Penegakan Hukum Hak Asasi Manusia Etnis

Penegakan Hukum Hak Asasi Manusia Etnis Rohingya dalam
Perspektif Hukum Internasional
By Reza Kautsar Kusumahpraja
2016

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan sebuah topik yang menarik dan kasuistis untuk
dibahas dewasa ini, perkembangannya sudah ada sejak abad ke 17- 18 M dan konsep tersebut
dicetuskan oleh John Locke. Gagasannya tertuang dalam bukunya yang berjudul “Two
Treatises on Civil government and a Letter Concerning Toleration ”. John Locke mengatakan

bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan
kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau dipreteli oleh
negara.1 Adapun definisi HAM menurut Prof. Rahayu adalah sebagai berikut, HAM adalah
hak – hak asasi manusia yang asasi, yang tanpa hak-haknya seorang tidak bisa dikatakan
sebagai manusia sepenuhnya, bahkan jika hak-hak tersebut dikurangi atau dilanggar, maka
berkurang pula kualitasnya sebagai manusia ciptaan Tuhan.2 Jadi dengan demikian dapatlah
dikatakan bahwa HAM pada pokoknya ialah segala hak manusia yang kodrati, hakiki, bulat,
mendasar serta besifat kekal dan berasal dari Tuhan.
Persoalan dewasa ini, yang sedang bergejolak adalah polemik exodus etnis Rohingya
di Myanmar ke negara lain seperti Bangladesh, dan juga Indonesia. Mereka melakukan exodus
karena tindakan genosida yang dilakukan oleh aparatur Myanmar. Perlu diketahui bahwa etnis

Rohingnya adalah stateless person. Hal tersebut menimbulkan permasalahan yuridis karena
mereka dianggap sebagai imigran gelap yang notabene tidak mendapatkan perlindungan hak
haknya. persoalan mengenai etnis Rohingnya ini, bukan hanya menjadi masalah bagi negara
Myanmar, namun juga bagi masyarakat internasional. Maka dari itu organisasi- organisasi

1

Rhona K.M. Smith, Njall Hostmoaelingen, Christian Ranheim, dkk, Hukum Hak Asasi Manusia,
Yogyakarta: Pusham UII, 2008. Hlm 12
2
Rahayu, Hukum Hak Asasi Manusia: Edisi Revisi, Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponoegoro, 2015. Hlm 4

internasional seperti OKI, ASEAN dan juga PBB harus turut serta dalam penanganan kasus
tersebut.
Dalam perkembangannya OKI sudah pernah melakukan upaya-upaya penyelesaian
permasalahan etnis Rohingya ini namun masih terkendala oleh beberapa hal. Secara terioritis,
adapun upaya lain perihal perlindungan terhadap etnis Rohingya ini adalah melalui PBB.
Berdasarkan pada Pasal 33 Piagam PBB, para pihak yang bersengketa (etnis Rohingya dan
pemerintah Myanmar serta warga Myanmar) dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi

dengan menggunakan mediasi terlebih dahulu. Apabila cara tersebut tidak berhasil, maka
Dewan Keamanan PBB dapat mengajukan kasus yang terjadi ke peradilan internasional seperti
International Criminal Court yang diatur dalam statuta roma tahun 1998.3 Selain itu, jika kita

mengacu pada mekanisme penyelesaian sengketa oleh ASEAN juga bisa dilakukan yaitu
dengan arbitrase, negosiasi, mediasi dan konsiliasi. Pengaturan mekanisme penyelesaian
sengketa di ASEAN itu tertuang dalam Protokol Piagam ASEAN Mengenai Mekanisme
Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan di Hanoi, Vietnam pada tanggal 8 April 2010, yaitu
antara lain Deklarasi HAM ASEAN, AICHR, ACWC, dan ACMW.4
Selain upaya yang dapat dilakukan oleh organisasi-organisasi internasional di atas, kita
juga sebagai bagian dari masyarakat internasional pun bisa melakukan upaya penyelesaian
permasalahan tersebut dengan melakukan kampanye mengenai penegakan HAM etnis
Rohingya, ataupun melakukan pengkajian yang lebih komprehensif terkait mekanismemekanisme lain yang berpotensial guna menciptakan harmonisasi kehidupan internasional
yang selaras dengan asas-asas kepatutan internasional.

3

Aviantina Susanti, Penyelesaian Kasus Pelanggaran Ham Berat erhadap
Etnis Rohingya di Myanmar Berdasarkan Hukum Internasional, Malang:Fakultas Hukum Brawijaya,
Jurnal Ilmiah, 2014. Hlm 19.

4
Fero Sondakh Luntungan, Mekanisme Penyelesaian Sengketa Hak Asasi Manusia (ham) di Asean ,
Lex et Societatis, Vol. II/No. 1/Januari/2014.