Keadaan Ekonomi dan Taraf Hidup Masyarak

1.2 Keadaan Ekonomi dan Taraf Hidup Masyarakat
Pada masa periode 1959-1965 pemerintahan Presiden Soekarno menerapkan Sistem
Ekonomi Terpimpin dan berusaha menciptakan suasana yang demokratis dan bebas imperialise.
Situasi dalam negeri Indonesia saat itu telah membuat buruknya ekonomi nasional. Pada masa
itu, dana-dana yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat, di
gunakan untuk "Dana Revolusi" dan "Proyek Mercusuar", sehingga menimblukan inflasi yang
tinggi.
Perekonomian memang telah sampai pada keadaan yang menuntut perhatian penuh
pemerintah. Produksi sangat merosok disemua bidang, kecuali dalam bidang
perminyakan. Jaringan komunikasi sedang mendekati keambrukan dengan jalan raya
dan kereta api dalam keadaan terlantar, dan pelabuhan penuh dengan lumpur.1
Pada tanggal 15 Agustus 1959 dibentuk Dewan Perencanaan Nasional (Depernas), dan
berhasil menyusun rancangan dasar Undang-undang Pembangunan. Tahun 1962 dalam
mengatasi kemerosotan ekonomi, pemerintah telah membentuk Komando Tertinggi Operasi
Ekonomi. Pada tahun 1963 Depernas diganti dengan Badan Perancang Pembangunan Nasional
(Bappenas). Akan tetapi dengan besarnya pengeluaran anggaran belanja dari pada penerimaan,
menyebabkan terjadinya inflasi, serta banyaknya uang yang beredar sehingga nilai rupiah
merosot.
Kebijakan pemerintah belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Keadaan ini
disebabkan oleh karena pemerintah tidak dapat menahan keinginannya (ambisi dan nafsu
Presiden Soekarno) dalam menyelesaikan "Proyek Mercusuar", sehingga pemerintah dengan

sukarela untuk mengeluarkan dana yang besar.2
Politik Mercusuar adalah politik yang dijalankan oleh Presiden Soekarno pada masa
demokrasi terpimpin yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai mercusuar yang dapat
menerangi jalan bagi New Emerging Forces (kekuatan baru yang sedang tumbuh) di dunia.
Proyek-proyek besar dan spektakuler pun diselenggarakan dengan harapan dapat menempatkan
1 Ulf Sundhaussen (1982:395) dimuat oleh Kris Sri Dantas dalam skripsinya, 1992:21.
2 Ganefo adalah sebuah proyek mercusuar Bung Karno yang melombakan berbagai olah raga yang pesertanya
berasal dari gerakan Negara Non Blok. Seiring dengan itu, nama stadion di kawasan Senayan dikenal sebagai
Stadion Ganefo. Di situlah Presiden Soekarno beberapa kali berpidato membangkitkan nasionalisme rakyat. Dan
saat ini menjadi Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Indonesia pada kedudukan terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan
biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah, di antaranya pembangunan jalan-jalan, hotelhotel mewah, toko serba ada "Sarinah", Jembatan Semanggi, Tugu Monas, dan
diselenggarakannya Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang membutuhkan
pembangunan Gelanggang Olahraga (Gelora) Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Politik Mercusuar ini mendapat kecaman dari berbagai kalangan yang menganggapnya
sebagai pemborosan uang negara. Tetapi, Presiden Soekarno menyikapi kecaman tersebut
dengan mengatakan:3
Banyak orang memiliki wawasan picik dengan mentalitas warung kelontong
menghitung-hitung pengeluaran itu dan menuduhku menghambur-hamburkan uang

rakyat. Ini semua bukan untuk keagunganku, tapi agar bangsaku dihargai oleh seluruh
dunia. Seluruh negeriku membeku ketika mendengar Asian Games 1962 akan
diselenggarakan di Ibukotanya. Kami lalu mendirikan stadion dengan atap melingkar
yang tak ada duanya di dunia. Kota-kota di mancanegara memiliki stadion yang lebih
besar, tapi tak ada yang memiliki atap melingkar. Ya, memberantas kelaparan memang
penting, tetapi memberi jiwa mereka yang tertindas dengan sesuatu yang dapat
membangkitkan kebanggaan – ini juga penting.
Menurut penulis bahwa ketika harga barang-barang pokok naik maka, kehidupan rakyat
kecil akan semakin sulit, itul hukum klasik yang ada di bangsa ini. Bahwa kenaikan barangbarang pokok sejalan dengan semakin sulit lagi kehidupan rakyat. Selain "Proyek mercusuar"
dan "Dana Revolusi" yang penulis sebutkan diawal tadi yang membuat besarnya pengeluaran
dan terkurasnya kas negara sehingga membuat perekonomian Indonesia semakin memburuk.
Citra perkasa dan hebat Presiden Soekarno telah dibalik. Presiden Soekarno ternyata
seorang tamak yang punya selera hidup mewah dan mengambil uang dari kas negara
secara tak terbatas; karena ia hati-hati maka ia "menumpuk kekayaan di luar negeri".
Penyelewengan –penyelewengan Presiden Soekarno amat sering diungkapkan dengan
didukung oleh angka-angka. Koran Mahasiswa Indonesia malah menerbitkan sebuah
daftar terperinci.4 Tentang uang yang diselewengkan oleh Presiden Soekarno dan
ditempatkan di luar negeri "rekening bank dalam dollar, rupiah, yen, atau dalam bentuk
3 Dalam biografinya "Bung Karno Penyambung Lidah Rakjat Indonesia" , yang ditulis oleh Cindy Adams.


permata maupun emas". Kekayaan itu datang dari "Dana Revolusi", "Biaya Khusus",
dan lain-lain.5
Mengenai keadaan ekonomi dan taraf hidup masyarakat Indonesia saat Demokrasi
Terpimpim bahwa:6
Kekacauan dan kemerosotan ekonomi dirasakan oleh rakyat Indonesia pada masa
Demokrasi Terpimpin menyebabkan taraf hidup sebagian besar dari mereka sangat
memprihatinkan. Pemerintah seolah-olah tidak mengetahuinya. Mereka sedang terlena
dengan mimpi-mimpi indah dari proyek mercusuar, untuk menjadikan Jakarta sebagai
kota yang indah dan megah. Jakarta dipercantik dengan proyek-proyek mercusuar.
Ekonomi diatur tanpa menghiraukan pengawasan efektif dari DPR (melalui budget dan
perundang-undangan) sedangkan hukum-hukum ekonomi tidak dipercaya. Sarjanasarjana dituduh textbook thinking, prinsip anggaran belanja berimbang tidak pernah
dijalankan, begitu juga prinsip keseimbangan antara eksport dan import, antar arus
barang dan uang, antara persediaan dan kesempatan kerja dengan pertambahan
penduduk.
Berbagai kritikan terhadap pemerintah tidak membuat Presiden Soekarno terganggu
bahkan membalas kritikan tersebut dengan hukuman dari Presiden Soekarno. Satu diantaranya
pengkritik tersebut adalah Menteri Soemitro Djojohadikoesoemo yang merupakan Begawan
Ekonomi Indonesia terpaksa mengungsi ke luar negeri akibat kritikannya terhadap Presiden
Soekarno. Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo mengkritik keterbelakangan dan tidak rasionalnya
sikap politik Presiden Soekarno yang amat bertolak belakang dengan gagasan-gagasan modern

yang dimiliki para oposisi yang dibuat menuruti model dari Dunia Barat, khususnya bidang
ekonomi.7
4 Disusun oleh Imron Rosjadi, anggota MPRS, bekas Ketua Ansor, dalam "Angka Berbicara: Uang Rakyat yang
Diselewengkan Presiden Soekarno", Mahasiswa Indonesia, no.39, Maret 1967.

5 Francois Raillon, 1989:140-141.
6 Genis Harsono (1989:175) seperti dikutip oleh Kris Sri Danta dalam Skripsinya, 1992:22.
7 Ketika Presiden Soeharto berhasil menggantikan kekuasaan Presiden Soekarno maka dimulai lah pintu investasi
asing masuk ke Indonesia yang sebelumnya di tutup ketat oleh Presiden Soekarno. Pada tahun 1967 (satu tahun
setelah berkuasanya Presiden Soeharto) dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1967 mulailah masuk perusahaanperusahaan multinasional ke Indonesia sampai pada Juli 1989 berdasarkan laporan BKPM investasi asing masuk ke
Indonesia yang disetujui pemerintah sebesar US $ 15.066 juta, (Swastha, Basu dan Ibnu Sukotjo, 1998. Pengantar

Presiden Soekarno menjawab kritikan tersebut dengan mengatakan:8
Biarlah mereka mengkritik, karena bagaimanapun saya tidak membangun Jakarta untuk
orang-orang gila katanya, bila putra-putri Indonesia yang muda itu satu kali berhasil
menyelesaikan pembangunan gedung-gedung pencakar langit…maka mereka akan
membusungkan dada, merasa percaya akan diri sendiri dan puas.
Kenyataannya

yang


tidak

bisa

ditolak

oleh

Presiden

Soekarno

dan

pemerintahannya bahwa perekonomian dan taraf hidup masyarakat Indonesia periode
1966-1968 mengalami porak-poranda dengan statistik sebagai berikut:9
1. Ketidakmampuan memenuhi kewajiban utang luarnegeri sebesar lebih dari US$ 2
miliar.
2. Penerimaan ekspor yang hanya setengah dari pengeluaran untuk impor barang dan

jasa.
3. Ketidakberdayaan mengendalikan anggaran belanja dan memungut pajak.
4. Laju inflasi secepat 30-50 persen perbulan.
5. Buruknya kondisi prasarana perekonomian serta penurunan kapasitas produktif
sektor industri dan ekspor.

Bisnis Modern edisi ketiga. Yogyakarta:Liberty. Hal 43-44.

8Ganis Harsono, 1989:176 seperti dikutip oleh Kris Sri Danta dalam Skripsinya, 1992:23.
9Dumairy. 1996. Perkonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Hal. 3.