SMART-FLOUR DALAM PENCEGAHAN KARIES DAN PENGEMBANGANNYA - repository civitas UGM

SMART-FLOUR DALAM PENCE GAHAN KARIES
DANPENGEMBANGANNYA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada

Oleh:
Prof. Dr. Widjijono, drg., SUo

SMART-FLOUR DALAM PENCEGAHAN KARIES
DANPENGEMBANGANNYA

UNIVERSITAS GADJAHMADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar

Universitas Gadjah Mada
pada tanggal26 Maret 2014

di Yogyakarta

.

Oleh:
Prof. Dr. Widjijono, drg., SUO

Assalamll 'alaikllm warahmatlillohi }v'aburakatl/h
Yang terlzormat, Ketlla, Sekretaris dan Anggota Majelis Wali Amanah
Universitas Gadjah Mada
Yang terlzormat, Ketua, Sekretaris dan Anggota Majelis Guru Besar,
Universitas Gadjah Mada
Yang terlzormat, Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Akademik
Universitas Gadjalz Mada
Yang terlzonl1at, Rektor, Wakil Rektor, Dekan, Wakil Dekan dan
segenap Pejabat Struktllral Universitas Gadjah Mada
Yang terlzormat, rekan-rekan dosen dan segenap sivitas akademika

Universitas Gadjalz Mada
Para tamu undangan dan Izadirin yang terlzormat

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt
atas karunia, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kita dapat
hadir dalam rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah
Mada saat ini. Suatu kehormatan tersendiri bagi saya atas kesempatan
yang diberikan untuk menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru
Besar dalam bidang Ilmu Biomaterial Kedokteran Gigi sesuai dengan
SK Mendikbud RI nomor: 164118/A.4.3/KP/2013 teJ1anggai 31
Oktober 2013. Pidato pengukuhan ini merupakan penyampaian secara lisan dari pemikiran saya berjudul:
Smart-Fluor Dalam Pencegahan Karies Dan Pengembangannya
Pimpinan sidang danlzadirin yang saya muliakan
Bagian Ilmu Biomaterial Kedokteran Gigi yang merupakan
pecahan dali Ilmu Dental Material dan Teknologi Gigi dalam rangka
menuju global science telah mengikuti perkembangan keilmuannya
dari paradigm syntlzeticdental materials menuju ke biological biomaterials. IImu Biomatelial dikembangkan berdasarkan sains dengan
jangka panjang berkesinambungan, sedangkan Teknologi Kedokteran
Gigi dikembangkan berdasarkan terapan dengan jangka pendek,


2
kontemporer dan fragmatis praktis. Diantara kedua paradigma terjadi
perkembangan era smart-materials. Senyawa fluoride telmasuk dalam
kategori smart material, sehingga senyawa fluor disebut sebagai
smart-fluor. Material smart~f711orperlu dikembangkan untuk mendapatkan efektivitas dan efisiensi yang optimum dalam pencegahan
karies gigi. Material dengan kandungan fluor mempunyai pengaruh
lebih meningkatkan ketahanan terhadap katies gigi dan menghambat
pel1umbuhan bakteli kariogenik. Terkait dengan konsep minimal
invasive dentistry (MID) pada perawatan gigi karies, telah dikembangkan metoda pemberian fluor secara sistemik berupa susuk dan
plester fluor yang menunjukkan efektivitas dalam upaya peningkatan
pencegahan karies gigi. Periode kedepan tantangan yang perlu diatasi
adalah pembuatan: perangkat detektor fluor sensitive-portable. dengan
teknik sentuhan pada saliva dan sediaan plester~f7uordengan matriks
adhesive sel1amaterial restorasi berbasis polimer yang aman.
Pimpinan sidang dan hadirin yang saya muliakan

Pendahuluan
Ilmu Biomaterial, saat ini sedang mengalami transisi dati abad
synthetic Dental Materials ke abad true biological materials. True
biological biomaterials adalah ilmu biomaterial yang mengembangkan ke arah natural tissue restoration (Bayne, 2005). Transisi

keilmuan bertolak dari abad material plastis menuju ke abad material
komposit. Diantara kedua abad ini berkembang era yang di"sebut
smart-material (Harvey, 2002). Smart materials adalah material yang
mempunyai sifat dan kemampuan untuk kembali ke status semula
sebelum ada stimulasi. Dalam" kerangka mengikuti perkembangan
keilmuan tersebut, maka mulai tahun 1995 bagian IBKG FKG-UGM
"memisahkan disiplin ilmu dari Ilmu Dental Material & Teknologi
Kedokteran Gigi menjadi Ilmu Biomaterial Kedokteran Gigi (IBKG)
dan Teknologi Kedokteran Gigi (TKG). TKG dikembalikap ke induk
ilmu dan diampu oleh Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Dasar (IKGD).
Tahun itu pula dimulainya transisi dari paradigma material tradisional
yang didesain untuk penggunaan dalam jangka panjang, awet dan

3
bersifat pasif tanpa interaksi dengan lingkungan menuju bioactive
biomaterials dan true biological biomaterials. Sifat material yang
bioactive adalah matetial setelah ditempatkan dalam jaringan mempunyai mekanisme aktif sesuai tujuan perawatan. True biological
biomaterials terwujud apabila telah diketemukan suatu metode
restorasi secara alami yaitu menumbuhkan gigi dari stem cell
(McCabe dkk., 2009). Saat ini matetial dibidang kedokteran gigi yang

tersedia bersifat material synthetic, bioactive dan smart. Smart
behavior terkait dengan sifat biokompatibilitas yaitu material yang
digunakan mendapat respon dari jaringan sesuai tujuan perawatan.
Material bioaktif merupakan material yang akan merespon secara
aktif dalam pembentukan senyawa biologis pada waktu berkontak
dengan jaringan hidup.
Unsur penting dalam smart material adalah aksi dan respon dari
stimuli menghasilkan efek yang diinginkan harus reversibel dan faktor
penentunya adalah bersifat asimetrikal. Stimuli pada smart material
meliputi strain, stress, temperatur, kimiawi, medan Iistrik, medan
magnit, tekanan hidrostatis, radiasi dan lain-lain. Dari jenis stimuli
yang ada smart material dapat diklasifikasikan menjadi: piezoel~ktrik
material, elektrostriktif matelial, magnetostriktif material, thermoresponsif material, pH sensitive material, light sensitive material,
polimer smart, smart gels, smat1 katalis, dan shape memory alloys.
Senyawa fluor termasuk dalam klasifikasi piezoelektrik material.
Piezoelektrik berasal dari kata piezo (Latin) yang berarti pemampatan
atau squezze, dan electro, dengan pengertian bahwa piezomaterial
adalah matetial yang mempunyai intisari: hasil pemampatan material
dan terkait dengan perubahan medan kelisttikan sesuai tujuan
perlakuan (Harvey, 2002).

Material-material untuk penceg~han dan promosi kesehatan gigi
yang mempunyai perilaku smart adalah jenis: polimer resin aktilik,
ionomer kaca dan turunannya, senyawa fluor, serta biofllm. Khusus
untuk senyawa smart-fluor perlu ditingkatkan agar lebih efektif dan
efisien tanpa dualisme dalam penggunaan fluor yang belum terpecah- .
kan seperti yang terjadi saat ini. Upaya pengurangan dan penghilangan
gap dualisme tersebut dipandang sangat perlu untuk dilakukan.

4
Gap dualisme penggunaan material Ouor sudah lama teljadi.
Sebenanya dualisme teljadi sebagai akibat ketidak sinkronisasi
penggunaan fluor di masyarakat dan kemungkinan bagi penganut
paham fundamental-minimalis. Fluor sendili diyakini bukan merupakan nutrien esensial tetapi merupakan mikronutrien atau sebagai
bahan suplemen (Murray, 1986), sehingga ditolak oleh kelompok
faham fundamental-minimalis. Dari pandangan kelompok pelaksana
kesehatan yang mempunyai pemahaman bahwa fluor sangat diyakini
berperan membantu dalam penurunan prevalensi kmies gigi.
Penurunan prevalensi karies gigi diakibatkan pembentukan fluorhidroksi apatit atau fluor apatit yang lebih tahan terhadap demineraIisasi lingkungan asam.
Karies gigi merupakan penyakit major yang melanda sebagian
besar penduduk di dunia. Bank data kesehatan global (GODB),

menunjukkan prevalensi karies gigi di negara-negara maju mengalami
penurunan, sedangkan di negara-negara berkembang dan negara
sangat maju justru menunjukkan peningkatan prevalensi karies gigi.
Prevalensi karies gigi di negara sangat maju berubah dari moderat ke
tingkat tinggi. Dalam rangka pencegahan kenaikan prevalensi karies
gigi, badan kesehatan dunia (WHO) membuat strategi antara lain
dengan langkah: (a) penurunan tingkat prevalensi secara berkesinambungan di negara industri, dan (b) menghentikan atau membalikkan
kecenderungan laju peningkatan prevalensi karies gigi di negara
berkembang (Mun'ay, 1986). Dalam bidang Kedokteran Gigi, untuk
pencegahan katies gigi mendasarkan pada konsep etiologi. Secara
teoritis terdapat keniscayaan memodifikasi faktor-faktor etiologi atau
peningkatan faktor-faktor yang memperkuat ketahanan gigi terhadap
kelarutan dalam suasana asam. WHO telah memutuskan dengan
resolusi dalam World Health Assembly (WHA) nomor 31.50 tahun
1979 menganjurkan pemberian suplemen fluor dan aplikasi topikal
fluor untuk daerah dengan kandungan fluor air minum kurang
optimum (WHO, 1984).
Para pelaku tenaga kesehatan menggunakan prinsip dasar dalam
pemberian fluor. Prinsip dasar tersebut adalah menggunakan dosis
terapeutik dan besar dosis terapeutiknya ditunjukkan dalam kadar

fluor plasma darah. Kadar ideal untuk prevensi karies gigi adalah

5
kadar yang memberi efek preventif tanpa atau minimal mengakibatkan
fluorosis. Rentang kadar fluor plasma normal antara 0,14-0,19 ppm
(Fejerkov dkk., 1996). Fluor dalam kadar normal terjadi dinamika
metabolisme secara efektif, efisien dan menguntungkan dalam
pencegahan karies gigi. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan
ketidaksinkronan dalam pemberian fluor. Jumlah asupan fluor ke
dalam tubuh tidak terkendali, berlebihan sehingga menyebabkan
terjadinya fluorosis maupun penyimpangan lainnya. Sumber asupan
fluor dalam masyarakat berasal sebagian besar dari makananminuman, air minum, pemberian fluor secara masal melalui pasta gigi
berflubrida dan sebagian kecil dari pemberian fluor profesional oleh
tenaga kesehatan.
Pimpillall sidallg dall hadirin yallg saya muliakan

Sumber Fluorida
Fluor mempunyai sifat paling elektro negatif diantara elemen
kimiawi sehingga di alam tidak pemah didapatkan dalam bentuk
elemental tetapi dalam bentuk persenyawaan. Senyawa fluorida

terdapat berturut-turut dari jumlah besar ke kecil adalah: air laut, air
tanah, tanaman dan udara. Senyawa fluorida di alam berupa
kombinasi kimiawi dari berbagai mineral seperti fluorspar, cryolite,
appatite, mika dan lain-lain. Fluor dalam batuan vulkanik hampir
sarna yang terkandung di lautan. Kandungan fluor dalam minyak,
makin ke dalam jaraknya dari permukaan tanah makin tinggi kadar
fluomya. Di area pegunungan yang tinggi kandungan fluor tanahnya
relatif rendah. Fluor di darah pegunungan akan terlarut dalam air dan
ditransfer ke dataran rendah atau ke laut melalui sungai menyebabkan
kandungan fluor laut relatif tinggi sehingga kandungan fluor di benua
ini relatif konstan sesuai siklus ekologi.
Kandungan fluor yang tillggi biasanya didapatkan di kaki
gunung dan daerah geological deposit yang dulunya lautan, seperti
sabuk geografis Siria-Jordan-Mesir-Libia, Algeria-Maroko, lembah
Rift Sudan-Kenya, Turki-Irak-Iran-Afganistan sampai lndia-ThailandCina. Kandungan fluor tcrtinggi dalam air didapatkan di danau

6
Nakuru lembah Rift (2800 mg/liter) dan dalam tanah dipantai danau
sampai 5600mg ion F/kg. Fluor dalam makanan padat berasal dari
fluor tanah. Tanaman yang tumbuh di daerah tanah asam mempunyai

kadar fluor tinggi dan fluor terdapat dalam helaian daun, biji atau
buah. Daun teh merupakansalah satu tanaman yang mengandung
fluor tinggi. Fluor. dari daun teh dengan cepat terlepas pada waktu

diseduh dengan air panas. Produk ikan (terutama salmon dan sarden)
kaya kandungan fluor yang berasal dari fluor laut yang terserap
bersama makanan ikan. Kadar fluor tinggi juga didapatkan

pada

daging ayam yang diternak dengan pemberian pakan fishmeal atau
bonemeal. Ketela di daerah Amerika Utara dan Pasifik juga
mengandung kadar fluor tinggi. Air minum dati sumur juga
mengandung fluor akibat fluor tanah yang terlarut dan merupakan
sumber asupan fluor bagi tubuh (Murray, 1986).
Pimpinan sidang dan hadirin yang saya muliakan
Metabolisme Fluorida

Masukan fluorida baik berasal dari makanan maupun minuman
akan segera diabsorpsi dalam darah. Mekanisme absorpsi fluor


merupakan suatu difusi melewati membran yang permeabel. FIuOl"ida
yang tidak dapat diabsorpsi akan dielimi~asi melalui tinja. Apabila
dalam makanan atau minuman bersama-sama fluor terdapat mineralmineral kalsium, magnesium, aluminium maka absorpsi fluor dapat

terganggukarena membentuksenyawa yang tidak larut (insoluble)
(Murray, 1986). Penampungan fluor (seeking) dalam tubuh terjadi
sebagian kecil pada jaringan lunak dan terletak dalam cairan
intersisial, sedangkan fluor dalam jumlah besar terjadi pada jaringan
terkalsifikasi (tulang, sementum, dentin dan email). Fluor yang
terdapat dalam jaringan tulang dapat terjadi dekalsifikasi dan reposisi
akibat proses remodeling dinamis tulang, sedangkan pada sementum,
dentin dan email apabila terjadi demineraIisasi sangat sukar terjadi
remodeling seperti pada tulang.
Fluorida mempunyai efek langsung terhadap: (a) permukaan
gigi dengan sifat reaksi elektro negatif fluor dan (b) mikroorganisme

7
oral melalui alur glikolitik. Oalam alur glikolitik, fIuorida akan
menghambat proses enzimatik. FluOlida bereaksi dengan enzim
metaloenzim yang memerlukan kation divalen untuk aktivitasnya.
FIuorida dengan metaloenzim akan membentukj7uor-metallocomplex
yang tidak reaktif lagi. Fluorida menghambat metaloenzim seperti
enzim-enzim: enolase, suksinikdehidrogenase, fosfoglukomutase, disamping itu fluor juga menghambat nonmetaloenzim seperti enzimenzim: fosfogliseromutase, fosfatase dan asetilkolinesterase. Gangguan enzim enolase akan menghambat pembentukan fosfoenol piruvat
dari 2-fosfogliserat dalam siklus Kreb's. Dengan demikian produksi
karbohidrat intra selular akan terhambat dan menurunkan produksi
asam. Dengan kata lain penghambatan enzim enolase pada siklus
Kreb's akan menurunkan insidensi karies gigi (Wefel, 1982).
Sifat-sifat pokok fluorida dalam kondisi fisiologis normal
adalah: (a) fluor diabsorpsi dalam bentuk ion fluor atau hydrogen
fluoride mengikuti hukum difusi pasif. Sekitar 75 persen fluor darah
terdapat dalam plasma, (b) kadar puncak fluor sekitar Y2jam pada
puasa, (c) waktu paroh fluor plasma antara 4 sampai 8 jam, (d) sedikit
ion fluor dalam plasma yang terikat protein, (e) deposisi fluor terjadi
cepat pada jaringan terkalsifikasi, (f) terdapat kesetimbangan antara
kadar fluor tulang dan kadar fluor plasma, (g) ekskresi fluor normal
terjadi melalui ginjal (Ericsson, 1983).
Kondisi kadar fluor tinggi menyebabkan penghambatan secara
partial pada proteinase yang memecah protein matriks email, sehingga
modulasi pengeluaran protein terhambat dan tidak terjadi proses
kalsifikasi. Kenaikan dosis fluor akan menurunkan secara progresif
modulasi ameloblas selama fase maturasi perkembangan email.
Apabila kenaikan kadar fluor terjadi secara ekstrim, maka modulasi
ameloblas akan hilang sarna sekali. Kegagalan . dalam proses
pengeluaran protein matriks email, menyebabkan terjadinya kelainan
dalam ukuran dan morfologi kristal berupa porus atau tidak terbentuk
kristal sarna sekali (Bawen dkk., 1995) dan dikenal sebagai kelainan
fluorosis gigi.

8
Pimpinan

sidmzg daTI hadirin yang saya muliakan

Mekanisme fluor terhadap hidroksiapatit
Fluor merupakan unsur yang sangat elektronegatif dan sangat
reaktif. Di alam tidak pemah didapatkan flu.ordalam bentuk elemental
(F2), tetapi selalu diperoleh dalam bentuk senyawa fluorspar (CaF2),
fIuorapatit (FAP) atau cryolite (Na3AlF6)' Fluor dalam bentuk ion
banyak terdapat dalam air segar, air laut, tanaman dan dalam senyawa
organik lain. Fluorida sendiri terakumulasi dalam skeleton yang
dikenal sebagai bone seeker. Gigi tersusun dari kristal-kristal hidroksi
apatit. Hidroksi apatit merupakan senyawa klasium fosfat dengan
rumus empiris CalO(P04)6(OHh. Senyawa fluorida termasuk smart
materials kedokteran gigi karena terjadi pelepasan fluor dari bentuk
asal berupa garam menjadi ion fluor yang mampu mensubstitusi
gugus hidroksi kristal gigi, membentuk kalsium hidroksida apatit dan
memberi manfaat ketahanan gigi terhadap demineralisasi akibat asam
"(McCabe dkk., 2009). Penggabungan atau subtitusi ion fluor kedalam
kristal hidroksi apatit selama periode pertumbuhan gigi, maka akan
terbentuk fluor apatit (FAP) atau fluor-hidroksi apatit (fluoridated
hydroJi:yappatite)hal ini terjadi karena tidak seluruh gugus hidroksi
tergantikan oleh fluoride (Wefel, 1982).
Aksi fluor sebagai material pencegahan mempunyai reaksi
terhadap hidroksiapatit gigi sebagai berikut: (1) Dalam kadar tinggi
akan membentuk endapan kalsium fluorida dan menutup pori
permukaan email gigi, (2) Dalam kadar rendah membentuk fluor
apatit, (3) Dosis fluor terapeutik dalam narrow window, (4) Kadar
fluor yang tinggi dalam plasma darah mengakibatkan gangguan
pengeluaran protein matriks jaringan terkalsifikasi sehingga terjadi
fluorosis gigi.
Di negara-negara maju yang menggunakan jaminan kesehatan
dalam anggaran belanja negaranya, program pemberian suplemen
fIuorida merupakan agen kariostatik yang efektif, terutama pada anakanak yang hidup di daerah non fluoridasi air minum. Apabila
suplemen fluorida dilakukan setiap hari dan berkelanjutan mulai dari
usia dini sampai umur belasan tahun dapat dipastikan berdampak
tinggi terhadap proteksi karies gigi. Sebenamya suplemen fluorida ini

9
akan tampak lebih nyata bila dibetikan melalui air minum. Pada anak
usia 5 sampai 9 tahun yang dibeti suplemen fluor air minum selama 2
sampai 4 tahun menurunkan katies gigi sampai 40 persen, pada
pembetian suplemen fluor setiap hati selama 8 sampai 11 tahun dapat
menurunkan katies sampai 80 persen (Wei, 1982).
Aksi fIuotida dalam pencegahan terhadap katies gigi melalui
mekanisme: a) Penghambatan proses demineralisasi. Ion fluor yang
berada dalam cairan email dan terjerap dalam kristal email mencegah
proses demineraIisasi, b) Promosi remineralisasi terjadi pada area
yang mengalami demineralisasi pada medium pH dibawah 5,5.
Remineralisasi teljadi disebabkan adanya kadar ion mineral jenuh dan
tetjadinya proses penggabungan dengan kristal email di ruang karies.
Kunci strategi dalam remineralisasi dalam mulut untuk pengendalian
atau arrestment carious lesions adalah tersedianya ion fluor dalam
kadar terapeutik (de Sousa dkk., 2012).
Penggunaan smart-fluor untuk pencegahan karies gigi yang
terbaik dilakukan dengan cara: pemberian dalam jangka panjang,
berkesinambungan, dalam kadar rendah, berdasarkan dosis terapeutik
(Widjijono, 2001) dan dilaksanakan secara terpadu dari tenaga medis,
pabrik pembuat material berfluorida dan penggunanya. Kebanyakan
fIuorida di ekskresi melalui ginjal berupa urin dan sebagian kecil di
ekskresi melalui air ludah, susu, keringat, bahkan air mata. Alur
metabolisme fIuorida yang masuk melalui saluran pencemaan dan
atau saluran pemafasan secara skematis adalah sebagai berikut:
(a) fIuorida masuk melalui rongga mulut, masuk lambung dan diserap
dalam usus halus kedalam darah. Fluor yang tidak terserap oleh usus
halus diekskresi melalui tinja, (b) Fluorida yang masuk melalui
saluran pemafasan langsung diserap dalam darah, (c) Dari dalam
darah ditampung dalam jaringan keras-terkalsifikasi dan jaringan
lunak, (d) Kelebihannya diekskresi melalui urin, saliva, keringat atau
air mata. Fluor yang diekskresi melalui saliva akan masuk lagi dalam
saluran pencemaan (Terhune, 1974).

10
Pimpinan sidang dan l1adirinyang saya muliakal1
Pemberian dengan metode komunitas, individual dan profesional
Berdasarkan klasifikasi pemberian fluor yang diusulkan de
Soausa dkk., (2012), meliputi : (l) metode komunitas yaitu dengan
pemberian fluor dalam garam, susu, air minum dalam masyarakat,
(2) metoda individual yakni pemberian fluor kepada perorangan
berupa pasta gigi, obat kumur, suplemen fluorida dan (3) metoda
profesional yakni pemberian fluor yang dilakukan oleh pemangku
tenaga ke- sehatan berupa tindakan topikal aplikasi dengan vamisl1
dan j7uorgel. Di Indonesia metode pemberian fluor metoda komunitas
belum dilakukan, sedangkan yang paling umum dilakukan adalah
metode pemberian kepada individual baik atas kemauan pasien sendiri
maupun oleh tenaga kesehatan (metode profesional).
Pemberian fluor metoda komunitas dapat berupa fluoridasi air
minum, garam dapur dan susu. Secara pribadi saya menyarankan
pemberian fluor metode komunitas melalui fluoridasi air minum tidak
perlu dilakukan di Indonesia selama belum ada undang-undang yang
menjamin keselamatan akibat pemberian fluor air minum. Di Amerika Utara yang menggunakan fluoridasi air minum dalam skala
program kesehatan giginya telah menimbulkan efek samping berupa
peningkatan prevalensi fluorosis sebesar tiga kali dibanding negara
yang tidak melakukan fluoridasi air minum dengan besar prevalensi
fluorosis sepuluh kali. Demikian pula negara-negara lain yang
menggunakan fluoridasi air minum dilaporkan terjadi kenaikanprevalensi fluorosis seperti di Eropa, New Zealand dan Hong Kong
(Pendrys dan Stamm, 1990). Air merupakan komponen yang amat
penting dalam mata rantai masukan fluor dalam tubuh, disamping itu
makanan yang mengandung fluor tinggi sangat menentukan kadar
fluor dalam plasma. Hasil penelitian epidemiologi tentang fluorosis
akibat pemaparan fluor pada periode pertumbuhan, sebagai akibat
peran air dan makanan ini, kadar fluoridasi air minum dari 1 ppm
disesuaikan misalnya menjadi 0,6 ppm di Jepang, sedangkan di Hong
Kong diturunkan menjadi 0,7 ppm per liter (Evans, 1990).
Untuk pengembangan dan pelaksanaan pemberian fluor dengan
metode komunitas baik menggunakan fluoridasi air minum, garam

11

dapur atau lainnya, untuk Indonesia belum memungkinkan karena
beberapa persyaratan tidak terpenuhi. Menurut WHO pemilihan
metode yang tepat dalam pencegahan karies gigi secat"a misal
diperlukan pedoman antara lain: (a) analisis demografi (total
penduduk, pcrsebaran umur, persebaran geogafis, populasi urban dan
rural, umur anak dan jenis sekolah) (b) data epidemiologi karies gigi
(prevalensi, insidensi, jenis serangan karies, (c) asesmen kandungan
fluor air minum yang tiap daerah harus mempunyai alat detektor
pengukur kadar fluor (elektroda ion spesifik fluor), (d) asesmen
asupan tluor diluar sumber air minum, dan (e) ketersediaan pelaksana
.dan sumber dana. Dari ke lima syarat utama ini hanya butir a dan b
yang dapat dipenuhi. InfOlmasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan dan pemilihan metode fluoridasi yang tepat meliputi:
organisasi pengelolaan kesehatan, adanya pramusiwi klinik, organisasi
day-care untuk anak prasekolah, sistem pendidikan, sistem
transportasi, pola konsumsi makanan, sikap nara sumber profesi
terhadap fluoridasi dan sikap masyarakat terhadap fluoridasi dan
target usia. Untuk penentuan pemilihan metoda fluoridasi persyaratan
utama maupun tambahan

harus terpenuhi

(MUlTaY, 1986).

.

Pembel;an secat"amasal pada kelompok masyarakat menggunakan pasta berfluorida menunjukkan tingkat efektivitas yang tinggi
dalam pencegahan karies gigi. Jones dkk., (2005) melaporkan penelitiannya pada anak-anak umur 6 sampai 10 tahun di Kalimantan Barat
menggunakan pasta gigi berfluorida menunjukkan bahwa pada anak
yang mendapatkan perlakuan penyikatan gigi berfluorida (1.000
mg/kg) paling sedikit menyikat selama 1 menit kemudian berkumur.
maka evaluasi setelah 3 tahun diperoleh penurunan karies gigi sebesar
23%. Kesimpulan penggunaan pasta gigi berfluorida efektif untuk
pengendalian karies gigi. Pemberian fluor seCaI'a individual dan
profesional juga menunjukkan efektivitasnya dalam penurunan terhadap karies gigi. Perawatan dengan topikal aplikasi kadar fluor tinggi,
terbentuk endapan CaCl2 dan menutup pori gigi. Diyakini bahwa
kelarutan endapan CaCh merupakan sumber fluor kadar rendah dalam
saliva, berlangsung lama dan meningkatkan remineralisasi email gigi.
Pemberian seCaI'atopikal lebih efektif karena memberikan kadar F
rendah dan jangka lama pada fasa cairan mulut (de Sousa dkk., 2012).

12

Pemberian sediaan yang mengandung unsur remineralisasi
kepada pasien pada tahap awal karies gigi (bersifat reversible) akan
teljadi proses kalsifikasi. Kalsifikasi yang melibatkan difusi ion Ca
dan fosfat (dati sediaan mineral dan saliva) ke dalam ruang lesi
sehingga terjadi remineralisasi dan perbaikan struktur gigi dalam
ruang lesi kalies. Hasil remineralisasi lebih tinggi pada pemberian
sediaan remineralisan berfluorida dibanding pemberian seCaI'a sistemik (Hedge dan Moany, 2012). Dari pembelian fluor dengan
metode komunitas di Indonesia belum memungkinkan, . sehingga
pemberian dengan metode individual dan profesional yang sangat
memungkinkan dikembangkan. Untuk kedua metode ini diperlukan
satu syarat utama yakni harus diketahui kadar fluor plasma darah
individu. Kadar fluor plasma berkisar 10 kali lipat dari kadar fluor
saliva. Sebagai tantangan masa depan diperlukan perangkat detektor
spesifik fluor yang fortahle, lebih praktis, lebih sensitif dan volume
sampel minimal cukup disentuhkan pada sampel, untuk menentukan
. kadar fluor dalam saliva.
Pimpillallsidallg dall hadirill yallg saya muliakan
Pembel'ian material tumpatan berfluorida
Material untuk tumpatan gigi dan berfungsi untuk pencegahan
karies gigi biasanya mengandung senyawa fluor seperti glass ionomer
(GI), resin-modifikasi glass ionomer (RMGI), metal-modified glass
iOllomerdan compomer (Craig dkk., 2000). Material tumpatan j1lng
berfluorida ini dapat dilakukan recharging F dengan medium
berfluorida seperti bentuk pasta gigi. Pelepasan fluor dari tumpatan
hasil recharging F berlangsung dalam jangka panjang lebih penting
dibanding ledakan pelepasan awal dalam jangka pendek. Proses
recharging F pada bahan tumpatan lebih cepat terjadi bila dilakukan
pada suhu yang hangat. Pada suhu yang hangat tersebut terjadi pelepasan F berkesinambungan dari tumpatan bertluorida (McCabe dkk.,
2009). lonomer kaca yang dimodifikasi dengan resin (RMGI) dan
kompomer dengan matriks polimer berbasis resin akrilik, mengandung
gugus bis-GMA yang bersifat estrogenisitas sehingga menyebabkan

13
efek estrogenik dalam tubuh (Anusavice, 2003). Berdasarkan hal
tersebut perlu dilakukan pengembangan material restorasi berfluorida
yang terbebas dari pengaruh senyawa estrogenik.
Pimpinan sidang dan hadirin yang saya muliakan
Pemberian dengan sediaan remineralisasi
Penggunaan caseinopllOsphatepeptide(CPP) merupakan protein
susu yang bersifat bioaktif sebagai material penghambat
demineralisasi gigi dan penghambatan mikro kariogenik telah
dilakukan. CPP menunjukkan daya penghambat terhadap cariogenic
bacteria streptococcus mutans, bersama-sama dengan amorphous
calcium phosphate (ACP) membentuk nanokluster pada pennukaan
gigi dan memberikan ion kalsium dan fosfat sebagai cadangan dan
memelihara supersaturation pada pennukaan remineralisasi emaiJ.
CPP memperlihatkan aktivitas penghambatan demineralisasi dan
meningkatkan remineralisasi email gigi (Aimutis, 2004). Konversi
ACP menjadi hidroksi apatit, diawali dengan deposisi butiran-butiran
mineral dalam matriks membran vesicle jaringan terkalsifikasi
(Becker, 2006)
Ion F dan fosfat dari CPP yang terkait pada proses remineralisasi berasal dari kelarutan kalsium difluorida hasil endapan pada
proses topikal aplikasi fluor dengan kadar tinggi. Proses kelarutan
kalsium difluorida berlangsung lama, terjadi sedikit demi sedikit dan
masuk ke dalam cairan saliva. Fluoridasi terjadi dari ion fluor dengan
ikatan longgar y~ng terdapat di luar pennukaan email gigi, fluor
dalam cairan saliva, fluor dalam biofilm atau dari suplemen larutan
kalsium-fluor-fosfat. Penge~bangan sediaan untuk remineralisasi
berbasis kasein, dengan dasar kerja bahwa.pada tahap awal karies gigi
yang bersifat reversible dengan melalui suatu proses remineralisasi
yang melibatkan difusi ion Ca dan fosfat ke dalam ruang lesi sehiIigga
terjadi perbaikan struktur gigi (Hedge dan Moany, 2012). Pemberian
casein pllOsphorpeptide-amorphous calcium phosphate (CPP-ACP)
dan casein phosphor-peptide-amorphous calcium phosphate fluoride
(CPP-ACPF) pada pasien tahap karies awal yang bersifat reversibel,

14

menunjukkan adanya peningkatan 'yang bennakna terhadap penurunan
karies gigi dan terjadi kalsifikasi serta perbaikan struktur gigi. Pada
pemberian CPP-ACPF tetjadi kesetimbangan ion CaHP04 dan HF
netral. Kedua ion ini mempunyai kemaknaan tinggi dalam
remineralisasi lesi karies gigi. Sifat netral dari kedua ion CaHP04 dan
HF menyebabkan terjadinya difusi kedalam celah kristal lesi karies
gigi dan terjadi deposisi mineral (Cochrane dkk., 2008). Disamping
hal tersebut pada pemberian CaHP04 dan HF terjadi pula kalsium
hidroksida dan kalsium fluorida. Bentuk pemberian secara topikal
menggunakan CaHP04 dan HF akan membetuk struktur 3 lapis
terdiri dari: fluorapatit, kalsium fluorida dan kalsium hidroksida.
Kalsium hidroksida dan kalsium fluorida ini akan menginduksi
remineralisasi pada lesi kat;es gigi (Gerth dkk, 2007). Pada penambahan NaF 0,2% pada CPP-ACPF menghasilkan remineralisasi lebih
tinggi dibanding dengan CPP-APP (Javarajan dkk., 2011). Fluor yang
telah terikat dalam kristal apatit gigi tidak mempunyai peran dalam
proses remineralisasi. Ion fluor untuk fluoridasi ini berasal dari ion
fluor yang terikat longgar pada email atau ion fluor bebas dalam
cairan saliva berasal dari suplemen fluorida.
Pimpinan sidang dan hadirin yang saya muliakan
Pemberian susuk fluor
Sebenamya upaya pendekatan pencegahan karies gigi menggunakan bahan khemoterapi khususnya senyawa fluor sudah dilakukan sejak awal abad 19, akan tetapi sampai saat ini keberhasilannya
belum terealisasi dengan sempuma. Secara garis besar terdapat dua
cara menuju efektivitas penggunaan senyawa fluorida yaitu dengan
memodifikasi struktur kimiawi dan penggunaan bahan pembawa zat.
aktif. Modifikasi struktur kimiawi bertujuan untuk mendapatkan
molekul senyawa fluorida yang mempunyai aktivitas sebagai
antikaries lebih tinggi dibanding senya~a fluorida alami, sedangkan
penggunaan bahan pembawa (carrier) agar dapat mengatur pelepasan
fluor dalam jumlah kecil dan berlangsung lama dengan istilah drug
delivery system, sustained released, long acting dan sejenisnya.

15
Pada awal perkembangan sistem pelepasan obat terkendali
berdasarkan atas biokompatibilitas polimer organik non degradabel,
sehingga pada akhir masa pengobatan harus dilakukan pembedahan
untuk mengeluarkan selongsongnya. Perkembangan lebih lanjut
menggunakan bahan polimer biodegradabel,