Mencontek dan masa depan. docx

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh generasi mudanya.
Menurut McClelland ( Windarti & Indati, 2002) dinegara berkembang muncul
gejala bahwa remaja kurang mempunyai kebutuhan untuk berprestasi dan
bertanggung jawab yang menyebabkan pembangunan dinegara tersebut tidak
maju dan akan mengalami Lost generation. Terlepas dari dunia pendidikan
SMA, beberapa dari siswa SMA meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan
tinggi. Pengembangan diri individu melalui pendidikan dapat menjadi salah satu
alternatif dalam mempersiapkan individu menghadapi persaingan global. Di sisi
lain, pendidikan terus melakukan peningkatan standar, sehingga lulusannya
mampu bersaing dalam pasar global. Hal ini secara tidak langsung
mensyaratkan individu untuk lebih mengembangkan kemampuannya, agar
pencapaian prestasi akademik dapat optimal.
Untuk itu, individu sebagai mahasiswa selayaknya memiliki keyakinan yang
kuat dalam pencapaian prestasi akademik. Konsep ini disebut efikasi diri (Self
efficacy) akademik. Efikasi diri (Self Efficacy) akademik dapat diartikan
sebagai keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu untuk melakukan tugas
akademik yang diberikan dan menandakan level kemampuan dirinya (Baron &
Byrne, 2003).

Bandura (1968) menyebutkan bahwa individu yang memiliki efikasi diri (self
efficacy) yang rendah maka akan terganggu oleh perasaan ragu-ragu terhadap
kemampuannya, mengurangi usahanya dalam mencapai tujuan atau malah
menyerah, sedangkan orang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan lebih
giat untuk menghadapi tantangan, pantang menyerah, ketika menghadapi
masalah maka akan menjadi semakin bersemangat dan tekun. Ketika
dihadapkan pada pelajaran yang sulit, seseorang yang memiliki kurangnya
efikasi diri maka dia tidak akan mampu untuk mengerjakan tanggungjawabnya
dan memilih untuk menyontek. Menyontek merupakan sebuah perilaku yang
dapat menciptakan sebuah kebiasaan, sehingga akan menjadi masalah kembali
1

terhadap efikasi diri, dimana saat seseorang sudah membiasakan dirinya untuk
menyontek akan terbiasa menyontek dan akan memiliki efikasi diri yang
kurang.
Permasalahan seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena akan
memberikan dampak pada kualitas Sumber Daya Manusia khususnya bagi
peserta didik diwilayah kalimantan selatan, selain itu apabila permasalahan itu
dibiarkan maka akan terbentuk seorang pribadi dengan self efficacy yang rendah
yang tidak yakin akan kemampuan dirinya untuk menyelesaikan tugas ataupun

perkerjaan serta bersaing diera globalisasi ditambah lagi dengan tantangan
MEA( Masyarakat Ekonomi Asean) dimana kita harus “Menyerang” bukan
“Bertahan” dalam mengahadapi para pesaing dari luar dengan disiplin kerja
yang tinggi. Seorang dengan Self efficacy yang rendah akan memiliki
employability yang rendah, karena untuk turun kedunia kerja rasa percaya diri
merupakan faktor yang sangat penting.
Goleman (Pool dan Sewel, 2007) mengatakan orang dengan kepercayaan diri
menjadi lebih pasti dan terasa kehadirannya. Digunakannya kepercayaan diri
ialah karena kepercayaan diri lebih bersifat yang mudah dilihat secara spesifik
dalam suatu situasi jika dibandingkan faktor lainnya yaitu efikasi ( Efficacy) dan
harga diri. Bahkan Norman dan Hylan (Pool dan Sewel, 2007) menyatakan poin
utama dari kepercayaan diri ialah terlihat sebagai prilaku yang stabil dan
ternyata efikasi diri juga tercerminkan atau terefleksikan melalui kepercayaan
diri. Begitu pentingnya kepercayaan diri dalam mempengaruhi kesiapan kerja
lebih dikarenakan aspek-aspek yang membentuk kesiapan kerja seperti
pemahaman, ilmu pengetahuan, keterampilan dan atribusi kepribadian dapat
terlihat dengan kepercayaan diri yang cukup.
Dalam menghadapi tantangan globalisasi, kalimantan selatan membutuhkan
sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia adalah dengan meningkatkan kualitas dan

kuantitas pendidikan, baik pendidikan formal dan pendidikan non formal. Upaya
tersebut dimulai dengan memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan,
memperbaiki kualitas guru dan memperbaiki sistem pendidikan yang ada.
Perilaku menyontek atau cheating sendiri merupakan salah satu fenomena
pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses

2

belajar mengajar, namun ironisnya jarang mendapat perhatian yang serius dari
praktisi pendidikan di Indonesia. Perilaku menyontek masih dipandang sebagai
masalah yang ringan dan ”sepele”, sehingga perilaku ini sering ditolerir oleh
kebanyakan masyarakat. Menurut Alhadza (2005) perilaku menyontek atau
cheating adalah suatu wujud perilaku dan ekspresi mental seseorang yang
merupakan hasil belajar dari interaksi dengan lingkungannya.
Lunturnya nilai pendidikan karakter merupakan suatu hal yang tidak
dapat dianggap remeh. Terutama tentang hilangnya dan tidak dianggap
pentingnya lagi niali kejujuran pada masyarakat. Lunturnya nilai pendidikan
karakter ini bukan hanya dapat membuat Indonesia diam ditempat, yang dapat
terjadi bahkan adalah kemunduran. Karena efek dari lunturnya nilai karater itu
sendiri tidak hanya membuat anak bangsa menjadi tidak produktif akan tetapi

memungkinkan menghasilkan generasi yang akan merusak bangsanya. Dalam
makalah ini penulis mencoba membahas hubungan employability, self efficacy,
dan juga kebiasaan menyontek serta menemukan solusi untuk menghilangkan
kebiasaan menyontek khususnya didaerah Kalimantan Selatan guna peningkatan
kualitas sumber daya manusia.
1.2. Rumusan Masalah
a.
b.
c.

Bagaimana kondisi pendidikan di Kalimantan selatan saat ini?
Apa yang dimaksud dengan self efficacy, employability dan menyontek?
Bagaimana hubungan kebiasaan menyontek terhadap self efficacy dan

d.

employability?
Bagaimana cara menghilangkan kebiasaan menyontek, khususnya di
Kalimantan Selatan?


1.3. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
pengumpulan data berupa variabel terikat (Self efficacy dan employability),
variabel control ( Kebiasan menyontek), dan variabel bebas (Solusi untuk
menghilangkan kebiasaan menyontek). Subjek pada penulisan makalah ini
adalah para peserta didik diwilayah Kalsel. Setelah dilakukan pengumpulan
data dilakukan analisis sederhana untuk menghubungkan varibel yang ada.
Setelah menghubungkan variabel yang ada akan didapatkan sebuah hipotesis
yang kemudian akan diuji kembali dan akan didapatkan sebuah hasil.

3

1.4. Tujuan
a. Mengetahui masalah pendidikan dikalimantan selatan
b. Mengetahui pengertian dari self efficacy, employability dan menyontek
c. Mengetahui hubungan kebiasaan menyontek terhadap self efficacy dan
employability
d. Mengetahui solusi untuk menghilangkan kebiasaan menyontek khususnya di
Kalimantan selatan


BAB II
PEMBAHASAN

4

A. Pendidikan di Kalimantan Selatan
Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara dan
membentuk latihan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1991)
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk
mewujudkan cita-cita ini, diperlukan perjuangan seluruh lapisan masyarakat.
Dalam UU 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3, pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pada kenyataannya, fungsi pendidikan yang tercantum dalam undangundang tersebut belum sepenuhnya tercapai. Saat ini banyak sekali masalahmasalah dalam pendidikan di Indonesia termasuk kalimantan selatan. Banyak
anak-anak di Indonesia yang kurang mendapatkan pendidikan karena
keterbatasan biaya. Adanya subsidi pendidikan dari pemerintah terasa tidak
ada pengaruhnya. Biaya sekolah mungkin sudah gratis untuk sekolah dasar,
tetapi bukan berarti siswa sekolah dasar tidak mengeluarkan uang untuk
sekolah. Buku pokok yang berbeda dengan buku angkatan sebelumnya
menjadikan siswa harus membeli buku agar dapat membantu kegiatan belajar.
Buku tersebut juga tidak begitu lengkap sehingga harus ada buku pendamping
yang sebenarnya isinya hanya itu-itu saja dan harganya juga biasanya
lumayan mahal.
Bagi masyarakat yang kurang mampu, untuk mencapai wajib belajar
sembilan tahun rasanya lumayan sulit. Untuk meneruskan pendidikan dari
sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama (SMP) mereka harus

5

mengelurkan berbagai biaya, mulai dari biaya administrasi, biaya uang
gedung yang tiap tahun naik, dan masih ada biaya-biaya lainnya. Saat ini

seleksi untuk masuk perguruan tinggi juga dirasa semakin sulit karena biaya
masuk yang mahal, belum lagi biaya untuk hidup bagi orang yang kuliah di
luar daerah. Ada beasiswa yang bisa didapatkan oleh para mahasiswa yang
berprestasi. Tetapi, beasiswa tersebut jumlahnya terbatas dan mengurusnya
lumayan rumit. Belum lagi masalah metode pengajaran yang dilakukan
pendidik.

Terkadang

pendidik

memberikan

metode

belajar

yang

membosankan sehingga materi yang disampaikan oleh pendidik kurang bisa

diserap oleh para siswa. Ada juga pendidik yang hanya memberikan tugas
saja tanpa memberikan materi.
Pendidikan akan sulit untuk berkembang apabila para pendidik
tersebut kurang mengerti apa tujuan dari pendidikan nasional Salah satu
masalah yang susah untuk dihilangkan dari pendidikan saat ini adalah budaya
menyontek yang dilakukan oleh peserta didik di Indonesia termasuk
Kalimantan Selatan. Menyontek sudah biasa dilakukan oleh para siswa
sekolah dasar hingga para mahasiswa di perguruan tinggi. Padahal menyontek
tidak dapat digunakan untuk memajukan pendidikan di Indonesia, termasuk
Kalimantan selatan. Menyontek justru akan menurunkan moral bangsa dan
akan menciptakan generasi-generasi yang akan merusak bangsa sendiri.
B. Pengertian Menyontek, Self efficacy, dan Employability
Menyontek adalah salah satu wujud perilaku dan ekspresi mental
seseorang. Ia bukan merupakan sifat bawaan individu, tetapi sesuatu yang
lebih merupakan hasil belajar/pengaruh yang didapatkan seseorang dari hasil
interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, menyontek lebih sarat
dengan muatan aspek moral daripada muatan aspek psikologis
Menyontek adalah suatu usaha yang kebanyakan dilakukan oleh para
pelajar SD, SMP, SMA, maupun mahasiswa untuk melihat buku catatan, buku
panduan, ataupun menyalin pekerjaan teman secara sembunyisembunyi guna

mendapatkan jawaban dari mata pelajaran yang diujikan. Menyontek juga
selalu dipakai oleh berbagai kalangan, misalnya seorang pencipta lagu meniru
musik yang dilakukan oleh penyanyi lain. Menyontek sama saja dengan

6

mencuri hasil pekerjaan orang lain dan menyontek membuat seseorang tidak
berusaha untuk mengoptimalkan usaha-usaha yang telah dilakukan untuk
mendapatkan sesuatu. Menyontek merupakan budaya yang harus ditinggalkan
karena dapat menurunkan moral para generasi penerus bangsa. Banyak sekali
faktor yang mempengaruhi siswa untuk menyontek antara lain:
a. Dari diri sendiri
Kebiasaan menyontek dapat muncul dari diri sendiri disebabkan
karena seorang siswa kurang percaya diri dalam mengerjakan sesuatu.
Menyontek juga sudah menjadi kebiasaan dari siswa tersebut. Siswa juga
takut terhadap tekanan dari berbagai pihak untuk mendapatkan nilai yang
bagus sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai
yang baik, termasuk dengan cara menyontek.
b. Dari Guru
Alasan untuk menyontek juga bisa berasal dari para pendidik.

Guru tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik sehingga
kurang adanya variasi dalam mengajar sehingga siswa malas untuk belajar.
Soal yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari text book
sehingga siswa beranggapan bahwa apabila jawaban mereka tidak sama
dengan buku maka nilai mereka akan berkurang.
c. Dari orang tua atau keluarga
Kebiasaan orang tua dalam memaksakan agar anaknya mendapat nilai
yang baik menyebabkan seorang anak dalam tekanan dan berpotensi untuk
menyontek. Para orang tua lebih mementingkan hasil yang diperoleh
seorang anak daripada proses bagaimana anak tersebut memperoleh hasil
tersebut.
d. Dari sistem pendidikan
Pemerintah selalu memperbaharui kurikulum yang ada, akan tetapi
sistem pengajarannya tidak berubah, misalnya tetap terjadi sistem
pengajaran dari guru untuk murid. Muatan materi dalam kurikulum yang
ada sering terjadi tumpang tindih antara satu jenjang ke jenjang lainnya
yang akhirnya menyebabkan para peserta didik mengangap mudah setiap
materi yang diberikan. Hal itu bukan menjadikan para peserta didik
menjadi dapat menguasai materi melainkan menjadikan peserta didik

7

menjadi bodoh karena kebosanan.
Self efficacy (kemampuan diri) sendiri merupakan suatu keyakinan
yang dimiliki seseorang terhadap kemampuan diri yang ada pada dirinya
untuk melakukan sesuatu. Self Efficacy sendiri merupakan sebuah bentuk
kepercayaan diri seseorang dalam melakukan berbagai hal. Self efficacy
(kemampuan diri) merupakan evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau
kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan
mengatasi hambatan. Bandura dan Wood menjelaskan bahwa efikasi diri
mengacu pada keyakinan akan kemapuan individu untuk menggerakkan
motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk
memenuhi tuntutan situasi. (dalam Baron dan Byrne, 1991).
Bandura (1986) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan diri
seseorang

akan

kemampuan-kemampuannya

untuk

mengatur

dan

melaksanakan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan
suatu hal. Keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi kepercayaan diri,
kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas
bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Efikasi diri diartikan sebagai
evaluasi diri tentang kemampuan dan kompetensi dirinya untuk melakukan
suatu tugas atau pekerjaan, kemampuan mencapai suatu tujuan, dan
kemampuan individu dalam menghadapi hambatan yang ada.
Menurut Bandura (Alwisol, 2004), efikasi diri dapat ditumbuhkan dan
dipelajari melalui empat sumber informasi utama, yaitu: (a) Pengalaman
keberhasilan (Mastery experience), pengalaman-pengalaman yang dialami
individu secara langsung, (b) Pengalaman orang lain (Vicarious experience),
individu yang melihat orang lain berhasil dalam melakukan aktivitas yang
sama dan memiliki kemampuan yang sebanding akan dapat meningkatkan
efikasi dirinya, (c) Persuasi verbal, pesuasi verbal yang dialami individu yang
berisi nasehat dan bimbingan yang realistis dapat membuat individu merasa
semakin yakin bahwa ia memiliki kemampuan yang dapat membantunya
untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (d) Keadaan fisiologis dan
emosional,
kemampuan,

situasisituasi
kekuatan,

psikologis
dan

dimana

ketentraman

8

individu
terhadap

harus

menilai

kegagalan

atau

keberhasilan individu masingmasing.

Lebih lanjut Bandura (1997)

menunjukkan ada tiga aspek dalam efikasi diri, yaitu: (a) Magnitude,
berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas. (b) Generality, berhubungan luas
bidang tugas atau tingkah laku. (c) Strength, berkaitan dengan tingkat
kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap keyakinannya.
Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi diri dapat membawa
pada perilaku yang berbeda di antara individu dengan kemampuan yang
sama karena efikasi diri mempengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah,
dan kegigihan dalam berusaha (Gufron dan Rini, 2011).
Employability dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk dengan
sedikit atau tanpa bantuan menemukan dan menyesuaikan pekerjaan yang
dibutuhkan juga dikehendaki (Ward dan Riddle, 2004). Employability ialah
kapabilitas seseorang dalam meningkatkan kemampuan bekerjanya, yang
terdiri dari ilmu pengetahuan, keahlian serta sikap seseorang tersebut. Pool
dan Sewell (2007) menyatakan bahwa secara keseluruhan employability
terdiri dari empat aspek utama yaitu keterampilan, ilmu pengetahuan,
pemahaman dan atribusi kepribadian yang sesuai dengan pekerjaannya. Jika
dijabarkan melalui penjelasan maka dapat dikatakan bahwa keterampilan
yang dimaksud disini ialah keterampilan yang bersifat praktis, teknis dan
langsung mengarah dengan apa yang hendak menjadi pekerjaannya, karena
dengan keterampilan yang sesuai dan memadai maka tugas bisa diselesaikan
dengan benar. Selanjutnya mengenai ilmu pengetahuan yaitu ilmu
pengetahuan yang menjadikan pendidikan sebagai dasar secara teoritis
sehingga memiliki kemampuan untuk menjadi ahli sesuai dengan bidangnya.
Selanjutnya pemahaman, yaitu pemahaman yang menjadi aspek untuk
seseorang bisa mengetahui konsep sebab‐ akibat dan berfikir logis, sehingga
seluk beluk pekerjaannya bisa dilakukan dan memperoleh kepuasan sekaligus
mengetahui apa yang menjadi keinginannya. Dan yang terakhir atribut
kepribadian, kepribadian yang sesuai akan mendorong seseorang dalam
memiliki perasaan nyaman dalam pekerjaannya, sekaligus agar bisa secara
total memberikan yang terbaik atau berprestasi, karena kepribadian
diperlukan untuk memunculkan kompetensi yang ada didalam diri

9

C. Hubungan

kebiasaan

menyontek

terhadap

Self

efficacy

dan

Employability
Menyontek dilakukan oleh seorang peserta didik karena beberapa
faktor, diantaranya adalah kurangnya rasa percaya diri untuk melakukan suatu
pekerjaan ataupun menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, ini yang
disebut dengan Self efficacy. Self efficacy yang rendah dapat menyebabkan
sesorang menyontek, menyontek akan menciptakan suatu “kebiasaan”
menyontek yang akhirnya akan menyebabkan seorang peserta didik memiliki
Self efficacy yang rendah.
Seseorang yang telah terinfeksi kebiasaan menyontek akan kehilangan
self efficacy-nya, dan kebiasaan itu akan melekat pada dirinya sehingga dia
akan tumbuh sebagi orang yang tidak percaya pada dirinya sendiri terutama
dalam mengerjakan suatu tantangan, perkerjaan ataupun tugas yang
diberikan. Sebenarnya sangat banyak dampak yang disebabkan oleh
kebiasaan buruk menyontek, dalam tulisan ini hanya dibahas beberapa dari
sekian banyak dampak yang ada diantaranya adalah rendahnya self efficacy,
yang merupakan bagian dari kepribadian yaitu self confidence (Self efficacy
dan self esteem). Seseorang yang telah terbiasa menyontek akan malas belajar
dan akan terus bergantung pada orang lain, yang akhirnya juga akan
menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab dan munculnya rasa ketidak
percaya dirian untuk menyelesaikan perkerjaan.
Seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi akan dengan
mudah dianggap keberadaannya dilingkungan, dan dengan perasaan mudah
dianggap ini seseorang akan merasa nyaman dan siap untuk terjun kedunia
kerja. Self efficacy jelas sangat akan menentukan bagaimana employability
seseorang, seseorang dengan self efficacy yang tinggi jelas akan terlihat
berbeda dengan seseorang yang memliki self efficacy yang rendah jika sudah
turun didunia kerja yang kita tau self efficacy sendiri merupakan kepercayaan
diri terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau perkerjaan yang
dihadapan.
Jika kita sebagai masyarakat Kalimantan Selatan bisa menuntaskan
masalah kebiasaan menyontek, maka dapat dipastikan kita bisa memperbaiki

10

karakter peserta didik sekaligus dapat menghasilkan individu dengan self
efficacy tinggi yang memiliki employability (Kesiapan kerja) yang tinggi yang
pastinya dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.
D.

Solusi Untuk Menghilangkan Kebiasaan Menyontek Khususnya Di
Kalimantan Selatan
Menghilangkan kebiasan mencontek pada para peserta didik Kalimantan

Selatan merupakan langkah awal yang harus dilakukan guna menghasilkan
sumberdaya manusia diKalimantan selatan yang produktif dan berkualitas.
Kebiasaan mencontek muncul karena kegiatan mencontek yang dilakukan
secara terus menerus. Perilaku mencontek saat ini sudah dianggap sebagai
sesuatu yang wajar karena dianggap hanya bagian dari kecurangan akademik,
yang sering dianggap sepele.
Banyak solusi yang digunakan untuk mengurangi kebiasaan
menyontek pada peserta didik. Salah satunya adalah dengan melakukan
diagnosis kesulitan belajar yang menyebabkan siswa menyontek. Diagnosis
kesulitan belajar adalah kegiatan untuk menentukan masalah atau kesulitan
belajar peserta didik. Kesulitan dalam belajar menyebabkan peserta didik
kesulitan untuk mencerna materi yang diberikan sehingga berpeluang untuk
menyontek. Adapun prosedur yang dapat dilakukan adalah:
a. Mengidentifikasi peserta didik yang diperkirakan mengalami kesulitan
belajar Kegiatan ini menetapkan peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar dengan cara mengenali latar belakang baik psikologis
maupun nonpsikologis.
b. Melokalisasi letak kesulitan belajar Kegiatan ini dilakukan untuk
menemukan dimana letak kesulitan belajar yang dialami peserta didik
dengan cara mengetahui dalam mata pelajaran atau dalam bidang studi
apa kesulitan itu terjadi, kemudian aspek atau bagian mana kesulitan
belajar itu dirasakan oleh peserta didik.
c. Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar Kegiatan ini dilakukan
untuk menemukan faktor yang menyebabkan peserta didik kesulitan
belajar dengan cara meneliti faktor-faktor yang ada pada diri peserta
didik (internal) dan faktor-faktor yang berada diluar peserta didik

11

(eksternal) yang menghambat proses belajar. Faktor internal penyebab
kesulitan belajar antara lain aspek fisik (kondisi dan kesehatan tubuh)
dan faktor psikologis (kecerdasan, bakat, dorongan, mental).
Sedangkan faktor eksternal antara lain faktor lingkungan yang
meliputi lingkungan sosial (manusia) dan lingkungan non-sosial
(alam), dan faktor instrument.
d. Memperkirakan alternative bantuan Langkah ini merupakan langkah
yang akan ditempuh dengan cara menjawab beberapa pertanyaan.
e. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya. Kegiatan ini dilakukan
untuk menentukan bantuan atau usaha penyembuhan yang diperlukan
peserta didik dengan cara menentukan bantuan penyembuhan.
Penentuan bantuan penyembuhan perlu dikomunikasikan atau
didiskusikan dengan berbagai pihak yang dipandang berkepentingan
atau yang diperkirakan akan terlibat dalam pemberian bantuan.
f. Tindak lanjut dapat dilakukan dengan mengikuti perkembangan peserta
didik dan mengadakan evaluasi terhadap bantuan yang telah diberikan
kepada

peserta

didik

untuk

memperbaiki

kesalahan

atau

ketidaktepatan bantuan yang diberikan.
g. Membuat peraturan daerah tentang pelarangan para peserta didik untuk
keluyuran pada jam-jam yang seharusnya digunakan untuk belajar.
Jika masalah kebiasaan menyontek diKalimantan Selatan bisa kita
musnahkan, maka dapat dipastikan kalimantan selatan dapat melahirkan
generasi yang tidak hanya tertanam nilai karakter, tapi juga memiliki self
efficacy tinggi yang memiliki employability yang tinggi. Kalimantan
selatan akan dapat melahirkan generasi penerus yang dapat bersaing di
era Masyarakat Ekonomi Asean.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.

Masalah pendidikan yang ada di Kalimantan Selatan saat ini adalah lunturnya
nilai dari pendidikan karakter khususnya kejujuran dengan perilaku
menyontek. Walaupun ini merupakan masalah nasional tapi membahas
12

2.

masalah ini dilokal merupakan salah satu langkah yang baik.
Menyontek adalah salah satu wujud perilaku dan ekspresi mental seseorang.
Ia bukan merupakan sifat bawaan individu, tetapi sesuatu yang lebih
merupakan hasil belajar/pengaruh yang didapatkan seseorang dari hasil
interaksi dengan lingkungannya. Self efficacy (kemampuan diri) sendiri
merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap kemampuan
diri yang ada pada dirinya untuk melakukan sesuatu. Employability dapat
didefinisikan sebagai kemampuan untuk dengan sedikit atau tanpa bantuan

3.

menemukan dan menyesuaikan pekerjaan yang dibutuhkan juga dikehendaki.
Jika kita sebagai masyarakat Kalimantan Selatan bisa menuntaskan masalah
kebiasaan menyontek, maka dapat dipastikan kita bisa memperbaiki karakter
peserta didik sekaligus dapat menghasilkan individu dengan self efficacy
tinggi yang memiliki employability (Kesiapan kerja) yang tinggi yang

4.

pastinya dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.
Menghilangkan kebiasan mencontek pada para peserta didik Kalimantan
Selatan merupakan langkah awal yang harus dilakukan guna menghasilkan
sumberdaya manusia diKalimantan selatan yang produktif dan berkualitas

DAFTAR PUSTAKA
Alhadza, Abdullah (Rektor Universitas Muhammadiyah Kendari). 2005. Masalah
Menyontek (Cheating) Di Dunia Pendidikan.Kendari.
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press
Bandura, A. 1986. Social Foundation of Thought and Action: A Social Cognitive
Theory. New York: Prentice Hall
Baron, R.A. & Byrne, D. 2003. Social Psychology. Boston: Pearson Education

13

Pool, L. D. & Sewell, P. 2007. The Key to Employability : Developing a Practical
Model of Graduate Employability. Journal of Education and Training, Vol.
49, No.4, 2007.
Ward, V.G. & Riddle, D.I. 2004. Maximazing Employment Readiness.
Widanarti, N. & Indiati, A. (2002). Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga
dengan Self Efficacy pada Remaja di SMUN 9 Yogyakarta. Jurnal
psikologi, No. 2., halaman 112-123.

14