ANALISA KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA E (1)

TUGAS KELOMPOK
ANALISA KONDISI PEREKONOMIAN
INDONESIA ERA REFORMASI
Mata Kuliah Perekonomian Indonesia Sesi 01
(Dosen: Prof. Dr. Lia Amalia, MM)

Di susun oleh:
Faqih Alfi Syahril

201411287

Mohammad H. T.

201411090

Indra Sakti

201411286

Yongki


201411124

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kekuatan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang sangat sederhana ini. Makalah dengan judul “Analisa Kondisi Perekonomian
Indonesia Era Reformasi” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas pada
mata kuliah Perekonomian Indonesia.
Makalah ini membahas tentang permasalahan yang terjadi pada era reformasi
khususnya dalam bidang ekonomi. Pada akhirnya, kami berharap makalah ini
dapat menambah pengetahuan kita mengenai perekonomian era reformasi.
Terima kasih kami sampaikan kepada Prof. Dr. Lia Amalia, MM dan semua pihak
yang telah banyak membantu dan memberikan masukan-masukan yang sangat
berarti bagi penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah

wawasan pembaca mengenai perekonomian di era reformasi.
Kami menyadari makalah ini masih perlu disempurnakan lagi. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dari para pembaca.

Jakarta,

Mei 2016

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I

PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................. 1
C. Batasan Masalah .............................................................................. 1

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 2
A. Ekonomi .........................................................................................
.........................................................................................................
B. Kemiskinan ....................................................................................
C. Kesenjangan Sosial ........................................................................
D. Koefisien Gini ................................................................................
E. Pertumbuhan Ekonomi ...................................................................
F. Reformasi .......................................................................................

2
2
2
2
3
3


BAB III PEMBAHASAN .................................................................................. 4
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Lahirnya Reformasi ....................................................................... 4
Faktor Penyebab Reformasi ........................................................... 5
Kesenjangan Sosial Era Reformasi ................................................ 7
Utang Pemerintah Era Reformasi .................................................. 8
Cadangan Devisa Era Reformasi ................................................... 10
Pertumbuhan Ekonomi Era Reformasi .......................................... 11

BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 13
A. Kesimpulan .................................................................................... 13
B. Saran .............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 14


iii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai akibat krisis moneter pertengahan tahun 1997, pertumbuhan
ekonomi Indonesia turun drastis pada tahun 1998 tetapi tumbuh kembali
secara perlahan mulai tahun 1999. Namun sejak saat itu hingga kini (2006)
ekonomi kita bergerak lambat dengan pertumbuhan yang rendah. Timbul
keingintahuan mengapa ekonomi kita bergerak lambat dan apakah ini tandatanda bahwa perekonomian kita telah terperangkap pada pertumbuhan rendah.
Apabila benar perekonomian kita telah terperangkap pada pertumbuhan
rendah, apakah masih ada kemungkinan untuk bisa keluar dari perangkap
tersebut dan apa langkah-langkah yang dapat ditempuh agar secara bertahap
dapat keluar dari perangkap tersebut.
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian kegiatan yang merupakan
rangkaian kegiatan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat bangsa dan
negara untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang diamanatkan dalam
undang undang dasar 1945, yaitu “ melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi,dan keadilan sosial negara”. Berbagai
macam prospek pembangunan telah di lakukan dari orde lama, orde baru
hingga ord reformasi untuk terus mendorong kesejahteraan dan kemajuan
bangsa kearah yang lebih baik. Pembangunan nasional juga harus dimulai
dari, oleh, dan untuk rakyat, dilakasanakan di berbagai aspek kehidupan
bangsa yang meliputi politik, ekonomi dan sosial budaya dan aspek
pertahanan.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
perekonomian Indonesia. Selain itu untuk menganalisa keadaan
perekonomian Indonesia di era reformasi
C. Batasan Masalah
Karena keterbatasan kemampuan dan waktu, kami hanya membahas
mengenai permasalahan di era reformasi dari segi ekonomi berdasarkan data
rasio gini, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi,
cadangan devisa dan utang pemerintah.

1


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas
manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi
terhadap barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa
Yunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος
(nomos) yang berarti "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi
diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga."
Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang
menggunakan konsep ekonomi, dan data dalam bekerja. Ekonomi banyak
dibahas dalam sebuah ilmu khusus yang dikenal dengan nama ilmu ekonomi,
yang di dalamnya mencakup sosiologi. sejarah, antropologi, dan geografi.
Beberapa bagian ekonomi yang berupa ilmu terapan seperti produksi,
distribusi, perdagangan, dan konsumsi juga dibahas dalam ilmu lain seperti
ilmu teknik, manajemen, administrasi bisnis, sains terapan, dan keuangan.
Ada banyak sektor dalam ekonomi, yang kemudian dikelompokkan menjadi
tiga sektor utama yaitu sektor primer, sektor sekunder, dan, dan sektor tersier.
B. Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan
alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan
dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang
lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dll.
C. Kesenjangan sosial
Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidak seimbangan yang ada
di masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok.
Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok dari berbagai aspek
misalnya perbedaan pendapatan antara si kaya dan si miskin.
D. Koefisien Gini
Koefisien Gini adalah ukuran yang dikembangkan oleh statistikus Italia,
Corrado Gini, dan dipublikasikan pada tahun 1912 dalam karyanya,
Variabilità e mutabilità. Koefisien ini biasanya digunakan untuk mengukur

2


kesenjangan pendapatan dan kekayaan. Indeks ini menggunakan ukuran skala
0 sampai dengan 1 dengan angka 0 menunjukan tidak adanya kesenjangan
sosial di masyarakat, sedangkan 1 menunjukan bahwa terjadi kesenjangan
sosial yang “ekstrem” di masyarakat.
E. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian
suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik
selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai
proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan
dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi
merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi suatu negara dapat diukur dengan cara membandingkan, misalnya
untuk ukuran nasional, Gross National Product (GNP), tahun yang sedang
berjalan dengan tahun sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perekonmian Indonesia tidak terlepas dari permasalahan kesenjangan dalam
pengelolaan perekonomian, dimana para pemilik modal besar selalu
mendapatkan kesempatan yang lebih luas dibandingkan dengan para
pengusaha kecil dan menengah yang kekurangan modal.
F. Reformasi
Reformasi adalah proses pembentukan kembali suatu tatanan kehidupan

(lama) diganti dengan tatanan yang baru. Tujuannya ke arah yang lebih baik
dengan melihat keperluan masa depan. Selain itu juga menekankan kembali
pada bentuk asal dengan menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan
praktik-praktik yang salah dengan melakukan perombakan menyeluruh dari
suatu sistem kehidupan, baik dalam aspek politik, ekonomi, hukum, sosial,
maupun bidang pendidikan. Orang yang mendukung reformasi
(menginginkan perubahan) disebut dengan reformis. Reformasi ekonomi
adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan ekonomi dl suatu masyarakat
atau negara. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk kepada gerakan
mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto
atau era setelah Orde Baru, yaitu era reformasi

G.

3

BAB III
PEMBAHASAN

A. Lahirnya Reformasi

Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan
beberapa kelemahan. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi,
kolusi, nepotisme (KKN) tumbuh subur. Praktik korupsi menggurita hingga
kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 1998. Rasa
ketidakadilan mencuat ketika kroni-kroni Soeharto yang diduga bermasalah
menduduki jabatan menteri Kabinet Pembangunan VII. Kasus-kasus korupsi
tidak pernah mendapat penyelesaian hukum secara adil. Pembangunan
Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan
ketidakadilan dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi
kesenjangan pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke
pusat. Akhirnya, muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh
dan Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal
dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh tunjangan pemerintah.
Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah kesenjangan sosial.
Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan
politik. Pemerintah melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan
rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi dan diwarnai pemberedelan Koran
maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau mengatasi kelompok
separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata. Misalnya, program
“Penembakan Misterius” (Petrus) atau Daerah Operasi Militer (DOM).
Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun1997-1998.
Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis moneter
dan keuangan yang semula terjadi di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet
ke Indonesia. Hal ini diperburuk dengan kemarau terburuk dalam lima puluh
tahun terakhir. Dari beberapa negara Asia, Indonesia mengalami krisis paling
parah. Solusi yang disarankan IMF justru memperparah krisis. IMF
memerintahkan penutupan enam belas bank swasta nasional pada 1
November 1997. Hal ini memicu kebangkrutan bank dan negara. Krisis
ekonomi mengakibatkan rakyat menderita. Pengangguran melimpah dan
harga kebutuhan pokok melambung. Pemutusan hubungan kerja (PHK)
terjadi di berbagai daerah. Daya beli masyarakat menurun. Bahkan, hingga
bulan Maret 1998 rupiah menembus angka Rp 16.000,00 per dolar AS.
Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah mengeluarkan
“Gerakan Cinta Rupiah”, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Krisis
moneter tersebut telah berkembang menjadi krisis multidimensi. Krisis ini

4

ditandai adanya keterpurukan di segala bidang kehidupan bangsa.
Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin menurun. Pemerintah
kurang peka dalam menyelesaikan krisis dan kesulitan hidup rakyat. Kabinet
Pembangunan VII yang disusun Soeharto ternyata sebagian besar diisi oleh
kroni dan tidak berdasarkan keahliannya.
B. Faktor Penyebab Reformasi
Banyak faktor yang mendorong timbulnya Reformasi pada masa
pemerintahan orba, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik,
ekonomi, dan hukum. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden
Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam
melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde
Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan
bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam
pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan
terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam
UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD
1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan.
Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang
menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, yaitu:
1. Krisis politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari
berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan
politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan
dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang
sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan
Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang
dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya,
melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan
demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi
yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru,
kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari
pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.
Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:
 Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah
dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan
Republik Indonesia).
 Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu
atau demokrasi rekayasa.
 Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan
masyarakat tidak memilikikebebasan untuk mengontrolnya.

5

 Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap
warga negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
 Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun
Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapi
pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
2. Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas
pada bidang politik. Dalam bidang hukum, pemerintah melakukan
intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk
melayani kepentingan para penguasa bukan untuk melayani masyarakat
dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran
para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasal 24
UUD 1945 yang menyatakan bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang
merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah(eksekutif).
3. Krisis ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli
1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata,
ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda
dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997,
nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar
Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per dollar. Bahkan,
pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai
titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang
melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti
Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab
terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya
hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya
untuk mengatasi krisis ekonomi.
4. Krisis sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis
sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis
menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan
agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di
beberapa daerah. Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan
sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan
sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya
beli masyarakat merupakan faktor yang rentan terhadap krisis sosial.

6

5. Krisis kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden
Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan
politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem
peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada
rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.
C. Kesenjangan Sosial Era Reformasi
Pada era reformasi, Indonesia mengalami tingkat kesenjangan sosial
yang meningkat setiap tahunnya. Kesenjangan sosial mengakibatkan jumlah
orang miskin meningkat sehingga koefisien gini juga naik karena setiap orang
terkena dampak pada era reformasi. Namun, orang kaya yang paling terpukul
keras oleh dampak tersebut. Berikut ini rasio koefisien gini pada era
reformasi:
0.45
0.41 0.41 0.41 0.41 0.41

0.4
0.36
0.34

0.35
0.31

0.3

0.35

0.36

0.37

0.38

0.35

0.33 0.33

0.31

0.3
0.25

2015

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

Grafik 1. Rasio Gini Indonesia pada 1999-2015 (sumber: BPS)
Menurut Institute for Development of Economic and Finance (Indef), rasio
gini di Indonesia semenjak era reformasi terus mengalami peningkatan dan
pada tahun 2015 sudah mencapai angka 0.41-0.45. Angka ini sangat
memperihatinkan dan dianggap sudah memasuki fase “Lampu Kuning”,
karena apabila rasio gini sudah mencapai angka 0.5 maka dapat dikatakan
sudah memasuki kesenjangan sosial yang berbahaya bagi kestabilan sebuah
negara. Bahkan, beberapa pengamat ekonomi mengatakan bahwa apabila
angka rasio gini sudah mencapai 0.45 maka tragedi 1998 akan sangat
memungkinkan untuk terulang kembali. Selain itu pada era reformasi terdapat
peningkatan jumlah pengangguran dan kemiskinan. Berikut ini data yang
telah di olah pada era reformasi terkait peningkatan jumlah pengangguran dan
kemiskinan di Indonesia.

7

Grafik 2. Jumlah pengangguran pada era reformasi
Era reformasi yang menyebabkan berbagai masalah telah meningkatkan
jumlah pengangguran di Indonesia. Tidak hanya itu tingkat kemiskinan akibat
bertambahnya jumlah pengagguran juga mengalami peningkatan yang
signifikan.

Grafik 3. Jumlah kemiskinan pada era reformasi
D. Hutang Pemerintah Era Reformasi
Enam kali pergantian presiden nampaknya belum mampu
mengantarkan Indonesia keluar dari lilitan utang. Bukannya membawa
Indonesia keluar dari utang, masing-masing presiden justru melanjutkan
tongkat estafet warisan utang untuk presiden selanjutnya. Indonesia pun
semakin terperangkap dalam kebiasaan utang. Jangan heran jika Indonesia
seakan sulit melepaskan diri dari jerat utang. Sebab, kebiasaan berutang
sudah dimulai sejak republik ini masih seumur jagung. Pun demikian dengan
budaya mewarisi utang yang sudah dimulai sejak Indonesia baru berusia 4
tahun. Presiden Soekarno sempat tak setuju dan membatalkan warisan utang
yang menjadi beban bagi Indonesia. Utang dari pemerintah Hindia Belanda
pun tak seluruhnya dibayar. Tapi bukan berarti Soekarno anti terhadap utang.
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Bung Karno juga pernah
berutang ke negara lain.Soekarno pun melanjutkan tradisi pengalihan utang
ke pemerintahan Soeharto . Bung Karno mewarisi utang sekitar USD 2,3
miliar (di luar utang Hindia Belanda USD 4 miliar).

8

Saat dilantik sebagai presiden, Soeharto sudah menanggung beban
utang dari Soekarno . Tapi, bukannya melunasi utang sebelumnya, Soeharto
yang berkuasa selama lebih dari 32 tahun justru semakin rajin melakukan
pinjaman baru. Bedanya, Soeharto tidak memilih utang dari negara blok
timur, tapi cenderung ke blok barat dan lembaga asing semisal Bank Dunia
dan IMF. Warisan utang dari Hindia Belanda yang sempat dibatalkan oleh
Soekarno , justru di re-schedule ulang oleh Soeharto pada 1964. Selain
mereschedule ulang, Soeharto juga mendapat komitmen pinjaman baru.
Utang di era Soeharto , kata dia, diarahkan untuk pertumbuhan ekonomi.
Mulai dari bangun infrastruktur, bangun pabrik, industri, dan lain-lain. Tapi
yang tidak dilupakan adalah utang di era Soeharto banyak disebut utang
haram karena tidak bisa dipertanggungjawabkan (korupsi). Data yang ada
menyebutkan, rezim orde baru berutang sebesar Rp1.500 triliun yang jika
dirata-ratakan selama 32 tahun pemerintahan Soeharto , utang negara
bertambah sekitar Rp 46,88 triliun tiap tahun. Saat dilengserkan pada 1998,
Soeharto pun melanjutkan tradisi mewarisi utang ke Presiden Habibie. Utang
luar negeri mencapai USD 53 miliar ditambah utang BLBI yang dimasukkan
sebagai utang dalam negeri. Totalnya, Soeharto mewarisi utang sekitar USD
171 miliar.

Grafik 4. Utang pemerintah pada era reformasi
Proses akumulasi utang pun terus berlanjut di era Presiden Habibie. Bahkan,
Habibie tercatat sebagai presiden yang membuat utang Indonesia makin besar
hanya dalam waktu singkat. Pada masa kepemimpinannya yang hanya seusia
jagung, kata Dani, Habibie mengakumulasi tambahan utang luar negeri
hingga USD 20 miliar. Warisan utang dari Habibie sekitar USD 178
miliar.Zaman reformasi tidak berarti Indonesia lepas dari jerat utang. Presiden
Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur , sempat menurunkan
utang luar negeri pemerintah sekitar USD 21,1 miliar. Dari USD 178 miliar
menjadi USD 157 miliar. Namun, utang pemerintah secara keseluruhan
meningkat. Sebelum lengser, Gus Dur mewarisi utang sebesar Rp 1.273,18
triliun ke pemerintahan Megawati. Pun demikian di era kepemimpinan

9

Presiden Megawati Soekarno putri yang duduk menjadi orang nomor satu di
republik ini setelah Gus Dur lengser. Di masa Megawati berkuasa, terjadi
penurunan jumlah utang melalui penjualan aset-aset negara. Pada 2001 utang
Indonesia sebesar Rp 1.273,18 triliun turun menjadi Rp 1.225,15 triliun pada
2002. Sayangnya, di tahun-tahun berikutnya utang Indonesia terus meningkat.
Pada 2004, total utang Indonesia menjadi Rp 1.299,5 triliun.Budaya warisan
utang berlanjut ke era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Setelah
mendapat warisan utang sebesar RP 1.299 triliun, utang Indonesia justru
semakin membengkak menjadi Rp 1.700 triliun di 2009 atau lima tahun
pertama masa kepemimpinan SBY. Catatan positif pada masa kepemimpinan
SBY, Indonesia melunasi utang-utangnya pada dana moneter internasional
atau International Monetary Fund (IMF) yang telah menjerat sejak 1997. Pada
Oktober 2006, sisa utang pada IMF sebesar USD 3,7 miliar yang harusnya
jatuh tempo pada 2010 telah diselesaikan oleh BI. Sebelumnya, pada Juni
2006, BI juga membayar utang ke IMF sebesar Rp 3,7 miliar. Jadi, dalam
waktu satu tahun anggaran, sisa utang ke IMF sebesar Rp 7,4 miliar telah
dilunasi. Data terbaru, menjelang berakhirnya masa kepemimpinan SBY di
2014, utang Indonesia semakin menggunung. Per April 2013, utang
pemerintah sudah menembus Rp 2.023 triliun.
E. Cadangan Devisa Era Reformasi
Cadangan devisa merupakan aspek terpenting dalam menyangga
perekonomian suatu negara. Aspek penting disini karena cadangan devisa
dapat digunakan oleh pemerintah untuk menyeimbangkan pembayaran
internasional, menstabilkan nilai tukar suatu negara, serta melakukan
pembayaran ke luar negeri.

Grafik 5. Cadangan devisa pada era reformasi
Pada era refomasi cadangan devisa Indonesia mengalami fluktasi dan
peningkatan yang lambat. Namun pada masa kepemimpinan presiden SBY,
cadangan devisa Indonesia mengalami perbaikan yang signifikan dimana
cadangan devisa yang semula 33.8 miliar dolar AS, pada tahun 2008 naik
menjadi 69.1 miliar dolar AS.

10

F. Pertumbuhan Ekonomi Era Reformasi
Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, maka laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia turun (-13,16%) pada 1998, bertumbuh sedikit (0,62%)
pada tahun 1999 dan setelah itu makin membaik. Laju pertumbuhan tahunan
1999 – 2005 berturut-turut sbb.: 0,62%, 4,6%, 3,83%, 4,38%, 4,88%, 5,13%
dan 5,69%. Ekonomi kita bertumbuh dari hanya 0,62% berangsur membaik
pada kisaran 4% antara tahun 2000 s.d. 2003 dan mulai tahun 2004 sudah
masuk pada kisaran 5%. Pemerintah pada mulanya menargetkan pertumbuhan
ekonomi 2006 adalah 6,2% tetapi kemudian dalam APBN-P 2006 merubah
targetnya menjadi 5,8%; namun BI memperkirakan laju pertumbuhan 2006
adalah 5,5% lebih rendah dari laju pertumbuhan 2005. Patut diduga bahwa
laju pertumbuhan tahun 2007 akan lebih rendah lagi karena investasi riil
tahun 2006 lebih rendah dari tahun 2005.
Laju pertumbuhan ekonomi kita dari tahun 1999 s.d. 2008 mencapai
rata-rata 4,75%. Dari data di atas kelihatannya ekonomi kita memiliki
prospek membaik yaitu terus meningkatnya laju pertumbuhan di masa depan.
Namun apabila diteliti lebih mendalam akan terlihat adanya permasalahan
dalam pertumbuhan ekonomi tersebut. Sektor ekonomi dapat dikelompokkan
atas dua kategori yaitu sektor riil dan sektor non-riil. Sektor riil adalah sektor
penghasil barang seperti: pertanian, pertambangan, dan industri ditambah
kegiatan yang terkait dengan pelayanan wisatawan internasional. Sektor nonriil adalah sektor lainnya seperti: listrik, bangunan, perdagangan,
pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa (pemerintahan, sosial, perorangan).
Kegiatan yang melayani wisatawan internasional masuk pada beberapa sektor
non-riil sehingga tidak dapat dipisahkan. Antara tahun 1999 s.d. 2005 sektor
riil bertumbuh 3,33% sedangkan sektor non-riil bertumbuh 5,1%.
Pertumbuhan ini adalah pincang karena semestinya sektor non-riil bertumbuh
untuk melayani sektor riil yang bertumbuh. Antara tahun 1999 s.d. 2005
sektor pertanian bertumbuh 3,11%, pertambangan -0,8%, dan sektor industri
bertumbuh 5,12%. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah dari tahun 2002
s.d. 2005 laju pertumbuhan sektor riil cenderung melambat. Hal ini berarti
pertumbuhan ekonomi keseluruhan sejak 2002 adalah karena pertumbuhan
sektor non-riil yang melaju 2 kali lipat dari sektor riil. Pada 2 tahun terakhir
sektor yang tinggi pertumbuhannya adalah: pengangkutan, keuangan,
bangunan, dan perdagangan. Pada saat yang sama tingkat pengangguran
terbuka pada mulanya turun tetapi sejak tahun 2002 cenderung naik. Menurut
perhitungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tingkat
pengangguran pada tahun 2004 sebesar 10,3 juta meningkat menjadi 11,2 juta
pada tahun 2005 dan diperkirakan sebesar 12,2 juta pada tahun 2006 (Harian
Kompas, tgl. 7 Agustus 2006, hal. 15). Hal ini sangat ironis karena
pertumbuhan ekonomi pada kurun waktu yang sama berada di atas 5%.

11

Persentase orang miskin pada mulanya juga terus menurun, tetapi sejak tahun
2005 sudah mulai bertambah. Hal ini disebabkan oleh sektor yang bertumbuh
itu adalah sektor non-riil

Grafik 6. Pertumbuhan ekonomi pada era reformasi
Pertumbuhan ekonomi memiliki dua sisi: kuantitas dan kualitas. Kuantitas
diukur dalam bentuk % pertumbuhan per tahun, misalnya 5%, 7%, dan
sebagainya. Namun pertumbuhan ekonomi juga memiliki unsur kualitas yaitu
sektor atau komoditas dominan yang menciptakan pertumbuhan itu. Tingkat
pertumbuhan ekonomi dapat di bagi atas beberapa kategori. Menurut
Robinson kategori pertumbuhan ekonomi suatu negara yaitu:
Tabel 1. Klasifikasi pertumbuhan ekonomi Robinson

Berdasarkan kategori tersebut, maka laju pertumbuhan ekonomi yang terus
menerus rendah sejak era reformasi, pertumbuhan yang tidak berkualitas,
kondisi prasarana yang tidak memadai, rendahnya minat investor untuk
menanamkan modal di sektor riil, serta faktor kondisi global, maka dapat
disimpulkan bahwa ekonomi Indonesia telah terperangkap pada pertumbuhan
rendah (low growht trap). Artinya setelah ada peningkatan laju pertumbuhan
4-5% maka peningkatan menjadi tersendat. Hal ini berarti kedepan, laju
pertumbuhan ekonomi akan tetap rendah, tingkat pengangguran terbuka tetap
tinggi, jumlah orang miskin akan tetap besar dan cenderung makin besar,
mayoritas lulusan perguruan tinggi akan menjadi pengangguran atau terpaksa
bekerja pada pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian sarjana, serta akan
sulit untuk dapat keluar dari perangkap tersebut.

12

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Reformasi adalah proses pembentukan kembali suatu tatanan kehidupan
lama diganti dengan tatanan yang baru.. Di Indonesia, kata Reformasi
umumnya merujuk kepada gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang
menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau era setelah Orde Baru, yaitu
era reformasi. Era reformasi di timbulkan oleh beberapa faktor yang berujung
pada krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan
reformasi. Faktor tersebut antara lain krisis ekonomi, krisis politik, krisis
sosial, krisis hukum dan krisis kepercayaan.
Reformasi di Indonesia berdampak paling dominan dari segi sosial dan
ekonomi. Dari segi sosial melalui era reformasi terjadi kesenjangan sosial
yang cukup signifikan. Hal ini tercermin dari perubahan rasio koefisien gini
yang semakin menunjukan trend peningkatan sehingga berdampak pada
peningkatan jumlah kemiskinan dan pengangguran. Sedangkan dari segi
ekonomi, era reformasi membawa kondisi ekonomi Indonesia mengalami
fluktasi yang signifikan yang tercermin dari tingkat pertumbuhan ekonomi,
utang pemerintah dan cadangan devisa negara.
B. Saran
Era reformasi mengajarkan kepada Indonesia khususnya generasi muda
mengenai perjalanan panjang perekonomian di Indonesia. Sebagai generasi
penerus bangsa, kita harus ikut berjuang dalam lebih mensejahterkan
Indonesia, khususnya dalam bidang ekonomi. Mengingat bagaimana sejarah
pergolakan perekonomian kita yang megalami fluktasi signifikan, seharusnya
sekarang kita sudah mulai memikirkan untuk mengantisipasi pasar bebas
yang akan terjadi nanti. Cara yang dapat dilakukan dengan membekali diri
dengan sertifikasi kompetensi keahlian sehingga memiliki keunggulan
bersaing dalam membangun perekonomian Indonesia.

13

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Yogyakarta: BPFE – Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Gini Ratio Menurut Provinsi Tahun 1996, 1999,
2002,
2005,
2007-2013.
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1493. Diakses pada 10
Mei 2016
Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Jhingan, M. L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan (terjemahan).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sukirno Wisnu., 2008. Makro Ekonomi Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tarigan, Robinson.2007. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Era
Reformasi(1998).https://www.researchgate.net/publication/42319984_Ana
lisis_Pertumbuhan_Ekonomi_Indonesia_Era_Reformasi_1998.
Diakses
pada 10 Mei 2016.

14