialis. Adapun yang dimaksud sebagai falsafah adalah bidang spekluasi
dimana orang dapat percaya atau mengenainya, karena ia hanya bersifat spekulatif dan bukan
kenyataan ilmiah. Sedangkan, Sinkretisme Jawa melihat Nasionalisme,Islam, dan Marxisme
adalah satu, sebab ketiga unsur ini melawan kolonialisme dan imperialisem Barat. Menurut
Sukarno yang terpenting dari ketiga gerakan ini adalah persamaannya bukan karena
pertentangannya. Pengalaman tahun 1926 ini yang merupakan pembentukan ide politik Sukarno.
Penelitian ini diakhiri pada tahun 1945, karena pada tahun tersebut Indonesia telah mencapai
puncak kemerdekaan dan setelah 1945 pemikiran Sukarno telah berbeda coraknya yaitu yang
tadinya merupakan pembentukan ide politik Sukarno, namun setelah tahun 1945 itu
pemikirannya sudah berbeda melainkan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, pokok masalahnya yaitu bagaimana mungkin seorang anak guru
sederhana dari Sidoardjo dapat menjadi presiden pertama Indonesia? Apa yang membuatnya
menjadi sosok seorang pahlawan di mata rakyat banyak? Mengapa ia dapat diterima oleh kaum

bangsawan yang sejak dahulu lebih siap dan pantas untukmenjadi pemimpin dibandingkan
dengan seorang intelektual dan lulusan baru dari sekolah tinggi teknik Belanda? Secara lebih
detail, buku ini menjelaskan : 1) Sukarno dapat memanfaatkan Tradisi kebudayaan Indonesia; 2)
Sukarno tidak pernah mencoba meyakinkan rakyat bahwa dirinya adalah messiah yang di
janjikan pada zaman genting; 3)desas-desus yang beredar serta harapan yang dibebankan kepada
dirinya , ikut serta membentuk kepercayaan rakyat bahwa ia memiliki kemampuan yang luar
biasa; 4) kemampuannya untuk menjelaskan usaha kemerdekaan dengan menggunakan mitos
Jawa yang dapat dengan mudah di pahami bahkan oleh kaum tani yang buta huruf; 5) upayanya
yang terus menerus untuk menggalang kesatuan diantara kelompok-kelompok yang saling
bersaing ke dalam sebuah partai.

d. Metode Penelitian

Teori adalah sebuah penjelasan suatu fenomena, teori dapat juga diartikan sebagai pernyataan
yang berhubungan secara logis untuk menjelaskan, memetakan, dan memprediksi suatu
peristiwa, adapun teori yang di gunakan dalam penerapan hitoriografi ini yaitu Teori Kepribadian
dan Kebudayaan, dimana Teori Kepribadian ini memusatkan perhatiaanya kepada penelitian
serta pengamatan mengenai pengalaman semasa anak-anak, proses pengasuhan serta
menghubungkannya dengan sifat-sifat utama yang terdapat pada bagian terbesar dari orang
dewasa dalam masyarakat yang bersangkutan yang tampaknya mempengaruhi perilaku setelah
dewasa. Teori Kepribadian ini pada umumnya terdapat 2 jenis, Jenis kepribadian itu dinamakan
Basic Personality Struktur( struktur kepribadian dasar ), Modal Personality ( Kepribadian Ratarata )10. Menurut Kardinerdan Linton Struktur kepribadian dasar adalah intisari dari kepribadian
yang dimiliki oleh kebanyakan anggota masyarakat, sebagai akibat pengalaman mereka pada
masa kanak-kanak yang sama.11 Sedangkan, Menurut Dubois, terjadinya tipe kepribadian ratarata ini adalah sebagai hasil saling pengaruh-mempengaruhi antara kecenderungan dan
pengalaman dasar.12
Kemudian dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakkan Teori Kebudayaan, yang
menurut Benedict teori budaya dapat disimpulkan didalam setiap kebudayaan ada aneka ragam
tipe tempramen, yang telah di tentukan oleh faktor keturunan dan faktor kebutuhan yang timbul
berulang-ulang secara universal.13
Mayoritas dari orang-orang dalam segala masyarakat akan berbuat sesuai terhadap tipe
dominan dari masyarakatnya, hal ini di sebabkan karena tempramen mereka cukup mudah untuk
di bentuk tenaga pencetak dari masyarakat itu sendiri.

10Ibid., hlm. 49.
11James Danandjaja, Antropologi Psikologi : Teori, Metode dan Sejarah Perkembangannya ( Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 1994 ), hlm. 45-48.
12James Danandjaja, Op.Cit.,hlm. 54.
13Ibid., hlm. 78.

Dalam konteks pemikiran Sukarno yang dibahas pada penelitian ini, teori kebudayaan
digunakan sebagai alat untuk mengerti mengenai kebudayaan Jawa yang sangat mempengaruhi
pemikiran Sukarno. Dapat dikatakan bahwa kebudayaan yang sangat kental akan nuansa Jawa
(buadaya skinkerits khususnya) melahirkan pribadi dan pemikiran Sukarno yang suka
menyatukan berbagai golongan yang berbeda (Nasionalis, Marxis, Islam). Gagasan yang sangat
original dan berani itu tentu dipengaruhi oleh tempat Sukarno tumbuh dan berkembang, disni
budaya Jawaisme mempunyai peran yang signifikan.
Sedangkan teori kepribadian seperti yang sudah dijelaskan diatas membantu menganalisa
keadaan kontekstual dan keadaan kondisi yang mempengaruhi pemikiran Sukarno dari masa
muda hingga dewasa. Dari pengertian diatas dapat dimengerti bahwa kepribadian sesorang
sangat dipengaruhi oleh tempat dimana mereka tumbuh dan pengalaman yang sudah mereka
jalani. Pengalaman pribadi seorang Sukarno yang hanya anak seorang guru dapat dimengerti
dengan teori kepribadian ini mengapa Sukarno dapat dengan mudah dekat dan mengerti keadaan
rakyat kecil. Singkatnya, teori ini membantu dalam mengerti bagaimana dan mengapa pemikiran
Sukarno dapat terbentuk sehingga menjadikannya presiden pertama RI.

e. Bahan Sumber
Buku ini merupakan hasil dari penelitian selama beberapa tahun di Negeri Belanda, dimana
sumber-sumber primer Belanda berasal dari KITLV, RVO-IC, dan berbagai sumber-sumber yang

tidak diterbitkan. Dari Indonesia, digunakan sumber-sumber seperti pidato Sukarno, Koran, dan
majalah. Adapun sumber primer yang digunakan dalam buku ini adalah naskah dan dokumen
sezaman. Naskah dan dokumen tersebut berbentuk surat kabar dan majalah.
Digunakan juga sumber sekunder berupa buku-buku atau bibliografi yang hanya digunakan
sebagai acuan dalam menulis, bukan sebagai sumber utama dalam penyusunan fakta-fakta
sejarah, Penelitian ini juga menggunakan sumber sekunder sebagai data pendukung, yaitu buku
dan artikel yang terkait dengan tema penelitian yang ditulis oleh peneliti sebelumnya. Materi
yang ada pada sumber ssekunder bukan dimaksudkan untuk dipercaya dan dianggap valid, tetapi
merupakan petunjuk awal dalam sebuah penelitian sejarah, dan untuk menambah pengetahuan
dalam membuat pertanyaan untuk sejarah yang akan diteliti.

PENUTUP
Sifat ahistoris dan perbedaan pandangaan dalam teori antara sejarawan dan teoritis sosial
hanya menambah permasalahan diantara keduanya. Kekurangan yang ada diantara kedua ilmu
itu harus segara diisi dengan meminjam masing-masing konsep keilmuwan diantara keduanya.
Sejarah dengan menggunakan teori sosial akan mempunyai alat analitis yang memadai.
Fakta-fakta yang dikumpulkan akan lebih mampu dijelaskan secara mendalam dan meyeluruh
jika menggunakan teori sosial. Dalam historigrafi, sejarah yang objek kajiannya adalah
masyarakat yang dilihat sebagai sebuah kesatuan kompleks dan berubah dari waktu-ke waktu
tentunya memerlukan Teori Konflik dalam penjelasannya secara sinkronik. Perbedaan
otoritas,kepentingan dan disintegritas dalam sebuah peristiwa yang lazim terjadi di masyarakat

dapat dijelaskan dengan teori konflik. Singkatnya, teori konflik memberikan alat analisa yang
memadai dalam penulisan historiografi. Dengan penggunaan teori ini sejarah tidak hanya bersifat
dekskriptif-naratif, tetapi mampu bertansformasi menjadi penulisan yang analitis-kritis. Dan
membuat sejarah dapat sejajar dengan ilmu sosial lainnya.
Dalam buku yang dijelaskan oleh Bernhard Dahm, tentang Pemikiran Sukarno ini
merupakan hal yang menarik untuk kita ketahui. Penjelasan yang deskriptif tidak lagi memadai,
dikarenakan penelitian tersebut menggunakan Teori Kepribadian dan Kebudayaan dalam
menjelaskan tentang pembentukan ide politik Sukarno dan pemikiran dasarnya Sukarno tentang
Nasionalisme, Islam, dan Marxisme. Yang kita ketahui bahwa Nasionalisme, Islam, dan
Marxisme itu adalah sebagai sesuatu yang distorsi dari sejarah dan akar masing-masing paham,
sedangkan Sukarno menyatukan ketiga golongan tersebut dalam perjuangan kemerdekaan. Sebab
menurut Sukarno ketiga golongan tersebut merupakan sama-sama melawan kolonialisme dan
imperialisme Barat. Dari pemikiran Sukarno itu dapat kita lihat bahwa pemikiran Sukarno sangat
di pengaruhi oleh tradisi Jawa, dimana pendekatan Jawa terhadap segala fenomena adalah “satu”.
Dalam pemikiran Sinkretisme Jawa itu yang terpenting adalah persamaannya bukan
pertentangannya.

Daftar Pustaka
Danandjaja, James, Antropologi Psikologi : Teori, Metode dan Sejarah Perkembangannya,
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1994.
Ihromi, Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2006.
Legge, J., Sukarno : A Political Biographi, Allan Lane Penguin Press, 1972.