1. E Book Harry Potter dan Batu Bertuah

H a r r y P ot t er D a n B a t u B er t u a h

Ju dul asli : Harr y Potter an d the Philo sopher's Sto ne Karya : J.K. Ro w ling

Edito r : Dewi KZ, Nu rul Huda karim, Paulu stjing Eboo k oleh : Dewi KZ Tiraikasih W ebsite http:/ / kangzu si.com/ http:/ / dewi-kz.info/ http:/ / cerita-silat.co.cc/ http:/ / kang-zu si.info/

HARR Y POTTER D AN BATU BERTU AH J. K. Ro wling Penerbit PT G ramed ia Pustaka U tama Jakarta, 2001 Alih bahasa: Listiana Srisanti

G M 126 00.851 Hak cipta terjemahan lndon esia: Penerbit PT G ramed ia Pustaka U tama Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270 Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT G ramed ia Pustaka U tama, anggota IKAPI, Jakarta, September 2000 Cetakan kelima: Desember 2000 Cetakan keen am: Desember 2000 Cetakan ketuju h: Juni 2001 Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT) RO WLING , J. K. HarryHo tter dan Batu Bertuah / J.K. Ro wling; alihbah asa Listiana Srisan ti,—cet.l—Jakarta: G ramed ia Pustaka Utama, 2000 384 hlm.; 20 cm. Judul asli: H arry Potter and the Philosopher's Stone ISBN 979 - 655 -851 - 3

I Jud ulII. Srisan ti, listiana 813 Dicetak o leh Percetakan PT G ramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan

untuk Jessica, yang menyukai cerita, untuk Anne, yang juga menyukainya, dan untuk Di, yang pertama mendengar cerita ini.

Keluarga Du rsley memiliki segalanya yang mereka inginkan, tetapi mereka juga punya rahasia, dan ketakutan terbesar mereka adalah, kalau ada oran g yang men getahu i rahasia ini. Mereka pikir mereka pasti lak tah an kalau sampai ada yan g tahu tentan g keluarga Potter. Mrs Potter adalah adik Mrs Du rsley, tetapi sudah bertahu n-tahun mereka tidak bertemu. Mrs D ursley malah berpura-pura tidak punya adik, karen a adiknya dan su aminya yang tak bergu na itu tak layak sama sekali men jadi Keluarga Du rsley memiliki segalanya yang mereka inginkan, tetapi mereka juga punya rahasia, dan ketakutan terbesar mereka adalah, kalau ada oran g yang men getahu i rahasia ini. Mereka pikir mereka pasti lak tah an kalau sampai ada yan g tahu tentan g keluarga Potter. Mrs Potter adalah adik Mrs Du rsley, tetapi sudah bertahu n-tahun mereka tidak bertemu. Mrs D ursley malah berpura-pura tidak punya adik, karen a adiknya dan su aminya yang tak bergu na itu tak layak sama sekali men jadi

Ketika Mr dan Mrs Du rsley bangu n pada hari Selasa pagi yang mendung saat cerita kita ini mulai, tak ada tanda-tanda di langit berawan di luar bahwa akan terjadi hal-hal misterius dan aneh di seluruh negeri. Mr Du rsley bersenandung ketika dia men gambil dasinya yang san gat membosankan untuk dipakainya bekerja, dan Mrs Du rsley bergo sip riang seraya berkutat dengan Dud ley yang menjerit-jerit dan mendu dukkan anak itu di kursinya yang tinggi.

Tak seorang pun dari mereka melihat seekor burun g hantu besar kuning kecokelatan terbang melintasi jendela.

Pukul setengah sembilan M r Dursley memun gut tas kerjanya, men gecup pipi Mrs Du rsley dan mencoba mengecup Dud ley, tapi gagal, sebab sekarang Dud ley ngadat dan melempar-lempar serealnya ke dinding. "Dasar anak-anak," senyu m Mr Du rsley sambil masu k ke mobilnya dan memu nd urkannya keluar dari garasi rumah no mor empat.

Di su dut jalanlah pertama kalinya dia menyad ari ada suatu yang aneh—seeko r kucing membaca peta. Sekejap Mr Dursley tidak menyad ari apa yang telah dilihatnya—kemud ian dia men oleh untuk melihat sekali lagi. Ada kucing betina berdiri di uju ng Jalan Privet Drive, tapi sama sekali tak kelihatan ada peta. Ru panya tadi cuma khayalan nya. Pasti itu tipuan cahaya. Mr Du rsley mengejapkan mata dan memandang ulang kucing itu. Si kucing balas meman dangn ya, Saat Mr Du rsley berbelok di su dut dan meneruskan perjalanan , dia memandan g kucing itu lewat kaca spionnya. Kucing itu sekarang sedang membaca Di su dut jalanlah pertama kalinya dia menyad ari ada suatu yang aneh—seeko r kucing membaca peta. Sekejap Mr Dursley tidak menyad ari apa yang telah dilihatnya—kemud ian dia men oleh untuk melihat sekali lagi. Ada kucing betina berdiri di uju ng Jalan Privet Drive, tapi sama sekali tak kelihatan ada peta. Ru panya tadi cuma khayalan nya. Pasti itu tipuan cahaya. Mr Du rsley mengejapkan mata dan memandang ulang kucing itu. Si kucing balas meman dangn ya, Saat Mr Du rsley berbelok di su dut dan meneruskan perjalanan , dia memandan g kucing itu lewat kaca spionnya. Kucing itu sekarang sedang membaca

Tetapi men jelang masu k kota, bor tergusur keluar dari pikirann ya oleh sesuatu yang lain. Sementara terjebak macet seperti biasanya, dia melihat banyak orang berpakaian aneh. Oran g-orang yang memakai jubah . Mr Du rsley tak tahan melihat oran g yang berpakaian aneh-aneh—dandanan anak- anak muda jaman sekarang! Dia kira jubah bloon ini sedang mod e. Dia mengetu k-ngetu kkan jarinya pada kemudi mobil dan matan ya menatap serombo ngan oran g aneh yang berdiri cukup dekat. Mereka sedan g berbisik- bisik dengan tegan g. Mr Dursley sebal sekali melihat bahwa du a di antara mereka sama sekali tidak mud a lagi. Yang pakai jubah hijau zamrud itu bahkan lebih tu a dari dia! Kelewatan benar! Tetapi kemud ian terlintas d i ben aknya bahwa mereka mun gkin sengaja berdand an seperti itu—mereka pastilah sedang mengu mpulkan dana entah untuk apa—ya, pasti begitu. Ken daraan-kend araan mulai bergerak, dan beberapa menit kemudian M r Du rsley tiba di tempat parkir

G run nings, pikirann ya kembali dipenu hi bor. Mr Du rsley selalu dudu k membelakangi jendela di kanto rnya

di lantai sembilan. Jika tidak, mun gkin sulit baginya untuk berkonsentrasi pada bor pagi itu. Dia tidak melihat burung- burun g hantu terbang berseliweran di siang hari, meskipun oran g-orang lain di jalan melihatnya. Oran g-o rang itu melongo dan menu njuk-nun juk ketika burun g-bu rung hantu tak putus- putu snya beterbangan Sebagian besar dari mereka belum pernah melihat burun g hantu , di malam hari sekalipun. Tetapi Mr Du rsley melewatkan pagi yang no rmal, tanpa gan gguan burun g han tu. Dia berteriak pada lima oran g yang berbeda. Dia di lantai sembilan. Jika tidak, mun gkin sulit baginya untuk berkonsentrasi pada bor pagi itu. Dia tidak melihat burung- burun g hantu terbang berseliweran di siang hari, meskipun oran g-orang lain di jalan melihatnya. Oran g-o rang itu melongo dan menu njuk-nun juk ketika burun g-bu rung hantu tak putus- putu snya beterbangan Sebagian besar dari mereka belum pernah melihat burun g hantu , di malam hari sekalipun. Tetapi Mr Du rsley melewatkan pagi yang no rmal, tanpa gan gguan burun g han tu. Dia berteriak pada lima oran g yang berbeda. Dia

Dia sudah lupa sama sekali pada oran g-o rang berjubah, sampai dia melewati serombongan lagi di sebelah toko kue. Dia men delik gusar kepada mereka. Dia tidak tahu ken apa, tetapi mereka membuatnya resah. Ro mbongan yang ini juga berbisik- bisik tegan g dan dia sama sekali tidak melihat satu pun kotak pengumpul dana. Saat melewati mereka lagi dalam perjalanan kembali ke kantor, dia mendengar beberapa kata yang mereka ucapkan.

"Keluarga Potter, betul, begitu yan g kudengar..." "... ya, anak mereka, Harry..." Mr Du rsley langsu ng berhenti. Ketakutan meland anya. Dia

men oleh memand ang mereka yang berbisik- bisik itu, seakan mau mengatakan sesuatu, tetapi tidak jadi.

Dia cepat-cepat menyeberang jalan, bergegas naik ke kantorn ya, dengan galak men yuruh sekertarisnya agar tidak men gganggun ya, menyambar teleponn ya, dan su dah hampir selesai men ghu bungi nomo r rumahnya ketika dia berubah pikiran. Dia meletakkan kembali gagan g telepon dan mengelus- elus kumisnya sambil berpikir... tidak, d ia bod oh . Potter bukan nama yang tidak umu m. D ia yakin ada banyak orang bernama Potter yang mempun yai anak bernama Harry. Kalau dipikir- pikir lagi, dia malah tidak yakin keponakannya bernama Harry. Dia bahkan belum pernah melihat anak itu . Siapa tahu naman ya Harvey. Atau Haro ld. Tak ada gun anya membuat cemas Mrs Du rsley. Dia selalu jadi cemas kalau nama adiknya disebut- sebut. Mr Du rsley tidak menyalah kannya-—kalau dia send iri punya adik seperti itu... tapi, oran g-oran g yang memakai jubah itu...

Su lit baginya un tuk berkonsentrasi pada bor so re itu, dan ketika meninggalkan kantornya pada pukul lima sore, dia masih cemas sehingga menabrak orang di depan pintu.

"Maaf," gumamnya, ketika laki-laki tu a yang ditabraknya terhuyun g nyaris jatuh. Sesaat kemudian baru Mr Dursley men yadari, laki-laki itu memakai jubah un gu. Dia kelihaiann ya sama sekali tidak marah ditabrak sampai hampir jatu h. Sebaliknya, dia malah nyengir lebar dan berkata dengan su ara melengking yang membuat oran g-o rang yang lewat menoleh , "Jangan minta maaf, Sir, karen a tak ada yang bisa membuatku marah hari ini! Bergembiralah, karen a Kau-Tah u-Siapa telah pergi akhirnya! Bah kan Mu ggle seperti Anda pun harus ikut merayakan hari yang amat sangat membahagiakan ini!"

Dan laki-laki tu a itu memeluk pinggang Mr Dursley, lalu pergi.

Mr Du rsley berdiri terpaku di tempatnya. Dia baru saja dipeluk oleh o rang yang sama sekali asing. Seingatnya dia juga disebut Muggle, entah apa artinya itu. Dia jadi bingun g. Dia bergegas ke mobilnya dan pulang, berharap bahwa semua tad i han ya khayalann ya. Ini sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya, karen a dia oran g yang tak suka berkhayal.

Ketika mobilnya melun cur masu k ke pekarangan rumah no mor empat, yang pertama kali dilihatnya— dan ini tidak membuatn ya bertambah lega—ad alah kucing betina yang telah dilihatn ya pagi tad i. Kucing itu sekarang duduk di atas tembok pekarangann ya. Mr Du rsley yakin itu kucing yang sama. Dia punya tanda yang sama d i sekeliling kedua matan ya.

"Shuh!" Mr Dursley mengusirnya. Kucing itu tidak bergerak. Dia malah menatap galak Mr

Du rsley. Apa ini perilaku no rmal kucing? pikir Mr Du rsley. Sambil berusaha menen angkan diri, dia masu k rumah. Dia masih bertekad tidak akan mencitakan apa-apa kepada istrinya.

Mrs Du rsley melewatkan hari yang no rmal dan men yenan gkan. Saat makan malam dia bercerita kepada Mr Du rsley tentan g ibu tetangga yang punya masalah dengan anak perempuan nya d an bahwa D ud ley sud ah bisa ngo mon g kalimat baru ("Tak mau!"). Mr Du rsley berusaha bersikap biasa. Ketika Du dley sud ah ditidurkan , Mr Du rsley ke ruang keluarga untuk men dengarkan kabar terakhir dalam berita malam.

Dan akhirnya, para pengamat burung dari segala tempat melaporkan bahwa burung hantu di seluruh negeri bersikap aneh sekali hari ini. Meskipun burun g hantu no rmalnya berburu di malam hari dan jarang terlihat di siang hari, ratu san oran g melihat burung-bu rung hantu beterbangan ke segala penju ru sejak matah ari terbit. “Para ahli tidak dapat men jelaskan kenapa para burun g hantu men gubah pola tidur mereka." Pembawa berita tersenyum. "Su ngguh aneh. Dan sekarang, kita bergabun g dengan Jim McG uffin yang akan menyampaikan ramalan cuaca. Malam ini akan hu jan bu rung hantu lagi, Jim?"

“Wah, Ted," kata si peramal cuaca, "aku tak tah u tentang itu , tetapi bukan cuma burun g hantu yang bersikap aneh hari ini. Para pemirsa sampai sejauh Kent, Yorksh ire, dan Dundee bergan tian meneleponku untuk memberitahu bahwa alih-alih hu jan seperti yang kuramalkan kemarin, yang mereka dapat adalah bintang-bintang jatuh ! Mungkin oran g-o rang merayakan Bo nfire Night lebih awal—padahal pesta kembang api seharusnya baru minggu depan, para pemirsa! Tetapi malam ini bisa dipastikan hu jan akan turun!"

Mr Du rsley terenyak di kursi-berlengannya. Bintang jatu h d i seluruh Inggris? Burung-burung hantu beterbangan d i siang hari? Oran g-orang misterius berjubah di mana-mana? Dan bisik-bisik, bisik-bisik tentang keluarga Potter...

Mrs Dursley masu k ruan g keluarga membawa du a cangkir teh. Percuma. Dia haru s men gatakan sesu atu kepada istrinya.

Mr Du rsley berdeham panik. "Ehm— Petunia sayang— belakan gan ini ada kabar apa dari adikmu?"

Seperti du gaan nya, Mrs Du rsley kelihatan kaget dan marah. Yah, biasanya kan mereka berpura-pura dia tidak punya ad ik.

"Tidak ada," jawabnya ketu s, "Memangnya kenapa?" "Ada berita aneh tadi," gumam Mr Du rsley. "Bu rung hantu ...

bintan g jatu h... dan ada banyak o rang bertampang an eh di jalan hari ini."

"Jadi?" tu kas M rs Dursley. "Yah , aku cuma berpikir... mun gkin... ada kaitannya

dengan... kau tahu , kan... kelompokn ya." Mrs Dursley menyeruput tehn ya dengan bibir cemberut. Mr

Du rsley mempertimbangkan, beran ikah dia memberitahu istrinya bahwa dia telah mendengar nama Potter disebut-sebut. Dia memutu skan tidak beran i saja. Sebagai gantinya dia berkata sebiasa mungkin, "Anak mereka—seumuran Dudley, kan?"

"Kayaknya sih," kata M rs Dursley kaku. "Siapa ya, namanya? Howard , kan?" "H arry. Nama jelek dan kod ian, menu rutku." "O h, ya?' kata Mr Du rsley hatinya mencelos. "Ya, aku

setuju ." Dia tak lagi men yinggun g-n yinggun g masalah itu ketika

mereka naik ke kamar tidur. Sementara Mrs Du rsley di kamar mand i, Mr Du rsley merayap ke jend ela kamar dan mengintip ke halaman depan. Kucing itu masih ada. Dia sedang menatap ke jalanan , seakan menun ggu sesuatu .

Apakah ini han ya khayalan nya? Mu ngkinkah semua ini ada hu bungann ya dengan keluarga Potter? Kalau belul begitu... kalau sampai bocor bahwa mereka masih kerabat pasangan... wah, dia tak akan tahan .

Su ami-istri Du rsley naik ke tempat tidur. Mrs Du rsley segera tertidur, tetapi Mr Du rsley tidak. Dia memikirkan segala kemu ngkinan. Pikiran terakhir dan menen angkan sebelum dia tertidur adalah, seand ainya pun keluarga Potter memang terlibat, tak ada alasan bagi mereka untuk datang ke tempat keluarga Du rsley. Mereka tahu bagaimana pendapat dirinya dan Mrs Du rsley mengenai mereka dan jenis mereka... Mr Du rley tak melihat bagaimana dia dan Petunia bisa terlibat dengan entah apa yang sedang berlangsung ini. Dia men guap dan berbalik. Semu a itu tak akan mempengaruhi mereka...

Betapa kelirunya dia. Mr Du rsley mun gkin saja bisa tidur, walau tak nyenyak,

tetapi kucing di atas tembok di luar sama sekali tak men unju kkan tanda-tanda mengantu k. Dia dud uk diam bagai patung, matanya memandang tanpa kedip ke sudut Privet Drive di kejau han. Ketika ada pintu mobil digabrukkan di jalan sebelah, dia tetap bergeming. Begitu juga ketika ada dua burun g han tu melayang d i atasnya. Kucing itu baru bergerak men jelang tengah malam.

Seorang laki-laki mun cul di sudut yang diawasi si kucing. Kemun culannya begitu mend adak dan tanpa su ara, sehingga kau akan mengira dia mun cul begitu saja d ari dalam tanah. Ekor si kucing bergerak dan matan ya menyipit.

Belum pernah ada orang semacam ini di Privet Drive. Dia tinggi, kurus, dan sud ah tua sekali, kalau dilihat dari rambut d an jen ggot putihnya yang cukup panjang un tuk diselipkan di ikat pinggangnya. Dia memakai jubah ungu panjang yang menyapu jalan dan sepatu bot bergesper dengan hak tinggi. Matanya biru terang dan bercahaya di balik kacamatan ya yang berbentu k bulan-separo dan hidun gnya panjang serta ben gkok, seakan su dah pernah patah paling tidak dua kali. Nama laki-laki ini Albus Dumbledore.

Albus Du mbledore tampaknya tidak men yadari bahwa dia baru saja tiba di jalan tempat segala sesu atu dari naman ya sampai sepatunya tidak diinginkan . Dia sibuk memeriksa jubah nya, men cari sesu atu . Tetapi tampaknya dia sadar dia diawasi, karen a mendadak saja dia mendongak memand ang si kucing, yang masih memand angnya d ari uju ng lain jalan. Entah karen a apa, melihat kucing ini dia tampak geli.

Dia berdecak dan bergumam, "Seharusnya aku tahu." Dia sudah menemukan apa yang dicarinya di kanton g

sebelah d alam. Ternyata ko rek api perak. Dibukanya, dian gkatn ya ke ud ara, lalu dinyalakannya.

Lampu jalan terdekat padam dengan bun yi pop pelan. Dinyalakann ya lagi, lampu berikutn ya ikut padam. Du a belas kali ia men yalakan Pemadam-Lampu, sampai cahaya yang tinggal hanyalah du a soro t kecil mun gil di kejauhan, yaitu mata si kucing yang meng-awasinya. Jika ada oran g yang melongok keluar dari jendela sekarang, bahkan si mata-tajam M rs Dursley

Mu ngkin tidak akan melihat apa yang sedan g terjadi di trotoar. Du mbledo re men yelipkan Pemadam-Lampu ke dalam jubah nya lagi dan berjalan menu ju rumah nomo r empat. Setiba di san a dia dudu k di sebelah si kucing. Du mbledore tidak meman dangnya, tetapi setelah beberapa saat dia mengajaknya bicara.

"Tak d isangka kita bertemu di sini ya, Profesor M cG on agall” Dia men oleh untuk tersenyum pada si kucing betina, tetapi

kucing itu su dah tak ada. Alih-alih kucing, dia tersenyum pada wanita bertampang agak galak yang memakai kacamata persegi, persis bentuk vang melingkari mata si kucing. Wanita itu juga memakai jubah , warnan ya hijau zamrud. Rambu t hitamnya digelung ketat. Dia kelihatan bingun g.

"Bagaimana kau bisa tahu kucing itu aku?" tan yanya.

"Profesorku, belum pernah aku melihat kucing yang dud uk begitu kaku ."

"Kau pun akan kaku kalau sudah duduk di tembok bata seharian," kata Profeso r McG onagall.

"Seharian? Padahal seharusnya kau bisa merayakan liari gembira ini? Aku melewati paling tidak selusin pesta dan perayaan d alam perjalanan kemari."

Profesor M cG on agall menden gus marah. "O h ya, semua merayakan ," katan ya tak sabar. "Kaupikir

mereka akan lebih hati-hati, tetapi tidak— bahkan para Muggle pun merasa ada sesuatu yang sedang terjadi. Itu disiarkan di warta berita mereka." Dia mengedikkan kepalanya ke arah jen dela ruan g keluarga Dursley yang gelap. "Aku men dengarnya. Ro mbon gan burun g hantu... bintan g jatu h... Nah , mereka kan tidak bego. Keanehan ini menarik perhatian mereka. Bintang jatuh di Ken t—aku berani bertaruh itu Dedalus Diggle. Dari dulu dia kuran g perhitu ngan."

"Kau tak bisa menyalah kan mereka," kata Du mbledore lembut. "Tak ada yang benar-benar bisa kita rayakan selama sebelas tahun ini."

"Aku tahu," kata Profeso r McGon agall jengkel. "Tapi itu bukan alasan bagi kita untuk lupa diri. Oran g- oran g ceroboh sekali, berkeliaran di jalan di siang bolo ng, bahkan tidak memakai pakaian M uggle, bertu kar gosip."

Dia melirik tajam Du mbledo re, seakan berharap Dumbledo re akan memberitahun ya sesuatu, tetapi ternyata tidak, maka dia men eruskan , "Bagu s sekali jika pada hari Kau-Tahu-Siapa akhirnya men ghilang, bangsa Muggle akhirnya juga tahu tentan g kita. Kira-kira dia betu l sud ah pergi, Dumbledore?"

"Kelihatannya begitu," kata Du mbledore. "Banyak yang haru s kita syuku ri. Kau mau permen jeruk?"

"Apa?" "Permen jeruk. Permen Mu ggle yang ku sukai." "Tidak, terima..” kata Profeso r McG onagall dingin, seakan

men urut dia ini bukan saatnya un tuk makan permen jeruk. "Seperti kukatakan, bahkan jika ‘Kau-Tahu-Siapa’ sudah pergi..."

"Profesorku yang baik, tentunya oran g bijaksan a seperti kau bisa men yebut naman ya? Segala omong-koson g 'Kau-Tahu- Siapa'—selama sebelas tahun aku sud ah berusaha membujuk oran g-orang agar menyebutnya dengan naman ya yang sebenarn ya: Voldemort." Profeso r McG onagall berjengit, tetapi Du mbledore, yang sedang membuka bu ngkus dua permen jeruk, kelihatannya tidak tahu. "Jadi sangat membingungkan jika kita selalu berkata 'Kau-Tahu-Siapa'. Aku tak melihat alasan kita haru s takut menyebut n ama Voldemort."

"Aku tahu," kata Profesor McG onagall, kedengarann ya setengah putus asa, setengah kagum. "Tetapi kau lain. Semua tah u kau satu-satun ya yang ditakuti si Kau-Tahu—oh, baiklah, Voldemort."

*Kau membuatku tersanju ng," jawab Du mbledore tenang. "Voldemort memiliki keku atan yan g tak akan pernah ku miliki."

terlalu—yah, mulia untuk men ggunakannya."

"H anya karena

kau

"U ntung sekarang gelap. Belum pernah mukaku semerah ini sejak Madam Pomfrey mengatakan dia menyu kai tutup telingaku yang baru."

Profesor McG onagall memand ang tajam Dumbledore dan berkata, "Bu rung-burung hantu itu bukan apa-apa dibanding dengan kabar burun g yang tersebar. Kau tahu apa yang dikatakan semua oran g? Tentan g alasan kenapa dia menghilang? Tentang apa yang akhirnya men ghentikann ya?"

Kelihatann ya Profesor McG onagall telah mencapai pokok masalah yang ingin sekali didiskusikannya, alasan ken apa dia du duk menunggu di atas tembok keras dingin sepanjang hari, karen a tidak sebagai kucing ataupun sebagai perempuan dia pernah memandang D umbledo re setajam sekarang. Jelas bahwa apa pun yang d ikatakan "semua o rang", tak akan d ipercayainya sampai Du mbledo re mengadakan kepadanya bahwa itu benar. Tapi Du mbledo re malah memilih permen jeruk yang lain dan tidak men jawab.

"Apa yang mereka katakan ," dia meneruskan , "adalah bahwa tad i malam Voldemort muncul di G odric's Ho llow. Dia datang men cari keluarga Potter. Menu rut gosip, Lily dan James Potter su dah—sud ah—mereka sudah meninggal."

Du mbledore menundukkan kepalanya. Profesor McG onagall memekik kaget.

"Lily dan James... tak bisa kupercaya... aku tak mau percaya... O h, Albus..."

Du mbledore mengu lurkan tangan dan membelai bahu Profesor M cG on agall. "Aku tahu ... aku tah u...," katanya sedih.

Su ara Profesor McG onagall bergetar ketika dia meneruskan, "Itu belum semua. Kata mereka dia mencoba membunuh anak keluarga Potter, Harry. Tetapi— dia tidak bisa. Dia tidak berhasil membunuh anak kecil itu. Tak ada yang tahu kenapa atau bagaimana, tetapi mereka bilang, bahwa ketika dia gagal membunuh Harry Potter, keku atan Voldemort punah — dan itulah sebabnya d ia mengh ilang."

Du mbledore mengangguk tanpa bicara. "Jadi—jadi betul?" Profeso r McG onagall tergagap. "Setelah

semua yang dilakukannya... semua orang yang telah dibun uhn ya... dia tak bisa membunuh anak yang boleh dikatakan masih bayi? Sungguh mengheran kan... men gingat semua yang dilakukannya... semua orang yang telah dibun uhn ya... dia tak bisa membunuh anak yang boleh dikatakan masih bayi? Sungguh mengheran kan... men gingat

"Kita cuma bisa mend uga," kata Du mbledore. "Kita mun gkin tak akan pernah tahu."

Profesor McG onagall men arik sehelai saputangan su tra dan men gusap mata di balik kacamatan ya. Du mbledo re men yedot hidun g keras sambil men gambil jam emas dari dalam sakun ya dan memandangn ya. Jam itu sudah sangat tu a. Jarumnya ada du a belas, tetapi tidak ada angkanya. Sebagai gantinya, planet- planct kecil bergerak men gitari tepinya. Tapi Du mbledo re pasti bisa men gartikannya, karen a dia mengembalikan jam itu ke saku nya dan berkata, “Hagrid terlambat. Kurasa dia yang memberitah umu bah wa aku akan ad a di sini, kan?"

"Ya," jawab Profeso r McG onagall. "Dan kurasa kau lulak akan memberitahuku kenapa kau sampai berada disini"

"Aku datan g un tuk men gantar Harry kepada bibi dan pamannya. Han ya merekalah keluarganya yang tinggal sekarang."

"Kau tidak—yang kaumaksu dkan tak mungkin uran g-orang yang tinggal di sini?" seru Profesor McG onagall seraya melompat berdiri dan menunjuk rumah nomo r empat. "Du mbledore—jangan . Aku sudah

mengamati mereka sepanjang hari. Takkan bisa kautemukan dua o rang yang sangat berbeda dari kita seperti mereka. Dan mereka punya anak— kulihat anak ini men endang-nend ang ibun ya sepanjan g jalan ini, men jerit-jerit minta permen . Harry Potter akan tinggal di sini?”

"Ini tempat paling baik un tu knya," kata Du mbledore tegas. "Bibi dan pamannya akan bisa men jelaskan segalanya kepadanya kalau dia sudah lebih besar. Aku su dah menu lis surat kepada mereka."

"Surat?" Profesor McG onagall men gulangi dengan lesu, kembali du duk di atas tembok. "Astaga, Dumbledore, kaupikir "Surat?" Profesor McG onagall men gulangi dengan lesu, kembali du duk di atas tembok. "Astaga, Dumbledore, kaupikir

"Justru itu," kata Dumbledore, memandang dengan sangat serius di atas len sa kacamatanya yang ber-bentu k bulan-separo. "Semua itu bisa membuat so mbong anak mana pun. Sudah terkenal sebelum dia bisa berjalan d an bicara! Terken al gara-gara sesuatu yang ingat pun dia tidak! Tak bisakah kaulihat, akan jauh lebih baik baginya jika dia dibesarkan jauh dari semua itu, sampai dia su dah siap menerimanya."

Profesor McG onagall membuka mulut, berubah pikiran, men elan ludah, dan kemud ian berkata, "Ya— ya, kau benar, tentu saja. Tetapi bagaimana anak itu bisa tiba di sini, Du mbledore?" Mend adak diamatinya jubah Du mbledore, seakan

mun gkin saja men yembunyikan an ak itu di balik jubahn ya.

dia mengira

Dumbledore

“Hagrid yan g akan mengantarn ya." “Kau pikir—bijaksan a mempercayakan hal sepenting ini

kepada Hagrid?" "Aku akan mempercayakan hidupku kepada Hagrid," kata

Du mbledore. "Aku tidak bermaksu d mengatakan hatinya tidak berad aa di

tempatnya yang ben ar," kata Profesor McG onagall men ggerun del, "tetapi kau tak bisa berpura-pura tak tahu dia cerobo h. Dia kan cenderun g...apa itu?"

Derum rendah memecah kesun yian di sekitar mereka. Derum itu makin lama makin keras sementara mereka memandan g ke uju ng jalan , mencari-cari lampu ken daraan. Bunyi itu membesar seperti raungan sementara mereka berdua mendon gak ke Derum rendah memecah kesun yian di sekitar mereka. Derum itu makin lama makin keras sementara mereka memandan g ke uju ng jalan , mencari-cari lampu ken daraan. Bunyi itu membesar seperti raungan sementara mereka berdua mendon gak ke

Sepeda motor besar itu masih belum apa-apa jika dibandingkan dengan laki-laki yang dud uk di atasnya, tingginya nyaris dua kali laki-laki dewasa dan lima kali lebih lebar. Besarn ya sungguh kelewatan , dan diaa begitu liar—rambut panjangnya yang hitam dan lebat kusu t dan jenggotn ya yang juga lebat menyem- bunyikan sebagian besar wajahn ya. Tan gannya sebesar tutup tempat sampah dan kakinya yang memakai sepatu bot kulit seperti lumba-lu mba kecil. Lengannya yang besar dan berotot memeluk bun gkusan selimut.

"H agrid," kata Du mbledo re lega. "Akhirnya. D an dari mana kaud apat sepeda motor itu ?"

"Pinjam, Profeso r Du mbledore” jawab si raksasa, sambil tu run dengan hati-h ati dari motor itu. "Sirius Black mud a pinjamkan padaku. Aku d apat dia, Sir."

"Tidak ada kesu litan , kan?" "Tidak, Sir—rumah nyaris h ancur, tapi aku berhasil ambil dia

sebelum para Mu ggle berdatangan. Dia tertidu r ketika kami terbang melewati Bristol."

Du mbledore dan Profesor McG on agall membun gkuk ke arah bun gkusan selimut. Di dalamnya ada seoran g bayi laki-laki, tertidur nyenyak. Di balik sejumput rambut h itam pekat di atas dahinya mereka bisa melihat luka berbentuk aneh," seperti sambaran kilat.

"Itukah...?" bisik Profeso r McGon agall. "Ya," kata Du mbledore. "Bekas lukanya tak akan hilang

selamanya." "Tak bisakah kau melakukan sesuatu , Dumbledo re?" "Kalaupun bisa, aku tak mau. Bekas luka kadang-kadang ada

gun anya. Aku send iri punya bekas luka di atas lutu t kiri yang gun anya. Aku send iri punya bekas luka di atas lutu t kiri yang

Du mbledore menggendon g Harry dan berbalik men uju rumah keluarga Dursley.

"Bo lehkah —bolehkah aku ucapkan selamat tinggal padanya, Sir?" tanya Hagrid.

Dia men undu kkan kepalanya yang besar berambut lebat dan memberi si bayi kecupan yang pastilah membuat gatal gara-gara gesekan kumisnya. Kemudian mendadak Hagrid melolon g seperti anjing yang terluka.

"Shhh!" desah Profeso r McG onagall. "Kau akan memban gun kan para Mu ggle!"

“Maaf-maaf," isak Hagrid, seraya mengeluarkan saputangan besar berbintik-bintik dan membenamkan wajahnya di dalamnya. "Tapi aku t-t-tak tah an—Lily dan James meninggal— dan kasihan H arry harus tinggal dengan Muggle..."

"Ya, ya, meman g san gat menyedihkan , tetapi ken dalikan dirimu, Hagrid. Kalau tidak, kita bisa ketahu an," bisik Profeso r McG onagall sambil membelai-belai lengan H agrid dengan amat hati-hati, sementara Dumbledore melangkahi tembok halaman yang rendah dan berjalan ke pintu depan. Dengan hati-hati di baringkan nya Harry di depan pintu. Diambilnya sehelai su rat dari dalam jubah nya dan diselipkannya di balik selimut Harry. Setelah itu dia kembali bergabu ng dengan du a orang lainn ya. Selama semen it penuh ketigan ya memand ang bungkusan kecil itu. Bah u H agrid berguncang, Profesor McG onagall berkali-kali men gejapkan matan ya, dan kilat yang biasanya ada di mata Du mbledore seakan telah padam.

"Nah ," kata Du mbledore akhirnya, "begitu lah. Tak ada gun anya lagi kita tinggal di sini. Lebih baik kita pergi dan ikut perayaan."

"Yeah," kata Hagrid sengau. "Aku akan kembalikan motor Sirius. Malam, Profeso r McG onagall... Profeso r Dumbledo re."

Sambil men yeka air matanya yang mengu cur terus dengan len gan jaketnya, Hagrid melompat ke atas motornya dan men starternya. Diiringi deruman, moto r itu terangkat ke angkasa dan meluncur dalam kegelapan malam.

"Kita akan segera bertemu lagi, Profesor McG onagall," kata Du mbledore sambil men gangguk kepadanya. Sebagai jawaban, Profesor M cG on agall membuan g ingus.

Du mbledore berbalik dan berjalan pergi. Di su du t dia berhenti dan mengeluarkan Pemadam-Lampu peraknya. Dijetreknya sekali, dan du a belas bola cahaya serentak melun cur men uju lampu-lampu jalanan, sehingga Privet Drive men dadak terang d an d ia bisa melihat seeko r kucing betina menyelinap ke su dut di uju ng jalan lainn ya. Dia juga masih bisa melihat bun gkusan selimut di depan pintu rumah n omor empat.

"Semoga semua baik, Harry," gumamn ya. Dia memu tar tu mitn ya dan den gan kebutan jubah nya, dia lenyap.

su ara pelan, "U ntuk Harry Potter—anak laki-laki yang bertahan hidu p!"

o)0o-dw-o0(o

Padah al Harry Potter masih di situ, saat ini sedang tidur, tapi tak akan lama lagi. Bibinya, Petun ia, su dah bangu n, dan su ara nyaringn yalah yang pertama memecah kesun yian pagi itu.

"Ban gun! Ban gun ! Cepat!" Harry terbangun dengan kaget. Bibinya men ggedo r pintu lagi.

"Ban guuun!" len gkingnya. Harry menden garnya melangkah men uju dapur, lalu bun yi wajan yang d ielakkan d i atas kompor. Harry bergu ling telentang lagi dan berusaha mengingat-ingat mimpinya yang terputus tadi. Mimpinya men yen angkan. Ada motor terbang. Dia merasa dia pernah mimpi yang sama sebelumnya.

Bibinya sud ah kembali berad a di depan pintu kamarnya. "Kau sudah bangun belum?" tuntutnya. "H ampir," jawab Harry. "Ayo, cepat. A ku mau kau yang men ggo ren g daging asap.

Jangan sampai gosong. Aku ingin segalan ya sempurna pada hari ulan g tahun Dud ley."

Harry men geluh. "Apa katamu?" "Tidak, tidak apa-apa..." Diulang tahun Dud ley—bagaimana mun gkin dia bisa lupa?

Dengan enggan Harry tu run dari tempat tidu r dan men cari-cari kaus kaki. Ditemukan nya sepasang di bawah tempat tidu r, dan setelah menarik labah-labah dari salah satu di antaranya, dipakainya kaus kaki itu. Harr y su dah terbiasa dengan labah- labah, karena lemari di bawah tangga pen uh labah-labah, dan di situ lah dia tidur.

Setelah berpakaian, dia pergi ke dapur. Meja dapur nyaris tersembunyi di bawah tu mpukan had iah untuk Dud ley. Tampaknya Du dley mendapatkan komputer baru yang diinginkan nya, belum lagi televisi baru, dan sepeda balap. Ken apa persisn ya Dudley ingin scpeda balap, su ngguh su atu misteri bagi Harry, karena Dudley gemuk dan benci olah raga— kecuali, tentu saja, bentuk olah raganya adalah men inju oran g lain. Kanton g-tinju favorit Du dley adalah Harry, tetapi Du dley Setelah berpakaian, dia pergi ke dapur. Meja dapur nyaris tersembunyi di bawah tu mpukan had iah untuk Dud ley. Tampaknya Du dley mendapatkan komputer baru yang diinginkan nya, belum lagi televisi baru, dan sepeda balap. Ken apa persisn ya Dudley ingin scpeda balap, su ngguh su atu misteri bagi Harry, karena Dudley gemuk dan benci olah raga— kecuali, tentu saja, bentuk olah raganya adalah men inju oran g lain. Kanton g-tinju favorit Du dley adalah Harry, tetapi Du dley

Mu ngkin ada hubu ngan nya dengan tinggal di dalam lemari yang gelap, tetapi Harry termasu k kecil dan kurus untuk umu rnya. Dia bahkan kelihatan lebih kecil dan lebih kurus d ari yang sesun gguhnya karen a semua pakaiann ya lungsuran Du dley, d an Dudley empat kali lebih besar daripadanya. Harry berwajah kurus, lututn ya meno njol, rambutn ya hitam, dan matan ya hijau cemerlang. Dia memakai kacamata bulat yang bingkainya dilekat dengan banyak selotip karen a seringn ya Du dley memukul hidungnya. Satu- satun ya yang disukai H arry pada penampilann ya adalah bekas luka tipis pada d ahinya yang berbentuk sambaran kilat. Sejauh yan g dia ingat, dari du lu bekas luka itu sudah ada dan pertan yaan pertama yang seingatnya dia tan yakan kepada Bibi Petun ia adalah bagaimana dia men dapatkan bekas luka itu .

"Dalam kecelakaan waktu oran gtu amu meninggal," katanya. "Dan jangan tanya-tanya lagi."

Jangan tan ya-tanya—itu peraturan pertama jika mau hidu p tenang bersama keluarga Dursley.

Paman Vernon masu k dapur ketika Harry sedan g membalik daging.

'Sisir rambutmu !" perintah nya, sebagai ucapan selamat paginya.

Sekali seminggu, Paman Vernon memand ang dari atas koran nya dan berteriak bahwa Harry haru s potong rambut. Harry pastilah su dah potong rambut lebih sering dibanding seluruh teman sekelasnya sekligus. Tetapi sama saja, rambutn ya tetap saja tu mbuh begitu—berantakan .

Harry sedan g men ggoreng telur ketika Dud ley mun cul di dapur dengan ibunya. Dudley mirip sekali dengan Paman Verno n. Wajahn ya lebar dan merah jambu, lehernya pendek, Harry sedan g men ggoreng telur ketika Dud ley mun cul di dapur dengan ibunya. Dudley mirip sekali dengan Paman Verno n. Wajahn ya lebar dan merah jambu, lehernya pendek,

Harry men aruh piring berisi daging dan telur ke atas meja. Ini su sah, karen a nyaris tak ada tempat. Dudley, sementara itu, men ghitung hadiahnya. Wajahnya langsung cemberut.

"Tiga puluh enam," katanya sambil memandan g ayah dan ibunya. "Kurang d ua dibanding tahun lalu."

'Sayan g, kau belum mengh itun g hadiah Bibi Marge, lihat, ini dia di bawah h adiah dari Mu mmy dan D add y."

"Baik, tiga puluh tu juh , kalau begitu," kata Du dley, yang wajahn ya sud ah merah. Harry yang sud ah bisa menduga kemarah an Dudley akan meledak, cepat-cepat mengunyah dagingn ya. Siapa tahu D udley akan menjungkirkan meja.

Bibi Petun ia rupanya men yadari datan gnya bahaya juga, karen a dia cepat-cepat berkata, "Dan kami akan membelikan un tukmu du a had iah lagi kalau kita jalan-jalan nanti. Bagaimana, Manis? D ua had iah tambah an. Oke, kan?"

Sejenak Dudley berpikir. Kelihatann ya susah baginya. Akhirnya dia berkata pelan-pelan, "Jadi aku akan punya tiga puluh... tiga puluh ..."

"Tiga puluh sembilan, anak pintar," kata Bibi Petunia. "O h." Dud ley dudu k dengan keras dan men jangkau

bun gkusan terdekat. "Baiklah." Paman Verno n tertawa. "Si kecil ini tak mau rugi, persis ayahn ya. Pintar kau,

Du dley!" Ia mengacak rambut Dudley.

Saat itu telepon berdering dan Bibi Petun ia men jawabnya sementara Harry dan Paman Vernon menonton Dudley membuka sepeda balap, kamera, pesawat terbang mainan yang dikendalikan remote control, enam belas permainan komputer, dan perekam video. Dia sedang merobek kertas pembun gkus arloji emas ketika Bibi Petunia mun cul kembali dengan wajah marah dan cemas.

"Kabar buruk, Verno n," katan ya. "Mrs Figg kakinya patah . Jadi tak bisa dititipi dia." Dia mengedikkan kepala ke arah Harry.

Mu lut Dud ley melon go ngeri, tetapi Harry senan g. Setiap tah un, pada hari ulan g tahun Dudley, orangtuanya mengajak Du dley dan seorang temannya jalan-jalan , ke taman hiburan, kios hambu rger, atau menon ton biosko p. Harry ditinggal, dititipkan pada Mrs Figg, wanita tua aneh yang tinggal dua jalan dari Pivet D rive. Harry benci tinggal di sana. Selu ruh rumahn ya bau kol dan Mrs Figg memaksanya melihat fo to-foto semua kucing yang pernah dimilikinya.

"Jadi bagaimana?" kata Bibi Petunia, meman dang Harry dengan berang, seakan Harry yang meren canakan sakitnya Mrs Figg. Harry tah u dia seharusnya kasihan Mrs Figg kakinya patah , tetapi dia mengingatkan dirinya bahwa baru setahu n lagi dia harus melihat foto Tibbles, Sn owy, Mr Paws, dan Tufty.

"Kita bisa men elepon Marge," Paman Vernon men yarankan . "Jangan n gaco, Vernon, dia kan benci anak itu." Keluarga Du rsley sering membicarakan Harry seperti inj

seakan anak ini tidak ada, atau lebih tepat lagi, seakan dia sesuatu yang sangat menjijikkan, seperti bekicot.

"Bagaimana kalau siapa-namanya-tuh, temanmu — Yvonne?" "Sedang, berlibur di Majorca," tukas Bibi Petu nia.

"Kalian bisa men inggalkan aku di sini," Harry men gusulkan penuh harap (dia akan bisa menonton acara yang disukainya di televisi dan mungkin bahkan mencoba ko mputer Dudley).

Bibi Petu nia kelihatan seperti tersedak telur. "Dan kalau kami pulang nanti rumah sudah han-cur?"

geramnya. "Aku tak akan meledakkan rumah," kata Harry, tetapi

mereka tidak memedulikannya. "Kurasa kita bisa membawan ya ke kebun binatan g," kata Bibi

Petu nia pelan, "... dan meninggalkann ya di mobil..." "Mo bil kita baru, dia tak boleh du duk sendirian..." Du dley

mulai men angis rneraun g-rau ng. Sebetu lnya sih d ia tidak betul- betul menan gis. Sud ah bertahu n-tahu n dia tidak menan gis. Tetapi dia tahu bahwa kalau dia mengerutkan mukan ya dan merau ng, ibunya akan mengabulkan semua yan g diinginkan nya.

"Dinky Duddydums, jangan menangis, Mu mmy tak akan membiarkannya merusak hari istimewamu !" Bibi Petun ia berseru sambil memeluk Dudley.

"Aku... tak... mau. .. dia... i-i-ikut!" Du dley menjerit d i antara isak pura-puran ya. "Dia se-selalu merusak acara!" Dia men yeringai jahat ke arah Harry dari celah len gan ibunya.

Saat itu bel pintu berbunyi. "Ya ampun, mereka sudah datang!" kata Bibi Petunia panik—dan sekejap kemudian sah abat Dudley, Piers Polkiss, masu k bersama ibunya. Piers anak kurus dengan wajah seperti tikus. Dia biasanya yang memegan gi lengan anak-anak d i belakang punggun g, sementara Du dley memuku li mereka. Du dley langsung berhenti berpura- pura menangis.

Setengah jam kemu dian , Harry yang tak mempercayai keberuntungann ya, dud uk di jok belakan g mobil bersama Piers dan Du dley, menuju ke kebun binatang untuk pertama kali Setengah jam kemu dian , Harry yang tak mempercayai keberuntungann ya, dud uk di jok belakan g mobil bersama Piers dan Du dley, menuju ke kebun binatang untuk pertama kali

"Kuperingatkan kau," katan ya, wajahnya yang lebar keu nguan dekat sekali dengan wajah H arry. "Kuperingatkan kau sekarang—kalau kau melakukan yang aneh-aneh sedikit saja— kau akan dikurung d i lemari itu sampai Natal."

"Aku tidak akan melakukan apa-apa," kata Harry, su ngguh..."

Tetapi Paman Vernon tidak percaya. Yang lain pun tidak. Su sahnya, hal-h al aneh sering terjadi di sekitar Harry dan tak

ada gunan ya memberitah u keluarga Dursley bahwa bukan dia yang menyebabkan h al-h al itu terjadi.

Pernah Bibi Petu nia yang su dah sebal melihat Harry pulang dari tu kang cukur tetapi rambutn ya kelihatan sama saja, men gambil gunting dapur dan memotong rambut H arry sampai pendek nyaris gun dul, kecuali poninya yang sengaja tidak dipotongn ya un tuk "menyembun yikan bekas luka yang men gerikan". Dud ley terbahak-bah ak menertawakan Harry sedangkan Harry send iri semalaman tak bisa tidur, membayan gkan bagaimana di sekolah keesokan harinya. Dia su dah selalu ditertawakan gara-gara pakaian yan g kebesaran dan kacamatan ya yang dilekat dengan selotip. Tapi paginya, ternyata rambutn ya sudah persis lagi dengan sebelum Bibi Petu nia mencuku rnya. Dia dikurung selama seminggu dalam lemarinya gara-gara ini, walaupun dia sudah mencoba men erangkan bahwa dia tidak bisa men jelaskan bagaimana rambutn ya bisa tu mbuh kembali secepat itu .

Pada kesempatan lain, Bibi Petun ia memaksanya memakai sweter tua Dud ley yang men jijikkan (cokelat dengan bulatan- bulatan hitam). Semakin Bibi Petunia memaksa men ariknya melewati kepala Harry, sweter itu semakin men gecil, sampai akhirnya cuma seukuran baju boneka tangan, dan jelas tak akan Pada kesempatan lain, Bibi Petun ia memaksanya memakai sweter tua Dud ley yang men jijikkan (cokelat dengan bulatan- bulatan hitam). Semakin Bibi Petunia memaksa men ariknya melewati kepala Harry, sweter itu semakin men gecil, sampai akhirnya cuma seukuran baju boneka tangan, dan jelas tak akan

Tetapi sebaliknya, dia mend apat kesu litan besar gara-gara ditemukan di atap dapur sekolah. Seperti biasa geng Dudley men gejar-n gejarnya, dan Harryl sama kagetnya dengan yang lain ketika tiba-tiba saja d ia sud ah d uduk di atas cerobong asap. Mr dan Mrs Dursley menerima su rat dari Ibu Kepala Sekolah yang sangat marah, karen a Harry telah meman jat-manjat bangu nan sekolah . Tetapi sebetu lnya yang dilakukan nya han yalah (seperti diteriakkann ya kepada Paman Vernon dari dalam lemarinya yang terkunci) melompati ke belakan g tempat sampah besar di luar pintu d apur. H arry menduga pastilah saat melompat itu dia terbawa angin ke atas.

Tetapi hari ini semua akan berjalan mulus. Bahkan dud uk bersama Dudley dan Piers pun diterimanya, asal dia bisa melewatkan hari bukan di sekolah , di dalam lemarinya, atau di ruan g tamu Mrs Figg yang bau kol.

Sementara men gemudi, Paman Verno n men geluh kepada Bibi Petu nia. Ho binya meman g mengeluh, oran g-o rang di kantorn ya, Harry, para wakil rakyat, Harry, bank, dan Harry han ya beberapa saja dari to pik favoritn ya. Hari ini sepeda motor.

“….ngebut seperti orang gila, preman-preman kurang kerjaan ," komentarnya ketika ada motor yang menyalip mereka.

“Aku pernah mimpi tentang motor," kata Harry yang tiba- tiba ingat mimpinya. "Moto rnya terbang."

Paman Verno n nyaris men abrak mobil di depannya. Dia berbalik di tempat du du knya dan berteriak kepada Harry, wajahn ya seperti bit raksasa yang berkumis. "MOTOR TIDAK TERBANG !" Dudley dan Piers cekikikan.

“Aku tah u motor tidak terbang," kata Harry. "Itukan cuma mimpi."

Tetapi Harry men yesal su dah ngo mong. Kalau ada hal lain yang dibenci keluarga Du rsley, itu adalah jika Harry menyebut- nyebut sesu atu yang tidak semestinya terjadi, tak peduli peristiwa itu cuma dalam mimpi atau bahkan film kartun. Ru panya mereka berpendapat ide-ide Harry berbahaya.

Hari Sabtu itu cerah sekali dan kebun binatang penu h dikun jungi keluarga-keluarga. Mr dan Mrs D ursley membelikan Du dley dan Piers es krim cokelat besar di pintu masu k, dan karen a si gad is penuh senyum di mobil es krim itu su dah telanjur menan yai Harry dia ingin es krim apa sebelum mereka sempat mengajak Harry pergi, mereka membelikannya es loli lemon yan g murah. Cuku p enak juga, pikir Harry yang menjilati es lolinya sembari menonton gorila yang men ggaruk-garuk kepalanya d an bertampang mirip Dudley, han ya saja rambutnya tidak pirang.

Belum pernah Harry segembira ini. Dia berhati- h ati, berjalan agak jauh dari keluarga Du rsley, agar Dudley dan Piers, yang men jelan g makan siang sudah mulai bosan dengan binatang- binatang, tidak kembali melakukan ho bi favo rit mereka, yaitu memu kulinya. Mereka makan di restoran kebun binatang dan ketika Dudley marah-marah karen a es krimnya kurang besar, Paman Vernon membelikannya porsi yang lebih besar dan Harry diizinkan men ghabiskan pesanan pertamanya.

Harry belakan gan merasa, bahwa seharusnya dia tahu , hal men yenan gkan seperti ini tak mungkin berlangsu ng terus.

Setelah makan siang mereka mengunjungi rumah reptil. Di dalam rumah reptil sejuk dan gelap, dengan jendela-jendela berlampu di sepanjang dindingnya. Di balik kaca, berjenis-jen is kadal dan ular merayap dan melata di atas poton gan-poto ngan kayu dan batu . Du dley dan Piers ingin melihat kobra besar beracun dan sanca raksasa yang bisa meremuk manusia. Dudley Setelah makan siang mereka mengunjungi rumah reptil. Di dalam rumah reptil sejuk dan gelap, dengan jendela-jendela berlampu di sepanjang dindingnya. Di balik kaca, berjenis-jen is kadal dan ular merayap dan melata di atas poton gan-poto ngan kayu dan batu . Du dley dan Piers ingin melihat kobra besar beracun dan sanca raksasa yang bisa meremuk manusia. Dudley

Du dley berdiri dengan hidung menempel di kaca, meman dang gulungan cokelat berkilat itu.

"Suruh dia bergerak," rengeknya pada ayahn ya. Paman Verno n mengetuk kaca, tetapi si ular diam saja.

"Ketuk lagi," Dudley menyu ruh. Paman Vernon mengetu k keras dengan buku-bu ku jarinya, tetapi si ular tetap saja tidu r.

"Sun gguh membosankan ," keluh D udley. Dia pergi. Harry gan ti bergerak ke dekat kaca dan memand ang si ular

lekat-lekat. Dia tak akan heran kalau si ular mati karen a bosannya. Tak ada teman selain oran g-o rang bodoh yang men getuk-n getu k kaca, men coba mengganggun ya sepanjan g hari. Ini lebih parah daripada men ggu nakan lemari sebagai kamar tidur, dengan satu-satu nya pengun jung adalah Bibi Petu nia

pintu untuk memban gun kann ya—paling tidak dia kan bisa ke bagian rumah yang lain.

yang

menggedor-gedor

Ular itu tiba-tiba membuka matan ya yang seperti manik- manik. Pelan, san gat pelan, ia mengangkat kepalanya sampai matan ya sejajar dengan mata H arry.

Mata itu mengedip. Harry terbelalak. Kemudian dia cepat-cepat memandan g

berkeliling un tu k memastikan tak ada yang melihat. Ternyata meman g tak ada. Dia kembali meman dang si ular dan balas men gedip juga.

Si ular men gedikkan kepala ke arah Paman Vernon dan Du dley, kemudian mendon gak ke langit-lan git. Pandangannya Si ular men gedikkan kepala ke arah Paman Vernon dan Du dley, kemudian mendon gak ke langit-lan git. Pandangannya

"Aku tah u," gumam Harry lewat kaca, meskipun Dia tak yakin si ular bisa men dengarnya. "Pastilah ?..ingat men yebalkan."

Si ular men gan gguk-angguk bersemangat. "Kau berasal dari mana sih?" tanya Harry. Ular itu men ggerakkan ekornya ke arah papan kecil di

sebelah kaca. Harry membaca tu lisann ya. Bo a Pembelit, Brasil. "Enakkah d i sana?" Si boa pembelit menunjuk dengan eko rnya ke papan lagi dan

Harry men eruskan membaca: Ular yang ada di sini dikembangbiakkan di kebun binatan g. "Oh, begitu— jadi, kau belum pernah ke Brasil?"

Saat si ular men ggelengkan kepala teriakan memekakkan telinga di belakang H arry membuat mereka berdu a terlonjak.

dengan cepat, meluncur di lantai. Para pengunju ng rumah reptil menjerit-jerit panik dan berlarian ke pintu keluar.

Saat si ular meluncur cepat melewatinya, Harry bersedia bersumpah dia menden gar suara desis pelan berkata, "Brasil, aku d atang segera... Trimsss, Amigo."

Si penjaga rumah reptil shock dan bengon g. "Tapi kacanya," katan ya terus-menerus, "ke man a kacanya?" Direktu r kebun binatang sendiri yan g membuatkan secangkir