PERANAN MEMBACA ESTETIK DALAM PEMBINAAN APRESlASl SASTRA Dl SMA NEGERI SUMATRA BARAT
Laporan Feneli t ian
PERANAN MEMBACA ESTETIK
DALAM PEMBINAAN APRESlASl SASTRA Dl SMA NEGERI
SUMATRA BARAT
Oleh
Penelitian ini dibiayai oleh :
Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi (P3T) IKlP Padang
Tahun Anggaran 198811989
Surat Perjanjian Kerja No. : 69IPT37.HglN .911989
Tanggal 15 April 1989
?
,
INWITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN IKIP PADANG
: 1989
,
, , ' .
ABSTRAK
RIZANUR
GANI
:
Peranan Membaca Estetik Dalam Pembinaan
Apresiasi
Sastra Di SMA Negeri Sumatra
Barat
Penelitian
ini
menunjukkan
konsep dan proses membaca
bahwa
kekurangmantapan
estetik merupakan salah satu
kendala yang menghambat pembinaan apresiasi sastra siswa
SMA
Negeri
langsung,
kehadiran
Sumatra
Barat.
mengundang
Kondisi
ini,
kendala-kendala
sisi-sisi psikologis
secara
lain
tidak
terutama
yang menghalangi proses
pemantapan keprofesionalan tenaga kependidikan.
Di samping itu juga terlihat, bahwa kerancuan konsep
membaca
eferen dan membaca
estetik
mempersempit
ruang
gerak proses pembudayaan gairah membaca. Membaca belum
lagi merupakan kebutuhan dasar kerohanian yang mendesak,
melainkan
baru
sampai
pada
tahap
pelengkap
sarana
akademik yang sangat bersahaja. Kebersahajaan ini tentu
saja hanya mampu menghadirkan pola pikir dan pola rasa
yang
juga
bersahaja
pula.
Jawaban
yang
kadarnya
bersahaja, pastilah bermuara pada sikap-ni-lai yang belum
mampu
melahirkan
kepedulian
yang
pas
dengan
tuntutan
kehidupan yang semakin kompleks.
Jika
kurikulum
SMA
menuntut
pemantapan
proses
apresiasi sastra siswa, maka peGlu dilakukan pembenahan
segera terhadap
tata
pikir
dan
tata
kerja guru. Guru
perlu diajak agar dengan ikhlas mau membaharu. Bukan cuma
membaharu dalam pelaksanaan tugas yang selama ini hampir
tenggelam dalam kerutinan, tetapi
juga membaharu
dalam
pola pikir dan pola rasa.Proses membelajarkan siswa bukan
sekedar suatu kerutinan belaka, melainkan suatu kehendak
yang
berwawasan
pendidikan
dengan
mengapresiasi
yang
kandungan
idealisme
yang layak.
Kemampuan
transaksional
mampu
terlahir dari proses
mengundang
respons
dan
analisis
siswa dalam upaya pemberian makna sebuah wacana sastra.
Hal ini
mencerminkan
Kekreatifan
yang
tingkat kreatifitas yang pantas.
diharapkan
itu
cuma
dapat
dihadirkan
dari keterlibatan guru-siswa dalam saling pengertian yang
tentang
dalam
memerlukan
sasaran-sasaran
perancangan
dan
pengajaran
pelaksanaan
sastra. Yang
program
secara
seksama dan terarah.
Penelitian ini sekali gus juga menampakkan, bahwa
masih
proses
banyak
celah-celah
belajar-mengajar
kelemahan
apresiasi
dalam
mata
sastra.
rantai
Walaupun
disadari cukup banyak perbaikan yang telah dilaksanakan,
rangkaian nilai kurang yang masih mengambang perlu segera
dibenahi.
Untuk
itu
dirasa
perlu
lapangan dan penelitian-penelitian
melakukan
observasi
yang lebih terfokus.
Dengan demikian, diharapkan terbinanya
tradisi positif
dalarn proses pembelajaran siswa yang lebih bercitra masa
depan.
iii
PENGANTAR
Penelitian ini dilaksanakan dalam
tentang
keberadaan
pengajaran
upaya pelacakan
sastra
di
SMA
~egeri
Sumatra Barat. Pelacakan tentang apa yang dilakukan guru
dan apa yang dikerjakan siswa. Apakah proses pembelajaran
tersebut telah mengandung kerangka acuan yang pas atau
sesuatu
yang
masih
seadanya.
ini
Penelusuran
semakin
penting, apabila kita menyadari bahwa pergeseran nilainilai
pada
ketrampilan
abad
olah
informasi
rasa
ini
sangat
memerlukan
sebagai unsur pengimbangan olah
pikir yang dilanda goncangan-goncangan Iptek.
Dalam kesempatan ini perlu disampaikan rasa terima
kasih.yang
dalam
kepada semua pihak yang memungkinkan
terlaksananya penelitian awal ini, terutama pada:
1.
Kepala
Bidang
Pendidikan
Menengah
Umum
Depdikbud
Sumatra Barat dan Kepala SMA Negeri Batusangkar dan SMA
Negeri
I
Padang,
yang
telah
memberikan
bantuan
yang
yang
telah
sangat bermakna.
2.
Kepala
Pusat. Penelitian
IKIP
Padang
membantu dengan sejumlah dana.
3.
Rektor
Pendidikan
IKIP
Padang,
Bahasa
dan
Dekan
FPBS dan
Sastra
Ketua
Indonesia
Jurusan
yang
telah
memberikan dorongan positif dan bersahabat.
4.
Erlina
Zahar
dan
Ezi
Rita
Zubir
yang
membantu
pengumpulan dan pengolahan data dengan tekun dan cermat.
Padang, 29 Agustus 1989
Rizanur Gani
iv
DAFTAR IS1
............................................
..........................................
.........................................
...............................
ABSTRAK
PENGANTAR
DAFTAR IS1
BAB
I: PENDAHULUAN
A Latar Belakang dan Pentingnya Masalah ...
B Masalah Penelitian
C Tujuan Penelitian
D Manfaat Penelitian
E Asumsi
BAB 11: TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A Proses Membaca
B Membaca Estetik Sebagai Dasar Pengamatan
Nilai
.
.
.
.
.
.
.....................
......................
.....................
.................................
......................
.
BAB 111:
.........................
..................................
C . Proses Transaksi .......................
D . Asumsi Epistemologis dalam Studi Respons
E . Butir-Butir Esensial Membaca Estetik ...
METODOLOGI PENELITIAN .....................
A . Rancangan Penelitian ...................
. ~ o p u l a s idan
....................
Sampel
C Teknik Pengumpulan Data
D Teknik Analisis Data
IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A Analisis
B Pembahasan
V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
B
................
...................
...................
BAB
.
................................
.
.............................
3AB
................
A . Kesimpulan .............................
B . Rekomendasi ............................
DAFTAR BACAAN ......................................
LAMPIRAN ...........................................
.
.
ii
iv
v
1
1
8
14
15
16
17
17
18
21
24
26
29
29
30
31
33
35
35
57
73
73
75
78
80
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang dan Pentingnya Masalah
A.
Solzhenitsyn
dalam
sambutan
penerimaan
Hadiah
Sastra 1972, menegaskan,"Sastra dapat menampilkan
Nobel
keajaiban, yaitu kemampuannya rnembuat seseorang belajar
melalui
sastra
pengalaman-pengalaman
ketika
sendiri
bersentuhan
.....melarutkan
yang
dengan
ditawarkan
pengalaman
cipta
rohaninya
pengalaman orang lain itu menjadi
bagian dari pengalamannya sendiri...!"
Substansi
sastra,
tidak
lain,
adalah
pengalaman
kemanusiaan. Pengalaman kemanusiaan itu mencakup hubungan
kompleks yang melibatkan seseorang, emosi yang membuatnya
menderita atau bahagia, pengalaman yang dihadapinya, dan
nilai serta kebermaknaan yang diharapkannya. Dengan kata
lain, apapun yang ditemukan seseorang dalam cipta sastra
yang
tentang
dibacanya
maut,
keadilan,
mengaitkan
dan
-
baik
isyu
kehidupan, seperti
dan
buruk,
segalanya
itu
berkaitan
dengan
pengalaman
cinta,
harus
batinnya.
Karena sastra tidak berkaitan langsung dengan sains dan
data
yang
manusia
jika
dapat
digeneralisasikan,
melainkan
dengan
yang harus menghadapi dunianya, maka pantaslah
setiap
pribadi
senantiasa
terkait
dengan
perspektifnya; dengan hubungannya yang unik dengan dunia
yang
dihadapinya.
Dengan
dernikian,
dia
tidak
rela
melangkahi hati nuraninya.
Dengan
hati
pesan-pesan
nuraninya,
kehidupan
dan
seseorang mencoba memahami
kemanusiaan
melalui
aneka
kilasan yang direfleksikan oleh karya-karya sastra yang
tentang
mengungkapkan
manusia
yang
ketiadaan
tempat
berpijak. Seperti karya-karya sastra dunia ciptaan Saul
Below,
pemenang
Hadiah
berhasil
memadukan
semangat
kerjanya
fiksinya
dengan
Nobel
Sastra
keberanian
sebagai
tahun
intelektualnya
sastrawan,
pandangan
1976.
dengan
serta
filsafatnya,
Dia
menjalin
lewat
bahasa
pergaulan dan kesegaran bahasa yang mengantarkannya.
Karl
Gierow, pengarang
dan
kritikus
sastra
serta
Sekretaris Tetap Akademi Swedia,dalam suatu pidato ucapan
selamat
untuk
Saul
Below,
berikutIwKarya-karya Saul
yang
tidak
bernafaskan
memiliki
terpenting
berjuang
dan
tempat berpijak".
untuk
Selanjutnya,
mengatakan,
perjuangan,
tambahnya,
pengembaraan
Below
ia
adalah
menemukan
Yan9
berkomentar
hampir
semuanya
manusia
tempat
adalah
yang
selalu
berpijak,
dalarn
ditentukan
oleh
seseorany
m a a t a b a t n y a " . "Below
kebeahaclilan,
percaya,
bahwa
katanya.
Swedia
pernah mau meninggalkan keyakinannya bahwa,
tidah
yang
"Tetapi, dan ini yang
terhuyung-huyung",
Below
novel
tentang manusia
Sekretaris Tetap Akademi
bahwa
sebagai
itu ~juga
yang
tidak
"Aati
hidup
mefainkan
oleh
kebenaranlah
yang
menang pada akhirnya", kata Gierow menambahkan lagi.
"Pengajaran sastra", kata Robert E. Probst (19841,
"haruslah
memampukan
pengalamannya
Sedangkan
dengan
Louise M.
siswa
menemukan
cipta
sastra
hubungan
yang
antara
bersangkutan" .
Rosenblatt (1983) menegaskan bahwa
pengajaran sastra melibatkan peneguhan kesadaran tentang
sikap
etik.
Hampir
mustahil
membicarakan
cipta sastra
-seperti puisi, novel atau drama, tanpa menghadapi masalah
etik
dan
tanpa
menyentuhnya
dalam
konteks
filosofi
sosial. Tanpa menhgadapkan siswa pada masalah kehidupan
yang
digelutinya
sepanjang
hari
di
tengah-tengah
masyarakat yang dihidupi dan menghidupinya.
Dalam
kaitan
prinsip, yang
itu
Rosenblatt
memungkinkan
menyarankan
beberapa
pengajaran sastra mengemban
fungsinya dengan baik:
1. Siswa harus diberi kebebasan untuk menampilkan respons
dan reaksinya.
2. Siswa harus diberi kesempatan untuk mempribadikan dan
mengkristalisasikan rasa pribadinya terhadap cipta sastra
yang dibaca dan dipelajarinya.
3. Guru harus berusaha untuk menemukan butir-butir kontak
di antara pendapat para siswa.
4. Peranan dan pengaruh guru harus merupakan daya dorong
terhadap
~i
penjelajahan
pengaruh
dalam sastra itu sendiri.
vital
yang
inheren di
Sumbangan karya sastra y,anq ta!~kal.:ah penting adalah
sebagai sumber telaah nilai. Karena nilai-nilai berkaitan
dengan dinamika atau motivasi di dalam kehidupan pribadi
atau masyarakat, rililka
.Pa&
nilai
memiliki
berbagai def j.ni.si.
pada gayasan y a n g menunjuk. pada
dasarnya ;rnengaccl
sesuatu, yang sadar atau tidak, membuitnya diingini atau
dikehendaki.
Dalam
inilah
yang
digunakan.
"ingin
menyarankan
sekedar
yang
dipertimbangkan
berbagai
"Namun saya", kata Rosenblatt,
bahwa
diingini,
sangat
konteks kehidupan, batasan
istilah
tetapi
berharga
nilai
tidak
hanya
apa
Yan9
juga
untuk
diingini,
yang
pantas diingini". Tujuannya, dalam proses pendidikan dan
pematangan,
adalah
keharusan
pengembangan
kapasitas
seseorang agar sampai pada tingkat pencapaian nilai yang
penuh pertimbangan.
Kemampuan untuk merefl-eksi~anpertimbangan-pertimbag
an
tentang
penting
nilai-nilai,
dalam
belajar
perangkat
mempertimbangkan
menjadi
kehidupan
bagian
kita.
nilai-nilai
yang
sangat
Kita
perlu
tersirat
atau
mencapai nilai-nilai aktual yang serasi dengan keputusankeputusan dan kegiatan-kegiatan yang lain. Di balik itu
di dalam berbagai wilayah kehidupan yang pola lama tidak
lagi
perlu
mampu
menjawab
menentukan
keputusan
berbagai
prioritas.
tuntutan kehidupan, kita
Jika
itu
akan
berupa
yang konstruktif, maka nilai itu harus cocok
LIP:
dengan
situasi
secara
;
keseluruhan.
Nilai
itu
harus
selaras dengan 'value judgment' pribadi yang bersangkutan
dan
dapat
memberikan
sumbangan pada pemahaman tentang
sesuatu yang penting bagi alur kehidupan kemanusiaan.
Rasanya, dari seluruh bentuk seni, sastra merupakan
ujud yang paling berimplikasi langsung dengan kehidupan.
Medium
tangguh,
wacana
sastra
pengalaman
yang
yang
hidup
melalui para sastrawan membangun
dilandaskan
kemanusiaan.
pada
Sebab
upaya
bahasa
berbagi
merupakan
aliran darah bagi perkembangan budaya dan sejarah suatu
bangsa.
Itulah yang dinukilkan oleh Henry James dengan
frasenya:"Untuk seluruh kehidupan, perasaan, pengamatan,
dan visi kemanusiaan".
Demikianlah, karya sastra tak terbantah lagi telah
'berhasil membangun nilai-nilai. Sebuah lirik yang sangat
sederhana
pun
mampu
memekarkan
perasaan-perasaan,
pengalaman-pengalaman berbagai pribadi dan berbagai aspek
kehidupan kemanusiaan. Karya fiksi, seperti cerpen, novel
dan drama, berhubungan erat dengan manusia dalam kondisi
harus melakukan pilihan.
Dengan pilihan itu dimantapkan
keanggunan sebuah nilai di atas nilai yang lain. Seperti
yang diucapkan oleh Aristoteles18'Karakteradalah sesuatu
yang
yang
berhubungan
harus
seseorang".
dengan
dipilih
dan
tujuan moral, menunjukkan
apa
yang
harus
apa
dihindarkan
Menarik untuk dikemukakan pendapat James R. Squire
(1964) yang menawarkan enam wilayah respons siswa dalam
proses belajar-mengajar sastra, yaitu:
1. Penilaian sastra, siswa menilai sastra dan kualitas
estetiknya.
2. Penafsiran sastra, siswa berupaya mengungkapkan makna
sebuah cerita dan motif perwatakannya.
3.
Penyimpulan
sastra,
siswa
menyimpulkan
peristiwa-
peristiwa yang terkandung dalam sebuah cipta sastra.
4. Pengasosiasian sastra, siswa menghubungkan pengalaman
pribadinya
dengan
orang,
tempat
dan
peristiwa
yang
terkait dalam sebuah wacana sastra.
5. Pelibatan dalam sastra, siswa mengidentifikasi dirinya
dengan pengalaman dan emosi-emosi perwatakan.
6. Penjabaran
sastra, siswa menentukan apa yang harus
dilakukan oleh perwatakannya.
Tiga kategori pertama, pada dasarnya merupakan ranah
kognitif; sedangkan ketiga kategori terakhir merujuk pada
ranah
afektif.
Dalam
penelitiannya,
Squire
menemukan
bahwa kebanyakan respons yang diberikan siswa berbentuk
respons
penafsiran.
respons
penilaian
Respons
sastra
kognitif
yang
lainnya,
menuntut
yaitu
ketrampilan
berpikir tingkat tinggi dalam proses penilaian, ternyata
sangat
hubungan
kurang.
yang
Sangat
positif
mengejutkan,
antara
penilaian
bahwa
terdapat
sastra
dengan
pelibatan dalam sastra. Mengejutkan karena yang pertama
ranah
merupakan
kognitif:
ketrampilan
intelektual;
sedangkan yang kedua mengacu pada ranah afektif, yaitu
respons emosional. Sebab itu Squire mengambil kesimpulan,
"Pembaca
yang
sangat
terlibat
dengan
sebuah
wacana
sastra, baik selama atau sesudah membaca wacana tersebut,
cendrung untuk terlibat secara emosional. Pembaca jenis
ini
potensial
untuk
menjelma
menjadi
pembaca
yang
superior". Dengan kata lain, pembaca yang superior itu
memiliki
segala persyaratan
yang dituntut oleh seorang
pengapresiasi dan penikmat cipta sastra.
~ a s a l a h n ~ akini
sastra
mampu
membaca
bahwa
mengapresiasi
dan
belum
dua
langsung
terlihat
pengajaran
ketrampilan
lapangan
di
keterpaduan
antara
proses
bela jar
dengan
Membaca
mata
jauh
mengembangkan
membaca
sastra.
merupakan
seberapa
Pengamatan
bela jar
proses
masih
membina
siswa.
menunjukkan,
adalah
dan mengapresiasi sastra
pelajaran
yang
terpisah dan
terpilah.
Siswa
membaca.
belum
Mereka
terlatih
masih
membedakan
membaca
wacana
berbagai
teknik
sastra
dengan
pendekatan pola eferen. Sebaliknya, membaca informasi dan
himpunan data dengan pendekatan pola estetik. Kenyataan
inilah yang
:menanganinya
perlu
segera dibenahi.
secara
konseptual,
Selama guru .belum
maka
a'presiasi sastra akan tetap sia-sia.
upaya
pembinaan
B. Masalah Penelitian
Penelitian ini memasalahkan kerancuan pola membaca
-
siswa.
Kerancuan ,yang berakibat
jauh
-
pada
kemampuan
.
.
.
siswa melibatkan diri dalam proses transaksional sastra
Rosenblatt(l985) menegaskan bahwa proses membaca
dapat dibedakan berdasarkan
(stance) pembaca
yang
sikap mental dan emosional
bersangkutan.
Salah
satu bagian
dari kontinum itu disebut sikap mental eferen(efferent1,
yang berasal dari bahasa Latin: effere(=to carry away).
Dalam
proses
membaca
difokuskan pada
misalnya,
diperoleh,
makna
kegiatan
seperti
terutama
umum yang dijaring dari wacana,
yang
kesimpulan
ini, perhatian
dinampakkan,
yang
ditarik,
informasi
pemecahan
yang
masalah
yang ditawarkan, konsep-konsep analitik yang diterapkan,
dan sebagainya. Sikap
mental
dan
emosional
biasanya mendominasi wacana-ajar(textbook)
::'begini
dan laporan-
laporan ilmiah. Unsur-unsur kesadaran personal, perasaan
asosiatif, malah
dikesampingkan
bahkan diabaikan
sama sekali.
Berbeda dengan membaca eferen yang terpusat pada apa
yang diperoleh setelah proses membaca, maka pada kontinum
membaca
estetik
terletak
membaca
itu berlangsung.
pada
perolehan
selama
proses
Perhatian tidak hanya tertuju
pada lambang-lambang verbal, melainkan pada sesuatu yang
terlihat, terasa, dan terpikirkan ketika proses transaksi
itu terjadi.
9
Setiap
kegiatlan membaca,
pada
dasarnya,
jatuh
di
antara kutub eferen dan kutub estetik. Mungkin di sekitar
titik tengah kontinum. Sebab perhatian pembaca mencakup
makna umum dan makna khusus yang menggema dari rangkaian
kata-kata.
Namun
dalam
proporsi
yang
berbeda,
selaras
membaca
wacana-
dengan niat pembaca.
Dalam
ajar,
membaca
kumulasi
eferen,
misalnya
merupakan pusat.perhitungan,
informasi
meskipun unsur-unsur asosiatif dan afektif mungkin saja
menyentuh perhatian. Demikian juga.dalam membaca estetik
dapat
saja terkilas
terpikat
komponen
sepenuhnya
pada
eferen, tetapi
spektrum
perhatian
perasaan,
sensasi,
asosiasi, gagasan-gagasan, d.an yang sejenisnya.
Patut dicatat, bahwa 'eferen' dan 'estetik' merujuk
pada
sikap
mental
dan
emosional
pembaca,
bukan
pada
wacananya. Tidak perduli apakah niat penulis atau potensi
linguistik
dibaca
pada
secara
wacana
eferen
atau
ketika membaca wacana
ketika
pembaca
tersebut,
setiap 'wacana dapat
estetik. Namun niat pembaca
itu yang mungkin berbeda. Bahkan
berniat
menikmati
larik-larik
puisi
s'eorang penyair, wacana tersebut mungkin saja tergelincir
ke arah eferen, jika pembaca yang bersangkutan mengingini
makna
harfiah
atau
mungkin
terjadi
sebuah
novel
dianalisis secara eferen, sebagai suatu dokumen sosial.
Malangnya,
pengajaran
membaca
menegaskan proses penerapan membaca
estetik
dengan
sikap
mental
dan
tradisional
gaga1
eferen dan membaca
emosional
tuntas.
10
Sehingga
membaca
siswa
itu
pernyataan
seringkali
tengah
politik
kebingungan
berlangsung.
mungkin
saja
ketika
proses
Akibatnya,
sebuah
dibaca
dengan
porsi
dominan diberikan pada unsur-unsur afektif dan asosiatif,
ketika
niat
fakta
yang
pembaca
hanyalah
melatari
mencoba
pernyataan
memahami
politik,
fakta-
tersebut.
Sebaliknya, sebuah wacana sastra, seperti cerita pendek,
puisi
atau drama dibaca dengan pola
pembaca
kehilangan
kualitas
dan
eferen.
Akibatnya
nilai-nilai(va1ues)
pengalaman esensialnya sebagai karya seni.
Kebingungan
masyarakat
yang
ini
diperteguh
mernbaharu
oleh
selalu
kenyataan, bahwa
berorientasi
pada
kecanggihan teknologi; yang mengundang budaya-ekstrovert.
Budaya ini,
lazimnya, cenderung mengutamakan makna umum,
takmempribadi, instrumental dan bermanifestasi keilmuan.
Sebab
itulah
pengajaran
membaca
di
sekolah senantiasa
didasarkan pada proses membaca bermodel eferen. Membaca
este
PERANAN MEMBACA ESTETIK
DALAM PEMBINAAN APRESlASl SASTRA Dl SMA NEGERI
SUMATRA BARAT
Oleh
Penelitian ini dibiayai oleh :
Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi (P3T) IKlP Padang
Tahun Anggaran 198811989
Surat Perjanjian Kerja No. : 69IPT37.HglN .911989
Tanggal 15 April 1989
?
,
INWITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN IKIP PADANG
: 1989
,
, , ' .
ABSTRAK
RIZANUR
GANI
:
Peranan Membaca Estetik Dalam Pembinaan
Apresiasi
Sastra Di SMA Negeri Sumatra
Barat
Penelitian
ini
menunjukkan
konsep dan proses membaca
bahwa
kekurangmantapan
estetik merupakan salah satu
kendala yang menghambat pembinaan apresiasi sastra siswa
SMA
Negeri
langsung,
kehadiran
Sumatra
Barat.
mengundang
Kondisi
ini,
kendala-kendala
sisi-sisi psikologis
secara
lain
tidak
terutama
yang menghalangi proses
pemantapan keprofesionalan tenaga kependidikan.
Di samping itu juga terlihat, bahwa kerancuan konsep
membaca
eferen dan membaca
estetik
mempersempit
ruang
gerak proses pembudayaan gairah membaca. Membaca belum
lagi merupakan kebutuhan dasar kerohanian yang mendesak,
melainkan
baru
sampai
pada
tahap
pelengkap
sarana
akademik yang sangat bersahaja. Kebersahajaan ini tentu
saja hanya mampu menghadirkan pola pikir dan pola rasa
yang
juga
bersahaja
pula.
Jawaban
yang
kadarnya
bersahaja, pastilah bermuara pada sikap-ni-lai yang belum
mampu
melahirkan
kepedulian
yang
pas
dengan
tuntutan
kehidupan yang semakin kompleks.
Jika
kurikulum
SMA
menuntut
pemantapan
proses
apresiasi sastra siswa, maka peGlu dilakukan pembenahan
segera terhadap
tata
pikir
dan
tata
kerja guru. Guru
perlu diajak agar dengan ikhlas mau membaharu. Bukan cuma
membaharu dalam pelaksanaan tugas yang selama ini hampir
tenggelam dalam kerutinan, tetapi
juga membaharu
dalam
pola pikir dan pola rasa.Proses membelajarkan siswa bukan
sekedar suatu kerutinan belaka, melainkan suatu kehendak
yang
berwawasan
pendidikan
dengan
mengapresiasi
yang
kandungan
idealisme
yang layak.
Kemampuan
transaksional
mampu
terlahir dari proses
mengundang
respons
dan
analisis
siswa dalam upaya pemberian makna sebuah wacana sastra.
Hal ini
mencerminkan
Kekreatifan
yang
tingkat kreatifitas yang pantas.
diharapkan
itu
cuma
dapat
dihadirkan
dari keterlibatan guru-siswa dalam saling pengertian yang
tentang
dalam
memerlukan
sasaran-sasaran
perancangan
dan
pengajaran
pelaksanaan
sastra. Yang
program
secara
seksama dan terarah.
Penelitian ini sekali gus juga menampakkan, bahwa
masih
proses
banyak
celah-celah
belajar-mengajar
kelemahan
apresiasi
dalam
mata
sastra.
rantai
Walaupun
disadari cukup banyak perbaikan yang telah dilaksanakan,
rangkaian nilai kurang yang masih mengambang perlu segera
dibenahi.
Untuk
itu
dirasa
perlu
lapangan dan penelitian-penelitian
melakukan
observasi
yang lebih terfokus.
Dengan demikian, diharapkan terbinanya
tradisi positif
dalarn proses pembelajaran siswa yang lebih bercitra masa
depan.
iii
PENGANTAR
Penelitian ini dilaksanakan dalam
tentang
keberadaan
pengajaran
upaya pelacakan
sastra
di
SMA
~egeri
Sumatra Barat. Pelacakan tentang apa yang dilakukan guru
dan apa yang dikerjakan siswa. Apakah proses pembelajaran
tersebut telah mengandung kerangka acuan yang pas atau
sesuatu
yang
masih
seadanya.
ini
Penelusuran
semakin
penting, apabila kita menyadari bahwa pergeseran nilainilai
pada
ketrampilan
abad
olah
informasi
rasa
ini
sangat
memerlukan
sebagai unsur pengimbangan olah
pikir yang dilanda goncangan-goncangan Iptek.
Dalam kesempatan ini perlu disampaikan rasa terima
kasih.yang
dalam
kepada semua pihak yang memungkinkan
terlaksananya penelitian awal ini, terutama pada:
1.
Kepala
Bidang
Pendidikan
Menengah
Umum
Depdikbud
Sumatra Barat dan Kepala SMA Negeri Batusangkar dan SMA
Negeri
I
Padang,
yang
telah
memberikan
bantuan
yang
yang
telah
sangat bermakna.
2.
Kepala
Pusat. Penelitian
IKIP
Padang
membantu dengan sejumlah dana.
3.
Rektor
Pendidikan
IKIP
Padang,
Bahasa
dan
Dekan
FPBS dan
Sastra
Ketua
Indonesia
Jurusan
yang
telah
memberikan dorongan positif dan bersahabat.
4.
Erlina
Zahar
dan
Ezi
Rita
Zubir
yang
membantu
pengumpulan dan pengolahan data dengan tekun dan cermat.
Padang, 29 Agustus 1989
Rizanur Gani
iv
DAFTAR IS1
............................................
..........................................
.........................................
...............................
ABSTRAK
PENGANTAR
DAFTAR IS1
BAB
I: PENDAHULUAN
A Latar Belakang dan Pentingnya Masalah ...
B Masalah Penelitian
C Tujuan Penelitian
D Manfaat Penelitian
E Asumsi
BAB 11: TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A Proses Membaca
B Membaca Estetik Sebagai Dasar Pengamatan
Nilai
.
.
.
.
.
.
.....................
......................
.....................
.................................
......................
.
BAB 111:
.........................
..................................
C . Proses Transaksi .......................
D . Asumsi Epistemologis dalam Studi Respons
E . Butir-Butir Esensial Membaca Estetik ...
METODOLOGI PENELITIAN .....................
A . Rancangan Penelitian ...................
. ~ o p u l a s idan
....................
Sampel
C Teknik Pengumpulan Data
D Teknik Analisis Data
IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A Analisis
B Pembahasan
V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
B
................
...................
...................
BAB
.
................................
.
.............................
3AB
................
A . Kesimpulan .............................
B . Rekomendasi ............................
DAFTAR BACAAN ......................................
LAMPIRAN ...........................................
.
.
ii
iv
v
1
1
8
14
15
16
17
17
18
21
24
26
29
29
30
31
33
35
35
57
73
73
75
78
80
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang dan Pentingnya Masalah
A.
Solzhenitsyn
dalam
sambutan
penerimaan
Hadiah
Sastra 1972, menegaskan,"Sastra dapat menampilkan
Nobel
keajaiban, yaitu kemampuannya rnembuat seseorang belajar
melalui
sastra
pengalaman-pengalaman
ketika
sendiri
bersentuhan
.....melarutkan
yang
dengan
ditawarkan
pengalaman
cipta
rohaninya
pengalaman orang lain itu menjadi
bagian dari pengalamannya sendiri...!"
Substansi
sastra,
tidak
lain,
adalah
pengalaman
kemanusiaan. Pengalaman kemanusiaan itu mencakup hubungan
kompleks yang melibatkan seseorang, emosi yang membuatnya
menderita atau bahagia, pengalaman yang dihadapinya, dan
nilai serta kebermaknaan yang diharapkannya. Dengan kata
lain, apapun yang ditemukan seseorang dalam cipta sastra
yang
tentang
dibacanya
maut,
keadilan,
mengaitkan
dan
-
baik
isyu
kehidupan, seperti
dan
buruk,
segalanya
itu
berkaitan
dengan
pengalaman
cinta,
harus
batinnya.
Karena sastra tidak berkaitan langsung dengan sains dan
data
yang
manusia
jika
dapat
digeneralisasikan,
melainkan
dengan
yang harus menghadapi dunianya, maka pantaslah
setiap
pribadi
senantiasa
terkait
dengan
perspektifnya; dengan hubungannya yang unik dengan dunia
yang
dihadapinya.
Dengan
dernikian,
dia
tidak
rela
melangkahi hati nuraninya.
Dengan
hati
pesan-pesan
nuraninya,
kehidupan
dan
seseorang mencoba memahami
kemanusiaan
melalui
aneka
kilasan yang direfleksikan oleh karya-karya sastra yang
tentang
mengungkapkan
manusia
yang
ketiadaan
tempat
berpijak. Seperti karya-karya sastra dunia ciptaan Saul
Below,
pemenang
Hadiah
berhasil
memadukan
semangat
kerjanya
fiksinya
dengan
Nobel
Sastra
keberanian
sebagai
tahun
intelektualnya
sastrawan,
pandangan
1976.
dengan
serta
filsafatnya,
Dia
menjalin
lewat
bahasa
pergaulan dan kesegaran bahasa yang mengantarkannya.
Karl
Gierow, pengarang
dan
kritikus
sastra
serta
Sekretaris Tetap Akademi Swedia,dalam suatu pidato ucapan
selamat
untuk
Saul
Below,
berikutIwKarya-karya Saul
yang
tidak
bernafaskan
memiliki
terpenting
berjuang
dan
tempat berpijak".
untuk
Selanjutnya,
mengatakan,
perjuangan,
tambahnya,
pengembaraan
Below
ia
adalah
menemukan
Yan9
berkomentar
hampir
semuanya
manusia
tempat
adalah
yang
selalu
berpijak,
dalarn
ditentukan
oleh
seseorany
m a a t a b a t n y a " . "Below
kebeahaclilan,
percaya,
bahwa
katanya.
Swedia
pernah mau meninggalkan keyakinannya bahwa,
tidah
yang
"Tetapi, dan ini yang
terhuyung-huyung",
Below
novel
tentang manusia
Sekretaris Tetap Akademi
bahwa
sebagai
itu ~juga
yang
tidak
"Aati
hidup
mefainkan
oleh
kebenaranlah
yang
menang pada akhirnya", kata Gierow menambahkan lagi.
"Pengajaran sastra", kata Robert E. Probst (19841,
"haruslah
memampukan
pengalamannya
Sedangkan
dengan
Louise M.
siswa
menemukan
cipta
sastra
hubungan
yang
antara
bersangkutan" .
Rosenblatt (1983) menegaskan bahwa
pengajaran sastra melibatkan peneguhan kesadaran tentang
sikap
etik.
Hampir
mustahil
membicarakan
cipta sastra
-seperti puisi, novel atau drama, tanpa menghadapi masalah
etik
dan
tanpa
menyentuhnya
dalam
konteks
filosofi
sosial. Tanpa menhgadapkan siswa pada masalah kehidupan
yang
digelutinya
sepanjang
hari
di
tengah-tengah
masyarakat yang dihidupi dan menghidupinya.
Dalam
kaitan
prinsip, yang
itu
Rosenblatt
memungkinkan
menyarankan
beberapa
pengajaran sastra mengemban
fungsinya dengan baik:
1. Siswa harus diberi kebebasan untuk menampilkan respons
dan reaksinya.
2. Siswa harus diberi kesempatan untuk mempribadikan dan
mengkristalisasikan rasa pribadinya terhadap cipta sastra
yang dibaca dan dipelajarinya.
3. Guru harus berusaha untuk menemukan butir-butir kontak
di antara pendapat para siswa.
4. Peranan dan pengaruh guru harus merupakan daya dorong
terhadap
~i
penjelajahan
pengaruh
dalam sastra itu sendiri.
vital
yang
inheren di
Sumbangan karya sastra y,anq ta!~kal.:ah penting adalah
sebagai sumber telaah nilai. Karena nilai-nilai berkaitan
dengan dinamika atau motivasi di dalam kehidupan pribadi
atau masyarakat, rililka
.Pa&
nilai
memiliki
berbagai def j.ni.si.
pada gayasan y a n g menunjuk. pada
dasarnya ;rnengaccl
sesuatu, yang sadar atau tidak, membuitnya diingini atau
dikehendaki.
Dalam
inilah
yang
digunakan.
"ingin
menyarankan
sekedar
yang
dipertimbangkan
berbagai
"Namun saya", kata Rosenblatt,
bahwa
diingini,
sangat
konteks kehidupan, batasan
istilah
tetapi
berharga
nilai
tidak
hanya
apa
Yan9
juga
untuk
diingini,
yang
pantas diingini". Tujuannya, dalam proses pendidikan dan
pematangan,
adalah
keharusan
pengembangan
kapasitas
seseorang agar sampai pada tingkat pencapaian nilai yang
penuh pertimbangan.
Kemampuan untuk merefl-eksi~anpertimbangan-pertimbag
an
tentang
penting
nilai-nilai,
dalam
belajar
perangkat
mempertimbangkan
menjadi
kehidupan
bagian
kita.
nilai-nilai
yang
sangat
Kita
perlu
tersirat
atau
mencapai nilai-nilai aktual yang serasi dengan keputusankeputusan dan kegiatan-kegiatan yang lain. Di balik itu
di dalam berbagai wilayah kehidupan yang pola lama tidak
lagi
perlu
mampu
menjawab
menentukan
keputusan
berbagai
prioritas.
tuntutan kehidupan, kita
Jika
itu
akan
berupa
yang konstruktif, maka nilai itu harus cocok
LIP:
dengan
situasi
secara
;
keseluruhan.
Nilai
itu
harus
selaras dengan 'value judgment' pribadi yang bersangkutan
dan
dapat
memberikan
sumbangan pada pemahaman tentang
sesuatu yang penting bagi alur kehidupan kemanusiaan.
Rasanya, dari seluruh bentuk seni, sastra merupakan
ujud yang paling berimplikasi langsung dengan kehidupan.
Medium
tangguh,
wacana
sastra
pengalaman
yang
yang
hidup
melalui para sastrawan membangun
dilandaskan
kemanusiaan.
pada
Sebab
upaya
bahasa
berbagi
merupakan
aliran darah bagi perkembangan budaya dan sejarah suatu
bangsa.
Itulah yang dinukilkan oleh Henry James dengan
frasenya:"Untuk seluruh kehidupan, perasaan, pengamatan,
dan visi kemanusiaan".
Demikianlah, karya sastra tak terbantah lagi telah
'berhasil membangun nilai-nilai. Sebuah lirik yang sangat
sederhana
pun
mampu
memekarkan
perasaan-perasaan,
pengalaman-pengalaman berbagai pribadi dan berbagai aspek
kehidupan kemanusiaan. Karya fiksi, seperti cerpen, novel
dan drama, berhubungan erat dengan manusia dalam kondisi
harus melakukan pilihan.
Dengan pilihan itu dimantapkan
keanggunan sebuah nilai di atas nilai yang lain. Seperti
yang diucapkan oleh Aristoteles18'Karakteradalah sesuatu
yang
yang
berhubungan
harus
seseorang".
dengan
dipilih
dan
tujuan moral, menunjukkan
apa
yang
harus
apa
dihindarkan
Menarik untuk dikemukakan pendapat James R. Squire
(1964) yang menawarkan enam wilayah respons siswa dalam
proses belajar-mengajar sastra, yaitu:
1. Penilaian sastra, siswa menilai sastra dan kualitas
estetiknya.
2. Penafsiran sastra, siswa berupaya mengungkapkan makna
sebuah cerita dan motif perwatakannya.
3.
Penyimpulan
sastra,
siswa
menyimpulkan
peristiwa-
peristiwa yang terkandung dalam sebuah cipta sastra.
4. Pengasosiasian sastra, siswa menghubungkan pengalaman
pribadinya
dengan
orang,
tempat
dan
peristiwa
yang
terkait dalam sebuah wacana sastra.
5. Pelibatan dalam sastra, siswa mengidentifikasi dirinya
dengan pengalaman dan emosi-emosi perwatakan.
6. Penjabaran
sastra, siswa menentukan apa yang harus
dilakukan oleh perwatakannya.
Tiga kategori pertama, pada dasarnya merupakan ranah
kognitif; sedangkan ketiga kategori terakhir merujuk pada
ranah
afektif.
Dalam
penelitiannya,
Squire
menemukan
bahwa kebanyakan respons yang diberikan siswa berbentuk
respons
penafsiran.
respons
penilaian
Respons
sastra
kognitif
yang
lainnya,
menuntut
yaitu
ketrampilan
berpikir tingkat tinggi dalam proses penilaian, ternyata
sangat
hubungan
kurang.
yang
Sangat
positif
mengejutkan,
antara
penilaian
bahwa
terdapat
sastra
dengan
pelibatan dalam sastra. Mengejutkan karena yang pertama
ranah
merupakan
kognitif:
ketrampilan
intelektual;
sedangkan yang kedua mengacu pada ranah afektif, yaitu
respons emosional. Sebab itu Squire mengambil kesimpulan,
"Pembaca
yang
sangat
terlibat
dengan
sebuah
wacana
sastra, baik selama atau sesudah membaca wacana tersebut,
cendrung untuk terlibat secara emosional. Pembaca jenis
ini
potensial
untuk
menjelma
menjadi
pembaca
yang
superior". Dengan kata lain, pembaca yang superior itu
memiliki
segala persyaratan
yang dituntut oleh seorang
pengapresiasi dan penikmat cipta sastra.
~ a s a l a h n ~ akini
sastra
mampu
membaca
bahwa
mengapresiasi
dan
belum
dua
langsung
terlihat
pengajaran
ketrampilan
lapangan
di
keterpaduan
antara
proses
bela jar
dengan
Membaca
mata
jauh
mengembangkan
membaca
sastra.
merupakan
seberapa
Pengamatan
bela jar
proses
masih
membina
siswa.
menunjukkan,
adalah
dan mengapresiasi sastra
pelajaran
yang
terpisah dan
terpilah.
Siswa
membaca.
belum
Mereka
terlatih
masih
membedakan
membaca
wacana
berbagai
teknik
sastra
dengan
pendekatan pola eferen. Sebaliknya, membaca informasi dan
himpunan data dengan pendekatan pola estetik. Kenyataan
inilah yang
:menanganinya
perlu
segera dibenahi.
secara
konseptual,
Selama guru .belum
maka
a'presiasi sastra akan tetap sia-sia.
upaya
pembinaan
B. Masalah Penelitian
Penelitian ini memasalahkan kerancuan pola membaca
-
siswa.
Kerancuan ,yang berakibat
jauh
-
pada
kemampuan
.
.
.
siswa melibatkan diri dalam proses transaksional sastra
Rosenblatt(l985) menegaskan bahwa proses membaca
dapat dibedakan berdasarkan
(stance) pembaca
yang
sikap mental dan emosional
bersangkutan.
Salah
satu bagian
dari kontinum itu disebut sikap mental eferen(efferent1,
yang berasal dari bahasa Latin: effere(=to carry away).
Dalam
proses
membaca
difokuskan pada
misalnya,
diperoleh,
makna
kegiatan
seperti
terutama
umum yang dijaring dari wacana,
yang
kesimpulan
ini, perhatian
dinampakkan,
yang
ditarik,
informasi
pemecahan
yang
masalah
yang ditawarkan, konsep-konsep analitik yang diterapkan,
dan sebagainya. Sikap
mental
dan
emosional
biasanya mendominasi wacana-ajar(textbook)
::'begini
dan laporan-
laporan ilmiah. Unsur-unsur kesadaran personal, perasaan
asosiatif, malah
dikesampingkan
bahkan diabaikan
sama sekali.
Berbeda dengan membaca eferen yang terpusat pada apa
yang diperoleh setelah proses membaca, maka pada kontinum
membaca
estetik
terletak
membaca
itu berlangsung.
pada
perolehan
selama
proses
Perhatian tidak hanya tertuju
pada lambang-lambang verbal, melainkan pada sesuatu yang
terlihat, terasa, dan terpikirkan ketika proses transaksi
itu terjadi.
9
Setiap
kegiatlan membaca,
pada
dasarnya,
jatuh
di
antara kutub eferen dan kutub estetik. Mungkin di sekitar
titik tengah kontinum. Sebab perhatian pembaca mencakup
makna umum dan makna khusus yang menggema dari rangkaian
kata-kata.
Namun
dalam
proporsi
yang
berbeda,
selaras
membaca
wacana-
dengan niat pembaca.
Dalam
ajar,
membaca
kumulasi
eferen,
misalnya
merupakan pusat.perhitungan,
informasi
meskipun unsur-unsur asosiatif dan afektif mungkin saja
menyentuh perhatian. Demikian juga.dalam membaca estetik
dapat
saja terkilas
terpikat
komponen
sepenuhnya
pada
eferen, tetapi
spektrum
perhatian
perasaan,
sensasi,
asosiasi, gagasan-gagasan, d.an yang sejenisnya.
Patut dicatat, bahwa 'eferen' dan 'estetik' merujuk
pada
sikap
mental
dan
emosional
pembaca,
bukan
pada
wacananya. Tidak perduli apakah niat penulis atau potensi
linguistik
dibaca
pada
secara
wacana
eferen
atau
ketika membaca wacana
ketika
pembaca
tersebut,
setiap 'wacana dapat
estetik. Namun niat pembaca
itu yang mungkin berbeda. Bahkan
berniat
menikmati
larik-larik
puisi
s'eorang penyair, wacana tersebut mungkin saja tergelincir
ke arah eferen, jika pembaca yang bersangkutan mengingini
makna
harfiah
atau
mungkin
terjadi
sebuah
novel
dianalisis secara eferen, sebagai suatu dokumen sosial.
Malangnya,
pengajaran
membaca
menegaskan proses penerapan membaca
estetik
dengan
sikap
mental
dan
tradisional
gaga1
eferen dan membaca
emosional
tuntas.
10
Sehingga
membaca
siswa
itu
pernyataan
seringkali
tengah
politik
kebingungan
berlangsung.
mungkin
saja
ketika
proses
Akibatnya,
sebuah
dibaca
dengan
porsi
dominan diberikan pada unsur-unsur afektif dan asosiatif,
ketika
niat
fakta
yang
pembaca
hanyalah
melatari
mencoba
pernyataan
memahami
politik,
fakta-
tersebut.
Sebaliknya, sebuah wacana sastra, seperti cerita pendek,
puisi
atau drama dibaca dengan pola
pembaca
kehilangan
kualitas
dan
eferen.
Akibatnya
nilai-nilai(va1ues)
pengalaman esensialnya sebagai karya seni.
Kebingungan
masyarakat
yang
ini
diperteguh
mernbaharu
oleh
selalu
kenyataan, bahwa
berorientasi
pada
kecanggihan teknologi; yang mengundang budaya-ekstrovert.
Budaya ini,
lazimnya, cenderung mengutamakan makna umum,
takmempribadi, instrumental dan bermanifestasi keilmuan.
Sebab
itulah
pengajaran
membaca
di
sekolah senantiasa
didasarkan pada proses membaca bermodel eferen. Membaca
este