EVALUASI FAIR VALUE SEBAGAI ATRIBUT PENG

EVALUASI FAIR VALUE SEBAGAI ATRIBUT PENGUKURAN
DALAM AKUNTANSI
Yevi Dwitayanti
Dosen Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Sriwijaya
Email : yevi_dwitayanti@yahoo.com

Abstract
Accounting measurement is closely related to the accounting standards applied. Harmonization
of international accounting standards means the process of improving the appropriateness of accounting
practices through the development of various kinds of differences limit. Harmonization of IAS will
eventually lead to convergence of IFRS (International Financial Accounting Standards). IFRS
convergence is adjusting domestic standards to conform with IFRS. One of the effects of the adoption of
IFRS is the application of fair value. IFRS uses fair value concept with the advantages that the financial
statements more relevant to the basic decision-making because it reflects the actual market value. The use
of fair value accounting would encourage financial reporting mechanisms that are more relevant. Fair
value may also encourage the creation of significant fluctuations on the financial impact over time.
Keywords: Fair Value, IFRS (International Financial Accounting Standards).
.
Abstrak
Pengukuran akuntansi erat kaitannya dengan standar akuntansi yang diterapkan. Harmonisasi
standar akuntansi internasional berarti proses meningkatkan kesesuaian praktik akuntansi melalui

penyusunan batasan berbagai macam perbedaan. Harmonisasi IAS pada akhirnya akan mengarah ke
konvergensi IFRS (International Financial Accounting Standards). Konvergensi IFRS adalah
menyesuaikan standar-standar domestik agar sesuai dengan IFRS. Salah satu dampak dari penerapan
IFRS tersebut adalah penerapan fair value. IFRS menggunakan konsep fair value dengan keunggulan
bahwa laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar pengambilan keputusan karena
mencerminkan nilai pasar yang sebenarnya. Penggunaan fair value accounting akan mendorong
mekanisme pelaporan keuangan yang lebih relevan. Fair value juga dapat mendorong terciptanya
fluktuasi yang signifikan terhadap dampak keuangan dari waktu ke waktu.
Kata kunci: Fair Value, IFRS (International Financial Accounting Standards).

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fungsi laporan keuangan adalah sebagai
alat untuk pengambilan keputusan yang
memberikan konsekuensi bahwa laporan keuangan
harus menyajikan informasi keuangan yang
bermanfaat dalam pengambilan keputusan.
Informasi akuntansi yang disampaikan di dalam
laporan keuangan adalah berupa akun-akun dan
angka dalam bentuk satuan moneter. Pemrosesan

informasi di dalam siklus akuntansi harus melewati
satu aktivitas yang dinamakan dengan pengukuran
(measurement).

Perubahan iklim ekonomi, kenaikan harga
yang tidak akan pernah turun, telah membuat
pengukuran akuntansi menggunakan prinsip
historical cost
menjadi mulai dipertanyakan
(Sparta, 2009). Sudah lama kritikan pengukuran
akuntansi dengan prinsip ini dipertanyakan oleh
pelaku pasar modal. Penurunan kandungan sumber
daya alam seiring meningkatnya populasi manusia
sebagai makhluk utama dimuka bumi ini yang ikut
andil dalam penurunan potensi sumber daya alam
tersebut, telah membuktikan bahwa penurunan
harga sangat sulit terjadi dan harga yang stabil sulit
untuk dicapai. Penggunaan historical cost dalam
pengukuran akuntansi lambat laun menjadi tidak


relevan lagi dalam mengukur nilai realitas ekonomi
karena historical cost hanya mengukur transaksi
yang sudah selesai, tidak mengakui perubahan riil
yang terjadi (Anonim, 2009).
Pengukuran akuntansi erat kaitannya
dengan standar akuntansi yang diterapkan, dimana
setiap negara mempunyai bahasa, adat istiadat dan
kebudayaan serta standar akuntansi yang berbeda,
Sehinga kemudian muncul istilah harmonisasi
standar akuntansi. Harmonisasi adalah upaya untuk
memahami perbedaan standar antar Negara dan
mengupayakan
rekonsiliasi
agar
dapat
diperbandingkan. Harmonisasi standar akuntansi
internasional
berarti
proses
meningkatkan

kesesuaian praktik akuntansi melalui penyusunan
batasan berbagai macam perbedaan (Choi, et al,
2002). Harmonisasi IAS (International Accounting
Standards) berusaha menyelaraskan perbedaan
yang ada agar harmonis. IAS adalah standar yang
dapat digunakan perusahaan multinasional yang
dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar
negara, dalam perdagangan multinasional.
Harmonisasi IAS pada akhirnya akan mengarah ke
konvergensi IFRS (International Financial
Accounting Standards). Konvergensi IFRS adalah
menyesuaikan standar-standar domestik agar
sesuai dengan IFRS.
Manfaat-manfaat yang akan diperoleh
dengan konvergensi IFRS, yaitu bahwa compliance
terhadap IFRS memberikan manfaat terhadap
keterbandingan laporan keuangan dan peningkatan
transparansi. Melalui Compliance maka laporan
keuangan dapat diperbandingkan dengan laporan
keuangan negara lain, sehingga akan sangat jelas

kinerja perusahaan mana yang lebih baik. Selain
itu, program konvergensi juga bermanfaat untuk
mengurangi biaya modal (cost of capital),
meningkatkan investasi global dan mengurangi
beban penyusunan laporan keuangan.
Salah satu dampak dari penerapan IFRS
tersebut adalah penerapan fair value, yang berbeda
dari market value karena komponen utama yang
berbeda. Sejak tahun 1990 mekanisme pengukuran
di dalam pelaporan keuangan lebih cenderung
kepada penggunaan fair value dibandingkan
dengan penggunaan historical cost (Mard et
al.2007, p.3). IFRS menggunakan konsep fair
value
dengan keunggulan bahwa laporan
keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar
pengambilan keputusan karena mencerminkan nilai
pasar yang sebenarnya. Berdasarkan uraian di atas,
makalah ini mencoba untuk menguraikan beberapa


hal yang berkaitan dengan evaluasi fair value
sebagai atribut pengukuran dalam akuntansi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun
rumusan masalah atau pokok bahasan dalam
penulisan ini adalah: bagaimanakah evaluasi fair
value sebagai atribut pengukuran dalam akuntansi.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah
untuk mengetahui bagaimanakah evaluasi fair
value sebagai atribut pengukuran dalam akuntansi.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Jenis-Jenis Atribut Pengukuran
Menurut FASB Concept Statement No.5,
terdapat lima jenis atribut pengukuran yang lazim
digunakan yaitu :
a. Historical cost (historical proceeds)
Properti, pabrik, dan peralatan dan sebagian
besar persediaan dilaporkan dengan biaya
historis, yang merupakan nilai kas, atau

ekuivalennya,
yang
dibayarkan
untuk
memperoleh sebuah asset, biasanya disesuaikan
setelah pemerolehan untuk amortisasi atau
alokasi yang lain. Kewajiban yang mencakup
kewajiban untuk menyediakan barang atau jasa
bagi pelanggan biasanya dilaporkan pada
historical proceeds, yang merupakan jumlah
kas, atau ekuivalennya, yang diterima saat
kewajiban terjadi dan bisa disesuaikan setelah
akuisisi untuk amortisasi dan alokasi yang lain.
b. Current Cost
Beberapa persediaan dilaporkan pada nilai
sekarang (replacement) cost, yang merupakan
jumlah kas, atau ekuivalennya, yang harus
dibayarkan bila beberapa atau sebuah asset
yang ekuivalen diperoleh saat ini.
c. Current Market Value

Beberapa investasi dalam sekuritas yang bisa
diperdagangkan dilaporkan pada nilai pasar saat
ini, yang merupakan jumlah kas, atau
ekuivalennya, yang dapat diperoleh dengan
menjual asset saat likuidasi. Nilai pasar
sekarang biasanya juga digunakan untuk asset
yang diharapkan dijual pada harga yang lebih
rendah dari nilai bawaan sebelumnya. Beberapa
kewajiban yang mencakup komoditas yang bisa
diperdagangkan dan sekuritas, misalnya,
kewajiban penulis opsi atau penjual saham
biasa tidak memiliki sekuritas atau komoditas

yang mendasari, dilaporkan pada nilai pasar
sekarang.
d. Net realizable (settlement) value
Piutang jangka pendek dan beberapa persediaan
dilaporkan pada nilai bersih yang bisa
direalisasikan, yang merupakan nilai kas yang
tidak terdiskonto, atau ekuivalennya, yang

mana sebuah asset diharapkan dikonversi
dalam nilai jatuh tempo dikurangi biaya
langsung, bila ada, penting untuk melakukan
konversi tersebut. Kewajiban yang meliputi
jumlah estimasian hutang uang pada tanggal
masa depan yang tidak diketahui, contohnya,
hutang dagang atau obligasi warranty, biasanya
dilaporkan pada nilai settlement nya, yang
merupakan nilai kas tidak terdiskonto, atau
ekuivalennya, yang diharapkan dibayarkan
untuk penyelesaian kewajiban pada saat jatuh
tempo bisnis, termasuk biaya langsung, bila
ada, yang perlu untuk melakukan pembayaran.
e. Present (or discounted) value of future cash
flows
Piutang jangka panjang dilaporkan pada nilai
sekarangnya (terdiskonto secara implisit atau
tingkat historis), yang merupakan tampilan atau
nilai terdiskonto atas cash inflow masa depan
saat sebuah asset dikonversi pada saat jatuh

tempo bisnis dikurangi nilai sekarang dari cash
outflow yang diperlukan untuk memperoleh
inflow. Hutang jangka panjang sama dilaporkan
pada nilai sekarang (terdiskonto secara implisit
atau tingkat historis), yang merupakan
penyajian atau nilai terdiskonto atas cash
outflow masa depan yang diharapkan diperoleh
untuk memenuhi kewajiba pada saat jatuh
tempo.
FASB
Concept
Statement
No.5
mencontohkan penggunaan historical cost untuk
beberapa item aktiva tetap dan kewajiban, current
cost untuk beberapa jenis persediaan, current
market value untuk surat-surat berharga, net
reliazable value untuk piutang usaha jangka
pendek dan beberapa jenis persediaan, serta
present (or discounted) value of future cash flows

untuk piutang jangka panjang (FASB 1984,
para.67). FASB Concept Statement No.5
mengizinkan penggunaan atribut pengukuran yang
berbeda-beda disesuaikan dengan kasus-kasus
yang terjadi (FASB 1984, para.70).
FASB
Concept
Statement
tidak
memberikan ketegasan mengenai pemilihan atribut
pengukuran. Dengan demikian penyusun laporan
keuangan diberikan kebebasan untuk memilih

atribut pengukuran yang sesuai dengan situasi
tertentu. Atribut pengukuran yang memiliki nilai
relevansi yang baik adalah dengan menggunakan
current value. Current cost (replacement cost)
merupakan atribut yang ideal untuk pengukuran
yang menghasilkan nilai relevan jika nilai pasarnya
tersedia, namun demikian untuk beberapa item
aktiva tetap seperti tanah, bangunan dan alat-alat
berat lainnya, nilai pasarnya tidak tersedia (Wolk
et al., 2008, p. 18).
2.2 Trade-Offs
Antara
Relevansi
Dan
Reliabilitas
Agar dapat diakui dalam laporan keuangan,
sebuah item harus memiliki atribut relevan yang
dapat diukur dalam unit moneter dengan dengan
reliabilitas yang memadai. Keterukuran harus
dipertimbangkan bersama-sama dengan relevansi
dan reliabilitas (FASB 1984, para. 65). Laporan
keuangan memiliki fungsi pertanggung jawaban
kepada pemilik dan memberikan informasi yang
berguna bagi investor, sehingga laporan keuangan
harus memperhatikan tingkat reliabilitas dan
relevansi. Kedua kriteria tersebut akan mengalami
trade-offs
jika digunakan secara bersamaan.
Dalam FASB 1980, para. 46-57, suatu informasi
dikatakan relevan jika :
a. Mempunyai kemampuan prediksi (predictive
value)
Yaitu informasi akuntansi memiliki
kemampuan untuk memprediksi outcome
masa lalu, saat ini, dan kejadian-kejadian
masa depan.
b. Mampu memberikan umpan balik (feedback
value)
Yaitu informasi akuntansi tersebut dapat
dikonfirmasi atau dikoreksi dari harapan
sebelumnya.
c. Tepat waktu (timeliness).
Yaitu informasi harus tersedia bagi para
pengambil keputusan sebelum kehilangan
kemampuannya mempengaruhi keputusan.
Sementara itu, menurut FASB 1980, para.
58-76, suatu informasi dapat dikatakan
mempunyai reliabilitas apabila:
a. Dapat diverifikasi (verifiable)
Yaitu tercapainya konsensus antara pengukur
ketika melakukan pengukuran maka hasil
pengukurannya akan sama dan bebas dari
kesalahan maupun bias.
b. Netral (neutrality)
Terkait dengan penyusunan dan penerapan
standar, dalam hal ini harus bebas dari bias.

c.

Memiliki
alat
ukur
yang
benar
(representational faithfulness).
Bahwa alat ukur yang digunakan untuk
mengukur harus benar.
Informasi dikatakan dapat diverifikasi
apabila memiliki tingkat konsensus yang baik
diantara berbagai pengukuran independen yang
dilakukan dengan metode pengukuran yang sama.
Ketepatan dalam penyajian merujuk pada
keyakinan bahwa proses penyusunan kebijakan
harus semata-mata dikaitkan dengan relevansi dan
reliabilitas dan tidak didasarkan atas dampak dari
standar atau peraturan yang mungkin ada dalam
kelompok pengguna tertentu atau perusahaan itu
sendiri. (Wolk et al. p.192).
Relevansi dan reliabilitas inilah yang
mempengaruhi bagaimana pengukuran dilakukan
dalam akuntansi. Tidak mungkin menyiapkan
laporan keuangan dengan tingkat reliablitas dan
relevansi secara penuh, karena konsekuensinya
akan terjadi trades-offs antara reliabilitas dengan
relevansi (FASB 1980, para. 42-45). Trades-offs
itu terjadi karena adanya perbedaan kepentingan
untuk tujuan pembuatan leporan keuangan. Tujuan
pembuatan laporan keuangan adalah diperuntukkan
pada investor dan kreditor dalam pengambilan
keputusan dan kepada pemilik sebagai dasar
pertanggungjawaban.
Dalam pengambilan keputusan untuk
investor, lebih baik menggunakan fair value karena
lebih relevan dan untuk pertanggungjawaban
menggunakan historical cost karena lebih reliabel.
Dalam proses auditing, akuntan publik yang
melakukan audit akan memberikan perhatian yang
lebih pada penggunaan historical cost, karena
didasari oleh dokumen-dokumen yang dapat
ditelusuri, namun angka-angkanya mungkin tidak
relevan. Jika informasi yang disampaikan di dalam
laporan keuangan memiliki karaktersitik kualitatif
reliabilitas yang tinggi, maka informasi tersebut
memiliki kecenderungan untuk mengabaikan
karakteristik informasi lainnya yaitu relevansi.
Demikian pula sebaliknya pilihan atas relevansi
yang tinggi dalam laporan keuangan cenderung
akan mengabaikan reliabilitas angka-angka yang
ada dalam laporan keuangan tersebut.
2.3 Pemilihan Atribut Pengukuran Dalam
Akuntansi
Pemilihan atribut pengukuran akan
berdampak pada informasi yang disajikan di dalam
pelaporan keuangan. Informasi yang disajikan
harus dapat mempengaruhi pengambilan keputusan

dari pengguna laporan keuangan. Pengukuran
didefinsikan sebagai pendekatan angka-angka
sebagai atribut atau property atas objek yang
diukur (Wolk et al., 2008, p.6.). Dari pengertian
tersebut, jika dihubungkan dengan siklus
akuntansi,
pengukuran
merupakan
proses
pemberian nilai atau angka terhadap suatu kejadian
(event) ekonomi yang dilakukan oleh suatu entitas.
Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa
besar kejadian tersebut memiliki pengaruh
terhadap posisi keuangan entitas tersebut.
Proses pengukuran memang terlihat
sebagai suatu aktivitas yang mudah dilakukan
karena hanya berkaitan dengan pelekatan angkaangka nominal yang disajikan dalam satuan
moneter. Namun demikian, kesalahan atau
ketidaktepatan dalam pengukuran suatu kejadian
ekonomis akan berdampak besar bagi proses
penyajian dan pemanfaatan informasi keuangan di
dalam akuntansi. Oleh karena itu pengukuran
merupakan suatu aktivitas inti dalam akuntansi.
Pengukuran telah menjadi tema sentral di
dalam akuntansi. Disamping itu aktivitas ini juga
telah menimbulkan perdebatan yang panjang, baik
dalam tataran praktis maupun teoritis. Wolk et al
(2008, p.12) menyatakan bahwa selama bertahuntahun, perdebatan di dalam akuntansi terpusat
kepada isu mengenai penilaian atau pengukuran
akun-akun yang ada di dalam neraca dan laporan
laba rugi. Hal ini dapat dipahami karena laporan
keuangan tersebut mempresentasikan penyajian
informasi keuangan mengenai suatu entitas.
Perbedaan dalam penetapan angka-angka moneter
yang ada di dalam laporan keuangan tersebut jelas
akan mempengaruhi bagaimana informasi tersebut
akan dipergunakan dan dimanfaatkan dalam
pengambilan keputusan.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian
studi literatur dengan mencari referensi teori yang
relefan dengan kasus atau permasalahan yang
ditemukan.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah data primer dengan
melakukan obervasi dan data sekunder yaitu data
yang diperoleh dari jurnal, buku dokumentasi, dan
internet.

3.2.1 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode untuk
mencari dokumen atau data-data yang dianggap
penting melalui artikel koran/majalah, jurnal,
pustaka, brosur, buku dokumentasi serta melalui
media elektronik yaitu internet, yang ada kaitannya
dengan diterapkannya penelitian ini.
3.2.2 Studi Literatur
Studi literatur adalah cara yang dipakai
untuk menghimpun data-data atau sumber-sumber
yang berhubungan dengan topik yang diangkat
dalam suatu penelitian. Studi literatur bisa didapat
dari berbagai sumber, jurnal, buku dokumentasi,
internet dan pustaka.
3.3 Metode Analisis Data
Data-data yang sudah diperoleh kemudian
dianalisis dengan metode analisis deskriptif.
Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara
mendepenelitiankan fakta-fakta yang kemudian
disusul dengan analisis, tidak semata-mata
menguraikan, melainkan juga memberikan
pemahaman dan penjelasan secukupnya.

4. PEMBAHASAN
4.1 Pengukuran Dengan Menggunakan Fair
Value
4.1.1Definisi Fair Value
Berdasarkan FASB Concept Statement
No.7 dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fair
value adalah harga yang akan di terima dalam
penjualan asset atau pembayaran untuk
mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata
antara partisipan di pasar dan tanggal pengukuran
(FASB 2000). Sedangkan definisi Fair value
menurut SFAS 157 dalam Wolk et al (2008,
p.471) adalah harga yang akan diterima untuk
menjual asset atau yang akan dibayarkan untuk
mentransfer liability dalam transaksi antar pelaku
pasar pada saat tanggal pengukuran pada nilai
tertinggi dan terbaik dari asset tersebut dan harga
terendah untuk liability. Dengan asumsi : pelaku
pasar independen, mempunyai pengetahuan yang
cukup, mampu dan bersedia bertransaksi.
4.1.2 Sejarah Penggunaan Fair Value
Negara yang pertama kali mengenalkan
konsep fair value adalah Australia, Inggris dan
Negara-negara bekas jajahan Inggris. Konsep ini
pertama kali digunakan untuk menghitung
biological assets
di lingkungan perusahaan
perkebunan dan peternakan. Pertimbangannya

sederhana, aset dan bidang usaha perusahaan
tersebut adalah makhluk hidup yang terus
berkembang biak. Jika perusahaan tersebut dinilai
dengan nilai buku, tentu tidak fair karena tidak
mencerminkan niali ekonomi yang sebenarnya.
Kemudian ditemukan konsep penghitungan baru
yang dikenal sebagai fair value. Konsep ini
kemudian diadopsi ke dalam standar akuntansi
internasional dan diberlakukan pertama kali pada
tahun 2003 untuk menilai asset biologis di sektor
agri. Sejak saat itulah semua public di Eropa
menggunakan fair value untuk menyusun laporan
keuangannya. Para pendukung fair value
accounting
percaya bahwa akuntansi yang
memakai nilai wajar akan lebih relevan untuk para
pengguna laporan keuangan daripada memakai
biaya historis.
4.1.3 Hierarki Penentuan Harga Fair Value
SFAS 157 dalam Wolk et al (2008, p.473)
menyatakan penentuan fair value mengacu pada
hierarki sebagai berikut :
a. Level 1
Harga adalah kuotasi harga dalam pasar aktif
untuk asset/ liabilities yang identik
b. Level 2
Harga adalah kuotasi harga untuk asset dan
liabilities yang mirip dalam pasar yang aktif.
Karena mereka hanya mirip dan bukan identik.
Maka mereka berada dalam posisi level 1.
Dapat pula merupakan asset atau liabilities yang
identik dan mirip dalam pasar yang relatif tidak
aktif.
c. Level 3
Inputnya diturunkan dalam situasi dimana
kativitas pasarnya hanya sedikit. Inputnya
disebut unobservable inputs.
Mengidentifikasi penentuan apakah suatu
pasar aktif atau tidak aktif menurut Widjaja
Tunggal ( 2009: 54-55) adalah krusial dan tidak
mudah, pasar mungkin aktif untuk instrument
tertentu dan tidak aktif untuk instrumen lainnya,
keberadaan willing sellers and willing buyers
kadang tidak cukup untuk menjustifikasi suatu
pasar itu aktif dan harga yang terbentuk dalam
forced transactions, forced liquidation, atau
distressed sales mungkin tidak mencerminkan fair
value. Ada beberapa indikasi pasar tidak aktif yaitu
:
a. Peningkatan yang signifikan selisih ask price
dan bid price
b. Pihak yang melakukan bidding jumlahnya
relatif kecil

c. Adanya volalitas harga pasar yang signifikan
d. Jumlah efek yang ditransaksikan relatif kecil
dibandingkan jumlah efek yang beredar
e. Penurunan signifikan atas volume dan level
aktivitas perdagangan
Sedangkan jika pasar untuk instrumen
keuangan tidak aktif, maka menggunakan teknik
penilaian yang mencakup:
a. Penggunaan transaksi-transaksi pasar yang
terkini antara pihak-pihak yang mengerti,
berkeinginan dan jika tersedia
b. Referensi atas fair value terkini dari instrumen
lain yang secara substansial sama
c. Analisis arus kas yang didoskontokan
(discounted cash flow analysis)
d. Model penetapan harga opsi (option pricing
model)
Penilaian
fair value tidak hanya
perusahaan yang bergerak di jasa keuangan tetapi

juga di sektor riil yang juga banyak menggunakan
instrumen keuangan dan yang perlu dinilai melalui
fair value tidak hanya mencakup asset dan
instrumen keuangan lainnya, melainkan juga
kewajiban suatu perusahaan. Penerapan fair value
relatif mudah untuk asset yang memiliki harga
pasar yang observable di pasar yang aktif.
Sedangkan penerapan untuk asset yang tidak
memiliki pasar yang aktif membutuhkan keahlian
penilaian data properti, investasi dalam surat
berharga atau instrumen keuangan pada umumnya.
Pada pasar aktif, penentuan fair value mudah
dilakukan yaitu dengan kuotasi harga di pasar. Jika
pasar tidak aktif, penentuan fair value dapat
dilakukan sesuai dengan hirarki fair value. Sebagai
penjelasan tambahan berikut adalah diagram
hierarki fair value menurut SFAS 157 dalam
Widjaja Tunggal ( 2009: 109).

Unobservable
inputs that reflect
management’s
own assumption
about the
assumptions
market
participants
would make

Level 3

Level 2

Level 1

Directly or indirectly observable prices in
active market for similar assets or
liabilities; quoted prices for identical or
similar items in markets that are not active;
inputs other than quoted prices ( e.g.
interest rates, yield curves, credit risks,
volatilities) ; or “market corroborated
inputs”

Quoted prices in active markets that the reporting entity has the
ability to access at the reporting, for identical assets or liabilities.
Prices are not adjusted for the effects, if any, of the reporting entity
holding a large block relative to the overall trading volume (referred
to as a “blockage factor”)

Sumber : Widjaja Tunggal ( 2009: 63)

Gambar 4.1
Hierary Of fair Value Input
4.1.4 Pertimbangan Pengukuran Dalam fair
value
Menurut SFAS 157 dalam Wolk et al
(2008, p.472) membedakan 2 kategori sebagai
pertimbangan dalam pengukuran fair value yaitu :
in-use dan in-exchange. In-use mengacu pada

assset yang digunakan dalam kombinasi dengan
asset lainnya oleh pembeli. In-exchange mengacu
pada asset yang digunakan secara terpisah atau
berdiri sendiri oleh pembeli terkait dengan
liabilities biaya terendah untuk melunasi liability
adalah yang merupakan penggunaan terbaik dan

tertinggi dari asset. Pada umumnya fair value
dipakai untuk asset dan liabilities yang spesifik,
tapi sebenarnya dapat juga dipakai untuk asset
yang lebih luas. Seperti : bisnis yang dimulai oleh
entitas yang membuat laporan keuangan.
Terdapat 3 teknik dalam in-exchange
maupun in-use asset / liabilities :
1. Pendekatan pasar
Meliputi penentuan harga sekarang untuk asset
dan liabilities yang identik atau paling tidak
dapat diperbandingkan.
2. Pendekatan income
Menggunakan earnings atau cash flow masa
depan yang didiskontokan menjadi harga jual
simulasi. Teknik pengukuran lainnya yang
sifatnya lebih tidak langsung dalam pendekatan
income ini meliputi : model black-scholes dan
model black-scholes dan model binomial, biasa
disebut dengan mark-to-models.
3. Pendekatan biaya
Meliputi penentuan current-cost dalam
menggantikan kapasitas jasa suatu asset. Ini
adalah replacement cost atau entity value dan
bukan exit price.
Teknik-teknik
penilaian
ini
harus
diterapkan secara konsisten. Perubahan dapat
dibuat jika ada pasar baru atau muncul faktorfaktor lain yang memerlukan ukuran fairvalue yang
lebih representatif.
4.1.5 Keunggulan dan Kelemahan fair value
Ada beberapa keunggulan dari fair value
menurut Widjaja Tunggal ( 2009: 63), yaitu :
a. Laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk
dasar pengambilan keputusan
b. Meningkatkan
keterbandingan
laporan
keuangan
c. Informasi lebih dekat dengan apa yang
diinginkan oleh pemakai laporan keuangan
Sedangkan kelemahan fair value menurut
Widjaja Tunggal ( 2009: 64) mencakup
a. Penerapan secara intensif terhadap fair value
accounting dianggap dapat bersimpangan
dengan paradigma “going concern”
b. Informasi perubahan nilai wajar atas suatu asset
keuangan akan memberikan perspektif ekonomi
yang bermanfaat, namun perlu dimaknai secara
berhati-hati.
c. Bagaimana memperoleh nilai wajar untuk suatu
instrument keuangan yang tidak memiliki nilai
wajar dan sejauh mana nilai wajar dapat
diandalkan

4.1.6 Penerapan Fair Value
Pengukuran dengan menggunakan atribut
fair value memerlukan perhatian serius dari
penyusun standar akuntansi, terutama dalam
menciptakan konvergensi antara dua rerangka
konseptual dan standar akuntansi yang saat ini
banyak menjadi acuan yaitu dikeluarkan oleh
FASB dan IASB. Para pembuat standar harus
dapat menciptakan suatu instrumen yang jelas agar
fair value dapat diukur secara lebih andal, dapat
diaudit dan dapat diverifikasi sehingga dapat
bermanfaat bagi pengguna pelaporan keuangan dan
terhindar dari penyalahgunaan serta dampak dari
penggunaan fair value yang tidak semestinya.
Dalam dunia bisnis saat ini, apa yang
tercantum dalam neraca tidak sepenuhnya
menggambarkan niali suatu perusahaan, sehingga
hal ini akan mempengaruhi penilaian suatu
perusahaan dan pengambilan keputusan bagi
pengguna pelaporan keuangan. Oleh karena itu
menurut Blommaert (dalam Verhoog 2003, p. 31)
penggunaan
atribut
pengukuran
dengan
menggunakan
fair value adalah tindakan yang
paling memungkinkan. Penyusunan standar
akuntansi saat ini secara jelas lebih mengarah
kepada penggunaan fair value accounting.
Penggunaan fair value accounting akan
mendorong mekanisme pelaporan keuangan yang
lebih relevan. Fair value juga dapat mendorong
terciptanya fluktuasi yang signifikan terhadap
dampak keuangan dari waktu ke waktu (Verhoog
2003, p.2).
(Gassen & Schwedler, 2009) menemukan
bahwa terdapat pemahaman yang berbeda-beda
mengenai fair value. Fair value yang didasarkan
atas harga pasar (mark to market) lebih bernilai
dan memiliki decision usefulness lebih tinggi
dibandingkan dengan fair value yang didasarkan
atas penilaian (mark to model). (Gassen &
Schwedler, 2009) juga menemukan bahwa fair
value yang berdasarkan harga pasar memiliki
decision usefulness yang tinggi untuk asset-aset
lancar dan non operasional, dan untuk asset tidak
lancer serta asset-aset yang digunakan untuk
kegiatan operasional, tidak ada perbedaan yang
signifikan dari sisi decision usefulness baik yang
menggunakan
historical
cost
maupun
menggunakan market based fair value.
Pernyataan yang jelas dalam rerangka
konseptual juga diperlukan terutama rekomendasi
penggunaan fair value untuk item-item tertentu,
seperti asset-aset atau kewajiban yang digunakan
untuk meraih keuntungan jangka pendek (short-

term trading profit). Pengungkapan (disclousure)
mengenai penggunaan fair value juga perlu diatur
secara lebih ketat untuk menghindari bias dan
penyalahgunaan manajemen dalam melakukan
estimasi, khususnya untuk item-item yang diukur
dengan fair value namun current market value-nya
tidak tersedia.
Ada beberapa biaya yang perlu
diperhatikan terkait dengan penerapan fair value
accounting menurut Widjaja Tunggal ( 2009: 71)
yaitu :
a. Jenis transaksi dan besaran akun yang ada di
perusahaan
b. Kompetensi dari SDM
c. Kecanggihan teknologi informasi
d. Program yang diinginkan
e. Jumlah user yang harus memakai dan
menerapkan fair value accounting
f. Biaya konsultasi jika menggunakan konsultan
Selain memperhatikan biaya, ada beberapa
hal yang perlu disajikan perusahaan yang akan
menerapkan fair value menurut Widjaja Tunggal (
2009: 71-72) yaitu :
a. Perusahaan harus berusaha memahami dan
mendalami fair value accounting itu sendiri.
b. Perusahaan seharusnya menyiapkan analisis
jarak (gap analysis) untuk memahami apa yang
harus dilakukan dalam penerapan fair value.
c. Perusahaan harus menyusun sistem informasi
yang mengakomodasi standar baru yang sudah
menerapkan fair value.
d. Perusahaan memperbaiki sistem teknologi
informasi untuk mengakomodasi permintaan
dalam penerapan fair value
e. Perusahaan melakukan uji coba dengan parallel
run sampai diperoleh keyakinan bahwa sistem
yang baru siap untuk go live.
Agar dapat meyakinkan keberhasilannya,
perusahaan harus mendapat dukungan penuh dari
manajemen puncak dan dapat mempertimbangkan
penggunaan jasa konsultan untuk membantu.
4.2 Pengukuran
Dengan
Menggunakan
Historical Cost
Walaupun ada banyak yang berpendapat
bahwa penggunaan historical cost dianggap sudah
tidak relevan, namun ada juga pendapat yang
mengasumsikan
bahwa
penyajian
laporan
keuangan dengan menggunakan historical cost
masih relatif reliabel karena biaya pada aktiva atau
kewajiban perusahaan masih objektif untuk
estimasi. Untuk dapat melihat sisi lain dari

historical cost berikut disajikan keuntungan
sekaligus kerugian penggunaan historical cost
Beberapa keuntungan dari pengukuran
historical cost adalah :
1. Secara langsung menghasilkan dan tidak
memerlukan acuan market value
2. Tidak mencatat revaluasi gains sampai
terjadinya realisasi
3. Secara luas dapat mudah dipahami
Sedangkan kerugian dari pengukuran
historical cost diantaranya:
a. Tidak memberi indikasi tentang current value
asset dari suatu bisnis
b. Tidak mencatat opportunity cost
dari
penggunaan asset yang lebih lama
c. Sebagian hak milik dicatat pada nilai yang
terjadi pada beberapa tahun yang lalu dan tidak
mampu mengukur hilangnya nilai aktiva
sebagai hasil inflasi.
Kelemahan lain dari penyajian dengan
historical cost adalah tidak mampu melakukan
prediksi terhadap kemempuan perusahaan dalam
memanfaatkan peluang dan bereaksi dalam situasi
yang merugikan (Tenaya, 2006).
5. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Atribut pengukuran yang paling memungkinkan
untuk memberikan informasi yang relevan
adalah fair value . Perkembangan terkini dari
mekanisme pengukuran di dalam pelaporan
keuangan lebih diarahkan kepada penggunaan
fair value dibandingkan dengan penggunaan
historical cost. Penggunaan fair value
accounting akan mendorong mekanisme
pelaporan keuangan yang lebih relevan. Fair
value juga dapat mendorong terciptanya
fluktuasi yang signifikan terhadap dampak
keuangan dari waktu ke waktu.
2. Walaupun akan terjadi trade-off antara
keandalan (reliability) dan relevansi laporan
keuangan karena historical cost dinilai lebih
memberikan keandalan, namun trend ke masa
depan, akuntansi akan semakin condong
menuju pemakaian fair value. Sedianya apabila
seluruh negara di dunia ini memakai IFRS,
maka semua bisnis di dunia berbicara di dalam
bahasa yang sama. Kelak tidak ada lagi
perusahaan yang repot jika harus listing di pasar
modal Negara lain karena harus menyesuaikan
laporan keuangannya dengan standar akuntansi
setempat.

DAFTAR PUSTAKA
Alfred M.King, 2008. Executives Guide To Fair
Value, Profiting From New Valuation
Rules, John Wiley & Sons, Inc.
Anonim. 2009. Mengenal dan Menyikapi Proses
dan Hasil Harmonisasi Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) vs IFRS.
Choi, F, C.A. Frost, and G.K. Meek. 2002.
International Accounting. Fourth Edition.
Prentice Hall.
FASB (Financial Accounting Standards Board).
1980. Statement of Financial Accounting
Concepts No.2, Qualitative Characteristics
of Accounting Information.
http://www.fasb.org/jsp/FASB/Page/Sectio
nPage&cid=1176156317989
[diakses tanggal 5 November 2009]
FASB (Financial Accounting Standards Board).
1984. Statement of Financial Accounting
Concepts No.5, Recognition and
Measurement in Financial Statements of
Business Enterprises.
http://www.fasb.org/jsp/FASB/Page/Sectio
nPage&cid=1176156317989 [diakses
tanggal 11 November 2009]
FASB (Financial Accounting Standards Board).
2000. Statement of Financial Accounting
Concepts No.7, Using Cash Flow
Informationand present value in
Accounting Measurements.
http://www.fasb.org/jsp/FASB/Page/Sectio
nPage&cid=1176156317989 [diakses
tanggal 5 November 2009]
Gassen, Joachim &b Kristina Schwedler. 2009.
The Decision Usefullness of Financial

Accounting Measurement Concepts :
Evidence from an Online Survey of
Professional Investors and Their Advisors.
http://ssrn.com/abstract=1351391
[diakses tanggal 2 November 2009]
Insttitut Akuntan Publik Indonesia, Seminar
Nasional
IAPI
2009.
Kontroversi
Penerapan Konsep Fair Value Acoounting
(Termasuk Mark-To-market) Pada Kondisi
Krisis Keuangan Global, Hotel Mulia
Jakarta.
Mard, Michael J., et al.2007. Valuation for
Financial Reporting 2nd Edition. New
Jersey : John Wiley & Sons, Inc.
http://eifrs.iasb.org/eifrs/bnstandards/en/fra
mework.pdf
[diakses tanggal 12 November 2009]
Sparta. 2009. Nasib Historical Cost Kini Dalam
Pengukuran Akuntansi.
Tenaya, Agus Indra. 2006. Decision Usefullness :
Trade-Off
antara
Relevansi
dan
Reliabilitas. Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana.
Verhoog, Willem. 2003. Is Fair Value Fair?
Financial Reporting from an International
perspective. England : John Wiley & Sons
Ltd, pp.1-4
Widjaja Tunggal, Amin. 2009. Akuntansi Nilai
Wajar
(Fair
Value
Accounting).Harvarindo, Jakarta.
Wolk, Dodd, and Roziscki. 2008. Accounting
Theory : Conceptual Issues in a Political
and Economic Environment 7th edition.
USA : Sage Publication, Inc.