Landasan Filosofis Lingkungan dan Manusi

Landasan Filosofis Lingkungan dan Manusia
Perubahan iklim merupakan hal yang biasa namun perubahan iklim disebabkan tidak hanya gejala alam
saja, namun datangnya gejala alam bisa juga karena buatan manusia. Ozon bumi dari bulan Oktober 1980
sampai Oktober 1991 mengalami hal yang memprihatinkan, semakin lama lubang ozon hampir sebesar
benua Australia1. Bahan perusak ozon ada di sekitar kita, karena umumnya digunakan dalam industri
manufaktur dan service yang menggunakan BPO, CFC, dan HCFC yang digunakan untuk melapisi
insulasi panas dengan berfungsi sebagai penahan panas, seperti pada busa sepatu sol, jok kursi dan
stereoform pada wadah makanan.2
Globalisasi, pasar bebas, beridirinya pabrik, serta meningkatnya pemakaian AC turut andil dalam
penipisan ozon di bumi. Hampir semua kegiatan manusia beresiko untuk memberikan peluang
menipiskan lapisan ozon. Pemakaian AC, sol sepatu yang menggunakan HCFC ditengarai sebagai salah
satu masalah. Hubungan manusia dengan lingkungan tidak bisa dipisahkan, karena manusia
membutuhkan lingkungan untuk diolah dan dimanfaatkan bukan dieksploitasi. Kehidupan yang
berkesinambungan adalah bersifat dari suatu “sistem ekologis” daripada satu organisme atau spesies 3.
Pendapat Morowitz bermakna bahwa suatu sistem dari kehidupan yang berkesinambungan lebih baik jika
memiliki ikatan saling keterhubungan.
Hubungan tatanan masyarakat dan lingkungan yang merupakan roda kehidupan tidak terpisahkan, semua
satu kesatuan yang saling terhubung. Manusia dan alam lingkungan secara filosofis memiliki
keterhubungan dalam menjalankan roda kehidupan. Capra mengungkapkan bahwa hubungan hidden
connection bahwa hubungan-hubungan (interrelationship) fenomena biologis,fisik, social dan budaya
menciptakan suatu teori holistik tentang sistem-sistem hidup yang dinamakan dengan jaringan

kehidupan4. Maka dari itu semua aspek kehidupan saling berhubungan dan memiliki dampak sistemik
ketika salah satu aspek dalam sistem berjalan tidak seimbang.
Konsep Lingkungan
Proses kerja sebagai sebuah proses antara manusia dan alam, yang mana manusia lewat tindakannya
memediasi, mengatur dan mengontrol metabolisme dirinya dengan alam namun bila adanya keretakan
maka sulit untuk memperbaikinya. Alam akan bereaksi ketika dirasakan adanya suatu kejanggalan yang
terjadi dalam sistem. Mode produksi social terdapat hukum kelebihan dan kenaikan penduduk di dunia,
hal tersebut tidak bisa dihindarkan. Bertambahnya jumlah populasi penduduk di Indonesia diiringi
konsumsi penduduk, dan hubungannya dengan sampah yang dihasilkan akan meningkat.
Data statistik menunjukkan di daerah Sumatra, Jawa, dan Kalimantan saja jumlah timbunan sampah
mencapai angka 32,3 juta ton per tahun, dengan rincian Jawa 21,2 persen, Sumatra 8,7 persen, dan
Kalimantan sebesar 2,3 persen5 . Sampah tersebut total keseluruhan dari sampah rumah tangga, sampah
plastik, sampah kertas, sampah kayu, sampah kaca, sampah karet/ kulit, sampah metal, sampah kain,
1

2

www.menlh.go.id/pengertian-lapisan-bahan-perusak-ozon-dampak-bagi-kesehatan/

Ibid

Morowitz, 2008. Hal 15
4
Capra, Fritjof diterjemahkan Andya Primanda, 2008. Hal 13
5
Survey KemenLH tahun 2008.
3

sampah metal. Data tersebut belum termasuk sampah dari limbah pabrik, masalah sampah termasuk hal
sepele namun bila tidak segera diatasi akan mengakibatkan masalah besar seperti terganggunya kualitas
kesehatan masyarakat dan polusi. Polusi yang dihasilkan dari sampah secara tidak langsung
mempengaruhi berlubangnya lapisan ozon, karena tumpukan sampah menghasilkan gas emisi yang
mengandung gas metana6. Sisi lain adanya sampah yang berasal dari rumah, industri, medis, atau lainnya
setelah di pisahkan menurut jenis organis atau sampah non organik, maka hal tersebut dapat dikelola dan
akan memberikan positif seperti pembukaan lapangan pekerjaan baru dengan pengelolaan sampah
berbasis pemberdayaan. Perubahan harus terjadi di sektor lingkungan perubahan social secara struktur,
perubahan pola, dan cara berpikir tidak hanya sebatas dirubah. Namun harus ada sebuah wujud
implementasi yang nyata agar tidak hanya sebatas wacana saja.
Masalah menumpuknya sampah seperti data di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa dari tahun ke tahun pasti
naik, belum lagi ditambah di provinsi lain. Sampah bermacam-macam dan sampah itu diproduksi setiap
hari terutama oleh perumahan. Pengelolaan sampah berbasis komunitas layaknya dapat menjadikan

sebuah rekomendasi, penerapannya pun juga harus disesuaikan dengan memperhatikan sebuah khas di
suatu daerah tersebut. Karena pen elitian tentang pengeloaan sampah berbasis pemberdayaan masyarakat
lokal sudah pernah dilakukan, bahkan naskah akademik sudah pernah dipublikasikan7. Berkaca dari tesis
yang dilakukan oleh mahasiswa Pascasarjana Universiatas Indonesia, bahwa sampah dapat membawa
perubahan di tingkatan masyarakat tingkatan bawah (Grass Root) bisa diberdayakan dan membawa
manfaat tersendiri. Pemanfaatan sampah merupakan salah satu langkah yang bisa diberdayakan selain
sisi untuk mengurangi lebih lebarnya lapisan ozon. Karena dalam sebuah hubungan antara manusia dan
alam adanya keterhubungan yang tidak terlihat, dalam sosiologi lingkungan hakekatnya merupakan
hubungan antara lingkungan dalam arti luas, social, alam, ekologi, social, budaya dan keragaman dalam
masyarakat saling memiliki keterhubungan.
Manusia
Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan secara terpisah, manusia bagian dari budaya bagitu pula
sebaliknya. Kebudayaan untuk menjaga lingkungan merupakan peradaban yang dilakukan oleh manusia,
kebudayaan itu dipelajari oleh manusia dan bukan merupakan warisan. Menjaga lingkungan merupakan
kebudayaan dari tingginya peradaban manusia. Lingkungan dengan manusia tidak dapat dipisahkan,
namun merupakan satu kesatuan yang utuh saling berhubungan. Berkonsep dari The Hidden Connection,
bahwa ada hubungan tersembunyi antara manusia dan alam lingkungan. Saling membutuhkan antara
kedua kubu tidak dapat dipungkiri lagi, etnosentris merupakan kajian mengupas hubungan manusia dan
alam yang tidak dapat terpisahkan. Lingkungan bagian dari kehidupan yang harus dijaga,
keseimbangannya dan bukan dieksploitasi secara besar-besaran demi kepentingan manusia sendiri.

Manusia secara sejarah merupakan makhluk yang hidup berpindah-pindah (nomaden), melihat dari
kebiasaan yang dilakukan oleh manusia jaman prasejarah. Aktivitas yang dilakukan berburu dan bertani,
hukum rimba “siapa yang kuat, maka dia akan berkuasa berlaku pada jaman prasejarah di kalangan
manusia”. Argumentatif semacam itu sampai saat ini masih berlaku, akan tetapi dalam hal yang berbeda.
6

Gas metana mudah terbakar meskipun konsentrasinya sekitar 5-15 persen, karbondioksida (CO2) dan metana
bahaya bagi lingkungan karena berpengaruh dalam efek rumah kaca. Sumber diunduh dari antaranews.com
tanggal 21 Desember 2013 pukul 09.55 WIB.
7
Tesis Rina Fithri Fakultas Kesehatan masyarakat program studi ilmu kesehatan masyakat, judul Perencanaan dan
Pengelolaan Sampah di Kota Depok 2005-2025 dibublikasikan oleh perpustakaan Universitas Indonesia th 2004.

Misalnya pada waktu itu, kekerasan yang mendominasi hukum rimba, akan tetapi untuk sekarang ini
sudah bukan dalam hal kekerasan secara fisik, namun cara yang ditempuh untuk bertahan hidup masih
yang berlaku. Pergeseran cara bertahan hidup manusia prasejarah dan saat ini setelah ada peradaban, salah
satu ciri bahwa manusia memiliki pikiran untuk berpikir lebih kedepannya. Manusia dapat dibedakan
berdasarkan klasifikasi menurut jenis kelamin, ada laki-laki dan wanita. Daripada itu tugas laki-laki dan
wanita memiliki pembagian yang jelas batasannya. Secara struktur laki-laki cenderung memiliki sifat
maskulin yaitu suka melindungi, berotot, memiliki tanggung jawab. Wanita yang cenderung feminim

yaitu, halus, ingin dilindungi berbanding terbalik sifatnya dari kaum maskulin. Secara hierarkis laki-laki
lebih bernaluri menjadi seorang pemimpin di dalam keluarga, jika manusia tersebut hidup berkelompok
dan terikat dalam satu sistem, yaitu pernikahan.
Bertahan hidup yang dilakukan manusia
Pemberdayaan
Sampah merupakan semua barang atau material sisa yang timbul dari aktivitas industri, manusia dan
hewan yang berbentuk padat, dan dianggap tidak berguna atau dikehendaki lagi. 8 Sampah merupakan
material sisa yang tidak diperlukan lagi setelah berakhirnya proses, sampah merupakan sesuatu yang tidak
dibutuhkan kembali. Jika sampah tidak segera diatasi dan hanya dibiarkan menumpuk, menjadi masalah
tersendiri, seperti terganggunya ruang pubik baik dari sisi pemandangan atau kesehatan. Masalah sampah
di Indonesia sudah tidak asing lagi, sampah berkaitan dengan jumlah penduduk dan kota-kota besar di
Indonesia. Dengan penalaran bahwa semakin padat penduduk Indonesia, semakin tinggi pula budaya
konsumtif juga menjadi masalah tersendiri yang berhubungan dengan meningkatnya volume sampah.
Sampai saat ini proses untuk pengolahan sampah, pemilahan sampah dilakukan secara manual.
Pengelolaan secara manual memiliki sisi lain akan pemberdayaan, pengelolaan sampah jika dilakukan
dengan memanfaatkan tenaga manusia maka akan dapat mengurangi pengangguran. Pemberdayaan
berbasis masyarakat membawa dampak secara luas, mengurangi tingkat pengangguran, lingkungan yang
sebenarnya membutuhkan lahan luas untuk menampung sampah kini tidak lagi. Dengan lahan yang
seadanya sampah tersebut akan dapat dikelola. Pengelolaan ini tentunya tidak hanya dilakukan dengan
beberapa pihak saja, harus ada pihak-pihak yang terkait turut terlibat.

Tumpukan sampah jika dibiarkan di tempat pembuangan akhir menjadi masalah tersendiri dan memiliki
dampak jangka panjang. Pengelolaan pemberdayaan berbasis masyarakat untuk pengelolaan sampah bisa
dijadikan solusi, satu pihak perubahan sosial akan terjadi, selain pengurangan angka pengangguran di
Indonesia juga memberikan pembelajaran kepada masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan.
Pemberdayaan tidak hanya memfokuskan kepada memanfaatkan tenaga manusia secara fisik,
pemanfaatan teknologi menjadi penguatan dalam pemberdayaan berbasis masyarakat. Saya melihat kajian
ini, dari sisi pemberdayaan masyarakat dan dimensi sosial teknologi dengan pendekatan ekologi.

8

George Tchobanoglus, solid waste, McGraw Hill, 1977, hal 3