Penampilan dan Nilai Duga Parameter Gene

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogeaL.) merupakan salah satu tanaman pangan
penting setelah padi, jagung, dan kedelai di Indonesia. Hasil komoditas ini
umumnya digunakan dalam pembuatan kacang goreng, kacang rebus, bumbu
pecal, kue dan aneka industri lainnya. Permintaan domestik terhadap kacang tanah
terus meningkat di Indonesia seiringdengan pertambahanjumlah penduduk dan
berkembangnya berbagai sektor agroindustri (Rukmana, 1999).Menurut Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan (2012), kebutuhan akan kacang tanah terus meningkat
dengan rata-rata setiap tahun mencapai 900.000 ton, namun produksi rata-rata
setiap tahun hanya mencapai783.110 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu
adanya usaha dalam meningkatkan produksi kacang tanah guna memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
Menurut Suprapto (2000), rendahnya produksi kacang tanah disebabkan
oleh beberapa faktor seperti tidak optimalnya pengolahan tanah, pemeliharan
tanaman yang kurang optimal, serangan hama dan penyakit, mutu benih dan
penggunaan varietas kacang tanah yang berproduksi rendah serta terjadi periode
kekeringan yang lama pada fase pengisian polong tanaman kacang tanah.

Cekaman kekeringan menjadi masalah yang perlu diperhatikan dalam budidaya
kacang tanah di lahan kering mengingat ketersediaan air yang tidak selalu
terjamin sepanjang musim apalagi menjelang musing kemarau. Oleh karena itu,
dalam upaya meningkatkan produktivitas, perakitan dan penggunaan varietas
tahan atau toleran terhadap kondisi lingkungan bercekaman dengan tetap

1

2

mempertahankan daya hasil tinggi menjadi salah satu target dalam kegiatan
pemuliaan kacang tanah (Yudiwanti et al., 2008).
Peningkatan hasil tanaman kacang tanah harus dimulai dari perbaikan
potensi genetik melalui pemuliaan tanaman dan disusul oleh perbaikan lingkungan
melalui tindak agronomi yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman. Perbaikan
potensi genetik melalui pemuliaan ditempuh dalam lima langkah yang berurutan ,
meliputi : (1) penentuan parameter genetik, (2) membuat persilangan, (3)
melakukan seleksi, (4) uji daya hasil dan multilokasi, serta (5) pelepasan dan
perlindungan varietas. Penentuan parameter genetik karakter kuantitatif tanaman
kacang tanah merupakan langkah awal dalam kegiatan pemuliaan tanaman (Nasir,

2010).
Penentuan parameter genetik ini dilakukan dengan menggunakan komponen
ragam dari tabel sidik ragam. Komponen ragam dipilah menjadi ragam genetik,
ragam lingkungan dan ragam fenotipe (Singh dan Chaudhary, 1987). Selanjutnya
dari nilai duga ketiga jenis ragam ini dapat ditentukan beberapa parameter genetik
yang diinginkan.
Nilai duga parameter genetik yang diamati meliputi : (1) koefisien
keragaman genetik (KKG), (2) heritabilitas dalam arti luas, (3) kemajuan genetik
harapan (KGH), dan (4) korelasi antar sifat. Semua nilai duga ini sangat penting
artinya bagi langkah-langkah yang akan ditempuh dalam kegiatan pemuliaan
tanaman kacang tanah selanjutnya (Nasir, 2010). Nilai duga koefisien keragaman
genetik sangat berguna dalam menentukan apakah individu yang ada dalam
populasi yang dicobakan sudah beragam atau seragam sesamanya.

3

Kegiatan pemuliaan tanaman baru dapat dimulai bila sudah tersedia materi
genetik

yang


beragam.

Sebaliknya,

bila

nilai

duga

KKG

rendah

mengindikasikanbahwa individu dalam populasi tersebut cenderung seragam.
Pada kondisi seperti ini kegiatan pemuliaan tanaman lebih lanjut pada populasi ini
belum dapat dilakukan (Nasir, 2010).
Informasi nilai duga heritabilitas dalam arti luas sangat bermanfaat bagi
pemulia tanaman kacang tanah. Nilai duga ini menyajikan informasi apakah suatu

karakter tertentu lebih dikendalikan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan.
Suatu karakter memiliki nilai duga heritabilitas dalam arti luas bermakna bahwa
ekspresi karakter tersebut lebih dikendalikan oleh faktor genetik dibandingkan
dengan faktor lingkungan. Karakter yang cenderung dikendalikan oleh faktor
lingkungan tidak memiliki makna apa-apa dalam perbaikan karakter tersebut
dengan pemuliaan. Hal ini disebabkan karena karakter lebih dikendalikan oleh
faktor lingkungan tidak diwariskan dari induk kepada keturunannya. Dalam
pemuliaan tanaman karakter yang diinginkan adalah karakter yang lebih
dikendalikan oleh faktor genetik dan biasanya karakter tersebut memiliki nilai
duga heritabilitas dalam arti luas tinggi (Nasir, 2010).
Nilai duga kemajuan genetik harapan (KGH) mengindikasikan perbaikan
kemajuan genetik yang dapat diharapkan terjadi pada populasi yang sedang
ditangani setelah satu siklus seleksi dilakukan pada populasi tersebut. Dengan
demikian, makin besar nilai duga kemajuan genetik harapan, maka makin besar
pula kemajuan genetik yangakan dicapai pada populasi yang dicobakan
(Hallaueur dan Miranda, 1988). Nilai duga korelasi antar sifat memiliki arti yang

4

sangat penting dalam menentukan metode seleksi yang akan digunakan

padakarakter tertentu. Pada dasarnya ada dua macam metode seleksi yaitu metode
seleksi langsung dan metode seleksi tidak langsung.
Metode seleksi langsung adalah kegiatan yang ditujukan pada karakter yang
akan diperbaiki secara langsung.Metode seleksi tidak langsung diterapkan pada
karakter lain yang berkorelasi positif dengan karakter yang ingin diperbaiki. Jadi
pedoman panerapan metode seleksi yang akan digunakan sangat ditentukan oleh
nilai duga korelasi antar sifat yang diamati (Jain, 1989).
Peningkatan produksi kacang tanah seringkali kurang berhasil jika
dihadapkan pada kondisi lahan mengalami cekaman, khususnya cekaman
kekeringan. Pada lahan yang mengalami cekaman kekeringan jumlah air dalam
rongga mikro tanah tidak memadai dengan kebutuhan tanaman. Ketersediaan air
yang cukup merupakan prasyarat penting bagi pertumbuhan dan hasil tanaman
kacang tanah.Menurut Turner (1979), setiap tanaman dapat menghindari kondisi
kekeringan dengan cara mempertahankan serapan air. Mekanisme ini ditunjang
oleh sistem perakaran yang mampu menyerap air tanah lebih banyak oleh setiap
tanaman.Namun demikian, setiap genotipe tanaman memiliki respon yang
berbeda menghadapi cekaman kekeringan ini.
Pembentukan genotipe kacang tanah yang respon terhadap cekaman
kekeringan mutlak diperlukan sekarang ini. Hal ini disebabkan karena jumlah luas
lahan tercekam kekeringan semakin lama semakin luas. Oleh karena itu

pendugaan parameter genetik pada kondisi lahan tercekam kekeringan sangat
diperlukan sehingga memudahkan untuk merakit varietas kacang tanah unggul
yang tahan kering.

5

I.2. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.

Apakah ada perbedaan tampilan karakter kuantitatif beberapa genotipe
kacang tanah dengan berbedanya kondisi kekeringan tanah. Genotipe
manakah yang menunjukkan penampilan terbaik pada kedua kondisi
lingkungan yang berbeda.

2.

Berapa besaran nilai duga parameter genetik karakter kuantitatif beberapa
genotipe kacang tanah pada kondisi normal dan tercekam kekeringan,
genotipe manakah berpotensi secara genetik untuk dijadikan calon tetua

dalam kegiatanpemuliaan lebih lanjut.

I.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.

Mengetahui penampilan karakter kuantitatif terbaik dari beberapa genotipe
kacang tanah yang dicobakan pada kondisi cekaman kekeringan yang
berbeda.

2.

Menemukan nilai duga parameter genetik karakter kuantitatif terbaik,
sehingga berpotensi dijadikan calon tetua dalam kegiatan persilangan lebih
lanjut.

I.4. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini meliputi :
1.


Ada perbedaan penampilan karakter kuantitatif dengan berbeda genotipe dan
lingkungan yang dicobakan.

2.

Paling kurang ada satu genotipe yang menunjukkan penampilan terbaik.

II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Parameter Genetik
Pada dasarnya upaya perbaikan genetik dapat dilakukan melalui dua
prosedur yaitu seleksi dan persilangan. Kedua sistem tersebut dapat
digunakan secara terpisah maupun dalam suatu kombinasi. Untuk
menentukan program pemuliaan yang akurat pada suatu populasi,
sebaiknya diketahui terlebih dahulu parameter genetik dari populasi
tersebut (Warwick et al., 1995).
Parameter genetik meliputinilai variabilitas genetik, ragam genotipe,
ragam fenotipe, ragam lingkungan, nilai heritabilitas, kemajuan genetik,
dan korelasi genetik pada sifat-sifat produksi yang memiliki nilai
ekonomis penting (Warwick et al., 1995). Nilai heritabilitas dapat
digunakan sebagai dasar kebijakan dalam melakukan seleksi, karena nilai

heritabilitas yang tinggi akan memberikan respon seleksi yang tinggi pula.
Sebaliknya apabila nilai heritabilitas relatif rendah, maka program
seleksi tidak akan efektif sehingga program persilangan akan lebih baik
(Cameron, 1997). Korelasi genetik dapat dimanfaatkan untuk menentukan
sifat produksi lain yang dapat dijadikan kriteria seleksi apabila sifat
pertama yang dipilih sebagai kriteria seleksi terlalu sulit atau terlalu mahal
untuk dilakukan (Martojo, 1992).
Pendugaan parameter genetik merupakan informasi dasar bagi upaya
perbaikan suatu karakter tanaman melalui seleksi atau kegiatan pemuliaan
lainnya. Dikemukakan bahwa penampilan fenotipik suatu karakter
tanaman merupakan hasil dari faktor genetik, lingkungan, dan interaksi
antara faktor genetik dan lingkungan (Falconer dan Mackay, 1996). Dalam

6

7

pendugaan parameter genetik, nilai ragam genotipe, fenotipe, dan
lingkungan dapat dipisahkan dan dapat diduga antara satu dan lainnya,
sehingga mudah mengukur nilaivariabilitas, heritabilitas, dan kemajuan

genetik.
Pendugaan parameter genetik dalam kaitankarakterisasi sifat-sifat
tanaman merupakan komponen utama dalam upaya perbaikan sifat
tanaman sesuai dengan yang dikehendaki. Keberhasilan seleksi tanaman
dalam pemuliaan bergantung pada seberapa luas variabilitas genetik yang
ada dari suatu materi yang akan diseleksi (Akhtar et al., 2007). Variabilitas
genetik menunjukkan perbedaan nilai genotipe individu-individu dalam
suatu populasi sehingga mengindikasikan besarnya potensi dan peluang
keberhasilan dalam suatu seleksi (Murdaningsih et al., 1990).
II.2. Botani Tanaman Kacang Tanah
II.2.1. Sistematika
Menurut Suprapto (2001) menyatakan bahwa dalam dunia tumbuhtumbuhan, kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi
: Spermatopyta
Sub-Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rosales

Famili
: Papilionaceae
Genus
: Arachis
Spesies

: Arachis hypogaea L.

II.2.2. Morfologi Tanaman Kacang Tanah
II.2.2.1. Akar

8

Kacang tanah berakar tunggang yang tumbuh lurus hingga
kedalaman 40 cm. Menurut Pitojo (2005) bagian akar tunggang tersebut
akan ditumbuhi oleh akar cabang dan diikuti oleh akar serabut, pada
bagian ini terdapat bintil-bintil akar yang berisi bakteri Rhizobium. Akar
tanaman kacang tanah bersimbiosis dengan bakteri rhizobium yang
terdapat pada bintil akar. Bakteri rhizobium ini dapat mengikat nitrogen
yang terdapat diudara dan memfiksasi nitrogen ke tanah yang digunakan
untuk pertumbuhan dan meningkatkan hasil kacang tanah (Marsono dan
Sigit, 2001).
II.2.2.2. Batang
Batang tanaman kacang tanah tidak berkayu dan berbulu halus.
Tinggi batang rata-rata sekitar 50 cm tetapi ada juga yang mencapai 80
cm. Berdasarkan adanya pigmentasi antosianin pada batang, warna batang
kacang tanah dibagi menjadi dua, yaitu warna merah atau ungu dan tidak
berwarna dalam hal ini hijau.
Kacang tanah mempunyai dua cara tumbuh yang berbeda, yaitu
tegak (bunch type) dan menjalar (runner type). Biasanya kacang tanah
dengan pertumbuhan tipe tegak dipanen pada umur 100 – 130 hari setelah
penanaman, sedangkan tipe menjalar dipanen pada umur 130 – 150 hari
setelah penanaman (Purwono dan Purnamawati, 2009).
II.2.2.3. Daun
Kacang tanah berdaun majemuk bersirip genap, terdiri atas empat
anak daun sedikit berbulu dengan tangkai daun agak panjang. Permukaan
daun yang sedikit berbulu berfungsi sebagai penahan atau penyimpan

9

debu. Menurut Suprapto (2001) helaian anak daun ini bertugas
mendapatkan cahaya matahari sebanyak-banyaknya. Pada kacang tanah
tanah daun bagian atas biasanya lebih besardibandingkan dengan yang
dibawah. Begitu pula yang terletak pada batang utama lebih besar
dibandingkan dengan yang muncul pada cabang.
II.2.2.4. Bunga
Bunga kacang tanah berbentuk kupu-kupu, berwarna kuning atau
kuning kemerahan. Suprapto (2001) menyatakan bahwa kacang tanah
mulai berbunga kirakira pada umur 4 sampai 5 minggu. Bunga keluar dari
ketiak daun dan mahkota bunganya (corolla) kuning. Umur bunga hanya
satu hari, mekar dipagi hari dan layu pada sore hari.
Bunga kacang tanah melakukan penyerbukan sendiri artinya bunga
jantan menyerbuki bunga betina dari satu bunga yang sama dan terjadi
sebelum bunga mekar. Penyerbukan terjadi saat malam menjelang pagi
hari, pada pagi harinya bunga yang telah diserbuki akan mekar. Karena
penyerbukannya yang tertutup, maka kemungkinan penyerbukan yang
dilakukan oleh alam dapat terjadi tetapi dalam jumlah yang sangat kecil
kira-kira 0.5%.
II.2.2.5. Buah
Kacang tanah berbuah polong dimana polong terbentuk setelah
terjadi pembuahan. Polong kacang tanah bervariasi dalam ukuran, bentuk,
paruh, dan kontiksinya. Bakal buah tumbuh memanjang yang disebut
ginofor yang nantinya menjadi tangkai polong, tapi buah yang terbentuk
dari bunga yang letaknya dibagian atas tidak akan membentuk polong.

10

Selanjutnya Purwono dan Purnamawati (2009)menambahkan setelah
menembus tanah ginofor tumbuh mendatar, membengkak, dan membentuk
polong. Panjang ginofor tergantung letak/jarak bunga dengan permukaan
tanah. Jika panjangnya lebih dari 15 cm maka ginofor akan
berhentitumbuh.
II.2.2.6. Biji
Varietas lokal kacang tanah umumnya mempunyai ukuran biji kecil
lebih kecil bila dibandingkan dengan varietas unggul seperti badak, gajah,
singa dan varietas yang lain-lain. Warna biji kacang tanah bermacammacam, yaitu putih, merah, ungu, dan merah muda. Kacang tanah yang
paling baik berwarna merah muda.
II.3.

Cekaman Kekeringan
Kekeringan merupakan suatu kondisi dimana ketersediaan air
didalam tanah tidak mencukupi kebutuhan air tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman cenderung tetap atau dapat menyebabkan tanaman
mati. Periode kritis tanaman kacang tanah terhadap cekaman kekeringan
adalah pada stadia kecambah dan stadia reproduktif (Boote et al., 1982).
Air merupakan unsur penting bagi produksi, maka efisiensi
penggunaanya harus memberikan produksi yang tinggi. Tanaman
mengalami cekaman kekeringan bila terjadi kekurangan air baik di dalam
tanaman maupun di dalam tanah (Levit, 1980). Kurangnya air selama
masa pertumbuhan tanaman umumnya menghambat proses pertumbuhan
dan menyebabkan gangguan pada fotosintesis. Tanaman yang toleran
terhadap kondisi cekaman kekeringan akan menunjukkan respons

11

morfologis dan fisiologis yang berbeda dibandingkan dengan tanaman
yang peka.
Menurut Levit (1980), terdapat tiga mekanisme toleransi tanaman
terhadap cekaman kekeringan air, yaitu : (a) penghindaran (avoidance),
tanaman memiliki kemampuan untuk mengatur status air jaringan agar
tetap hidup dan berproduksi pada kondisi potensial air jaringan tanaman
rendah, (b) toleran, sebagaian tanaman memiliki respon pertahanan
terhadap cekaman kekeringan, sebagian tanaman ada yang mati dan ada
yang dapat bertahan hidup walaupun pada kondisi cekaman kekeringan,
dan (c) lolos (escape), tanamanmemiliki kemampuan untuk melengkapi
siklus hidupnya sebelumtanah mencapai batas kritis, dan tanaman berumur
genjah biasanya memiliki mekanisme ini.
Tanaman memiliki kemampuan untuk mengatur status air jaringan
agar tetap hidup dan berproduksi pada kondisi dan potensial air jaringan
tanaman yang rendah. Keuntungan tanaman yang toleran terhadap
kekeringan

adalah:

mempertahankan

(a)

mempertahankan

terbukanya

stomata

(c)

perpanjangan

sel,

mempertahankan

(b)
laju

fotosintesis, dan (d) bertahan hidup pada kondisi dehidrasi (Turner, 1986).
Cekaman kekeringan dapat menurunkan tingkatproduktivitas
tanaman, karena menurunnya metabolisme primer, penyusutan luas daun
dan aktivitas fotosintesis. Penurunan akumulasi biomassa akibat cekaman
air untuk setiap jenis tanaman besarnya tidak sama. Hal tersebut
dipengaruhi oleh tanggap masing-masing jenis tanaman terhadap kondisi
lingkungan cekaman kekeringan (Rahardjo et al., 1999). Allard (1960)
menjelaskan bahwa aplikasi pemuliaan tanaman tidak pernah lepas dari

12

pengaruh keadaan lingkungan yang ada, karena tanaman dalam
pertumbuhannya merupakan fungsi dari genotipe dan lingkungan.
II.4.

Hubungan Air dengan Tanaman
Kebutuhan air bagi tumbuhan berbeda-beda,tergantung jenis
tumbuhan dan fasepertumbuhannya. Pada musim kemarau, tumbuhan
sering mendapatkan cekaman air (water stress) karena kekurangan
pasokan air di daerah perakaran dan laju evapotranspirasi yang melebihi
laju absorbsi air oleh tumbuhan (Levitt, 1980). Sebaliknya pada musim
penghujan, tumbuhan sering mengalami kondisi jenuh air.Menurut
Gardner et al., (1991) air yang dapatdiserap dari tanah oleh akar tumbuhan
disebut air yang tersedia. Air yang tersedia merupakan perbedaan antara
jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang dan jumlah air dalam tanah
pada persentase pelayuan permanen.
Air seringkali membatasi pertumbuhan danperkembangan tanaman
budidaya. Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada
aktivitas metabolismenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau
produktivitasnya. Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling
sensitif terhadap kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi
turgor sel sehingga akan mengurangi pengembangan sel, sintesis protein,
dan sintesis dinding sel (Gardner et al., 1991).
Mubiyanto (1997) menjelaskan kehilangan air pada jaringan
tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makro
molekul

serta

senyawa-senyawa

dengan

berat

molekul

rendah,

mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam
tanaman. Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan

13

konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada
tanaman tidak hanya berkaitan dengan aspek produksi tetapi juga kualitas
hasil. Dalam kondisi kekurangan air, produksi hasil tanaman tidak akan
mencapai kualitas dan kuantitas hasil yang maksimal.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
III.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh yang berlangsung
Desember 2013 sampai Maret 2014.
III.2. Bahan dan Alat
III.2.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Benih
Benih kacang tanah yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 5
genotipe yaitu : Genotipe lokal Kuala Batee, Genotipe lokal Babah Rot,
Genotipe lokal Baet – Cadek, Genotipe lokal Ulee Kareeng, dan Genotipe
Badak. Semua genotipe kacang tanah merupakan koleksi Laboratorium
Genetika dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Syiah
Kuala.
b.

Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah lapisan atas (top soil) yang

berasal dari Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
c.
Polibag
Polibag yang digunakan berwarna hitam sebanyak 15 polibag dengan
ukuran 20 cm x 30 cm.
d.
Pupuk
Pupuk yang digunakan meliputi pupuk Urea, SP-36, KCI dengan
dosis masing-masing 300 kg ha-1, 200 kg ha-1dan 100 kg ha-1. Sebagai
pupuk dasar digunakan pupuk kandangdengan dosis anjuran 2 ton ha-1.
Penggunaan pupuk kandang hanya sebagai campuran media tanam, dimana
tanah dan pupuk kandang dicampur menjadi satu bagian dengan perbandingan
volume campuran 1 : 1 (tanah : pupuk kandang).
e.
Pestisida
14

15

Untuk mengendalikan hama dan patogen masing-masing digunakan
insektisida Decis dengan konsentrasi 2 cc per liter air dan fungisida
Dithane M- 45 dengan konsentasi 2 gper liter air.
f.

Rumah Plastik
Untuk tanaman dalam kondisi cekaman kekeringan ditempatkan didalam

rumah plastik. Rumah plastik berguna untuk melindungi tanaman kacang tanah
dari cahaya matahari dan air hujan secara langsung. Rumah plastik yang
digunakan berukuran 3 m x 2 m yang dibuat dengan menggunakan rangka kayu
serta atap dan dinding plastik transparan dengan intensitas 50 %.
III.2.2.Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cangkul,
gembor, jangka sorong, timbangan analitik, meteran, ayakan, kamera serta
alat tulis.
III.3. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak kelompok (RAK) pola
non-faktorial yang terdiri dari 2 set percobaan. Setiap perlakuan terdiri
dari 5 genotipe untuk masing-masing kondisi, yaitu kondisi lingkungan
normal dan cekaman kekeringan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3
kali, sehingga diperoleh 15 satuan percobaan untuk setiap set
percobaan.Adapun susunan genotipekacang tanahdapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Susunan genotipe kacang tanah
Kode
G1L1
G2 L1
G3 L1
G4 L1
G5 L1

Genotipe
Kuala Batee (G1)
Babah Rot (G2)
Baet Cadek (G3)
Ulee Kareng (G4)
Badak (G5)

Kondisi Lingkungan
Normal
(L1)

16

G1L2
G2 L2
G3 L2
G4 L2
G5 L2

Kuala Batee (G1)
Babah Rot (G2)
Baet Cadek (G3)
Ulee Kareng (G4)
Badak (G5)

Cekaman Kekeringan
(L2)

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F menggunakan model
matematika sebagai berikut :
Yijk
= µ + βi + Gj + Kk + (GK)jk + εijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan untuk jenis genotipe (G) pada taraf ke-j dan
µ
βi
Gj
Kk
(GK)jk
εijk

kondisi lingkungan (K) pada taraf ke-k pada ulangan ke-i
= Rata-rata umum
= Pengaruh kelompok k-i (i = 1, 2, 3)
=Pengaruh jenis genotipe (G) taraf ke-j (j = 1, 2, 3, 4, 5)
=Pengaruh kondisi lingkungan (K) taraf ke-k (k= 1, 2)
= Pengaruh interaksi jenis genotipe (G) taraf ke-j dan kondisi
linkungan (K) taraf ke-k
= Galat percobaan
Apabila uji F menunjukkan pengaruh yang nyata antar perlakuan,
maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5 %
(BNT0.05).
Untuk mengetahui nilai duga parameter genetik untuk setiap
karakter pertumbuhan bibit kacang tanah menggunakan rumus dari Singh
dan Chaudhary (1987) sebagai berikut:

a.

Koefesien Keragaman Genetik (KKG) dihitung berdasarkan rumus:

KKG =

√ σ 2 g x 100%
X

2

dalam hal ini σ g

adalah ragam genetik dan X

adalah nilai rata-rata umum.
Dimana σ 2 g dan σ 2 f dihitung berdasarkan rumus :

17

σ

2

g

=

KTp−KTg
U

dalam hal ini KTp merupakan kuadrat tengah

perlakuan, KTg adalah kuatdrat tengah galat dan U merupakan ulangan
percobaan.
Luas dan sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter ditentukan
berdasarkan ragam genetik dan standar deviasi ragam genetik berdasarkan
Martono (2009) sebagai berikut:

√[

2

2

M2
2 M1
σ = 2
+
r g+1 gr −g−r + 3
2
σg

Apabila

σ 2g > 2

σ 2σ g

]
: Keragaman genetiknya luas, sedangkan

σ 2g < 2 σ 2σ g = keragaman genetiknya sempit (Pinaria et al., 1995).
b.

Nilai heritabilitas dalam arti luas dapat dihitung dengan rumus:
2

h2 bs = σ2 g x 100
σ p heritabilitas dapat dikelompokkan sebagai barikut:
Kriteria nilai duga
0% < h2< 20% = heritabilitas rendah
20% ≤ h2< 50%
= heritabilitas sedang
2
50% ≤ h < 100%
= heritbilitas tinggi
c.

Kemajuan Genetik Harapan (KGH) didapat berdasarkan persamaan :
KGH

= k. h2bs. σ p

KG (%) =

KGH


× 100%

Dalam hal ini :
k

= 1,4 ( intensitas seleksi 20%)

KG (%) = kemajuan genetik dalam persen


= rata-rata populasi

18

Kriteria nilai duga persentase kemajuan genetik (KG) (%) munurut Lestari
dan Nugraha (2007) adalah : > 14,1 = tinggi, 7,1-14 = sedang, dan 0-7 = rendah
d.

Korelasi genetik antar sifat diperoleh dengan menggunakan teknik

pengolahan data microsof excel.
III.4. Pelaksanaan Penelitian
III.4.1. Persiapan Perlakuan
Penelitian ini dilakukan dalam dua set percobaan yaitu pada kondisi
tanam lingkungan normal dan cekaman kekeringan. Lingkungan normal
adalah tanaman kacang tanah ditanam di bedengan dengan penyiraman
dilakukan setiap hari sekali, kecuali bila hari hujan.
Lingkungan tercekam kekeringan dibuat dengan membuat rumah
plastik bening transparan di samping perlakuan lingkungan normal.
Tanaman kacang tanah dalam lingkungan tercekam kekeringan ditanam
dalampolibaghitam. Untuk menimbulkan efek cekaman kekeringan,
tanaman disiram 5 hari sekali dengan jumlah air yang diberikan sebanyak
1 liter per tanaman sampai tanaman mengeluarkan bunga dan 2 liter air per
tanaman setelah tanaman mengeluarkan bunga sampai panen .
III.4.2. Persiapan Media Tanam
Percobaan dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu penanaman di
bedengan untuk lingkungan normal dan polibag untuk cekaman kekeringan.
Penanaman tanaman kacang tanah dilingkungan normal dimulai
dengan pembuatan bedengan. Luas bedengan 130 cm x80 cm dengan jarak
tanam 25 cm x 25 cm, serta dalam setiap bedengan terdapat 15 batang
tanaman. Pengolahan tanah di bedengan dilakukan tiga kali. Pengolahan
tanah pertama dilakukan untuk pembalikan tanah. Pengolahan tanah yang
kedua dimaksudkan untuk memperkecil bongkahan-bongkahan tanah

19

menjadi lebih kecil dan gembur. Pengolahan tanah ketiga dimaksudkan
untuk menghaluskan butiran tanah dan meratakan permukaan bedengan.
Penanaman tanaman kacang tanah dilingkungan cekaman
kekeringan dimulai dengan memasukkan tanah ke dalam polibag plastik
berwarna hitam dengan ukuran 20 cm x 30 cm. Tanah yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dari Kebun Percobaan Fakultas Pertanian
Unsyiah.Tanah lapisan atas dikeringanginkan dan ditumbuk halus.
Selanjutnya tanah tersebut diayak dengan ayakan 5 mm. Tanah yang telah
diayak tersebut dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan
volume 1 : 1. Setiap polibag diisi sarnpai penuh dengan campuran tanah
tersebut.
III.4.3. Penanaman
Penanaman kacang tanah pada kondisi lingkungan normal dan
cekaman kekeringan setiap lubang tanam ditanamn dua benih kacang
tanah. Lubang tanam dibuat dengan tugal dengan ukuran lubang 5 cm dan
kedalaman 5 cm. Setelah lubang tanam diisi dengan duabenih kacang
tanah ditutup kembali dengan tanah. Penjarangan tanaman kacang tanah
dilalukan setelah tanaman berumur 10 hari setelah tanam dengan
menyisakan satu tanaman per lubang tanam baik untuk kondisi lingkungan
normal maupun cekaman kekeringan.
3.4.4. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman terdiri dari:
a.

Penyiraman dilakukan sesuai dengan perlakuan percobaan. Jumlah air yang
diberikan relatif sama pada setiap polibag dan tanaman yaitu 1liter, dan 2
liter per polibag dan tanaman ketika tanaman telah berumur 1 bulan setelah
tanam.

20

b.

Pemupukan dilakukan dua kali, masing-masing sebagai pupuk dasar dan
pupuk susulan. Ada 3 macam pupuk yang digunakan sebagai pupuk dasar
masing-masing Urea 300 kg ha-1 atau (7,5 g/polibag),SP-36 200 kg ha-1 (5
g/polibag), dan KCl 100 kg ha-1 (2,5 g/polibag). Sedangkan untuk dosis
masing- masing pupuk dibedengan adalah Urea 31,2 g/bedengan, SP-36
20,8 g/bedengan, dan KCl 10,4 g/bedengan. Semua dosis pupuk SP-36 dan
KCl diberikan pada saat tanam, sedangkan pupuk Urea diberikan setengah
dosis pada saat tanam dan setengah dosis lagi diberikan pada saat tanaman
berumur 30 HST. Pupuk Urea, SP-36 dan KCI dicampur merata terlebih
dahulu dan diberikan secara melingkar batang tanaman dalampolibag.

c.

Pemberian pupuk Urea susulan dilakukan dengan cara yang sama.
Pengendalian gulma dilakukan pencabutan secara manual. Pengendalian
hama dilakukankan dengan insektisida Decis dengan konsentrasi 2 cc per
liter air. Pengendalian penyakit dilakukan dengan menggunakan fungisida
Dithane M- 45 dengan konsentasi 2 gram per liter air. Pengendalian
dilakukan apabila tanaman kacang tanah ada yang terserang hama dan

penyakit.
III.5. Pengamatan
Adapun parameter yang diamati sebagai berikut :
1.
Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang yang
sudah ditandai sampai ke ujung daun. Pengukuran dilakukan pada umur 20
2.

dan 40 hari setelah tanam (HST).
Jumlah cabang. Jumlah cabang dihitung pada setiap tanaman sampel pada

3.

umur 20 dan 40 HST.
Jumlah polong pertanaman. Semua polong tanaman sampel dihitung dan
dinyatakan dalam satuan polong/tanaman.

21

4.

Bobotbiji kering per tanaman. Bobot biji kering untuk setiap tanaman
ditimbang dan dinyatakan dalam satuan g/tanaman.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Karakter Kuantitatif Beberapa Genotipe Kacang Tanah
4.1.1. Penampilan Karakter Kuantitatif Beberapa Genotipe Kacang Tanah
pada Kondisi Lingkungan Normal
Hasil uji F (Tabel Lampiran 3, 7, 11, 15, 19, dan 23) menunjukkan
bahwa karakter kuantitatif genotipe kacang tanah tidak berpengaruh
terhadap jumlah cabang umur 20 HST, dan 40 HST, jumlah polong per
tanaman, dan bobot biji kering per tanaman. Karakter tinggi tanaman
berpengaruh sangat nyata pada umur 20 HST dan 40 HST. Adapun
tampilan karakter pertumbuhan dan hasil beberapa genotipe tanaman
kacang tanah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakter kuantitatif pertumbuhan dan hasil beberapa genotipe kacang
tanah pada kondisi lingkungan normal
Penampilan
pertumbuhan dan
hasil

Rata-rata karakter pertumbuhan dan hasil beberapa
genotipe kacang tanah

BNT0,05

G1

G2

G3

G4

G5

Tinggi tanaman umur
20 HST (cm)

11,61 bc

12,41 c

10,60 a

11,01 ab

15,25 d

0,90

Tinggi tanaman umur
40 HST (cm)

25,78 b

25,84 b

25,87 b

23,37 a

35,53 c

1,69

Jumlah cabang umur
20 HST

4,27

5,00

4,00

5,07

5,40

-

Jumlah cabang umur
40 HST

9,33

8,93

7,53

8,80

10,53

-

43,67

42,00

40,53

46,60

46,87

-

34,65

34,51

29,82

33,05

34,81

-

Jumlah polong per
tanaman
Bobot biji kering per
tanaman (g)

Keterangan :
- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda
nyata (uji BNT pada peluang 0,05).
- Genotipe lokal Kuala Batee (G1), Genotipe lokal Babah Rot (G2), Genotipe
lokal Baet-Cadek (G3), Genotipe lokal Ulee Kareeng (G4), Genotipe Badak
(G5)

22

23

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman umur 20
HST terbaik terdapat pada genotipe G5 yang berbeda nyata dengan genotipe G1,
G2, G3, dan G4. Genotipe G2 tidak berbeda nyata dengan G1 namun berbeda
sangat nyata dengan G3 dan G4. Genotipe G4 tidak berbeda nyata dengan G3.
Rata-rata rata tinggi tanaman umur 40 HST terbaik terdapat pada genotipe G5
yang berbeda nyata dengan genotipe G1, G2, G3, dan G4. Genotipe G1 tidak
berbeda nyata dengan G2 dan G3 namun berbeda sangat nyata dengan G4.
Rata-rata jumlah cabang umur 20 dan 40 HST, jumlah polong per tanaman,
dan bobot biji kering per tanaman nilai tertinggi didapat pada genotipe G5, namun
secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan genotipe lainnya.
4.1.2. Penampilan Karakter Kuantitatif Beberapa Genotipe Kacang Tanah
pada Kondisi Lingkungan Cekaman Kekeringan
Hasil uji F (Tabel Lampiran5, 9, 13, 17, 21, dan 25) menunjukkan
bahwa karakter kuantitatif genotipe kacang tanah tidak berpengaruh
terhadap tinggi tanaman umur 20 HST, 40 HST, jumlah cabang umur 20
HST, dan 40 HST, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji kering per
tanaman. Adapun tampilan karakter pertumbuhan dan hasil beberapa
genotipe tanaman kacang tanah dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman
umur 20 HST, jumlah cabang umur 20 dan 40 HST, jumlah polong per
tanaman, dan bobot biji kering per tanaman tertinggi didapat pada
perlakuan genotipe G5, sedangkan tinggi tanaman pada umur 40 HST nilai
tertinggi di dapat pada perlakuan genotipe G2 namun secara statistik tidak
berbeda nyata dengan perlakuan genotipe lainnya.

Tabel 3. Karakter kuantitatif pertumbuhan dan hasil beberapa genotipe kacang
tanah pada kondisi cekaman kekeringan

24

Penampilan
pertumbuhan dan hasil

Rata-rata karakter pertumbuhan dan hasil
beberapa genotipe kacang tanah
G1

G2

G3

G4

G5

Tinggi tanaman umur
20 HST (cm)

10,57

11,33

10,9

11,87

14,85

Tinggi tanaman umur
40 HST (cm)

28,17

30,27

28,50

27,73

29,83

Jumlah cabang umur
20 HST

3,00

3,00

3,00

3,33

3,67

Jumlah cabang umur
40 HST

7,00

7,33

8,33

6,67

9,00

Jumlah polong per
tanaman

5,33

7,33

9,33

8,00

9,33

Bobot biji kering per
tanaman (g)

2,36

2,52

3,55

3,06

4,14

BNT0,05

-

Keterangan :
- Genotipe lokal Kuala Batee (G1), Genotipe lokal Babah Rot (G2), Genotipe
lokal Baet-Cadek (G3), Genotipe lokal Ulee Kareeng (G4), Genotipe Badak
(G5).
Periode kekeringan yang berkepanjangan pada tanaman akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan mengalami stagnasi
(berhenti tumbuh). Turunnya pertumbuhan tanaman ini adalah akibat dari
respon tanaman terhadap cekaman kekeringan.Terjadinya cekaman
kekeringan pada tanaman dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu: suplai air
di perakaran sudah mulai berkurang sehingga akar harus memperpanjang
untuk mendapatkan suplai air, dan terjadinya laju evaporasi yang lebih
tinggi dari pada proses absorbsi air tanah (Lapanjang et al., 2008).
Hal ini sesuai pendapat Mulyani (2006) bahwa Setiap tanaman akan
memberikan respon yang berbeda-beda untuk menghadapi cekaman,
semua tergantung pada jenis tanamannya. Apabila tanaman mampu dalam
menghadapi cekaman yang terjadi maka tanaman itu bisa dikatakan
sebagai tanaman yang memiliki tingkat resisten yang sangat tinggi

25

terhadap cekaman kekeringan.Cekaman kekeringan dapat diatasi melalui
dua cara, yaitu dengan mengubah lingkungan agar cekamannya dapat
diminimumkan serta memperbaiki genotipe tanaman agar tahan terhadap
cekaman kekeringan (Levitt, 1980).
4.2. Keragaman Genetik
Keragaman genetik merupakan sumber info bagi setiap progam
pemuliaan tanaman.Variasi ini dimanfaatkan dalam progam persilangan
untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan 2
individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur,
maka perbedaan ini berasal dari variasi genotipkedua tanaman tersebut,
sehingga besar kecilnya nilai keragamanan genetik suatu populasi
menentukan tingkat keberhasilan dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
Apabila semakin tinggi nilai keragaman genetik menunjukan semakin
besar peluang untuk mendapatkan varietas baru yang lebih unggul(Welsh,
1991).Nilai keragaman genetik beberapa genotipe kacang tanah pada
kondisi lingkungan normal dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Keragaman genetik beberapa genotipe kacang tanah pada kondisi
lingkungan normal
2
2
σσ g
2 σ σ g Kriteria
No
Karakter
KKG
σ g
σ f
2

1
2
3
4
5
6

Tinggi tanaman 20
HST
Jumlah cabang 20 HST
Tinggi tanaman 40
HST
Jumlah cabang 40 HST
Jumlah polong per
tanaman
Bobot biji kering per
tanaman

2

3,18

3,87

14,65

1,97

3,94

Sempit

0,23

1,16

10,16

0,34

0,68

Sempit

21,62

24,03

17,05

12,95

25,90

Sempit

0,84

1,81

10,15

0,69

1,37

Sempit

2,49

7,26

3,59

2,49

4,92

Sempit

2,15

9,00

4,39

2,75

5,51

Sempit

26

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai koefisien
keragaman genetik beberapa genotipe kacang tanah untuk kondisi
lingkungan normal yang dicobakan menunjukkan kriteria sempit (rendah),
baik untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong per
tanaman, dan bobot biji per tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa
beberapa genotipe kacang tanah yang dicobakan relatif seragam satu sama
lain, sehingga langkah pemuliaan untuk tahap seleksi selanjutnya tidak
dapat dilanjutkan. Untuk nilai keragaman genetik pada lingkungan
cekaman kekeringan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Keragaman genetik beberapa genotipe kacang tanah pada kondisi
cekaman kekeringan
N
o
1
2
3
4
5
6

σ2 g

Karakter
Tinggi tanaman 20
HST
Jumlah cabang 20
HST
Tinggi tanaman 40
HST
Jumlah cabang 40
HST
Jumlah polong per
tanaman
Bobot biji kering per
tanaman

σ2 f

KKG

σσ g
2

2 σ σ g Kriteria
2

1,60

4,26

10,68

1,49

2,98

Sempit

0,07

0,63

7,45

0,17

0,34

Sempit

0,22

3,16

1,62

0,82

1,64

Sempit

0,52

1,80

9,38

0,58

1,16

Sempit

1,13

6,00

13,53

1,75

3,50

Sempit

0,31

1,02

17,68

0,33

0,66

Sempit

Tabel 5menunjukkan bahwa nilai koefisien keragaman genetik
beberapa genotipe kacang tanah yang dicobakan menunjukkan kriteria
sempit (rendah), baik untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang,
jumlah polong per tanaman, dan bobot biji kering per tanaman, sehingga
untuk tahap seleksi selanjutnya tidak dapat dilanjutkan karena populasi
yang dicobakan seragam satu dengan yang lain.

27

Menurut Rachmadi et al. (1996)bahwa seleksi terhadap karakter
yang mempunyai keragaman genetik sempit sulit ditingkatkan potensi
genetiknya. Rendahnya nilai keragaman genetik berimplikasi terhadap
seleksi yang akan dilakukan. Seleksi belum dapat dilakukan pada populasi
yang seragam satu sama lain. Populasi dengan nilai keragaman genetik
yang rendah perlu diperbaiki agar dapat dilakukan seleksi. Upaya yang
dilakukan dalam memperbaiki populasi yang seragam dapat ditempuh
melalui mutasi, bioteknologi dan polipoidi (Nasir, 2010).
4.3. Heritabilitas dan Kemajuan Genetik Harapan
Nilai duga heritabilitas penting diketahui karena dapat memberikan
informasi genetik yang diperlukan dalam proses seleksi, yaitu menentukan
karakter mana yang akan digunakan sebagai penentu seleksi. Heritabilitas
dalam arti luas merupakan proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipe
suatu tanaman (Nasir, 2010), sehingga apabila nilai dari heritabilitas
diketahui maka kegiatan pemuliaan lebih lanjut dapat dilakukan.Nilai
heritabilitas dalam arti luas pada kondisi lingkungan normal dan
kekeringan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kemajuan genetik harapan dan heritabilitas dalam arti luas beberapa
genotipe kacang tanah pada kondisi normal dan kekeringan
No

Karakter

1
2
3
4

Normal

Kekeringan

KGH

KG%

H²bs

Kriteria

KGH

KG%

H²bs

Kriteria

Tinggi tanaman

6,17

22,63

89,96

Tinggi

0,17

0,60

6,93

Rendah

Jumlah cabang

0,19

2,12

46,32

Sedang

0,54

7,03

28,7

Sedang

0,14

0,31

34,31

Sedang

0,65

8,23

18,89

Rendah

1,00

3,00

23,87

Sedang

0,43

13,59

30,08

Sedang

Jumlah polong
per tanaman
Bobot biji
Kering per
tanaman

28

KGH = kemajuan genetik harapan, KG = kemajuan genetik, h 2bs = heritabilitas
dalam arti luas
Nilai duga heritabilitas pada kondisi lingkungan normal dan
cekaman kekeringan menunjukkan setiap karakter dari beberapa genotipe
kacang tanah yang diuji memiliki nilai heritabilitas rendah, sedang dan
tinggi. Pada kondisi lingkungan normal nilai heritabilitas tinggi didapat
pada karakter tinggi tanaman, sedangkan untuk karakter jumlah cabang,
jumlah polong per tanaman dan bobot biji kering per tanaman didapati
nilai heritabilitas sedang (Tabel 6).
Pada kondisi cekaman kekeringan, nilai heritabilitas yang didapat
yaitu rendah dan sedang. Nilai heritabilitas rendah didapat pada karakter
tinggi tanaman dan jumlah polong per tanaman. Nilai heritabilitas sedang
pada kondisi cekaman kekeringan didapat pada karakter jumlah cabang
dan bobot biji kering per tanaman (Tabel 6).
Karakter tinggi tanaman pada kondisi lingkungan normal memiliki
nilai heritabilitas tinggi, ini berarti mencerminkan besarnya peranan faktor
genetik terhadap fenotipnya. Kondisi seperti ini menandakan faktor
genetik lebih dominan dibandingkan faktor lingkungan sehingga karakterkarakter ini diharapkan dapat diwariskan dari tetua kepada keturunannya
jika kedua tersebut disilangkan.
Karakter jumlah cabang, jumlah polong per tanaman dan bobot biji
kering per tanaman untuk kondisi normal menunjukkan nilai heritabilitas
dalam arti luas sedang. Pada kondisi cekaman kekeringan nilai heritabilitas
dalam arti luas sedang didapat pada karakter jumlah cabang dan bobot biji
kering per tanaman. Hal ini mengindikasikan bahwa karakter-karakter
pada dua kondisi lingkungan ini dikendalikan oleh faktor genetik dan

29

lingkungan yang seimbang. Karakter-karakter tersebut tidak semua
diekspresikan karena faktor lingkungan, maupun faktor genetik.
Hal ini memberikan implikasi bahwa perbaikan karakter tersebut
melalui seleksi akan mengalami beberapa hambatan. Penundaan seleksi
sampai generasi lanjut memberikan peluang yang cukup untuk terjadinya
rekombinasi gen akibat persilangan dalam populasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Basuki (1995), bahwa untuk karakter-karakter dengan nilai duga
heritabilitas dalam arti luas sedang sangat sesuai diterapkan seleksi pada
generasi lanjut. Sehingga untuk memperbaiki karakter tersebut, maka
keterlibatan

faktor genetik dan lingkungan memiliki peluang yang

besarnya sama dalam mengekspresi kedua karakter tersebut.
Karakter yang menunjukkan nilai duga heritabilitas dalam arti luas
rendah mengindikasikan bahwa pengendalian karakter-karakter tersebut
lebih besar disebabkan oleh faktor lingkungan yaitu terdapat pada kondisi
lingkungan cekaman kekeringan untuk karakter tinggi tanaman dan jumlah
polong per batang. Konsekuensi untuk kondisi seperti ini adalah karakterkarakter tersebut tidak diharapkan akan dimiliki oleh keturunannya. Oleh
karena itu, persilangan dan seleksi karakter-karakter tersebut dalam
program pemuliaan tanaman tidak mungkin dilakukan.
Nilai kemajuan genetik harapan pada karakter yang diuji
berdasarkan kriteria Lestari dan Nugraha (2007) menunjukkan nilai
kemajuan genetik tinggi, sedang dan rendah pada intensitas seleksi 20 %.
Pada kondisi lingkungan normal karakter tinggi tanaman memiliki nilai
kemajuan genetik yang tinggi. Karakter jumlah cabang, jumlah polong per
tanaman dan bobot biji kering per tanaman menunjukkan nilai kemajuan
genetik yang rendah.

30

Kemajuan genetik harapan pada kondisi kekeringan menunjukkan
nilai yang sedang untuk karakterjumlah cabang, jumlah polong per
tanaman dan bobot biji kering per tanaman. Sedangkan untuk karakter
tinggi tanaman menunjukkan nilai kemajuan genetik yang rendah. Nilai
kemajuan genetik harapan pada kondisi lingkungan normal dan kekeringan
dapat dilihat pada Tabel 6.
Kemajuan genetik harapan adalah suatu nilai duga yang berkaitan
dengan besaran perbaikan untuk suatu karakter tertentu jika diterapkan
pada populasi. Martono (2009) menyatakan nilai duga kemajuan genetik
yang tinggi didukung oleh nilai heritabilitas dan keragaman yang tinggi
yang mengindikasikan faktor genetik lebih dominan pada karakter tersebut
sehingga seleksi akan efisien dan efektif. Nilai dengan kemajuan genetik
harapan tinggi memiliki peluang yang besar dalam memperbaiki karakter
melalui seleksi. Sebaliknya jika nilai kemajuan genetik harapan rendah
maka kegiatan seleksi dapat dihentikan atau dilanjutkan pada satu kali
generasi yang membentuk populasi yang seragam.
4.4.

Korelasi Antar Karakter
Korelasi genetik antar sifat merupakan hubungan antara dua sifat
yang dievaluasi yang menandakan keeratan hubungan antara kedua sifat
tersebut. Pada kondisi lingkungan normal tinggi tanaman berkorelasi
positif dan sangat nyata terhadap jumlah cabang dan bobot biji kering per
tanaman. Tinggi tanaman juga berkorelasi positif dan tidak nyata terhadap
jumlah polong per tanaman. Jumlah cabang berkorelasi positif dan sangat
nyata terhadap jumlah polong per tanaman dan bobot biji kering per

31

tanaman. Jumlah polong per tanaman berkorelasi positif terhadap bobot
biji kering per tanaman. Nilai korelasi beberapa genotipe kacang tanah
pada kondisi lingkungan normal dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai korelasi beberapa genotipe kacang tanah pada kondisi lingkungan
normal
Karakter

Tinggi tanaman

Jumlah cabang

Jumlah polong

Bobot biji kering
per tanaman

Tinggi
tanaman

Jumlah
cabang

Jumlah
polong

Bobot biji kering
per tanaman

1,00

0,74**

0,41tn

0,92**

1,00

0,75**

0,87**

1,00

0,74**

1,00

Ket : tn = Tidak nyata, * = Nyata (>5%5%).
Nilai korelasi genetik pada kondisi lingkungan cekaman
kekeringan untuk karakter tinggi tanaman berkorelasi positif dan nyata
terhadap jumlah cabang. Tinggi tanaman juga berkorelasi positif dan tidak
nyata terhadap jumlah polong per tanaman dan bobot biji kering per
batang. Jumlah cabang berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap
jumlah polong per tanaman dan bobot biji kering per tanaman. Jumlah
polong per tanaman berkolersi positif dan sangat terhadap bobot biji
kering per tanaman.Nilai korelasi beberapa genotipe kacang tanah pada
kondisi lingkungan cekaman kekeringan dapat dilihat pada Tabel 8.

32

Tabel 8. Nilai korelasi beberapa genotipe kacang tanah pada kondisi lingkungan
cekaman kekeringan
Karakter

Tinggi tanaman

Jumlah cabang

Jumlah polong

Bobot biji kering
per tanaman

Tinggi
tanaman

Jumlah
cabang

Jumlah
polong

Bobot biji kering
per tanaman

1,00

0,51*

0,24tn

0,18tn

1,00

0,72**

0,84**

1,00

0,89**

1,00

Ket :tn = Tidak nyata, * = Nyata (>5%5%)
Nilai korelasi genetik positif untuk setiap karakter menunjukkan
bahwa adanya keeratan hubungan antara dua karakter tersebut. Artinya,
setiap peningkatan suatu karakter yang berkorelasi positif akan
meningkatkan karakter lain, sebaliknya apabila suatu karakter berkorelasi
negatif berarti setiap peningkatan karakter tersebut akan menyebabkan
penurunan karakter lain. Apabila nilai duga korelasi genetik sama dengan
nol, berarti tidak ada korelasi di antara kedua sifat tersebut (Brim dan
Burton, 1979). Nilai duga dengan korelasi positif diperkirakan letak kedua
gen yang mengendalikan kedua sifat tersebut terletak pada kromosom
yang sama, atau dengan kata lain kedua gen tersebut terpaut satu sama lain
dan cenderung diturunkan secara bersama (Martono, 2009).
Apabila satu karakter dan karakter lain mempunyai respon
berkorelasi maka jika ingin memperbaiki karakter yang susah diamati kita
dapat menyeleksi karakter lain yang mudah diamati (Falconer dan
Mackay, 1996). Korelasi antar karakter yang diamati, diduga berdasarkan

33

koefisien korelasi karena koefisien tersebut merupakan ukuran keeratan
hubungan antar karakter yang dianalisis.
Pada penelitian ini, karater jumlah cabang, jumlah polong per
tanaman serta bobot biji kering per tanaman pada setiap kondisi baik
kondisi lingkungan normal maupun cekaman kekeringan berkorelasi
positif dan sangat nyata. Hal ini mengindikasikan adanyan hubungan yang
erat antara karakter tersebut. Peningkatan karakter yang saling berkorelasi
akan diikuti oleh meningkatnya hasil yang saling berkorelasi. Sehingga
untuk mendapatkan jumlah polong per hektar yang lebih tinggi dapat
ditentukan

dasar

seleksi

dengan

karakter

jumlah

polong

per

tanaman.Peningkatan jumlah polong per tanaman akan meningkatkan
jumlah polong per hektar.

V.
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
1.
Karakter kuantitatif untuk pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah
terbaik dijumpai pada genotipe Badak, baik untuk kondisi lingkungan
2.

normal maupun cekaman kekeringan.
Secara umum semua nilaiduga parameter genetik yang diamati tergolong
dalam kriteria rendah, sehingga seleksi lebih lanjut belum dapat dilakukan

pada populasi yang seragam.
V.2. Saran
Nilai duga parameter genetik pada populasi kacang tanah yang diuji
menunjukkan nilai koefisien keragaman genetik rendah, heritabilitas
rendah, maka pada populasi ini belum dapat dilakukan seleksi pada
generasi awal. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan ragam genetik
dan heritabilitas dengan cara koleksi plasma nutfah lokal dan introduksi,
melakukan mutasi buatan, dan memanfaatkan bioteknologi.

DAFTAR PUSTAKA
Akhtar, M.S., Y. Oki, T. Adachi, and Md. H.R. Khan. 2007. Analyses of genetic
parameters (variability, heritability, genetic adavanced, relationship of
yield and yield contributing characters) for some plant traits among
Brassica cultivars under phosphorus starved environmental cues. J.
Faculty Environ. Sci. Tech. 12(12):91-98.
Allard, R, B. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons Inc. New
York. 485 p.
Azmi, U. 2013. Penampilan dan Pendugaan Parameter Genetik Karakter Hasil
dan Komponen Hasil Beberapa Genotipe Kacang Tanah (Arachis
hypogaea L.). Skripsi. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Basuki, N. 1995. Pendugaan Peran Gen. Fakultas. Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.

34

35

Boote, K.J., J.R. Stansel, A.M. Stuber, and J.F. Stone. 1982. Irrigation, water use,
and water relations. In Pattee, H.E. and C.T. Toung (Eds.). Peanut Sci.
and Techn. American Groundnut Res. And Education Socieaty, Inc.
Yoakum, Texas, USA. p.164-205.
Brim, C. A. and J. W. Burton. 1979. Recurrent selection in soybeans. II.
Selection for increased percent protein in plat breeding. Crop Science 9
(3) : 257-262.
Cameron, D. 1997. Selection Indices and Prediction of genetic Merit in animal
Breeding. Roslin Institute. Edinburg, UK.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Road Map Peningkatan Produksi
Kacang Tanah dan Kacang Hijau Tahun 2010 – 2014. Kementerian
Pertanian. 72 hlm.
Falconer, D.S. and T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetic. 4th
Edition. Addison Wesley Longman, Essex, UK.
Gardner FP, Pearce RB, and Mitchell RL. 1991. Physiology of Crop Plants..
Jakarta. Universitas Indonesia Press.
Gardner, F.P., Perace, R.B., dan Mitchell, R.L. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Penerjemah: Susilo, H. Jakarta: UI Press.
Hallauer, A.R. dan F. Miranda. 1988. Quantitative Genetics in Maize Breeding.
Iowa State Univ. Press. Ames.
Jain, J.P. 1989. Statistical Teqniques in Quantitative Genetics. Indian Agricultural
Research Institute. New Delhi.
Lapanjang, Iskandar, B. S. Purwoko, Haryadi, S.W. Budi R., dan M. Melati. 2008.
Evaluasi Beberapa Ekotipe Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk
Toleransi Cekaman Kekeringan. Buletin Agro. 36 (3): 263 – 269.
Lestari, A. P., dan Y. Nugraha. 2007. Keragaman genetik hasil komponen hasil
galur-galur padi hasil kultur anter. Pertanian Tanaman Pangan.
26(1)8-13.
Levit, J. 1980. Response of plant to environments stress, II. Water radiation, salt,
and other stress. Acad. Press, New York. 6007p.
Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar. Jakarta. Redaksi Agromedia.
Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Depatemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

36

Martono, B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas dan korelasi antar karakter
kuantitatif nilam (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. Jurnal Listri.
15(1):9-15.
Mubiyanto, B.M. 1997. Tanggapan Tanaman Kopi Terhadap Cekaman Air. Warta
Puslit Kopi dan Kakao 13(2): 83-95.
Mulyani, Sri E. S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.
Murdaningsih, H.K., A. Baihaki, G. Satari, T. Danakusuma, dan A.H. Permadi.
1990. Variasi genetik sifat-sifat tanaman bawang putih di Indonesia.
Zuriat 1(1):32-36.
Nasir, M. 2010. Pengantar Pemuliaan Tanaman. CV. Puga Cipta Mandiri. Banda
Aceh. 286 hlm.
Pinaria, A., A. B