Index of /ProdukHukum/kehutanan

LAPORAN
CITES 13th MEETING OF THE CONFERENCE OF THE PARTIES
BANGKOK 2-14 OKTOBER 2004
Oleh :
Dr. Samedi
Kasubdit Konvensi, Ditjen PHKA
I.

HASIL PERTEMUAN
COP 13 CITES yang diselenggarakan pada tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok- Thailand
dihadiri oleh 1200 peserta yang mewakili pemerintah negara para pihak, organisasi
intergovernmental dan ORNOP. Pertemuan membahas 64 mata agenda yang terdiri atas
berbagai topik termasuk diantaranya laporan dan rekomendasi dari Animals dan Plants
Committee; budget untuk tahun 2006-2008 dan administrasi lainnya; penerapan konvensi; issue
konservasi dan perdagangan species; management quota tahunan; hubungan antara konservasi
in-situ dan captive breeding ex-situ ; control perdagangan dan penandaan; penegakan hokum;
kerjasama antara CITES dengan CBD dan FAO; serta 50 proposal perubahan appendiks
species.
Dalam pidato pembukaannya, Suwit Kunkhiti, Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Thailand menekankan pentingnya kerjasama regional dalam mengimplementasikan dan
menegakkan konvensi serta mempromosikan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang

CITES. Pertemuan dibuka oleh Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra yang diawali
dengan pidato yang juga menekankan perlunya kerjasama global dan regional untuk memerangi
kejahatan terorganisir terhadap perdagangan illegal tumbuhan dan satwa liar internasional, serta
menawarkan menjadi tuan rumah pembentukan network penegakan hukum di tingkat ASEAN
untuk memberantas perdagangan illegal tumbuhan dan satwa liar.
Pertemuan membahas mata agenda (mata agenda yang tertuang dalam COP 13 doc.4 rev.
terlampir) sebagai berikut :
1.

Masalah Organisasi

2.

Strategi dan Administrasi

3.

Interpretasi dan Implementasi Konvensi

4.


Laporan Regular dan Khusus

5.

Compliance Issue

6.

Konservasi dan perdagangan species

7.

Penandaan dan kontrol perdagangan

8.

Ketentuan pengecualian dan perdagangan khusus

9.


Pembahasan Proposal perubahan Appendiks I dan II

10.

Pemilihan anggota Committee

11.

Penutupan

12.

ORGANISASI
Plenary hari pertama mengadopsi agenda pertemuan dan working program. Standing
Committee menyampaikan dokumen tentang pemungutan suara melalui secret ballots,
dimana EU dan USA menyampaikan pendapatnya bahwa pemungutan suara melalui
secret ballot dianggap tidak transparan. Namun demikian hasil plenary tidak mengadopsi
perubahan dari peraturan yang ada dalam secret ballot, sehingga peraturan yang
sekarang masih diberlakukan. Delegasi mengadopsi Rules of procedure dengan

mengamandement penyerahan credential letter, dimana negara para pihak diwajibkan
menyampaikan credential letter selain dalam bahasa nasionalnya juga disertai dengan
terjemahannya dalam salah satu bahasa konvensi yaitu Inggris, Perancis atau Spanyol.
Sekretariat juga mengklasifikasi tentang amademen peraturan bahwa semua anggota
Standing Committee juga merupakan bagian dari Bureau dan jika Chair COP tidak dapat
hadir atau tidak dapat memenuhi tugasnya maka Bureau akan menominasikan salah
satu wakil Chair. Plenary memilih Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Suwit Khunkiti sebagai COP Chair, David Bracket (Canada) dan Victoria Lichtschein
(Argentina) sebagai wakil Chair; dan Dr. Holly Dublin (IUCN) sebagai Chair Komite I dan
Martin Basher (UK) sebagai Chair Komite II. Czech Republic disetujui untuk menjadi

Chair Credential Committee bersama sama dengan Saint Lucia, Cameroon, Mexico dan
UEA sebagai anggota Credential Committee.
Dalam plenary juga disampaikan laporan dari Standing Committee, Animals dan Plants
Committee serta Nomenclature Committee. (Ringkasan laporan terlampir).
13.

STRATEGI DAN ADMINISTRASI
a.


Review Permanent Committee : Review Scientific Committee
Dokumen disampaikan oleh Australia yang mengusulkan untuk dibentuknya
working group (WG) dalam COP 13 untuk mereview keberadaan Scientific
Committee (Animals dan Plants) yang telah menyedot banyak biaya untuk
operasionalnya sehingga perlu ada review oleh WG apakah plants dan animals
committees yang ada sekarang perlu dirubah agar operasionalnya bisa lebih
efisien. Menanggapi usulan Australia ini, Chair Animals Committee (AC) dan
Plants Committee (PC) menginformasikan bahwa para ilmuwan dan organisasi
yang bekerja dalam Committee telah meluangkan waktu dan saran-sarannya
secara sukarela tanpa imbalan. Semua delegasi menyadari besarnya
sumbangan yang telah diberikan oleh Committee terhadap kinerja CITES dan
mengusulkan untuk membentuk working group untuk menyiapkan ToR bagi
Standing Committee (SC) untuk melaksanakan evaluasi Scientific Committee
dan melaporkannya pada CoP ke 14 yang akan datang. Sehingga disampaikan
draft Decision (Com II.20 terlampir) yang mengintruksikan kepada AC, PC dan
Nomenclature Committee (NC) mendraft ToR untuk mengkaji committee dalam
memfasilitasi performance nya dan mengintruksikan kepada SC untuk
melaksanakan pengkajian dan menyampaikan hasilnya pada CoP 14
mendatang.


b.

Peningkatan komunikasi di tingkat regional
Chair PC menyampaikan proposal untuk mengamandemen Resolusi Conf. 11.1
tentang Komunikasi Regional dan Perwakilan AC dan PC. Delegasi menyetujui
pembentukan working group untuk membahas issue-issue diantaranya
pengeluaran bagi Chair SC, AC dan PC terutama bagi wakil dari negara yang
sedang berkembang. Peserta COP menyetujui untuk dibentuk working group
untuk membahas issue-issue mengenai anggaran bagi SC, AC dan PC, perlunya
komitmen formal dari pemerintah dan institusi untuk menjamin agar wakil yang
duduk dalam Committee dapat menjalankan tugasnya, perlunya komitmen formal
dari wakil regional untuk memenuhi tugasnya, serta memberikan kewenangan
kepada Committee dalam mengelola budgetnya. Dari hasil pertemuan working
group maka dihasilkan draft decision seperti pada point a di atas (Com.II.20
terlampir) yang meminta agar Secretariat untuk menyediakan bantuan
keuangan sebagai jaminan agar anggota dan Chair SC,PC dan NC dari negara
yang sedang berkembang dan negara yang ekonominya dalam masa transisi,
dan meminta komitmen formal dari negara dan institusi yang menominasikan
anggota Committee. Decision juga memerintahkan inter alia kepada Secretariat
agar AC dan PC mengembangkan manual tentang peran dan tugas bagi

perwakilan yang baru terpilih, serta para pihak agar menyediakan focal point
untuk AC, PC dan NC.

c.

Standard Nomenclature dan operasional NC
Mexico menyampaikan adanya komplikasi yang cukup serius terhadap
implementasi CITES akibat adanya perubahan nomenklatur dari suatu taxa yang
langsung diadopsi di dalam checklist species CITES. Sehingga ada jenis yang
semula masuk dalam CITES menjadi tidak masuk atau bahkan ada jenis-jenis
yang tiba-tiba berada dalam appendix yang lebih tinggi. Kecuali itu Mexico
mengusulkan untuk merevisi Resolusi 12.11 dan 11.1 agar kerja NC menjadi
lebih transparan dan komprehensif dalam proses adopsi dan updating standard
taxonomy dan checklist spesies. Dalam sidang disetujui untuk mengadopsi
revisi Res.Conf 12.11 sesuai dengan proposal yang diajukan termasuk prosedur
untuk menjamin adanya komunikasi dan mengevaluasi dampak dari perubahan
nomenclature dari listing species tertentu. Selain itu usulan untuk merevisi
Res.Conf 11.11 juga diadopsi dengan menambahkan catatan bahwa dalam
pembentukan NC harus disertai dengan prosedur terbaru untuk memperbaharui
dan mengadopsi referensi standar nomenclature. (Com II.21 dan Com II.25

terlampir)

d.

Financing dan Budget
Melalui Resolusi (Com.II.23 Ànnex 2, terlampir) COP :

e.

ƒ

Negara Pihak menyetujui laporan Finansial untuk tahun 2002-2003

ƒ

Perkiraan pengeluaran untuk tahun 2004-2005 disetujui oleh Negara
pihak.

ƒ


Sekretaris Jenderal CITES menyampaikan kesulitan Sekretariat untuk
mendapatkan dana dari luar, perlunya dana bagi sponsor delegasi yang
disponsori dari negara-negara yang sedang berkembang dan negara
yang ekonominya dalam masa transisi dan kurangnya dana bagi
program Monitoring the Illegal Killing of Elephants (MIKE).

ƒ

Budget untuk tahun 2006-2008 diputuskan untuk diadopsi

ƒ

kontribusi dari masing-masing negara para pihak ditingkatkan sebesar
3%,

ƒ

Menyetujui bahwa kontribusi bagi Trust Fund berdasarkan skala UN.

ƒ


Menyetujui bahwa semua COP dan pertemuan rutin SC dilaksanakan di
Geneva kecuali bila negara tuan rumah dapat membayar sebagian dana
penyelenggaraan dan tidak ada lagi pertemuan SC lebih dari dua kali
diantara CoP.

Strategic Vision
Secretariat mengusulkan draft decision yang intinya memperpanjang masa dari
CITES Strategic Vision and its Action Plan through 2005 menjadi akhir 2007, dan
membentuk working group di bawah Standing Committee untuk membuat
proposal Strategic Vision dan Action Plan sampai 2013.
Sidang menyetujui usulan Secretariat untuk memperpanjang masa CITES
Strategic Vision sampai akhir tahun 2007; membentuk Working Group Strategic
Plan sebagai subcommittee dari SC dalam mengembangkan proposal Strategic
Vision dan Action Plan sampai 2013, sebagai salah satu upaya untuk mencapai
target WSSD 2010 dengan mengurangi hilangnya keanekaragaman hayati;
meminta masukan dari IGO yang relevan untuk membantu dalam Working Group
Strategic Plan dan memutuskan bahwa SC harus menyerahkan proposal
Strategic Vision dan Action Plan sampai 2013 pada COP 14 mendatang.(COP
13. Doc 10 terlampir)


f.

Kerjasama dengan Organisasi lainnya:
ƒ

Synergy antara CITES – CBD
Irlandia atas nama EU member states menyampaikan outcome dari
workshop mengenai sinergi antara CITES dan CBD yang diadakan di
Jerman 20-24 April 2004. Selanjutnya diusulkan agar COP mengadopsi
keputusan bahwa laporan dari workshop Jerman agar ditransmit kepada
AC, PC dan SC untuk dipertimbangkan lebih lanjut; Sekjen CITES
menyampaikan kepada Sekjen CBD untuk merevisi workplan terlampir
pada MOU antara CBD dan CITES dengan dasar temuan dan
rekomendasi workshop; dan CITES Secretariat untuk melaporkan
kembali pada pertemuan ke 53 SC ttg kemajuan revisi workplan
tersebut. Sidang mengadopsi draft Decision ( Com.II.7 terlampir) yang
memerintahkan kepada Secretariat untuk mereview rekomendasi
laporan workshop Vilm dalam mengidentifikasi aspek yang relevan
bekerja sama dengan Chair Ac dan PC dan memberian kesimpulan
kepada negara para pihak sebelum pertemuan SC yang ke 53;
memerintahkan SC untuk :

ƒ

o

mempertimbangkan rekomendasi sesuai dengan hasil laporan
Vilm dan mengidentifikasi aksi-aksi prioritas untuk meningkatkan
synergi antara CITES dan CBD dalam upaya mencapai target
WSSD 2010 terutama tentang sustainable use, pendekatan
ekosistem dan access benefit sharing serta

o

menyediakan guidelines bagi SC Working Group Strategic Plan
dan memerintahkan kepada Secretariat untuk merevisi bersamasama dengan Secretariat CBD dalam mengembangkan
Rencana Kerja untuk mengimplementasikan Kegiatan bersama
sebelum COP 14.

Prinsip-prinsip dan Guidelines Sustainable use

Namibia menyampaikan agar CITES mengadopsi prinsip-prinsip
pemanfaatan berkelanjutan yang telah dikembangkan oleh CBD
terutama melalui Addis Ababa guidelines, dan menerapkannya dalam
menetapkan Non-detriment findings CITES. Sidang mengadopsi usulan
ini untuk dijadikan Resolusi yang diantaranya memerintahkan kepada
Negara para pihak untuk:
o
ƒ

membuat Prinsip-prinsip dan petunjuk bagi pemanfaatan yang
berkelanjutan keanekaragaman hayati, dan perdagangan

CITES-FAO
Masa berlaku Decision 12.7 (MoU CITES-FAO) diperpanjang

g.

Kebijakan perdagangan dan Incentive Ekonomi
Sidang mengadopsi perubahan draft Decision tentang insentive ekonomi dengan
menambahkan beberapa paragraph yang pada intinnya mengajak negara para
pihak untuk memberikan informasi tentang insentive ekonomi yang digunakan
kepada SC ke 53.
Perihal review kebijakan perdagangan tumbuhan dan satwa liar, COP
memerintahkan kepada Sekretariat untuk :
ƒ

mengkaji ulang kebijakan negara para pihak perihal pemanfaatan,
perdagangan specimen-specimen yang termasuk dalam Appendik
CITES

ƒ

Membuat laporan tentang social ekonomi dan dampak konservasi dari
kebijakan nasional bagi perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang
masuk dalam Appendik CITES, dan melaporkannya kepada SC dan
COP 14 mendatang

ƒ

Menyerahkan usulan proyek kepada GEF dan institusi donor lainnya
untuk mendapatkan dukungan dana dalam rangka mempersiapkan
review di atas.

ƒ

Mengajak semua negara anggota , International Organization dan LSM
untuk memberikan bantuan teknis dalam pelaksanaan review tersebut

Sehubungan dengan kegiatan insentive ekonomi (Com.II.7 terlampir) COP
memerintahkan kepada Sekretariat untuk :

h.

ƒ

Mengajak negara pihak dan organisasi yang relevan untuk menyediakan
informasi tentang insentive ekonomi dan melaporkannya pada SC ke 53

ƒ

Bekerjasama dengan CBD Secretariat, konvensi dibidang
keanekaragaman hayati lainnya, pihak swasta dan organisasi
pemerintahan lainnya, IGO dan LSM dalam mencari dukungan dana.

Pendanaan Konservasi dan Pemanfaatan yang berkelanjutan Perdagangan
Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar.
Sekretaris Jenderal CITES menyarankan agar negara para pihak dalam
mendapatkan dana GEF menggunakan pendekatan tujuan dari Strategic Vision
CBD yang menyatakan bahwa diharapkan tidak ada satupun tumbuhan dan
satwa liar menjadi punah akibat perdagangannya.

i.

Laporan Pertemuan Dialog Gajah Afrika
MIKE melaporkan terjadinya perburuan liar sekitar 4000 gajah afrika per tahun
adalah sebagai dampak dari perdagangan dalam negeri yang tidak diatur dalam
legislasi nasional. Sementara itu ETIS melaporkan bahwa tingkat perdagangan
illegal gading gajah menurun dibanding dengan tahun 1992. Delegasi peserta
CoP menekankan perlunya informasi yang disampaikan oleh ETIS dan MIKE
perlu dipertimbangkan sebagai acuan dalam mengetahu populasi dan mengelola
kapasitas diantara negara-negara range states

14.

INTERPRETASI DAN PENERAPAN KONVENSI
a.

Review Resolusi
Komite II mengadopsi usulan revisi Res Conf 4.6 tentang tenggat waktu
penyampaian dokumen; Res Conf 11.21 tentang Anotasi Apendiks I dan II ;
Res.Conf 9.11 tentang Interpretasi dan aplikasi quota untuk species yang
termasuk dalm Appendik I. Tentang revisi Res. Conf 5.11 tentang definisi

specimen pre Convention, delegasi menyetujui untuk menggunakan tanggal
masuknya specimen ke dalam Appendik , dimana tanggal sebelum masuknya
specimen tersebut ke dalam Appendiks dianggap sebagai specimen preconvention. Sedangkan untuk Res.Conf 10.6 tentang kontrol perdagangan
specimen bagi souvenir tourist dan Res. Conf.12.9 tentang personal household
effects, sidang plenary menyetujui perubahan yang diajukan.
b.

Review Decision
Komite II menyetujui hampir semua usulan revisi beberapa Decision yang
diajukan oleh Sekretariat yaitu:

15.

ƒ

menggabungkan Dec. 9.7 tentang penerbitan ijin dengan Res.Conf 12.3
(Ijin dan Sertifikat), sidang menyetujui bahwa negara para pihak
melakukan konfirmasi asal-usul species Appendiks I untuk menghindari
penerbitan ijin yang diperuntukan bagi tujuan komersial bukan berasal
dari captive breeding yang terdaftar pada CITES.

ƒ

menyetujui penggabungan Decision 9.31 (Laporan Infraction) menjadi
Res.Conf.11.3 (Compliance dan Penegakan) dimana laporan yang
berhubungan dengan penegakan diserahkan setiap pertemuan Standing
Committee dan CoP.

ƒ

penggabungan Decision 10.54, 10.76 dan 10.86 (perdagangan alien
species) menjadi Resolusi CoP (Com II.9 terlampir), sidang
mengadopsi draft Resolusi tersebut dengan beberapa perubahan
diantaranya memasukan kata “alien species yang mempunyai potensial
menjadi invasive” untuk menggantikan kata “alien invasive species”.
Resolusi ini memerintahkan kepada negara pihak untuk
mempertimbangkan problem invasive species dapat diakomodir dalam
legislasi nasionalnya dan peraturan tentang perdagangan tumbuhan dan
satwa liar, berkonsultasi dengan Management Authority pengimport.
Sekretariat diminta juga untuk membangun kerjasama dengan
Sekretariat CBD dan IUCN/SSC Invasive Species Specialist Group.

ƒ

Menyetujui review Decision 9.38 (Perdagangan Tumbuhan); 12.79
(Specimen Museum dan Herbarium); 12.7 (CITES-FAO MoU) dan 12.90
sampai 12.93 (peningkatan kapasitas bagi quota export nasional untuk
Appendiks II)

LAPORAN REGULER DAN LAPORAN KHUSUS
a.

Persyaratan Pelaporan
Komite II menyetujui proposal yang diajukan oleh Sekretriat tentang persyaratan
pelaporan (Doc.18) termasuk format untuk laporan dua tahunan dengan
merevisi Res. Conf 11.17 (laporan tahunan dan monitoring perdagangan)
termasuk persyaratan untuk laporan dua tahunan dan Res. Conf.4.6
(penyampaian draft resolusi dan dokumen lainnya untuk pertemuan CoP) yang
meminta negara para pihak agar persyaratan pelaporan dimasukan ke dalam
laporan tahunan dan laporan dua tahunan untuk mengurangi beban pihak
negara.

b.

c.

Export Quota Species Appendik I
ƒ

Leopard : Sidang menyetujui usulan Namibia untuk meningkatkan export
quota tahunan dari 100 menjadi 250 specimen untuk hunting trophies
leopard dan kulit. Sidang juga menyetujui usulan Afrika Selatan untuk
menambah export quota leopard dari 75 menjadi 150 specimen

ƒ

Badak Hitam : Sidang menyetujui usulan Namibia dan Afrika Selatan
untuk mendapatkan export quota 5 ekor Badak Hitam jantan dewasa
untuk hunting trophies dan mengadopsi Resolusi ini (Com.I.2 terlampir).

Perdagangan Vicuna Cloth
Sekretariat melaporkan perdagangan Vicuna cloth dan sidang mengadopsi revisi
Res. Conf 11.6 untuk menghapus persyaratan pelaporan.

d.

Transport Specimen Hidup
Sekretariat mengusulkan untuk merevisi Res.Conf 10.21 (Transport Specimen
Hidup) untuk menggantikan CITES Guidelines dengan peraturan IATA dan
usulan ini disetujui oleh Plenary.

16.

ISSUE TENTANG COMPLIANCE
a.

Perundang-undangan nasional
Proposal diajukan oleh Sekretariat tentang penerapan perundangan nasional
tentang CITES dan penghentian menyetujui dengan consensus bahwa Standing
Committee dapat mempertimbangkan suspensi perdagangan komersial dan
mengadopsi decision tentang perundang-undangan nasional untuk menerapkan
CITES dengan memerintahkan, inter alia :

b.

ƒ

Sekretariat meneruskan Proyek Legislasi Nasional;

ƒ

Negara pihak yang peraturan nasionalnya belum masuk kategori 1
diwajiban untuk tetap berupaya agar bisa masuk kategori 1;

ƒ

Nigeria dan Paraguay untuk mengesahkan peraturannya sesuai dengan
Action Plan yang disetujui oleh SC 53;

ƒ

Negara pihak yang peraturan nasionalnya belum masuk kategori 1
diwajiban untuk mengesahkan peraturan nasionalnya sampai dengan 30
September 2006; dan

ƒ

SC mempertimbangkan untuk merekomendasikan penghentian
perdagangan komersial yang termasuk dalam daftar CITES bagi negara
yang tidak memenuhi ketentuan Decision di atas;

ƒ

Indonesia telah masuk kategori I, dengan adanya SK Menteri Kehutanan
No 447/Kpts-II/2003.

Penegakan Hukum
Sidang mengadopsi proposal EU untuk meningkatan peningkatan kapasitas dan
training CITES bagi penegak hukum dan usulan Fiji yang mengajukan draft
Decision dengan memerintahkan kepada Sekretariat untuk mencari dana bagi
workshop peningkatan kapasitas dan pertemuan regional sebelum SC ke 54.
Draft Decision (Com.II.10 dan Com.II.22 terlampir) meminta inter alia :

c.

ƒ

Negara para pihak untuk menyampaikan institusi nasional yang bertugas
dalam enforcement dan instansi yang terkait;

ƒ

Sekretariat menyebarkan informasi tersebut diatas;

ƒ

Sekretariat untuk peningkatan kapasitas melaksanakan training dan
bagi para penegak hukum yang mengontrol pelaksanaan CITES dan
mengadakan workshop peningkatan kapasitas di regional Oceania dan
pertemuan regional sebelum SC ke 54.

Revisi Res.Conf.11.3 (Compliance dan Enforcement)
Usulan yang diajukan oleh Kenya ini disetujui oleh plenary (Com.II.12 terlampir)
dengan merekomendasikan inter alia :
ƒ

17.

Negara para pihak memprioritaskan pemberantasan perdagangan
tumbuhan dan satwa liar illegal dalam penegakan hukum nya dan
merumuskan rencana aksi nasional untuk meningkatkan penegakan di
bidang CITES serta memberikan pelatihan bagi para penegak hukum

ISSUE-ISSUE KONSERVASI DAN PERDAGANGAN SPECIES
a.

Great Apes
Draft Resolusi (Com II.16 terlampir) yang usulan EU tentang konservasi dan
perdagangan Great apes dengan diadopsi dalam sidang setelah diperbaiki dan
yang pada prinsipnya meminta agar Negara pihak:
ƒ

Mengadopsi dan menerapkan legislasi yang komprehensif, termasuk
diantaranya pelarangan perdagangan internasional untuk tujuan
komersial dan memberlakukan sanksi yang bertujuan untuk
memberantas perdagangan illegal;

ƒ

Memperkuat kontrol penegakan hukum, termasuk diantaranya antiperburuan di habitat great apes dan anti-penyelundupan di perbatasan
internasional;

ƒ

Membatasi pemanfaatan great apes secara internasional dan
persetujuan secara nasional bagi institusi zoological, pusat pendidikan,

rescue center dan pusat penangkaran sesuai dengan ketentuan CITES;
dan
ƒ

Mempromosikan perlindungan habitat Great Apes termasuk kerjasama
perbatasan dengan negara tetangga dalam mengelola habitat.

Meminta Sekretariat untuk inter alia:
ƒ

Mengembangkan upaya-upaya termasuk pengembangan legislasi dan
penegakan di tingkat regional dan subregional, memberantas
perdagangan illegal great apes dan membantu negara habitat great apes
menerapkannya.

Meminta SC untuk mereview implementasi resolusi dan mempertimbangkan
tindakan lainnya seperti misalnya misi teknis, bekerjasama dengan Great Ape
Survivial Project (GrASP) dan mitra lainnya yang jika diperlukan diikuti dengan
misi politik , Selanjutnya Resolusi :

b.

ƒ

Meminta agar Secretariat , Sc dan AC bekerjasama dengan GrASP dan
mengembangkan upaya konservasi dan mempromosikan pendidikan
kesadaran masyarakat;

ƒ

Mengundang multilateral agreements lainnya seperti CBD dan CMS
untuk bekerjasama dengan GrASP dan mitra lainnya dalam
mengembangkan strategi konservasi;

ƒ

Mengundang pemerintah, IGO’s, donor internasional dan LSM untuk
menghentikan perdagangan illegal specimen great ape dan membantu
negara penyebarannya untuk melestarikan great apes termasuk
diantaranya melalui peyediaan dana, membantu melalui penegakan,
peningkatan kapasitas, monitoring,pengelolaan habitat dan restorasi,
penyelesaian konflik antara manusia-kera dan mengembangkan proyek
keuntungan bagi masyarakat lokal;

ƒ

Mengajak Sekretariat untuk bekerjasama dengan CBD terutama dalam
konservasi in-situ.

Beruang
Plenary menerima laporan tentang konservasi dan perdagangan beruang

c.

Kucing Besar Asia
Menanggapi laporan tentang konservasi dan perdagangan Kucing Besar Asia,
sidang memutuskan agar Sekretariat menyediakan dana untuk
menyelenggarakan pertemuan CITES Tiger Enforcement Task Force. Terutama
membahas perdagangan illegal Kucing Besar Asia dan memfasilitasi pertukaran
informasi penegakan hukum serta melakukan koordinasi dalam melaksanakan
investigasi.

d.

Badak
Plenary mengadopsi 3 Decision mengenai informasi tentang Badak (Com.I.3
terlampir) dan meminta agar Sekretariat untuk :
ƒ

Mengajak IUCN/SSC African and Asian Rhinoceros Specialist Group
untuk berbagi informasi tentang konservasi dan status species,
perdagangan legal dan illegal, pembantaian illegal, konservasi dan
pengelolaan strategi dan aksi; dan

ƒ

Menyerahkan ringkasan informasi untuk disampaikan pada CoP 14
mendatang.

Meminta agar negara pihak:
ƒ

e.

Mendukung IUCN/SSC African and Asian Rhinoceros Specialist Group
dalam mengumpulkan informasi dan mendesak agar negara range
states serta donor lainnya menyediakan dana bagi Specialist Group
dalam melaksanakan kegiatan tersebut di atas.

Labi-labi dan Kura-kura air tawar
Delegasi menyetujui untuk melaporkan konservasi dan perdagangan labi-labi
dan kura-kura air tawar dalam biennial report untuk menghindarkan beban
laporan apabila laporan disampaikan secara terpisah. Sidang menyetujui
usulan revisi Res Conf 11.9 yang diantaranya mendesak Negara pihak untuk :

ƒ

Mengajak LSM mengembangkan, memproduksi dan menyebarkan
poster dan bahan pendidikan lainnya, dan memfasilitasi pengumpulan,
penyebaran dan penterjemahannya kedalam bahasa lokal ;

ƒ

Menjamin bahwa pengangkutan sesuai dengan ketentuan IATA ;

ƒ

Memfasilitasi pengembangan mitra antara LSM dan instansi terkait
lainnya dalam mengembangkan dan menjalankan rescue center untuk
species yang disita bekerjasama dengan negara penyebarannya dan
instansi pemerintah lainnya.

Memerintahkan kepada Secretariat untuk :
ƒ

f.

Menyampaikan ringkasan laporan dan informasi dalam penerapan res
Conf 11.9 dalam laporan dua tahunan , bekerjasama dengan WCO
mempromosikan klasifikasi tarif sistem harmonisasi untuk kura-kura dan
labi-labi dan menginformasikan proceeding technical workshop kurakura dan labi-labi yang dilaksanakan pada tahun 2002 kepada public
malaui CITES Website.

Shark
Draft Decision tentang Shark (Com I.7 terlampir) memerintahkan inter alia:

g.

ƒ

AC untuk mereview implementasi issue shark dalam CITES dan
mengidentifikasi kasus-kasus perdagangan yang berdampak pada hiu.

ƒ

Negara pihak untuk menyelenggarakan Workshop konservasi hiu dan
pengelolaannya melalui delegasi FAO pada FAO’s Committee on
Fisheries yang ke 26, meningkatkan koleksi data dan laporan tentang
penangkapan, pendaratan dan perdagangan hiu, dan meminta bantuan
FAO dan organisasi lainnya untuk membangun pengelolaan kapasitas.

Sea Cucumbers
AC tidak dapat menyelesaikan tugasnya untuk menyusun dokumen tentang
biologi dan status perdagangan sea cucumber untuk COP 13. Chair AC
mengusulkan untuk meneruskan tugasnya sesuai dengan petunjuk dari COP.
Ecuador menyampaikan proposal draft Decision dalam penerapan Decision
12.60 yang meminta untuk memperpanjang tenggat waktu dalam
mempersiapkan discussion paper sampai dengan COP 14 dan meminta
Sekretariat untuk mendukung dana. Dalam kesempatan ini Indonesia
menyatakan bahwa sea cucumber merupakan komoditi perikanan sehingga yang
paling tepat adalah dikelola oleh FAO. Delegasi menyetujui usulan Ecuador
untuk memperpanjang deadline sampai dengan COP 14 dan plenary
mengadopsi Decision tentang pengimplementasian Decision 12.60 yang
memerintahkan kepada :

h.

i.

ƒ

AC untuk kembali mereview proceeding workshop tentang konservasi
sea cucumber dan menyiapkan untuk COP 14 paper diskusi tentang
status biologi dan perdagangan sea cucumber famili Holothuridae dan
Stichopodidae.

ƒ

Secretariat untuk membantu mendapatkan dana dalam mendukung
persiapan AC dalam membuat discussion paper.

Issue-issue lainnya seperti misalnya Gajah Afrika, Tibetan Antelope, Saiga
Antelope, Hawksbill turtle di wilayah Caribea, Dissotichus species, Sturgeons,
Bigleaf Mahagony disetujui oleh Committee I.
Evaluasi Review of Significant Trade (RST)
Tujuan ToR untuk evaluasi RST termasuk evaluasi kontribusi RST; perumusan
rekomendasi dari hasil evaluasi dan penilaian dampak, penyiapan dokumen
untuk mereview RST untuk CoP mendatang. ToR juga menggambarkan proses
evaluasi. Evaluasi harus termasuk di dalamnya inter alia: penilaian aktivitas,
studi kasus range keterwakilan dari species dan negera sesuai dengan
rekomendasi untuk menilai perubahan jangka pendek dan jangka panjang,
analisa informasi untuk menilai keefektifan dan keuntungannya bagi RST.

18.

PENANDAAN DAN KONTROL PERDAGANGAN
a.

Introduksi dari Laut
US menyampaikan proposal interpretasi “introduction of specimen from the sea”
untuk menyamakan dengan UN Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)

dan merevisi Res. Conf 12.3 tentang Permit dan Sertifikat . Hasil sidang
mengadopsi darft Decision (Com.II.5 terlampir) dengan menginstruksikan
kepada SC untuk menyelenggarakan workshop introduksi dari laut untuk
membahas penerapannya dan issue-issue teknis lainnya.
b.

Perdagangan komersial Appendik I
Sebuah Decision diadopsi untuk memerintahkan kepada SC untuk melakukan
review perdagangan Appendik I species termasuk identifikasi pengecualian yang
sudah ada

c.

Pengelolaan Export Quota Tahunan
Sidang menyetujui untuk menghapus Decision 12.17 dan 12.18 (Export Quota
Working Group) dan merevisi Decision 12.72 tentang Management of annual
export quotas dengan meminta SC untuk meningkatkan pengelolaan export
quota tahunan dan melaporkannya kepada COP 14. Plenary juga mengadopsi
Decision baru yang meminta agar SC menginstruksikan kepada Export Quota
Working Group mengembangkan guidelines dalam penentuan, penerapan dan
monitoring serta pelaporan export quota nasional untuk taxa yang termasuk
dalam daftar CITES (Com II.29 terlampir)

d.

Sertifikat CITES
Plenary mengadopsi usulan untuk merevisi Res. Conf.9.7 tentang transit dan
transhipment dan Resolusi Conf. 12.3 tentang Permit dan Sertifikat. Draft Res.
9.7 menyatakan bahwa “transit dan transshipment of specimen”juga akan
mengacu bagi pengangkutan koleksi sample dari specimen di perbatasan
sesuai dengan ketentuan section XV dari Resolusi Conf 12.3 dan disertai dengan
ATA carnet, serta tujuan akhir pengangkutan harus ditunjukkan di dalam
dokumen export. Resolusi juga mendesak Otorita Pengelola untuk
berkomunikasi dengan Bea dan Cukai dan penegak hukum lainnya untuk
menjamin bahwa pengangkutan sesuai dengan ATA dan TIR carnet harus
sejalan dengan ketentuan CITES.

e.

Sistem perijinan secara electronic
Decision tentang Sistem perijinan secara electronik untuk specimen CITES
diadopsi dengan menginstruksikan kepada SC untuk menetapkan working group
untuk menggali kembali penggunaan Teknologi Informasi dan sistem elektronik
untuk meningkatkan penerapan CITES dan termasuk juga WCO.

f.

Penerbitan Retrospective permit
Res. Conf. 12.3 diusulkan untuk direvisi sebagaimana dalam dokumen terlampir
(Com.II.28) yang merekomendasikan bahwa retrospective permit hanya dapat
diterima untuk Appendiks II dan III saja dan otorita Pengelola exporter dan
importer merasa yakin, inter alia, hal ini tidak berlaku bagi (re) exporter atau
importer atau dalam kasus apabila specimen yang diimport atau re-export
sebagai bawaan personal atau household effect (termasuk dengan satwa
peliharaan yang menyertai pemiliknya), Otorita Pengelola, setelah berkonsultasi
dengan otoritas penegakan hukum lainnya, merasa puas dan yakin bahwa ada
bukti kesalahan dan tidak ada upaya untuk melengkapinya. Perubahan resolusi
juga merekomendasikan, apabila retrospective diterima, maka alasan untuk
penerimaan tersebut harus dilaporkan dalam laporan dua tahunan kepada
Sekretariat.

g.

System Produksi
Decision tentang pembentukan intersessional working group antara AC dan PC
tentang system produksi untuk species yang masuk dalam daftar CITES diadopsi
sidang.

h.

Pengecualian Specimen Tumbuhan
Revisi Res. Conf. 11.11 tentang Regulasi perdagangan tumbuhan yang
(Com.II.26 terlampir) menetapkan bahwa apabila tumbuhan tidak lagi masuk
dalam pengecualian CITES , apabila diyakini berasal dari negara dimana
tumbuhan tersebut tumbuh maka specimen tersebut harus diatur dengan
menyebut nama negara dimaksud sebagai country of origin.

i.

Review Resolusi-resolusi tentang Tumbuhan
Sidang menyetujui untuk merivisi Res. Conf 11.11 (Com I.10 terlampir) yang
merekomendasikan pengecualian bisa diberikan apabila specimen merupakan

hasil artificial propagation jika tumbuh dari benih atau spora yang berasal dari
alam untuk taxon yang meliputi, inter alia:

j.

ƒ

penetapan stock induk dianggap sulit;

ƒ

benih atau spora dikoleksi dari alam dan tumbuh dibawah kondisi yang
dikontrol di negara penyebarannya;

ƒ

Otorita ilmiah yang relevan menetukan bahwa pengumpulkan benih atau
spora tidak membahayakan keberlangsungan species dan jika hanya
mengijinkan perdagangan akan memberikan dampak yang positif
terhadap konservasi dan populasi di alam;

ƒ

Pengumpulan benih secara terbatas dapat meregenerasi populasi di
alam.

Disposal specimen
Tentang penyitaan dan akumulasi specimen Appendix I, sidang menyetujui untuk
diadopsinya revisi Res. Conf 9.10 yang merekomendasikan kepada negara para
pihak untuk mentransfer specimen mati termasuk bagian-bagiannya hanya untuk
yang lembaga ilmiah/pendidikan yang bona fide atau bagi penegakan
hukum/tujuan identifikasi dan harus disimpan di tempat yang aman atau
memusnahkan specimen dimaksud apabila dianggap tidak praktis apabila
digunakan untuk kepentingan tersebut di atas. Tentang disposal specimen dari
penyitaan dan akumulasi perdagangan specimen illegal yang masuk dalam
Appendik II dan III. Resolusi merekomendasikan bahwa specimen sitaan dalam
bentuk mati termasuk bagian-bagiannya, sebaiknya dimusnahkan. Revisi
resolusi ini juga memerintahkan negara pihak untuk tidak menjual hasil sitaan.
Untuk Appendik I, revisi Resolusi merekomendasikan kepada negara para pihak
untuk :

19.

ƒ

Mengadopsi dalam legislasinya agar importer atau pembawa yang
dinyatakan bersalah menanggung semua biaya penyitaan,
penyimpanan, penghancuran dan pemusnahan, termasuk pengembalian
specimen ke negara asalnya atau negara re-export ; dan

ƒ

Jika legislasi belum ada dan negara asal barang tersebut atau negera
re-export menginginkan specimen hidup dikembalikan, bantuan finansial
harus didukung untuk memfasilitasi pengembalian specimen tersebut.

PENGECUALIAN DAN KETENTUAN KHUSUS PERDAGANGAN
a.

Personal effects
Revisi terhadap Resolusi Conf 12.9 disetujui diantaranya:

b.

ƒ

Ketentuan yang menyatakan bahwa negara pihak memerlukan export
permit untuk personal atau household effet jika telah mendapatkan
pertimbangan dari Sekretariat bahwa negara tersebut memerlukan
export permit.

ƒ

Informasi negara yang relevan tentang peraturan household effects
harus dimasukan dalam CITES website.

ƒ

Giant clam untuk household effect diijinkan menjadi tiga buah

ƒ

Membatasi hanya empat specimen per orang untuk hippocampus spp.

Evaluasi registrasi Specimen App I hasil penangkaran
Revisi Res. Conf 12.10 (Com I.8 terlampir) mendesak agar:

c.

ƒ

Otorita Pengelola bekerja sama dengan para penangkar (captive
breeding) dalam menyiapkan infromasi yang diperlukan, dan negara
anggota menyediakan incentive kepada penangkar untuk meregister.

ƒ

Pengelola menyediakan form kepada penangkar yang berkeinginan
untuk meregister.

Hubungan antara penangkaran ex-situ dengan konservasi in-situ
Draft Resolusi (Com II.3 terlampir), mendesak negara pihak yang mempunyai
pengembang biakan/penangkaran atau artificial propagated specimen Appendik
I untuk bekerjasama dan berupaya untuk dapat mendukung konservasi in situ
untuk mendapatkan kembali sumber generasi yang dihasilkan oleh penangkaran.

d.

Kriteria untuk merubah Appendik I dan II
Revisi tentang criteria untuk memasukkan species ke dalam Appendiks
diantaranya disetujui untuk mengacu species yang menurun untuk perdagangan
komersial bagi species aquatic Appendik I dan II, dan menurunnya habitat
sebagai criteria untuk listing appendiks I.

e.

Annotasi untuk tanaman obat
Sidang mengadopsi Decision anotasi untuk tanaman obat dalam appendik dan
memerintahkan kepada :
ƒ

PC pada saat mengkonsep annotasi untuk tanaman obat untuk
memfokuskan kepada komoditi yang pertama muncul dalam
perdagangan internasional dan mendominasi perdagangan dan
permintaan sumber dari alam;

ƒ

Memerintahkan kepada Sekretariat untuk menyiapkan bahan-bahan
pelatihan yang mengilustrasikan dan memvisualisasikan perubahan
anotasi.

Dan Lain-lain diantaranya Standard nomenclature untuk burung terutama
Amazona ochrocephala oleh Mexico, dan Bushmeat working group.

f.
20.

Proposal perubahan listing Appendik I dan II (sebagaimana matriks terlampir)

21.

Pemilihan Anggota Committee
Untuk Regional Asia dipilih anggota dan alternate sebagai berikut :
a.

Standing Committee
Regional representative dari Asia : China, Japan dan Malaysia. Sedangkan
untuk Alternate : India, UEA dan Jordan

b.

Animals Committee
Indonesia (Dr. Siti Nuramaliati Prijono) terpilih menjadi Regional member Asia
untuk Animals Committee bersama-sama dengan M. Pourkazemi dari Iran,
sedangkan alternate member untuk Animal Comiitee dari Regional Asia adalah :
N. Ishii (Jepang) dan Dr. Giam dari Singapore.

c.

Plants Committee
Anggota Plants Committee dari Asia adalah Dr. Irawati dari Indonesia dan W.
Thitiprasert (Thailand); sedangkan Alternate adalah Z.Mukshar Md.Shaari
(Malaysia) dan M. Sanjapa (India).

22.

Plenary Penutupan
Belanda mengajukan untuk menjadi tuan rumah COP 14 mendatang dan disetujui dalam
plenary.

II.

TINDAK LANJUT
Dengan diadopsinya beberapa ketentuan konvensi dan proposal perubahan appendiks baik yang
diajukan oleh Indonesia maupun oleh negara lain maka akan berdampak langsung terhadap
penerapan CITES di Indonesia sehingga perlu ditindaklanjuti dan dapat diterapkan seefektif
mungkin. Langkah-langkah yang perlu segera dilaksanakan diantaranya adalah sebagai berikut:
A. Sosialisasi hasil-hasil CITES COP 13
1. Sosialisasi kepada para pemangku kepentingan (departemen/instansi terkait,
LSM, akademisi/peneliti dan kelompok masyarakat) tentang hasil-hasil utama
Sidang ke-13 COP CITES perlu dilaksanakan di tingkat daerah maupun
nasional. Pelaksanaan sosialisasi secara efektif diharapkan akan meningkatkan
kepedulain masyarakat pemanfaat tumbuhan dan satwa liar serta instansi terkait
dalam penerapan dan pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa liar.
Sosialisasi hasil COP 13 yang pertama akan diadakan/dikoordinasikan oleh LIPI
(Puslitbang Biologi) dengan disertai Press Conference pada awal Desember
2004.
B. Strategic Vision
b.

Dalam rangka menerapkan CITES di Indonesia sangatlah penting untuk
“menterjemahkan dan mensinergikan” Strategic Vision yang telah diadopsi dalam
COP, ke dalam Rencana Strategi pengelolaan dan pemanfaatan tumbuhan
satwa liar di Indonesia.

C. Implementasi CITES dan Law Enforcement
3.

Indonesia sebagai negara produsen terbesar tumbuhan dan satwa liar
diharapkan dapat menangkap kesempatan dalam mendapatkan dana GEF bagi
pendanaan konservasi dan pemanfaatan temasuk perdagangan internasional
tumbuhan dan satwa liar yang berkelanjutan terutama dalam memenuhi
ketentuan CITES Article IV yaitu “non-detriment finding”, melalui survey dan
monitoring populasi sebagai dasar penentuan kuota. Sehingga perlu MoU antara
LIPI dan PHKA sebagai Otoritas dalam rangka menindaklanjuti pelaksanaan
Article IV.

4.

Sesuai dengan Revisi Res.Conf.11.3 (Compliance dan Enforcement) yang telah
disetujui oleh COP maka Indonesia diharapkan dapat lebih memprioritaskan
pemberantasan perdagangan tumbuhan dan satwa liar illegal dalam penegakan
hukumnya dan merumuskan rencana aksi nasional untuk meningkatkan
penegakan di bidang CITES. Diharapkan juga memberikan pelatihan bagi para
penegak hukum tidak saja melalui Asistensi CITES yang telah secara rutin
dilaksanakan satu tahun sekali maupun melalui koordinasi dengan instansi
penegakan hukum lainnya tetapi juga memperkuatnya dalam bentuk Surat
Keputusan Bersama atau MoU dengan instansi penegak hukum seperti Bea dan
Cukai, Karantina dan Kepolisian.

5.

Draft Resolusi tentang hubungan antara penangkaran ex-situ dengan konservasi
in-situ dimana agar setiap negara pihak yang mempunyai
pengembangbiakan/penangkaran atau artificial propagation specimen Appendik
I untuk bekerjasama dan berupaya dalam mendukung konservasi in situ dengan
mendapatkan kembali sumber generasi yang dihasilkan oleh penangkaran.
Dalam rangka memenuhi upaya tersebut di atas, maka perlu dikaji kembali
kemungkinan melaksanakan program restocking, namun dengan kontrol yang
ketat sehingga keanekaragaman genetik di alam tetap terjaga.

A. Konservasi Jenis yang masuk dalam Appendiks
Untuk beberapa jenis tumbuhan dan satwa liar yang diadopsi masuk dalam Appendiks
CITES, perlu langkah-langkah pengaturan lebih lanjut yaitu :
6.

Dengan masuknya Kakatua kecil jambul kuning ke dalam daftar Appendiks I,
maka perlu disiapkan dan diinformasikan kepada para penangkar Kakatua kecil
jambul kuning untuk sesegera mungkin meregister penangkarannya kepada
Sekretariat CITES sesuai dengan ketentuan Rev. Conf 12.10 mengenai
registrasi penangkaran bagi species yang masuk ke dalam Appendiks I. Namun
demikian perlu pengawasan yang ketat baik dari Otorita Pengelola dan Otorita
Ilmiah terhadap penangkar yang akan meregister, mengingat banyak negara
pihak lain yang mempertanyakan pengelolaan penangkaran sudah sesuai
dengan ketentuan CITES.

7.

Masuknya beberapa jenis Kura-Kura Air Tawar, yaitu Kura-Kura Moncong Babi
(Carettochelys insculpta), Kura-Kura Rote Leher Ular (Chelodina mccordi,
Notochelys platynota dan Malayemys subtrijuga) dan Amyda cartilagenea dan
beberapa species ikan yaitu Ikan Napoleon dan Hiu ke dalam Appendiks II,
dalam pemanfaatannya perlu dilakukan melalui pelaksanaan non detriment
findings (diantaranya melalui penetapan kuota) sehingga dalam penentuan kuota
perlu koordinasi dengan instansi terkait dalam hal ini Departemen Kelautan dan
Perikanan yang selama ini mengontol pemanfaatan dan peredaran beberapa
jenis-jenis kura-kura dan air tawar serta species laut. Untuk itu perlu diadakan
pertemuan koordinasi, bila perlu melalui MoU antara Departemen Kehutanan
dan Departemen Kelautan dan Perikanan terutama dalam mengefektifkan sistem
perijinan dan kontrol perdagangan.

8.

Usulan Thailand untuk mengecualikan dari ketentuan CITES untuk beberapa
genera anggrek yaitu Cymbidium, Vanda, Dendrobium dan Phalaenopsis
perlu ditindak lanjuti dengan pembuatan guidelines dalam membedakan anggrek
dari alam dengan anggrek hasil propagasi sehingga petugas di lapangan dapat
dengan mudah membedakannya. Pengenalan ini perlu diadopsi di dalam suatu
Surat Keputusan.

9.

Dengan masuknya Gaharu (Aquilaria spp. dan Gyrinops spp.), dalam Appendiks
II selain (A. malaccensis, yang telah masuk dalam Appendiks II) dalam
penerapannya perlu segera dikenalkan system pelabelan dan registrasi,
termasuk informasi yang dapat membantu dalam mengidentifikasikan produkproduk gaharu yang diperdagangkan dan menentukan tingkat pemanenan yang
sustainable sebagai dasar menentukan non detriment findings.

10.

Kayu Ramin (Gonystylus spp.), yang dalam COP 13 ini diadopsi untuk masuk ke
dalam Appendiks II dari Appendiks III dengan Anotasi I, dalam kontrol
perdagangannya yang mana telah diatur melalui SK Menhut No. 1613/KptsII/2001 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan No.168/KptsIV/2001 Tentang Pemanfaatan dan Peredaran Kayu Ramin (Gonystylus spp)
perlu dikaji kembali terutama dengan mengubah Ketentuan Pasal I ayat 3c,
dimana untuk mendapatkan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Ke Luar
Negeri yang dalam SK ini harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas
Kehutanan Propinsi. Dengan masuknya kayu ramin ke Appendiks II CITES dan
agar pengendaliannya seragam dengan jenis-jenis CITES lainnya, maka
ketentuan tentang kayu ramin perlu disesuaikan.