Index of /ProdukHukum/kehutanan

PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

TINJAUAN EKONOMI HUTAN RAKYAT
Oleh:
Dudung Darusman dan Hardjanto 1)

I.

PENDAHULUAN
Hutan rakyat telah sejak puluhan tahun yang lalu diusahakan dan terbukti sangat

bermanfaat, tidak hanya bagi pemiliknya, tapi juga masyarakatnya dan lingkungannya.
Sekalipun demikian pada awalnya keberadaan dan peran hutan rakyat kurang “dilirik”
oleh para birokrat, peneliti maupun ilmuwan pada umumnya, hingga adanya temuan
hasil penelitian IPB pada tahun 1976 dan UGM pada tahun 1977 tentang konsumsi kayu
pertukangan dan kayu bakar di Jawa yang ternyata sebagian besar disediakan oleh hutan
rakyat.
Sejak saat itu muncul keyakinan bahwa hutan rakyat menyimpan potensi yang
sangat berarti dalam percaturan pengelolaan hutan nasional. Hal tersebut antara lain
ditunjukkan oleh dimasukkannya hitungan potensi hasil hutan rakyat dalam penyediaan
bahan baku industri pengolahan kayu. Keyakinan tersebut semakin bertambah sejak

disadarinya terjadi penurunan potensi hutan negara secara pasti, baik yang berasal dari
hutan alam maupun tanaman. Pemahaman dan keyakinan itu sepatutnya disukuri yang
diwujudkan dalam bentuk perhatian dan langkah tindak yang mengarah kepada
peningkatan kinerja usaha hutan rakyat, yang selama ini telah diusahakan oleh
masyarakat secara swakarsa, swadaya dan swadana.
Perhatian pemerintah memang telah sejak lama dilakukan, misalnya melalui
gerakan “gandrung tatangkalan” di Jawa Barat, sampai dengan proyek- proyek penghijauan
sejak tahun 1976. Namun demikian sayangnya disamping keberhasilan yang dicapai
dalam penghijauan, ternyata masih banyak kegagalan yang ditemui. Dengan kata lain
besarnya perhatian pemerintah ternyata belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat
petani hutan rakyat.
Dalam skala nasional, statistik yang menyangkut hutan rakyat, baik luasan, jenis
dan jumlah produksi, harga-harga dan sebagainya masih bersifat seadanya. Salah satu
laporan muthakir yaitu tentang potensi hutan rakyat nasional per propinsi adalah hasil
kerjasama antara Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan
________________
1)

Masing-masing Guru Besar dan Dosen Fakultas Kehutanan IPB, Bogor


4

PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik pada tahun 2004. Sementara
itu data sejenis dalam statistik Kabupaten/Kota tidak selalu tersedia.
Hutan rakyat di Jawa mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari segi
budidaya maupun status kepemilikannya dibandingkan dengan di luar Jawa. Budidaya
dan manajemen pengelolaan hutan rakyat di Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik
dibandingkan dengan luar Jawa. Disamping itu juga status kepemilikan lahan dengan
tata-batas yang lebih jelas serta luas lahan yang sangat sempit dan kondisi-kondisi lain
seperti pasar, informasi dan aksessibilitas yang relatif lebih baik.
Namun demikian, sayangnya kayu sebagai hasil hutan rakyat masih menempati
posisi kurang penting sebagai komponen pendapatan rumah tangga petani. Kayu masih
lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi prioritas usaha, karena daurnya
dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman pertanian lainnya. Pohon umumnya
ditanam sebagai pelindung atau pada ruang-ruang sisa dari komoditi lain seperti pada
batas-batas lahan, pematang sawah, lahan-lahan maarjinal dan sebagian dengan budidaya
monokultur (Hardjanto dalam Suharjito,2000).
Perkembangan pengusahaan hutan rakyat masih stagnan diakibatkan karena

posisi hutan rakyat masih menjadi pilihan budidaya pada lahan marjinal. Di samping itu,
pengusahaan hutan rakyat ini tidak disebut sebagai bagian dari pengusahaan hutan
karena tidak sesuai dengan definisi dan pengertian tentang hutan rakyat itu sendiri.
Dalam UU No 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan
ke dalam hutan hak. Ini berarti bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas
tanah yang telah dibebani hak milik, yang konsekuensi logisnya adalah bahwa hutan
rakyat diusahakan tidak pada tanah negara. Dari pengertian tersebut telah mengabaikan
kapasitas pelaku pengusahaan hutan rakyat tetapi lebih menekankan pada kepemilikan
lahan.
Sebagai contoh, pengusahaan hutan damar mata kucing (Shorea javanica) di Krui
Lampung Barat dari segi kepemilikan lahan menjadi bias, apakah termasuk pengusahaan
hutan rakyat atau tidak. Jika mengikuti pengertian bahwa hutan rakyat adalah hutan yang
diusahakan pada lahan milik, maka pengusahaan hutan damar mata kucing di Krui
tersebut tidak termasuk hutan rakyat, karena sebagian besar dilakukan di atas tanah yang
diklaim sebagai tanah negara di satu sisi, tetapi di sisi lain karena pengusahaan hutan
damar mata kucing ini telah dilakukan sejak lama dan telah dilakukan turun-temurun,
masyarakat Krui telah menganggap tanah tersebut merupakan tanah adat atau marga.

5


PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

Kalau dilihat dari pelaku pengusahaan hutannya, maka pengusahaan hutan damar mata
kucing ini benar-benar merupakan usaha hutan rakyat yang dilakukan oleh klan-klan
keluarga dalam masyarakat Krui, dan telah pula menjadi adat masyarakat setempat.
Kemudian dalam Permenhut No. P 26/Menhut-II/2005, secara tegas pengertian
hutan hak dinyatakan identik atau sama dengan hutan rakyat, dan merupakan lahan milik
atau memiliki sertifikat ijin penggunaan lahan. Dari pengertian ini jelas yang dijadikan
pijakan untuk menentukan hutan rakyat adalah masih pada kepemilikan lahan belum
pada kapasitas pelaku pengusahaan hutan. Ini jelas akan menimbulkan ambiguitas
pengusahaan hutan rakyat. Dalam hal status lahannya, selain hak milik harus segera
direalisasikan hak guna usaha dan hak pakai lahan.
Tulisan ini dimaksudkan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka
menentukan arah penelitian kedepan tentang hutan rakyat, baik bagi para peneliti,
khususnya dalam lingkup Litbang Dephut. Sudah barangtentu tulisan ini jauh dari
pretensi untuk memberikan arah penelitian secara lengkap/komprehensif tentang hutan
rakyat. Tulisan ini memuat gambaran tentang: a) potensi hutan rakyat di Jawa dan Luar
Jawa, b) peran ekonomi hutan rakyat, c) permasalahan pengusahaan hutan rakyat, dan d)
tantangan penelitian ke depan.


II.

POTENSI HUTAN RAKYAT
Hutan rakyat di Indonesia mempunyai potensi besar, baik dari segi populasi

pohon maupun jumlah rumah yangga yang mengusahakannya, yang ternyata mampu
menyediakan bahan baku industri kehutanan. Perkiraan potensi dan luas hutan rakyat
yang dihimpun dari kantor-kantor dinas yang menangani kehutanan di seluruh Indonesia
mencapai 39.416.557 m3 dengan luas 1.568.415,64 ha, sedangkan data potensi hutan
rakyat berdasarkan sensus pertanian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan bahwa potensi hutan rakyat mencapai 39.564.003 m3

dengan luas

1.560.229 ha. Jumlah pohon yang ada mencapai 226.080.019, dengan jumlah pohon siap
tebang sebanyak 78.485.993 batang (Anonim, 2004).
Walaupun hutan rakyat mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar,
namun hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan
minimal sesuai dengan definisi hutan, dimana minimal harus 0,25 hektar. Hal tersebut
disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Jawa sangat sempit. Dengan sempitnya


6

PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

pemilikan lahan setiap keluarga, ini mendorong kepada pemiliknya untuk memanfaatkan
seoptimal mungkin. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada umumnya pemilik
berusaha memanfaatkan lahan dengan membudidayakan tanaman- tanaman yang
bernilai tinggi, cepat menghasilkan. Karena hamparan hutan rakyat yang kompak dengan
luasan cukup biasanya ditemui pada petani yang memiliki lahan di atas rata-rata, pada
lahan marginal serta pada lahan terlantar (Hardjanto, 2000).
Potensi hutan rakyat tersebut secara nyata telah dapat merangsang tumbuhnya
aktivitas lanjutan seperti usaha-usaha yang termasuk dalam

backward

dan

forward


linkages. Besarnya potensi hutan rakyat tersebut bukan berarti masalah produksi hasil
hutan rakyat dapat diabaikan, namun masih menyisakan banyak permasalahan yang
harus diselesaikan. Permasalahan tersebut harus dipecahkan melalui penelitian, baik
melalui penelitian dasar maupun terapan.

III. PERAN EKONOMI HUTAN RAKYAT
Pengusahaan hutan rakyat adalah suatu usaha yang meliputi kegiatan: produksi,
pengolahan hasil, pemasaran dan kelembagaan. Dari cakupan pengusahaan hutan rakyat
tersebut dapat diketahui bahwa stakeholder dalam usaha hutan rakyat ini cukup banyak,
antara lain pemilik lahan, petani penggarap, buruh tani, pekerja kasar, sampai dengan
pedagang dan industri serta pemerintah daerah. Dengan banyaknya pihak yang terlibat
dalam pengusahaan hutan rakyat tersebut, wajar jika usaha hutan rakyat memberikan
kontribusi pendapatan kepada lebih banyak stakeholdernya.
Sebagaimana diketahui bahwa hutan rakyat sampai saat ini diusahakan oleh
masyarakat di pedesaan, sehingga kontribusi manfaat hutan rakyat akan berdampak pada
perekonomian desa. Manfaat ekonomi hutan rakyat secara langsung dapat dirasakan
masing-masing rumah tangga para pelakunya dan secara tidak langsung berpengaruh
pada perekonomian desa. Ekonomi pedesaan yang dimaksud disini lebih diartikan
sebagai ekonomi yang berlaku di wilayah pedesaan.
Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan

sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% pendapatan total
yang mereka terima. Hal ini disebabkan karena pengusahaan hutan rakyat masih
merupakan jenis usaha sambilan. Usaha hutan rakyat pada umumnya dilakukan oleh
keluarga petani kecil biasanya subsisten yang merupakan ciri umum petani Indonesia.

7

PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

Golongan petani subsisten tersebut menurut Scott (1976) memiliki kebiasaan
mendahulukan selamat artinya apa yang diusahakan prioritas pertama adalah untuk
mencukupi kebutuhan konsumsi sendiri, yang biasa disebut dengan etika subsisten.
Luasnya cakupan penguasaan hutan memberikan sebaran kontribusi ekonomi
yang juga cukup luas di masyarakat desa. Pada sub sistem produksi dan pengolahan,
hutan rakyat juga memberikan kontribusi pendapatan terhadap orang-orang di luar
pemilik hutan rakyat, misalnya buruh tani atau tenaga kerja lainnya. Ini dapat terlihat
jelas pada hutan-hutan rakyat yang dikelola secara intensif maupun secara sambilan,
dimana pengusahaan hutan rakyat ini mampu menyerap tenaga kerja di desa tersebut.
Untuk aktivitas pemasaran hasil, pengusahaan rakyat memberikan kontribusi
pendapatan terhadap para pelaku dalam sistem distribusi. Dapat dipahami bahwa jika

pengusahaan hutan dilakukan secara sambilan (input teknologi dan manajemen yang
rendah) hanya memiliki manfaat langsung ekonomi kepada pemilik lahan dan tengkulak,
sehingga belum nampak adanya kontribusi pendapatan terhadap pihak lain.
Sedangkan pada pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan secara intensif,
diperkirakan mampu memberikan manfaat ekonomi terhadap pihak-pihak penyedia
input yang lebih luas. Dengan demikian peran pengusahaan hutan rakyat dalam
perekenomian desa, minimal mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga
pelaku hutan rakyat (secara mikro), yang pada gilirannya memberikan kontribusi
terhadap pendapatan desa.
Selain peran dalam memberikan kontribusi pendapatan, pengusahaan hutan
rakyat juga mampu memberikan lapangan pekerjaan terhadap tenaga kerja produktif juga
mampu menstimulir usaha ekonomi produktif lainnya sebagai produksi lanjutan dari
pengusahaan hutan rakyat, bahkan hutan rakyat juga terbukti mampu meminimalisir
dampak krisis moneter.
Untuk meningkatkan peran hutan rakyat dalam perekonomian desa maka perlu
adanya intensifikasi pengelolaan hutan rakyat, sehingga hutan rakyat lebih mampu
melebarkan spektrum perannya dalam meningkatkan perekonomian khususnya di
pedesaan sebagai basis usaha hutan rakyat. Makin intensifnya pengusahaan hutan rakyat
secara umum akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan kontribusi
pendapatan yang lebih luas, karena para pelaku yang terlibat dalam pengusahaan hutan

rakyat makin banyak. Dengan terjadinya peningkatan pendapatan dari masing-masing

8

PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

individu yang terlibat dalam pengusahaan hutan maka secara tidak langsung, usaha hutan
rakyat ini akan ikut mendongkrak perekonomian pedesaan.
Pengusahaan hutan rakyat dalam perekonomian pedesaan memegang peranan
penting baik bagi petani pemilik lahan hutan rakyat maupun untuk tumbuhnya industri
pengolahan kayu rakyat. Meskipun demikian, sampai saat ini masih banyak diterapkan
apa yang disebut “daur butuh”, yakni umur pohon yang dipanen ditentukan oleh
kebutuhan pendapatan. Di masa mendatang sistem pemanenan seperti ini diharapkan
akan berubah menjadi sistem pemanenan yang terencana karena semakin meningkatnya
permintaan dari industri-industri pengolahan kayu yang berada dekat di daerah sekitar
hutan rakyat, seperti industri penggergajian dan industri meubel. Permintaan kayu rakyat
dirasakan semakin meningkat sejak pemerintah memberlakukan moratorium atau jeda
balak. Dengan adanya kebijakan tersebut maka pasokan kayu dari hutan negara ke
industri pengolahan kayu juga semakin berkurang. Dalam kondisi seperti ini, hutan
rakyat muncul menjadi salah satu alternatif sumber pasokan bahan baku kayu.

Menurut Hardjanto (2003) permintaan kayu rakyat terdiri dari tiga macam yaitu:
a) permintaan pasar lokal, b) industri menengah yang produknya untuk scope yang lebih
luas dan berorientasi ekspor, dan c) industri besar padat modal. Pada industri menengah
alat-alat yang digunakan relatif lebih sederhana, serta kwalita dan randemen kayu olahan
yang dihasilkan masih rendah. Selain itu masih belum ada standarisasi produk, sehingga
terkadang kurang memenuhi atau sesuai dengan permintaan pasar.

IV. PERMASALAHAN PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT
Permasalahan hutan rakyat yang muncul sampai saat ini meliputi empat aspek
yaitu: a) produksi, b) pengolahan, c) pemasaran dan d) kelembagaan. Aspek produksi,
khususnya tentang struktur tegakan dan potensi produksi, penelitian Hardjanto (2003)
menemukan bahwa disatu sisi struktur tegakan kayu rakyat menunjukkan struktur hutan
normal, namun disisi lain ternyata pohon-pohon yang dijual mengalami penurunan kelas
diameter. Hal ini berarti akan mengancam kelestarian tegakan hutan rakyat, dan
sekaligus berarti mengancam pula kelestarian usahanya.
Aspek pengolahan yang dimaksud disini adalah semua jenis tindakan/perlakuan
yang merubah bahan baku (kayu bulat) menjadi barang setengah jadi maupun barang
jadi. Masalah terbesar saat ini pada aspek pengolahan adalah masalah jumlah dan

9

PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

kontinuitas sediaan bahan baku. Sementara itu permasalahan pada aspek pemasaran
meliputi beberapa hal antara lain yaitu: sistem distribusi, struktur pasar (market
structure), penentuan harga, perilaku pasar (market conduct) dan keragaan pasar (market
performance). Kelembagaan yang mendukung pada setiap sub sistem juga masih perlu
disempurnakan agar kinerja usaha hutan rakyat secara keseluruhan menjadi lebih baik.

IV. TANTANGAN PENELITIAN KE DEPAN
Dalam struktur sistem usaha, pihak petani berada dalam posisi “termiskinkan”,
dimana nasibnya ditentukan oleh pelaku lain. Dengan demikian sudah seharusnya tujuan
utama dalam strategi dan program pengembangan usahan kayu rakyat adalah
pemberdayaan dan peningkatan pendapatan petani, mewujudkan kelestarian usaha dan
kelestarian sumberdaya kayu rakyat. Untuk itu secara umum diperlukan kebijakan dan
program operasional dalam bidang: pemasaran, subsidi, pemanfaatan lahan (terlantar,
negara), peningkatan teknologi, permodalan, perencanaan sumberdaya (hutan) secara
terpadu dalam setiap kabupaten dan atau antar kabupaten.
Disamping itu perlu dilakukan revisi terhadap kebijakan yang sedang dan akan
berlaku yang pada akhirnya memberatkan petani, seperti pajak dan retribusi yang tidak
tepat, rencana pengenaan semacam provisi sumberdaya hutan (PSDH) terhadap kayu
rakyat dan sebagainya.
Dari uraian tersebut di atas, secara ringkas permasalahan pengelolaan hutan
rakyat masih sangat banyak. Permasalahan tersebut terdapat pada keempat sub
sistemnya yaitu sub sistem produksi, pengolahan, pemasaran dan kelembagaan. Oleh
karenanya tugas-tugas penelitian masih sangat terbuka lebar pada setiap sub sistem
tersebut. Namun demikian jika prioritas penelitian harus dilakukan, maka sebaiknya
diletakkan pada penelitian yang terfokus untuk mewujudkan kelestarian hutan rakyat
dan kelestarian usahanya dengan mengedepankan peningkatan manfaat yang diterima
oleh petani pemiliknya.
Sebagai resume/ringkasan tentang permasalahan, arah kebijakan dan strategi
perbaikannya dari hutan rakyat, dapat dikemukakan pada matriks berikut.

10

PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

Matriks Aspek Permasalahan, Arah dan Strategi Perbaikan, serta Penelitian dan
Pengembangan Hutan Rakyat yang Diperlukan
Aspek

1. Produksi

Masalah

Arah dan Strategi
Perbaikan

Ketersediaan lahan

Akses/hak guna
terhadap lahan negara

Rentabilitas rendah

Pengayaan tanaman
dengan sistim
agroforestri, baik oleh
jenis kayu maupun non
kayu.

Penelitian&
Pengembangan
Bentuk-bentuk hak guna
dan tenurial yang adil dan
aman.
Jenis dan silvikultur
pengayaan dalam sistim
agroforestri.

Peran terhadap pendapatan
masih rendah
2. Pemanenan
dan pemasaran

3. Industri
pengolahan

Panen masih diserahkan ke
pihak luar petani

Petani/kelompok petani
harus mampu panen.

Appropriate technolo-gies
secara local.

Struktur pasar
monopsonistik-lokal

Struktur pasar
kompetitif terbuka

Pendidikan& latihan.
Kelompok pemasar.
Market information system.
Mendorong pelaku-pelaku
industri baru.

Masih terbatas pada
industri primer

Perlu dikembangkan
industri.
Sekunder/tersier.

Industri sekunder/tersier
yang sesuai (teknologi,
ekonomi dan manajemen
usaha).
Pendidikan& latihan

Dukungan investasi
UKM.
4. Kelembagaan

5. Sumberdaya
manusia

Masih ada peraturan yang
menghambat.

Aturan pelaksanaan hak
guna lahan negara untuk
hutan rakyat.

Bentuk-bentuk hak guna
dan tenurial yang adil dan
aman.

Belum cukup peraturan
yang mendukung.

Aturan yang
memudahkan
pemanenan dan
angkutan kayu rakyat.

Prosedur pemenenan dan
pengangkutan yang aman
secara hukum.

Tingkat pendidikan dan
ekonomi yang relatif
rendah untuk usaha jangka
panjang seperti hutan
rakyat

Penyuluhan, pendidikan
dan latihan.

Paket/modul penyuluhan
dan diklat yang sesuai.

Perlu lapangan kerja atau
sumber pendapatan
lainnya

Jenis-jenis lapangan kerja
lain yang sesuai dan terkait
dgn hutan rakyat
(backward & forward
linkages).

11

PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

V.

PENUTUP
Peningkatan kinerja usaha hutan rakyat tidak dapat hanya ditempuh melalui salah

satu sub sistemnya, karenanya cakupan penelitian senantiasa terletak pada keempat sub
sistem tersebut, namun demikian prioritas penelitian juga perlu dibuat agar penelitian
tersebut menjadi lebih berdayaguna dan berhasilguna. Penelitian terapan lebih
diperlukan dalam konteks hutan rakyat ini dibanding penelitian dasar, sementara itu
penelitian yang melibatkan dunia industri menjadi kebutuhan mendesak agar
permasalahan-permasalahan yang ada dalam tiga sub sistem (produksi, pengolahan dan
pemasaran) sekaligus dapat terpecahkan. Penelitian yang bersumber dari pesan-pesan
dalam TAP MPR No. IX/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan
Sumberdaya Alam seperti mengkaji semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam (hutan rakyat), menata kembali dan
menyelesaikan konflik penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
secara berkeadilan perlu mendapat perhatian yang cukup. Hal ini penting untuk
mewujudkan sub sistem kelembagaan pengelolaan hutan rakyat yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Potensi Hutan Rakyat Indonesia 2003. Kerjasama antara Pusat
Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan
Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Darusman, D. dkk. 2001. Resiliensi Kehutanan Masyarakat di Indonesia. Fakultas
Kehutanan IPB dan The Ford Foundation. Bogor.
Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Dalam Suharjito
(penyunting). Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa.
Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM) hlm.
7-11. Bogor.
________ . 2001. Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Usaha Kehutanan
Masyarakat : Kayu Jati dan Sengon di Jawa. Resiliensi Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
________ . 2003. Keragaan dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat Di Pulau Jawa.
Disertai. (Tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

12

PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

Scott, J.C. 1976. Moral Ekonomi Petani. Pengolahan dan Subsistensi di Asia Tenggara.
Terjemahan Hasan Basari. LP3ES. Jakarta.

13