PERAN GEOMORFOLOGI KEBENCANAAN DALAM PENGELOLAAN WILAYAH KEPESISIRAN DI INDONESIA - repository civitas UGM

"

PERANAN GEOMORFOLOGI KEBENCANAAN
DALAM PENGELOLAAN WILAYAH KEPESISIRAN
DI INDONESIA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada

Oleh:
Prof. Dr. rer. nat. Muh Aris Marfai, M.Sc.

PERANAN GEOMORFOLOGI
DALAM

KEBENCANAAN

PENGELOLAAN WILA YAH KEPESISIRAN

DI INDONESIA

UNIVERSIT AS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pad a Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar
Universitas Gadjah Mada
pad a tanggal22 Mei 2014
di Yogyakarta

Oleh:
Prof. Dr. rer. oat. Muh Aris Marfai, M.Sc.

Bism illahirrahmanirrah iim
Yang saya hormafi,
Kefua, Sekrefaris, dan Anggofa Majelis Wali Amanaf UGM,
Kefua, Sekrefaris, dan Anggofa Majelis Guru Besar UGM,

Kefua, Sekrefaris, dan Anggofa Senaf Akademik UGM,
Rekfor dan para Wakil Rekfor UGM,
Para dekan jakulfas, kefua lembaga dan pusaf sfudi di lingkungan
UGM,
Para dosen, fenaga kependidikan dan mahasiswa UGM, khususnya
. Fakultas Geografi,
Para undangan, tamu, feman sejawaf, hadirin sekalian dan segenap
sanak keluarga yang berbahagia,

Assalamu 'alaikum wa rahmafullahi wa barakafuh,
Pertama-tama perkenankan1ahsaya memanjatkan puji syukur ke
hadirat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang karena 1impahan
berkah dan rahmat-Nya1ah, pada hari ini saya dapat menyampaikan
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Bidang Geomorfo1ogi
Bencana pada Jurusan Geografi Lingkungan, Faku1tas Geografi,
Universitas Gadjah Mada. Saya menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Pemerintah Republik Indonesia yang te1ah memberikan
kepercayaan kepada saya, me1a1ui Petikan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 127948/A4.3/
KP/2013, dengan mengangkat saya menjadi Guru Besar sejak tangga1

31 Oktober 2013, pada usia 37 tahun.
Pada kesempatan yang sangat baik ini, saya menyan1paikan
terima kasih yang sebesar-besamya atas kehaqiran Bapakllbu seka1ian
dan kesediaannya untuk mengikuti upacara ini. Pada kesempatan ini,
dengan sega1a kerendahan hati saya akan menyampaikan pidato
dengan judu1:
Peranan Geomorfologi Kebencanaan dalam Pengelolaan
Wilayah Kepesisiran di Indonesia

2
Hadirin yang saya hormati,
Pidato ini akan membahas tentang geomorfologi terapan,
khususnya peranan geomorfologi dalam mendukung studi tentang
kebencanaan. Dalam pidato ini diuraikan pula tentang berbagai contoh
peranan geomorfologi
kebencanaan
dalam kaitannya dengan
pengelolaan wilayah kepesisiran di Indonesia.
Pilihan judul tersebut didasarkan pada beberapa alasan, yaitu:
pertama, Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai

beragam potensi bencana alamo Berbagai potensi bencana alam yang
terdapat di Indonesia antara lain berupa gempa bumi, tsunami, letusan
gunung api, banjir, kekeringan, angin ribut, longs or lahan, kebakaran
hutan, erosi, banjir pasang air laut, penurunan muka tanah (land
subsidence), erosi pantai, dan lain sebagainya. Indonesia sebagai
negara yang mempunyai ancaman multibencana perlu meningkatkan
kapasitas dan pengetahuan sumber daya manusia tentang studi
kebencanaan dari berbagai sudut pandang. Geomorfologi kebencanaan
merupakan salah satu pendekatan dalam studi kebencanaan.
Geomorfologi kebencanaan mengkaji aspek bentuk lahan, proses, dan
hasil proses fisik yang mempunyai potensi dan dapat menimbulkan
bencana.
Kedua, Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic
state) dengan jumlah pulau lebih dari 17 ribu dan panjang garis pantai
mencapai lebih dari 80.000 km. Sebagai negara kepulauan, Indonesia
mempunyai wilayah kepesisiran yang sangat luas dan strategjs.
Kawasan kepesisiran memiliki sumber daya yang beragam dan
merupakan wilayah yang sangat dinamis dengan peruntukan lahan
yang beragam (multiuse purposes). Namun demikian ancaman
bencana di kawasan kepesisiran juga besar sehingga perencanaan

pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu, tennasuk di dalamnya
mempertimbangkan aspek kebencanaan, mutlak dilakukan. Pendekatan geomorfologi bencana dapat memberikan kontribusi dalam rangka
pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu.

3
Studi Geomorfologi dan Geomorfologi Kebencanaan
Hadirin yang saya hormati,
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari dan menginterpretasikan bentuk lahan di pennukaan bumi beserta proses-proses
yang membentuk dan memodifikasi bentuk lahan (Panizza, 1996;
Huggett, 2011). Kajian bentuk lahan dalam geomorfologi tidak
terbatas pada daratan, tetapi juga di bawah pennukaan laut
(Verstappen, 1983), bahkan Goudie (2004) dan Huggett (2011)
l.nenjelaskan bahwa kajian geomorfologi telah berkembang sampai
dengan kajian tentang planet-planet, bulan, dan sistem tata surya kita.
Cooke dan Doornkamp (1974) menjelaskan bahwa hal yang dikaji
geomorfologi dari bentuk lahan meliputi sifat alami bentuk lahan,
genesis bentuk lahan, proses perkembangan bentuk lahan dan
komposisi material yang menyusun bentuk lahan.
Verstappen (1983) menyatakan bahwa kaj ian geomorfologi
meliputi 4 aspek, yaitu; pertama, aspek kajian geomorfologi yang

memberikan penekanan dan fokus pada bentuk lahan aktual (geomorfologi statis/static geomorphology); kedua, aspek kajian geomorfologi yang lebih menitikberatkan pada pengamatan dan analisis
proses dan perkembangan betuk lahan dalam jangka pendek (geomorfologi dinamikla:vnamic geomorphology); ketiga, aspek kajian geomorfologi yang mempelajari perkembangan bentuk lahan dalam
jangka panjang atau dalam kurun waktu geologi (geomorfologi asal
proses/genetic geomOlphology); dan keempat, aspek kajian geomorfologi yang menekankan pada hubungan antara geomorfologi dengan
ekologi bentang lahan dan elemcn-eleman lain dalam lingkungan
(geomorfologi lingkungan/ em'ironmental geomorphology).
Kajian geomorfologi dapat digunakan untuk melakukan analisis
kerawanan terhadap bencana tertentu di suatu wilayah. Verstappen
(1995) menyatakan bahwa studi geomorfologi dapat diterapkan ke
dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu: pertama, studi geomorfologi yang
diterapkan pada studi lingkungan (environmental study), yaitu terapan
yang mencakup kajian tentang hubungan antara bentuk lahan dengan
aspek-aspek batuan, tanah, dan air, atau unsur penyusun lingkungan

4
lain secara menyeluruh; kedua, studi geomorfologi yang diterapkan
untuK melihat dan mengkaji dampak kegiatan manusia terhadap
lingkungan (study of human impact on environment), yaitu terapan
yang mengkaji dampak serta keterkaitan dari aktivitas manusia
terhadap lingkungan atau bentuk lahan; serta ketiga, studi geomorfologi yang diterapkan dalam studi bahaya lingkungan terhadap

masyarakat (study on environmental hazards for society). Studi
tentang bahaya lingkungan merupakan terapan geomorfologi yang
mengkaji tentang bahaya pada masa yang akan datang ataupun terkait
dengan bencana pada masa lampau yang pernah terjadi (Gorum dkk.
2008). Selain itu, Panizza (1996) dan Goudie (2004) juga mengungkapkan bahwa kajian tentang geomorfologi lingkungan dapat
dibagi menjadi dua subpokok kajian, yaitu kajian geomorfologi untuk
analisis sumber daya dan kajian geomorfologi untuk kebencanaan.

J/adirin yang saya hormati,
Geomorfologi memiliki kaitan dengan bahaya alami atau dalam
istilah geomorfologi disebut sebagai bahaya geomorfik (geomorphological hazard) (Gares et al., 1994, dan Rosenfeld, 1994).
Tenninologi bahaya alami dapat didefinisikan sebagai kondisi alam
yang ekstrem dan dapat mengancam kehidupan manusia serta dapat
menimbulkan kerusakan terhadap harta benda (Goudie, 2004). Bahaya
alami dapat berubah menjadi bencana alam apabila bahaya tersebut
terjadi dan memberikan dampak negatif terhadap manusia dab.
lingkungannya, baik berupa gangguan aktivitas manusia, gangguan
pada lingkungan, kerusakan, kehilangan harta benda dan jiwa
manusia. Selain itu, bahaya geomorfik akan memiliki pengaruh pada
perubahan bentuk lahan karena kestabilan geomorfiknya terganggu.

Pengetahuan mengenai geomorfologi, baik bentuk lahan maupun
proses yang terjadi di dalamnya sangat penting dalam penyusunan
zonasi bahaya (Verstappen, 1988; Crozier, 2010). Oleh karena itu,
melakukan identifikasi dan analisis proses geomorfik yang
menimbulkan bahaya, identifikasi dan analisis kondisi bentuk lahan,
dan identifikasi dan analisis material di pennukaan yang potensial
terkena bahaya merupakan kompetensi seorang ahli geomorfologi

5
bencana. Identifikasi dan analisis tersebut dapat dilakukan mel£\lui
pemetaan dan pemodelan. Selain itu, seorang ahli geomorfologi juga
dituntut untuk mampu memberikan ilustrasi dan penjelasan dari faktor
antropogenik, berupa pengaruh manusia terhadap kondisi alam yang
dapat meningkatkan potensi bahaya alam tersebut.
Hadirin yang saya harmati,
Aktivitas manusia modern memengaruhi perubahan lingkungan
dan penggunaan lahan. Perubahan lingkungan dan penggunaan lahan
tersebut dapat berdampak signifikan terhadap terjadinya deforestasi,
desertifikasi (penggurunan), degradasi lahan, polusi udara dan air, dan
menimbulkan potensi bencana alamo Alcantara-Ayala dan Goudie

(2010) menyebutkan bahwa dampak dari aktivitas manusia mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya bahaya geomorfologi,
seperti banjir, longsor lahan, erosi, penurunan muka tanah, kekeringan, dan lain sebagainya. Studi geomorfologi kebencanaan tidak hanya
memahami berbagai bentuk lahan yang rawan menimbulkan potensi
bencana dan proses-proses geomorfologi yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Studi geomorfologi kebencanaan juga meliputi analisis
terhadap berbagai dinamika dan perubahan akibat aktivitas manusia
yang berpotensi menimbulkan dinamika dan proses geomorfologi,
berpotensi menimbulkan perubahan pada bentuk lahan, dan berpotensi
menimbulkan bencana.
Selain itu, studi geomorfologi kebencanaan juga meliputi
berbagai kegiatan pemetaan dan pemodelan kenampakan bentuk lahan
serta pemodelan proses-proses geomorfologi yang ada di pennukaan
bumi yang berpotensi menimbulkan bencana dan berdampak pada
aspek kehidupan manusia. Dengan demikian, secara lebih jauh ahli
geomorfologi bencana akan menjadi semakin terlibat lebih luas
dengan dimensi-dimensi keilmuan yang lain, seperti teknologi
pemetaan, pemodelan dan bahkan dengan ilmu-ilmu sosiaI. Ahli
geomorfologi bencana dituntut untuk mampu memberikan peran dan
kontribusi dalam pemecahan masalah Iingkungan dan soslal melalui
analisis kerentanan, penilaian bahaya, dan risiko dalam rangka
manajemen kebencanaan.


6
Dinamika Wilayah Kepesisiran
Hadirin yang saya hormati,
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah
kepesisiran yang luas. Sebagian wilayah kepesisiran di Indonesia
mempunyai multifungsi pemanfaatan lahan yang menyebabkan
wilayah kepesisiran menjadi wilayah yang sangat dinamis. Multifungsi pemanfaatan lahan tersebut . di antaranya sebagai kawasan
pariwisata, pennukiman, industri, aktivitas pertanian, dan konservasi.
Wilayah kepesisiran mempunyai potensi kerusakan lingkungan dan
ancaman bencana yang tinggi. Potensi kerusakan lingkungan dan
ancaman bencana di kawasan kepesisiran dapat timbul antara lain
disebabkan oleh: pertama, pemanfaatan multifungsi suatu wilayah
kepesisiran yang melebihi kapasitas daya dukung wilayah; kedua,
karakteristik geomorfologi suatu wilayah kepesisiran yang dapat
mehputi aspek morfologi, bentuk lahan, dan proses-proses geomorfologi; ketiga, faktor letak atau posisi suatu wilayah kepesisiran;
dan lain sebagainya. Dengan demikian, pengelolaan wilayah
kepesisiran secara terpadu, dengan memperhatikan aspek sumber daya
dan aspek kebencanaan, menjadi suatu kebutuhan yang mutlak dalam
rangka pengelolaan sumber daya wilayah kepesisiran, serta untuk

kemanfaatan yang maksimal dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan.
Cincin-Sain dan Knecht (I 998) menyebutkan bahwa.
pengelolaan wilayah kepesisiran terpadu merupakan sebuah proses
yang terus-menerus dan dinamis yang mampu menghannoniskan
berbagai kepentingan stakeholder, kepentingan ilmiah, dan
pengelolaan pembangunan. Pengelolaan wilayah kepesisiran terpadu
dilakukan untuk menyusun dan mengimplementasikan suatu rencana
terpadu, untuk memanfaatkan sekaligus melindungi ekosistem dan
sumber daya wilayah kepesisiran untuk kemakmuran manusia secara
adil dan berkelanjutan.
Lingkup pengelolaan wilayah kepesisiran terpadu salah satunya
adalah mempertimbangkan aspek bahaya dan bencana alam yang
terdapat di wilayah kepesisiran. Berbagai macam bencana alam yang

7
terjadi di wilayah kepesisiran antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
banjir, banjir genangan pasang air laut (rob), badai, penurunan muka
tanah (land subsidence), dan erosi pantai. Berbagai kejadian bene ana
alam tersebut mempunyai dampak terhadap lingkungan di wilayah
kepesisiran, menimbulkan potensi kerusakan dan dapat menimbulkan
gangguan pada aktivitas sehari-hari masyarakat lokal di sekitamya.
Data dan infonnasi tentang proses, persebaran, mekanisme, dan
besaran suatu beneana di wilayah kepesisiran dapat dipelajari melalui
pendekatan geomorfologi, yang disebut dengan studi geomorfologi
kebeneanaan. Geomorfologi digunakan untuk mempelajari karakteris-

. tik fisik wilayah kepesisiran, baik berupa morfologi dan morfometri
maupun proses-proses fisik yang terjadi di suatu wilayah kepesisiran
tersebut. Dengan demikian, geomorfologi kebeneanaan merupakan
salah satu aspek penting dalam kajian pereneanaan dan pengelolaan
wilayah kepesisiran seeara terpadu.
Hadirin yang saya hormati,
Potensi aneaman beneana sebagai bagian dari dinamika .dan
proses fisik di wilayah kepesisiran yang akan dibahas selanjutnya
dalam paparan ini dibatasi pada aneaman penurunan muka tanah,
aneaman banjir pasang air laut, dan aneaman erosi pantai.
Kawasan kota-kota besar di Indonesia sebagian besar terletak di
wilayah kepesisiran, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dan
Makasar. Kawasan kota-kota di wilayah kepesisiran tersebut memiliki
aneaman kejadian beneana alam berupa penurunan muka tanah.
Penurunan muka tanah di kawasan kota pesisir seperti Jakarta dan
Semarang dapat disebabkan oleh: pertama, pengambilan air tanah
yang berlebihan untuk pemenuhan kebutuhan industri dan
pennukiman. Pengambilan air tanah yang berlebihan akan
mengakibatkan berkurangnya air di antara partikel tanah/pori-pori
tanah. Air tanah yang tersimpan dalam pori-pori tanah tersebut akan
berkurang sehingga terjadi penyusutan lapisan tanah dan akibatnya
terjadi amblesan tanah di pennukaan; kedua, proses alami dari
kompaksi material sedimen wilayah kepesisiran yang masih
berlangsung, di mana pada umumnya material deposit tersebut masih

8
berumur muda (recent sediment deposit); dan ketiga, beban bangunan
yang semakin berat di atas pennukaan tanah tersebut, yang dapat
terjadi karena bertambahnya bangunan gedung, pabrik, industri, dan
lain sebagainya. Penurunan muka tanah mempunyai persebaran yang
tidak homogen untuk seluruh wilayah kepesisiran. Beberapa area akan
mempunyai laju penurunan yang lebih cepat dibandingkan area
lainnya. Area dengan penurunan muka tanah yang lebih cepat
biasanya membentuk morfologi pennukaan berupa cekungan (cone of
subsidence). Cekungan penurunan muka tanah tersebut dapat dilihat
dari data model elevasi digital (digital elevation model) atau dari pola
garis kontumya.
Dampak dari penurunan muka tanah antara lain teIjadinya
kerusakan pada infrastruktur dan bangunan, meluasnya genangan
banjir pasang di wilayah kepesisiran, dan aktivitas perekonomian yang
terganggu (Marfai dkk., 2008b). Kerusakan pada infrastruktur
meliputi kerusakan jalan, rei kereta api, pipa air minum, dan lain
sebagainya. Kerusakan pada bangunan meliputi kerusakan struktur
bangunan seperti dinding, fondasi dan lantai bangunan (Marfai dan
King, 2007; Marfai dan King, 2008a; Marfai dan King, 2008b; dan
Marfai dkk., 2008a).
Banjir genangan pasang air laut atau banjir rob yang terjadi di
kota-kota besar di Indonesia, dapat disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain pertama, perubahan penggunaan lahan wilayah
kepesisiran, dari daerah rawa dan budi daya tambak menjadi lahan
terbangun, baik berupa perumahan maupun pabrik dan kawasan
industri. Penggunaan lahan rawa dan budi daya tambak di wilayah
kepesisiran biasanya berada pada satuan geomorfik bentuk lahan
rataan lumpur, rawa belakang (backswamp), beting gisik (beach
ridge), dan dataran jluviomarine. Rawa dan tambak yang dulunya
dapat digunakan sebagai tempat penampungan air (water parking
area) pada saat terjadi pasang air laut, saat ini telah banyak berubah
menjadi bangunan perumahan padat penduduk dan kawasan industri.
Dengan demikian pada saat terjadi air 'pasang, bangunan perumahan
dan kawasan industri tersebut akan tergenang air laut atau terkena
banjir rob. Kedua, banjir rob juga dapat disebabkan oleh meluasnya
areal penurunan muka tanah sehingga banyak daerah yang menjadi

9
lebih rendah dari ketinggian air pasang. Dengan demikian, pada saat
terjadi pasang, daerah-daerah yang mengalami penurunan muka tanah
tersebut akan tergenang. Fenomena meluasnya penurunan muka tanah
yang mengakibatkan air laut menggenangi daratan tersebut dikenal
juga sebagai kenaikan relatif muka air laut akibat permukaan tanah
yang turun (relative sea level rise).
Adanya kenaikan muka air laut akibat pemanasan global pada
masa yang akan datang, diprediksi dapat memberikan kontribusi pada
meluasnya banjir genangan pasang air laut (Marfai dan King, 2008a).
Nicholls dan Mimura (1998) mengemukakan bahwa dengan skenario
°kenaikan muka air laut 100 em akan mengakibatkan genangan
pennanen dan kehilangan beberapa wilayah pesisir. Beberapa negara
Eropa seperti Belanda akan kehilangan 2.165 km2 wilayah pesisir dan
dataran rendah atau sekitar 6,7% dari total wilayah Belanda. Wilayah
pesisir dan dataran rendah di Jennan akan tergenang pennanen seluas
13.900 km2 atau sekitar 3,9% dari total wilayahnya. Negara Polandia
akan kehilangan wilayah pesisir dan dataran rendah seluas 1.700 km2
atau sekitar 0,5% dari total wilayahnya. Di negara-negara Afrika,
seperti Sinegal, Nigeria, dan Benin dengan skenario 100 em kenaikan
muka air laut akibat pemanasan global akan kehilangan masingmasing 6.000 km2, 18.000 km2, dan 230 km2 wilayah pesisir dan
dataran rendahnya. Sedangkan di Asia dengan skenario 100 em,
wilayah pesisir dan dataran rendah di Bangladesh akan tergenang
dengan total 29.846 km2 atau lebih kurang 20,7 dari total wilayah
negaranya. Sementara Vietnam akan kehilangan seluas 40.000 km2
wilayah pesisir atau sekitar 12,1% dari total luas wilayah dan
Indonesia dengan skenario 60 em akan kehilangan wilayah pesisir dan
dataran rendah akibat tergenang pennanen sebesar 34.000 km2 atau
sekitar 1,9% dari total wilayah Indonesia. Wilayah yang tergenang
pennanen meliputi pula kota-kota besar yang berada di wilayah
pesisir. Sementara itu, kajian prediksi kenaikan muka air laut akibat
pemanasan global di Indonesia belum seeara intensif dilakukan
dengan menggunakan data seri dalam kurun waktu yang panjang,
yang dapat membuktikan adanya kenaikan muka air laut akibat
pemanasan global.

10
Hampir seluruh kota di wilayah kepesisiran utara Pulau Jawa,
seperti Jakarta, Tegal, Pekalongan, Kendal, Semarang, dan Oemak
mengalami kerugian sebagai akibat dari banjir genangan pasang air
laut. Dampak dari banjir genangan pasang air laut antara lain berupa
kerusakan bangunan, harta benda, dan infrastruktur. Kerusakan
bangunan biasanya terjadi pada fondasi, lantai, dan dinding bangunan,
di mana unsur-unsur bangunan tersebut tergenang oleh air laut yang
mengandung garam yang menimbulkan kerusakan pada material
bangunan. Kerusakan pada harta benda berupa rusaknya, lemari,
tempat tidur, meja, kursi, dan lain sebagainya yang tergenang setiap
saat ketika terjadi banjir genangan pasang air laut. Kerusakan
infrastruktur terlihat pada kerusakan jalan, jembatan, pilar jalan tol,
dan lain sebagainya. Oampak dari banjir genangan pasang air lautjuga
dapat berupa terganggunya produktivitas pertanian di wilayah
kepesisiran. Aktivitas pertanian yang terganggu biasanya berupa
tambak udang, tambak bandeng, lahan sawah dan tegalan. Selain itu,
banjir genangan pasang air laut juga berdampak pada gangguan
kesehatan, gangguan ekologi lingkungan (berupa kerusakan
mangrove), dan terganggunya kegiatan perekonomian dan aktivitas
masyarakat sehari-hari (Marfai, dan King, 2008e; Marfai, dkk, 2008b;
Ward. dkk., 2011; dan Marfai,2011a).
Hadirin yang saya hormati,
Oinamika wilayah kepesisiran juga dapat berupa terjadinya
proses erosi pantai. Erosi pantai terjadi antara lain disebabkan oleh:
pertama, perubahan pola arus. Perubahan pola arus dapat terjadi
karena adanya reklamasi (seperti pembangunan pelabuhan) dan/atau
bangunan yang menjorok ke laut (tennasuk bangunan penahan
gelombang dan bangunan tegak lurus pantai seperti groin, jetty, dan
lain sebagainya), sehingga mengakibatkan terjadinya dinamika pola
arus. Arus tersebut dapat mengerosi sedimen dasar dan mengaduknya
menjadi material tersuspensi, yang selanjutnya terbawa arus dan
dipindahkan ke tempat lain; kedua, ketinggian muka air laut yang
berubah-ubah seeara dinamis. Perubahan ketinggian muka air dapat
terjadi karena pengaruh angin yang menimbulkan gelombang,

II
aktivitas pasang surut, dan kenaikan muka air laut karena pemanasan
global; dan ketiga, adanya dinamika di kawasan pantai seperti
menyusutnya luasan mangrove, aktivitas penambangan pasir pantai,
dan aktivitas dinamis lainnya yang dapat menimbulkan erosi dan
mengganggu stabilitas garis pantai. Selain itu, erosi juga dapat terjadi
karena berkurangnya suplai material sedimen dari hulu sungai di
atasnya. Pasokan sedimen yang berkurang menyebabkan pantai,
terutama di muara sungai, akan mengalami dinamika dan menemukan
keseimbangannya yang baru (dalam geomorfologi disebut sebagai
dynamic equilibrium) berupa perubahan garis pantai. Berkurangnya
suptai material sedimen dari hulu dapat disebabkan salah satunya
adalah adanya pembangunan dam di bagian hulu.
Proses erosi di antaranya terjadi di pantai utara Pulau Jawa,
yaitu di pantai Tegal, Semarang, dan Oemak. Erosi di pantai Tegal
telah mengubah garis pantai secara dinamis, terutama dalam kurun
waktu antara tahun 1944-2005. Akibat erosi, garis pantai telah
bergeser ke arah daratan di mana jarak terjauh mencapai 250 meter
dan telah mengakibatkan kehilangan lahan seluas 2.910 hektar lebih
serta mengakibatkan hilangnya ekosistem mangrove (Marfai, 20 II b).
Hasil penelitian Marfai dkk. (2008a) tentang analisis perubahan
garis pantai di pantai Semarang dengan kurun waktu 95 tahun, yaitu
semenjak 1908 sampai dengan 2003 memperlihatkan bahwa dinamika
erosi dan sedimentasi di pantai Semarang sangat tinggi. Oalam kurun
waktu antara tahun 1908-1937 dan tahun 1937-1972 secara umum
dinamika perubahan garis pantai didominasi oleh proses geomorfologi
berupa sedimentasi, meskipun pada beberapa bagian kecil ditemukan
juga erosi. Sedimentasi telah menimbulkan penambahan daratan
sejauh 265 m pada kurun waktu tahun 1908-1937 dan sejauh 527 m
pada tahun 1937-1972. Tambahan daratan tersebut bersifat tidak
pennanen, karena pada kurun waktu berikutnya terjadi erosi yang
intensif. Erosi tersebut mengakibatkan hilangnya daratan. Erosi paling
besar terjadi pada tahun 1972-1992 di mana erosi terjadi sejauh 500 m
ke arah daratan.
Sementara itu, di pantai Oemak erosi pantai sudah terjadi sejak
lama dan diprediksi semakin intensif terjadi sejak tahun 1987,
bertepatan dengan pengembangan Pelabuhan Tanjung Mas dan

12
pembangunan kawasan Teluk Marina di Semarang. Pembangunan
pelabuhan dan kawasan Teluk Marina dilakukan dengan proses
reklamasi pantai yang mengakibatkan terjadinya perubahan pola arus
dan arus susur pantai. Arus pantai yang menuju ke pantai Oemak lebih
kuat dan lebih intensif sehingga erosi pantai menjadi lebih besar.
Oaerah terdampak paling parah dari erosi ini adalah Kecamatan
Sayung, Demak. Tahun 1999 erosi di pantai Oemak semakin besar
yang mengakibatkan rumah-rumah di wilayah pesisir menjadi rusak.
Tahun 2000 dilakukan evakuasi terhadap lebih dari 208 rumah tangga
di Desa Tambaksari, Kecamatan Sayung, dikarenakan desa Tambaksari tenggelam akibat erosi pantai yang sangat masif dan intensif
(Marfai, 20l2a). Selain mengakibatkan hilangnya daratan, erosi pantai
juga dapat menimbulkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur,
hilangnya wilayah pennukiman, ekosistem mangrove, persawahan,
dan budi daya tambak serta memengaruhi kondisi sosial ekonomi
masyarakat di wilayah tersebut (Marfai dkk., 2008c; Marfai, 2012).
Pemodelan dalam Studi
Wilayah Kepesisiran

Geomorfologi

Kebencanaan

untuk

Hadirin yang saya hormati,
Kemajuan teknologi Sistem Infonnasi Geografis (SIG) dan
pengindraan
jauh
(PJ) telah memudahkan
analisis bidang
geomorfologi
kebencanaan
sehingga
kajian
terkait
dengan
geomorfologi kebencanaan dapat berkembang lebih cepat. Integrasi
teknologi SIG dan data PJ dapat digunakan untuk melakukan
pemetaan dan pemodelan dalam studi geomorfologi kebencanaan.
Pemodelan dalam studi geomorfologi kebencanaan adalah suatu
proses untuk mengorganisir memfonnulasikan, dan/atau menampilkan
suatu data atau infonnasi geomorfologi dalam kaitannya dengan studi
kebencanaan sehingga menjadi suatu dataset digital yang berguna dan
infonnatif. Pemodelan dalam geomorfologi kebencanaan salah
satunya dapat dibangun dengan menggunakan teknologi SIG.
Pemodelan dalam studi geomorfologi kebencanaan menggunakan
teknologi SIG dapat dilakukan dengan teknologi berbasis vektor

13
maupun raster. Teknologi SIG berbasis vektor dapat digunakan dalam
membantu melakukan pemodelan zonasi rawan bencana melalui
proses superimpose dari berbagai masukan data spasial. Teknologi
SlG berbasis raster dapat dilakukan untuk analisis morfologi dan
morfometri terkait dengan bentuk lahan dan proses geomorfologi.
Analisis spasial dalam SlG yang diimplementasikan pada data
model elevasi digital (digital elevation mode!) dapat membantu untuk
membangun model spasial penurunan muka tanah. Data rata-rata
penurunan tanah yang diperoleh dari data seri (time series data)
pengukuran lapangan dan benchmark data dapat diintegrasikan
de'ngan data model elevasi digital (OEM). Hal ini dapat dilakukan
dengan operasi algorithmfunction dalam SIG berbasis raster. Dengan
mengetahui laju penurunan muka tanah maka dapat dibangun prediksi
model elevasi digital untuk masa yang akan datang dengan
menggunakan asumsi laju penurunan tanah mempunyai model linier.
Dengan demikian, mikromorfologi dan morfometri pennukaan tanah
dapat divisualisasikan dan dimodelkan, untuk kemudian dilakukan
analisis potensi bahaya dan analisis perhitungan risiko pada suatu
daerah yang rriengalamipenurunan muka tanah tersebut di masa yang
akan datang.
Pemodelan banjir genangan pasang air laut berbasis raster
dengan operasi ketetanggaan multipiksel (neighborhood operation),
telah banyak membantu dalam kajian dampak dan perhitungan risiko
bencana banjir genangan pasang air laut. Salah satu fungsi dalam
operasi ketetanggaan multipiksel adalah pembuatan model dengan
menggunakan metode perhitungan secara berulang (iteration mode!).
Perhitungan model tersebut dilakukan dengan berdasarkan skenario
pasang tertinggi air laut dengan menggunakan fonnulasi dari
algorithm function yang diimplementasikan pada data model elevasi
digital. Fonnulasi alogrithmfunction pada operasi SIG berbasis raster
ini memfasilitasi perhitungan berdasarkan kernel window (biasanya
3 x 3 piksel) yang diterapkan pada seluruh piksel peta raster. Model
banjir genangan yang dihasilkan dapat digunakan untuk
memperhitungkan estimasi luasan terdampak pada berbagai
penggunaan lahan di wilayah kepesisiran. Estimasi risiko dan
kerugian dapat dilakukan dengan proses superimpose model genangan

14
dengan peta penggunaan lahan. Selain itu, melalui model yang
diperoleh dapat dikalkulasi besamya kerugian yang diderita pada
berbagai skenario ketinggian banjir genangan pasang air laut dengan
menggunakan perhitungan nilai pasar pada setiap aset yang terdampak
(Marfai dan King, 2008a; Marfai, 2012b, dan Marfai, 2013).
Pemodelan deteksi perubahan garis pantai dapat dilakukan
dengan pengolahan citra pengindraan jauh menggunakan teknologi
SIG. Pemodelan perubahan garis pantai dapat dilakukan dengan
menggunakan input geodata yang homogen (homogeneous geodataset) atau dengan menggunakan input geodata yang heterogen
(heterogeneous geo-dataset). Input data dari citra satelit yang sarna
atau mempunyai resolusi sarna secara berkala (homogeneous time
series data) sangat memudahkan untuk analisis hasil proses
geomorfologi berupa perubahan garis pantai. Namun demikian,
biasanya bagi negara-negara berkembang, tennasuk Indonesia, untuk
meL1dapatkan data time series yang homogen mengalami banyak
kendala, apalagi geodata yang homogen dalam kurun waktu yang
panjang, semisal 100 tahunan. Untuk mengatasi pennasalahan
tersebut, analisis data heterogen (multi-data spatial analysis) dengan
menggunakan beberapa citra satelit yang berbeda dapat pula dilakukan
dengan mempertimbangkan
batas-batas te11entu, seperti resolusi
spasial dan skala analisis.
Menurut Annenakis (2003), analisis dan monitoring perubahan
garis pantai dengan menggunakan geodata yang homogen dapat
dilakukan pada level domain data atau disebut dengan pre-'
classification comparison. Sedangkan analisis dan monitoring
perubahan garis pantai dengan menggunakan geodata yang heterogen
dapat dilakukan setelah data selesai diproses secara individual.
Pendekatan ini disebut dengan post-class(fication comparison di mana
analisis dilakukan pada level domain infonnasi.
Lebih jauh, analisis histogram (hystogram analysis) pada nilai
digital citra satelit (digital number value) dan operasi masking
(masking operation) juga dapat digunakan untuk deteksi proses
geomorfologi (erosi-sedimentasi) dan hasil proses geomorfologi
berupa perubahan garis pantai (Marfai dkk., 2008a). Proses semiotomasi operasi masking dapat dilakukan untuk merekayasa nilai

15
digital dari piksel untuk melihat dengan jelas batas garis pantai pada
citra satelit. Dengan membandingkan hasil operasi masking pada
setiap data citra satelit multitahun maka dapat dilakukan monitoring
perubahan dan dinamika garis pantai yang terjadi.
Hadirin yang saya hormati,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa geomorfologi
kebencanaan, sebagai bagian dari geomorfologi terapan, mengkaji
tentang bentuk lahan dan proses geomorfologi dalam kaitannya
dengan aspek bahaya dan bencana alamoGeomorfologi kebencanaan
dapat digunakan untuk membantu pemecahan masalah kebencanaan
dan memberikan kontribusi terhadap kegiatan manajemen kebencanaan di Indonesia. Wilayah kepesisiran yang sangat dinamis, selain
mempunyai potensi sumber daya yang tinggi juga mempunyai
berbagai ancaman potensi bencana alamoGeomorfologi kebencanaan
dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam melakukan
kajian pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu. Kontribusi
geomorfologi kebencanaan dalam pengelolaan wilayah kepesisiran
tersebut dilakukan melalui analisis, pemetaan dan pemodelan dari
bentuk lahan dan proses geomorfologi. Analisis, pemetaan, dan
pemodelan tersebut dapat berupa perhitungan kerentanan, analisis
bahaya, penilaian risiko, distribusi secara spasial tingkat potensi
bencana, dan pemantauan proses geomorfik (seperti penurunan muka
tanah, banjir pasang air laut, dan erosi). Teknologi SIG dan Pl dapat
dimanfaatkan sebagai alat untuk membantu melakukan analisis,
pemetaan, dan pemodelan dalam studi geomorfologi kebencanaan di
wilayah kepesisiran.
Hadirin yang saya hormati,
Sampailah saya sekarang pada akhir pidato pengukuhan saya
sebagai Guru Besar dalam Bidang Kajian Geomorfologi Bencana pada
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Puji syukur saya
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan

16
karunia-Nya sehingga saya dapat mencapai jenjang karier jabatan
tertinggi seperti sekarang ini.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Rektor dan para
Wakil Rektor, Senat Universitas, Majelis Guru Besar, dan para tim
penilai tingkat fakultas maupun universitas atas persetujuan terhadap
pengusulan diri saya sebagai Guru Besar. Penghargaan yang tulus
saya sampaikan kepada para profesor pendahulu atas jasa-jasa beliau
dalam pengembangan keilmuan di Fakultas Geografi, Prof. Ir. R.
Harjono Danoesastro (aIm.), Prof. Drs. Kardono Dannoyuwono
(aIm.), Prof. Drs. Soerastopo Hadisumamo (aIm.), Prof. Dr. Kannono
Mangunsukardjo, M.Sc. (aIm.), Prof. Drs. Basuki Sudiharjo (aIm.),
Prof. Drs. H.R. Bintarto (aIm.), Prof. Dr. Sugeng Martopo (aIm.),
Prof. Dr. Ida Bagus Mantra (aIm.) dan Prof. Drs. Kasto, M.A. (aIm.).
Terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang
terhonnat Prof. Dr. R. Soetanto, Prof. Dr. Dulbahri, Prof. Dr. A.J.
. Suhardjo, M.A., Prof. Dr. Sutikno, Prof. Dr. Sudarmadji, M.Eng.Sc.,
Prof. Dr. Hadi Sabari Yunus, M.A., DRS., Prof. Dr. Totok Gunawan,
M.S., Prof. Dr. Suratman, M.Sc., Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc., Prof. Dr.
Junun Sartohadi, M.Sc., Prof. Dr. Hartono, DEA., DESS., Prof. Dr. A.
Sudibyakto, M.S., Prof. Dr. Su Ritohardoyo, M.A., Prof. Dr. Sunarto,
M.S., dan Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. atas berbagai masukannya
selama ini. Kepada pengurus Fakultas Geografi UGM, seluruh
pengurus jurusan, prodi, dosen, serta staf kependidikan di lingkungan
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, saya sampaikan banyak
terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama ini.
.
Demikian pula ucapan terima kasih saya sampaikan kepada
pembimbing Sl, Dr. Suprapto Dibyosaputro, M.Sc.; pembimbing S2
Dr. T.W.H.J. Hobma dan Drs. M.C.J. Damen (ITC Twente University
of Belanda); pembimbing disertasi S3 Prof. Dr. L. King, Prof. Dr. U.
Scholz, dan Prof. Dr. A. Dittmann (Justus-Liebig Univ, Giessen
Jerman). Ucapan terima kasih atas kerja samanya saya sampaikan
kepada jejaring Climate Change Jakarta Hotspot Project: Prof. Dr. J.
Aert dan Dr. P. Ward (Vreij University Amsterdam), Prof. M.
Bowman (Stony Brook University, New York); jejaring Erasmus
Mundus Linking European, Aji-ican and Asian Academic Networks on
Climate Change: Dr. L. Smith, Dr. M. van der Velde (Nijmegen

17

School of Management); jejaring Center for Natural Resources and
Development (CNRD) Project: Dr. Udo Nehren dan tim (Cologne
University of Applied Science); jejaring Project Climate Change and
Migration: Prof. Dr. Michael Flitner dan tim (University of Bremen);
jejaring Risk in Megacity: Prof. Dr. F. Kraas dan tim (University of
Cologne).
Tidak lupa saya sampaikan ucapan terima kasih atas kerjasamanya selama ini, kepada teman-teman di Pusat Studi Bencana
(PSBA) UGM, Dr. rer. nat. Djati Mardiatno dan kawan-kawan;
Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP), A. Tony
Prasetiantono, Ph.D., Awaluddin L, M.Si., Subejo, Ph.D., dan Suadi,
Ph.D; Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) dan
Program Studi S2 Pembangunan Infrastruktur dan Pengelolaan
Masyarakat (PIPM) UGM, Prof. Dr. Sunyoto Usman dan temanteman; Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP), Prof. Laksono dan temanteman; Koordinator Beasiswa Unggulan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Dr. AB Susanto dan teman-teman.
Kepada kedua orang tua saya, H. Mudjahid, B.A. (aIm.) dan Hj
Surati, A.Md.; mertua, Ir. Sumardi, SM, IAI dan Hj. Sri Murtiati; i~ri
saya tercinta Hj. Vira Ardiati, S.Si.; dan juga anak-anakku: Lintang
Fasteny Muthiirais, Kirana Gnade Khalisarais, dan si kembar
Huebscha Parahita Wiaamrais, Huebschi Kayana Wiaamrais, saya
ucapkan terima kasih atas pengertian dan dukungannya selama ini.
Pada akhirnya, saya ucapkan terima kasih atas segala perhatian
para hadirin yang dengan sabar mendengarkan pidato pengukuhan ini.
Apabila terdapat kata-kata yang tidak berkenan, saya mohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Wasalamu 'alaikum wa rahmatu//ahi

wa barakatuh.

18
DAFT AR PUST AKA
Alcantara-Ayala, I. dan Goudie, A.S. 2010. Geomorphological
Hazards and Disaster Prevention. Cambridge University Press.
Annenakis, C., Leduc, F., Cyr, 1., Savopol, F., Cavayas, F. 2003. A
Comparative Analysis of Scanned Maps and Imagery for
Mapping Applications. ISPRS Journal of Photogrammetry &
Remote Sensing, 57, 304~314.
Cincin-Sain, B. dan Knecht, R.W. 1998. Integrated Coastal and
Ocean Management. Washington: Island Press.
Cooke, R.D. dan Doomkamp, J.C. 1974. Geomorphology in
Environmental Management. London: Clarendom Press.
Crozier, M.J. 2010. Landslide Geomorphology: An Argument for
Recognition. Geomorphology. 120 (1-2): 3-15.
Gares, P.A. Shennan, D.J. Nordstrom, K.F. 1994. Geomorphology
and Natural Hazards. Geomorphology, 10: 1- 18.
Gorum, T. Gonencgil B. Gokceoglu, C. Nefeslioglu, H.A. 2008.
Implementation of Reconstructed Geomorphologic Units in
Landslide Mapping. Natural Hazards, 46: 323-351.
Goudie A.S. 2004. Encyclopedia of Geomolphology. New York:
Routledge Taylor and Francis Group.
Huggett, R.J. 2011. Fundamentals of GeomOlphology, Third Edition.
New York: Routledge, Taylor and Francis Group.
Marfai, M.A. 2011 a. Impact of Coastal Inundation on Ecology and
Agricultural Land Use Case Study in Central Java, Indonesia.
Quaestiones Geographicae, 30(3): 19-32.
Marfai, M.A. 20 II b. The Hazards of Coastal Erosion in Central Java.
Malaysian Journal o/Society and Space, 7(3): 1-9
Marfai, M.A. 2012a. Preliminary Assessment of Coastal Erosion and
Local Community Adaptation in Sayung Coastal Area, Central
Java, Indonesia. Quaestiones Geographicae, 31(3): 47-55.
Marfai, M.A. 2012b. Pemodelan Geografi. Yogyakarta: Badan
Penerbit Fakultas Geografi.
Marfai, M.A. 2013. Bencana Banjir Rob: Studi Pendahuluan Banjir
Pesisir Jakarta. Yogyakarta: Graha IImu.

19
Marfai, M.A. dan King, L. 2007. Monitoring Land Subsidence in
Semarang, Indonesia. Environmental Geology, 53: 651-659.
Marfai, M.A. dan King, L. 2008a. Tidal Inundation Mapping Under
Enhanced Subsidence. Natural Hazard, 44: 93-109.
Marfai, M.A. dan King, L. 2008b. Potential Vulnerability Implications
of Coastal Inundation. Environmental Geology, 54: 1235-1245.
Marfai, M.A. dan King, L. 2008c. Coastal Flood Management in
Semarang. Environmental Geology, 55: 1507-1518.
Marfai, M.A.; Almohammad, H., Dey S., Susanto B., dan King L.
2008a. Coastal Dynamic and Shoreline Mapping in Semarang.
Environmental Monitoring and Assessment, 142: 297-308.
Marfai, M.A., King, L., Sartohadi, J., Sudrajat, S., Budiani S.R., dan
Yulianto, F. 2008b. Impact of Tidal Flooding to Population. The
Environmentalist, 28: 237-248.
Marfai, M.A., King, L., Singh, L.P., Mardiatno, D., Sartohadi, J.,
Hadmoko, S.D. dan Dewi, A. 2008c. Natural Hazards in Central
Java: An Overview. Environmental Geology, 56: 335-35.
Nicholls J.R, Mimura N. 1998. Regional Issues Raised by Sea-Level
Rise and Their Policy Implications. Clim Res 11:5-18
Panizza, M. 1986. Environmental Geomorphology. Amsterdam:
Elsevier.
Rosenfeld, c.L. 1994. The Geomorphological Dimensions of Natural
Disaster. Geomorphology, 10 (1-4): 27-36.
Verstappen, H.Th. 1983. Applied GeomOlphology: Geomorphological
Surveys for Environmental Development. Amsterdam - Oxford New York: Elsevier.
Verstappen, H.Th. 1995. The Concept of Apllied Geomorphology.
Indonesian Journal of Geography, 27: 6-9.
Verstappen, H.Th. 1988. Geomorphological Surveys and Natural
Hazard Zoning, with Special Reference to Volcanic Hazards in
Central Java. Z. Geomorph. N.F., 68, 81-101.
.
Ward, P.J., Marfai, M.A., Yulianto, F.; Hizbaron, D.R., dan Aerts,
J.C.J.H. 2011. Coastal Inundation and Damage Exposure
Estimation. Natural Hazard, 56: 899-916.

20
BIODA

a

TA

Nama

: Prof. Dr. rer. nat. Muh
Aris Marfai, SoSi., MoSco
Tempat, Tanggal Lahir : Klaten, 13-01-1976
: 197601131999031002
NIP
: Guru Besar
Jabatan
Alamat Kantor
: Fakultas Geografi, UGM
Alamat Rumah
: Kramat Kidul, Sidoarum, Godean

Riwayat Pendidikan

.
.
.

S-1 Geografi Fisik, Fakultas Geografi UGM, 1994-1998
S-2 Earth System Analysis, Fakultas Geo Infonnation Science and
Earth Observation (ITC), Universitas Twente, Belanda, 20012003
S-3 Geografi, Universitas Justus-Liebig, Giessen, Jennan, 20052008

Riwayat Pekerjaan

.
.
.

.

Dosen Fakultas Geografi UGM 1999-Sekarang
Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian, dan Kerja Sama
Fakultas Geografi UGM, 2013-2016
Ketua Biro Kerja Sama LuarNegeri FGE UGM 2010-2012
Ketua Program S-2 Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan DAS
2008-Sekarang

Mulai 1999-Januari 2014 telah menulis lebih kurang 93 karya
publikasi yang terdiri dari:
. 31 karya publikasi jumal intemasional
. 14 buku dan chapter buku berbahasa Inggris dan Indonesia
. 33 makalah dan prosiding seminar intemasional dan nasional
. 15jumal nasional terakreditasi dan tidak terakreditasi

21
Sebagian Publikasi Jurnal Internasional

.

Marfai, M.A., Cahyadi, A., and Sekaranom, A.B. 2014. Profiling
of the Marine Notch in Baron Coastal Area. Arabian Journal of
Geoscience. Springer,
online
first
publication.
DOl
10.1 007/s12517-0

.

13-1232-7.

Ward, P.J., Pauw, W.P., Van Buuren, M.W., and Marfai, M.A.

2013. Governance of Flood Risk Management in a Time of Climate
Change. Environmental Politics, 22(3): 518-536.
. Marfai, M.A. 2013. Preliminary Assessment of Coastal Erosion
and Local Community Adaptation in Sayung Coastal Area.
International Journal of Quaestiones Geographicae. 31(3): 47-55.
. Marfai, M.A. 2011. The Hazard of Coastal Erosion in Central Java
Indonesia: An Overview. GEOGRA,FIA Malaysia Journal of
Society and Space 7 (3): 1-9.
. Marfai, M.A. and Hizbaron, D.R. 2011. Community's Adaptive
Capacity Due to Coastal Flooding. International Journal of Seria
Geograjie, 2: 209-221.
· Marfai, M.A. 2011. Impact of Coastal Inundation to Ecology and.
Agricultural Land Use, Case in Central Java Indonesia.
International Journal of Quaestiones Geographicae, 30(3): 19-32.
· Ward, P.J., Marfai, M.A., Yulianto, F.; Hizbaron, D.R. and Aerts,
J.C.J.H.
2010. Coastal Inundation and Damage Exposure
Estimation. Natural Hazards. Springer, 56: 899-916.
. Marfai, M.A. and King, L. 2008. Coastal Flood Management in

.

Semarang.EnvironmentalGeologySpringer,55: 1507-1518.
Marfai, M.A., King, L., Singh, L.P., Mardiatno, D., Sartohadi, S.,

Hadmoko, D.S. and Dewi, A. 2008. Natural Hazards in Central
Java. Environmental Geology. Springer, 56: 335-351.
· Marfai, M.A., King, L., Sartohadi~1., Sudrajat, S., Budiani, S.R.
and Yulianto, F. 2008. Impact of Tidal Flooding to Population in
Semarang . The Environmentalist Springer, 28: 237-248.
. Marfai, M.A., Almohammad, H., Dey, S., Susanto, B., and King,
L. 2008. Coastal Dynamic and Shoreline Mapping: Multi-Sources
Spatial Data Analysis in Semarang, Indonesia. Environmental
Monitoring and Assessment Springer, 142:297-308.

22
. Marfai, M.A. and King, L. 2008. Potential Vulnerability
Implications of Coastal Inundation Due to Sea Level Rise for The
Coastal Zone of Semarang City, Indonesia. Environmental
Geology. Springer, 54: 1235-1245.
. Marfai, M.A. and King, L. 2008. Tidal Inundation Mapping Under
Enhanced Land Subsidence in Semarang, Central Java, Indonesia.
Natural Hazard. Springer. 44: 93-109.
Sebagian Publikasi Buku dan Chapter buku

.

Marfai, M.A. 2012. Studi Pendahuluan Banjir Pesisir Jakarta.
Yogyakarta: Graha Ilmu Press. ISBN 9789797569365.
. Marfai, M.A. 2012. Pengantar Etika Lingkungan dan Kearifan
Lokal. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN:
9794207896.
. Marfai, M.A. 2011. Pengantar Pemodelan Geografi. Yogyakarta:

.

.

.

BPFGFak.Geografi.ISBN:9786027591035
Ward, PJ., Pauw, W.P., Van Buuren, A. and Marfai, M.A. 2011.
A Tale of Two Cities: Governance Lessons for Flood-Risk
Management in a Time of' Climate Change-the Cases of Jakarta
and Rotterdam. Public Administration and Development, Book
Chapter.
Ward, P., Marfai, M.A., Tobing, A., and Elings, C. 2010. Jakarta.

In Dircke P, Aerts J, Molenaar A (eds). Connecting I!elta Cities,
Sharing Knowledge and Working on Adaptation to Climate
Change. City of Rotterdam

Sunarto; Marfai, M.A., and Mardiatno, D. 2010. Multirisk
Assessment of Parangtritis Coastal Area. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
. Marfai, M.A. 2007. Landslide Susceptibility Mapping of Middle
Agri-River Basin, San Lorenzo Area, Southern Italy. Issues in
Geomorphology and Environment. Editors: S. R. Basu and Sunil
Kr. De. ISBN 81-87500-41-7 2007 (48-64) ACB Publications
Kolkata, India.