Deteksi dan Identifikasi Strain Ralstoni
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
Deteksi dan Identifikasi Strain Ralstonia solanacearum
dengan Teknik ELISA Tidak Langsung
M. Machmud dan Yadi Suryadi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian
Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111
ABSTRACT. Detection and Identification of Ralstonia
solanacearum strains by Its Polyclonal Antibody Using
Indirect ELISA Technique. Several techniques for early and rapid
detection of Ralstonia solanacearum have been developed as
components in the integrated control of bacterial wilt. The DNA
based techniques are highly effective in detecting the bacterium,
but they require sophisticated and expensive materials and
impractical for field applications. The Enzyme-linked Immunosorbent
Assay (ELISA) is one of the serological techniques that is effective
for detection and identification of bacterial plant pathogens, because
it is relatively rapid, inexpensive, does not require sophisticated
equipment, and applicable under field conditions. Modifications had
been made by researchers to improve sensitivities of the detection,
including those for R. solanacearum, and among them was the
Indirect ELISA technique. A laboratory study was done to produce
polyclonal antibody (PAb) to R. solanacearum and to apply the
antibody for detection of strains of R. solanacearum representing
different hosts, races, and biovars using the Indirect ELISA technique. The results showed that PAb to R. solacearum is producible
on white rabbits using three different immunization schemes at
titers ranging from 128 to 4096. The Indirect ELISA technique using
the PAb is applicable for detection of R. solanacearum strains
representing Race 1 Biovar 3, Race 2 Biovar 1, and Race 3 Biovar
2, either from pure cultures, soils, or plant parts. The lowest
detection level of the ELISA technique is 103 sel/ml.
Keywords: Ralstonia solanacearum, detection and identification,
Indirect ELISA, control of bacterial wilt
ABSTRAK. Berbagai teknik deteksi dini dan cepat bakteri Ralstonia
solanacearum telah dikembangkan sebagai salah satu komponen
pengendalian terpadu penyakit layu bakteri. Teknik deteksi berbasis
DNA sangat efektif untuk deteksi patogen ini, tetapi memerlukan
peralatan dan bahan yang canggih dan mahal, sehingga tidak praktis
digunakan di lapangan. ELISA (Enzyme-linked Immuno-sorbent
Assay) merupakan salah satu teknik serologi yang efektif untuk
deteksi bakteri patogen tumbuhan, karena tidak memerlukan waktu
lama, biaya relatif murah, tidak memerlukan peralatan yang canggih,
dan dapat digunakan langsung di lapangan. Beberapa modifikasi
teknik ELISA telah dikembangkan oleh peneliti untuk meningkatkan
keefektifan deteksinya, di antaranya teknik ELISA Tidak Langsung.
Penelitian laboratorium telah dilakukan untuk memproduksi PAb
(antibodi poliklonal) R. solanacearum pada kelinci dan menggunakannya untuk mendeteksi sejumlah isolat yang mewakili strain R.
solanacearum berbeda dengan teknik ELISA Tidak Langsung. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa PAb R. solanacearum dapat diproduksi pada kelinci dengan tiga cara imunisasi berbeda dengan
titer berkisar antara 128-2048. Teknik ELISA Tidak Langsung
menggunakan PAb efektif untuk mendeteksi strain R. solanacearum
yang mewakili Ras 1 Biovar 3, Ras 2 Biovar 1, dan Ras 3 Biovar 2,
baik dari biakan murni, tanah, maupun jaringan tanaman dengan
tingkat kepekaan deteksi mencapai 103 sel/ml.
Kata kunci: Ralstonia solanacearum; deteksi dan identifikasi;
teknik ELISA Tidak Langsung; pengendalian layu
bakteri
P
enyakit layu yang disebabkan oleh bakteri
Ralstonia solanacearum (Smith) Yabuuchi et al.
(Sin.: Pseudomonas solanacearum Smith)
merupakan salah satu penyakit yang sangat merusak
tanaman, terutama tanaman pangan dan hortikultura
dan secara ekonomis sangat merugikan petani. Kerugian hasil yang diakibatkan oleh R. solanacearum pada
berbagai komoditas tanaman pertanian sangat beragam
dan belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan
15-35% pada tomat, 35-60% pada kentang, dan 30-65%
pada kacang tanah (Hayward 1994). Dalam dekade
terakhir, pertanaman pisang di berbagai wilayah
Indonesia juga mengalami kerusakan berat oleh
penyakit ini dan kehilangan hasil diperkirakan mencapai
milyaran rupiah setahun (Sulyo 1992). Berbagai upaya
telah dilakukan untuk mengendalikan penyakit layu
bakteri, baik menggunakan salah satu atau beberapa
komponen pengendalian maupun dengan menerapkan
strategi pengendalian terpadu, tetapi hasilnya belum
memuaskan (Robinson-Smith 1993).
Penyakit layu sulit dikendalikan, terutama karena
patogennya memiliki kemampuan bertahan hidup dan
beradaptasi dengan ekosistemnya (Hayward 1994). R.
solanacearum memiliki wilayah sebar hampir di seluruh
dunia, terutama di daerah tropik dan subtropik, mulai
dari dataran rendah hingga dataran tinggi > 2500 m dpl.
Berdasarkan kisaran inangnya, strain R. solanacearum
dikelompokkan menjadi lima ras (Ras 1 - Ras 5) dan
memiliki kisaran inang lebih dari 400 spesies tanaman
yang tergolong dalam lebih dari 80 famili. Berdasarkan
kemampuan menggunakan sumber nutrisi, terutama
asam organik dan karbohidrat, strain R. solanacearum
terbagi menjadi lima biovar (Biovar 1 - Biovar 5) (Seal
and Elphinstone 1994). Patogen ini juga memiliki kemampuan bertahan hidup dalam benih, dalam tanah,
dan bahkan pada rizosfer tanaman bukan inang (Janse
1988).
Diagnosis penyakit secara dini merupakan langkah
pertama dan utama yang sangat menentukan keberhasilan pengendalian suatu penyakit. Langkah terpenting dalam diagnosis penyakit adalah mendeteksi
dan mengidentifikasi jenis patogennya secara efektif dan
efisien, sehingga langkah pengendaliannya dapat di-
91
MACHMUD DAN SURYADI: DETEKSI STRAIN RALSTONIA SOLANACEARUM
lakukan secara cepat dan akurat. Teknik deteksi dan
identifikasi yang efektif dan efisien memiliki lima kriteria,
yaitu cepat, peka, akurat, dapat langsung digunakan di
lapangan, dan biayanya relatif murah (Seal and
Elphinstone 1994). Teknik ELISA (Enzyme-linked
Immunosorbent Assay) memiliki hampir semua kriteria
yang diperlukan. ELISA merupakan teknik serologi yang
sangat populer dan menjanjikan untuk mendiagnosis
penyakit tumbuhan, terutama yang disebabkan oleh
virus dan bakteri (Converse and Martin 1990). Teknik ini
telah digunakan oleh para peneliti dan pengguna lain di
Indonesia untuk deteksi dan identifikasi patogen
tumbuhan (Machmud et al. 1996). Namun demikian,
sampai saat ini, baik komponen maupun perangkat
ELISA yang digunakan pada umumnya masih harus diimpor dengan harga mahal. Biaya deteksi dan identifikasi
satu jenis patogen tumbuhan dari satu sampel tanaman
dengan perangkat ELISA impor berkisar antara Rp
15.000-20.000 (Agdia Inc., Leckhart, Indiana). Biaya ini
dapat ditekan menjadi lebih murah jika komponen
perangkat ELISA diproduksi di dalam negeri.
Menurut Converse dan Martin (1990), teknik ELISA
menjadi pilihan utama dalam mendeteksi virus dan
bakteri patogen tumbuhan, karena sederhana, cepat,
sensitif, dan akurat, serta dapat digunakan langsung di
lapangan. Dasar teknik ELISA adalah reaksi antigen (Ag)
dengan antibodi (Ab) yang diberi penanda enzim tertentu dan dilakukan dalam substrat yang mengandung
pewarna, sehingga hasilnya dapat dibaca dengan mata
atau dengan alat ELISA Reader (Converse and Martin
1990; McLaughlin and Chen 1990). Teknik ini memerlukan ketersediaan Ag murni dan Ab yang spesifik dan
bertiter tinggi dalam penggunaannya secara praktis.
Berbagai modifikasi teknik ELISA telah dibuat untuk
meningkatkan keefektifannya, di antaranya adalah DASELISA (Double Antibody Sandwiched – ELISA), IDAS-ELISA
(Indirect DAS-ELISA), ELISA Langsung (Direct ELISA),
ELISA Tidak Langsung (Indirect ELISA), dan Dot Blot
ELISA (Canale 1983; Stobbs dan Barker 1985; Yadi et al.
1998). Teknik-teknik ini belum pernah dibandingkan
keefektifannya untuk deteksi dan identifikasi R.
solanacearum, baik dari biakan murni dan tanaman,
maupun dari dalam tanah. Sejak tahun 1995, di Balitbio,
Bogor, telah dilakukan upaya untuk mengadopsi dan
memodifikasi teknik ELISA dengan mengembangkan
teknik produksi antibodi poliklonal (PAb) dan komponen
perangkat ELISA untuk beberapa jenis virus dan bakteri
patogen tumbuhan, termasuk R. solanacearum
(Machmud et al. 1996, 1997, 1998). Sasaran utama yang
diharapkan dari penelitian adalah memperoleh teknik
produksi Ab ELISA yang efektif dan efisien serta merakit
sendiri komponen perangkat ELISA, sehingga penggunaannya menjadi lebih efektif dengan biaya lebih
murah.
92
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memproduksi
antibodi poliklonal R. solanacearum; (2) menguji keefektifan tiga teknik ELISA untuk deteksi dan identifikasi
R. solanacearum, serta (3) menguji kepekaan teknik
ELISA untuk deteksi R. solanacearum dari tanah dan
tanaman.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Kelompok
Peneliti Rekayasa Protein dan Imunologi, Balai Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Tanaman Pangan
(Balitbio), Bogor, mulai Juni hingga Oktober 2004. Penelitian terdiri atas tiga kegiatan, yaitu: (1) produksi
antibodi poliklonal (PAb) R. solanacearum; (2) uji
keefektifan tiga teknik ELISA untuk deteksi dan identifikasi R. solanacearum, dan (3) uji keefektifan teknik
ELISA Tidak Langsung untuk deteksi R. solanacearum
dari tanah dan tanaman.
Produksi Antibodi Poliklonal R. solanacearum
Produksi PAb R. solanacearum dilakukan pada kelinci
putih betina turunan hibrida New Zealand yang berumur
5-6 bulan. Sumber Ag adalah dua isolat bakteri R. solanacearum, yaitu Ps 9601 yang mewakili Ras 1 Biovar 3,
asal tanaman kacang tanah dari Kebun Percobaan
Muara, Bogor, dan Ps 2002-09 yang mewakili Ras 3 Biovar
2, asal tanaman kentang dari desa Margahayu, Lembang,
Bandung. Masing-masing isolat R. solanacearum ditumbuhkan pada medium Sucrose Pepton Agar (SPA)
(Machmud et al. 1996). Biakan bakteri dari masingmasing isolat berumur 48 jam disuspensikan dalam
larutan bufer fosfat salin (Phosphate-Buffered Saline,
PBS) 0,1 M, pH 7,2, dan kerapatan selnya ditetapkan 1010
sel/ml dengan menggunakan spektrometer Hitachi
U2000.
Perlakuan pada produksi PAb dari masing-masing
isolat R. solanacearum terdiri atas 15 perlakuan yang
merupakan kombinasi antara tiga macam Ag dan lima
teknik imunisasi. Jenis Ag yang digunakan adalah sel R.
solanacearum yang dimatikan dengan formalin 2,5%
(Ag1), glutaraldehida 2,5% (Ag2), dan pemanasan pada
penangas air bersuhu 1000C selama 2 jam (Ag3). Ketiga
macam Ag ini disediakan menurut teknik Machmud et
al. (1996).
Lima teknik imunisasi digunakan dalam penelitian,
yaitu penyuntikan kelinci melalui otot paha (Intramuscular, IM), penyuntikan melalui rongga peritoneum
(Intraperitoneal, IP), penyuntikan melalui pembuluh
vena telinga (Intravenal, IV), kombinasi penyuntikan
Intravenal dan Intraperitoneal (IV+IP), dan teknik
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
imunisasi baku menurut Robinson-Smith (1993) sebagai
pembanding. Imunisasi dengan teknik IM, IP, dan IV
dilakukan menurut teknik Ball et al. (1990), sedangkan
teknik IV+IP menurut teknik Machmud et al. (1996).
Setiap kombinasi perlakuan imunisasi dilakukan pada
dua ekor kelinci sebagai ulangan. Panen darah kelinci,
pemisahan antiserum (As), serta pemurnian dan pengukuran titer PAb yang diperoleh dilakukan menurut
teknik Ball et al. (1990). Antibodi poliklonal untuk R.
solanacearum Ras 1 Biovar 3 diberi kode PAb1 dan untuk
Ras 3 Biovar 2 diberi kode PAb2.
Uji kespesifikan reaksi antibodi PAb1 dan PAb2 terhadap strain R. solanacearum dilakukan dengan teknik
ELISA Tidak Langsung menurut Robinson yang dimodifikasi Machmud et al. (1996). Pada pengujian dua
PAb yang masing-masing diproduksi dengan Ag1 dan
Ag2, yaitu PAb1 Ag2 dan PAb2 Ag2. diuji kespesifikan
reaksinya terhadap sembilan isolat R. solanacearum
yang mewakili Ras dan Biovar berbeda, satu spesies
bakteri yang berkerabat genetik dekat dengan R.
solanacearum (Pseudomonas syzygii), dan dua spesies
bakteri patogen lain (P. syringae pv. glycinea dan
Xanthomonas axonopodis pv. glycines) (Tabel 2). Hasil
pengujian diamati secara visual berdasarkan perubahan
warna substrat pada lubang/sumur cawan ELISA. Reaksi
ELISA dinilai spesifik atau positif jika PAb bereaksi positif
dengan Ag, ditandai dengan terjadinya perubahan warna
substrat menjadi biru. Jika warna substrat tidak berubah,
maka PAb tidak bereaksi dengan Ag dan reaksinya
dinyatakan negatif. Setiap pengujian dibuat dua ulangan.
Perbandingan Kepekaan Teknik ELISA untuk
Deteksi R. solanacearum
Tiga teknik ELISA diuji kepekaannya untuk mendeteksi
R. solanacearum, yaitu: (a) Teknik ELISA Langsung
menurut Robinson-Smith (1993), (b) Teknik ELISA Tidak
Langsung menurut Machmud et al. (1996), dan (c) teknik
NCM-ELISA (Nitrocellulose Membrane ELISA) menurut
teknik Yadi et al. (1998). Pengujian dilakukan dengan
antibodi PAb1 Ag2 dan Ag2 dengan kerapatan 1010 sel/
ml. Pada saat pengujian, suspensi Ag2 diencerkan secara
seri dengan larutan PBS 0,1 M, pH 7,2, hingga kepekatan
menjadi berturut-turut 108, 106, 105, 104, dan 103 sel/ml.
Setiap pengujian dibuat lima ulangan. Kepekaan teknik
ELISA diukur berdasarkan reaksi positif yang ditunjukkan
oleh perubahan warna substrat menjadi kuning pada
lubang sumur cawan ELISA yang berisi enceran Ag.
Teknik ELISA paling peka adalah yang dapat mendeteksi
Ag dengan kerapatan paling rendah.
Uji Kespesifikan PAb R. solanacearum dengan
Teknik ELISA Tidak Langsung
Kegiatan ini dilakukan untuk menguji kespesifikan reaksi
PAb1 dan PAb2 dengan Ag dari strain R. solanacearum
dan spesies bakteri patogen lain. Isolat bakteri yang
digunakan sebagai isolat uji terdiri atas 10 isolat R.
solanacearum yang mewakili strain berbeda, satu isolat
bakteri yang memiliki kekerabatan dekat dengan R.
solanacearum (Pseudomonas syzygii), dan dua spesies
bakteri patogen lain (P. syringae pv. glycinea dan
Xanthomonas axonopodis pv. glycines) (Tabel 2).
Pengujian menggunakan teknik ELISA Tidak Langsung
dari Machmud et al. (1996). Hasil pengujian diamati
secara visual berdasarkan perubahan warna substrat
pada cawan ELISA. Reaksi ELISA dinilai spesifik jika PAb
yang diuji bereaksi positif dengan Ag, ditandai dengan
terjadinya perubahan warna substrat pada lubang
cawan ELISA menjadi biru. Jika warna substrat tidak
berubah, maka PAb tidak bereaksi dengan Ag yang
bersangkutan atau negatif. Setiap pengujian dibuat dua
ulangan.
Pengujian Kepekaan Teknik ELISA Tidak Langsung
untuk Deteksi R. solanacearum dari Tanah
dan Tanaman
Pengujian kepekaan teknik ELISA Tidak Langsung
(Machmud et al. 1996) dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
(1) pada contoh tanah dan tanaman yang diinokulasi
buatan, dan (2) pada contoh tanah dan tanaman dari
lapangan. Pengujian menggunakan PAb1 sebagai
sumber Ab dan suspensi R. solanacearum dalam PBS
dengan kerapatan 1010 sel/ml sebagai sumber Ag.
Pengujian Contoh Tanah dan Tanaman yang
Diinokulasi Buatan
Sebelum pengujian disediakan contoh tanah asal
Cikeumeuh, Bogor, yang telah disterilkan menggunakan
otoklaf dengan suhu 121 0C selama 30 menit dan
tanaman kacang tanah varietas Kelinci berumur sebulan
yang ditanam pada pot berisi tanah steril di rumah kaca.
Untuk deteksi R. solanacearum dari tanah, mula-mula
disediakan enam buah polibag ukuran 1 kg yang masingmasing diisi dengan 500 g tanah steril. Ke dalam masingmasing polibag ditambahkan secara seri suspensi R.
solanacearum yang telah disediakan, sehingga kandungannya berturut-turut 108, 106, 105, 104, dan 103 sel/g
tanah, kemudian diaduk merata. Selanjutnya dari setiap
polibag diambil 100 g contoh tanah, ditempatkan dalam
gelas Erlenmeyer ukuran 250 ml, disuspensikan dengan
100 ml larutan PBS, dikocok merata, diambil 10 ml cairan
ekstrak tanah, disentrifus dengan kecepatan 1000 rpm
93
MACHMUD DAN SURYADI: DETEKSI STRAIN RALSTONIA SOLANACEARUM
selama 10 menit, dan supernatannya diambil untuk
digunakan sebagai sumber Ag. Cara ini merupakan
modifikasi dari cara Seal et al. (1992) dan Janse (1988).
Untuk deteksi R. solanacearum dari tanaman
digunakan enam contoh tanaman kacang tanah sehat
yang ditanam di rumah kaca. Masing-masing contoh
tanaman diblender selama 5 menit dengan menambahkan 100 ml larutan PBS. Masing-masing ekstrak tanaman
dipindahkan ke gelas Erlenmeyer ukuran 250 ml, sehingga diperoleh enam gelas ekstrak tanaman. Selanjutnya ke dalam tiap gelas Erlenmeyer ditambahkan secara
seri suspensi R. solanacearum yang telah disediakan,
sehingga kandungannya berturut-turut 108, 106, 105, 104,
dan 103 sel/ml ekstrak tanaman kacang tanah. Selanjutnya dari setiap gelas Erlenmeyer diambil 10 ml ekstrak,
disentrifus dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit,
dan supernatannya diambil untuk digunakan sebagai
sumber Ag. Selanjutnya, baik ekstrak tanah maupun
ekstrak tanaman yang telah disediakan digunakan
sebagai Ag untuk mengetahui kepekaan teknik ELISA
Tidak Langsung untuk deteksi R. solanacearum dari
tanah dan tanaman. Kepekaan teknik ini dievaluasi
berdasarkan kepekatan Ag terendah yang masih memberikan reaksi positif.
Pengujian Contoh Tanah dan Tanaman dari
Lapangan
Contoh tanah dan tanaman diambil langsung dari
lapangan. Contoh ini terdiri atas: (1) biji kacang tanah
sehat dan terinfeksi R. solanacearum dari tanaman yang
bergejala layu bakteri, (2) tanaman kacang tanah sehat
dan yang bergejala layu bakteri, 3) umbi kentang sehat
dan yang terinfeksi R. solanacearum, (4) tanaman
kentang sehat dan yang bergejala layu bakteri, (5) tanah
dari rizosfer tanaman kacang tanah yang bergejala layu,
dan (6) tanah dari rizosfer tanaman kentang bergejala
layu bakteri. Masing-masing contoh tanaman diekstraksi
dengan cara tersebut di atas. Selanjutnya, ekstrak dari
tanah maupun ekstrak tanaman yang telah disediakan
digunakan sebagai Ag untuk mengetahui kepekaan
teknik ELISA Tidak Langsung dalam mendeteksi R.
solanacearum. Kepekaan teknik ini dinilai berdasarkan
angka kepekatan Ag terendah yang masih memberikan
reaksi positif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Antibodi Poliklonal
Imunisasi kelinci putih turunan kelinci hibrida New
Zealand White dengan 24 perlakuan yang terdiri dua
isolat R. solanacearum (Ps 9601 dan Ps2002-09)
menggunakan tiga jenis Ag (Ag1, Ag2, dan Ag3) dengan
empat teknik yang berbeda (IM, IP, IV, dan IV+IM)
menghasilkan PAb dengan titer berkisar antara 2564096. Titer adalah kebalikan dari angka enceran terkecil
PAb yang masih menunjukkan reaksi positif dengan Ag
(Ball et al. 1990). Reaksi PAb-Ag positif berdasarkan uji
menggunakan teknik mikro-aglutinasi ditunjukkan oleh
terjadinya penggumpalan hasil senyawa Pab-Ag yang
dapat dilihat langsung secara visual atau dengan
binokuler (Gambar 1).
Gambar 1. Hasil reaksi antara PAb dan Ag Ralstonia solanacearum berdasarkan uji dengan teknik mikroaglutinasi pada gelas slaid.
Baris A = reaksi negatif; baris B = reaksi positif, terjadi penggumpalan.
94
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
Antibodi yang dihasilkan dari imunisasi kelinci
mempunyai titer yang beragam (Tabel 1). Titer antibodi
yang dihasilkan tidak terlalu dipengaruhi oleh isolat R.
solanacearum yang digunakan, tetapi lebih dipengaruhi
oleh jenis Ag dan cara imunisasi kelinci. Titer PAb yang
diproduksi dengan isolat R. solanacearum Ps 9601 yang
mewakili Ras 1 Biovar 3 hampir sama dengan yang diproduksi menggunakan isolat Ps 2002-09 yang mewakili
Ras 3 Biovar 2, berkisar antara 128 - 4096. Jenis Ag yang
digunakan untuk imunisasi berpengaruh terhadap titer
PAb yang dihasilkan. Sel bakteri yang dimatikan dengan
formalin 0,6% (Ag1) atau yang difiksasi dengan larutan
glutaraldehida 2,0% (Ag2) menghasilkan PAb dengan
titer yang lebih tinggi daripada sel yang dimatikan
dengan pemanasan (Ag3), masing-masing dengan titer
tertinggi 2048, 4096, dan 1024 pada PAb1 serta 4096,
4096, dan 1024 pada PAb2 (Tabel 1).
Teknik imunisasi kelinci yang digunakan juga sangat
berpengaruh terhadap titer PAb yang dihasilkan. Teknik
imunisasi IV dan kombinasi IV + IP menghasilkan PAb
dan dengan titer tertinggi mencapai 4096 dengan Ag2
pada PAb1 dan dengan Ag1 dan Ag2 pada PAb2. Teknik
IP menghasilkan PAb dengan titer paling rendah dibanding teknik imunisasi lainnya, hanya menghasilkan
titer tertinggi 256 pada PAb1 maupun PAb2, sedangkan
teknik IM dan teknik Robinson-Smith (1993) yang digunakan sebagai pembanding menghasilkan PAb
dengan titer tertinggi hanya 512. Pada penelitian sebelumnya, Machmud et al. (1996; 1999) memperoleh
PAb dengan titer 512-1024 melalui imunisasi kelinci
dengan kombinasi teknik IV dan IP menggunakan sel R.
solanacearum yang dimatikan dengan pemanasan
(Ag1) atau larutan glutaraldehida 2,0% (Ag2). RobinsonSmith (1993) dengan teknik imunisasi IM menggunakan
antigen R. solanacearum dari strain yang berbeda menghasilkan PAb dengan titer hanya berkisar antara 8-512.
Menurut Ball et al. (1990), hasil imunisasi kelinci dinilai
cukup baik jika titer PAb > 512. Dengan demikian,
imunisasi melalui pembuluh vena (IV) atau kombinasi
melalui vena dan peritoneum (IV + IP) merupakan
pilihan terbaik untuk produksi PAb R. solanacearum.
Jenis Ag terbaik yang digunakan adalah Ag1 dan Ag2,
yaitu sel R. solanacearum yang dimatikan
Kespesifikan PAb R. solanacearum dengan
Teknik ELISA Tidak Langsung
PAb yang diproduksi dengan menggunakan Ag dari dua
strain R. solanacearum berbeda yang mewakili Ras 1
Biovar 3 dan Ras 3 Biovar 2 (Ps 9601 dan Ps 2002-09)
memiliki reaksi yang spesifik terhadap R. solanaceaum,
tetapi bereaksi silang dengan bakteri yang berkerabat
dekat secara genetik. Namun, PAb R. solanacearum tidak
bereaksi dengan Ag dari spesies bakteri lain (Tabel 2).
Reaksi ini diamati secara visual dan dengan ELISA Reader
Thermo Lab System Opsys MR berdasarkan angka
kerapatan optik dengan panjang gelombang 405 nm
(OD405). Antobodi PAb1 Ag2 yang diproduksi dengan Ag
Ps 9601, mewakili Ras 1 Biovar 3, dan PAb2 Ag2 yang
diproduksi dengan Ag Ps2002-09, mewakili Ras 3 Biovar
2, masing-masing bereaksi positif dengan 10 isolat R.
solanacearum yang mewakili Ras 1 Biovar 3, Ras 2 Biovar
1, dan Ras 3 Biovar 2 yang berasal dari inang dan lokasi
berbeda. PAb R. solanacearum bereaksi positif dengan
Ag P. syzygii, bakteri penyebab penyakit berkas
pembuluh cengkeh, yang memiliki kekerabatan genetik
dekat dengan R. solanacearum. Hal ini menunjukkan
bahwa PAb R. solanacearum tidak bereaksi spesifik
terhadap strain tertentu, bahkan bereaksi silang dengan
patogen lain yang berkerabat dekat. Sehubungan
dengan ini Robinson-Smith (1993) memproduksi
antibodi monoklonal yang bereaksi spesifik strain. Kedua
PAb yang diuji tidak bereaksi dengan P. syringae pv.
glycinea, (Psg 01-02), bakteri penyebab hawar daun
Tabel 1. Titer dan spesivisitas antibodi poliklonal (PAb) yang diproduksi pada kelinci dengan lima cara imunisasi yang berbeda. Bogor, 2004.
Titer PAb
Teknik imunisasi
Intravenal (IV)
Intraperitoneal (IP)
Intramuscular (IM)
Kombinasi IV dan IP
Teknik Pembanding
Rata-rata
PAb1
PAb2
Rata-rata
Ag1
Ag2
Ag3
Ag1
Ag2
Ag3
2048
128
256
2048
512
1076
4096
256
512
4096
512
1946
1024
256
128
1024
128
512
2048
128
256
4096
512
1485
4096
256
512
4096
512
1946
1024
128
256
1024
128
538
2806
268
320
2730
384
Ag1 = sel yang dimatikan dengan formalin 2,5%; Ag2 = sel yang dimatikan dengan glutaraldehida 2,5%, dan
Ag3 = % sel R. solanacearum yang dimatikan dengan pemanasan 1000C selama 2 jam.
Teknik pembanding menggunakan teknik Robinson-Smith (1993). Titer PAb adalah kebalikan dari angka enceran terkecil PAb
yang masih menunjukkan reaksi positif berdasarkan uji dengan teknik mikroaglutinasi (Ball et al. 1990).
95
MACHMUD DAN SURYADI: DETEKSI STRAIN RALSTONIA SOLANACEARUM
dan NCM ELISA hanya sampai 104 sel/ml. Hal ini ditunjukkan oleh warna substrat dalam lubang cawan reaksi
yang diamati secara visual dan dengan ELISA Reader.
Dalam hal ini ELISA Tidak Langsung memiliki kepekaan
setingkat lebih tinggi daripada kedua teknik lainnya.
Machmud et al. (1996; 1999) dan Robinson-Smith (1993)
juga melaporkan hal serupa ketika membandingkan
kepekaan beberapa teknik ELISA untuk mendeteksi R.
solanacearum maupun patogen lain. Sebelumnya,
McLaughlin & Chen (1990) dan Canale et al. (1983) juga
menyatakan bahwa mereka cenderung memilih teknik
ELISA Tidak Langsung. Menurut mereka, di samping
lebih sensitif, teknik tersebut juga menggunakan
konjugat-Ab sekunder yang dapat diperoleh secara
komersial, sehingga peneliti dapat menyingkat waktu
kedelai, dan Xanthomonas axonopodis pv. glycines (Xcg
01-01), bakteri bisul pada kedelai. Sebelumnya, Robinson-Smith (1993) melakukan pengujian kespesifikan
reaksi PAb R. solanacearum dengan cara yang sama
menggunakan isolat patogen berbeda dengan hasil yang
serupa.
Perbandingan Keefektifan Tiga Teknik ELISA
Pengujian keefektifan tiga teknik ELISA, yaitu teknik ELISA
Langsung, ELISA Tidak langsung dan NCM-ELISA menunjukkan bahwa ketiga teknik ini memiliki kepekaan
deteksi yang berbeda (Tabel 3). Teknik ELISA Tidak
Langsung dapat mendeteksi R. solanacearum hingga
kerapatan 103 sel/ml, sedangkan teknik ELISA langsung
Tabel 2. Kespesifikan dua PAb R. solanacearum untuk deteksi dan identifikasi strain Ralstonia solanacearum yang berbeda.
Antibodi
Strain
Kode Isolat
Ps 80-09
Ps 9510
Ps 9601
Ps 9602
Ps 2002-05
Ps 2002-07
Ps 2002-01
Ps 2002-04
Ps 2002-12
Ps 2002-09
P. syzygii
Psg 01-02
Xcg 01-01
Kontrol
PAb1 AG2
PAb2 Ag2
Tanaman inang
Jahe, Curup, Bengkulu
Kacang tanah, Kalijati, Subang
Kacang tanah, Cikeumeuh, Bogor
Kacang tanah, Muara, Bogor
Tomat, Cipanas, Cianjur
Cabai, Cikole, Lembang
Pisang ambon, Cikeumeuh, Bogor
Pisang kepok, Loji, Bogor
Kentang, Pangalengan, Bandung
Kentang, Margahayu, Lembang
Cengkeh, Pamoyanan, Bogor
Kedelai, Cikeumeuh, Bogor
Kedelai, Cikeumeuh, Bogor
Bufer Fosfat saline (PBS)
Ras
Biovar
Reaksi
OD405
Reaksi
OD405
1
1
1
1
1
1
2
2
3
3
2
3
3
3
3
3
1
1
2
2
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
0,822
0,868
0,986
0,930
0,678
0,758
0,789
0,806
0,848
0,892
0,582
0,092
0,113
0,102
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
0,788
0,786
0,827
0,824
0,906
0,890
0,782
0,826
0,942
0,886
0,490
0,124
0,106
0,082
Angka OD405 = angka rata-rata dari dua ulangan; simpangan baku = 0,122
A405 = angka absorbansi yang diukur dengan ELISA Reader Thermo Lab System Opsys MR dengan panjang gelombang 405 nm.
+ = reaksi positif; - = reaksi negatif
Ps = R. solanacearum; P. syzygii = patogen yang berkerabat genetik dengan R. solanacearum; Psg = P. syringae pv. glycinea;
Xcg = Xanthomonas axonopodis pv. glycines
Tabel 3. Kepekaan tiga modifikasi teknik ELISA berdasarkan hasil pengamatan reaksi secara visual dan angka absorbansi. Bogor, 2004.
Reaksi pada kerapatan antigen (sel/ml):
Teknik ELISA
108
107
106
105
104
103
Kontrol
negatif
ELISA Tidak Langsung
+++
(0,924)
++
(0,728)
++
(0,682)
++
(0,622)
+
(0,456)
+
(286)
(0,126)
ELISA Langsung
+++
(0,852)
++
(0,706)
++
(0,663)
+
(0,462)
(0,209)
(0,205)
(0,135)
+++
+++
++
+
-
-
NCM-ELISA
Reaksi + (positif) dan – (negatif) berdasarkan pengamatan visual.
Angka dalam kurung adalah kerapatan optik yang diukur ELISA Reader Thermo Lab System Opsys MR dengan panjang gelombang 405
nm (OD405); simpangan baku () = 0,132. Hasil NCM-ELISA hanya dapat dibaca secara visual.
96
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
pengerjaannya tanpa harus menyediakan konjugat-Ab
primer sendiri, karena memerlukan waktu dan keterampilan tersendiri. Pada awalnya teknik ini lebih
banyak digunakan untuk identifikasi fitoplasma dan
bakteri korineform (De Boer et al. 1988; Lin and Chen
1986; Sinha and Berhamou 1983).
Pengujian pada Contoh Tanah dan Tanaman
dari Lapangan
Pengujian kepekaan teknik ELISA Tidak Langsung
menggunakan contoh tanah dan tanaman yang diambil
dari lapangan menunjukkan hasil yang serupa dengan
pengujian menggunakan contoh tanah dan tanaman
yang diinokulasi buatan (Tabel 5). Teknik ini, dengan
menggunakan PAb1 dan PAb2, dapat mendeteksi R.
solanacearum dari tanah rizosfer tanaman kacang
tanah, kentang, dan tomat yang bergejala layu. Teknik
ini juga dapat mendeteksi R. solanacearum secara
langsung dari biji kacang tanah, umbi kentang, serta
batang kacang tanah dan kentang yang terinfeksi
patogen tersebut. Tanaman kacang tanah, kentang, dan
tomat yang sehat serta biji kacang tanah dan umbi
kentang yang sehat yang diuji sebagai pembanding tidak
menunjukkan reaksi positif. Angka OD405 yang tinggi
(0,672-680) pada biji dan tanaman yang bereaksi positif
menunjukkan populasi R. solanaclarum yang tinggi
dalam contoh-contoh tanaman tersebut. Hal ini ditunjukkan pada control positif yang menggunakan suspensi
bakteri dengan kepekatan 3 x 108 sel/ml.
Angka OD405 pada contoh tanah rizosfer, baik pada
tanaman kacang tanah, kentang, maupun tomat yang
bergejala layu, lebih rendah daripada angka OD405 pada
contoh biji dan tanaman tersebut (0,468-0,678). Hal ini
dapat terjadi karena dua kemungkinan, yaitu: (1)
populasi R. solanacearum pada rizosfer tanaman lebih
rendah daripada populasinya di dalam tanaman, dan
(2) kepekaan teknik ELISA untuk mendeteksi R. solanacearum dari tanah (rizosfer) tidak optimal karena adanya senyawa yang menghambat proses reaksi. Senyawa
penghambat yang terdapat di dalam tanah belum banyak
diketahui, tetapi di antaranya adalah senyawa fenolik
(Janse 1988; Seal et al. 1992; Stobbs 1985).
Kepekaan Teknik ELISA Tidak Langsung dalam
Deteksi R. solanacearum dari Tanah dan Tanaman
Pengujian Contoh Tanah dan Tanaman yang
Diinokulasi Buatan
Teknik ELISA Tidak Langsung dapat digunakan untuk
mendeteksi R. solanacearum dari ekstrak tanah atau
tanaman yang diinfestasi secara buatan (Tabel 4).
Berdasarkan hasil pengamatan secara visual dan menggunakan ELISA Reader dapat diketahui bahwa kepekaan
teknik ELISA ini untuk mendeteksi R. solanacearum dari
ekstrak tanaman (104 sel/ml) setingkat lebih rendah daripada kepekaan deteksi pada suspensi biakan murni R.
solanacearum (103 sel/ml), tetapi setingkat lebih tinggi
daripada kepekaan deteksi pada ekstrak tanah (105 sel/
ml). Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan RobinsonSmith (1993) dan Machmud et al. (1996). Kepekaan
deteksi R. solanacearum dari tanah relatif rendah, tetapi
dapat ditingkatkan dengan memodifikasi komponen
bufer yang digunakan untuk mengekstraksi tanah dengan menambahkan asam kholat dan polivinil pirolidon
(PVP) (McLaughlin et al. 1989). Menurut Priou (1997)
yang dikutip oleh Yadi et al. (1998), kepekaan teknik
deteksi juga dapat ditingkatkan menggunakan metode
pengayaan (enrichment), yaitu dengan menumbuhkan
ekstrak tanaman yang diduga mengandung R. solanacearum pada media pengaya (enrichment medium).
Tabel 4. Kepekaan teknik ELISA Tidak Langsung untuk deteksi bakteri Ralstonia solanacearum pada tanah dan tanaman yang diambil
langsung dari lapangan. Bogor, 2004.
Kandungan Ag (sel/ml)
Sumber Ag
108
107
106
105
104
103
Kontrol
Biakan murni
R. solanacearum
+++
(0,924)
+++
(0,728)
++
(0,682)
++
(0,602)
+
(0,556)
+
(0,386)
(0,176)
Tanaman kacang tanah
var. Kelinci
+++
(0,858)
++
(0,682)
++
(0,604)
++
(0,542)
+
(0,425)
(0,305)
(0,132)
Tanah steril asal
Cikeumeuh, Bogor
+++
(0,812)
++
(0,628)
++
(0,582)
+
(0,492)
(0,280)
(0,168)
(0,126)
Tanah dan tanaman kacang tanah dalam bentuk ekstrak yang dicampur dengan suspensi R. solanacearum dengan kerapatan sel
berbeda. Reaksi + = positif dan – = negatif berdasarkan pengamatan visual.
Angka dalam kurung adalah kerapatan optik yang diukur dengan ELISA Reader Thermo Lab System Opsys MR dengan panjang
gelombang 405 nm (OD405); simpangan baku () = 0,156.
97
MACHMUD DAN SURYADI: DETEKSI STRAIN RALSTONIA SOLANACEARUM
Tabel 5. Kepekaan teknik ELISA Tidak Langsung untuk deteksi bakteri Ralstonia solanacearum pada tanah dan tanaman yang diambil
langsung dari lapangan. Bogor, 2004.
Reaksi ELISA dengan:
Contoh uji
Asal
Tanah rizosfer kacang tanah
Tanah rizosfer kentang
Tanah rizosfer tomat
Biji kacang tanah terinfeksi RS
Umbi kentang terinfeksi RS
Tanaman kacang tanah terinfeksi RS
Tanaman kentang terinfeksi RS
Tanaman tomat terinfeksi RS
Biji kacang tanah sehat
Tanaman kacang tanah sehat
Tanaman kentang sehat
Tanaman tomat sehat
Umbi kentang sehat
Biakan murni Ps 9601 (kontrol positif)
Biakan murni Ps 2002-09 (kontrol positif)
PBS (kontrol negatif)
PAb1
Cikeumeuh, Bogor
Cipanas, Cianjur
Margahayu, Lembang
Cikeumeuh, Bogor
Cipanas, Cianjur
Cikeumeuh, Bogor
Cipanas, Cianjur
Margahayu, Lembang
Cikeumeuh, Bogor
Cikeumeuh, Bogor
Margahayu, Lembang
Margahayu, Lembang
Cipanas, Cianjur
Ras 1 Biovar 3
Ras 3 Biovar 2
PAb2
Vis.
OD405
Vis.
OD405
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
0,678
0,542
0,468
0,860
0,672
0,756
0,782
0,816
0,148
0,192
0,182
0,210
0,153
0,884
0,942
0,132
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
0,620
0,586
0,568
0,840
0,778
0,784
0,828
0,860
0,184
0,160
0,156
0,202
0,138
0,926
0,896
0,168
Vis. = pengamatan visual berasarkan warna substrat, + = reaksi positif dan - = reaksi negatif;
A405 = angka absorbansi yang diukur dengan ELISA Reader Thermo Lab System Opsys MR dengan panjang gelombang 405 nm dengan
simpangan baku () = 0,128.
KESIMPULAN DAN SARAN
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Antibodi poliklonal R. solanacearum dapat diproduksi pada kelinci turunan New Zealand White
Hybrid dengan teknik imunisasi yang berbeda
dengan titer 128-4096. Imunisasi kelinci secara
intravenal atau kombinasi intravenal dan intraperitoneal paling baik digunakan untuk produksi
PAb.
2. Teknik ELISA Tidak Langsung dapat mendeteksi R.
solanacearum dengan kepekaan 103 sel/ml, lebih
peka daripada teknik ELISA Langsung dan NCM
ELISA.
3. Teknik ELISA Tidak Langsung dapat digunakan
untuk mendeteksi dan mengidentifikasi R.
solanacearum secara langsung dari tanah dan
tanaman.
4. Antibodi poliklonal R. solanacearum perlu diproduksi secara massal untuk keperluan komersialisasi dan deteksi serologis strain R.
solanacearum.
5. Protokol beserta perangkat teknik ELISA Tidak
Langsung dapat dirakit bagi para penggunanya di
lapangan, baik untuk keperluan pengkajian ekologi
R. solanacearum dan epidemiologi penyakit layu
bakteri maupun untuk uji kesehatan benih dan
bahan tanaman lainnya dalam kaitannya dengan
karantina tumbuhan dan sertifikasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Endang
Windiyati, SSi, dan Wawan SSi, teknisi dan tenaga
honorer di Balitbio, Bogor, atas bantuan teknis yang telah
mereka berikan dalam pelaksanaan penelitian ini.
98
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Crop Protection Compendium. (Commonwealth
Agricultural Bureau (CAB) International, Wallingford, England.
(CD Rom).
Ball, E. M., R.O. Hampton, S.H. De Boer, and N.W. Schaad. 1990.
Polyclonal antibodies. In: Hampton, R., E. Ball, and S. de
Boer. 1990. Serological methods for detection and
identification of viral and bacterial plant pathogens. A
Laboratory Manual. APS Press, St. Paul, Minn. p. 33-54.
Canale F., A. Peralta, and M. Colombo. 1983. Comparison of
serological techniques for the detection of P. solanacearum.
Fitopatologia 18:48-52.
Converse, R.H. and R.R. Martin. 1990. ELISA methods for plant
viruses. In: Hampton, R., E. Ball, and S. de Boer. 1990.
Serological methods for detection and identification of viral
and bacterial plant pathogens. A Laboratory Manual. APS
Press, St. Paul, Minn. p. 179-196.
De Boer, S.H., A. Wieczorek, and A. Kumer. 1988. An ELISA test for
bacterial ring rot with monoclonal antibody. Plant Disease
72:874-878.
Hayward, A.C. 1994. Hosts of P. solanacearum, pp. 9-21. In A.C.
Hayward and G.L. Hartman (Eds.) Bacterial wilt: The disease
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
and its causative agent, P. solanacearum. CAB International,
Wallingford, UK.
of Viral and Bacterial Plant Pathogens. A Laboratory Manual.
The APS Press, St Paul, Minnesota. p.197-201.
Janse, J.D. 1988. A detection method for P. solanacearum in
symptomless potato tubers and some data on its specificity
and sensitivity. Bulletin OEPP 18:343-351.
McLaughlin, R.J., T.A. Chen, and J.M. Wells. 1989. Monoclonal
antibodies against Erwinia amylovora: Characterization of a
mixture for detection by ELISA. Phytopathology 79:610-613.
Lin, C.P., and T.A. Chen. 1986. Comparison of monoclonal antibodies
and polyclonal antibodies in detection of aster yellows
mycoplasma-like organism. Phytopathology 76:45-50.
Morton, D.J., P.D. Dukes, and S.F. Jenkins. 1996. Serological
relationships of races 1, 2, and 3 of P. solanacearum. Plant
Disease Reporter 50: 275-257.
Machmud, M., M. Muhsin, Jumanto H., Roechan M., Ifa Manzila,
Yadi Suryadi, dan M. A. Suhendar. 1996. Kajian pengembangan
teknik serologi dan biologi molekuler untuk deteksi dan
identifikasi patogen tumbuhan serta perakitan perangkatnya.
Laporan Hasil Penelitian RPTP 1995/1996. Balitbio, Bogor.
Robinson-Smith, A. 1993. Serological detection of P. solanacearum
by ELISA. In: G.L. Hartman and A.C. Hayward (Eds.). Bacterial
Wilt. ACIAR Proc. Internat. Symp., Kaohsiung, Taiwan, 28-30
October 1992. ACIAR Proceedins No. 45, Canberra, Australia.
p. 54-61.
Machmud, M., Yadi Suryadi, M.A. Suhendar, Jumanto H., Ifa
Manzila, dan Roechan M. 1997. Produksi perangkat ELISA
untuk deteksi virus bilur kacang tanah, virus kerdil kedelai,
dan bakteri layu (P. solanacearum). Laporan ROPP Tahun
Anggaran 1996/1997. Balitbio, Bogor.
Seal, S. E. and J. G. Elphinstone. 1994. Advances in identification
and detection of P. solanacearum. In A.C. Hayward and G.L.
Hartman (Eds.). Bacterial Wilt: The disease and its causative
agent, P. solanacearum. CAB International, Wallingford,
England. pp. 35-58.
Machmud, M., Jumanto H., Roechan M., Ifa Manzila, Yadi Suryadi,
dan M. A. Suhendar. 1998. Perbaikan teknik serologi dan
biomolekuler untuk deteksi dan identifikasi patogen
tumbuhan serta perakitan perangkatnya guna menunjang
program produksi benih. Laporan Hasil Penelitian RPTP 1997/
1998. Balitbio, Bogor.
Seal, S. E. and J. G. Elphinstone, L. Skoglund, and D. Berrios. 1992.
Detection of P. solanacearum latent infections in seed
potatoes during their multiplication in Burundi. ACIAR
Bacterial Wilt Newsletter 8:2-3. Canberra, Australia.
Machmud M., Yadi Sur yadi, M.A. Suhendar, Jumanto H., dan
Roechan M. 1999. Perakitan perangkat ELISA untuk deteksi
dan identifikasi Rs, SMV, PSG dan Xcg dengan antibodi
poliklonal. Laporan ROPP Tahun Anggaran 1998-1999. UPT
Perkebunan, Bogor.
McLaughlin, R.J., and T.A. Chen. 1990. ELISA methods for plant
pathogenic prokaryotes. In: R. Hampton and S. H. De Boer
(Eds.). Serological Methods for Detection and Identification
Sinha, R.C. and T. Berhamou. 1983. Detection of mycoplasma-like
organism antigens from aster-yellows diseased plants by two
serological procedures. Phytopathology 73:1199-1202.
Stobbs, L.W. and D. Barker. 1985. Rapid sample analysis with a
simplified ELISA. Phytopathology 75:492-495.
Sulyo, Y. 1992. Major banana diseases and their control. IARD
Journal 14(3 & 4): 55-58.
Yadi Suryadi, M. Machmud, Rusmadi, dan M.A. Suhendar. 1998.
Detection of P. solanacearum from latently infected potato
tubers using ELISA and PCR techniques. J. Biol. Indonesia
II(3):142-149.
99
Deteksi dan Identifikasi Strain Ralstonia solanacearum
dengan Teknik ELISA Tidak Langsung
M. Machmud dan Yadi Suryadi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian
Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111
ABSTRACT. Detection and Identification of Ralstonia
solanacearum strains by Its Polyclonal Antibody Using
Indirect ELISA Technique. Several techniques for early and rapid
detection of Ralstonia solanacearum have been developed as
components in the integrated control of bacterial wilt. The DNA
based techniques are highly effective in detecting the bacterium,
but they require sophisticated and expensive materials and
impractical for field applications. The Enzyme-linked Immunosorbent
Assay (ELISA) is one of the serological techniques that is effective
for detection and identification of bacterial plant pathogens, because
it is relatively rapid, inexpensive, does not require sophisticated
equipment, and applicable under field conditions. Modifications had
been made by researchers to improve sensitivities of the detection,
including those for R. solanacearum, and among them was the
Indirect ELISA technique. A laboratory study was done to produce
polyclonal antibody (PAb) to R. solanacearum and to apply the
antibody for detection of strains of R. solanacearum representing
different hosts, races, and biovars using the Indirect ELISA technique. The results showed that PAb to R. solacearum is producible
on white rabbits using three different immunization schemes at
titers ranging from 128 to 4096. The Indirect ELISA technique using
the PAb is applicable for detection of R. solanacearum strains
representing Race 1 Biovar 3, Race 2 Biovar 1, and Race 3 Biovar
2, either from pure cultures, soils, or plant parts. The lowest
detection level of the ELISA technique is 103 sel/ml.
Keywords: Ralstonia solanacearum, detection and identification,
Indirect ELISA, control of bacterial wilt
ABSTRAK. Berbagai teknik deteksi dini dan cepat bakteri Ralstonia
solanacearum telah dikembangkan sebagai salah satu komponen
pengendalian terpadu penyakit layu bakteri. Teknik deteksi berbasis
DNA sangat efektif untuk deteksi patogen ini, tetapi memerlukan
peralatan dan bahan yang canggih dan mahal, sehingga tidak praktis
digunakan di lapangan. ELISA (Enzyme-linked Immuno-sorbent
Assay) merupakan salah satu teknik serologi yang efektif untuk
deteksi bakteri patogen tumbuhan, karena tidak memerlukan waktu
lama, biaya relatif murah, tidak memerlukan peralatan yang canggih,
dan dapat digunakan langsung di lapangan. Beberapa modifikasi
teknik ELISA telah dikembangkan oleh peneliti untuk meningkatkan
keefektifan deteksinya, di antaranya teknik ELISA Tidak Langsung.
Penelitian laboratorium telah dilakukan untuk memproduksi PAb
(antibodi poliklonal) R. solanacearum pada kelinci dan menggunakannya untuk mendeteksi sejumlah isolat yang mewakili strain R.
solanacearum berbeda dengan teknik ELISA Tidak Langsung. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa PAb R. solanacearum dapat diproduksi pada kelinci dengan tiga cara imunisasi berbeda dengan
titer berkisar antara 128-2048. Teknik ELISA Tidak Langsung
menggunakan PAb efektif untuk mendeteksi strain R. solanacearum
yang mewakili Ras 1 Biovar 3, Ras 2 Biovar 1, dan Ras 3 Biovar 2,
baik dari biakan murni, tanah, maupun jaringan tanaman dengan
tingkat kepekaan deteksi mencapai 103 sel/ml.
Kata kunci: Ralstonia solanacearum; deteksi dan identifikasi;
teknik ELISA Tidak Langsung; pengendalian layu
bakteri
P
enyakit layu yang disebabkan oleh bakteri
Ralstonia solanacearum (Smith) Yabuuchi et al.
(Sin.: Pseudomonas solanacearum Smith)
merupakan salah satu penyakit yang sangat merusak
tanaman, terutama tanaman pangan dan hortikultura
dan secara ekonomis sangat merugikan petani. Kerugian hasil yang diakibatkan oleh R. solanacearum pada
berbagai komoditas tanaman pertanian sangat beragam
dan belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan
15-35% pada tomat, 35-60% pada kentang, dan 30-65%
pada kacang tanah (Hayward 1994). Dalam dekade
terakhir, pertanaman pisang di berbagai wilayah
Indonesia juga mengalami kerusakan berat oleh
penyakit ini dan kehilangan hasil diperkirakan mencapai
milyaran rupiah setahun (Sulyo 1992). Berbagai upaya
telah dilakukan untuk mengendalikan penyakit layu
bakteri, baik menggunakan salah satu atau beberapa
komponen pengendalian maupun dengan menerapkan
strategi pengendalian terpadu, tetapi hasilnya belum
memuaskan (Robinson-Smith 1993).
Penyakit layu sulit dikendalikan, terutama karena
patogennya memiliki kemampuan bertahan hidup dan
beradaptasi dengan ekosistemnya (Hayward 1994). R.
solanacearum memiliki wilayah sebar hampir di seluruh
dunia, terutama di daerah tropik dan subtropik, mulai
dari dataran rendah hingga dataran tinggi > 2500 m dpl.
Berdasarkan kisaran inangnya, strain R. solanacearum
dikelompokkan menjadi lima ras (Ras 1 - Ras 5) dan
memiliki kisaran inang lebih dari 400 spesies tanaman
yang tergolong dalam lebih dari 80 famili. Berdasarkan
kemampuan menggunakan sumber nutrisi, terutama
asam organik dan karbohidrat, strain R. solanacearum
terbagi menjadi lima biovar (Biovar 1 - Biovar 5) (Seal
and Elphinstone 1994). Patogen ini juga memiliki kemampuan bertahan hidup dalam benih, dalam tanah,
dan bahkan pada rizosfer tanaman bukan inang (Janse
1988).
Diagnosis penyakit secara dini merupakan langkah
pertama dan utama yang sangat menentukan keberhasilan pengendalian suatu penyakit. Langkah terpenting dalam diagnosis penyakit adalah mendeteksi
dan mengidentifikasi jenis patogennya secara efektif dan
efisien, sehingga langkah pengendaliannya dapat di-
91
MACHMUD DAN SURYADI: DETEKSI STRAIN RALSTONIA SOLANACEARUM
lakukan secara cepat dan akurat. Teknik deteksi dan
identifikasi yang efektif dan efisien memiliki lima kriteria,
yaitu cepat, peka, akurat, dapat langsung digunakan di
lapangan, dan biayanya relatif murah (Seal and
Elphinstone 1994). Teknik ELISA (Enzyme-linked
Immunosorbent Assay) memiliki hampir semua kriteria
yang diperlukan. ELISA merupakan teknik serologi yang
sangat populer dan menjanjikan untuk mendiagnosis
penyakit tumbuhan, terutama yang disebabkan oleh
virus dan bakteri (Converse and Martin 1990). Teknik ini
telah digunakan oleh para peneliti dan pengguna lain di
Indonesia untuk deteksi dan identifikasi patogen
tumbuhan (Machmud et al. 1996). Namun demikian,
sampai saat ini, baik komponen maupun perangkat
ELISA yang digunakan pada umumnya masih harus diimpor dengan harga mahal. Biaya deteksi dan identifikasi
satu jenis patogen tumbuhan dari satu sampel tanaman
dengan perangkat ELISA impor berkisar antara Rp
15.000-20.000 (Agdia Inc., Leckhart, Indiana). Biaya ini
dapat ditekan menjadi lebih murah jika komponen
perangkat ELISA diproduksi di dalam negeri.
Menurut Converse dan Martin (1990), teknik ELISA
menjadi pilihan utama dalam mendeteksi virus dan
bakteri patogen tumbuhan, karena sederhana, cepat,
sensitif, dan akurat, serta dapat digunakan langsung di
lapangan. Dasar teknik ELISA adalah reaksi antigen (Ag)
dengan antibodi (Ab) yang diberi penanda enzim tertentu dan dilakukan dalam substrat yang mengandung
pewarna, sehingga hasilnya dapat dibaca dengan mata
atau dengan alat ELISA Reader (Converse and Martin
1990; McLaughlin and Chen 1990). Teknik ini memerlukan ketersediaan Ag murni dan Ab yang spesifik dan
bertiter tinggi dalam penggunaannya secara praktis.
Berbagai modifikasi teknik ELISA telah dibuat untuk
meningkatkan keefektifannya, di antaranya adalah DASELISA (Double Antibody Sandwiched – ELISA), IDAS-ELISA
(Indirect DAS-ELISA), ELISA Langsung (Direct ELISA),
ELISA Tidak Langsung (Indirect ELISA), dan Dot Blot
ELISA (Canale 1983; Stobbs dan Barker 1985; Yadi et al.
1998). Teknik-teknik ini belum pernah dibandingkan
keefektifannya untuk deteksi dan identifikasi R.
solanacearum, baik dari biakan murni dan tanaman,
maupun dari dalam tanah. Sejak tahun 1995, di Balitbio,
Bogor, telah dilakukan upaya untuk mengadopsi dan
memodifikasi teknik ELISA dengan mengembangkan
teknik produksi antibodi poliklonal (PAb) dan komponen
perangkat ELISA untuk beberapa jenis virus dan bakteri
patogen tumbuhan, termasuk R. solanacearum
(Machmud et al. 1996, 1997, 1998). Sasaran utama yang
diharapkan dari penelitian adalah memperoleh teknik
produksi Ab ELISA yang efektif dan efisien serta merakit
sendiri komponen perangkat ELISA, sehingga penggunaannya menjadi lebih efektif dengan biaya lebih
murah.
92
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memproduksi
antibodi poliklonal R. solanacearum; (2) menguji keefektifan tiga teknik ELISA untuk deteksi dan identifikasi
R. solanacearum, serta (3) menguji kepekaan teknik
ELISA untuk deteksi R. solanacearum dari tanah dan
tanaman.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Kelompok
Peneliti Rekayasa Protein dan Imunologi, Balai Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Tanaman Pangan
(Balitbio), Bogor, mulai Juni hingga Oktober 2004. Penelitian terdiri atas tiga kegiatan, yaitu: (1) produksi
antibodi poliklonal (PAb) R. solanacearum; (2) uji
keefektifan tiga teknik ELISA untuk deteksi dan identifikasi R. solanacearum, dan (3) uji keefektifan teknik
ELISA Tidak Langsung untuk deteksi R. solanacearum
dari tanah dan tanaman.
Produksi Antibodi Poliklonal R. solanacearum
Produksi PAb R. solanacearum dilakukan pada kelinci
putih betina turunan hibrida New Zealand yang berumur
5-6 bulan. Sumber Ag adalah dua isolat bakteri R. solanacearum, yaitu Ps 9601 yang mewakili Ras 1 Biovar 3,
asal tanaman kacang tanah dari Kebun Percobaan
Muara, Bogor, dan Ps 2002-09 yang mewakili Ras 3 Biovar
2, asal tanaman kentang dari desa Margahayu, Lembang,
Bandung. Masing-masing isolat R. solanacearum ditumbuhkan pada medium Sucrose Pepton Agar (SPA)
(Machmud et al. 1996). Biakan bakteri dari masingmasing isolat berumur 48 jam disuspensikan dalam
larutan bufer fosfat salin (Phosphate-Buffered Saline,
PBS) 0,1 M, pH 7,2, dan kerapatan selnya ditetapkan 1010
sel/ml dengan menggunakan spektrometer Hitachi
U2000.
Perlakuan pada produksi PAb dari masing-masing
isolat R. solanacearum terdiri atas 15 perlakuan yang
merupakan kombinasi antara tiga macam Ag dan lima
teknik imunisasi. Jenis Ag yang digunakan adalah sel R.
solanacearum yang dimatikan dengan formalin 2,5%
(Ag1), glutaraldehida 2,5% (Ag2), dan pemanasan pada
penangas air bersuhu 1000C selama 2 jam (Ag3). Ketiga
macam Ag ini disediakan menurut teknik Machmud et
al. (1996).
Lima teknik imunisasi digunakan dalam penelitian,
yaitu penyuntikan kelinci melalui otot paha (Intramuscular, IM), penyuntikan melalui rongga peritoneum
(Intraperitoneal, IP), penyuntikan melalui pembuluh
vena telinga (Intravenal, IV), kombinasi penyuntikan
Intravenal dan Intraperitoneal (IV+IP), dan teknik
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
imunisasi baku menurut Robinson-Smith (1993) sebagai
pembanding. Imunisasi dengan teknik IM, IP, dan IV
dilakukan menurut teknik Ball et al. (1990), sedangkan
teknik IV+IP menurut teknik Machmud et al. (1996).
Setiap kombinasi perlakuan imunisasi dilakukan pada
dua ekor kelinci sebagai ulangan. Panen darah kelinci,
pemisahan antiserum (As), serta pemurnian dan pengukuran titer PAb yang diperoleh dilakukan menurut
teknik Ball et al. (1990). Antibodi poliklonal untuk R.
solanacearum Ras 1 Biovar 3 diberi kode PAb1 dan untuk
Ras 3 Biovar 2 diberi kode PAb2.
Uji kespesifikan reaksi antibodi PAb1 dan PAb2 terhadap strain R. solanacearum dilakukan dengan teknik
ELISA Tidak Langsung menurut Robinson yang dimodifikasi Machmud et al. (1996). Pada pengujian dua
PAb yang masing-masing diproduksi dengan Ag1 dan
Ag2, yaitu PAb1 Ag2 dan PAb2 Ag2. diuji kespesifikan
reaksinya terhadap sembilan isolat R. solanacearum
yang mewakili Ras dan Biovar berbeda, satu spesies
bakteri yang berkerabat genetik dekat dengan R.
solanacearum (Pseudomonas syzygii), dan dua spesies
bakteri patogen lain (P. syringae pv. glycinea dan
Xanthomonas axonopodis pv. glycines) (Tabel 2). Hasil
pengujian diamati secara visual berdasarkan perubahan
warna substrat pada lubang/sumur cawan ELISA. Reaksi
ELISA dinilai spesifik atau positif jika PAb bereaksi positif
dengan Ag, ditandai dengan terjadinya perubahan warna
substrat menjadi biru. Jika warna substrat tidak berubah,
maka PAb tidak bereaksi dengan Ag dan reaksinya
dinyatakan negatif. Setiap pengujian dibuat dua ulangan.
Perbandingan Kepekaan Teknik ELISA untuk
Deteksi R. solanacearum
Tiga teknik ELISA diuji kepekaannya untuk mendeteksi
R. solanacearum, yaitu: (a) Teknik ELISA Langsung
menurut Robinson-Smith (1993), (b) Teknik ELISA Tidak
Langsung menurut Machmud et al. (1996), dan (c) teknik
NCM-ELISA (Nitrocellulose Membrane ELISA) menurut
teknik Yadi et al. (1998). Pengujian dilakukan dengan
antibodi PAb1 Ag2 dan Ag2 dengan kerapatan 1010 sel/
ml. Pada saat pengujian, suspensi Ag2 diencerkan secara
seri dengan larutan PBS 0,1 M, pH 7,2, hingga kepekatan
menjadi berturut-turut 108, 106, 105, 104, dan 103 sel/ml.
Setiap pengujian dibuat lima ulangan. Kepekaan teknik
ELISA diukur berdasarkan reaksi positif yang ditunjukkan
oleh perubahan warna substrat menjadi kuning pada
lubang sumur cawan ELISA yang berisi enceran Ag.
Teknik ELISA paling peka adalah yang dapat mendeteksi
Ag dengan kerapatan paling rendah.
Uji Kespesifikan PAb R. solanacearum dengan
Teknik ELISA Tidak Langsung
Kegiatan ini dilakukan untuk menguji kespesifikan reaksi
PAb1 dan PAb2 dengan Ag dari strain R. solanacearum
dan spesies bakteri patogen lain. Isolat bakteri yang
digunakan sebagai isolat uji terdiri atas 10 isolat R.
solanacearum yang mewakili strain berbeda, satu isolat
bakteri yang memiliki kekerabatan dekat dengan R.
solanacearum (Pseudomonas syzygii), dan dua spesies
bakteri patogen lain (P. syringae pv. glycinea dan
Xanthomonas axonopodis pv. glycines) (Tabel 2).
Pengujian menggunakan teknik ELISA Tidak Langsung
dari Machmud et al. (1996). Hasil pengujian diamati
secara visual berdasarkan perubahan warna substrat
pada cawan ELISA. Reaksi ELISA dinilai spesifik jika PAb
yang diuji bereaksi positif dengan Ag, ditandai dengan
terjadinya perubahan warna substrat pada lubang
cawan ELISA menjadi biru. Jika warna substrat tidak
berubah, maka PAb tidak bereaksi dengan Ag yang
bersangkutan atau negatif. Setiap pengujian dibuat dua
ulangan.
Pengujian Kepekaan Teknik ELISA Tidak Langsung
untuk Deteksi R. solanacearum dari Tanah
dan Tanaman
Pengujian kepekaan teknik ELISA Tidak Langsung
(Machmud et al. 1996) dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
(1) pada contoh tanah dan tanaman yang diinokulasi
buatan, dan (2) pada contoh tanah dan tanaman dari
lapangan. Pengujian menggunakan PAb1 sebagai
sumber Ab dan suspensi R. solanacearum dalam PBS
dengan kerapatan 1010 sel/ml sebagai sumber Ag.
Pengujian Contoh Tanah dan Tanaman yang
Diinokulasi Buatan
Sebelum pengujian disediakan contoh tanah asal
Cikeumeuh, Bogor, yang telah disterilkan menggunakan
otoklaf dengan suhu 121 0C selama 30 menit dan
tanaman kacang tanah varietas Kelinci berumur sebulan
yang ditanam pada pot berisi tanah steril di rumah kaca.
Untuk deteksi R. solanacearum dari tanah, mula-mula
disediakan enam buah polibag ukuran 1 kg yang masingmasing diisi dengan 500 g tanah steril. Ke dalam masingmasing polibag ditambahkan secara seri suspensi R.
solanacearum yang telah disediakan, sehingga kandungannya berturut-turut 108, 106, 105, 104, dan 103 sel/g
tanah, kemudian diaduk merata. Selanjutnya dari setiap
polibag diambil 100 g contoh tanah, ditempatkan dalam
gelas Erlenmeyer ukuran 250 ml, disuspensikan dengan
100 ml larutan PBS, dikocok merata, diambil 10 ml cairan
ekstrak tanah, disentrifus dengan kecepatan 1000 rpm
93
MACHMUD DAN SURYADI: DETEKSI STRAIN RALSTONIA SOLANACEARUM
selama 10 menit, dan supernatannya diambil untuk
digunakan sebagai sumber Ag. Cara ini merupakan
modifikasi dari cara Seal et al. (1992) dan Janse (1988).
Untuk deteksi R. solanacearum dari tanaman
digunakan enam contoh tanaman kacang tanah sehat
yang ditanam di rumah kaca. Masing-masing contoh
tanaman diblender selama 5 menit dengan menambahkan 100 ml larutan PBS. Masing-masing ekstrak tanaman
dipindahkan ke gelas Erlenmeyer ukuran 250 ml, sehingga diperoleh enam gelas ekstrak tanaman. Selanjutnya ke dalam tiap gelas Erlenmeyer ditambahkan secara
seri suspensi R. solanacearum yang telah disediakan,
sehingga kandungannya berturut-turut 108, 106, 105, 104,
dan 103 sel/ml ekstrak tanaman kacang tanah. Selanjutnya dari setiap gelas Erlenmeyer diambil 10 ml ekstrak,
disentrifus dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit,
dan supernatannya diambil untuk digunakan sebagai
sumber Ag. Selanjutnya, baik ekstrak tanah maupun
ekstrak tanaman yang telah disediakan digunakan
sebagai Ag untuk mengetahui kepekaan teknik ELISA
Tidak Langsung untuk deteksi R. solanacearum dari
tanah dan tanaman. Kepekaan teknik ini dievaluasi
berdasarkan kepekatan Ag terendah yang masih memberikan reaksi positif.
Pengujian Contoh Tanah dan Tanaman dari
Lapangan
Contoh tanah dan tanaman diambil langsung dari
lapangan. Contoh ini terdiri atas: (1) biji kacang tanah
sehat dan terinfeksi R. solanacearum dari tanaman yang
bergejala layu bakteri, (2) tanaman kacang tanah sehat
dan yang bergejala layu bakteri, 3) umbi kentang sehat
dan yang terinfeksi R. solanacearum, (4) tanaman
kentang sehat dan yang bergejala layu bakteri, (5) tanah
dari rizosfer tanaman kacang tanah yang bergejala layu,
dan (6) tanah dari rizosfer tanaman kentang bergejala
layu bakteri. Masing-masing contoh tanaman diekstraksi
dengan cara tersebut di atas. Selanjutnya, ekstrak dari
tanah maupun ekstrak tanaman yang telah disediakan
digunakan sebagai Ag untuk mengetahui kepekaan
teknik ELISA Tidak Langsung dalam mendeteksi R.
solanacearum. Kepekaan teknik ini dinilai berdasarkan
angka kepekatan Ag terendah yang masih memberikan
reaksi positif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Antibodi Poliklonal
Imunisasi kelinci putih turunan kelinci hibrida New
Zealand White dengan 24 perlakuan yang terdiri dua
isolat R. solanacearum (Ps 9601 dan Ps2002-09)
menggunakan tiga jenis Ag (Ag1, Ag2, dan Ag3) dengan
empat teknik yang berbeda (IM, IP, IV, dan IV+IM)
menghasilkan PAb dengan titer berkisar antara 2564096. Titer adalah kebalikan dari angka enceran terkecil
PAb yang masih menunjukkan reaksi positif dengan Ag
(Ball et al. 1990). Reaksi PAb-Ag positif berdasarkan uji
menggunakan teknik mikro-aglutinasi ditunjukkan oleh
terjadinya penggumpalan hasil senyawa Pab-Ag yang
dapat dilihat langsung secara visual atau dengan
binokuler (Gambar 1).
Gambar 1. Hasil reaksi antara PAb dan Ag Ralstonia solanacearum berdasarkan uji dengan teknik mikroaglutinasi pada gelas slaid.
Baris A = reaksi negatif; baris B = reaksi positif, terjadi penggumpalan.
94
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
Antibodi yang dihasilkan dari imunisasi kelinci
mempunyai titer yang beragam (Tabel 1). Titer antibodi
yang dihasilkan tidak terlalu dipengaruhi oleh isolat R.
solanacearum yang digunakan, tetapi lebih dipengaruhi
oleh jenis Ag dan cara imunisasi kelinci. Titer PAb yang
diproduksi dengan isolat R. solanacearum Ps 9601 yang
mewakili Ras 1 Biovar 3 hampir sama dengan yang diproduksi menggunakan isolat Ps 2002-09 yang mewakili
Ras 3 Biovar 2, berkisar antara 128 - 4096. Jenis Ag yang
digunakan untuk imunisasi berpengaruh terhadap titer
PAb yang dihasilkan. Sel bakteri yang dimatikan dengan
formalin 0,6% (Ag1) atau yang difiksasi dengan larutan
glutaraldehida 2,0% (Ag2) menghasilkan PAb dengan
titer yang lebih tinggi daripada sel yang dimatikan
dengan pemanasan (Ag3), masing-masing dengan titer
tertinggi 2048, 4096, dan 1024 pada PAb1 serta 4096,
4096, dan 1024 pada PAb2 (Tabel 1).
Teknik imunisasi kelinci yang digunakan juga sangat
berpengaruh terhadap titer PAb yang dihasilkan. Teknik
imunisasi IV dan kombinasi IV + IP menghasilkan PAb
dan dengan titer tertinggi mencapai 4096 dengan Ag2
pada PAb1 dan dengan Ag1 dan Ag2 pada PAb2. Teknik
IP menghasilkan PAb dengan titer paling rendah dibanding teknik imunisasi lainnya, hanya menghasilkan
titer tertinggi 256 pada PAb1 maupun PAb2, sedangkan
teknik IM dan teknik Robinson-Smith (1993) yang digunakan sebagai pembanding menghasilkan PAb
dengan titer tertinggi hanya 512. Pada penelitian sebelumnya, Machmud et al. (1996; 1999) memperoleh
PAb dengan titer 512-1024 melalui imunisasi kelinci
dengan kombinasi teknik IV dan IP menggunakan sel R.
solanacearum yang dimatikan dengan pemanasan
(Ag1) atau larutan glutaraldehida 2,0% (Ag2). RobinsonSmith (1993) dengan teknik imunisasi IM menggunakan
antigen R. solanacearum dari strain yang berbeda menghasilkan PAb dengan titer hanya berkisar antara 8-512.
Menurut Ball et al. (1990), hasil imunisasi kelinci dinilai
cukup baik jika titer PAb > 512. Dengan demikian,
imunisasi melalui pembuluh vena (IV) atau kombinasi
melalui vena dan peritoneum (IV + IP) merupakan
pilihan terbaik untuk produksi PAb R. solanacearum.
Jenis Ag terbaik yang digunakan adalah Ag1 dan Ag2,
yaitu sel R. solanacearum yang dimatikan
Kespesifikan PAb R. solanacearum dengan
Teknik ELISA Tidak Langsung
PAb yang diproduksi dengan menggunakan Ag dari dua
strain R. solanacearum berbeda yang mewakili Ras 1
Biovar 3 dan Ras 3 Biovar 2 (Ps 9601 dan Ps 2002-09)
memiliki reaksi yang spesifik terhadap R. solanaceaum,
tetapi bereaksi silang dengan bakteri yang berkerabat
dekat secara genetik. Namun, PAb R. solanacearum tidak
bereaksi dengan Ag dari spesies bakteri lain (Tabel 2).
Reaksi ini diamati secara visual dan dengan ELISA Reader
Thermo Lab System Opsys MR berdasarkan angka
kerapatan optik dengan panjang gelombang 405 nm
(OD405). Antobodi PAb1 Ag2 yang diproduksi dengan Ag
Ps 9601, mewakili Ras 1 Biovar 3, dan PAb2 Ag2 yang
diproduksi dengan Ag Ps2002-09, mewakili Ras 3 Biovar
2, masing-masing bereaksi positif dengan 10 isolat R.
solanacearum yang mewakili Ras 1 Biovar 3, Ras 2 Biovar
1, dan Ras 3 Biovar 2 yang berasal dari inang dan lokasi
berbeda. PAb R. solanacearum bereaksi positif dengan
Ag P. syzygii, bakteri penyebab penyakit berkas
pembuluh cengkeh, yang memiliki kekerabatan genetik
dekat dengan R. solanacearum. Hal ini menunjukkan
bahwa PAb R. solanacearum tidak bereaksi spesifik
terhadap strain tertentu, bahkan bereaksi silang dengan
patogen lain yang berkerabat dekat. Sehubungan
dengan ini Robinson-Smith (1993) memproduksi
antibodi monoklonal yang bereaksi spesifik strain. Kedua
PAb yang diuji tidak bereaksi dengan P. syringae pv.
glycinea, (Psg 01-02), bakteri penyebab hawar daun
Tabel 1. Titer dan spesivisitas antibodi poliklonal (PAb) yang diproduksi pada kelinci dengan lima cara imunisasi yang berbeda. Bogor, 2004.
Titer PAb
Teknik imunisasi
Intravenal (IV)
Intraperitoneal (IP)
Intramuscular (IM)
Kombinasi IV dan IP
Teknik Pembanding
Rata-rata
PAb1
PAb2
Rata-rata
Ag1
Ag2
Ag3
Ag1
Ag2
Ag3
2048
128
256
2048
512
1076
4096
256
512
4096
512
1946
1024
256
128
1024
128
512
2048
128
256
4096
512
1485
4096
256
512
4096
512
1946
1024
128
256
1024
128
538
2806
268
320
2730
384
Ag1 = sel yang dimatikan dengan formalin 2,5%; Ag2 = sel yang dimatikan dengan glutaraldehida 2,5%, dan
Ag3 = % sel R. solanacearum yang dimatikan dengan pemanasan 1000C selama 2 jam.
Teknik pembanding menggunakan teknik Robinson-Smith (1993). Titer PAb adalah kebalikan dari angka enceran terkecil PAb
yang masih menunjukkan reaksi positif berdasarkan uji dengan teknik mikroaglutinasi (Ball et al. 1990).
95
MACHMUD DAN SURYADI: DETEKSI STRAIN RALSTONIA SOLANACEARUM
dan NCM ELISA hanya sampai 104 sel/ml. Hal ini ditunjukkan oleh warna substrat dalam lubang cawan reaksi
yang diamati secara visual dan dengan ELISA Reader.
Dalam hal ini ELISA Tidak Langsung memiliki kepekaan
setingkat lebih tinggi daripada kedua teknik lainnya.
Machmud et al. (1996; 1999) dan Robinson-Smith (1993)
juga melaporkan hal serupa ketika membandingkan
kepekaan beberapa teknik ELISA untuk mendeteksi R.
solanacearum maupun patogen lain. Sebelumnya,
McLaughlin & Chen (1990) dan Canale et al. (1983) juga
menyatakan bahwa mereka cenderung memilih teknik
ELISA Tidak Langsung. Menurut mereka, di samping
lebih sensitif, teknik tersebut juga menggunakan
konjugat-Ab sekunder yang dapat diperoleh secara
komersial, sehingga peneliti dapat menyingkat waktu
kedelai, dan Xanthomonas axonopodis pv. glycines (Xcg
01-01), bakteri bisul pada kedelai. Sebelumnya, Robinson-Smith (1993) melakukan pengujian kespesifikan
reaksi PAb R. solanacearum dengan cara yang sama
menggunakan isolat patogen berbeda dengan hasil yang
serupa.
Perbandingan Keefektifan Tiga Teknik ELISA
Pengujian keefektifan tiga teknik ELISA, yaitu teknik ELISA
Langsung, ELISA Tidak langsung dan NCM-ELISA menunjukkan bahwa ketiga teknik ini memiliki kepekaan
deteksi yang berbeda (Tabel 3). Teknik ELISA Tidak
Langsung dapat mendeteksi R. solanacearum hingga
kerapatan 103 sel/ml, sedangkan teknik ELISA langsung
Tabel 2. Kespesifikan dua PAb R. solanacearum untuk deteksi dan identifikasi strain Ralstonia solanacearum yang berbeda.
Antibodi
Strain
Kode Isolat
Ps 80-09
Ps 9510
Ps 9601
Ps 9602
Ps 2002-05
Ps 2002-07
Ps 2002-01
Ps 2002-04
Ps 2002-12
Ps 2002-09
P. syzygii
Psg 01-02
Xcg 01-01
Kontrol
PAb1 AG2
PAb2 Ag2
Tanaman inang
Jahe, Curup, Bengkulu
Kacang tanah, Kalijati, Subang
Kacang tanah, Cikeumeuh, Bogor
Kacang tanah, Muara, Bogor
Tomat, Cipanas, Cianjur
Cabai, Cikole, Lembang
Pisang ambon, Cikeumeuh, Bogor
Pisang kepok, Loji, Bogor
Kentang, Pangalengan, Bandung
Kentang, Margahayu, Lembang
Cengkeh, Pamoyanan, Bogor
Kedelai, Cikeumeuh, Bogor
Kedelai, Cikeumeuh, Bogor
Bufer Fosfat saline (PBS)
Ras
Biovar
Reaksi
OD405
Reaksi
OD405
1
1
1
1
1
1
2
2
3
3
2
3
3
3
3
3
1
1
2
2
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
0,822
0,868
0,986
0,930
0,678
0,758
0,789
0,806
0,848
0,892
0,582
0,092
0,113
0,102
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
0,788
0,786
0,827
0,824
0,906
0,890
0,782
0,826
0,942
0,886
0,490
0,124
0,106
0,082
Angka OD405 = angka rata-rata dari dua ulangan; simpangan baku = 0,122
A405 = angka absorbansi yang diukur dengan ELISA Reader Thermo Lab System Opsys MR dengan panjang gelombang 405 nm.
+ = reaksi positif; - = reaksi negatif
Ps = R. solanacearum; P. syzygii = patogen yang berkerabat genetik dengan R. solanacearum; Psg = P. syringae pv. glycinea;
Xcg = Xanthomonas axonopodis pv. glycines
Tabel 3. Kepekaan tiga modifikasi teknik ELISA berdasarkan hasil pengamatan reaksi secara visual dan angka absorbansi. Bogor, 2004.
Reaksi pada kerapatan antigen (sel/ml):
Teknik ELISA
108
107
106
105
104
103
Kontrol
negatif
ELISA Tidak Langsung
+++
(0,924)
++
(0,728)
++
(0,682)
++
(0,622)
+
(0,456)
+
(286)
(0,126)
ELISA Langsung
+++
(0,852)
++
(0,706)
++
(0,663)
+
(0,462)
(0,209)
(0,205)
(0,135)
+++
+++
++
+
-
-
NCM-ELISA
Reaksi + (positif) dan – (negatif) berdasarkan pengamatan visual.
Angka dalam kurung adalah kerapatan optik yang diukur ELISA Reader Thermo Lab System Opsys MR dengan panjang gelombang 405
nm (OD405); simpangan baku () = 0,132. Hasil NCM-ELISA hanya dapat dibaca secara visual.
96
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
pengerjaannya tanpa harus menyediakan konjugat-Ab
primer sendiri, karena memerlukan waktu dan keterampilan tersendiri. Pada awalnya teknik ini lebih
banyak digunakan untuk identifikasi fitoplasma dan
bakteri korineform (De Boer et al. 1988; Lin and Chen
1986; Sinha and Berhamou 1983).
Pengujian pada Contoh Tanah dan Tanaman
dari Lapangan
Pengujian kepekaan teknik ELISA Tidak Langsung
menggunakan contoh tanah dan tanaman yang diambil
dari lapangan menunjukkan hasil yang serupa dengan
pengujian menggunakan contoh tanah dan tanaman
yang diinokulasi buatan (Tabel 5). Teknik ini, dengan
menggunakan PAb1 dan PAb2, dapat mendeteksi R.
solanacearum dari tanah rizosfer tanaman kacang
tanah, kentang, dan tomat yang bergejala layu. Teknik
ini juga dapat mendeteksi R. solanacearum secara
langsung dari biji kacang tanah, umbi kentang, serta
batang kacang tanah dan kentang yang terinfeksi
patogen tersebut. Tanaman kacang tanah, kentang, dan
tomat yang sehat serta biji kacang tanah dan umbi
kentang yang sehat yang diuji sebagai pembanding tidak
menunjukkan reaksi positif. Angka OD405 yang tinggi
(0,672-680) pada biji dan tanaman yang bereaksi positif
menunjukkan populasi R. solanaclarum yang tinggi
dalam contoh-contoh tanaman tersebut. Hal ini ditunjukkan pada control positif yang menggunakan suspensi
bakteri dengan kepekatan 3 x 108 sel/ml.
Angka OD405 pada contoh tanah rizosfer, baik pada
tanaman kacang tanah, kentang, maupun tomat yang
bergejala layu, lebih rendah daripada angka OD405 pada
contoh biji dan tanaman tersebut (0,468-0,678). Hal ini
dapat terjadi karena dua kemungkinan, yaitu: (1)
populasi R. solanacearum pada rizosfer tanaman lebih
rendah daripada populasinya di dalam tanaman, dan
(2) kepekaan teknik ELISA untuk mendeteksi R. solanacearum dari tanah (rizosfer) tidak optimal karena adanya senyawa yang menghambat proses reaksi. Senyawa
penghambat yang terdapat di dalam tanah belum banyak
diketahui, tetapi di antaranya adalah senyawa fenolik
(Janse 1988; Seal et al. 1992; Stobbs 1985).
Kepekaan Teknik ELISA Tidak Langsung dalam
Deteksi R. solanacearum dari Tanah dan Tanaman
Pengujian Contoh Tanah dan Tanaman yang
Diinokulasi Buatan
Teknik ELISA Tidak Langsung dapat digunakan untuk
mendeteksi R. solanacearum dari ekstrak tanah atau
tanaman yang diinfestasi secara buatan (Tabel 4).
Berdasarkan hasil pengamatan secara visual dan menggunakan ELISA Reader dapat diketahui bahwa kepekaan
teknik ELISA ini untuk mendeteksi R. solanacearum dari
ekstrak tanaman (104 sel/ml) setingkat lebih rendah daripada kepekaan deteksi pada suspensi biakan murni R.
solanacearum (103 sel/ml), tetapi setingkat lebih tinggi
daripada kepekaan deteksi pada ekstrak tanah (105 sel/
ml). Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan RobinsonSmith (1993) dan Machmud et al. (1996). Kepekaan
deteksi R. solanacearum dari tanah relatif rendah, tetapi
dapat ditingkatkan dengan memodifikasi komponen
bufer yang digunakan untuk mengekstraksi tanah dengan menambahkan asam kholat dan polivinil pirolidon
(PVP) (McLaughlin et al. 1989). Menurut Priou (1997)
yang dikutip oleh Yadi et al. (1998), kepekaan teknik
deteksi juga dapat ditingkatkan menggunakan metode
pengayaan (enrichment), yaitu dengan menumbuhkan
ekstrak tanaman yang diduga mengandung R. solanacearum pada media pengaya (enrichment medium).
Tabel 4. Kepekaan teknik ELISA Tidak Langsung untuk deteksi bakteri Ralstonia solanacearum pada tanah dan tanaman yang diambil
langsung dari lapangan. Bogor, 2004.
Kandungan Ag (sel/ml)
Sumber Ag
108
107
106
105
104
103
Kontrol
Biakan murni
R. solanacearum
+++
(0,924)
+++
(0,728)
++
(0,682)
++
(0,602)
+
(0,556)
+
(0,386)
(0,176)
Tanaman kacang tanah
var. Kelinci
+++
(0,858)
++
(0,682)
++
(0,604)
++
(0,542)
+
(0,425)
(0,305)
(0,132)
Tanah steril asal
Cikeumeuh, Bogor
+++
(0,812)
++
(0,628)
++
(0,582)
+
(0,492)
(0,280)
(0,168)
(0,126)
Tanah dan tanaman kacang tanah dalam bentuk ekstrak yang dicampur dengan suspensi R. solanacearum dengan kerapatan sel
berbeda. Reaksi + = positif dan – = negatif berdasarkan pengamatan visual.
Angka dalam kurung adalah kerapatan optik yang diukur dengan ELISA Reader Thermo Lab System Opsys MR dengan panjang
gelombang 405 nm (OD405); simpangan baku () = 0,156.
97
MACHMUD DAN SURYADI: DETEKSI STRAIN RALSTONIA SOLANACEARUM
Tabel 5. Kepekaan teknik ELISA Tidak Langsung untuk deteksi bakteri Ralstonia solanacearum pada tanah dan tanaman yang diambil
langsung dari lapangan. Bogor, 2004.
Reaksi ELISA dengan:
Contoh uji
Asal
Tanah rizosfer kacang tanah
Tanah rizosfer kentang
Tanah rizosfer tomat
Biji kacang tanah terinfeksi RS
Umbi kentang terinfeksi RS
Tanaman kacang tanah terinfeksi RS
Tanaman kentang terinfeksi RS
Tanaman tomat terinfeksi RS
Biji kacang tanah sehat
Tanaman kacang tanah sehat
Tanaman kentang sehat
Tanaman tomat sehat
Umbi kentang sehat
Biakan murni Ps 9601 (kontrol positif)
Biakan murni Ps 2002-09 (kontrol positif)
PBS (kontrol negatif)
PAb1
Cikeumeuh, Bogor
Cipanas, Cianjur
Margahayu, Lembang
Cikeumeuh, Bogor
Cipanas, Cianjur
Cikeumeuh, Bogor
Cipanas, Cianjur
Margahayu, Lembang
Cikeumeuh, Bogor
Cikeumeuh, Bogor
Margahayu, Lembang
Margahayu, Lembang
Cipanas, Cianjur
Ras 1 Biovar 3
Ras 3 Biovar 2
PAb2
Vis.
OD405
Vis.
OD405
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
0,678
0,542
0,468
0,860
0,672
0,756
0,782
0,816
0,148
0,192
0,182
0,210
0,153
0,884
0,942
0,132
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
0,620
0,586
0,568
0,840
0,778
0,784
0,828
0,860
0,184
0,160
0,156
0,202
0,138
0,926
0,896
0,168
Vis. = pengamatan visual berasarkan warna substrat, + = reaksi positif dan - = reaksi negatif;
A405 = angka absorbansi yang diukur dengan ELISA Reader Thermo Lab System Opsys MR dengan panjang gelombang 405 nm dengan
simpangan baku () = 0,128.
KESIMPULAN DAN SARAN
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Antibodi poliklonal R. solanacearum dapat diproduksi pada kelinci turunan New Zealand White
Hybrid dengan teknik imunisasi yang berbeda
dengan titer 128-4096. Imunisasi kelinci secara
intravenal atau kombinasi intravenal dan intraperitoneal paling baik digunakan untuk produksi
PAb.
2. Teknik ELISA Tidak Langsung dapat mendeteksi R.
solanacearum dengan kepekaan 103 sel/ml, lebih
peka daripada teknik ELISA Langsung dan NCM
ELISA.
3. Teknik ELISA Tidak Langsung dapat digunakan
untuk mendeteksi dan mengidentifikasi R.
solanacearum secara langsung dari tanah dan
tanaman.
4. Antibodi poliklonal R. solanacearum perlu diproduksi secara massal untuk keperluan komersialisasi dan deteksi serologis strain R.
solanacearum.
5. Protokol beserta perangkat teknik ELISA Tidak
Langsung dapat dirakit bagi para penggunanya di
lapangan, baik untuk keperluan pengkajian ekologi
R. solanacearum dan epidemiologi penyakit layu
bakteri maupun untuk uji kesehatan benih dan
bahan tanaman lainnya dalam kaitannya dengan
karantina tumbuhan dan sertifikasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Endang
Windiyati, SSi, dan Wawan SSi, teknisi dan tenaga
honorer di Balitbio, Bogor, atas bantuan teknis yang telah
mereka berikan dalam pelaksanaan penelitian ini.
98
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Crop Protection Compendium. (Commonwealth
Agricultural Bureau (CAB) International, Wallingford, England.
(CD Rom).
Ball, E. M., R.O. Hampton, S.H. De Boer, and N.W. Schaad. 1990.
Polyclonal antibodies. In: Hampton, R., E. Ball, and S. de
Boer. 1990. Serological methods for detection and
identification of viral and bacterial plant pathogens. A
Laboratory Manual. APS Press, St. Paul, Minn. p. 33-54.
Canale F., A. Peralta, and M. Colombo. 1983. Comparison of
serological techniques for the detection of P. solanacearum.
Fitopatologia 18:48-52.
Converse, R.H. and R.R. Martin. 1990. ELISA methods for plant
viruses. In: Hampton, R., E. Ball, and S. de Boer. 1990.
Serological methods for detection and identification of viral
and bacterial plant pathogens. A Laboratory Manual. APS
Press, St. Paul, Minn. p. 179-196.
De Boer, S.H., A. Wieczorek, and A. Kumer. 1988. An ELISA test for
bacterial ring rot with monoclonal antibody. Plant Disease
72:874-878.
Hayward, A.C. 1994. Hosts of P. solanacearum, pp. 9-21. In A.C.
Hayward and G.L. Hartman (Eds.) Bacterial wilt: The disease
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
and its causative agent, P. solanacearum. CAB International,
Wallingford, UK.
of Viral and Bacterial Plant Pathogens. A Laboratory Manual.
The APS Press, St Paul, Minnesota. p.197-201.
Janse, J.D. 1988. A detection method for P. solanacearum in
symptomless potato tubers and some data on its specificity
and sensitivity. Bulletin OEPP 18:343-351.
McLaughlin, R.J., T.A. Chen, and J.M. Wells. 1989. Monoclonal
antibodies against Erwinia amylovora: Characterization of a
mixture for detection by ELISA. Phytopathology 79:610-613.
Lin, C.P., and T.A. Chen. 1986. Comparison of monoclonal antibodies
and polyclonal antibodies in detection of aster yellows
mycoplasma-like organism. Phytopathology 76:45-50.
Morton, D.J., P.D. Dukes, and S.F. Jenkins. 1996. Serological
relationships of races 1, 2, and 3 of P. solanacearum. Plant
Disease Reporter 50: 275-257.
Machmud, M., M. Muhsin, Jumanto H., Roechan M., Ifa Manzila,
Yadi Suryadi, dan M. A. Suhendar. 1996. Kajian pengembangan
teknik serologi dan biologi molekuler untuk deteksi dan
identifikasi patogen tumbuhan serta perakitan perangkatnya.
Laporan Hasil Penelitian RPTP 1995/1996. Balitbio, Bogor.
Robinson-Smith, A. 1993. Serological detection of P. solanacearum
by ELISA. In: G.L. Hartman and A.C. Hayward (Eds.). Bacterial
Wilt. ACIAR Proc. Internat. Symp., Kaohsiung, Taiwan, 28-30
October 1992. ACIAR Proceedins No. 45, Canberra, Australia.
p. 54-61.
Machmud, M., Yadi Suryadi, M.A. Suhendar, Jumanto H., Ifa
Manzila, dan Roechan M. 1997. Produksi perangkat ELISA
untuk deteksi virus bilur kacang tanah, virus kerdil kedelai,
dan bakteri layu (P. solanacearum). Laporan ROPP Tahun
Anggaran 1996/1997. Balitbio, Bogor.
Seal, S. E. and J. G. Elphinstone. 1994. Advances in identification
and detection of P. solanacearum. In A.C. Hayward and G.L.
Hartman (Eds.). Bacterial Wilt: The disease and its causative
agent, P. solanacearum. CAB International, Wallingford,
England. pp. 35-58.
Machmud, M., Jumanto H., Roechan M., Ifa Manzila, Yadi Suryadi,
dan M. A. Suhendar. 1998. Perbaikan teknik serologi dan
biomolekuler untuk deteksi dan identifikasi patogen
tumbuhan serta perakitan perangkatnya guna menunjang
program produksi benih. Laporan Hasil Penelitian RPTP 1997/
1998. Balitbio, Bogor.
Seal, S. E. and J. G. Elphinstone, L. Skoglund, and D. Berrios. 1992.
Detection of P. solanacearum latent infections in seed
potatoes during their multiplication in Burundi. ACIAR
Bacterial Wilt Newsletter 8:2-3. Canberra, Australia.
Machmud M., Yadi Sur yadi, M.A. Suhendar, Jumanto H., dan
Roechan M. 1999. Perakitan perangkat ELISA untuk deteksi
dan identifikasi Rs, SMV, PSG dan Xcg dengan antibodi
poliklonal. Laporan ROPP Tahun Anggaran 1998-1999. UPT
Perkebunan, Bogor.
McLaughlin, R.J., and T.A. Chen. 1990. ELISA methods for plant
pathogenic prokaryotes. In: R. Hampton and S. H. De Boer
(Eds.). Serological Methods for Detection and Identification
Sinha, R.C. and T. Berhamou. 1983. Detection of mycoplasma-like
organism antigens from aster-yellows diseased plants by two
serological procedures. Phytopathology 73:1199-1202.
Stobbs, L.W. and D. Barker. 1985. Rapid sample analysis with a
simplified ELISA. Phytopathology 75:492-495.
Sulyo, Y. 1992. Major banana diseases and their control. IARD
Journal 14(3 & 4): 55-58.
Yadi Suryadi, M. Machmud, Rusmadi, dan M.A. Suhendar. 1998.
Detection of P. solanacearum from latently infected potato
tubers using ELISA and PCR techniques. J. Biol. Indonesia
II(3):142-149.
99