Sampah Plastik Artikel (1) docx

Sampah Plastik: Antara BBM dan
Polusi Udara

Limbah plastik dan bahan bakar yang dihasilkan

Sampah plastik dapat diolah menjadi bahan bakar minyak?. Bagi orang-orang yang bergelut dalam
dunia kimia dan penerapannya tentu telah lama mengetahuinya, sebab telah ada penelitian tentang
ini sebelumnya. Bersama siswa-siswa saya, pada bulan Oktober 2012 yang lalu kami mengadakan
percobaan pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM).
Lansiran VOA pada 31 Oktober 2012, Plastik Dapat Gantikan BBM di AS memaparkan tentang
sebuah perusahan di AS yang mengolah limbah plastik menjadi bahan bakar, sehingga dapat
mengurangi limbah plastik dan ketergantungan terhadap minyak impor. Ada hal yang baru yang
diangkat dalam lansiran VOA tersebut yaitu tentang belum ditentukanya proses pengolahan plastik
menjadi minyak apakah merupakan proses “daur ulang”. Hal ini juga telah menjadi pertanyaan
setelah saya dan siswa-siswa saya melakukan percobaan pengolahan limbah plastik menjadi BBM.
Apakah uap yang dihasilkan pengolahan sampah plastik bisa mengakibatkan polusi? Mari kita
bahas tentang plastik dan pengolahan sampah plastik.
Plastik dan Komponen Penyusun Plastik
Kita semua sering menggunakan plastik. Bahkan saat ini bisa dikatakan sebagai era plastik ! Produk
yang menggunakan sedikit atau seluruhnya bahan plastik telah menyentuh semua sisi keperluan
hidup, mulai dari pembungkus plastik, sepatu plastik, hand phone, laptop, piring, gelas, kaca mata

bahkan mungkin bisa rumah dari plastik. Kelemahan plastik adalah tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme sehingga tidak dapat membusuk, tidak teroksidasi sehingga tidak dapat berkarat.
Beberapa keunggulan plastik dari bahan lainnya adalah tahan air, lebih ringan, tidak menghantarkan
listrik dan bisa lebih murah jika dibandingkan untuk benda dengan manfaat yang sama. Seiring
dengan terus bertambahnya kebutuhan akan plastik maka limbah plastikpun terus meningkat,
sehingga proses daur ulang sampah atau limbah plastik menjadi suatu keharusan.
Plastik merupakan polimer organik dengan massa molekul yang besar. Polimer adalah molekul
besar yang dibangun oleh pengulangan molekul sederhana yang disebut monomer. Plastik yang
banyak terdapat di masyarakat banyak berasal daripolyethylene. Polyethylene terbagi dua
yaitu High Density Poliethylene (HDPE) dan Low Density Polyethylene (LDPE). HDPE banyak

digunakan sebagai botol minuman, sedangkan LDPE banyak digunakan sebagai kantong plastik.
Plastik dikatakan sebagai senyawa organik berarti komponen utama plastik adalah unsur karbon C
dan unsur hidrogen H atau senyawa hidrokarbon dengan ikatan kovalen. Dalam plastik juga
terkandung unsur yang lain seperti oksigen O, nitrogen N, Chlor Cl dan belerang S. Komponen
utama yang menyusun BBM adalah juga senyawa hidrokarbon.
Perbandingan jumlah atom C antara plastik dan senyawa-senyawa dalam minyak bumi.

Jumlah Atom C dalam
senyawa

1-4
5-11
9-16
16-25
25-30
1000-3000

Zat / Wujud Zat
Gas (LPG, LNG)
Cair (bensin)
Cairan dengan viskositas rendah
Cairan dengan viskositas tinggi (oli, gemuk)
Padat (paraffin, lilin)
Plastik (polistiren, polietilen, dll)

Pengolahan Sampah Plastik Dengan Teknik Pirolisis.
Karena komponen utama plastik berupa hidrokarbon maka plastik dapat diolah menjadi BBM,
pengolahannya dengan cara pirolisis. Pirolisis atau destilasi kering adalah teknik pembakaran
sampah (limbah plastik) tanpa gas oksigen dan dilakukan pada suhu tinggi. Pengolahan tersebut
merupakan perekahan pada molekul polimer plastik menjadi potongan molekul yang lebih pendek

melalui proses pemanasan plastik pada suhu tinggi.
Pada tulisan ini saya mengkaji publikasi dua penelitian pengolahan sampah plastik dan percobaan
pengolahan sampah plastik yang saya lakukan bersama siswa-siswa.
Pertama adalah penelitian yang dimuat pada Jurnal Riset Industri Vol. V No. 3, 2011 dengan judul
konversi limbah plastik sebagai sumber energi alternatif. Dari penelitian tersebut dipaparkan
bahwa proses pengolahan limbah plastik menjadi minyak meliputi 3 tahap/proses yaitu
pirolisis, hydrotreating/hydrocracking dan hidro-isomerasi. Pada proses pirolisis limbah plastik
dibakar pada suhu 800 oC sampai 1000 oC. Teknik ini mampu menghasilkan gas pembakaran yang
berguna dan aman bagi lingkungan yaitu gas O 2 dan CO2 . Selain gas, pada proses pirolisis
senyawa-senyawa hidrokarbon cair mulai dari senyawa dengan jumlah atom C satu hingga empat.
Tahap kedua adalah hydrotreating yaitu proses penyulingan untuk memisahkan unsur-unsur yang
dihasilkan pada proses pirolisis. Proses ketiga adalah hidro-isomerasi, pada proses ini digunakan
katalis khusus yang berfungsi menjadikan molekul-molekul isomer mempunyai viskositas tinggi.
Berdasarkan dasar teori yang digunakan pada penelitian tersebut dituliskan bahwa sifat kimia yang
dimiliki senyawa hidrokarbon cair hasil proses pirolisis mirip dengan senyawa hidrokarbon yang
terkandung dalam minyak mentah (minyak bumi), sehingga dapat menjadi energi alternatif.
Banyaknya sampah plastik yang terurai menjadi minyak atau hidrokarbon cair adalah 60 %.
Kedua adalah penelitian yang dimuat pada Jurnal Ilmiah Berkala, Sains dan Terapan Kimia oleh
Prodi Kimia FMIPA Unlam Vol. 3 No. 2, 2009 dengan judul pirolisis sampah plastik untuk
mendapatkan asap cair dan penentuan komponen kimia penyusunnya serta uji kemampuannya

sebagai bahan bakar cair. Pirolisis dilakukan pada suhu 425 oC dengan jenis sampah plastik berupa
kantong plastik dan pembungkus makanan. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam sampel
asap cair kantong plastik adalah 2-hidroksimetil-oxiran, asam asetat, hidroksiaseton, 2-siklopenten,
dan 2-butanon/metil etil keton.dari senyawa-senyawa tersebut yang bersifat mudah terbakar adalah
hidroksi aseton, 2-siklopentena dan 2-butanon. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam sampel
asap cair pembungkus makanan adalah 2-propanon/aseton, asam borat, asam asetat, dan

siklopentanon. Dari senyawa-senyawa tersebut yang memiliki sifat mudah terbakar adalah aseton
dan siklopentanon.
Ketiga adalah percobaan yang saya lakukan bersama-sama siswa-siswa saya. Kami melakukan
destilasi kering atau pembakaran plastik dengan menggunakan alat buatan sendiri. Pembuatan alat
tersebut mengacu pada cara pembuatan alat sederhana pengubah sampah plastik yang diakses
pada website klikedukasi.com. Sampah plastik yang dipanaskan berupa gelas dan botol plastik air
mineral. Pada percobaan pertama sampah plastik di panaskan dengan sumber api dari kayu bakar.
Selama proses pemanasan dihasilkan uap yang keluar melalui kondensor yang baunya sangat
menyengat. Setelah setengah jam pemanasan didapatkan cairan kental berwarna kuning. Cairan
tersebut dapat terbakar setelah dites dengan api.

Cairan kental berwarna kuning ini bukanlah orange juice tetapi hasil destilasi kering plastik:
hasil percoaan pertama, cairan ini bersifat mudah terbakar.


Percobaan pertama. Pemanasan sampah plastik dengan kayu bakar.

Pada percobaan kedua, alat, bahan dan caranya tetap sama, tetapi sumber panasnya kami
gunakan dari kompor gas elpiji. Setelah satu jam dihasilkan cairan bening dan uap yang keluar
melalui kondensor tetapi baunya tidak menyengat. Cairan tersebut dites dengan api tetapi tidak
menyala. Dari analisis kami, perbedaan kedua percobaan tersebut adalah pada suhu. Pada
percobaan pertama, suhunya lebih tinggi dari percobaan kedua sehingga pada percobaan kedua
polimer plastik belum terurai, yang dihasilkan adalah senyawa-senyawa yang tidak terbakar. Hal
tersebut dibuktikan dengan masih adanya sisa-sisa plastik yang masih belum terbakar. Pada
percobaan pertama tidak ada sisa plastik yang tidak terbakar.

Alat sederhana yang dibuat dari alat masak bekas dan pipa leding bekas sebagai kondensor

Dari ketiga bahasan penelitian dan percobaan tersebut, saya mecermati tentang uap yang keluar
melalui kondensor yang tak terkondensasi atau tidak mengalami pengembunan. Pada paparan
penelitian pertama uap yang dihasilkan adalah gas O2 dan CO2 yang ramah lingkungan, tetapi
pada paparan penelitian kedua dihasilkan uap yang terkandung senyawa-senyawa 2-hidroksimetiloxiran, asam asetat, hidroksiaseton, 2-siklopenten, dan 2-butanon/metil etil keton dari pemanasan
kantong plastik dan dari pemanasan pembungkus plastik dihasilkan 2-propanon/aseton, asam borat,
asam asetat, dan siklopentanon. Senyawa-senyawa ini bisa mencemari udara. Sebagai contoh

asam borat, berbahaya jika terhirup dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa

disertai nyeri tenggorokan, batuk, dan nafas pendek. Dapat menyebabkan batuk, mimisan,
pernapasan menjadi pendek. Pada percobaan yang kami lakukan dihasilkan uap dengan bau
yang menyengat, hampir seperti bau asap mobil dengan bahan bakar solar. Walaupun kami belum
melakukan uji identifikasi senyawa pada uap tersebut tetapi dari bau yang menyengat tersebut bisa
menjadi peringatan bagi kami untuk menjauh agar baunya tidak terhirup.

Percobaan kedua pengolahan sampah plastik menjadi BBM:
cairan ini bersifat tidak terbakar
Berdasarkan tulisan diatas, saya sependapat dengan Allen Hershkowitz, ilmuan senior dari Dewan
Pertahanan Sumber Daya Alam, yang mengatakan bahwa “Barangkali pemisahan karbon menjadi
botol plastik yang dibuang di tempat sampah lebih baik daripada mengubahnya menjadi bahan
bakar cair dan melepaskan serta menggerakkan banyak senyawa karbon,” seperti yang dilansir
oleh voaindonesia.com . Pengolahan sampah plastik menjadi minyak menurut saya sepertinya
bukanlah proses daur ulang. Tetapi tidak tertutup kemungkinan diadakan penelitian lebih lanjut agar
tidak ada hasil samping yang berupa senyawa-senyawa yang dapat menjadi toksik dan mencemari
udara.
Cara yang bijak adalah seperti anjuran pemerintah selama ini yaitu meminimalisasi penggunaan
plastik dengan menumbuhkan kesadaran untuk menjaga lingungan agar tidak tercemar.


Sumber:
Asam Borat. Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas) Pusat Informasi Obat dan Makanan,
Badan POM RI. 2011
http://www.voaindonesia.com/content/plastik-dapat-gantikan-bbm-di-as/1536410.html
http://www.plastic.web.id/plastic_chemistry
http://en.wikipedia.org/wiki/Plastic
http://id.wikipedia.org/wiki/Plastik
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-polimer/klasifikasi-polimer/polimer-termoplastik-dantermosetting/
http://www.klikedukasi.com/2012/04/alat-sederhana-pengubah-sampah-plastik.html

http://indonesiaproud.wordpress.com/2011/12/01/tri-handoko-mengubah-limbah-plastik-jadibahan-bakar-minyak/
Rahyani Ermawati. Konversi Limbah Plastik Sebagai Sumber Energi Alternatif. Jurnal Riset Industri
Vol. V. No. 3, 2011, Hal. 257-263
Tri Anggono., Erina Wahyu W., Handayani., Arini Rahmadani., Abdullah. Pirolisis Sampah Plastik
Untuk Mendapatkan Asap Cair Dan Penentuan Komponen Kimia Penyusunnya Serta Uji
Kemampuannya sebagai Bahan Bakar Cair. Jurnal Ilmiah Berkala, Sains dan Terapan Kimia oleh
Prodi Kimia FMIPA Unlam Vol. 3 No. 2, 2009

Minyak bumi atau dalam bahasa Inggrisnya disebut Petroleum, menurut bahasa

Latin terdiri dari dua penggalan kata yaitu Petrus yang artinya karang dan Oleum yang
artinya minyak. Oleh karena itu kimia minyak bumi (petroleum) merupakan ilmu yang
mempelajari tentang kelanjutan dari tumbuhan setelah dipendam atau dikubur selama
jutaan tahun. Senyawa yang terkandung dalam petroleum mempunyai variasi yang
besar dari senyawa dengan kerapatan rendah (gas) sampai senyawa dengan
kerapatan tinggi (padatan).

Minyak bumi atau petroleum dijuluki juga sebagai emas hitam, yaitu cairan yang
kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, dan berada di lapisan atas
dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari
berbagai hidrokarbon, dimana sebagian besar terdiri dari seri alkana tetapi bervariasi
dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya.
Asal minyak bumi adalah mahluk hidup (tumbuhan, hewan) yang terkubur selama
jutaan tahun dengan melalui proses penguburan, proses diagenesis kemudian proses
lebih lanjut pada masa katagenesis dan tidak dapat dimanfaatkan lagi pada masa
metagenesis.
Tahapan penguburan bahan alam mengalami tiga masa perubahan kimiawi yaitu:
a.
Diagenesis
Masa ini merupakan zona tak matang dan terjadi perengkahan tak mencolok

(10%), yang dibagi dalam tiga bagian yaitu :
1) Diagenesis dini, yaitu peralihan dari senyawa yang stabil saat di permukaan
bumi, menjadi senyawa yang stabil pada kedalaman ribuan meter dengan suhu
sekitar 40-42oC. Pada masa ini terjadi pembentukan kerogen (fase dari

petroleum yang tidak dapat larut dalam pelarut organik dan anorganik).
2) Diagenesis pertengahan, terjadi proses aromatisasi (senyawa rantai panjang
membentuk senyawa aromatik, lingkar dan mempunyai ikatan rangkap dengan
elektron terdelokalisasi).
3) Diagenesis akhir, adalah proses yang terjadi pengkhelatan logam oleh
senyawa organik yang terbentuk pada masa sebelumnya.
Pembentukan minyak bumi terjadi pada diagenesis akhir dan dapat dikenal
berdasar hasil eksplorasi.
b.

Katagenesis
Katagenesis adalah zona minyak dan gas basah. Pada masa ini terjadi
perengkahan mencolok, dimana terjadi perubahan senyawa kimia yang
diakibatkan oleh suhu dan kedalaman pendaman (penguburan) sehingga
menyebabkan penguraian termal kerogen.


c.

Metagenesis
Pada tahap ini terjadi masa perusakan termal dari karakter senyawa (cairan)
menjadi residu (padatan), sehingga mengakibatkan senyawa organik menjadi
senyawa yang kekurangan hidrogen, dan material tak bernilai atau menjadi
material bernilai dari senyawa karbon (grafit, intan).

Adapun proses pengendapan bahan organik dalam proses pembentukan minyak bumi
ditunjukkan pada gambar 1. berikut.

Gambar 1. Diagram Pembentukan Minyak Bumi

Komposisi kimia dari minyak bumi dipisahkan dengan cara destilasi yang
didasari oleh perbedaan titik didih, kemudian setelah diolah lagi lebih lanjut akan
diperoleh minyak tanah, bensin, lilin dan lain-lain. Meskipun demikian pemisahan tidak
dapat memberikan senyawa tunggal, melainkan kumpulan senyawa dengan isomernya.
Minyak bumi terdiri dari hidrokarbon, senyawa hydrogen dan karbon. Empat
alkana teringan, yaitu � CH4 (metana), C2H6 (etana), C3H8 (propane), dan

C4H10 (butana) semuanya adalah gas yang mendidih pada suhu -161.6�C, -88.6�C,
-42�C, dan -0.5�C, berturut-turut (-258.9�, 127.5�, -43.6�, dan +31.1� F).
Rantai karbon dengan C5-7 semuanya ringan, dan mudah menguap, nafta jernih.
Senyawaan tersebut digunakan sebagai pelarut, cairan pencuci kering (dry clean), dan
produk cepat-kering lainnya. Rantai dari C 6H14 sampai C12H26 dicampur bersama dan
digunakan untuk bensin. Minyak tanah terbuat dari rantai C 10 sampai C15, diikuti oleh
minyak diesel (C10 hingga C20) dan bahan bakar minyak yang digunakan dalam mesin
kapal. Senyawaan dari minyak bumi ini semuanya dalam bentuk cair dalam suhu
ruangan. Minyak pelumas dan gemuk setengah-padat (termasuk Vaselin) berada di
antara C16 sampai ke C20. Sedangkan rantai di atas C20 berwujud padat, dimulai dari
"lilin, kemudian tar, dan bitumen aspal.
Titik pendidihan dalam tekanan atmosfer dari fraksi distilasi minyak bumi ( oC)
adalah sebagai berikut.
- Minyak eter: 40 - 70 oC (digunakan sebagai pelarut)
- Minyak ringan: 60 - 100 oC (bahan bakar mobil)
- Minyak berat: 100 - 150 oC (bahan bakar mobil)
- Minyak tanah ringan: 120 - 150 oC (pelarut dan bahan bakar untuk rumah
tangga)
- Kerosene: 150 - 300 oC (bahan bakar mesin jet)
- Minyak gas: 250 - 350 oC minyak diesel/pemanas)
- Minyak pelumas > 300 oC (minyak mesin)
- Sisanya: ter, aspal, bahan bakar residu
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah �Apakah ada perbedaan antara
gas yang di dalam tabung dan gas di dalam pipa�. Jawaban pertanyaan ini adalah gas
LPG (LPG singkatan dari gas dan bertekanan atau liquid pressure gas) lebih murni dari
pada gas dalam pipa. Harga gas LPG lebih mahal, hal ini menunjukkan bahwa proses
gas LPG yang melibatkan pembuatan gas-gas metana, etana, dan propana dari hasil
perengkahan (cracking) tidak mudah yaitu dengan cara memasukkan gas dalam tabung
yang harus dikontrol tekanannya sehingga mencair dan volume cairan lebih kecil dari

volume gas. Tekanan tabung harus dijaga dan dipertahankan.

Proses perengkahan, pengubahan, alkilasi, atau polimerisasi merupakan tahap
awal dari pemanfaatan senyawa (zat kimia) yang berasal dari minyak bumi. Minyak
bumi mengandung banyak senyawa kimia dan hasil isolasi senyawa ini dapat
dimanfaatkan oleh industri. Bahan kimia ini disebut sebagai bahan petrokimia.
Pemanfaatan industri umumnya didasari oleh reaksi-reaksi polimerisasi (perpanjangan
rantai), reaksi perengkahan (perpendekan rantai), reaksi pengubahan (paduan dengan
senyawa lain), maupun pembentukan senyawa pendek dari senyawa panjang minyak
bumi (pembentukan gas, alkilasi, perpendekan rantai atom karbon). Perpendekan rantai
minyak bumi menghasilkan senyawa yang ekonomis dan bermanfaat.
Senyawa kimia lain dari tumbuhan atau hewan pembentuk minyak bumi adalah
alkaloid, terpena, steroid, asam amino, dan lipid. Senyawa-senyawa ini terkubur
bersama tumbuhan dan hewan. Senyawa kimia yang terkubur dan pada saat
pengeboran minyak masih dapat dikenali dari strukturnya, maka senyawa ini dianggap
dapat menjadi pengungkap sejarah pembentukan minyak bumi yang dikenal sebagai
biomarker atau penanda hayati (contoh: porfirin dari klorofil, sekobikadinana dari
isoprena atau terpena, skualena, sterana, bahkan steroid, dan kolesterol).

Minyak bumi dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar industri. Bahan dasar ini
dipisahkan berdasar beberapa proses sebagai berikut.
a.
Reaksi Perengkahan (cracking)
Cracking adalah pemecahan senyawa organik rantai panjang menjadi dua atau
lebih senyawa organik rantai lebih pendek, terjadi secara alami maupun dari
pemanasan langsung.
Contoh pemanasan

Proses alami:

Proses cracking atau alkilasi penting untuk minyak bumi dalam mencari senyawa
yang lebih dibutuhkan oleh konsumen, yaitu untuk mendapatkan bensin lebih
banyak dari minyak pelumas. Contoh cracking adalah minyak diesel (C16-C24) dan
minyak pelumas (C20-C30) yang dipecah menjadi bensin (C 4-C10) dan senyawa lain
yang lebih banyak digunakan.
b.

Reaksi pengubahan (reforming)
Reaksi pengubahan adalah reaksi dari bahan petroleum menjadi bahan dasar
industri dengan pemanfaatan bahan yang murah menjadi material yang
dibutuhkan sehingga bernilai ekonomis (murah). Proses ini diperoleh pada
polimerisasi (pembentukan plastik).

c.

Reaksi alkilasi
Proses alkilasi dibagi dua yaitu proses perpanjangan atom karbon rantai lurus dan
proses pemutusan ikatan rantai karbon (dealkilasi). Proses ini dapat
dikelompokkan dalam polimerisasi, bila perpanjangannya memiliki gugus fungsi
yang sama. Dealkilasi dapat dimasukkan ke dalam kelompok perengkahan.

d.

Polimerisasi
Polimerisasi adalah proses pembentukan polimer. Polimer terdiri dari polimer
alami dan polimer sintetik. Polimer adalah molekul besar yang terdiri atas
pengulangan satuan kecil (monomer). Monomer adalah senyawa organik yang
memiliki ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap ini terbuka membentuk ikatan
dengan monomer lain sampai jumlah yang diinginkan (polimer sintetik). Polimer
alam membentuk senyawa secara alami, contoh polimer alam yaitu lateks (dari
pohon karet), karbohidrat (singkong jagung), protein, selulosa, resin. Sedangkan
Contoh polimer sintetik adalah nilon, dakron, teflon.
Proses pembentukan polimer terdiri dari tiga tahap yaitu pembentukan radikal
bebas (inisiasi), perpanjangan monomer (propagasi), dan terminasi (pemotongan
atau penyetopan reaksi). Pembentukan cabang dalam proses polimerisasi
menyebabkan tiga bentuk struktur yaitu struktur beraturan (isotaktik), struktur tak
beraturan (ataktik), campuran (sindiotaktik). Struktur polimer sangat berpengaruh
terhadap sifat polimernya.

Minyak bumi merupakan bahan alam dengan berbagai jenis senyawa kimia,
sehingga dapat digunakan dalam berbagai bahan baku industri.
a.
Plastik (PE)
Plastik adalah bahan yang elastik, tahan panas, mudah dibentuk, lebih ringan dari
kayu, dan tidak berkarat oleh adanya kelembapan. Plastik selain harganya murah,
juga dapat digunakan sebagai isolator dan mudah diwarnai. Sedangkan
kelemahan plastik adalah tidak dapat dihancurkan (degredasi). Contoh plastik
adalah polietilena, polistirena, (Styron, Lustrex, Loalin), poliester (Mylar, Celanex,
Ekonol), polipropilena (Poly- Pro, Pro-fax), polivinil asetat.
Polietilena atau PE (Poly � Eth, Tygothene, Pentothene) adalah polimer dari
etilena (CH2 = CH2) dan merupakan plastik putih mirip lilin, dapat dibuat dari resin
sintetik dan digolongkan dalam termoplastik (plastik tahan panas). Polietilena
mempunyai sifat daya tekan baik, tahan bahan kimia, kekuatan mekanik rendah,
tahan kelembapan, kelenturan tinggi, hantaran elektrik rendah. Berdasar
kerapatannya PE dibagi dua yaitu PE dengan kerapatan rendah (digunakan
sebagai pembungkus, alat rumah tangga dan isolator) dan yang berkerapatan
tinggi (dimanfaatkan sebagai drum, pipa air, atau botol).
Plastik disamping mempunyai kelebihan dalam berbagai hal, ternyata limbahnya
dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan. Penyebabnya yaitu sifat plastik
yang tidak dapat diuraikan dalam tanah. Untuk mengatasi masalah ini para pakar
lingkungan dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu telah melakukan berbagai
penelitian dan tindakan, diantaranya yaitu dengan cara mendaur ulang limbah
plastik, Namun cara ini tidak terlalu efektif karena hanya sekitar 4% yang dapat
didaur ulang. sisanya menggunung di tempat penampungan sampah. Sebagian
besar plastik yang digunakan masyarakat merupakan jenis plastik polietilena. Ada
dua jenis polietilena, yaitu high density polyethylene (HDPE) dan low density
polyethylene (LDPE). HDPE banyak digunakan sebagai botol plastik minuman,
sedangkan LDPE untuk kantong plastik.
Pemanasan polietilena menggunakan metode pirolisis akan terbentuk suatu
senyawa hidrokarbon cair. Senyawa ini mempunyai bentuk mirip lilin (wax).
Banyaknya plastik yang terurai adalah sekitar 60%, suatu jumlah yang cukup
banyak. Struktur kimia yang dimiliki senyawa hidrokarbon cair mirip lilin ini
memungkinkannya untuk diolah menjadi minyak pelumas berkualitas tinggi. Pada

pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa minyak pelumas yang saat ini
beredar di pasaran berasal dari pengolahan minyak bumi. Sifat kimia senyawa
hidrokarbon cair dari hasil pemanasan limbah plastik mirip dengan senyawa
hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah sehingga dapat diolah
menjadi minyak pelumas. Pengubahan hidrokarbon cair hasil pirolisis limbah
plastik menjadi minyak pelumas menggunakan metode hidroisomerisasi. Minyak
pelumas buatan ini diharapkan dapat digunakan untuk kendaraan bermotor
dengan kualitas yang sama dengan minyak bumi hasil penyulingan minyak
mentah, ramah lingkungan, sekaligus ekonomis.
b.

Cat
Cat adalah produk dari industri pelapis permukaan, bertujuan untuk menjaga
keawetan bahan yang dilapisi (kayu, logam atau tembok) dan untuk estetika
(keindahan). Fungsi cat ini yaitu memberikan ikatan yang baik antara permukaan
benda dan cat pelapis. Cat primer disediakan dalam kemasan yang lebih encer
dari cat biasa dan dilarutkan dalam air atau minyak. Kemasan cat umumnya terdiri
atas resin atau bahan pengikat (untuk mengikat pigmen warna di dalam cat, misal:
minyak biji rami dan getah tumbuhan seperti gom arab, gom senegal), bahan
pengisi (untuk memperbaiki sifat mekanis dan fisik cat agar tidak retak/terjadi
goresan saat pengeringan, contohnya: bubuk kaca agar memantulkan cahaya
matahari/lampu pada rambu lalu lintas), penstabil (digunakan sebagai penetral
pengaruh sinar ultraviolet matahari), pengering pelarut, dan pigmen.
Pigmen bersifat ganda yaitu untuk menampilkan keindahan dan memberikan sifat
mekanik pada selaput yang terbentuk. Pigmen menghalangi penyebaran uap air
dan sinar matahari langsung pada bahan yang dilapisi. Warna yang dihasilkan
pigmen bergantung pada banyaknya cahaya matahari yang diserap dan diserap
dan dipantulkan. Pigmen harus tidak toksik dan merupakan senyawa anorganik
yang tak larut dalam pelarut organik sehingga mengendap di dasar wadah.
Pigmen seperti zink, aluminium, dan stainlessdigolongkan dalam pigmen metalik,
banyak digunakan untuk dekorasi. Krom dalam bentuk polikrometik dipakai
sebagai cat lapis akhir pada kendaraan bermotor.

c.

Tekstil ( Nilon )
Kata tekstil berasal dari bahasa latin �texer� yang berarti menenun. Tekstil
dibuat dari serat yang dipintal, ditenun, dirajut, dianyam atau dibuat jala

benang. Serat dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu serat alami dan serat
sintetik. Serat alami (wol, sutera, katun, dan rami) pada umumnya pendek dengan
panjang 1,3-20 cm. Serat alam berasal dari kapas akan menghasilkan kain yang
lunak dan menyerap air sehingga baik untuk dibuat handuk, sprei, maupun
pakaian. Serat rami dapat dibuat linen yang indah dan kuat sehingga
dimanfaatkan untuk membuat taplak, sapu tangan dan serbet. Serat binatang
(domba) dibentuk menjadi wol, sutera (kepompong ulat sutera) juga termasuk
serat alami Serat alam yang berasal dari mineral adalah asbestos, mempunyai
sifat tahan terhadap api dan digunakan pada pembungkus kabel.
Bahan baku serat sintetik adalah filamen yang bersambung/serat pendek,
seragam dalam panjang, dan terpintal dalam benang. Poliester, nilon, akrilik, dan
poliolefin merupakan contoh serat sintetik yang dibuat dari petrokimia. Perbedaan
bahan tersebut terletak pada kekuatan tarik, elastisitas, kelembutan, daya serap
terhadap air, ketahanan terhadap cahaya dan panas atau usia pemakaian. Bahan
yang dihasilkan merupakan bahan yang kuat dan mudah disetrika. Serat sintetik
yang terbuat dari bubur kayu, sampah kapas atau petrokimia yaitu rayon, asetat
dan triasetat. Kain rayon menghasilkan bahan penghisap yang mudah kering, kain
asetat tahan kerut dan tarikan, sedangkan triasetat merupakan bahan yang lebih
tahan kusut.
Nilon adalah kelompok poliamida hasil polimerisasi heksametilena-diamina dan
asam adipat. Nilon termasuk polimer paling ulet, kuat, dan kenyal, tidak rusak oleh
minyak dan gemuk serta tak basah oleh air sehingga dapat dibentuk menjadi
serat, sikat, lembaran, batang, pipa, maupun bahan penyalut. Nilon terdiri dari
Nilon 6, Nilon 6,6 dan Nilon 8.. Nilon 6,6 dibuat dari reaksi polimerisasi asam
adipat dan heksametilena diamina. Asam adipat dibuat dari sikloheksana, dan
petroleum mengandung sikloheksana.
Diagram pembuatan Nilon 6,6 ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pembuatan Nilon 6 dari Benzena

Bagan pembuatan Nilon 6,6 dan Nilon 8 ditampilkan pada Gambar 3

Gambar 3. Proses Pembuatan Nilon 6,6 dan nilon 8

Untuk produksi nilon besar-besaran sebagai bahan baku digunakan batu bara,
minyak bumi, gas alam, maupun hasil pertanian. Nylon 66 (Huruf 6,6 atau 6
merupakan jumlah atom karbon pembentuk bahan) dibuat dari bahan baku

kaprolaktam.
d.

PVC (Polivinil klorida)
Monomer dari PVC (poli vinil klorida) adalah etena yang satu atom hidrogen
diganti (substitusi) dengan atom klorida. Vinil klorida dengan rumus kimia
CH2=CHCl disebut kloroetilena atau kloroetena adalah gas tak berwarna, yang
mencair pada suhu �13,9oC. PVC termasuk termoplastik yang paling banyak
digunakan, bersifat kuat dan ulet. PVC dibagi dua yaitu PVC elastik dan PVC
keras, atau kaku. Jenis PVC elastik dimanfaatkan untuk penutup lantai, bola
mainan, sarung tangan, jas hujan.
PVC keras dimanfaatkan sebagai pipa listrik atau pipa air, kartu kredit. Kedua
jenis PVC memiliki sifat sama yaitu tahan cuaca dan isolator. PVC dimodifikasi
dengan bahan lain untuk meningkatkan pemakaiannya. PVC/akrilik tahan api dan
bahan kimia, sedangkan PVC/ABS (akrilonitril-butadiena-stirena) mudah diproses
pada rentangan api dan kuat terhadap tegangan tinggi. ABS adalah suatu bahan
yang kuat, kaku, dan murah. PVC di Indonesia dijual dengan beberapa merk, dari
yang tebal sampai yang tipis. Pabrik pembuat PVC menyebut dengan istilah
paralon. Membakar PVC bekas menimbulkan asap yang diduga dapat
menyebabkan kanker hati. PVC terbakar perlahan-lahan.
Plastik vinil dibuat dari gas alam, atau minyak bumi. Vinil dapat dibuat lemas,
kaku, maupun bening. Sebagai bahan yang tidak mudah pecah atau sobek, vinil
tidak dirusak oleh asam, minyak atau air. Sejak tahun 1927 PVC merupakan
bahan plastik vinil yang telah diproduksi secara komersial. Pada pertengahan
tahun 1970 vinil diteliti sebagai salah satu pencemar udara penyebab penyakit
serius, seperti kanker hati. Plastik vinil dimanfaatkan secara luas sebagai barang
yang murah dan tahan lama yang fleksibel (lantai, isolasi, kopor, tirai kamar mandi,
pakaian mirip kulit, atau selang air). Jenis vinil yang tegar digunakan untuk mainan
dan pipa air. Penyalutan dengan vinil dilakukan agar tidak lembek atau lembab,
dan kertas dokumen maupun kertas dinding tidak terkena noda.

e.

Perekat atau Adhesif
Perekat adalah bahan untuk menggabungkan dua benda pada permukaannya,
contohnya semen, pelapisan tablet, lem, maupun getah. Mekanisme kerja perekat
adalah perekatan mekanik atau fisika dan perekatan kimia.
Proses perekatan benda yaitu dengan memasukkan bahan perekat ke dalam pori-

pori benda, sehingga terjadi penguncian secara mekanik. Pada perekatan kimia
terjadi reaksi kimia (gaya tarik elektrik) antar molekul perekat dan permukaan
benda. Umumnya perekatan terjadi secara bersamaan antara perekatan fisika dan
kimia.
Perekat terdiri dari perekat yang mengering di udara, dilelehkan sebelum
digunakan, dilakukan penekanan, atau yang aktif secara kimiawi. Benda yang
direkatkan biasanya kertas, plastik, karet, kayu, logam, logam bukan logam, kaca,
bahkan gigi. Plastik termoset memerlukan perekat untuk menggabungkan kedua
bahan.
Powerglu adalah perekat yang bekerja berdasarkan reaksi polimerisasi pada saat
pengeringan. Reaksi perekatan dibantu oleh uap air di udara/zat lain yang
ditambahkan. Perekat untuk kayu dikenal sebagai perekat tahan-cuaca dan
setengah tahan-cuaca. Perekat tahan cuaca umumnya memiliki kekuatan lebih
besar dari kayunya. Bahan perekat jenis ini dibuat dari bahan polimer fenolik,
epoksi, atau resorsinol. Perabot kayu yang tidak mengalami perubahan suhu yang
drastis dan tidak kena air terlalu sering dapat memanfaatkan perekat dari bahan
tulang atau perekat vinil. Perekat kayu setengah tahan-cuaca terbuat dari perekat
urea dan kasein.
f.

Polistirena (PS).
Polistirena adalah polimer yang mengandung monomer stirena C 6H5CH=CH2.
Polimer ini termasuk golongan termoplastik, merupakan plastik jernih dan keras.
Polistirena
diproduksi
dalam
bentuk
busa
plastik
dengan
nama
komersial styrofoam, atau sebagai bahan isolasi (listrik, panas), komponen
perabot, bahan pengemas, mainan, maupun benda toilet. Stirena dibuat dengan
cara pirolisis-dehidrogenasi dari etilbenzena. Etilbenzena disintesis dari etilena
dan benzena. Polimer ini bersifat tahan asam, basa, maupun garam. Penampilan
PS lembut dan kecerahannya baik sehingga banyak digunakan untuk pipa, busa,
pendingin, instrumen atau panel dalam otomotif.
Stirena dapat digunakan sebagai monomer karet sintetik. Jenis karet sintetik ini
dikopolimerisasi dengan gugus lain yaitu SBR (stirena-butadiena), SCR (stirenakloroprena), dan SIR (stirena-isoprena). Pemanfaatan polimer yang dapat
menggantikan logam (sifat: konduktor, titik leleh yang tinggi, berpenampilan cantik
dalam pewarnaan) dan kayu (tahan suhu dan tekanan) makin diteliti. Polimer
adalah bahan yang anti karat dan tidak mudah terbakar.

Semakin langka dan tingginya harga minyak bumi serta masih minimnya
penggunaan energi alternatif, seperti energi angin, tenaga surya, biomassa, dan panas
bumi menyebabkan kita harus berpikir untuk mencari alternatif penggunaan BBM fosil
yang lain. Alternatif yang sudah dilakukan selama ini yaitu penggunaan biodiesel
(campuran solar dan minyak kelapa sawit) atau biofuel (campuran etanol dan bensin)
yang bahan bakunya merupakan komoditas pasar siap pakai. Alternatif lain yang perlu
dipertimbangkan adalah energi hijau terbarukan seperti pemanfaatan biji jarak pagar
(Jatropha curcas). Sekurang-kurangnya, ada dua pilihan dalam proses produksi
minyak jarak pagar diukur dari hasil olahan, investasi, dan biaya pengolahannya.
1. mengolah biji jarak pagar secara mekanik dengan memeras biji untuk mendapat
straight jatropha oil (SJO). Minyak jenis SJO ini dengan biaya produksi di bawah Rp
2.000 per liter sudah dapat mengganti minyak tanah untuk menyalakan kompor
dapur atau menggantikan minyak bakar untuk memanaskan ketel uap air yang
menggerakkan turbin-turbin pembangkit listrik.
2. mengolah SJO melalui proses esterifikasi yang rumit dan karenanya mahal pada
investasi maupun bahan tambahan serta katalis untuk memacu reaksi kimia. Hal ini
menyebabkan biaya pokok produksi ester SJO dua kali lipat SJO. Pada dasarnya,
dari sisi mutu, ester-SJO hanya berbeda pada titik nyala dan derajat kekentalan.
Salah satu pertimbangan penggunaan alternatif BBM fosil dengan menggunakan
minyak jarak pagar (SJO), yaitu: tanaman jarak pagar bisa hidup dan tetap produktif
meski ditanam di tanah kritis dan tandus, tumbuh baik di dataran rendah maupun
pegunungan, tidak memiliki hama dan mulai berbuah pada usia lima bulan sesudah
ditanam, serta dapat dipanen terus-menerus hingga usia 50 tahun. Pertimbangan
lainnya yaitu dapat meningkatkan penghasilan petani, mampu menghemat devisa
negara apabila produksinya melewati kebutuhan dalam negeri, dan dapat menurunkan
kadar emisi NOx, SOx dan CO.
[Latihan]

Minyak Pelumas dari

Botol Plastik Bekas
Minggu, 22 April 2012

Minyak Pelumas dari Botol Plastik Bekas
Bagaimana caranya?
Sebagian besar penduduk di dunia memanfaatkan plastik dalam menjalankan aktivitasnya.
Berdasarkan data Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat, pada tahun 2001,
penduduk Amerika Serikat menggunakan sedikitnya 25 juta ton plastik setiap tahunnya.
Belum ditambah pengguna plastik di negara lainnya. Bukan suatu yang mengherankan jika
plastik banyak digunakan. Plastik memiliki banyak kelebihan dibandingkan bahan lainnya.
Secara umum, plastik memiliki densitas yang rendah, bersifat isolasi terhadap listrik,
mempunyai kekuatan mekanik yang bervariasi, ketahanan suhu terbatas, serta ketahanan
bahan kimia yang bervariasi. Selain itu, plastik juga ringan, mudah dalam perancangan, dan
biaya pembuatan murah.
Sayangnya, di balik segala kelebihannya, limbah plastik menimbulkan masalah
bagi lingkungan. Penyebabnya tak lain sifat plastik yang tidak dapat diuraikan dalam tanah.
Untuk mengatasinya, para pakar lingkungan dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu telah
melakukan berbagai penelitian dan tindakan. Salah satunya dengan cara mendaur ulang
limbah plastik. Namun, cara ini tidaklah terlalu efektif. Hanya sekitar 4% yang dapat didaur
ulang, sisanya menggunung di tempat penampungan sampah.
Mungkinkah tumpukan sampah plastik ini dapat diubah menjadi minyak pelumas? Masalah
itulah
yang
mendasari
Miller
dan
rekan-rekannya
melakukan
penelitian ini. Sebagian besar plastik yang digunakan masyarakat merupakan jenis plastik
polietilena.
Ada dua jenis polietilena, yaitu high density polyethylene (HDPE) dan low density
polyethylene(LDPE). HDPE banyak digunakan sebagai botol plastik minuman, sedangkan
LDPE untuk kantong plastik. Dalam penelitiannya yang akan dipublikasikan dalam Jurnal
American Chemical Society bagian Energi dan Bahan Bakar (Energy and Fuel) edisi 20 Juli
2005, Miller memanaskan polietilena menggunakan metode pirolisis, lalu menyelidiki zat
hasil pemanasan tersebut.
Ternyata, ketika polietilena dipanaskan akan terbentuk suatu senyawa hidrokarbon cair.
Senyawa ini mempunyai bentuk mirip lilin (wax). Banyaknya plastik yang terurai adalah
sekitar 60%, suatu jumlah yang cukup banyak. Struktur kimia yang dimiliki senyawa
hidrokarbon cair mirip lilin ini memungkinkannya untuk diolah menjadi minyak pelumas
berkualitas tinggi.
Sekadar informasi, minyak pelumas yang saat ini beredar di pasaran berasal dari

pengolahan minyak bumi. Minyak mentah (crude oil) hasil pengeboran minyak bumi di dasar
bumi mengandung berbagai senyawa hidrokarbon dengan titik didih yang berbeda-beda.
Kemudian, berbagai senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah ini
dipisahkan menggunakan teknik distilasi bertingkat (penyulingan) berdasarkan perbedaan
titik didihnya. Selain bahan bakar, seperti bensin, solar, dan minyak tanah, penyulingan
minyak mentah juga menghasilkan minyak pelumas.
Sifat kimia senyawa hidrokarbon cair dari hasil pemanasan limbah plastik mirip dengan
senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah, sehingga dapat diolah
menjadi minyak pelumas. Pengubahan hidrokarbon cair hasil pirolisis limbah plastik menjadi
minyak pelumas menggunakan metode hidroisomerisasi. Miller berharap minyak pelumas
buatan ini dapat digunakan untuk kendaraan bermotor dengan kualitas yang sama dengan
minyak bumi hasil penyulingan minyak mentah, ramah lingkungan, sekaligus ekonomis.
Sebenarnya, usaha pembuatan minyak sintetis dari senyawa hidrokarbon cair ini bukan
suatu hal baru. Pada awal 1990-an, perusahaan Chevron telah mencoba mengubah senyawa
hidrokarbon cair menjadi bahan bakar sintetis untuk tujuan komersial. Hanya saja bahan
baku yang digunakan untuk menghasilkan senyawa hidrokarbon cair berasal dari gas alam
(umumnya gas metana) melalui proses katalitik yang dikenal dengan nama proses FischerTropsch.
Pada proses Fischer-Tropsch ini, gas metana diubah menjadi gas sintesis (syngas), yaitu
campuran antara gas hidrogen dan karbon monoksida, dengan bantuan besi atau kobalt
sebagai katalis. Selanjutnya, syngas ini diubah menjadi senyawa hidrokarbon cair, untuk
kemudian diolah menggunakan proses hydrocracking menjadi bahan bakar dan produk
minyak bumi lainnya, termasuk minyak pelumas. Senyawa hidrokarbon cair hasil
pengubahan dari syngas mempunyai sifat kimia yang sama dengan polietilena.
Gas alam yang digunakan berasal dari Amerika Serikat. Belakangan, daerah lepas laut Timur
Tengah
menjadi
sumber
gas
alam
karena
di
sana
harga
gas
alam
lebih murah. Minyak pelumas dari gas alam ini untuk sementara dapat menjadi alternatif
minyak pelumas hasil pengolahan minyak bumi. Pada masa mendatang, cadangan gas alam
di dunia diperkirakan akan segera menipis. Di lain pihak, kebutuhan akan minyak pelumas
semakin tinggi. Kini, dengan adanya penemuan ini, pembuatan minyak pelumas tampaknya
tidak lagi memerlukan gas alam. Cukup dengan memanfaatkan limbah botol plastik, jadilah
minyak pelumas. Tertarik mencoba?

Cara mengolahnya :
Sebagian besar penduduk di dunia memanfaatkan plastik dalam menjalankan
aktivitasnya. Berdasarkan data Environmental Protection Agency (EPA) Amerika
Serikat, pada tahun 2001, penduduk Amerika Serikat menggunakan sedikitnya 25
juta ton plastik setiap tahunnya. Belum ditambah pengguna plastik di negara
lainnya. Bukan suatu yang mengherankan jika plastik banyak digunakan. Plastik
memiliki banyak kelebihan dibandingkan bahan lainnya. Secara umum, plastik
memiliki densitas yang rendah, bersifat isolasi terhadap listrik, mempunyai
kekuatan mekanik yang
bervariasi, ketahanan suhu terbatas, serta ketahanan bahan kimia yang bervariasi.
Selain itu, plastik juga ringan, mudah dalam perancangan, dan biaya pembuatan
murah. Sayangnya, di balik segala kelebihannya, limbah plastik menimbulkan
masalah bagi lingkungan. Penyebabnya tak lain sifat plastik yang tidak dapat
diuraikan dalam tanah. Untuk mengatasinya, para pakar lingkungan dan ilmuwan
dari berbagai disiplin ilmu telah melakukan berbagai penelitian dan tindakan. Salah
satunya dengan cara mendaur ulang limbah plastik. Namun, cara ini tidaklah terlalu
efektif. Hanya sekitar 4% yang dapat didaur ulang, sisanya menggunung di tempat
penampungan sampah.
Akhirnya para peneliti diseluruh dunia mencoba bagaimana caranya mengubah
limbah-limbah plastik tersebut menjadi sesuatu yang lebih berguna dan bermanfaat
untuk kelangsungan hidup masyarakat dunia yang lebih baik dimasa yang akan
datang. Hasil dari pengolahan limbah plastik melalui proses penguraian adalah
minyak pelumas mesin atau yang lebih dikenal dengan nama oli atau oli mesin.
Saat ini, sekitar 129 juta ton plastik setiap tahunnya diproduksi, dan 60% dari
jumlah itu diproduksi dari bahan minyak bumi. Jika dari jumlah tersebut dapat
diolah kembali maka akan diperoleh sebesar 69 juta minyak bumi yang dapat
dimanfaatkan. Jepang sendiri telah menerapkan undang-undang pengolahan
sampah sejak 1997 dan khususnya bagi sampah plastik sejak tahun 2000.
Sebagian besar plastik yang digunakan masyarakat merupakan jenis plastik
polietilena. Ada dua jenis polietilena, yaitu high density polyethylene (HDPE)
dan low density polyethylene (LDPE). HDPE banyak digunakan sebagai botol plastik
minuman, sedangkan LDPE untuk kantong plastik.
Penelitian dalam mengubah limbah plastik menjadi minyak pelumas telah terbukti
berhasil dari penelitian yang dilakukan oleh Stephen J. Miller, Ph.D., seorang
ilmuwan senior dan konsultan peneliti di Chevron. Bersama rekan – rekannya di

Pusat penelitian Chevron Energy Technology Company, Richmond, California,
Amerika Serikat dan University of Kentucky.
Dalam penelitiannya yang dipublikasikan dalam Jurnal American Chemical Society
bagian Energi dan Bahan Bakar (Energy and Fuel) edisi 20 Juli 2005, Miller
memanaskan polietilena menggunakanmetode pirolisis, lalu menyelidiki zat hasil
pemanasan tersebut.
Ternyata, ketika polietilena dipanaskan akan terbentuk suatu senyawa hidrokarbon
cair. Senyawa ini mempunyai bentuk mirip lilin (wax). Banyaknya plastik yang
terurai adalah sekitar 60%, suatu jumlah yang cukup banyak. Struktur kimia yang
dimiliki senyawa hidrokarbon cair mirip lilin ini memungkinkannya untuk diolah
menjadi minyak pelumas berkualitas tinggi. Sekadar informasi, minyak pelumas
yang saat ini beredar di pasaran berasal dari pengolahan minyak bumi.
Sifat kimia senyawa hidrokarbon cair dari hasil pemanasan limbah plastik mirip
dengan senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah sehingga
dapat diolah menjadi minyak pelumas. Pengubahan hidrokarbon cair hasil pirolisis
limbah plastik menjadi minyak pelumas menggunakan metode hidroisomerisasi.
Miller berharap minyak pelumas buatan ini dapat digunakan untuk kendaraan
bermotor dengan kualitas yang sama dengan minyak bumi hasil penyulingan
minyak mentah, ramah lingkungan, sekaligus ekonomis.
Proses pengolahan limbah plastik menjadi minyak pelumas dasar ini meliputi
beberapa tahapan / proses, yaitu :
1. Proses Pirolisis
Teknologi pirolisis ini adalah teknik pembakaran sampah (limbah plastik) tanpa
O2 dan dilakukan pada suhu tinggi (800- 1000 oC). Teknik ini mampu menghasilkan
gas pembakaran yang berguna dan aman bagi lingkungan.
Teknik pirolisis adalah proses pemanasan dan penyulingan bahan organik dalam
sampah (limbah plastik) menggunakan sedikit O2 atau tidak sama sekali.
Pembakaran plasik selalu menimbulkan bahaya yang dapat mengancam kesehatan.
Seperti kita ketahui, plastik memiliki tekstur yang kuat dan tidak mudah
terdegradasi oleh mikroorganisme tanah. Jika sampah plastik dibakar dapat
mendatangkan masalah tersendiri bagi kita. Plastik yang dibakar akan
mengeluarkan asap toksik yang apabila dihirup dapat menyebabkan sperma
menjadi tidak subur dan terjadi gangguan kesuburan. Pembakaran PVC akan
mengeluarkan DEHA yang dapat mengganggu keseimbangan hormon estrogen
manusia. Selain itu juga dapat mengakibatkan kerusakan kromosom dan
menyebabkan bayi - bayi lahir dalam kondisi cacat. Namun lain halnya pembakaran
limbah plasik dengan metode pirolisis, Teknologi pirolisis dapat dikatakan sebagai
suatu metode yang ramah lingkungan sebab produk akhirnya menghasilkan

CO2dan H2O, yang bukan merupakan gas toksik . Kadar dioksin yang dilepaskan
dari teknologi pirolisis ini juga amat rendah. Pada proses pirolisis ini dapat
dihasilkan senyawa-senyawa hidrokarbon cair mulai dari C1 hingga C4, dan
diperoleh juga senyawa rantai panjang (oligomer) lainnya seperti parafin dan olefin.
2. Proses Hydrotreating/Hydrocracking
Pada proses ini hasil dari proses pirolisis dimasukkan ke dalam tungku penyulingan
pada tekanan atmosfir dan kemudian di vakum untuk mepisahkan unsur-unsur yang
dihasilkan dari proses awal.
Proses ini berguna dalam mengurangi/menghilangkan aromatik dan komponen
polar yang dihasilkan dari proses pirolisis.
3. Proses Hidroisomerisasi
Pada proses Hidro-Isomerisasi digunakan katalis khusus yang berfungsi menjadikan
molekul-molekul isomer mempunyai viskosistas yang tinggi, tingkat titik beku yang
rendah dan menjadikan pelumas dasar yang Iso-Paraffinik. Pada proses ini indeks
viskosistas mencapai 156-160 oC. Tingginya viskositas yang dihasilkan dari proses
hidroisomerisasi ini menandakan tingginya kualitas minyak pelumas yang dihasilkan
dari limbah plastik. Kekentalan merupakan salah satu unsur kandungan minyak
pelumas paling rawan karena berkaitan dengan ketebalan minyak pelumas itu
sendiri atau seberapa besar resistensinya untuk mengalir. Kekentalan minyak
pelumas langsung berkaitan dengan sejauh mana minyak tersebut berfungsi
sebagai pelumas sekaligus pelindung benturan antar permukaan logam. Tingginya
kualitas minyak pelumas yang dihasilkan dari limbah plastik berdasarkan penelitian
Stephen.J.Miller, menandakan bahwa penelitian ini cukup berhasil dan sangat
berguna bagi kelangsungan energi dan bahan bakar dunia di masa yang akan
datang.
Gas alam yang digunakan berasal dari Amerika Serikat. Belakangan, daerah lepas
laut Timur Tengah menjadi sumber gas alam karena di sana harga gas alam lebih
murah. Minyak pelumas dari gas alam ini untuk sementara dapat menjadi alternatif
minyak pelumas hasil pengolahan minyak bumi. Pada masa mendatang, cadangan
gas alam di dunia diperkirakan akan segera menipis. Di lain pihak, kebutuhan akan
minyak pelumas semakin tinggi. Kini, dengan adanya penemuan ini, pembuatan
minyak pelumas nampaknya tidak lagi memerlukan gas alam. Cukup dengan
memanfaatkan limbah botol plastik, jadilah minyak pelumas.
Diposkan oleh Rizqy Jamaludin di 01.45 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

KEBIJAKAN PEMERINATAH TENTANG LPG
Meski awalnya banyak yang menyangsikan akan berhasil, konversi Minyak Tanah ke
LPG menjadi fenomena penting program konversi energi di Indonesia. Apalagi,
keberhasilan mengubah kebiasaan masyarakat yang turun termurun dari generasi ke
generasi menggunakan Minyak Tanah beralih ke LPG bukan sekadar persoalan
teknis, namun juga sarat dengan aspek sosial dan budaya.
Sebenarnya, tujuan utama konversi Minyak Tanah ke LPG untuk mengurangi subsidi.
Maklum, Minyak Tanah, yang biaya produksinya setara dengan Avtur, selama ini
dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah yang
terkonsentrasi di perdesaan. Sehingga pemerintah memberikan subsidi harga.
Kebijakan yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini cukup membebani keuangan
negara.
Konsumsi Minyak Tanah sebelum dilakukan konversi mencapai kisaran 12 juta Kilo
Liter (KL) setiap tahun. Ketika itu, besaran subsidi mencapai sekitar Rp 25 triliun.
Angka ini berubah sesuai dengan basis asumsi harga minyak mentah dunia maupun
volume. Dari jumlah volume sebesar itu profil pengguna Minyak Tanah adalah sekitar
10 persen golongan sangat miskin, 10 persen golongan miskin, 50 persen golongan
menengah dan 20 persen golongan mampu.

Melihat profil pengguna tersebut, sangat jelas bahwa pemberian subsidi Minyak
Tanah memang tidak seluruhnya tepat sasaran. Kelompok masyarakat menengah
maupun mampu masih banyak yang mengkonsumsi Minyak Tanah bersubsidi dengan
beragam alasan. Oleh sebab itu program konversi yang diikuti dengan pengurangan
volume Minyak Tanah bersubsidi ditujukan untuk memperbaiki distribusi agar lebih
tepat sasaran.
LPG menjadi pilihan pengganti Minyak Tanah. Alasan terpenting adalah biaya
produksi LPG lebih murah dibanding Minyak Tanah. Biaya produksi Minyak Tanah
tanpa subsidi adalah sekitar Rp 6.700/liter. Jika dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter.
Untuk satu satuan setara Minyak Tanah, biaya produksi LPG tanpa subsidi adalah Rp
4.200/liter. Sedang LPG dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Pemanfaatan LPG jelas
mengurangi konsumsi subsidi Minyak Tanah.
Selain biaya produksi lebih murah, untuk satu satuan yang sama kalori LPG juga lebih
tinggi dibanding Minyak Tanah. Sehingga biaya pemakaian LPG untuk keperluan
memasak, misalnya, lebih murah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Laboratorium Energi Universitas Trisakti menghasilkan biaya merebus air 5 liter
adalah Rp 11,6/menit untuk LPG dan Rp 13,8/menit untuk Minyak Tanah.
Program konversi Minyak Tanah ke LPG memiliki sasaran atau target sekitar 40 juta
Kepala Keluarga (KK) miskin yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk keperluan ini
dibutuhkan sebanyak 40 juta kompor LPG beserta asesorisnya serta 100 juta tabung
LPG 3 Kg. Pada pelaksanaan program, telah dibagikan sejumlah paket perdana secara
gratis kepada para keluarga miskin yang terdiri kompor LPG dan asesoris serta tabung
LPG 3 Kg.
Sejak mulai dilaksanakan tahun 2007 hingga menjelang akhir 2010 telah dibagikan
paket perdana sebanyak 44.675.000 ke seluruh wilayah Indonesia atau lebih dari 100
persen dari target. Sebanyak 3.793.000 Metrik Ton (MT) LPG telah dikonsumsi
masyarakat sasaran. Sedang Minyak Tanah yang ditarik mencapai 11.317.000 KL.
Penghematan yang berhasil dilakukan mencapai sebesar Rp 19,34 Triliun.
Selain penghematan keuangan negara dalam APBN, pelaksanaan konversi Minyak

Tanah ke LPG juga membawa dampak bergulir dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
Pengadaan lebih dari 44 juta kompor LPG telah mendorong bangkitnya industri
kompor LPG di dalam negeri. Saat ini sudah beroperasi sebanyak 34 pabrik kompor
LPG dengan kapasitas mencapai sekitar 55 juta unit setiap tahun.
Pabrikan asesoris juga berkembang seiring dengan kebutuhan pengoperasian kompor
LPG oleh konsumen. Saat ini serta 21 pabrik katub tabung (valve), selang dan
regulator dengan berbagai merek di berbagai wilayah di Indonesia. Produksi katub
tabung mencapai sekitar 25 juta setiap tahun, regulator mencapai sekitar 45 juta
setiap tahun dan selang karet mencapai sekitar 80 juta per tahun.
Kebutuhan sekitar 100 juta tabung LPG ukuran 3 Kg juga telah mendorong
bekembangnya pabrikan di dalam negeri. Saat ini setida