Analisis Kemandirian Daerah SUBOSUKAWONO. pdf
ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN
DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI
DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*
Koko Andriyanto, Hamdan Majid, Hanggoro Kurniawan, Arif Rahman Hakim
Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemandirian daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah otonomi
daerah. Data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi data realisasi
penjabaran anggaran pendapatan dan belanja Pemerintah Daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN,
data
gambaran
umum
daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN dalam angka, dan data Produk Domestik Regional
Bruto. Alat analisisnya dibagi menjadi dua yaitu analisis deskriptif dan analisis
kuantitatif. Analisis deskriptif meliputi pertumbuhan PAD dan pertumbuhan
ekonomi. Analisis kuantitatif meliputi derajat desentralisasi fiskal, kemandirian
daerah dengan pola hubungan, rasio aktivitas pembangunan daerah, dan indeks
kesiapan otonomi daerah.
Berdasarkan analisis deskriptif meningkatnya pertumbuhan PAD tidak
diiringi dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada analisis
kuantitatif terlihat bahwa daerah Kabupaten SUBOSUKAWONOSRATEN belum
mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki sehingga memiliki ketergantungan
yang tinggi terhadap Pemerintah Pusat.
Saran yang diberikan dalam penelitian ini antara lain Pemerintah Daerah
Kabupaten SUBOSUKAWONOSRATEN perlu menggali potensi yang dimiliki
guna memompa pendapatan asli daerah, melakukan peninjauan kembali atas
pengurangan bantuan maupun sumbangan, dan diperlukan penghematan atas
alokasi belanja rutin maupun pembangunan.
Kata Kunci: Otonomi Daerah, Kemandirian Daerah Pola Hubungan, DDF,
RAPD, dan IKOD
*Penelitian ini didanai oleh HIBAH DIPA UNS TH. 2007
I. PENDAHULUAN
Sejak digulirkan dan diberlakukan peraturan perundangan dan produk hukum
mengenai pelaksanaan pemerintahan daerah kearah otonomi daerah, telah
memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada
pemerintah daerah secara proporsional untuk mengatur, membagi, dan
memanfaatkan sumberdaya nasional, serta aspek Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah. Hal itu terlihat semakin nyata dengan digulirkannya dua produk
perundangan yang baru yaitu UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
2
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
dan Daerah yang merupakan penganti UU No. 22/Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam kedua
undang-undang tersebut terdapat pengambil alihan sejumlah wewenang dan
tanggung jawab pemerintah pusat dalam mengelola dan melaksanakan
pembangunan daerah sebagai integral dari pembangunan nasional. Hal ini
ditujukan untuk peningkatan kualitas dan pengoptimalan penyelenggaraan
pemerintahan serta pelayanan kepada masyarakat.
Dengan diberlakukannya kedua perundangan tersebut telah menempatkan
pemerintah daerah sebagai ujung tombak implementasi ekonomi. Konsekuensinya
pemerintah daerah harus mampu melaksanakan hakekat semangat otonomi yang
tercermin dalam pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Agar implementasi
otonomi daerah dapat berhasil dengan baik paling tidak ada lima strategi yang
harus diperhatikan ( Abdul Halim, 2001 ), yaitu: (i) Self Regular Power, dalam
arti kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah demi kepentingan
masyarkat didaerahnya; (ii) Self Modifying Power, berupa kemampuan
menyesuaikan terhadap peraturan yang telah ditetapkan secara nasional sesuai
dengan komdisi daerah ternmasuk terobosan inovasi kearah kemajuan dalam
menyikapi potensi daerah; (iii) Creating Local Political Support, dalam arti
penyelenggaraan pemerintah daerah yang mempunyai legitimasi kuat dari
masyarakatnya, baik pada posisi kepala daerah sebagai eksekutif maupun DPRD
sebagai pemegang kekuasaan legislatif; (iv) Managing Financial Resources,
dalam arti mampu mengembangkan kompetensi dalam mengelola secara optimal
sumber
penghasilan
keuangan
guna
membiayai
aktivitas
pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan masyarakat; serta (v) Developing Brain Power,
dalam arti membangun sumber daya manusia yang handal dan selalu bertumpu
pada kapabilitas menyelesaikan masalah.
Program otonomi daerah sebagai cermin dari kemandirian merupakan
penyerahan wewenang Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
3
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundangan yang berlaku. Hal ini
memberikan peluang yang cukup besar bagi Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan kinerja penggunaan semua sumberdaya yang dimilikinya, dengan
kepemilikan wewenang yang lebih besar dalam penentuan kebijakan didaerah.
Pembangunan ekonomi daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya
yang dimiliki untuk menciptakan lapangan usaha baru dan merangsang kegiatan
ekonomi dalam daerah tersebut ( Lincolin Arsyad, 1999 ). Akan tetapi masalah
pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada penekanan kebijakankebijakan yang didasarkan pada kekhasan yang dimiliki oleh suatu daerah.
Berdasarkan
asas
ekonomi
daerah,
hal-hal
yang
berhubungan
dengan
kebijaksanaan, perencanaan, pegawasan maupun pembiyaan kegiatan pemerintah
daerah menjadi wewenang dan tugas pemerintah daerah. Melihat keadaan
tersebut, maka untuk mencapai tujuan dari suatu pembangunan daerah yaitu
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah,
pemerintah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif
untuk pembangunan daerah.
Dari paparan diatas tampak jelas bahwa faktor kemampuan mengelola
keuangan daerah merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan
pelaksanaan Otonomi Daerah. Maka diharapkan kemampuan mengelola keuangan
daerah dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Studi
ini
menekankan
pada
analisis
kemandirian
daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN yang termasuk kedalam wilayah Pembangunan
VIII di Propinsi Jawa Tengah terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah yang
menunjukkan seberapa besar ketergantungan pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat. Sebab semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat maka daerah dikatakan mempunyai kemandirian yang
baik dan berhasil dalam pelaksanaan otonomi daerah.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Ruang lingkup penelitian yang berjudul Analisis Kemandirian Daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN Dalam Pelaksanaan Sebelum Dan Sesudah Otonomi
Daerah merupakan penelitian berbentuk survey yang mengambil lokasi di daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan yang digunakan
4
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
adalah data sekunder dari berbagai dokumen di lingkungan pemerintahan daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN.
Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data sekunder yang meliputi:
a. Data
penjabaran
Realisasi
SUBOSUKAWONOSRATEN
Pendapatan
diperoleh
dan
dari
Pengeluaran
perhitungan
Daerah
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah SUBOSUKOWONOSRATEN Tahun 19982004.
b. Data Gambaran Umum daerah SUBOSUKAWONOSRATEN Dalam Angka
( Badan Pusat Statistik ) tahun 1998-2004.
c. Data Produk Domestik Regional Bruto daerah SUBOSUKAWONOSRATEN
( Bappeda dan BPS ) Tahun 1998-2004.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yakni analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:
i. Analisis Deskriptif
a. Pertumbuhan PAD
Pertumbuhan PAD digunakan untuk menghitung pertumbuhan PAD dari
tahun ke tahun. Ini dapat dihitung dengan:
LP PAD =
PADt – PADt-1
PADt-1
x 100 %
b. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menghitung perkembangan ekonomi
dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan harga konstan. Ini dapat
dihitung dengan:
g=
PDRBk – PDRBk-1
PDRBk-1
x 100 %
ii. Analisis Kuantitatif
a. Derajat Desentralisasi Fiskal
Untuk mengukur derajat desentralisasi fiskal dapat menggunakan beberapa
indikator atau rasio:
5
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
DDF1 =
PAD (Pendapatan Asli Daerah)
x 100%
TPD (Total Pendapatan Daerah)
DDF2 =
PAD + BHD (Bagi Hasil Daerah)
x 100%
TPD (Total Pendapatan Daerah)
DDF3 =
PAD
x 100%
Pengeluaran Rutin
DDF4 =
PAD + BHD (Bagi Hasil Daerah)
x 100%
Pengeluaran Rutin
Beberapa indikator di atas digunakan untuk mengukur kemandirian atau
ketergantungan suatu daerah. Semakin besar rasionya maka kemandiriannya
semakin besar, dan sebaliknya. Sedangkan rasio dana perimbangan dengan Total
Pendapatan Daerah digunakan untuk mengukur ketergantungan suatu daerah.
Semakin besar rasionya maka daerah tersebut semakin bergantung kepada
pemerintahan yang lebih tinggi.
b. Kemandirian Daerah dengan Pola Hubungan
Kemandirian daerah menunjukkan kemampuan pemerintah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajak dan retribusi sebagai seumber pendapatan daerah, dihitung
dengan:
Rasio Kemandirian =
Pendapatan Asli Daerah
Bantuan + Sumbangan + Pinjaman
x 100 %
c. Rasio Aktivitas Pembangunan Daerah
Rasio aktivitas dalam pembangunan daerah dapat dilihat dengan perhitungan:
- Rasio Belanja Rutin terhadap Total Pengeluaran
Total Belanja Rutin
=
x 100 %
Total Pengeliaran APBD
- Rasio Belanja Pembangunan terhadap Total Pengeluaran
Total Belanja Pembangunan x 100 %
=
Total Pengeluaran APBD
d. Indikator Kesiapan Otonomi Daerah
-
Pendapatan Asli Daerah
Total Pengeluaran Daerah
6
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
-
Pendapatan Asli Daerah
Pengeluaran Rutin
-
PAD + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
Pengeluaran Total
-
PAD + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
Pengeluaran Rutin
III.HASIL PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Deskriptif
Tabel 1 Pertumbuhan PAD
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
Byl
-10.83%
35.28%
12.23%
14.93%
39.97%
14.75%
22.74%
23.10%
20.61%
12.61%
16.61%
55.46%
38.39%
34.02%
12.78%
35.16%
Pertumbuhan PAD Daerah
Skh
Wng
Sra
KrAny
Kla
38.56%
-9.91%
14.33%
120.59%
25.45%
7.40%
6.23%
39.92%
17.42%
-3.43%
7.00%
81.92%
35.97%
11.12%
17.94%
36.74%
7.70%
-11.66%
-1.98%
108.55%
26.73%
27.83%
21.94%
46.26%
9.59%
4.88%
7.24%
25.15%
62.46%
13.03%
12.89%
28.38%
1.93%
4.03%
2.98%
78.96%
53.28%
76.10%
1.56%
52.47%
Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi
Era
Tahun
Ska
Byl
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
3.05%
2000
3.52%
Rerata 3.29%
2001
4.42%
2002
4.13%
2003
4.74%
2004
5.02%
Rerata 4.58%
Sumber: Data Diolah
Dari
tabel
1
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Skh
Wng
Sra
KrAny
1.18%
2.06%
1.62%
3.63%
5.52%
5.64%
4.84%
4.91%
diatas
dapat
1.25%
3.52%
2.39%
4.05%
3.32%
3.85%
3.94%
3.79%
1.95%
3.73%
2.84%
2.42%
3.79%
3.17%
3.80%
3.30%
diketahui
1.98%
2.78%
2.38%
2.33%
2.93%
3.26%
4.53%
3.26%
pertumbuhan
2.90%
4.51%
3.71%
1.42%
2.91%
3.60%
4.03%
2.99%
PAD
Kla
2.67%
2.93%
2.80%
2.63%
3.13%
3.46%
3.74%
3.24%
daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah otonomi
daerah. Hampir sebagian besar daerah mengalami peningkatan menjelang
pelaksanaan otonomi darah namun kemudian mengalami penurunan ditahun
2003 – 2004. Pertumbuhan PAD paling besar dicapai daerah Sukaharjo sebesar
120.59% dan pertumbuhan PAD terendah dicapai daerah Klaten sebesar -1.66%.
7
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
Dari
tabel
2
diatas
terlihat
bahwa
pertumbuhan
ekonomi
daerah
SUBOSUKOWONOSRATEN cenderung naik turun. Era sebelum otonomi
daerah terlihat pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan dengan kenaikan
tertinggi pada daerah Karanganyar sebesar 4.51% pada tahun 2000. Sedangkan
pertumbuhan ekonomi terendah dicapai daerah Boyolali dengan 2.06% ditahun
yang sama. Era setelah otonomi daerah seharusnya bisa mendorong daerah untuk
menggalakkan kegiatan pembangunannya, namun hanya ada beberapa daerah
yang mampu melaksanakannya. Catatan positif dapat diberikan untuk semua
daerah meskipun terjadi kontras pada daerah Karanganyar yang semula mampu
mencatat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun setelah otonomi daerah
menjadi tertinggal bila dibanding daerah lain. Rerata pertumbuhan ekonomi
tertinggi dicapai daerah Boyolali dengan 4.91%, disusul Surakarta dengan 4.58%,
dan terendah Karanganyar dengan 2.99%.
2. Analisis Kuantitatif
2.1 Derajat Desentralisasi Fiskal
Tabel 3 Derajat Desentralisasi Fiskal 1
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
35.84%
34.31%
13.04%
27.73%
18.50%
16.99%
16.94%
16.10%
17.13%
( PAD / Total Penerimaan Daerah )
Byl
Skh
Wng
Sra
12.98%
8.34%
10.52%
9.63%
11.47%
8.70%
8.31%
8.77%
10.92%
8.85%
9.11%
8.70%
11.79% 8.63%
9.31% 9.03%
7.28%
6.98%
5.07%
5.65%
8.52%
7.00%
7.13%
8.00%
8.39%
5.88%
5.69% 10.60%
9.34%
6.05%
6.26% 10.43%
8.38% 6.47%
6.04% 8.67%
KrAny
58.91%
14.34%
10.97%
28.07%
6.72%
7.74%
7.13%
7.9%
7.37%
Kla
11.97%
7.06%
5.21%
8.08%
4.15%
4.10%
4.15%
5.25%
4.41%
( PAD + BHPBP / Total Penerimaan Daerah )
Byl
Skh
Wng
Sra
KrAny
19.36%
7.32
16.38%
6.06
41.09
17.89%
7.67
13.59%
6.15
10.6
18.36%
7.95
15.36%
8.19
9.51
18.54% 7.64%
15.11% 6.80%
20.40%
13.90%
8.48
9.40%
3.29
7.12
15.98%
8.27
10.74%
3.85
7.42
12.59%
7.69
9.30%
4.24
4.71
14.24%
7.47
9.13%
4.46
5.79
14.18% 7.97%
9.64% 3.96%
6.26%
Kla
24.27%
12.68%
11.01%
15.99%
7.30%
7.80%
8.38%
45.10%
17.14%
Tabel 4 Derajat Desentralisasi Fiskal 2
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
49.88%
47.41%
19.16%
38.81%
27.76%
22.63%
25.82%
25.50%
25.43%
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
8
Dari tabel 3 dan tabel 4 diatas terlihat bahwa untuk indikator DDF 1 dan
DDF 2 menunjukkan bahwa persentase Pendapatan Asli Daerah terhadap Total
Penerimaan Daerah dan persentase Pendapatan Asli Daerah + Bagi Hasil Pajak
dan Bukan Pajak terhadap Total Penerimaan Daerah dari tahun 1998-2004
menunjukkan nilai yang rendah karena lebih kecil dari 20%. Bila dibandingkan
antara era sebelum dan sesudah otonomi daerah, persentase lebih tinggi di era
sebelum otonomi daerah. Untuk persentase tertinggi baik DDF 1 dan DDF 2 dapat
dicapai pada tahun 1998 oleh semua daerah. Sedangkan terendah banyak dicapai
setelah pelaksanaan otonomi daerah dimana tiap daerah berbeda-beda. Untuk
tahun 2001 pada daerah Surakarta, Sragen, dan Klaten, tahun 2003 pada daerah
Boyolali dan Karanganyar, dan tahun 2004 pada daerah Sukoharjo dan Wonogiri.
Tabel 5 Derajat Desentralisasi Fiskal 3
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
92.96%
68.54%
36.19%
65.90%
16.92%
14.75%
13.61%
11.10%
14.09%
Byl
13.95%
13.56%
13.76%
16.92%
14.75%
13.61%
11.10%
14.09%
( PAD / Total Pengeluaran Rutin )
Skh
Wng
Sra
KrAny
11.07%
14.05%
14.61%
15.83%
11.55%
10.78%
10.68%
13.87%
10.78%
12.17%
11.75%
14.09%
7.64%
12.33%
6.80%
20.40%
7.02%
6.44%
7.69%
8.11%
9.12%
10.96%
10.18%
10.18%
7.94%
10.09%
24.82%
24.82%
10.85%
10.43%
15.55%
26.58%
7.97%
9.48%
3.96%
6.26%
Kla
19.47%
9.84%
6.65%
11.99%
4.70%
4.92%
5.97%
5.49%
5.27%
Tabel 6 Derajat Desentralisasi Fiskal 4
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
129.37%
94.70%
312.83%
178.97%
25.38%
19.64%
20.74%
17.58%
20.84%
( PAD + BHPBP / Total Pengeluaran Rutin )
Byl
Skh
Wng
Sra
KrAny
38.84%
21.88%
23.81%
26.86%
22.45%
21.10%
17.62%
18.13%
24.13%
22.81%
23.24%
20.53%
22.79%
26.31%
22.63%
7.64%
20.01%
6.80% 20.40%
15.92%
14.66%
11.95%
12.17%
16.70%
19.59%
19.64%
14.74%
16.22%
19.93%
13.49%
15.36%
16.49%
21.42%
41.22%
15.23%
14.51%
14.94%
22.20%
46.06%
16.06%
7.97%
14.53%
3.96%
6.26%
Kla
39.48%
17.66%
14.05%
23.73%
8.27%
9.34%
12.04%
10.57%
10.06%
Untuk indikator DDF 3 dan DDF 4 menunjukkan bahwa persentase
Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Pengeluaran Rutin dan Pendapatan Asli
Daerah + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak terhadap Total Pengeluaran Rutin
dari tahun 1998-2004 menunjukkan nilai yang rendah karena lebih kecil dari 20%
9
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
untuk semua daerah kecuali daerah Surakarta. Era sebelum otonomi daerah untuk
persentase tertinggi DDF 3 yang dicapai tahun 1998 yakni daerah Surakarta,
Wonogiri, Sragen, Karanganyar, dan Klaten. Sedangkan daerah Boyolali dan
Sukoharjo pada tahun 1999. Era setelah otonomi daerah untuk persentase tertinggi
DDF 3 berbeda-beda. Tahun 2001 pada daerah Surakarta dan Boyolali, tahun
2002 pada daerah Wonogiri, tahun 2003 pada daerah Sragen, Karanganyar, dan
Klaten, dan tahun 2004 pada daerah Sukoharjo. Era sebelum otonomi daerah
untuk persentase tertinggi DDF 4 pada tahun 1998 yakni daerah Sukoharjo,
Wonogiri, Sragen, Karanganyar, dan Klaten. Sedangkan daerah Surakarta dan
Boyolali dicapai pada tahun 2000. Era setelah otonomi daerah untuk persentase
tertinggi tahun 2001 dicapai daerah Surakarta, tahun 2002 dicapai daerah Boyolali
dan Sukoharjo, tahun 2003 dicapai daerah Wonogiri dan Klaten, dan tahu 2004
dicapai daerah Sragen dan Karanganyar.
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah
SUBOSUKOWONOSRATEN belum mampu meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah-nya sebagaimana diharapkan. Ini menyebabkan Pemda harus berupaya
untuk mencari pemasukan dari sektor lain yang tentunya berasal dari subsidi
pemerintah pusat dalam bentuk lain. Padahal sebagai daerah otonom, penggalian
dana untuk membiayai pembangunan lebih ditekankan pada PAD. PAD menjadi
cerminan kemampuan daerah akan kemampuan daerah dalam membiayai kegiatan
pembangunan
yang
dilakukan
didaerah
otonom
khususnya
daerah
SUBOSUKOWONOSRATEN.
2.2 Kemandirian Daerah Pola Hubungan
Tabel 7 Tabel Kemandirian Daerah Pola Hubungan
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
10.70%
11.17%
12.77%
11.55%
14.77%
13.28%
13.91%
15.65%
14.40%
Kemandirian Daerah Pola Hubungan
Byl
Skh
Wng
Sra
KrAny
10.38%
8.70%
9.97%
10.43%
10.74%
9.55% 10.06%
11.56%
9.92% 10.97% 10.45% 12.80%
11.00%
10.34%
9.74% 10.16% 12.80%
12.27%
8.38%
6.03%
6.23%
7.36%
12.67%
8.21%
9.18%
9.72%
9.22%
10.87%
7.64%
7.58% 14.52%
8.08%
11.20%
7.43%
8.15% 13.15%
9.09%
11.75%
7.91%
7.74% 10.90%
8.44%
Kla
16.72%
8.35%
6.13%
10.40%
4.42%
5.42%
4.42%
6.93%
5.30%
10
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
Dari
tabel
7
diatas
terlihat
bahwa
pola
hubungan
daerah
SUBOSUKOWONOSRATEN diera sebelum dan sesudah otonomi daerah dalam
mencukupi
pembiayaan
untuk
melakukan
tugas-tugas
pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan, sosial masih rendah dan bahkan mempunyai
kecenderungan turun. Ini ditunjukkan dengan tingkat kemandirian yang dapat
dikategorikan rendah sekali yaitu antara 5 % hingga 14 % sehingga masuk dalam
pola hubungan instruktif dimana peran pemerintah pusat lebih dominan daripada
kemandirian pemerintah daerah.
2.3 Rasio Aktivitas Pembangunan Daerah
Tabel 8 Rasio Aktivitas Pembangunan Daerah I
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
37.75%
34.14%
74.45%
48.78%
59.90%
90.76%
82.34%
88.20%
80.30%
( Belanja Rutin / Total Pengeluaran )
Byl
Skh
Wng
Sra
77.02%
78.02%
71.67%
78.92%
80.15%
84.87%
80.49%
77.27%
81.03%
84.08%
80.49%
77.74%
79.73%
80.21%
87.31%
83.86%
85.81%
82.40%
81.54%
84.90%
79.38%
80.44%
89.59%
79.46%
71.01%
71.94%
89.03%
74.29%
68.34%
73.62%
86.87%
80.63%
76.13%
77.10%
KrAny
79.11%
79.3%
81.19%
79.87%
85.45%
82.9%
28.89%
31.59%
52.83%
Kla
63.73%
97.19%
81.81%
80.91%
91.40%
87.46%
75.59%
98.62%
88.27%
( Belanja Pembangunan / Total Pengeluaran )
Byl
Skh
Wng
Sra
KrAny
22.98%
21.98%
28.33%
20.89
21.08%
19.85%
15.13%
20.70
19.51%
22.73%
18.97%
15.92%
18.81
19.51%
22.26%
20.27%
19.79%
20,10
12.69%
16.14%
14.19%
17.60%
14.68
18.46%
15.10%
20.62%
19.56%
17.06
11.81%
20.54%
21.10%
28.06%
71.11
11.07%
63.67%
21.30%
8.81%
68.41
13.51%
28.86%
19.30%
18.51%
47,19
Kla
36.27%
25.29%
14.30%
25.29%
8.60%
13.20%
22.58%
23.11%
16.87%
Tabel 9 Rasio Aktivitas Pembangunan Daerah II
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
56.67%
58.75%
22.05%
45.82%
7.97%
9.40%
6.18%
3.95%
6.87%
Dari kedua tabel diatas terlihat bahwa daerah SUBOSUKOWONOSRATEN
rata-rata rasio Belanja Rutin terhadap Total Pengeluaran Daerah lebih besar
daripada
rata-rata
rasio Belanja Pembangunan terhadap
Total
Belanja
Pembangunan. Memang bila dilihat dari rata-rata diera sesudah otonomi
menunjukkan kecenderungan menurun bila dibandingkan dengan era sebelum
11
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
otonomi daerah. Namum kesemuanya tetap menunjukkan tingginya rasio Belanja
Rutin terhadap Total Pengeluaran Daerah berarti pembangunan yang digunakan
untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin
kecil. Belanja rutin yang ditujukan untuk menggerakkan roda pemerintahan
sehari-hari perlu diupayakan untuk dilakukan pengehematan sehingga lebih
digunakan untuk membiayai proyek pembangunan yang didasarkan atas
kebutuhan nyata dari masyarakat tingkat bawah.
2.4 Indeks Kesiapan Otonomi Daerah
Kesiapan Keuangan Daerah menunjukkan kesiapan Pemerintah Daerah dalam
menghadapi penyelenggaraan otonomi daerah khususnya dalam bidang keuangan,
merupakan
cerminan
keuangan
daerah
yang
perlu
digali
dan
terus
ditumbuhkembangkan untuk kesinambungan pembangunan dalam pelaksanaan
APBD.
Tabel 10 Indeks Kesiapan Otonomi Daerah
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
34.74%
33.43%
30.37%
32.85%
15.40%
19.19%
17.55%
18.03%
17.54%
Byl
10.92%
10.92%
7.28%
8.52%
8.39%
9.34%
8.38%
( PAD / Total Pengeluaran )
Skh
Wng
Sra
1.19% 10.96% 10.47%
30.11%
8.64%
9.02%
11.52%
9.86%
9.88%
14.27%
9.82%
9.79%
7.33%
5.53%
6.34%
7.33%
7.71%
8.81%
6.23%
5.96% 11.01%
8.06%
6.26% 11.45%
7.24%
6.37%
9.40%
KrAny
13.23%
11.43%
11.37%
12.01%
7.63%
9.42%
7.21%
8.32%
8.15%
Kla
12.41%
9.56%
5.44%
9.14%
4.30%
4.30%
4.51%
5.41%
4.63%
KrAny
16.24%
14.17%
14.41%
14.94%
8.39%
10.26%
25.34%
27.35%
17.84%
Kla
19.47%
9.84%
6.65%
11.99%
4.70%
4.92%
5.97%
5.49%
4.05%
Tabel 11 Indeks Kesiapan Otonomi Daerah
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
39.33%
40.75%
36.19%
38.76%
7.78%
14.68%
11.45%
11.10%
11.25%
Byl
13.56%
13.56%
8.34%
10.45%
9.00%
9.99%
9.44%
( PAD / Pengeluaran Rutin )
Skh
Wng
Sra
14.16% 14.05% 14.61%
12.05% 10.78% 10.63%
14.57% 12.17% 11.75%
13.59% 12.33% 12.33%
8.40
6.44%
7.69%
10.45
9.71% 10.96%
7.94%
8.39% 15.30%
10.85%
9.16% 15.55%
9.27%
8.43% 12.37%
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
12
Tabel 12 Indeks Kesiapan Otonomi Daerah
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
49.71%
46.41%
20.27%
38.80%
12.67%
19.00%
16.62%
15.53%
15.96%
( PAD+BHPBP / Total Pengeluaran )
Skh
Wng
Sra
KrAny
18.85% 17.07% 17.07% 19.28%
15.61% 14.13% 15.35% 18.41%
18.36% 19.37% 16.63% 19.17% 21.38%
18.36% 17.94% 15.94% 17.19% 19.69%
13.90% 14.00% 10.26% 10.03% 14.38%
15.98% 15.10% 11.62% 13.05% 17.22%
12.59% 12.06%
9.74% 15.41% 12.31%
14.24% 10.78%
9.13% 16.34% 15.42%
14.18% 12.98% 10.19% 13.71% 14.83%
Byl
Kla
25.16%
17.16%
11.49%
17.94%
7.56%
8.17%
9.10%
10.42%
8.81%
Tabel 13 Indeks Kesiapan Otonomi Daerah
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
55.28%
54.60%
20.27%
43.38%
24.89%
20.97%
15.98%
17.61%
19.86%
( PAD+BHPBP / Pengeluaran Rutin )
Skh
Wng
Sra
KrAny
22.42%
21.88%
23.82% 25.41%
19.39%
17.62%
18.08% 22.37%
22.81% 24.51%
20.53%
22.80% 26.39%
21.57% 24.72%
22.81% 22.11%
20.01%
15.92% 16.05%
11.95%
12.17% 17.35%
19.59% 19.59%
14.64%
16.22% 20.41%
13.49% 15.36%
13.72%
21.42% 41.25%
15.23% 14.51%
13.36%
22.20% 46.43%
18.00% 31.36%
16.06% 16.37%
13.42%
Byl
Kla
39.48%
67.86%
14.05%
40.46%
8.27%
9.34%
12.04%
10.57%
10.06%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat rasio antara pendapatan daerah yang
berupa PAD dan BHD dengan pengeluaran total dan pengeluaran rutin masih
rendah. Ini ditunjukkan dengan besarnya nilai yang tidak mencapai 50%. Oleh
karenanya semakin menunjukkan bahwa ketergantungan daerah terhadap pusat
masih begitu tinggi. Hal ini berarti kemampuan pembiayaan urusan daerah bila
didanai sepenuhnya oleh PAD dan BHD masih rendah. Artinya kesiapan daerah
SUBOSUKOWONOSRATEN dalam menghadapi otonomi daerah masih rendah
karena kurangnya kemandirian dalam membiayai pengeluaran daerah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN belum mampu menggali potensi PAD
yang dimiliki ini terlihat dari rendahnya DDF yang dimiliki sehingga
13
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
menyebabkan daerah SUBOSUKAWONOSRATEN harus mencari sumber
pemasukan lain yang lebih besar dari PAD yang sudah didapat.
b. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN mempunyai tingkat kemandirian yang
masih rendah sehingga mempunyai pola hubungan yang instruktif. Artinya
peranan pemerintah pusat lebih dominan datipada pemerintah daerah.
c. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN mempunyai rasio belanja rutin
terhadap total pengeluaran lebih besar dari pada rasio belanja pembangunan
terhadap total pengeluaran sehingga sebagian besar anggaran terserap untuk
alokasi belanja rutin.
d. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN dengan pendapatan asli yang ada
belum mampu untuk membiayai pembangunan sehingga perlu dicari upaya
untuk meningkatkannya.
e. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN pertumbuhan PDRB terhadap PAD
belum mampu berjalan sinergis karena idealnya meningkatnya PDRB berarti
meningkatnya PAD.
f. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN masih menetapkan alokasi yang besar
untuk belanja rutin terutama pada pos belanja pegawai dibandingkan dengan
pos belanja rutin yang lain.
g. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN masih mengandalkan paradigma lama
yaitu perolehan pendapatan terbesar berasal dari pos non PAD yaitu pos
subsidi daerah otonom atau atau dana rutin daerah ( sebelum OTDA ) dan pos
dana rutin daerah atau DAU ( setelah OTDA ).
h. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN dalam menyiapkan otonomi daerah
masih terlihat setengah hati. Ini ditunjukkan dengan kecilnya proporsi IKOD
tiap instrumen alat analisis.
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
a. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu menggali potensi
PAD yang ada dengan mencari potensi yang dapat dijadikan peluang.
b. Pemerintah
Daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN
perlu
memperbaiki
pengelolaan keuangan daerah dengan mengurangi proporsi bantuan maupun
sumbangan.
14
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
c. Pemerintah
Daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN
perlu
melakukan
penghematan terhadap alokasi pada pos belanja rutin terutama belanja
pegawai.
d. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu mensinergikan
kenaikan PDRB dengan kenaikan PAD dengan melihat potensi yang ada.
e. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu menggali pendapatan
dari sektor pajak daerah maupun retribusi daerah yang dianggap potensial
namun tidak memberatkan warganya. Ini dapat dilakukan pada aktivitas yang
tidak
melibatkan
sebagian
besar
warga
di
Daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN.
f. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu membrei perhatian
secara selektif mengenai pos belanja lainnya sehingga tidak memberatkan
anggaran yang dapat mengurangi tabungan daerah.
g. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu melakukan usaha
yang
dapat
meningkatkan
pendapatan
masyarakat
sehingga
dapat
meningkatkan potensi daerah yang ada.
h. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu mengupayakan
rasionalisasi belanja yang erat kaitannya dengan disiplin anggaran.
DAFTAR PUSTAKA
BPS dan Bappeda Daerah Surakarta berbagai edisi. 1998 - 2005. Surakarta
Dalam Angka 1998 - 2005. Surakarta : BPS dan Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Boyolali berbagai edisi. 1998 - 2005. Boyolali Dalam
Angka 1998 - 2005. Boyolali : BPS dan Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Sukoharjo berbagai edisi. 1998 - 2005. Sukoharjo
Dalam Angka 1998 – 2005. Sukoharjo : BPS dan Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Wonogiri berbagai edisi. 1998 - 2005. Wonogiri
Dalam Angka 1998 – 2005. Wonogiri : BPS dan Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Karanganyar berbagai edisi. 1998 - 2005.
Karanganyar Dalam Angka 1998 – 2005. Karanganyar : BPS dan
Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Sragen berbagai edisi. 1998 - 2005. Sragen Dalam
Angka 1998 – 2005. Sragen : BPS dan Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Klaten berbagai edisi. 1998 - 2005. Klaten Dalam
Angka 1998 – 2005. Klaten: BPS dan Bappeda.
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
15
BPKD Daerah Surakarta berbagai edisi. 1998 – 2005. Nota Keuangan
Pemerintah Daerah Surakarta. Surakarta : BPKD.
BPKD Daerah Boyolali berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan
Pemerintah Daerah Boyolali. Boyolali : BPKD.
BPKD Daerah Sukoharjo berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan
Pemerintah Daerah Sukoharjo. Sukoharjo : BPKD.
BPKD Daerah Wonogiri berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan
Pemerintah Daerah Wonogiri. Wonogiri : BPKD.
BPKD Daerah Karanganyar berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan
Pemerintah Daerah Karanganyar. Karanganyar : BPKD.
BPKD Daerah Sragen berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan Pemerintah
Daerah Sragen. Sragen : BPKD.
BPKD Daerah Klaten berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan Pemerintah
Daerah Klaten. Klaten : BPKD.
Hakim, Rahman Arif. 2005. Evaluasi kemandirian Keuangan Daerah dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah Wilayah SUBOSUKAWONOSRATEN.
Jurnal Dinamika Vol 1, No 1, Mei 2005.
Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah.
Yogyakarta: AMP YKPN.
Lincolin Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE UGM.
_____________. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Yogyakarta: BPFE UGM.
Mulyanto. 2004. Pembangunan Daerah dan Indikator Kemajuan
Pembangunan Daerah di Era Otonomi. Suplement Mata Kuliah
Ekonomi Regional. Surakarta.
Sadono Sukirno. 1995. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi
Ketujuh. Jakarta. Erlangga.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437).
_______________ . Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438).
Widodo, Triyatno Suseno. 1990. Indikator Ekonomi: Dasar Perhitungan
Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kanisius.
Yunastiti Purwaningsih. 2002. Modul Metodologi Penelitian. Surakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI
DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*
Koko Andriyanto, Hamdan Majid, Hanggoro Kurniawan, Arif Rahman Hakim
Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemandirian daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah otonomi
daerah. Data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi data realisasi
penjabaran anggaran pendapatan dan belanja Pemerintah Daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN,
data
gambaran
umum
daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN dalam angka, dan data Produk Domestik Regional
Bruto. Alat analisisnya dibagi menjadi dua yaitu analisis deskriptif dan analisis
kuantitatif. Analisis deskriptif meliputi pertumbuhan PAD dan pertumbuhan
ekonomi. Analisis kuantitatif meliputi derajat desentralisasi fiskal, kemandirian
daerah dengan pola hubungan, rasio aktivitas pembangunan daerah, dan indeks
kesiapan otonomi daerah.
Berdasarkan analisis deskriptif meningkatnya pertumbuhan PAD tidak
diiringi dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada analisis
kuantitatif terlihat bahwa daerah Kabupaten SUBOSUKAWONOSRATEN belum
mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki sehingga memiliki ketergantungan
yang tinggi terhadap Pemerintah Pusat.
Saran yang diberikan dalam penelitian ini antara lain Pemerintah Daerah
Kabupaten SUBOSUKAWONOSRATEN perlu menggali potensi yang dimiliki
guna memompa pendapatan asli daerah, melakukan peninjauan kembali atas
pengurangan bantuan maupun sumbangan, dan diperlukan penghematan atas
alokasi belanja rutin maupun pembangunan.
Kata Kunci: Otonomi Daerah, Kemandirian Daerah Pola Hubungan, DDF,
RAPD, dan IKOD
*Penelitian ini didanai oleh HIBAH DIPA UNS TH. 2007
I. PENDAHULUAN
Sejak digulirkan dan diberlakukan peraturan perundangan dan produk hukum
mengenai pelaksanaan pemerintahan daerah kearah otonomi daerah, telah
memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada
pemerintah daerah secara proporsional untuk mengatur, membagi, dan
memanfaatkan sumberdaya nasional, serta aspek Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah. Hal itu terlihat semakin nyata dengan digulirkannya dua produk
perundangan yang baru yaitu UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
2
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
dan Daerah yang merupakan penganti UU No. 22/Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam kedua
undang-undang tersebut terdapat pengambil alihan sejumlah wewenang dan
tanggung jawab pemerintah pusat dalam mengelola dan melaksanakan
pembangunan daerah sebagai integral dari pembangunan nasional. Hal ini
ditujukan untuk peningkatan kualitas dan pengoptimalan penyelenggaraan
pemerintahan serta pelayanan kepada masyarakat.
Dengan diberlakukannya kedua perundangan tersebut telah menempatkan
pemerintah daerah sebagai ujung tombak implementasi ekonomi. Konsekuensinya
pemerintah daerah harus mampu melaksanakan hakekat semangat otonomi yang
tercermin dalam pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Agar implementasi
otonomi daerah dapat berhasil dengan baik paling tidak ada lima strategi yang
harus diperhatikan ( Abdul Halim, 2001 ), yaitu: (i) Self Regular Power, dalam
arti kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah demi kepentingan
masyarkat didaerahnya; (ii) Self Modifying Power, berupa kemampuan
menyesuaikan terhadap peraturan yang telah ditetapkan secara nasional sesuai
dengan komdisi daerah ternmasuk terobosan inovasi kearah kemajuan dalam
menyikapi potensi daerah; (iii) Creating Local Political Support, dalam arti
penyelenggaraan pemerintah daerah yang mempunyai legitimasi kuat dari
masyarakatnya, baik pada posisi kepala daerah sebagai eksekutif maupun DPRD
sebagai pemegang kekuasaan legislatif; (iv) Managing Financial Resources,
dalam arti mampu mengembangkan kompetensi dalam mengelola secara optimal
sumber
penghasilan
keuangan
guna
membiayai
aktivitas
pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan masyarakat; serta (v) Developing Brain Power,
dalam arti membangun sumber daya manusia yang handal dan selalu bertumpu
pada kapabilitas menyelesaikan masalah.
Program otonomi daerah sebagai cermin dari kemandirian merupakan
penyerahan wewenang Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
3
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundangan yang berlaku. Hal ini
memberikan peluang yang cukup besar bagi Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan kinerja penggunaan semua sumberdaya yang dimilikinya, dengan
kepemilikan wewenang yang lebih besar dalam penentuan kebijakan didaerah.
Pembangunan ekonomi daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya
yang dimiliki untuk menciptakan lapangan usaha baru dan merangsang kegiatan
ekonomi dalam daerah tersebut ( Lincolin Arsyad, 1999 ). Akan tetapi masalah
pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada penekanan kebijakankebijakan yang didasarkan pada kekhasan yang dimiliki oleh suatu daerah.
Berdasarkan
asas
ekonomi
daerah,
hal-hal
yang
berhubungan
dengan
kebijaksanaan, perencanaan, pegawasan maupun pembiyaan kegiatan pemerintah
daerah menjadi wewenang dan tugas pemerintah daerah. Melihat keadaan
tersebut, maka untuk mencapai tujuan dari suatu pembangunan daerah yaitu
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah,
pemerintah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif
untuk pembangunan daerah.
Dari paparan diatas tampak jelas bahwa faktor kemampuan mengelola
keuangan daerah merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan
pelaksanaan Otonomi Daerah. Maka diharapkan kemampuan mengelola keuangan
daerah dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Studi
ini
menekankan
pada
analisis
kemandirian
daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN yang termasuk kedalam wilayah Pembangunan
VIII di Propinsi Jawa Tengah terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah yang
menunjukkan seberapa besar ketergantungan pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat. Sebab semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat maka daerah dikatakan mempunyai kemandirian yang
baik dan berhasil dalam pelaksanaan otonomi daerah.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Ruang lingkup penelitian yang berjudul Analisis Kemandirian Daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN Dalam Pelaksanaan Sebelum Dan Sesudah Otonomi
Daerah merupakan penelitian berbentuk survey yang mengambil lokasi di daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan yang digunakan
4
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
adalah data sekunder dari berbagai dokumen di lingkungan pemerintahan daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN.
Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data sekunder yang meliputi:
a. Data
penjabaran
Realisasi
SUBOSUKAWONOSRATEN
Pendapatan
diperoleh
dan
dari
Pengeluaran
perhitungan
Daerah
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah SUBOSUKOWONOSRATEN Tahun 19982004.
b. Data Gambaran Umum daerah SUBOSUKAWONOSRATEN Dalam Angka
( Badan Pusat Statistik ) tahun 1998-2004.
c. Data Produk Domestik Regional Bruto daerah SUBOSUKAWONOSRATEN
( Bappeda dan BPS ) Tahun 1998-2004.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yakni analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:
i. Analisis Deskriptif
a. Pertumbuhan PAD
Pertumbuhan PAD digunakan untuk menghitung pertumbuhan PAD dari
tahun ke tahun. Ini dapat dihitung dengan:
LP PAD =
PADt – PADt-1
PADt-1
x 100 %
b. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menghitung perkembangan ekonomi
dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan harga konstan. Ini dapat
dihitung dengan:
g=
PDRBk – PDRBk-1
PDRBk-1
x 100 %
ii. Analisis Kuantitatif
a. Derajat Desentralisasi Fiskal
Untuk mengukur derajat desentralisasi fiskal dapat menggunakan beberapa
indikator atau rasio:
5
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
DDF1 =
PAD (Pendapatan Asli Daerah)
x 100%
TPD (Total Pendapatan Daerah)
DDF2 =
PAD + BHD (Bagi Hasil Daerah)
x 100%
TPD (Total Pendapatan Daerah)
DDF3 =
PAD
x 100%
Pengeluaran Rutin
DDF4 =
PAD + BHD (Bagi Hasil Daerah)
x 100%
Pengeluaran Rutin
Beberapa indikator di atas digunakan untuk mengukur kemandirian atau
ketergantungan suatu daerah. Semakin besar rasionya maka kemandiriannya
semakin besar, dan sebaliknya. Sedangkan rasio dana perimbangan dengan Total
Pendapatan Daerah digunakan untuk mengukur ketergantungan suatu daerah.
Semakin besar rasionya maka daerah tersebut semakin bergantung kepada
pemerintahan yang lebih tinggi.
b. Kemandirian Daerah dengan Pola Hubungan
Kemandirian daerah menunjukkan kemampuan pemerintah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajak dan retribusi sebagai seumber pendapatan daerah, dihitung
dengan:
Rasio Kemandirian =
Pendapatan Asli Daerah
Bantuan + Sumbangan + Pinjaman
x 100 %
c. Rasio Aktivitas Pembangunan Daerah
Rasio aktivitas dalam pembangunan daerah dapat dilihat dengan perhitungan:
- Rasio Belanja Rutin terhadap Total Pengeluaran
Total Belanja Rutin
=
x 100 %
Total Pengeliaran APBD
- Rasio Belanja Pembangunan terhadap Total Pengeluaran
Total Belanja Pembangunan x 100 %
=
Total Pengeluaran APBD
d. Indikator Kesiapan Otonomi Daerah
-
Pendapatan Asli Daerah
Total Pengeluaran Daerah
6
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
-
Pendapatan Asli Daerah
Pengeluaran Rutin
-
PAD + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
Pengeluaran Total
-
PAD + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
Pengeluaran Rutin
III.HASIL PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Deskriptif
Tabel 1 Pertumbuhan PAD
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
Byl
-10.83%
35.28%
12.23%
14.93%
39.97%
14.75%
22.74%
23.10%
20.61%
12.61%
16.61%
55.46%
38.39%
34.02%
12.78%
35.16%
Pertumbuhan PAD Daerah
Skh
Wng
Sra
KrAny
Kla
38.56%
-9.91%
14.33%
120.59%
25.45%
7.40%
6.23%
39.92%
17.42%
-3.43%
7.00%
81.92%
35.97%
11.12%
17.94%
36.74%
7.70%
-11.66%
-1.98%
108.55%
26.73%
27.83%
21.94%
46.26%
9.59%
4.88%
7.24%
25.15%
62.46%
13.03%
12.89%
28.38%
1.93%
4.03%
2.98%
78.96%
53.28%
76.10%
1.56%
52.47%
Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi
Era
Tahun
Ska
Byl
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
3.05%
2000
3.52%
Rerata 3.29%
2001
4.42%
2002
4.13%
2003
4.74%
2004
5.02%
Rerata 4.58%
Sumber: Data Diolah
Dari
tabel
1
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Skh
Wng
Sra
KrAny
1.18%
2.06%
1.62%
3.63%
5.52%
5.64%
4.84%
4.91%
diatas
dapat
1.25%
3.52%
2.39%
4.05%
3.32%
3.85%
3.94%
3.79%
1.95%
3.73%
2.84%
2.42%
3.79%
3.17%
3.80%
3.30%
diketahui
1.98%
2.78%
2.38%
2.33%
2.93%
3.26%
4.53%
3.26%
pertumbuhan
2.90%
4.51%
3.71%
1.42%
2.91%
3.60%
4.03%
2.99%
PAD
Kla
2.67%
2.93%
2.80%
2.63%
3.13%
3.46%
3.74%
3.24%
daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN dalam pelaksanaan sebelum dan sesudah otonomi
daerah. Hampir sebagian besar daerah mengalami peningkatan menjelang
pelaksanaan otonomi darah namun kemudian mengalami penurunan ditahun
2003 – 2004. Pertumbuhan PAD paling besar dicapai daerah Sukaharjo sebesar
120.59% dan pertumbuhan PAD terendah dicapai daerah Klaten sebesar -1.66%.
7
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
Dari
tabel
2
diatas
terlihat
bahwa
pertumbuhan
ekonomi
daerah
SUBOSUKOWONOSRATEN cenderung naik turun. Era sebelum otonomi
daerah terlihat pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan dengan kenaikan
tertinggi pada daerah Karanganyar sebesar 4.51% pada tahun 2000. Sedangkan
pertumbuhan ekonomi terendah dicapai daerah Boyolali dengan 2.06% ditahun
yang sama. Era setelah otonomi daerah seharusnya bisa mendorong daerah untuk
menggalakkan kegiatan pembangunannya, namun hanya ada beberapa daerah
yang mampu melaksanakannya. Catatan positif dapat diberikan untuk semua
daerah meskipun terjadi kontras pada daerah Karanganyar yang semula mampu
mencatat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun setelah otonomi daerah
menjadi tertinggal bila dibanding daerah lain. Rerata pertumbuhan ekonomi
tertinggi dicapai daerah Boyolali dengan 4.91%, disusul Surakarta dengan 4.58%,
dan terendah Karanganyar dengan 2.99%.
2. Analisis Kuantitatif
2.1 Derajat Desentralisasi Fiskal
Tabel 3 Derajat Desentralisasi Fiskal 1
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
35.84%
34.31%
13.04%
27.73%
18.50%
16.99%
16.94%
16.10%
17.13%
( PAD / Total Penerimaan Daerah )
Byl
Skh
Wng
Sra
12.98%
8.34%
10.52%
9.63%
11.47%
8.70%
8.31%
8.77%
10.92%
8.85%
9.11%
8.70%
11.79% 8.63%
9.31% 9.03%
7.28%
6.98%
5.07%
5.65%
8.52%
7.00%
7.13%
8.00%
8.39%
5.88%
5.69% 10.60%
9.34%
6.05%
6.26% 10.43%
8.38% 6.47%
6.04% 8.67%
KrAny
58.91%
14.34%
10.97%
28.07%
6.72%
7.74%
7.13%
7.9%
7.37%
Kla
11.97%
7.06%
5.21%
8.08%
4.15%
4.10%
4.15%
5.25%
4.41%
( PAD + BHPBP / Total Penerimaan Daerah )
Byl
Skh
Wng
Sra
KrAny
19.36%
7.32
16.38%
6.06
41.09
17.89%
7.67
13.59%
6.15
10.6
18.36%
7.95
15.36%
8.19
9.51
18.54% 7.64%
15.11% 6.80%
20.40%
13.90%
8.48
9.40%
3.29
7.12
15.98%
8.27
10.74%
3.85
7.42
12.59%
7.69
9.30%
4.24
4.71
14.24%
7.47
9.13%
4.46
5.79
14.18% 7.97%
9.64% 3.96%
6.26%
Kla
24.27%
12.68%
11.01%
15.99%
7.30%
7.80%
8.38%
45.10%
17.14%
Tabel 4 Derajat Desentralisasi Fiskal 2
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
49.88%
47.41%
19.16%
38.81%
27.76%
22.63%
25.82%
25.50%
25.43%
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
8
Dari tabel 3 dan tabel 4 diatas terlihat bahwa untuk indikator DDF 1 dan
DDF 2 menunjukkan bahwa persentase Pendapatan Asli Daerah terhadap Total
Penerimaan Daerah dan persentase Pendapatan Asli Daerah + Bagi Hasil Pajak
dan Bukan Pajak terhadap Total Penerimaan Daerah dari tahun 1998-2004
menunjukkan nilai yang rendah karena lebih kecil dari 20%. Bila dibandingkan
antara era sebelum dan sesudah otonomi daerah, persentase lebih tinggi di era
sebelum otonomi daerah. Untuk persentase tertinggi baik DDF 1 dan DDF 2 dapat
dicapai pada tahun 1998 oleh semua daerah. Sedangkan terendah banyak dicapai
setelah pelaksanaan otonomi daerah dimana tiap daerah berbeda-beda. Untuk
tahun 2001 pada daerah Surakarta, Sragen, dan Klaten, tahun 2003 pada daerah
Boyolali dan Karanganyar, dan tahun 2004 pada daerah Sukoharjo dan Wonogiri.
Tabel 5 Derajat Desentralisasi Fiskal 3
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
92.96%
68.54%
36.19%
65.90%
16.92%
14.75%
13.61%
11.10%
14.09%
Byl
13.95%
13.56%
13.76%
16.92%
14.75%
13.61%
11.10%
14.09%
( PAD / Total Pengeluaran Rutin )
Skh
Wng
Sra
KrAny
11.07%
14.05%
14.61%
15.83%
11.55%
10.78%
10.68%
13.87%
10.78%
12.17%
11.75%
14.09%
7.64%
12.33%
6.80%
20.40%
7.02%
6.44%
7.69%
8.11%
9.12%
10.96%
10.18%
10.18%
7.94%
10.09%
24.82%
24.82%
10.85%
10.43%
15.55%
26.58%
7.97%
9.48%
3.96%
6.26%
Kla
19.47%
9.84%
6.65%
11.99%
4.70%
4.92%
5.97%
5.49%
5.27%
Tabel 6 Derajat Desentralisasi Fiskal 4
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
129.37%
94.70%
312.83%
178.97%
25.38%
19.64%
20.74%
17.58%
20.84%
( PAD + BHPBP / Total Pengeluaran Rutin )
Byl
Skh
Wng
Sra
KrAny
38.84%
21.88%
23.81%
26.86%
22.45%
21.10%
17.62%
18.13%
24.13%
22.81%
23.24%
20.53%
22.79%
26.31%
22.63%
7.64%
20.01%
6.80% 20.40%
15.92%
14.66%
11.95%
12.17%
16.70%
19.59%
19.64%
14.74%
16.22%
19.93%
13.49%
15.36%
16.49%
21.42%
41.22%
15.23%
14.51%
14.94%
22.20%
46.06%
16.06%
7.97%
14.53%
3.96%
6.26%
Kla
39.48%
17.66%
14.05%
23.73%
8.27%
9.34%
12.04%
10.57%
10.06%
Untuk indikator DDF 3 dan DDF 4 menunjukkan bahwa persentase
Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Pengeluaran Rutin dan Pendapatan Asli
Daerah + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak terhadap Total Pengeluaran Rutin
dari tahun 1998-2004 menunjukkan nilai yang rendah karena lebih kecil dari 20%
9
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
untuk semua daerah kecuali daerah Surakarta. Era sebelum otonomi daerah untuk
persentase tertinggi DDF 3 yang dicapai tahun 1998 yakni daerah Surakarta,
Wonogiri, Sragen, Karanganyar, dan Klaten. Sedangkan daerah Boyolali dan
Sukoharjo pada tahun 1999. Era setelah otonomi daerah untuk persentase tertinggi
DDF 3 berbeda-beda. Tahun 2001 pada daerah Surakarta dan Boyolali, tahun
2002 pada daerah Wonogiri, tahun 2003 pada daerah Sragen, Karanganyar, dan
Klaten, dan tahun 2004 pada daerah Sukoharjo. Era sebelum otonomi daerah
untuk persentase tertinggi DDF 4 pada tahun 1998 yakni daerah Sukoharjo,
Wonogiri, Sragen, Karanganyar, dan Klaten. Sedangkan daerah Surakarta dan
Boyolali dicapai pada tahun 2000. Era setelah otonomi daerah untuk persentase
tertinggi tahun 2001 dicapai daerah Surakarta, tahun 2002 dicapai daerah Boyolali
dan Sukoharjo, tahun 2003 dicapai daerah Wonogiri dan Klaten, dan tahu 2004
dicapai daerah Sragen dan Karanganyar.
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah
SUBOSUKOWONOSRATEN belum mampu meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah-nya sebagaimana diharapkan. Ini menyebabkan Pemda harus berupaya
untuk mencari pemasukan dari sektor lain yang tentunya berasal dari subsidi
pemerintah pusat dalam bentuk lain. Padahal sebagai daerah otonom, penggalian
dana untuk membiayai pembangunan lebih ditekankan pada PAD. PAD menjadi
cerminan kemampuan daerah akan kemampuan daerah dalam membiayai kegiatan
pembangunan
yang
dilakukan
didaerah
otonom
khususnya
daerah
SUBOSUKOWONOSRATEN.
2.2 Kemandirian Daerah Pola Hubungan
Tabel 7 Tabel Kemandirian Daerah Pola Hubungan
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
10.70%
11.17%
12.77%
11.55%
14.77%
13.28%
13.91%
15.65%
14.40%
Kemandirian Daerah Pola Hubungan
Byl
Skh
Wng
Sra
KrAny
10.38%
8.70%
9.97%
10.43%
10.74%
9.55% 10.06%
11.56%
9.92% 10.97% 10.45% 12.80%
11.00%
10.34%
9.74% 10.16% 12.80%
12.27%
8.38%
6.03%
6.23%
7.36%
12.67%
8.21%
9.18%
9.72%
9.22%
10.87%
7.64%
7.58% 14.52%
8.08%
11.20%
7.43%
8.15% 13.15%
9.09%
11.75%
7.91%
7.74% 10.90%
8.44%
Kla
16.72%
8.35%
6.13%
10.40%
4.42%
5.42%
4.42%
6.93%
5.30%
10
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
Dari
tabel
7
diatas
terlihat
bahwa
pola
hubungan
daerah
SUBOSUKOWONOSRATEN diera sebelum dan sesudah otonomi daerah dalam
mencukupi
pembiayaan
untuk
melakukan
tugas-tugas
pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan, sosial masih rendah dan bahkan mempunyai
kecenderungan turun. Ini ditunjukkan dengan tingkat kemandirian yang dapat
dikategorikan rendah sekali yaitu antara 5 % hingga 14 % sehingga masuk dalam
pola hubungan instruktif dimana peran pemerintah pusat lebih dominan daripada
kemandirian pemerintah daerah.
2.3 Rasio Aktivitas Pembangunan Daerah
Tabel 8 Rasio Aktivitas Pembangunan Daerah I
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
37.75%
34.14%
74.45%
48.78%
59.90%
90.76%
82.34%
88.20%
80.30%
( Belanja Rutin / Total Pengeluaran )
Byl
Skh
Wng
Sra
77.02%
78.02%
71.67%
78.92%
80.15%
84.87%
80.49%
77.27%
81.03%
84.08%
80.49%
77.74%
79.73%
80.21%
87.31%
83.86%
85.81%
82.40%
81.54%
84.90%
79.38%
80.44%
89.59%
79.46%
71.01%
71.94%
89.03%
74.29%
68.34%
73.62%
86.87%
80.63%
76.13%
77.10%
KrAny
79.11%
79.3%
81.19%
79.87%
85.45%
82.9%
28.89%
31.59%
52.83%
Kla
63.73%
97.19%
81.81%
80.91%
91.40%
87.46%
75.59%
98.62%
88.27%
( Belanja Pembangunan / Total Pengeluaran )
Byl
Skh
Wng
Sra
KrAny
22.98%
21.98%
28.33%
20.89
21.08%
19.85%
15.13%
20.70
19.51%
22.73%
18.97%
15.92%
18.81
19.51%
22.26%
20.27%
19.79%
20,10
12.69%
16.14%
14.19%
17.60%
14.68
18.46%
15.10%
20.62%
19.56%
17.06
11.81%
20.54%
21.10%
28.06%
71.11
11.07%
63.67%
21.30%
8.81%
68.41
13.51%
28.86%
19.30%
18.51%
47,19
Kla
36.27%
25.29%
14.30%
25.29%
8.60%
13.20%
22.58%
23.11%
16.87%
Tabel 9 Rasio Aktivitas Pembangunan Daerah II
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
56.67%
58.75%
22.05%
45.82%
7.97%
9.40%
6.18%
3.95%
6.87%
Dari kedua tabel diatas terlihat bahwa daerah SUBOSUKOWONOSRATEN
rata-rata rasio Belanja Rutin terhadap Total Pengeluaran Daerah lebih besar
daripada
rata-rata
rasio Belanja Pembangunan terhadap
Total
Belanja
Pembangunan. Memang bila dilihat dari rata-rata diera sesudah otonomi
menunjukkan kecenderungan menurun bila dibandingkan dengan era sebelum
11
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
otonomi daerah. Namum kesemuanya tetap menunjukkan tingginya rasio Belanja
Rutin terhadap Total Pengeluaran Daerah berarti pembangunan yang digunakan
untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin
kecil. Belanja rutin yang ditujukan untuk menggerakkan roda pemerintahan
sehari-hari perlu diupayakan untuk dilakukan pengehematan sehingga lebih
digunakan untuk membiayai proyek pembangunan yang didasarkan atas
kebutuhan nyata dari masyarakat tingkat bawah.
2.4 Indeks Kesiapan Otonomi Daerah
Kesiapan Keuangan Daerah menunjukkan kesiapan Pemerintah Daerah dalam
menghadapi penyelenggaraan otonomi daerah khususnya dalam bidang keuangan,
merupakan
cerminan
keuangan
daerah
yang
perlu
digali
dan
terus
ditumbuhkembangkan untuk kesinambungan pembangunan dalam pelaksanaan
APBD.
Tabel 10 Indeks Kesiapan Otonomi Daerah
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
34.74%
33.43%
30.37%
32.85%
15.40%
19.19%
17.55%
18.03%
17.54%
Byl
10.92%
10.92%
7.28%
8.52%
8.39%
9.34%
8.38%
( PAD / Total Pengeluaran )
Skh
Wng
Sra
1.19% 10.96% 10.47%
30.11%
8.64%
9.02%
11.52%
9.86%
9.88%
14.27%
9.82%
9.79%
7.33%
5.53%
6.34%
7.33%
7.71%
8.81%
6.23%
5.96% 11.01%
8.06%
6.26% 11.45%
7.24%
6.37%
9.40%
KrAny
13.23%
11.43%
11.37%
12.01%
7.63%
9.42%
7.21%
8.32%
8.15%
Kla
12.41%
9.56%
5.44%
9.14%
4.30%
4.30%
4.51%
5.41%
4.63%
KrAny
16.24%
14.17%
14.41%
14.94%
8.39%
10.26%
25.34%
27.35%
17.84%
Kla
19.47%
9.84%
6.65%
11.99%
4.70%
4.92%
5.97%
5.49%
4.05%
Tabel 11 Indeks Kesiapan Otonomi Daerah
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
39.33%
40.75%
36.19%
38.76%
7.78%
14.68%
11.45%
11.10%
11.25%
Byl
13.56%
13.56%
8.34%
10.45%
9.00%
9.99%
9.44%
( PAD / Pengeluaran Rutin )
Skh
Wng
Sra
14.16% 14.05% 14.61%
12.05% 10.78% 10.63%
14.57% 12.17% 11.75%
13.59% 12.33% 12.33%
8.40
6.44%
7.69%
10.45
9.71% 10.96%
7.94%
8.39% 15.30%
10.85%
9.16% 15.55%
9.27%
8.43% 12.37%
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
12
Tabel 12 Indeks Kesiapan Otonomi Daerah
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
49.71%
46.41%
20.27%
38.80%
12.67%
19.00%
16.62%
15.53%
15.96%
( PAD+BHPBP / Total Pengeluaran )
Skh
Wng
Sra
KrAny
18.85% 17.07% 17.07% 19.28%
15.61% 14.13% 15.35% 18.41%
18.36% 19.37% 16.63% 19.17% 21.38%
18.36% 17.94% 15.94% 17.19% 19.69%
13.90% 14.00% 10.26% 10.03% 14.38%
15.98% 15.10% 11.62% 13.05% 17.22%
12.59% 12.06%
9.74% 15.41% 12.31%
14.24% 10.78%
9.13% 16.34% 15.42%
14.18% 12.98% 10.19% 13.71% 14.83%
Byl
Kla
25.16%
17.16%
11.49%
17.94%
7.56%
8.17%
9.10%
10.42%
8.81%
Tabel 13 Indeks Kesiapan Otonomi Daerah
Era
Tahun
Sesudah
Otonomi
Daerah
Sebelum
Otonomi
Daerah
1998
1999
2000
Rerata
2001
2002
2003
2004
Rerata
Sumber: Data Diolah
Ska
55.28%
54.60%
20.27%
43.38%
24.89%
20.97%
15.98%
17.61%
19.86%
( PAD+BHPBP / Pengeluaran Rutin )
Skh
Wng
Sra
KrAny
22.42%
21.88%
23.82% 25.41%
19.39%
17.62%
18.08% 22.37%
22.81% 24.51%
20.53%
22.80% 26.39%
21.57% 24.72%
22.81% 22.11%
20.01%
15.92% 16.05%
11.95%
12.17% 17.35%
19.59% 19.59%
14.64%
16.22% 20.41%
13.49% 15.36%
13.72%
21.42% 41.25%
15.23% 14.51%
13.36%
22.20% 46.43%
18.00% 31.36%
16.06% 16.37%
13.42%
Byl
Kla
39.48%
67.86%
14.05%
40.46%
8.27%
9.34%
12.04%
10.57%
10.06%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat rasio antara pendapatan daerah yang
berupa PAD dan BHD dengan pengeluaran total dan pengeluaran rutin masih
rendah. Ini ditunjukkan dengan besarnya nilai yang tidak mencapai 50%. Oleh
karenanya semakin menunjukkan bahwa ketergantungan daerah terhadap pusat
masih begitu tinggi. Hal ini berarti kemampuan pembiayaan urusan daerah bila
didanai sepenuhnya oleh PAD dan BHD masih rendah. Artinya kesiapan daerah
SUBOSUKOWONOSRATEN dalam menghadapi otonomi daerah masih rendah
karena kurangnya kemandirian dalam membiayai pengeluaran daerah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN belum mampu menggali potensi PAD
yang dimiliki ini terlihat dari rendahnya DDF yang dimiliki sehingga
13
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
menyebabkan daerah SUBOSUKAWONOSRATEN harus mencari sumber
pemasukan lain yang lebih besar dari PAD yang sudah didapat.
b. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN mempunyai tingkat kemandirian yang
masih rendah sehingga mempunyai pola hubungan yang instruktif. Artinya
peranan pemerintah pusat lebih dominan datipada pemerintah daerah.
c. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN mempunyai rasio belanja rutin
terhadap total pengeluaran lebih besar dari pada rasio belanja pembangunan
terhadap total pengeluaran sehingga sebagian besar anggaran terserap untuk
alokasi belanja rutin.
d. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN dengan pendapatan asli yang ada
belum mampu untuk membiayai pembangunan sehingga perlu dicari upaya
untuk meningkatkannya.
e. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN pertumbuhan PDRB terhadap PAD
belum mampu berjalan sinergis karena idealnya meningkatnya PDRB berarti
meningkatnya PAD.
f. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN masih menetapkan alokasi yang besar
untuk belanja rutin terutama pada pos belanja pegawai dibandingkan dengan
pos belanja rutin yang lain.
g. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN masih mengandalkan paradigma lama
yaitu perolehan pendapatan terbesar berasal dari pos non PAD yaitu pos
subsidi daerah otonom atau atau dana rutin daerah ( sebelum OTDA ) dan pos
dana rutin daerah atau DAU ( setelah OTDA ).
h. Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN dalam menyiapkan otonomi daerah
masih terlihat setengah hati. Ini ditunjukkan dengan kecilnya proporsi IKOD
tiap instrumen alat analisis.
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
a. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu menggali potensi
PAD yang ada dengan mencari potensi yang dapat dijadikan peluang.
b. Pemerintah
Daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN
perlu
memperbaiki
pengelolaan keuangan daerah dengan mengurangi proporsi bantuan maupun
sumbangan.
14
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
c. Pemerintah
Daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN
perlu
melakukan
penghematan terhadap alokasi pada pos belanja rutin terutama belanja
pegawai.
d. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu mensinergikan
kenaikan PDRB dengan kenaikan PAD dengan melihat potensi yang ada.
e. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu menggali pendapatan
dari sektor pajak daerah maupun retribusi daerah yang dianggap potensial
namun tidak memberatkan warganya. Ini dapat dilakukan pada aktivitas yang
tidak
melibatkan
sebagian
besar
warga
di
Daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN.
f. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu membrei perhatian
secara selektif mengenai pos belanja lainnya sehingga tidak memberatkan
anggaran yang dapat mengurangi tabungan daerah.
g. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu melakukan usaha
yang
dapat
meningkatkan
pendapatan
masyarakat
sehingga
dapat
meningkatkan potensi daerah yang ada.
h. Pemerintah Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN perlu mengupayakan
rasionalisasi belanja yang erat kaitannya dengan disiplin anggaran.
DAFTAR PUSTAKA
BPS dan Bappeda Daerah Surakarta berbagai edisi. 1998 - 2005. Surakarta
Dalam Angka 1998 - 2005. Surakarta : BPS dan Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Boyolali berbagai edisi. 1998 - 2005. Boyolali Dalam
Angka 1998 - 2005. Boyolali : BPS dan Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Sukoharjo berbagai edisi. 1998 - 2005. Sukoharjo
Dalam Angka 1998 – 2005. Sukoharjo : BPS dan Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Wonogiri berbagai edisi. 1998 - 2005. Wonogiri
Dalam Angka 1998 – 2005. Wonogiri : BPS dan Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Karanganyar berbagai edisi. 1998 - 2005.
Karanganyar Dalam Angka 1998 – 2005. Karanganyar : BPS dan
Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Sragen berbagai edisi. 1998 - 2005. Sragen Dalam
Angka 1998 – 2005. Sragen : BPS dan Bappeda.
BPS dan Bappeda Daerah Klaten berbagai edisi. 1998 - 2005. Klaten Dalam
Angka 1998 – 2005. Klaten: BPS dan Bappeda.
Analisis Kemandirian Daerah di Subosikawonosraten... (2007)
15
BPKD Daerah Surakarta berbagai edisi. 1998 – 2005. Nota Keuangan
Pemerintah Daerah Surakarta. Surakarta : BPKD.
BPKD Daerah Boyolali berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan
Pemerintah Daerah Boyolali. Boyolali : BPKD.
BPKD Daerah Sukoharjo berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan
Pemerintah Daerah Sukoharjo. Sukoharjo : BPKD.
BPKD Daerah Wonogiri berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan
Pemerintah Daerah Wonogiri. Wonogiri : BPKD.
BPKD Daerah Karanganyar berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan
Pemerintah Daerah Karanganyar. Karanganyar : BPKD.
BPKD Daerah Sragen berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan Pemerintah
Daerah Sragen. Sragen : BPKD.
BPKD Daerah Klaten berbagai edisi. 1998 - 2005. Nota Keuangan Pemerintah
Daerah Klaten. Klaten : BPKD.
Hakim, Rahman Arif. 2005. Evaluasi kemandirian Keuangan Daerah dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah Wilayah SUBOSUKAWONOSRATEN.
Jurnal Dinamika Vol 1, No 1, Mei 2005.
Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah.
Yogyakarta: AMP YKPN.
Lincolin Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE UGM.
_____________. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Yogyakarta: BPFE UGM.
Mulyanto. 2004. Pembangunan Daerah dan Indikator Kemajuan
Pembangunan Daerah di Era Otonomi. Suplement Mata Kuliah
Ekonomi Regional. Surakarta.
Sadono Sukirno. 1995. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi
Ketujuh. Jakarta. Erlangga.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437).
_______________ . Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438).
Widodo, Triyatno Suseno. 1990. Indikator Ekonomi: Dasar Perhitungan
Ekonomi Indonesia. Jakarta: Kanisius.
Yunastiti Purwaningsih. 2002. Modul Metodologi Penelitian. Surakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.