LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISA II PERCO
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISA II
PERCOBAAN I
PENENTUAN KADAR CuSO4 DENGAN METODE
IODOMETRI
Disusun oleh
Nama
NIM
: Ely Widyawati
: E0017017
Kelompok : 2
Tingkat
: 2A
Dosen pengampu : 1. Desi Sri Rejeki, S.Si.
2. Fitri Rizqi Amaliyah, M.Sc.
LABORATORIUM KIMIA
PROGRAM STUDI FARMASI
STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
SEMESTER III
2018
I.
Tujuan
Mahasiswa mampu menentukan kadar CuSO4 menggunakan metode
iodometri
II.
Dasar Teori
Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode
titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini
lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan
metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan
stoikometri yang sederhana pelaksanannya praktis dan tidak
benyak masalah dan mudah. (Rivai, 1995: 98)
Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat
oksidator berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana
zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan kalium iodida dan iodin
dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan
natrium tiosulfat baku. (Basset, 1994: 82)
Metode
titrimetri
masih
digunakan
secara
luas
karena
merupakan metode yang tahan, mudah, dan mampu memberikan
ketepatan (presisi) yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah
bahwa metode titrimetri kurang spesifk. Titrasi iodometri digunakan
untuk menentukan kadar dari zat-zat uji yang bersifat reduktor
dengan titrasi langsung. Sedangkan untuk titrasi iodimetri adalah
kebalikannya
Dalam
bidang
farmasi
metode
ini
digunakan
untuk
menentukan kadar zat-zat yang mengandung oksidator misalnya
Cl2, Fe (III), Cu (II) dan sebagainya, sehingga mengetahui kadar
suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya. (Rivai, 1995:
93)
Pada larutan tembaga tiosulfat (CuSO4) endapan coklat yang
terdiri dari campuran tembaga iodidda, CuI dan iod. Iod ini bisa
dihilangkan dengan menambahakan Na2S2O3 atau asam sulft dan
diperoleh endapan tembaga (I) iodida yang hampir putih (Vogel,
1985). Iodida mudah dioksidasi dalam larutan asam menjadi iod
bebas dengan sejumlah zat pengoksid. Iod bebas ini lalu bisa
diidentifkasi dari pewarnaan biru tua yang dihasilkan dari larutan
kanji (Vogel, 1985).
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana
terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan
untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi
disertai
hilangnya
elektron
sedangkan
reduksi
memperoleh
elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,
atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi.
Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling
menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu
kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. (Khopkar, 2003:
145)
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis
kuantitatif
terdapat
dua
cara
melakukan
analisis
dengan
menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi
secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri
ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator
yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri
(oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida
berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium
dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium
tiosulfat standar atau asam arsenit). (Bassett, 1994: 73)
Indikator
kanji
merupakan
indikator
yang
sangat
lazim
digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu
dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai
oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan
lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu
pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium (II)
iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga
berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan
organik seperti metil dan etil alkohol. (Underwood, 1993: 302)
Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat
pengoksid kuat yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI
berlebihan dan mentitrasi iodium yang dibebaskan. Karena banyak
zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan
iodida, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai titran. Beberapa
tindakan pencegahan perlu diambil untuk menangani KI untuk
menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidai oleh oksigen di
udara :
4 H+ + 4 I- + O2
2 I2 + 2 H2O
Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat
dalam larutan asam dan dipercepat dengan cahaya matahari.
Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam) dari suatu
zat pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan
dengan udara, karena akan terbentuk tambahan iodium oleh reaksi
tersebut di atas. (Roth, 1988: 271)
Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah
atau nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang
terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula
antara iodin dan ion hidroksida, sesuai dengan reaksi :
I2 + O2
3 IO-
HI + IOIO3- + 2 I-
dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian
tiosulfat menjadi ion sulfat sehingga titik kesetarannya tidak tepat
lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu dihindari konsentrasi
asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan
mengendap dengan pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi
berikut :
S2O32- + 2 H+
H2S2O3
8 H2S2O3
8 H2O + 8 SO2 + 8 S
Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang
memakan belerang akan masuk ke dalam larutan ini dan proses
metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO32-, SO42- dan
belerang koloidal. (Underwood, 1993: 304)
Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana
asam sehingga endapan mirip susu. Tetapi reaksi tersebut lambat
dan tak terjadi jika larutan dititrasikan ke dalam larutan iodium yang
asam dan dilakukan pengadukan yang baik. Iodium mengoksidasi
tiosulfat menjadi ion tetraionat
I2 + 2 S2O32-
2 I- + S4O62-
reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar
tanpa reaksi samping.
Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4
golongan yaitu :
a. Titrasi iod bebas.
b. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk
dari iodida.
c. Titrasi reduktor dengan penemtuan iodium yang digunakan.
d. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau
subsitusi. (Roth, 1988: 277-279)
III.
Alat dan Bahan
1. Alat
Buret coklat ukuran 25ml
Satif
Klem
Erlenmeyer ukuran 25ml
Gelas kimia ukuran 100ml
Gelas ukur ukuran 10ml
Pipet tetes
Alumunium foil
2. Bahan
As2O3 75 mg
CuSO4 2gr
NaOH 1N 10 ml
Aquades 2 ml
Air bebas CO2 100 ml
NaHCO3 1 gr
CH3COOH 2 ml
Na2S2O3
I2 50 ml
Larutan kanji 5 ml
Metil jingga 2 tetes
IV.
Cara Kerja
1. Pembakuan I2
75 mg As2O3
Ditambah 10 ml NaOH 1N
Ditambah 20 ml aquades
Ditambah 2 tetes metil jingga
Ditambah HCl encer ad warna kuning
Ditambah 1 gr NaHCO3
Ditambah 3 ml larutan kanji
Dititrasi dengan I2
HASIL
2. Penetapan kadar Cu dalam CuSO4 . 5H2O
2 gr CuSO4
Ditambah air bebas CO2 100 ml
Diambil 25 ml
Ditambah 2 ml CH3COOH
Ditambah 1,5 gr KI
Dititrasi dengan Na2S2O3 ad coklat
Ditambah 2 ml larutan kanji
Dititrasi dengan Na2S2O3
HASIL
V.
Hasil
No
Perlakuan
.
Hasil
Ket.
Pembakuan I2
1.
-
Ditimbang As2O3 75 mg
-
Ditambah NaOH 1N 10 ml
-
Ditambah 20 ml aquades
Bening
-
Ditambah 2 tetes metil
Bening, ada
jingga
endapan
Ditambah HCl encer ad
Kuning pucat
kuning
40 tetes
-
Ditambah 1 gr NaHCO3
Jingga
-
Ditambah 3 ml larutan
Kuning pucat, keruh
kanji
Biru, TAT: 3,9 ml
-
-
Dititrasi dengan I2
+
Penetapan kadar Cu dalam
CuSO4
Air panas:
-
Ditimbang CuSO4 2 gram
Biru, berupa
-
Ditambah air bebas CO2
padatan
100 ml
Larutan biru
-
Diambil 25 ml
(hangat)
-
Ditambah 2ml CH3COOH
Biru
-
Ditambah 1,5 gr KI
Merah bata
-
Dititrasi dengan Na2S2O3
Coklat tua, 1,5 ml
-
ad coklat
2.
Ditambah 2 ml larutan
Merah bata, ada
kanji
endapan putih
Dititrasi dengan Na2S2O3
Air dingin:
-
Ditimbang CuSO4 2 gram
-
Ditambah air bebas CO2
100 ml
-
Diambil 25 ml
-
Ditambah 2ml CH3COOH
-
Ditambah 1,5 gr KI
-
Dititrasi dengan Na2S2O3
ad coklat
-
padatan
Larutan biru
(dingin)
Biru
Kuning
Coklat, 1,8 ml
Ditambah 2 ml larutan
kanji
-
Biru, berupa
Dititrasi dengan Na2S2O3
Coklat, ada bitiran
hitam
Putih susu, TAT: 17
ml
Perhitungan
1. Pembakuan I2
mg As 2O 3
NI2 = ml I 2 × BM As 2 O3
2
+
75mg
= 3,9× 197,84
2
75 mg
= 3,9× 98,92
75 mg
= 385,788
= 0,1944N
2. Penetapan kadar Cu
Konversi TAT
vol larutan yang diambil
vollarutan awal
=
ml titran
x
25 ml
100 ml
=
1,5 ml
x
25X =150
X = 6ml
25 ml
100 ml
=
17 ml
x
25 X = 1700
X = 68
Konversi TAT II
TAT 1+ TAT 2
n
6+68
= 2
74
= 2
TAT rata-rata =
= 37 ml
Perhitungan kadar Cu
% Kadar =
V Na 2 S 2 O3+ N Na 2 S 2O 3 ×6,34
mgCuSO 4+ 0,1
× 100%
=
37+0,1994 × 6,34
2000+ 0,1
× 100%
= 0,228 %
VI.
Pembahasan
Praktikum pertama pada kimia analisa dua yaitu penentuan
kadar CuSO4 dengan metode iodometri. Iodometri merupakan titrasi
tidak langsung terhadap zat-zat oksidator seperti yang akan diuji
pada praktikum kali ini (CuSO4), CuSO4 akan direduksi dahulu
dengan kalium iodida dan iodin dalam jumlah tertntu, kemudian
ditentukan kembali dengan Na2S2O3 baku.
Penetapan kadar Cu2+ dalam CuSO4, hal pertama yang
dilakukan yaitu menimbang padatan CuSO4 yang berwarna biru
sebanyak 2 gram. Dilarutkan dengan 100 ml air bebas CO 2 yang
sudah dingin, karena panas dinginnya air bebas CO 2 saat di
campurkan dengan CuSO4 sangat mempengaruhi hasil akhir. Reaksi
yang terjadi pada tembaga sulfat dengan air bebas CO 2 yaitu :
CuSO4 + H2O CuO + H2SO4. Larutan sebanyak 25 ml diambil,
kemudian ditambah asam asetat 2 ml, reaksinya : CuO +
CH3COOHCu(CH3COO)2 + H2O menghasilkan larutan berwarna
biru. Ditambah kalium iodida larutan berumah warna menjadi
kuning pada pencampuran CuSO4 dengan air bebas CO2 yang sudah
dingin,Reaksi : Cu (CH3COO)2 + 2KICuI2 + 2CH3COOK .Sedangkan
pada pencampuran CuSO4 dengan air bebas CO2 yang masih
hangat pada tahap ini larutan menjadi berwarna merah bata karena,
terjadi reaksi redoks. Selanjutnya dititrasi dengan natrium tiosulfat,
menggunakan buret yang berwarna coklat karena, Na 2S2O3 mudah
teroksidasi oleh cahaya , jika menggunakan buret yang bening
maka struktur kimianya akan rusak karena teroksidasi. Setelah
dititrasi pada TAT 1,8 ml terjadi perubahan warna yang semula
berwarna kuning menjadi berwarna coklat,reaksi yang terjadi :CuI2
+ Na2S2O3CuS2O3 + 2 NaI. Ditambah indikator kanji sebanyak 2 ml,
larutan berubah warna menjadi coklat dan ada butiran hitam.
Indikator kanji sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang
digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena,
larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat
larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi
atau penambahan pengawet. Pengawet yang biasa digunakan
adalah merkurium (II) iodida, asam borat, atau asam formiat.
Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur
dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol
(Underwood, 1993). Selanjutnya dititrasi kembali dengan natrium
tiosulfat, pada TAT mencapai 17 ml larutan berubah warna menjadi
putih susu. Selama proses penetapan kadar Cu, erlenmeyer harus
dilapisi dengan alumunium foil agar larutan tidak teroksidasi.
Pembakuan I2 menggunakan As2O3 sebanyak 75 mg, berupa
serbuk berwarna putih. Dalam pemakaian arsen tioksida haruh hatihati karena senyawa ini sangat beracun, selain itu senyawa ini
setiap tahunnya terdapat sekitar 50.000 ton yang diproduksi di
dunia. As2O3 di tambah 10 ml NaOH 1N, menghasilkan warna
bening. Ditambah 20 ml aquades menghasilkan warna bening, dan
ada endapan. Ditambah 3 tetes metil jingga, indikator pH ini sering
digunakan dalam titrasi karena perubahan warnanya yang jelas dan
kontras. Indikator metil jingga berubah warna pada pH sedikit asam.
Kemudian ditambah HCl encer hingga larutan berubah warna
menjadi jinga, di perlukan sebanyak 40 tetes. Ditambah 1 gr
NaHCO3 dan 3 ml larutan kanji, menghasilkan warna kuning pucat
keruh . Kemudian larutan dititrasi dengan larutan baku I2 hingga
terjadi perunahan warna menjadi biru, Titik Akhir Titrasi yang di
dapat adalah 3,9 ml.
VII.
Kesimpulan
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada pembakuan I2, TAT= 3,9 ml.
2. Pada penetapan kadar CuSO4, TAT= 17 ml.
3. Temperatur pada saat pelarutan CuSO4 dengan air bebas CO2
sangat mempengaruhi hasil akhir.
Daftar Pustaka
Basset J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif
Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Khopkar S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik, Terjemahan
Saptorahardjo, edisi pertma. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Rivai, Harrizal. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Roth, J., Blascheke, G. 1988. Analisa Farmasi. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press.
Underwood.AL, Day, RA. 1993. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi V.
Jakarta: Erlangga.
Vogel. 1985. Analisa Anorganik Kalitatif makro dan semimikro.
Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Lampiran
PERCOBAAN I
PENENTUAN KADAR CuSO4 DENGAN METODE
IODOMETRI
Disusun oleh
Nama
NIM
: Ely Widyawati
: E0017017
Kelompok : 2
Tingkat
: 2A
Dosen pengampu : 1. Desi Sri Rejeki, S.Si.
2. Fitri Rizqi Amaliyah, M.Sc.
LABORATORIUM KIMIA
PROGRAM STUDI FARMASI
STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
SEMESTER III
2018
I.
Tujuan
Mahasiswa mampu menentukan kadar CuSO4 menggunakan metode
iodometri
II.
Dasar Teori
Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode
titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini
lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan
metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan
stoikometri yang sederhana pelaksanannya praktis dan tidak
benyak masalah dan mudah. (Rivai, 1995: 98)
Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat
oksidator berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana
zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan kalium iodida dan iodin
dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan
natrium tiosulfat baku. (Basset, 1994: 82)
Metode
titrimetri
masih
digunakan
secara
luas
karena
merupakan metode yang tahan, mudah, dan mampu memberikan
ketepatan (presisi) yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah
bahwa metode titrimetri kurang spesifk. Titrasi iodometri digunakan
untuk menentukan kadar dari zat-zat uji yang bersifat reduktor
dengan titrasi langsung. Sedangkan untuk titrasi iodimetri adalah
kebalikannya
Dalam
bidang
farmasi
metode
ini
digunakan
untuk
menentukan kadar zat-zat yang mengandung oksidator misalnya
Cl2, Fe (III), Cu (II) dan sebagainya, sehingga mengetahui kadar
suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya. (Rivai, 1995:
93)
Pada larutan tembaga tiosulfat (CuSO4) endapan coklat yang
terdiri dari campuran tembaga iodidda, CuI dan iod. Iod ini bisa
dihilangkan dengan menambahakan Na2S2O3 atau asam sulft dan
diperoleh endapan tembaga (I) iodida yang hampir putih (Vogel,
1985). Iodida mudah dioksidasi dalam larutan asam menjadi iod
bebas dengan sejumlah zat pengoksid. Iod bebas ini lalu bisa
diidentifkasi dari pewarnaan biru tua yang dihasilkan dari larutan
kanji (Vogel, 1985).
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana
terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan
untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi
disertai
hilangnya
elektron
sedangkan
reduksi
memperoleh
elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,
atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi.
Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling
menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu
kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. (Khopkar, 2003:
145)
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis
kuantitatif
terdapat
dua
cara
melakukan
analisis
dengan
menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi
secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri
ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator
yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri
(oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida
berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium
dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium
tiosulfat standar atau asam arsenit). (Bassett, 1994: 73)
Indikator
kanji
merupakan
indikator
yang
sangat
lazim
digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu
dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai
oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan
lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu
pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium (II)
iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga
berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan
organik seperti metil dan etil alkohol. (Underwood, 1993: 302)
Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat
pengoksid kuat yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI
berlebihan dan mentitrasi iodium yang dibebaskan. Karena banyak
zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan
iodida, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai titran. Beberapa
tindakan pencegahan perlu diambil untuk menangani KI untuk
menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidai oleh oksigen di
udara :
4 H+ + 4 I- + O2
2 I2 + 2 H2O
Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat
dalam larutan asam dan dipercepat dengan cahaya matahari.
Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam) dari suatu
zat pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan
dengan udara, karena akan terbentuk tambahan iodium oleh reaksi
tersebut di atas. (Roth, 1988: 271)
Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah
atau nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang
terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula
antara iodin dan ion hidroksida, sesuai dengan reaksi :
I2 + O2
3 IO-
HI + IOIO3- + 2 I-
dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian
tiosulfat menjadi ion sulfat sehingga titik kesetarannya tidak tepat
lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu dihindari konsentrasi
asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan
mengendap dengan pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi
berikut :
S2O32- + 2 H+
H2S2O3
8 H2S2O3
8 H2O + 8 SO2 + 8 S
Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang
memakan belerang akan masuk ke dalam larutan ini dan proses
metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO32-, SO42- dan
belerang koloidal. (Underwood, 1993: 304)
Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana
asam sehingga endapan mirip susu. Tetapi reaksi tersebut lambat
dan tak terjadi jika larutan dititrasikan ke dalam larutan iodium yang
asam dan dilakukan pengadukan yang baik. Iodium mengoksidasi
tiosulfat menjadi ion tetraionat
I2 + 2 S2O32-
2 I- + S4O62-
reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar
tanpa reaksi samping.
Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4
golongan yaitu :
a. Titrasi iod bebas.
b. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk
dari iodida.
c. Titrasi reduktor dengan penemtuan iodium yang digunakan.
d. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau
subsitusi. (Roth, 1988: 277-279)
III.
Alat dan Bahan
1. Alat
Buret coklat ukuran 25ml
Satif
Klem
Erlenmeyer ukuran 25ml
Gelas kimia ukuran 100ml
Gelas ukur ukuran 10ml
Pipet tetes
Alumunium foil
2. Bahan
As2O3 75 mg
CuSO4 2gr
NaOH 1N 10 ml
Aquades 2 ml
Air bebas CO2 100 ml
NaHCO3 1 gr
CH3COOH 2 ml
Na2S2O3
I2 50 ml
Larutan kanji 5 ml
Metil jingga 2 tetes
IV.
Cara Kerja
1. Pembakuan I2
75 mg As2O3
Ditambah 10 ml NaOH 1N
Ditambah 20 ml aquades
Ditambah 2 tetes metil jingga
Ditambah HCl encer ad warna kuning
Ditambah 1 gr NaHCO3
Ditambah 3 ml larutan kanji
Dititrasi dengan I2
HASIL
2. Penetapan kadar Cu dalam CuSO4 . 5H2O
2 gr CuSO4
Ditambah air bebas CO2 100 ml
Diambil 25 ml
Ditambah 2 ml CH3COOH
Ditambah 1,5 gr KI
Dititrasi dengan Na2S2O3 ad coklat
Ditambah 2 ml larutan kanji
Dititrasi dengan Na2S2O3
HASIL
V.
Hasil
No
Perlakuan
.
Hasil
Ket.
Pembakuan I2
1.
-
Ditimbang As2O3 75 mg
-
Ditambah NaOH 1N 10 ml
-
Ditambah 20 ml aquades
Bening
-
Ditambah 2 tetes metil
Bening, ada
jingga
endapan
Ditambah HCl encer ad
Kuning pucat
kuning
40 tetes
-
Ditambah 1 gr NaHCO3
Jingga
-
Ditambah 3 ml larutan
Kuning pucat, keruh
kanji
Biru, TAT: 3,9 ml
-
-
Dititrasi dengan I2
+
Penetapan kadar Cu dalam
CuSO4
Air panas:
-
Ditimbang CuSO4 2 gram
Biru, berupa
-
Ditambah air bebas CO2
padatan
100 ml
Larutan biru
-
Diambil 25 ml
(hangat)
-
Ditambah 2ml CH3COOH
Biru
-
Ditambah 1,5 gr KI
Merah bata
-
Dititrasi dengan Na2S2O3
Coklat tua, 1,5 ml
-
ad coklat
2.
Ditambah 2 ml larutan
Merah bata, ada
kanji
endapan putih
Dititrasi dengan Na2S2O3
Air dingin:
-
Ditimbang CuSO4 2 gram
-
Ditambah air bebas CO2
100 ml
-
Diambil 25 ml
-
Ditambah 2ml CH3COOH
-
Ditambah 1,5 gr KI
-
Dititrasi dengan Na2S2O3
ad coklat
-
padatan
Larutan biru
(dingin)
Biru
Kuning
Coklat, 1,8 ml
Ditambah 2 ml larutan
kanji
-
Biru, berupa
Dititrasi dengan Na2S2O3
Coklat, ada bitiran
hitam
Putih susu, TAT: 17
ml
Perhitungan
1. Pembakuan I2
mg As 2O 3
NI2 = ml I 2 × BM As 2 O3
2
+
75mg
= 3,9× 197,84
2
75 mg
= 3,9× 98,92
75 mg
= 385,788
= 0,1944N
2. Penetapan kadar Cu
Konversi TAT
vol larutan yang diambil
vollarutan awal
=
ml titran
x
25 ml
100 ml
=
1,5 ml
x
25X =150
X = 6ml
25 ml
100 ml
=
17 ml
x
25 X = 1700
X = 68
Konversi TAT II
TAT 1+ TAT 2
n
6+68
= 2
74
= 2
TAT rata-rata =
= 37 ml
Perhitungan kadar Cu
% Kadar =
V Na 2 S 2 O3+ N Na 2 S 2O 3 ×6,34
mgCuSO 4+ 0,1
× 100%
=
37+0,1994 × 6,34
2000+ 0,1
× 100%
= 0,228 %
VI.
Pembahasan
Praktikum pertama pada kimia analisa dua yaitu penentuan
kadar CuSO4 dengan metode iodometri. Iodometri merupakan titrasi
tidak langsung terhadap zat-zat oksidator seperti yang akan diuji
pada praktikum kali ini (CuSO4), CuSO4 akan direduksi dahulu
dengan kalium iodida dan iodin dalam jumlah tertntu, kemudian
ditentukan kembali dengan Na2S2O3 baku.
Penetapan kadar Cu2+ dalam CuSO4, hal pertama yang
dilakukan yaitu menimbang padatan CuSO4 yang berwarna biru
sebanyak 2 gram. Dilarutkan dengan 100 ml air bebas CO 2 yang
sudah dingin, karena panas dinginnya air bebas CO 2 saat di
campurkan dengan CuSO4 sangat mempengaruhi hasil akhir. Reaksi
yang terjadi pada tembaga sulfat dengan air bebas CO 2 yaitu :
CuSO4 + H2O CuO + H2SO4. Larutan sebanyak 25 ml diambil,
kemudian ditambah asam asetat 2 ml, reaksinya : CuO +
CH3COOHCu(CH3COO)2 + H2O menghasilkan larutan berwarna
biru. Ditambah kalium iodida larutan berumah warna menjadi
kuning pada pencampuran CuSO4 dengan air bebas CO2 yang sudah
dingin,Reaksi : Cu (CH3COO)2 + 2KICuI2 + 2CH3COOK .Sedangkan
pada pencampuran CuSO4 dengan air bebas CO2 yang masih
hangat pada tahap ini larutan menjadi berwarna merah bata karena,
terjadi reaksi redoks. Selanjutnya dititrasi dengan natrium tiosulfat,
menggunakan buret yang berwarna coklat karena, Na 2S2O3 mudah
teroksidasi oleh cahaya , jika menggunakan buret yang bening
maka struktur kimianya akan rusak karena teroksidasi. Setelah
dititrasi pada TAT 1,8 ml terjadi perubahan warna yang semula
berwarna kuning menjadi berwarna coklat,reaksi yang terjadi :CuI2
+ Na2S2O3CuS2O3 + 2 NaI. Ditambah indikator kanji sebanyak 2 ml,
larutan berubah warna menjadi coklat dan ada butiran hitam.
Indikator kanji sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang
digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena,
larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat
larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi
atau penambahan pengawet. Pengawet yang biasa digunakan
adalah merkurium (II) iodida, asam borat, atau asam formiat.
Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur
dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol
(Underwood, 1993). Selanjutnya dititrasi kembali dengan natrium
tiosulfat, pada TAT mencapai 17 ml larutan berubah warna menjadi
putih susu. Selama proses penetapan kadar Cu, erlenmeyer harus
dilapisi dengan alumunium foil agar larutan tidak teroksidasi.
Pembakuan I2 menggunakan As2O3 sebanyak 75 mg, berupa
serbuk berwarna putih. Dalam pemakaian arsen tioksida haruh hatihati karena senyawa ini sangat beracun, selain itu senyawa ini
setiap tahunnya terdapat sekitar 50.000 ton yang diproduksi di
dunia. As2O3 di tambah 10 ml NaOH 1N, menghasilkan warna
bening. Ditambah 20 ml aquades menghasilkan warna bening, dan
ada endapan. Ditambah 3 tetes metil jingga, indikator pH ini sering
digunakan dalam titrasi karena perubahan warnanya yang jelas dan
kontras. Indikator metil jingga berubah warna pada pH sedikit asam.
Kemudian ditambah HCl encer hingga larutan berubah warna
menjadi jinga, di perlukan sebanyak 40 tetes. Ditambah 1 gr
NaHCO3 dan 3 ml larutan kanji, menghasilkan warna kuning pucat
keruh . Kemudian larutan dititrasi dengan larutan baku I2 hingga
terjadi perunahan warna menjadi biru, Titik Akhir Titrasi yang di
dapat adalah 3,9 ml.
VII.
Kesimpulan
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada pembakuan I2, TAT= 3,9 ml.
2. Pada penetapan kadar CuSO4, TAT= 17 ml.
3. Temperatur pada saat pelarutan CuSO4 dengan air bebas CO2
sangat mempengaruhi hasil akhir.
Daftar Pustaka
Basset J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif
Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Khopkar S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik, Terjemahan
Saptorahardjo, edisi pertma. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Rivai, Harrizal. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Roth, J., Blascheke, G. 1988. Analisa Farmasi. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press.
Underwood.AL, Day, RA. 1993. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi V.
Jakarta: Erlangga.
Vogel. 1985. Analisa Anorganik Kalitatif makro dan semimikro.
Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Lampiran