Landasan dan prinsip Pengembangan kuriku
2. PENGENALAN KURIKULUM/HGP
Definisi Kurikulum
Kurikulum dalam Arti Sempit. Secara tradisional (arti sempit), istilah kurikulum diartikan
sebagai rencana tentang sejumlah mata pelajaran atau bahan ajaran yang ditawarkan oleh suatu
lembaga pendidikan untuk dipelajari oleh siswa dalam mengikuti pendidikan di lembaga itu.1
Dalam kamus “Webster’s New International Dictionary” yang sudah memasukan istilah
kurikulum sejak tahun 1953, memberi arti kepada istilah kurikulum sebagai berikut: (1) sebagai
sejumlah pelajaran yang ditetapkan untuk dipelajari oleh siswa di suatu sekolah atau perguruan
tinggi, untuk memperoleh suatu ijazah atau gelar. (2) keseluruhan mata pelajaran yang
ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau suatu departemen tertentu.
Memang umumnya kurikulum dipahami orang sebagai bahan-bahan tercetak (buku,
majalah) berisikan pelajaran, petunjuk-petunjuk, gambar-gambar, soal-soal dan sebagainya. Kata
lain kurikulum sebagai bahan pelajaran (subject matter).2 Di sini kurikulum dalam arti sempit
menunjuk pada proses belajar mengajar yang mencakup adalah: Pendidik, bahan ajar, metode
pembelajaran, media pembelajaran, anak didik dan evaluasi hasil belajar.
Kurikulum dalam Arti Luas. Sebelum abad ke-20, istilah kurikulum belum banyak
digunakan dalam konteks pendidikan. Konsep-konsep kurikulum mulai berkembang sejak
dipublikasikannya buku “The Curriculum” yang ditulis oleh Franklin Bobbitt (1918). Di sini
kurikulum mempunyai arti yang lebih meluas. Kurikulum adalah suatu rencana yang menjadi
panduan dalam menyelenggarakan proses pendidikan.3
Melanjutkan pemikiran di atas, maka Saylor, Alexander dan Lewis merumuskan
kurikulum sebagai berikut: pertama, kurikulum sebagai rencana tentang mata pelajaran atau
bahan-bahan pelajaran. Kedua, kurikulum sebagai rencana tentang pengalaman belajar. Ketiga,
kurikulum sebagai rencana tentang tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Keempat, kurikulum
sebagai rencana tentang tempat belajar.4 Tak heran bila Eli Tanya merumuskan kurikulum
berarti “sepanjang hidup belajar, meringkas segala pengalaman dan pengaruh-pengaruh yang
terdapat di sekeliling murid.5 International Council of Religious Education mendefinisikan
kurikulum adalah “pengalaman si pelajar di bawah bimbingan.”6 Dengan demikian kurikulum
dalam arti luas menekankan pada institusi pendidikan (Visi, Misi, tujuan dan kurikulum) menuju
proses belajar mengajar (Pendidik, bahan ajar, metode pembelajaran, media pembelajaran, anak
didik dan evaluasi hasil belajar).
Berkaitan pemikiran di atas, maka Abdul Rajak Husain mengatakan kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.7 Selanjutnya bahwa Engkoswara,
guru besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung telah membuat 4 (empat) rumus
pengertian kurikulum, lengkap dengan visualisasinya sebagai berikut: Pertama, kurikulum
1Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung: Sinar Baru, 1992) 3.
2M. Moh. Rifai, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: Jemmars, 1982) 115.
3Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 2.
4Ibid. 2-3.
5Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen (Cipanas: STT Cipanas, 1999) 27.
6Randolph C. Miller, Education for Christian Living (New Jersey: Prentice Hall, 1956) 44.
7Abdul Rajak Husain, Penyelenggaraan Pendidikan Nasional (Solo: CV Aneka, 1995) 34.
adalah jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Kedua, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran.
Ketiga, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
oleh peserta didik. Keempat, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan,
serta segala sesuatu yang akan berpengaruh dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan. Rumus ini memudahkan kita untuk memahami pengertian kurikulum. Rumus
ini sama sekali tidak melenceng dari definisi yang telah dikemukakan para ahli, misalnya Hilda
Taba menjelaskan dengan amat singkat bahwa “curriculum is a plan of learning”. Demikian juga
bila dibandingkan dengan pengertian kurikulum dalam Pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu”.
Kurikulum Menggambarkan Dinamika Pembangunan Pendidikan
Susungguhnya kurikulum dapat menggambarkan dinamika pembangunan pendidikan
yang ujung-ujungnya berupaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Lebih luas lagi juga
menggambarkan dinamika pembangunan nasional.
Istilah kurikulum memang belum lahir ketika pemimpin tertinggi negeri ini telah berhasil
mengumandangkan teks proklamasi ke seluruh penjuru dunia. Tetapi yang patut kita banggakan,
dua tahun sejak proklamasi, negeri ini telah memiliki kurikulum sebagai upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa. Kurikulum ini dinamakan dengan Rencana Pelajaran 1947.
Lebih dari itu, sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia telah menetapkan tujuan yang jelas
kemana NKRI akan dibawa. Dasar negara telah ditetapkan sejak prakemedekaan, yakni
Pancasila, lengkap dengan lambang negara, motto, lagu kebangsaan, dan bahkan konstitusi yang
di dalamnya telah memuat empat tujuan negara yang akan dicapai. Salah satu tujuan itu
dirumuskan dengan sangat tepat, yakni “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
Dinamika Pengembangan Kurikulum dan Payung Hukumnya
Salah satu faktor yang telah mendorong untuk mengembangkan kurikulum adalah amanat
Undang-Undang tentang Sitem Pendidikan Nasional. Kurikulum pertama di Indonesia telah lahir
sebagai penjabaran amanat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar
Pendidikan dan Pengajaran, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, UU Nomor 22 Tahun 1961,
UU Nomor 2 Tahun 1989, dan akhirnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Di samping itu, tuntutan globalisasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi
juga ikut mendorong terjadinya perbaikan dan pengembangan kurikulum. Sejak Indonesia
merdeka sampai dengan penerapan Kurikulum 2013, negeri ini telah memiliki sekian banyak
kurikulum, yakni: (1) Rencana Pelajaran 1947, (2) Rencana Pendidikan 1950, (3) Rencana
Pendidikan 1958, (4) Rencana Pendidikan 1964, (5) Kurikulum 1968, (6) Kurikulum 1974, (7)
Kurikulum 1978, (8) Kurikulum 1984, (9) Kurikulum 1994, (10) Kurikulum 2004, Kurikulum
2006 dan (11) Kurikulum 2013.8
8 Dalam hal ini, dibandingkan negara-negara yang sudah maju yang pada umumnya masih mempunyai
kurikulum nasional atau kurikulum negara bagian, justru Indonesia telah lebih dahulu melakukan lompatan yang
demikian drastis, karena penyusunan kurikulum di Indonesia telah diserahkan kepada satuan pendidikan sekolah
(school-based curriculum) dengan KTSP-nya, selaras dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (schoolbased curriculum). Dalam hal ini, pemerintah cq Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya menyusun standar
isi kurikulum dan panduan penyusunan kurikulumnya. Sedangkan di Indonesia memang sangat dinamis dalam
proses pengembangan kurikulum. Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan memerlukan tiga komponen utama
Kelahiran Rencana Pelajaran 1947 memang menjadi kurikulum darurat karena belum ada
amanat dari payung hukum yang kuat, karena payung hukumnya baru lahir dengan UU Nomor 4
Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran. Rencana Pelajaran 1950
sebenarnya merupakan reparasi dari Rencana Pelajaran 1947. Sedang Rencana Pendidikan (?)
1958 telah lahir sebagai implementasi dari UU Nomor 14 Tahun 1954, dan Rencana Pendidikan
1964 merupakan perbaikan dari Rendana Pendidikan 1958, sekaligus sebagai implementasi UU
Nomor 22 Tahun 1961 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Rencana Pendidikan 1964 pun
kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum 1968, sebagai kurikulum pertama yang
menggunakan pendekatan integrasi (inntegrated curriculum) untuk menggantikan pendekatan
kurikulum sebelumnya yang selama ini menggunakan pendekatan terpisiah-pisah (separated
curriculum). Perbaikan di sana-sini kurikulum telah terjadi yang melahirkan kurikulum, baik
yang lahir prematur atau pun yang lahir memang sudah waktunya, yakni Kurikulum 1974,
Kurikulum 1978, dan kemudian lahir Kurikulum 1984, dan terakhir Kurikulum KBK pada tahun
1994 yang kemudian menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dan sekarang ini
telah lahir lagi Kurikulum 2013, yang meneruskan pendekaktan kurikulum terintegrasi atau kini
menamakan diri sebagai kurikulum yang menggunakan pendekatan pembelajaran tematik
integratif di satuan pendidikan Sekolah Dasar.
Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah
konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum adalah: kurikulum sebagai substansi,
sebagai sistem dan sebagai bidang studi.
Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi muridmurid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga
dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan
belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai
dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan
pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup
lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
Kurikulum sebagai suatu sistem
Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan,
bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur
kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi
dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
Kurikulum sebagai suatu bidang studi
Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.
Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan
sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar
tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan,
pendidikan, yakni: siswa, guru, dan kurikulum. Di samping tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pengembangan kurikulum baru seharusnya memerlukan payung hukum yang kuat berupa Undang-Undang.
mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi
kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan
baru,
(3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model
kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian
keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum
dapat bertahan dan dikembangkan.
Unsur-unsur Desain Kurikulum Arti Luas
W.P. Napitupulu merumuskan bahwa komponen kurikulum sebagai berikut: guru – murid
-- bahan pelajaran -- alat-alat pendidikan. Di sini guru memegang peran penting dan terberat.
Keberhasilan proses belajar ditentukan oleh seorang guru.9 Sementara Ornstein mengatakan
bahwa proses kurikulum antara caranya (metode proses belajar-mengajar) dengan materinya
(bahan pelajaran). Kedua merupakan proses yang berjalan bersama-sama.10 Tetapi rumusan ini
sudah tertinggal karena muncul rumusan yang dirangkum oleh Muhammad Ali. Ia merumuskan
komponen-komponen kurikulum sebagai berikut: komponen tujuan, komponen isi atau materi,
komponen metode atau organisasi dan komponen evaluasi.11 Uraian komponen-komponen di
atas sebagai berikut:
Komponen tujuan adalah arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses penyelenggara
pendidikan. Dalam setiap kegiatan sepatutnya mempunyai tujuan, karena tujuan menuntun
kepada apa yang hendak dicapai, atau sebagai gambaran tentang hasil akhir dari suatu kegiatan.
Penerapan konsep tujuan kurikulum pertama kali dikemukakan oleh Franklin Bobbit.
Prosedur yang digunakan dalam pengembangan kurikulum dengan menerapkan konsep ini
adalah dengan merumuskan tujuan-tujuan. Prosedur Bobbit ini selanjutnya oleh Ralp Tyler lebih
dirinci yang pertama kali dimunculkan tahun 1949. Tyler mengatakan bahwa prinsip-prinsip
perencanaan kurikulum dan pengajaran dengan mengajukan empat pertanyaan: “Tujuan apa yang
ingin dicapai? Pengalaman belajar apa yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan itu?
Bagaimana kegiatan-kegiatan belajar itu diorganisasi secara efektif? Bagaimana menilai
keberhasilan pencapaian tujuan?”12
Komponen isi kurikulum adalah materi bahan belajar. Wujud isi kurikulum ada beberapa
sebagai berikut: pertama, “Uniform Lesson” (pelajaran seragam). Bahan pelajaran yang sama
ditujukan untuk semua golongan umur. Kedua, “Group-graded Lesson” (pelajaran yang
disesuaikan dengan kelompok). Bahan pelajaran yang berbeda ditujukan untuk kelompok umur
yang berlainan. Ketiga, “Closely-graded Lesson” (pelajaran yang disesuaikan secara ketat).
Misalnya bahan pelajaran khusus untuk satu tahun saja. Kelima, buku-buku pelajaran untuk
9W.P. Napitupulu, Dimensi-dimensi Pendidikan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1969) 58.
10Ornstein/Levine, Foundations of Education (Dallas: Houghton Mifflin Company, 1989) 528.
11Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 52-60.
12Baca Ralph Tyler, Basic Principles of Curriculum and Instruction (Chicago-London: The University of
Chicago Press, 1970).
sekolah. Di Indonesia ditujukan untuk pelajaran-pelajaran tingkat SD, SMP, dan SMU. Keenam,
bahan-bahan pelajaran lain.13
Wujud kurikulum (bahan pelajaran) yang lainnya adalah: pertama, kurikulum denominasi
di mana yang diterbitkan oleh denominasi tertentu, untuk kalangan sendiri. Kedua, kurikulum
bukan denominasi di mana penerbitnya bukan denominasi, tetapi komersial. Ketiga, kurikulum
usaha bersama di mana diterbitkan dari beberapa denominasi bersama-sama. Keempat,
kurikulum yang berpusatkan isi (Content-centered Curriculum) di mana memusatkan pelajaran
Alkitab, membahas bagian-bagian Alkitab satu per satu. Kelima, kurikulum yang berpusatkan
pengalaman (Experience Centered Curriculum) di mana isinya menitikberatkan pada
pengalaman murid, kemudian menghubungkannya dengan Alkitab atau imam Kristen. Keenam,
kurikulum berdasarkan studi unit (Unit of Study) di mana tujuannya adalah memberi pelajaran
yang lebih luas, baik pengalaman atau pokok pelajaran.14
Komponen metode atau organisasi adalah bagaimana isi kurikulum yang berupa bahan
pelajaran disampaikan kepada siswa. Komponen ini juga disebut kegiatan belajar mengajar atau
“administrasi kurikulum” (di luar negeri disebut “Administration of the Instructional Program”).
Kegiatan ini merupakan pusat dari semua kegiatan-kegiatan sekolah. Semua mengaturan dan
pengaturan mengenai: murid agar dapat belajar dengan tenang, guru-guru supaya dapat mengajar
dengan teratur, tenang dan tertib pula; penggunaan alat pelajaran yang efektif dan efisien;
penggunaan waktu untu belajar, untuk rekreasi, untuk kegiatan co-curriculair; untuk ulanganulangan dan ujian, dan sebagainya. Semua itu bertujuan agar proses belajar mengajar semakin
lancar.
Komponen evaluasi adalah bagian yang sangat penting di mana hasil evaluasi dapat
memberi petunjuk kepada sasaran yang ingin dituju dapat tercapai atau tidak.
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip kurikulum dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Prinsip Relevansi. Dalam Oxford Advanced Dictionary of Current English, kata relevansi
atau relevan mempunyai arti (closely) “connected with what is bappening”, yakni kedekatan
hubungan dengan apa yang terjadi.Apabila dikaitkan dengan pendidikan, berati perlunya
kesesuaian antara (program) pendidikan dengan tuntunan kehidupan masyarakat (the needs
of society). Pendidikan dikatakan relevan bila hasil yang diperoleh akan berguna bagi
kehidupan seseorang. Menurut Soetopo dan Soemanto ia mengungkapkan relevansi sebagai
berikut: (1) Relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik.relevansi ini memiliki arti
bahwa dalam pengembangan kurikulum,termasuk dalam menentukan bahan
pengajaran(subject mattrs),hendaknya disesuaikan dengan kehidupan nyata anak
didik.sebagai contoh sekolah yang berada diperkotaan, anak didinya ditawarkan halyang
aktual,seperti polusi pabrik,arus perdagangan yang ramai, kematan lalu lintas,dan lain-lain.
Atausebaliknya anak-anak yang berada dipedesaan ditawarkan hal-hal yang relevan,misalnya
memperkenalkan pertanian kepada anak didik,karena daerah tersebut merrupakandaerah
pedesaan yang subur akan pertanian. (2) Relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan
datang. Materi atau bahan yang akan diajarkan kepada anak didik hendaklah memberi
manfaat untuk persipan masa depan anak didik.Karenanya keberadaan kurikulum disini
bersifat antisipasi dan memiliki nilai prediksi secara tajam dan perhitungan. (3) Relevansi
pendidikan dengan dunia kerja.Semua orang tua mengharapkan anaknya dapat bekerja sesuai
13Paul H. Vieth, The Church and Christian Education (ST. Louis: Bethany Press, 1951) 36-37.
14Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, 29.
dengan pengalaman pendidikan yang dimilikinya .Begitu juga halnya dengan anak didik,ia
berharapn agar dapat mandiri dan memiliki sumber daya ekonomi yang pantas dengan modal
ilmu pengetahuannya.karenanya kurikulum dan proses pendidikan tersebut sedapat mungkin
dapat diorientasikan kedunia kerja,tentunya menurut jenis pendidikan, sehingga nantinya
pengetahuan teoritik dari bangku sekolah dapat diaplikasikandengan baik dalam dunia kerja.
(4) Relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan.Kemajuan ilmu pendidikan juga
membuat maju ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak negara tadinya miskin sekarang
menjadi kaya.contohnya Jepang,korea Selatan,Singapura,dan lain-lain.semua ini berkat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapakan kurikulum dapat memberikan
peluang pada anak didik untuk mengembangkan ilmu pengetahuandan teknologi,selalu
mengembangkanya dan tidak cepat puas.
2. Prinsip Efektivitas. Prinsip efektivitas yang dimaksudkan adalah sejauh mana perencanaan
kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan. Dalam proses
pendidikan, efektivitasnya dapat dilihat dari sisi, yakni: (1) Efektivitas mengajar pendidik
berkaitan dengan sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang telah direncanakan dapat
dilaksanakan dengan baik. (2) Efektivitas belajar anak didik,berkaitan dengan sejauh mana
tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang
telah dilaksanakan.
3. Prinsip Efisensi. Prinsip efisiensi sering dikonotasikan dengan prinsip ekonomi,yang
berbunyi: modal atau biaya, tenaga dan waktu yang sekcil-kecilnya akan dicapai hasil yang
memuaskan.efesiensi proses belajar mengajar akan tercipta, apabila usaha,biaya,waktu,dan
tenaga yang digunakan untuk menyelesaikan program pengajaran tersebtu sangat optimal dan
hasilnya bisa seoptimalmungkin, tentunya dengan pertimbangan yang rasional dan wajar.
4. Prinsip Kesinambungan. Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum
menunjukan adanya saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan
bidang studi. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Kesinambungan di antara
berbagai tingkat sekolah. (2) Kesinambungan diantara berbagai bidang studi. (3) Bahan
pelajaran yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih
tinggi hendaknya sudah diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya atau dibawahnya. (4)
Bahan pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah tidak harus
diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi,sehingga tertinggal dari tumpang
tindih dalam pengaturan bahan dalam proses belajar mengajar. (5) Kesinambungan di antara
berbagai bidang studi menujukan bahwa dalam pengembangan kurikulum harus
memperhatikan hubungan antara bidang studi yang satu dengan lain yang lainya. Misalnya
untuk mengubah angka temperatur dari skala celsius ke skala Fahreheit dalam IPA diperlukan
ketrampilan dalam pengalian pecahan.
5. Prinsip Fleksibilitas (Keluwesan). Fleksibilitas berarti tidak kaku, dan ada semacam ruang
gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak. Didalam kurikulum,fleksibilitas dapat
dibagi menjadi dua macam yakni: (1) Fleksibel dalam memilih program pendidikan. (2)
Fleksibelitas dalam pengembangan program pengajaran. Maksudnya adalah dalam bentuk
memberikan kesempatan kepada para pendidik dalam mengembangakan sendiri program-
program pengajaran dengan berpatok pada tujuan dan bahan pengajaran diidalam kurikulum
yang masih bersifat umum.
6. Prinsip Berorientasi tujuan. Prinsip berorientasi tujuan berarti bahwa sebelum bahan
ditentukan, langkah yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik adalah menentukan tujuan
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agra semua jam dan aktivitasd pengajaran yang
dilaksanakan oleh pendidik maupun anak didik dapat betul-betul terarah kepada tercapainya
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
7. Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum. Prinsip ini memiliki maksud bahwa harus ada
pengembangan kurikulum secara bertahap dan terus menerus, yakni dengan cara
memperbaiki, memantapakan dan mengembangakan lebih lanjut kurikulum yang sudah
berjalan setelah ada pelaksanaan dan sudah diketahui hasilnya.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Para pengembang (developers) telah menemukan beberapa pendekatan dalam
pengembangan kurikulum. Yang dimaksudkan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan
straegi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistimatis
agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.Pendekatan-pendekatan yang dikembangkan para
pengembang sebagai berikut: (1) Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin
Ilmu. Pendekatan ini menggunkan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi
kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, IPA dan lainya. Pengembangan dimulai dengan
mengidentifikasi secara teliti pokok-pokok bahasan yang akan dibahas,kemudian poko-pokok
bahasan tersebut diperinci menjadi bahan-bahan pelajaran yang harus dikuasai,dan akhirnya
mengidentifikasi dan mengurutkan pengalaman belajar dan ketrampilan –ketrampilan yang harus
dilakukan anak didik. (2) Pendekatan berorentasi pada tujuan. Pendekatan yang berorentasi
tujuan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi
sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Tujuan
matematioka misalnya sama dengan konsep dasar dan disiplinilmu matematika . Prioritas
pendekatan ini adalah penalaran Pengetahuan. (3) Kelebihan pendekatan pengembangan
kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah: (a) Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi
penyusun kurikulum. (b) Tujuan yang jelas akan meberikan arahan yang jelas pula didalam
menerapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan, dan alat yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan. (c) Hasil penilaian yang terarah.
Asas-asas Kurikulum
Dalam perkembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan. Apapun jenis kurikulumnya pasti
memerlukan asas-asas yang harus dipegang, asas-asas tersebut cukup kompleks dan tidak jarang
memiliki hal-hal yang bertentangan, karena harus memerlukan seleks. Perkembangan kurikulum
pada suatu negara, baik di negara-negara berkembang,negara terbelakang dan negara-negara
maju,bisa dipastikan mempunyai perbedaan-perbedaan yang mungkin mendasar,tetapi tetap ada
persamaan. Falsafah yang berlainan, bersifatotoriter, demokratis, sekuler atau religius, akan
memberi warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa bersangkutan. Begitu
juga apabila dilihat dari masyarakat, organisasi bahan yang digunakan, dan pilihan psikologi
belajar dalam mengembangkan kurikulum tersebut. Lebih lanjut akan diureaikan empat asas
perkembangan kurikulum sebagai berikut:
Asas Filosofi
Falsafah dalam arti sebenarnya adalah cinta akan kebenaran yang merupakan rangkaian
dua pengertian, yakni philein (cinta) dan shopia(kebijakan). Dalam batasan modern, filsafat
diartikan sebagi ilmu yang berusaha memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan
lingkup pengalaman manusia,yang berharap agar manusia dapat mengertidan mempunyai
pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia didalamnya.
Intinya manusia merupakan bagian dari dunia.
Asas Sosiologis
Asas sosiologis mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan pada masyarakat dan bangsa dimuka bumi ini.Suatu kurikulum pada prinsipnya
mencerminkan keinginan, cita-citatertentu dan kebutuhan mayarakat. Karena itu,sudah
sewajarnya kalau pendidikan memerlukan aspirasimasyarakat.dan pendidikan mesti memberi
jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomiyang dominan.
Berbagai kesukaran juga akan muncul apabila kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat,
seperti militer, politik, agama, swasta, dan lain-lain, mengajukan keinginanyang bertentangan
dengan kepentingan kelompok masing-masing. Dari sudut pandang sosiologis, dalam sisitem
pendidikan serta lembaga –lembaga pendidikan terdapat bahan yang memiliki beragam fungsi
bagi kepentingan mayarakat yakni: (1) Mengadakan revisi dan perubahan social. (2)
Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan melaksanakan penelitian ilmiah. (3)
Mendukung dan turut memberi kontribusi kepada pembangunan. (4) Menyampaikan kebudayaan
dan nilai-nilai tradisional serta mempertahankan status quo. (5) Banyak lagi aspek lain yang turut
memberi pengaruh mengenai apa yang harus dimasukan kedalam kurikulum, yakni yang menjadi
kebutuhan masyarakat.antara lain. (6) Interaksi yang kompleks antara kekuatan–kekuatran sosial,
politik, ekonomi, militer, industri, kultur masyarakat. (7) Berbagai kekuatan
dominan,sebagaiman diungkapkan diatas. (8) Pribadi pimpinandan tokoh yang memegang
kekuasaan formal. (9) Menganalisis masyarakat dimana sekolah berada. (10) Menganalisis syarat
dan tuntutan terhadap individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat.
Dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada
lingkungan atau dunia dimana mereka tinggal, merespon berbagai kebutuhan yang dilontarkan
atau diusulkanoleh beragam golongan dalam masyarakat.
Asas Psikologis
Konstribusi psikologis terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk, yaitu: (1) Model
konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan. (2) Berisikan
berbagai metode yang diadaptasi untuk penelitian pendidikan. Dalam memilih pengalaman
belajar yang akurat, psikologi secara umum sangat membantu. Teori-teori belajar, teori kognitif,
pengembangan emosional, dinamika group, perbedaan kemampuan individu, kepribadian model
formasi sikap dan perubahan dan mengetahui motivasi, semuanya sangat relevan dalam
merencanakan pengalaman-pengalaman.
Asas Organisator
Peranan asas organisator dalam pengembangan kurikulum adalah mengorganisasikan bahan
bagi keperluan pengajaran, salah satu caranya adalah dengan mengorganisasikan bahan
berdasarkan topik, tema, kronogi, isu, logika, proses disiplin. Sebagai konklusi dari uraian asas
organisator tersebut ada 3 hal utama yang perlu diperhatikan yakni: (1) Tujuan bahan pelajaran:
Mengajarkan ketrampilan untuk masa sekarang atau mengajarkan ketrampilan untuk masa
depan,untuk membantu sisiwa dalam memecahkan masalah,untuk mengembangkan nilai-nilai,
untuk mengembangkan ciri ilmiah, untuk memupuk jiwa warga negara yang baik. (2) Sasaran
bahan Pelajaran: Siapkah pelajar itu,apakah latar belakang pendidikan dan pengalamannya,
sampai dimana tingkat perkembangannya, bagaimana profil kepribadianya. (3) Pengorganisasian
bahan: Bagaimana bahan pelajaran diorganisasi: apakah berdasarkan topik, konsep, kronologi
dan lain-lain.15
15Fadli, “Masalah Kurikulum dalam Pendididkan”;
https://fadlibae.wordpress.com/2010/03/24/masalah-kurikulum-dalam-pendidikan/ (Diakses 14 Juni 2015).
Definisi Kurikulum
Kurikulum dalam Arti Sempit. Secara tradisional (arti sempit), istilah kurikulum diartikan
sebagai rencana tentang sejumlah mata pelajaran atau bahan ajaran yang ditawarkan oleh suatu
lembaga pendidikan untuk dipelajari oleh siswa dalam mengikuti pendidikan di lembaga itu.1
Dalam kamus “Webster’s New International Dictionary” yang sudah memasukan istilah
kurikulum sejak tahun 1953, memberi arti kepada istilah kurikulum sebagai berikut: (1) sebagai
sejumlah pelajaran yang ditetapkan untuk dipelajari oleh siswa di suatu sekolah atau perguruan
tinggi, untuk memperoleh suatu ijazah atau gelar. (2) keseluruhan mata pelajaran yang
ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau suatu departemen tertentu.
Memang umumnya kurikulum dipahami orang sebagai bahan-bahan tercetak (buku,
majalah) berisikan pelajaran, petunjuk-petunjuk, gambar-gambar, soal-soal dan sebagainya. Kata
lain kurikulum sebagai bahan pelajaran (subject matter).2 Di sini kurikulum dalam arti sempit
menunjuk pada proses belajar mengajar yang mencakup adalah: Pendidik, bahan ajar, metode
pembelajaran, media pembelajaran, anak didik dan evaluasi hasil belajar.
Kurikulum dalam Arti Luas. Sebelum abad ke-20, istilah kurikulum belum banyak
digunakan dalam konteks pendidikan. Konsep-konsep kurikulum mulai berkembang sejak
dipublikasikannya buku “The Curriculum” yang ditulis oleh Franklin Bobbitt (1918). Di sini
kurikulum mempunyai arti yang lebih meluas. Kurikulum adalah suatu rencana yang menjadi
panduan dalam menyelenggarakan proses pendidikan.3
Melanjutkan pemikiran di atas, maka Saylor, Alexander dan Lewis merumuskan
kurikulum sebagai berikut: pertama, kurikulum sebagai rencana tentang mata pelajaran atau
bahan-bahan pelajaran. Kedua, kurikulum sebagai rencana tentang pengalaman belajar. Ketiga,
kurikulum sebagai rencana tentang tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Keempat, kurikulum
sebagai rencana tentang tempat belajar.4 Tak heran bila Eli Tanya merumuskan kurikulum
berarti “sepanjang hidup belajar, meringkas segala pengalaman dan pengaruh-pengaruh yang
terdapat di sekeliling murid.5 International Council of Religious Education mendefinisikan
kurikulum adalah “pengalaman si pelajar di bawah bimbingan.”6 Dengan demikian kurikulum
dalam arti luas menekankan pada institusi pendidikan (Visi, Misi, tujuan dan kurikulum) menuju
proses belajar mengajar (Pendidik, bahan ajar, metode pembelajaran, media pembelajaran, anak
didik dan evaluasi hasil belajar).
Berkaitan pemikiran di atas, maka Abdul Rajak Husain mengatakan kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.7 Selanjutnya bahwa Engkoswara,
guru besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung telah membuat 4 (empat) rumus
pengertian kurikulum, lengkap dengan visualisasinya sebagai berikut: Pertama, kurikulum
1Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung: Sinar Baru, 1992) 3.
2M. Moh. Rifai, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: Jemmars, 1982) 115.
3Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 2.
4Ibid. 2-3.
5Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen (Cipanas: STT Cipanas, 1999) 27.
6Randolph C. Miller, Education for Christian Living (New Jersey: Prentice Hall, 1956) 44.
7Abdul Rajak Husain, Penyelenggaraan Pendidikan Nasional (Solo: CV Aneka, 1995) 34.
adalah jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Kedua, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran.
Ketiga, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
oleh peserta didik. Keempat, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan,
serta segala sesuatu yang akan berpengaruh dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan. Rumus ini memudahkan kita untuk memahami pengertian kurikulum. Rumus
ini sama sekali tidak melenceng dari definisi yang telah dikemukakan para ahli, misalnya Hilda
Taba menjelaskan dengan amat singkat bahwa “curriculum is a plan of learning”. Demikian juga
bila dibandingkan dengan pengertian kurikulum dalam Pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu”.
Kurikulum Menggambarkan Dinamika Pembangunan Pendidikan
Susungguhnya kurikulum dapat menggambarkan dinamika pembangunan pendidikan
yang ujung-ujungnya berupaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Lebih luas lagi juga
menggambarkan dinamika pembangunan nasional.
Istilah kurikulum memang belum lahir ketika pemimpin tertinggi negeri ini telah berhasil
mengumandangkan teks proklamasi ke seluruh penjuru dunia. Tetapi yang patut kita banggakan,
dua tahun sejak proklamasi, negeri ini telah memiliki kurikulum sebagai upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa. Kurikulum ini dinamakan dengan Rencana Pelajaran 1947.
Lebih dari itu, sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia telah menetapkan tujuan yang jelas
kemana NKRI akan dibawa. Dasar negara telah ditetapkan sejak prakemedekaan, yakni
Pancasila, lengkap dengan lambang negara, motto, lagu kebangsaan, dan bahkan konstitusi yang
di dalamnya telah memuat empat tujuan negara yang akan dicapai. Salah satu tujuan itu
dirumuskan dengan sangat tepat, yakni “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
Dinamika Pengembangan Kurikulum dan Payung Hukumnya
Salah satu faktor yang telah mendorong untuk mengembangkan kurikulum adalah amanat
Undang-Undang tentang Sitem Pendidikan Nasional. Kurikulum pertama di Indonesia telah lahir
sebagai penjabaran amanat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar
Pendidikan dan Pengajaran, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, UU Nomor 22 Tahun 1961,
UU Nomor 2 Tahun 1989, dan akhirnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Di samping itu, tuntutan globalisasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi
juga ikut mendorong terjadinya perbaikan dan pengembangan kurikulum. Sejak Indonesia
merdeka sampai dengan penerapan Kurikulum 2013, negeri ini telah memiliki sekian banyak
kurikulum, yakni: (1) Rencana Pelajaran 1947, (2) Rencana Pendidikan 1950, (3) Rencana
Pendidikan 1958, (4) Rencana Pendidikan 1964, (5) Kurikulum 1968, (6) Kurikulum 1974, (7)
Kurikulum 1978, (8) Kurikulum 1984, (9) Kurikulum 1994, (10) Kurikulum 2004, Kurikulum
2006 dan (11) Kurikulum 2013.8
8 Dalam hal ini, dibandingkan negara-negara yang sudah maju yang pada umumnya masih mempunyai
kurikulum nasional atau kurikulum negara bagian, justru Indonesia telah lebih dahulu melakukan lompatan yang
demikian drastis, karena penyusunan kurikulum di Indonesia telah diserahkan kepada satuan pendidikan sekolah
(school-based curriculum) dengan KTSP-nya, selaras dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (schoolbased curriculum). Dalam hal ini, pemerintah cq Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya menyusun standar
isi kurikulum dan panduan penyusunan kurikulumnya. Sedangkan di Indonesia memang sangat dinamis dalam
proses pengembangan kurikulum. Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan memerlukan tiga komponen utama
Kelahiran Rencana Pelajaran 1947 memang menjadi kurikulum darurat karena belum ada
amanat dari payung hukum yang kuat, karena payung hukumnya baru lahir dengan UU Nomor 4
Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran. Rencana Pelajaran 1950
sebenarnya merupakan reparasi dari Rencana Pelajaran 1947. Sedang Rencana Pendidikan (?)
1958 telah lahir sebagai implementasi dari UU Nomor 14 Tahun 1954, dan Rencana Pendidikan
1964 merupakan perbaikan dari Rendana Pendidikan 1958, sekaligus sebagai implementasi UU
Nomor 22 Tahun 1961 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Rencana Pendidikan 1964 pun
kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum 1968, sebagai kurikulum pertama yang
menggunakan pendekatan integrasi (inntegrated curriculum) untuk menggantikan pendekatan
kurikulum sebelumnya yang selama ini menggunakan pendekatan terpisiah-pisah (separated
curriculum). Perbaikan di sana-sini kurikulum telah terjadi yang melahirkan kurikulum, baik
yang lahir prematur atau pun yang lahir memang sudah waktunya, yakni Kurikulum 1974,
Kurikulum 1978, dan kemudian lahir Kurikulum 1984, dan terakhir Kurikulum KBK pada tahun
1994 yang kemudian menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dan sekarang ini
telah lahir lagi Kurikulum 2013, yang meneruskan pendekaktan kurikulum terintegrasi atau kini
menamakan diri sebagai kurikulum yang menggunakan pendekatan pembelajaran tematik
integratif di satuan pendidikan Sekolah Dasar.
Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah
konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum adalah: kurikulum sebagai substansi,
sebagai sistem dan sebagai bidang studi.
Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi muridmurid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga
dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan
belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai
dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan
pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup
lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
Kurikulum sebagai suatu sistem
Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan,
bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur
kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi
dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
Kurikulum sebagai suatu bidang studi
Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.
Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan
sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar
tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan,
pendidikan, yakni: siswa, guru, dan kurikulum. Di samping tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pengembangan kurikulum baru seharusnya memerlukan payung hukum yang kuat berupa Undang-Undang.
mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi
kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan
baru,
(3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model
kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian
keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum
dapat bertahan dan dikembangkan.
Unsur-unsur Desain Kurikulum Arti Luas
W.P. Napitupulu merumuskan bahwa komponen kurikulum sebagai berikut: guru – murid
-- bahan pelajaran -- alat-alat pendidikan. Di sini guru memegang peran penting dan terberat.
Keberhasilan proses belajar ditentukan oleh seorang guru.9 Sementara Ornstein mengatakan
bahwa proses kurikulum antara caranya (metode proses belajar-mengajar) dengan materinya
(bahan pelajaran). Kedua merupakan proses yang berjalan bersama-sama.10 Tetapi rumusan ini
sudah tertinggal karena muncul rumusan yang dirangkum oleh Muhammad Ali. Ia merumuskan
komponen-komponen kurikulum sebagai berikut: komponen tujuan, komponen isi atau materi,
komponen metode atau organisasi dan komponen evaluasi.11 Uraian komponen-komponen di
atas sebagai berikut:
Komponen tujuan adalah arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses penyelenggara
pendidikan. Dalam setiap kegiatan sepatutnya mempunyai tujuan, karena tujuan menuntun
kepada apa yang hendak dicapai, atau sebagai gambaran tentang hasil akhir dari suatu kegiatan.
Penerapan konsep tujuan kurikulum pertama kali dikemukakan oleh Franklin Bobbit.
Prosedur yang digunakan dalam pengembangan kurikulum dengan menerapkan konsep ini
adalah dengan merumuskan tujuan-tujuan. Prosedur Bobbit ini selanjutnya oleh Ralp Tyler lebih
dirinci yang pertama kali dimunculkan tahun 1949. Tyler mengatakan bahwa prinsip-prinsip
perencanaan kurikulum dan pengajaran dengan mengajukan empat pertanyaan: “Tujuan apa yang
ingin dicapai? Pengalaman belajar apa yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan itu?
Bagaimana kegiatan-kegiatan belajar itu diorganisasi secara efektif? Bagaimana menilai
keberhasilan pencapaian tujuan?”12
Komponen isi kurikulum adalah materi bahan belajar. Wujud isi kurikulum ada beberapa
sebagai berikut: pertama, “Uniform Lesson” (pelajaran seragam). Bahan pelajaran yang sama
ditujukan untuk semua golongan umur. Kedua, “Group-graded Lesson” (pelajaran yang
disesuaikan dengan kelompok). Bahan pelajaran yang berbeda ditujukan untuk kelompok umur
yang berlainan. Ketiga, “Closely-graded Lesson” (pelajaran yang disesuaikan secara ketat).
Misalnya bahan pelajaran khusus untuk satu tahun saja. Kelima, buku-buku pelajaran untuk
9W.P. Napitupulu, Dimensi-dimensi Pendidikan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1969) 58.
10Ornstein/Levine, Foundations of Education (Dallas: Houghton Mifflin Company, 1989) 528.
11Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 52-60.
12Baca Ralph Tyler, Basic Principles of Curriculum and Instruction (Chicago-London: The University of
Chicago Press, 1970).
sekolah. Di Indonesia ditujukan untuk pelajaran-pelajaran tingkat SD, SMP, dan SMU. Keenam,
bahan-bahan pelajaran lain.13
Wujud kurikulum (bahan pelajaran) yang lainnya adalah: pertama, kurikulum denominasi
di mana yang diterbitkan oleh denominasi tertentu, untuk kalangan sendiri. Kedua, kurikulum
bukan denominasi di mana penerbitnya bukan denominasi, tetapi komersial. Ketiga, kurikulum
usaha bersama di mana diterbitkan dari beberapa denominasi bersama-sama. Keempat,
kurikulum yang berpusatkan isi (Content-centered Curriculum) di mana memusatkan pelajaran
Alkitab, membahas bagian-bagian Alkitab satu per satu. Kelima, kurikulum yang berpusatkan
pengalaman (Experience Centered Curriculum) di mana isinya menitikberatkan pada
pengalaman murid, kemudian menghubungkannya dengan Alkitab atau imam Kristen. Keenam,
kurikulum berdasarkan studi unit (Unit of Study) di mana tujuannya adalah memberi pelajaran
yang lebih luas, baik pengalaman atau pokok pelajaran.14
Komponen metode atau organisasi adalah bagaimana isi kurikulum yang berupa bahan
pelajaran disampaikan kepada siswa. Komponen ini juga disebut kegiatan belajar mengajar atau
“administrasi kurikulum” (di luar negeri disebut “Administration of the Instructional Program”).
Kegiatan ini merupakan pusat dari semua kegiatan-kegiatan sekolah. Semua mengaturan dan
pengaturan mengenai: murid agar dapat belajar dengan tenang, guru-guru supaya dapat mengajar
dengan teratur, tenang dan tertib pula; penggunaan alat pelajaran yang efektif dan efisien;
penggunaan waktu untu belajar, untuk rekreasi, untuk kegiatan co-curriculair; untuk ulanganulangan dan ujian, dan sebagainya. Semua itu bertujuan agar proses belajar mengajar semakin
lancar.
Komponen evaluasi adalah bagian yang sangat penting di mana hasil evaluasi dapat
memberi petunjuk kepada sasaran yang ingin dituju dapat tercapai atau tidak.
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip kurikulum dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Prinsip Relevansi. Dalam Oxford Advanced Dictionary of Current English, kata relevansi
atau relevan mempunyai arti (closely) “connected with what is bappening”, yakni kedekatan
hubungan dengan apa yang terjadi.Apabila dikaitkan dengan pendidikan, berati perlunya
kesesuaian antara (program) pendidikan dengan tuntunan kehidupan masyarakat (the needs
of society). Pendidikan dikatakan relevan bila hasil yang diperoleh akan berguna bagi
kehidupan seseorang. Menurut Soetopo dan Soemanto ia mengungkapkan relevansi sebagai
berikut: (1) Relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik.relevansi ini memiliki arti
bahwa dalam pengembangan kurikulum,termasuk dalam menentukan bahan
pengajaran(subject mattrs),hendaknya disesuaikan dengan kehidupan nyata anak
didik.sebagai contoh sekolah yang berada diperkotaan, anak didinya ditawarkan halyang
aktual,seperti polusi pabrik,arus perdagangan yang ramai, kematan lalu lintas,dan lain-lain.
Atausebaliknya anak-anak yang berada dipedesaan ditawarkan hal-hal yang relevan,misalnya
memperkenalkan pertanian kepada anak didik,karena daerah tersebut merrupakandaerah
pedesaan yang subur akan pertanian. (2) Relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan
datang. Materi atau bahan yang akan diajarkan kepada anak didik hendaklah memberi
manfaat untuk persipan masa depan anak didik.Karenanya keberadaan kurikulum disini
bersifat antisipasi dan memiliki nilai prediksi secara tajam dan perhitungan. (3) Relevansi
pendidikan dengan dunia kerja.Semua orang tua mengharapkan anaknya dapat bekerja sesuai
13Paul H. Vieth, The Church and Christian Education (ST. Louis: Bethany Press, 1951) 36-37.
14Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, 29.
dengan pengalaman pendidikan yang dimilikinya .Begitu juga halnya dengan anak didik,ia
berharapn agar dapat mandiri dan memiliki sumber daya ekonomi yang pantas dengan modal
ilmu pengetahuannya.karenanya kurikulum dan proses pendidikan tersebut sedapat mungkin
dapat diorientasikan kedunia kerja,tentunya menurut jenis pendidikan, sehingga nantinya
pengetahuan teoritik dari bangku sekolah dapat diaplikasikandengan baik dalam dunia kerja.
(4) Relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan.Kemajuan ilmu pendidikan juga
membuat maju ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak negara tadinya miskin sekarang
menjadi kaya.contohnya Jepang,korea Selatan,Singapura,dan lain-lain.semua ini berkat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapakan kurikulum dapat memberikan
peluang pada anak didik untuk mengembangkan ilmu pengetahuandan teknologi,selalu
mengembangkanya dan tidak cepat puas.
2. Prinsip Efektivitas. Prinsip efektivitas yang dimaksudkan adalah sejauh mana perencanaan
kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan. Dalam proses
pendidikan, efektivitasnya dapat dilihat dari sisi, yakni: (1) Efektivitas mengajar pendidik
berkaitan dengan sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang telah direncanakan dapat
dilaksanakan dengan baik. (2) Efektivitas belajar anak didik,berkaitan dengan sejauh mana
tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang
telah dilaksanakan.
3. Prinsip Efisensi. Prinsip efisiensi sering dikonotasikan dengan prinsip ekonomi,yang
berbunyi: modal atau biaya, tenaga dan waktu yang sekcil-kecilnya akan dicapai hasil yang
memuaskan.efesiensi proses belajar mengajar akan tercipta, apabila usaha,biaya,waktu,dan
tenaga yang digunakan untuk menyelesaikan program pengajaran tersebtu sangat optimal dan
hasilnya bisa seoptimalmungkin, tentunya dengan pertimbangan yang rasional dan wajar.
4. Prinsip Kesinambungan. Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum
menunjukan adanya saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan
bidang studi. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Kesinambungan di antara
berbagai tingkat sekolah. (2) Kesinambungan diantara berbagai bidang studi. (3) Bahan
pelajaran yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih
tinggi hendaknya sudah diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya atau dibawahnya. (4)
Bahan pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah tidak harus
diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi,sehingga tertinggal dari tumpang
tindih dalam pengaturan bahan dalam proses belajar mengajar. (5) Kesinambungan di antara
berbagai bidang studi menujukan bahwa dalam pengembangan kurikulum harus
memperhatikan hubungan antara bidang studi yang satu dengan lain yang lainya. Misalnya
untuk mengubah angka temperatur dari skala celsius ke skala Fahreheit dalam IPA diperlukan
ketrampilan dalam pengalian pecahan.
5. Prinsip Fleksibilitas (Keluwesan). Fleksibilitas berarti tidak kaku, dan ada semacam ruang
gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak. Didalam kurikulum,fleksibilitas dapat
dibagi menjadi dua macam yakni: (1) Fleksibel dalam memilih program pendidikan. (2)
Fleksibelitas dalam pengembangan program pengajaran. Maksudnya adalah dalam bentuk
memberikan kesempatan kepada para pendidik dalam mengembangakan sendiri program-
program pengajaran dengan berpatok pada tujuan dan bahan pengajaran diidalam kurikulum
yang masih bersifat umum.
6. Prinsip Berorientasi tujuan. Prinsip berorientasi tujuan berarti bahwa sebelum bahan
ditentukan, langkah yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik adalah menentukan tujuan
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agra semua jam dan aktivitasd pengajaran yang
dilaksanakan oleh pendidik maupun anak didik dapat betul-betul terarah kepada tercapainya
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
7. Prinsip dan Model Pengembangan Kurikulum. Prinsip ini memiliki maksud bahwa harus ada
pengembangan kurikulum secara bertahap dan terus menerus, yakni dengan cara
memperbaiki, memantapakan dan mengembangakan lebih lanjut kurikulum yang sudah
berjalan setelah ada pelaksanaan dan sudah diketahui hasilnya.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Para pengembang (developers) telah menemukan beberapa pendekatan dalam
pengembangan kurikulum. Yang dimaksudkan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan
straegi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistimatis
agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.Pendekatan-pendekatan yang dikembangkan para
pengembang sebagai berikut: (1) Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin
Ilmu. Pendekatan ini menggunkan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi
kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, IPA dan lainya. Pengembangan dimulai dengan
mengidentifikasi secara teliti pokok-pokok bahasan yang akan dibahas,kemudian poko-pokok
bahasan tersebut diperinci menjadi bahan-bahan pelajaran yang harus dikuasai,dan akhirnya
mengidentifikasi dan mengurutkan pengalaman belajar dan ketrampilan –ketrampilan yang harus
dilakukan anak didik. (2) Pendekatan berorentasi pada tujuan. Pendekatan yang berorentasi
tujuan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi
sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Tujuan
matematioka misalnya sama dengan konsep dasar dan disiplinilmu matematika . Prioritas
pendekatan ini adalah penalaran Pengetahuan. (3) Kelebihan pendekatan pengembangan
kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah: (a) Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi
penyusun kurikulum. (b) Tujuan yang jelas akan meberikan arahan yang jelas pula didalam
menerapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan, dan alat yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan. (c) Hasil penilaian yang terarah.
Asas-asas Kurikulum
Dalam perkembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan. Apapun jenis kurikulumnya pasti
memerlukan asas-asas yang harus dipegang, asas-asas tersebut cukup kompleks dan tidak jarang
memiliki hal-hal yang bertentangan, karena harus memerlukan seleks. Perkembangan kurikulum
pada suatu negara, baik di negara-negara berkembang,negara terbelakang dan negara-negara
maju,bisa dipastikan mempunyai perbedaan-perbedaan yang mungkin mendasar,tetapi tetap ada
persamaan. Falsafah yang berlainan, bersifatotoriter, demokratis, sekuler atau religius, akan
memberi warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa bersangkutan. Begitu
juga apabila dilihat dari masyarakat, organisasi bahan yang digunakan, dan pilihan psikologi
belajar dalam mengembangkan kurikulum tersebut. Lebih lanjut akan diureaikan empat asas
perkembangan kurikulum sebagai berikut:
Asas Filosofi
Falsafah dalam arti sebenarnya adalah cinta akan kebenaran yang merupakan rangkaian
dua pengertian, yakni philein (cinta) dan shopia(kebijakan). Dalam batasan modern, filsafat
diartikan sebagi ilmu yang berusaha memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan
lingkup pengalaman manusia,yang berharap agar manusia dapat mengertidan mempunyai
pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia didalamnya.
Intinya manusia merupakan bagian dari dunia.
Asas Sosiologis
Asas sosiologis mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan pada masyarakat dan bangsa dimuka bumi ini.Suatu kurikulum pada prinsipnya
mencerminkan keinginan, cita-citatertentu dan kebutuhan mayarakat. Karena itu,sudah
sewajarnya kalau pendidikan memerlukan aspirasimasyarakat.dan pendidikan mesti memberi
jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomiyang dominan.
Berbagai kesukaran juga akan muncul apabila kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat,
seperti militer, politik, agama, swasta, dan lain-lain, mengajukan keinginanyang bertentangan
dengan kepentingan kelompok masing-masing. Dari sudut pandang sosiologis, dalam sisitem
pendidikan serta lembaga –lembaga pendidikan terdapat bahan yang memiliki beragam fungsi
bagi kepentingan mayarakat yakni: (1) Mengadakan revisi dan perubahan social. (2)
Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan melaksanakan penelitian ilmiah. (3)
Mendukung dan turut memberi kontribusi kepada pembangunan. (4) Menyampaikan kebudayaan
dan nilai-nilai tradisional serta mempertahankan status quo. (5) Banyak lagi aspek lain yang turut
memberi pengaruh mengenai apa yang harus dimasukan kedalam kurikulum, yakni yang menjadi
kebutuhan masyarakat.antara lain. (6) Interaksi yang kompleks antara kekuatan–kekuatran sosial,
politik, ekonomi, militer, industri, kultur masyarakat. (7) Berbagai kekuatan
dominan,sebagaiman diungkapkan diatas. (8) Pribadi pimpinandan tokoh yang memegang
kekuasaan formal. (9) Menganalisis masyarakat dimana sekolah berada. (10) Menganalisis syarat
dan tuntutan terhadap individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat.
Dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada
lingkungan atau dunia dimana mereka tinggal, merespon berbagai kebutuhan yang dilontarkan
atau diusulkanoleh beragam golongan dalam masyarakat.
Asas Psikologis
Konstribusi psikologis terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk, yaitu: (1) Model
konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan. (2) Berisikan
berbagai metode yang diadaptasi untuk penelitian pendidikan. Dalam memilih pengalaman
belajar yang akurat, psikologi secara umum sangat membantu. Teori-teori belajar, teori kognitif,
pengembangan emosional, dinamika group, perbedaan kemampuan individu, kepribadian model
formasi sikap dan perubahan dan mengetahui motivasi, semuanya sangat relevan dalam
merencanakan pengalaman-pengalaman.
Asas Organisator
Peranan asas organisator dalam pengembangan kurikulum adalah mengorganisasikan bahan
bagi keperluan pengajaran, salah satu caranya adalah dengan mengorganisasikan bahan
berdasarkan topik, tema, kronogi, isu, logika, proses disiplin. Sebagai konklusi dari uraian asas
organisator tersebut ada 3 hal utama yang perlu diperhatikan yakni: (1) Tujuan bahan pelajaran:
Mengajarkan ketrampilan untuk masa sekarang atau mengajarkan ketrampilan untuk masa
depan,untuk membantu sisiwa dalam memecahkan masalah,untuk mengembangkan nilai-nilai,
untuk mengembangkan ciri ilmiah, untuk memupuk jiwa warga negara yang baik. (2) Sasaran
bahan Pelajaran: Siapkah pelajar itu,apakah latar belakang pendidikan dan pengalamannya,
sampai dimana tingkat perkembangannya, bagaimana profil kepribadianya. (3) Pengorganisasian
bahan: Bagaimana bahan pelajaran diorganisasi: apakah berdasarkan topik, konsep, kronologi
dan lain-lain.15
15Fadli, “Masalah Kurikulum dalam Pendididkan”;
https://fadlibae.wordpress.com/2010/03/24/masalah-kurikulum-dalam-pendidikan/ (Diakses 14 Juni 2015).