Relevansi dan Motivasi Politik Relevansi

Program Studi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya

Regulasi dan Motivasi Politik:
Relevansi Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Pembinaan
Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur Dalam Upaya
Pemenangan Calon Gubernur Incumbent di Sampang Madura
Siti Badriatus Sa’adah, S.IP1
Dr. Sholih Muadi2 dan Faza Dhora Nailufar3
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Brawijaya
Abstract
Konflik yang terjadi di Sampang beberapa waktu yang lalu merupakan hasil dari
politisasi para elit lokal untuk mempertahankan pengaruh di wilayahnya. Keterlibatan
pemerintah baik pusat maupun daerah sangat mempengaruhi bagaimana konflik ini
berjalan. Salah satunya dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2012
Tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi eksploratori. Metode
eksploratori ini sangat tepat digunakan untuk meneliti masalah ini lebih jelas. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan Indepth
Interview, observasi, dan studi literatur.

Dalam penelitian ini, konflik yang terjadi di Sampang Madura murni bukan masalah
aliran agama maupun masalah keluarga yang banyak diberitakan di media massa. Namun,
ada muatan politik didalamnya. Pada saat terjadinya konflik bertepatan dengan akan
diadakannya Pemilihan Bupati Sampang (12 Desember 2012) dan Pemilihan Gubernur
Jawa Timur (29 Agustus 2013)
Kata kunci: Regulasi, Motivasi Elit Politik, Konflik Sampang, Elit Lokal
Pengantar
Sebagai bangsa yang multikultur, sewajarnya Indonesia hidup dengan damai saling
menghargai perbedaan serta menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama. Tetapi akhirakhir ini banyak terjadi konflik yang berlatar belakang horisontal yang semakin berlarut-larut.
Konflik horisontal ini telah terjadi berulang kali di berbagai daerah di Indonesia. Salah
satunya konflik Sampang yang berakhir dengan kekerasan dan hingga saat ini konflik tersebut
belum menemukan titik temu, terlebih di pihak korban yang sampai saat ini masih berada di
pengungsian yang tidak jelas kapan mereka bisa pulang dan bagaimana kondisi harta benda
mereka dikampung halamannya. Madura merupakan salah satu daerah di Jawa Timur, selama
1

Alumni Program Studi Ilmu Politik Universitas Brawijaya
Staff Pengajar Program studi Ilmu Politik Universitas Brawijaya
3
Staff Pengajar Program studi Ilmu Politik Universitas Brawijaya

2

ini

Jawa Timur dinilai sebagai wilayah yang paling kondusif diantara provinsi lain di

Indonesia.4 Konflik etnis merupakan akibat dari hubungan sosial yang intensif antara
kelompok etnis yang berbeda yang hidup bersama.5
Konflik merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sebuah konflik
sering berawal dari persoalan kecil dan sederhana. Perbedaan pendapat dan sikap
ketidakinginan untuk menerima orang lain dapat menyebabkan konflik antar seorang dan
yang lainnya. Berbagai macam keinginan seseorang dan tidak terpenuhinya keinginan
tersebut dapat juga berakhir dengan konflik. Perbedaan pandangan antar perorangan juga
dapat mengakibatkan konflik. Jika konflik antar perorangan tidak dapat diatasi secara adil
dan proposional maka dapat berakhir dengan konflik antar kelompok dalam masyarakat. 6
Salah satunya konflik agama yang sering terjadi di Indonesia, posisi agama dalam kecamuk
konflik sering kali terbebani oleh kepentingan kelompok, agama lebih diperlihatkan sebagai
sistem simbol dan makna untuk melegitimasi kepentingan yang spesifik.7
Banyaknya konflik yang berakhir dengan kasus kekerasan marak dilakukan oleh
kelompok-kelompok masyarakat berbasis keagamaan terhadap kaum minoritas merupakan

salah satu bukti rendahnya peran pemerintah dalam melindungi setiap warga negaranya. 8
Kelompok-kelompok ini umumnya menargetkan perlawanan terhadap aktivitas-aktivitas
publik yang bertentangan dengan pemahaman kolektif mereka.9 Unjuk rasa besar-besaran
dari tiga kecamatan, yaitu: Omben, Karang Gayam, Robatal yang terjadi pada tahun 2006
ketika warga syiah melakukan acara peringatan Maulid Nabi massa menyerang rumah salah
4

5

6

7

8

9

Kementerian Agama Jawa Timur, “Silaturahim Ulama dan Umara Menyikapi Masalah Syiah”, April 2012,
http://jatim.kemenag.go.id/file/file/mimbar307/pyca1336000319.pdf (diakses: 22 Oktober 2014 pukul 23.00
WIB)

Amri Marzali, 2003, “Perbedaan Etnis Dalam Konflik: Sebuah Analisis Sosio-Ekonomi Terhadap
Kekerasan di Kalimantan”, hlm. 15 (dalam buku Konflik Komunal di Indonesia saat ini. Penerbit :
Indonesian-Netherland Cooperation in Islamic Studies (INIS) Universiteit Leiden)
William Chang, 2003, “Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama”, hlm. 27 (dalam buku Konflik Komunal di
Indonesia saat ini, Penerbit : Indonesian-Netherland Cooperation in Islamic Studies (INIS) Universiteit
Leiden)
Thesis M. Fikri, AR, MA, “Konflik Agama dan Konstruksi New Media (Kajian Kritis Pemberitaan Konflik
Cikeusik)”, hlm. 7
Seperti yang diungkapkan Yenni dalam Kompas (23 November 2012) Setiap warga negara Indonesia,
sebagaimana diatur dalam konstitusi, berhak untuk mendapatkan rasa aman. Jika pemerintah tidak
melaksanakan amanat konstitusi, maka ia menilai pemerintah gagal melaksanakan undang-undang dengan
baik. Pemerintah seharusnya menjamin rekonsiliasi dan rehabilitasi. Rekonsiliasi berguna pada tataran
mengembalikan ketentraman warga syiah seperti sedia kala sebelum ada konflik.
Http://regional.kompas.com/read/2012/09/07/19511216/Yenny.Wahid.Warga.Syiah.Dipindah.Apa.Gunanya.
Kostitusi
Seperti dalam konflik Sampang Madura ini merusak Pondok Pesantren milik warga syiah. Serta
penyerangan pesantren syiah di Bangil 15 Februari 2011 yang dilakuan oleh massa anti syiah. Disana
terdapat sekolah terkenal bernama Yayasan Pesantren Islam (YAPI). Sekolah ini memiliki taman kanakkanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dua sekoah menengah atas. Lebih lengkapnya : Human
Right Watch, “Atas Nama Agama Pelanggaran Terhadap Minoritas Agama di Indonesia”, hlm. 59. Dalam
kasus lain, pengerusakan tempat ibadah juga sering dilakukan oleh massa intoleran.


satu pimpinan warga syiah (Tajul Muluk) dengan membawa berbagai macam senjata. Mereka
memaksa agar acara peringatan Maulid yang sedang dilakukan oleh Tajul Muluk dibubarkan,
dan menuntut agar Tajul Muluk kembali kemazhab yang dianut oleh warga mayoritas di
Madura. Jika tidak massa mengancam akan membakar habis rumah dan membantai Tajul
Muluk, keluarga, serta jamaahnya.10
Berdasarkan Keputusan Fatwa MUI Propinsi Jatim Tentang Kesesatan Aliran Syiah
(21 Januari 2012)11 yang sebelumnya telah terjadi penyerangan terhadap warga Syiah di
Sampang (21 Desember 2011) disusul dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Jawa
Timur Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan
Aliran Sesat di Jawa Timur (Pergub Jatim No. 55 Tahun 2012) yang keluar pada tanggal 23
Juli 201212 yang menguatkan Fatwa MUI Jatim yang telah dikeluarkan sebelumnya. Hal ini
membuktikan bahwa kebebasan beragama di Indonesia masih sangat kurang.
Terlebih setelah Pergub No. 55 Tahun 2012 dikeluarkan terjadi lagi penyerangan
dengan skala lebih besar yang mengakibatkan sembilan rumah terbakar, dua orang
meninggal, lima lainnya orang terluka, selain korban dari warga Kapolsek Omben juga
terluka parah. Menurut Radar Madura, ada dua versi tentang bentrokan tersebut. Versi
pertama, insiden itu berawal dari rencana keluarga membesuk Tajul Muluk di lapas.
Diperjalanan, mobil yang dikendarai keluarga Tajul Muluk dicegat kelompok lain. Mereka
mengolok-olok keluarga Tajul uluk sebagai penganut ajaran sesat. Untuk menghindari

bentrokan, keluarga Tajul Muluk mengurungkan niat pergi ke lapas. Namun, kelompok
penghadang terus membuntuti akhirnya bentrokan pun tak terhindarkan. Versi kedua,
bentrokan ini berawal dari keberangkatan 20 santri kelompok syiah yang hendak balik ke
pondok di Bangil, Pasuruan dan Pekalongan. Mereka kemudian dihadang kelompok anti
syiah, warga syiah diminta kembali ke rumah mereka dengan turun dari mobil. Lalu mereka
diarak. Setiba dikampung warga syiah suasana bertambah panas. Bentrokan diantara kedua
kelompok pun pecah.13
Kebebasan beragama merupakan prinsip yang mendukung kebebasan individu atau
masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum.
Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, selayaknya masyarakatnya saling
10

11

12

13

Tajul Muluk, “Quod Relevatum Pledoi Ust. Tajul Muluk Demi Mengungkap Kebohongan Fakta”, Surabaya:
Cmars, hlm. 28

Lihat Juga Fatwa MUI Jawa Timur Tentang Kesesatan Ajaran Syiah No. Kep-01/Skf-MUI/JTM/I2012
ditandatangangi pada tanggal 21 Januari 2012 oleh Ketua Umum KH. Abdusshomad Buchori dan Sekretaris
Umum Drs. H. Imam Tabroni MM
Lihat Juga Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Kegiatan
Keagamaan Dan Pengawasan Aliran Sesat Di Jawa Timur ditandatangani pada tanggal 23 Juli 2012 Oleh
Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo
“Musibah Agama Nodai Sampang”, Jawa Pos, 27 Agustus 2012.

menghormati terhadap agama-agama lain di luar agama atau kepercayaannya. 14 Hal ini
mengindikasikan bahwa adanya pengambilan kebijakan yang bersifat politis, suara kaum
mayoritas lebih diutamakan daripada kaum minoritas.
Berdasarkan keterlibatan negara baik, pemerintah pusat maupun daerah yang
membiarkan terjadi peristiwa kekerasan dan secara aktif mengeluarkan peraturan-peraturan
daerah yang mengindikasikan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Beberapa peraturan
menerapkan beberapa larangan pada jenis-jenis kegiatan agama tertentu, khususnya pada
agama-agama yang tidak diakui dan aliran yang dianggap ‘menyimpang’ dari agama yang
diakui.
Pemerintah tidak menggunakan kewenangan konstitusionalnya untuk meninjau atau
mencabut peraturan daerah yang melanggar kebebasan agama.15 Hal ini bisa menempatkan
pejabat-pejabat pemerintah dalam kerangka sistematis yang memproduksi lahirnya kejahatan

terhadap kemanusiaan karena membiarkan tindakan-tindakan intoleransi terus terjadi, selain
itu regulasi terkait agama di berbagai daerah menunjukan bahwa trend formalisasi syariat
Islam di Indonesia kembali menguat setelah meredup beberapa tahun sebelumnya. Trend ini
tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa tetapi juga diluar jawa seperti sulawesi dan
kalimantan. Trend formalisasi agama dapat mengancam hak sipil dan politik warga negara. 16
Pergub No. 55 Tahun 2012 merupakan ide-ide formalisasi syariat Islam yang sangat
mengancam hak-hak sipil warga negara terutama hak beragama. Apabila regulasi terkait
agama dibiarkan berkembang tidak menutup kemungkinan regulasi tersebut digunakan
percontohan oleh daerah lain untuk mengambil kebijakan dalam hal menekan kelompok yang
dianggap menyimpang.17
konflik yang belakangan ini sering terjadi salah satunya konflik agama seharusnya
tidak boleh terjadi dinegara hukum, karena fungsi pemerintah melindungi setiap warga
negara melakukan hak mereka18 termasuk dalam menjalankan agama masing-masing sesuai
keyakinannya. Pemerintah harus melindungi hak-hak segenap warga negara untuk
berekspresi dan beragama/berkeyakinan sesuai dengan pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 UUD 1945
hasil amandemen.
14

15


16
17

18

Direktorat Jenderal HAM, 2012, “Tentang Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan”. Makalah ini
dipresentasikan dalam Focus Group Discusion, Jakarta
Embassy of the United States Jakarta, 2010, “Laporan Kebebasan Agama Internasional”,
indonesian.jakarta.usembassy.gov/id/news/key-reports/laporan-kebebasan-beragama.html (18 Mei 2014
pukul 16.42 WIB)
The Wahid Institute, 2012, op.cit., hlm xxi
Wawancara penulis dengan Kepala Bidang Pendidikan & Publikasi CMARs (Center for Marginalized
Communities Studies) Akhol Firdaus, di Surabaya, 19 Agustus 2014
Janty Jie, 2014, “Ersten Mai, Nazi Frei! Satu Mei tanpa Nazi!”,
http://www.siperubahan.com/read/441/Ersten-Mai-Nazi-Frei--Satu-Mei-tanpa-Nazi- (18 Mei 2014 pukul
16.52 WIB)

Pada tahun 2004, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang
Pemerintahan Daerah, yang mendesentralisasi banyak aspek dalam pemerintahan Indonesia.
Ia mendorong kekuatan pada kelompok-kelompok baru secara lokal, Islamis dan lainnya,

serta menguasakan para pejabat daerah bekerja dengan mengurangi apa yang disebut
“sentralisme kekuasaan” pejabat dan hakim. Namun, dalam undang-undang itu agama tidak
didesentralisasi. Ia salah satu dari enam bidang di mana pemerintah daerah tak diberi mandat
mengaturnya: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
dan agama.19 Dalam PP No 38 Tahun 2007 Tentang pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Pemerintah Daerah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif dapat
melanggar prinsip non diskriminasi yang dianut konstitusi.20
Praktik diskriminasi yang dilakukan pemerintah lewat peraturan daerah (perda) dapat
melanggengkan praktik diskriminasi dalam kehidupan masyarakat yang berdampak pada
pembatasan kebebasan setiap warga negara untuk meyakini dan menjalankan ibadah menurut
keyakinannya dan mengakibatkan terpinggirkan kelompok minoritas. Maraknya peraturanperaturan yang bersifat diskriminatif membuat sejumlah oknum dapat leluasa melakukan
tindakan intoleransi terhadap penganut aliran minoritas di suatu wilayah.
Salah satunya konflik Sampang yang telah terjadi di desa Karang Gayam, kecamatan
Omben Sampang Madura. Konflik ini berdampak pembakaran rumah warga syiah dan
relokasi terhadap kelompok syiah ke Sidoarjo. Konflik ini berdampak besar pada warga syiah
yang harus rela meninggalkan kampung halamannya dan harta bendanya secara paksa tanpa
ada jaminan dan perlindungan terhadap harta bendanya di kampung halaman.21
Tidak hanya itu pemaksaan untuk “bertobat” pun dilakukan oleh pejabat pemerintah
daerah dan ulama setempat. Seperti yang telah penulis kutip dari hasil wawancara Fitri


19

Human Right Watch, 2013, op.cit., hlm. 26
Aditya Revianur, Yenny Wahid: Warga Syiah Dipindah, Apa Gunanya Konstitusi?, Kompas, 7 September
2012,
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/07/09330267/Din.Muhammadiyah.Keberatan.Fatwa.Sesat.Syiah
(diakses: 6 Maret 2014 pukul 13.43 WIB)
21
Setelah puluhan warga syiah bersepeda ke Jakarta untuk bertemu dan meminta perlindungan Susilo
Bambang Yudhoyono dan dilakukan Rapat terbatas Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan
Keamanan yang dihadiri oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo, memutuskan pengungsi syiah mesti keluar
dari Sampang. Sikap itu diamini oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto,
Menurut Djoko Suuyanto, “ Kalau ada orang yang terancam, harus dibawa ketempat aman dulu”. Tidak
adanya dukungan pemerintah pusat membuat Iklil (pemuka syiah) serta ratusan warga syiah patah semangat.
Iklil mengaku sehari sebelum insiden pengusiran itu sudah memprediksi akan tetap dipaksa keluar dari
tempat pengungsian. Dia sempat memberi syarat, bersedia dipindahkan setelah aset warganya yang hilang
diganti. Namun ususl itu ditolak oleh Wakil Bupati Fadilah. Dia mengatakan Pemerintah Sampang tidak
akan memberi ganti rugi. Adapun Soekarwo mengatakan pemerintah belum memiliki pemikiran soal ganti
rugi. Lebih lengkapnya: “Yang Terbuang Ke Jemundo”, Tempo, 7 Juli 2013
20

Mohan dari JoyoNews dengan Hertasning Ichlas22, Direktur eksekutif Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Universalia (YLBHU). Berikut petikan wawancanya:
“Warga syiah yang tidak mengungsi dan tetap tinggal dikampung telah
dipaksa untuk menandatangani ikrar penobatan yang intinya mengakui bahwa
ajaran syah sesat dan kembali ke ajaran lama. Kalau tidak menandatangani
ikrar ini, rumah mereka akan dibakar dan keselamatan mereka tidak akan
dijamin. Tiga puluh lima warga syiah dengan terpaksa sudah menandatangani
ikrar tersebut. Mereka dijemput oleh kepala dusun dan polisi lalu dibawa
kerumah kyai bernama Saifudin Gersempal di Omben. Pada 6 Agustus, menurut
kesaksian Kholis, salah seorang warga yang menolak tandatangan, dia melihat
bahwa dirumah kyai itu ada Bupati Sampang, Kepala Kesatuan Kebangsaan dan
Politik (Kesbangpol) Sampang Rudi Setiadi, Kepala Kepolisian Sektor
(Kapolsek) Omben dan Komando Rayon Militer (Koramil). Karena Kholis
menolak ikrar tersebut, dia diusir dari Madura. Dia dibawa polisi ke terminal
Sampang untuk keluar dari Madura. Dia juga mengancam akan dibakar
rumahnya. Saat ini Kholis ada di kantor kami di Jakarta. Apa yang terjadi ini
jelas menunjukan bahwa pemerintah daerah Sampang, polisi dan kyai, telah
menjadi aktor utama penghalang rekonsiliasi yang diinginkan Presiden SBY dan
Prof Abdul A’la, sebagai ketua rekonsiliasi yang juga rektor IAIN Sunan
Ampel”.23
Sosialisasi kesesatan syiah juga dilakukan dimana-mana, misalnya saja di kabupaten
Sampang (29 September 2013) syiah dianggap aliran berbahaya yang masuk ke Indonesia,
karena aliran ini di dukung oleh negara kaya yaitu Iran. 24 Syiar kebencian terhadap syiah
terus dilakukan untuk mengucilkan kelompok syiah hingga terusirnya dari kampung
halamannya.
Motivasi Politik Calon Gubernur Incumbent
Politik demokrasi dan keberagaman sosiokultural Indonesia memberi kontribusi
yang besar bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi yang berbasis pada pluralitas politik
22
23

24

Hertasning Ichlas merupakan pendamping dan pengacara pengungsi syiah sejak 2011
Fitri Mohan, “Hertasning Ichlas: Kasus Syiah Sampang Adalah Bagian Dari Transaksi Politik”, Harian
Indoprogress, 16 Agustus 2013, http://indoprogress.com/2013/08/hertasning-ichlas-kasus-syiah-sampangadalah-bagian-dari-transaksi-politik/ (diakses: 19 September 2014 pukul 15.00 WIB)
Zamachsari, 2013, “Front Anti Aliran Sesat Jatim Sosialisasi ke Sampang”, Berita Jatim,
http://beritajatim.com/politik_pemerintahan/185218/front_anti_aliran_sesat_jatim_sosialisasi_kesampang.ht
ml#.Un3mF_nbQqd (diakses: 9 November 2013 pukul 14.44 WIB)

dan multikultural.25 Implementasi dari politik demokrasi antara lain adalah pemilihan kepala
daerah (Pilkada). Keseluruhan proses Pilkada merupakan suatu arena unjuk pluralitas politik
pada daerah otonom. Dalam era pembaharuan politik, format Pilkada adalah untuk
menghasilkan demokrasi yang mendekati substansi. Pilkada sebagai salah satu bagian
integral dari proses demokratisasi di indonesia.26
Format baru pelaksanaan otonomi daerah setelah UU No. 22 Tahun 1999 diperbaiki
menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menunjukkan perubahan yang
signifikan dalam politik lokal. Pemilihan kepala daerah secara langsung dimuat dalam pasal
24 ayat 55 Undang-Undang Pemerintahan daerah berbunyi, “kepala daerah dan wakil kepala
daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah bersangkutan”,
mengindikasikan Pilkada sebagai wujud perubahan mendasar bagi proses demokrasi di
daerah yang ditandai dengan partisipasi dan penguatan aspirasi rakyat dalam menentukan
pilihan pemimpin daerah secara langsung.27
Pilkada secara langsung merupakan hal yang menarik untuk diamati, pilkada
merupakan salah satu proses politik yang melibatkan partisipasi masyarakat secara luas.
Masyarakat dapat memilih pemimpin yang tepat sesuai dengan aspirasi yang mereka bawa.
Berbagai strategi pun dilakukan para kandidat dan partai pendukungnya dalam menarik
massa yang didukung oleh partai-partai tersebut. Kandidat dan juga partai pendukungnya pun
harus memiliki pengetahuan tentang strategi yang harus disusun karena masing-masing
daerah memiliki aspek lokalistik dalam hal dinamika proses, karakter pemilih, dan cara
penyelesaian masalah. Dalam kaitan ini, cara-cara menggalang dukungan juga berbeda-beda
disetiap daerah.28
Misalnya pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur Jawa Timur tahun 2013 yang
diadakan pada tanggal 29 Agustus 2013, salah satu calon merupakan gubernur yang sedang
menjabat saat itu, Soekarwo-Saifullah Yusuf. Jabatan tersebut sangat dimanfaatkan oleh calon
incumbent dalam menarik massa di daerah. Misalnya Sampang Madura.
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Jatim, pasangan KarSa yang diusung oleh Partai
Demokrat dan didukung 31 partai politik parlemen dan non parlemen memperoleh 8.195.816
atau 47,25%. Karsa berhasil unggul di 26 dari 38 Kabupaten/Kota di Jatim. Masing-masing
25

26

27
28

Di Indonesia, masing-masing daerah memiliki ke khususan (aspek lokalistik) dalam hal dinamika proses,
karakter pemilih dan cara penyelesaian masalah. Lebih lengkap: Siti Aminah, 2014, “Kuasa Negara Pada
Ranah Politik Lokal”, Jakarta: Kencana Prenada media Group, hlm. 232
Siti Aminah, 2014, “Kuasa Negara Pada Ranah Politik Lokal”, Jakarta: Kencana Prenada media Group,
hlm. 225
Ibid., hlm. 225
Ibid., hlm. 232

daerah tersebut antara lain: Bojonegoro, Kota Mojokerto, Bangkalan, Sampang, Nganjuk,
Jombang, Ngawi, Surabaya, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Magetan, Kota
Probolinggo, Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kota Blitar,
Batu, Bondowoso, Situbondo, Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Tulungagung, Kota Malang,
dan Lumajang.29
Pada peringkat kedua, diraih oleh Berkah yang diusung oleh PKB dan didukung
beberapa parpol non parlemen dengan suara mencapai 6.525.015 atau 37,62% dengan unggul
di 12 daerah, masing-masing Gresik, Pamekasan, Tuban, Lamongan, Kabupaten Mojokerto,
Sumenep, Sidoarjo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Jember
dan Banyuwangi. Pasangan Bambang DH-Said Abdullah diusung PDIP, berada di peringkat
ketiga dengan mengumpulkan 2.200.069 suara atau 12,69%. Sedangkan Beres yang
merupakan calon independent mendapat 422.932 suara atau 2,44%.30
Berdasarkan hasil suara yang diperoleh KarSa dengan kemenangan 47,25% dengan
didukung oleh beberapa daerah khususnya Sampang dengan perolehan 279.670 suara
dibanding pasangan Berkah yang memperoleh 138. 171 suara dengan selisih 141.499 suara.
Dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Jatim 30.019.300 pemilih 31. Sedangkan DPT dari seluruh
Madura mencapai 3.007.526 atau lebih dari 10% dari jumlah keseluruhan DPT Jatim. Angka
tersebut tersebar di Bangkalan (756.541), Sampang (711.260), Pamekasan (656.281) dan
Sumenep (883.444)32.
Belum lagi yang warga Madura yang tersebar diluar Madura, misalnya:
Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Jember, Probolinggo, hingga Pasuruan. Bila digabung
dengan pemilih di dalam Madura, maka jumlahnya sangat mungkin bisa menembus angka
18-20%. Sehingga Madura merupakan salah satu lumbung suara yang potensial bagi kandidat
peserta pilgub salah satu faktornya adalah Madura masih dipengaruhi oleh pengaruh ulama.
Menurut Prof. Dr. Solichin Abdul Wahab, kyai dan klebun (kepala desa) merupakan sumber
patronase paling kuat dibanding elite sosial lainnya. 33 Oleh karenanya, pada saat elit non

29

Rahardi Soekarno J, “KarSa Vs Khofifah 2-0!”, Beritajatim.com, 12 Desember 2013,
http://m.beritajatim.com/politik_pemerintahan/192363/karsa_vs_khofifah_2-0!.html#.VHFH8fmUfXs
(diakses: 23 November 2014 pukul 10.37 WIB)
30
Loc.cit.,
31
KPU Tetapkan DPT Pemilukada Jatim Sebanyak 30.019.300 Orang, 2013,
http://www.jatimprov.go.id/site/kpu-tetapkan-dpt-pemilukada-jatim-sebanyak-30-019-300-orang/ (diases: 23
November 2014 pukul 19.00WIB)
32
Redi Panuju, 2013, Pilgub Jatim Ditetukan Orang Madura, Koran Sindo, 21 Agustus 2013,
http://rumahopini.com/pilgub-jatim-ditentukan-orang-madura/#ixzz3JtsAYRQa (diakses: 23 November 3014,
pukul 19.08 WIB)
33
Loc.cit.,

politik lokal maupun elit lokal menjadi penentu perilaku pemilih yang bersifat mengarahkan,
maka pemilih akan memilih sesuai arahan para elit lokal.
Dengan begitu KarSa sangat diuntungkan di Madura. Kegiatan Safarinya Gus Ipul
ke pesantren-pesantren selama Ramadhan menguatkan calon pemilih dari kalangan santri.
Sementara Pakde Karwo meraih dukungan melalui aparat desa 34 dan melakukan lobby politik
dengan para elit non politik lokal maupun elit politik lokal, posisi ini didukung dengan
adanya konflik yang terjadi di Sampang, sejumlah ulama setempat mempunyai kepentingan
politik untuk mengusir warga syiah dari Sampang dan mempertahankan otoritas di
daerahnya.
Dibandingkan dengan saingan Berkah, KarSa lebih unggul dengan posisi KarSa
masih menjabat gubernur dan wakil gubernur pada saat itu, sehingga KarSa memanfaatkan
status quo nya dan mengeluarkan Pergub No. 55 Tahun 2012 untuk meraih simpati ulama dan
dukungan dengan tujuan untuk memobilisasi masyarakat Madura dan daerah lain.
Pilkada merupakan representasi demokrasi lokal yang merupakan effect dari
demokratisasi pasca runtuhnya rezim orde baru. Pada pelaksanaannya tidak dapat terlepas
dari partisipasi di seluruh elemen lapisan masyarakat dan juga para elit politik. Elit politik
selalu perperan aktif pada kegiatan politik untuk mencapai satu tujuan, yaitu kekuasaan.
Menurut Schonwalder (1997)35: “Kaum elite daerah, pemerintah daerah dan para pelaku
lainnya yang bekerja didaerah itu serigkali mengkooptasi gerakan dengan tujuan
memajukan agenda kepentigan mereka sendiri”.
Keterlibatan elit politik menjadi suatu hal yang wajar dalam pemenangan suatu
calon, khususnya para elit politik lokal. Para elit politik lokal mempunyai peran penting di
daerah, khususnya di daerah Sampang. Selain elit politik lokal, elit non politik lokal juga
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam lingkup masyarakat hingga dapat
memobilisasi partisipasi politik masyarakat. Seperti para ulama. Di Madura khususnya
Sampang, ulama mempunyai peran sentral dalam pengambilan keputusan ditengah-tengah
masyarakat.
Satu hal penting dalam pilkada adalah dari segi konflik, sedikit apapun konflik yang
terjadi dalam Pilkada, hal tersebut menunjukan bahwa Pilkada memiliki dinamika internal
demokrasi. Kecenderungan muncul dan menguatnya sentimen-sentimen aliran kepercayaan

34
35

Loc.cit.,
Siti Aminah, 2014, op.cit., hlm. 234

dalam konteks beragama. Hal ini bisa menjadi stimulus bentrokan, karena sebagian pemilih
memandang sentimen ini sebagai cara untuk memenangkan calon yang didukungnya.36
Salah satu strategi serta program yang ditawarkan oleh Soekarwo-Saifullah Yusuf
lebih mengarah pada penyelesaian konflik yang terjadi di sejumlah daerah. Salah satunya di
Sampang. Telah dibahas sebelumnya, konflik yang berkepanjangan di Sampang Madura telah
menemukan jalan (walau menurut beberapa pihak hanya menguntungkan kelompokkelompok tertentu) dengan mengeluarkan Pergub Jatim No. 55 Tahun 2012 yang mengamini
fatwa MUI Jatim yang telah dikeluarkan lebih dulu. Peraturan ini lahir pada tahun 2012 saat
Soekarwo memerintah pada saat itu. Berdasarkan penjelasan sebelumnya analisis strategi
Soekarwo yang merupakan calon gubernur incumbent dalam meraih simpati masyarakat
Sampang dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep rational choice.
Konsep rational choice memiliki asumsi rasionalitas, yakni pilihan yang diambil
atas dasar motivasi oleh tujuan yang ditunjukan melalui preferensinya, seseorang/individu
beraksi berdasarkan atas informasi yang mereka punya tentang keadaan yang sedang mereka
hadapi, hal yang tidak mungkin bagi individu untuk mendapatkan semua hal yang
diinginkannya. Ada beberapa asumsi utama dari rational choice. Pertama, aktor yang rasional
akan

menjatuhkan

pilihan

pada

alternatif

yang

paling

maksimal

mendekati

keinginan/hasratnya. Kedua, aktor harus membuat pilihan-pilihan yang berhubungan dengan
tujuannya dan cara untuk merealisasikan tujuan tersebut. Ketiga, dalam pengambilan
keputusan aktor harus mempunyai alternative sebagai tindakan antisipasi dan perhitungan
hasil yang terbaik untuknya. 37
Dalam konteks pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Timur
dalam rangka meraih simpati warga Sampang jenis game yang paling relevan untuk
menjelaskan fenomena yang terjadi adalah Stag Hunt Game. Inti dari model permainan ini
adalah kerjasama (cooperation) lebih diinginkan daripada bekerja sendiri-sendiri (non
cooperation) karena dengan bekerjasama value yang didapat lebih besar.
Dengan bekerjasama antara gubernur dan elit lokal kalkulasi untung-rugi Gubernur
Jawa Timur dalam rangka meraih simpati warga Sampang tersebut jelas lebih
menguntungkan daripada merugikan. Fenomena yang demikian dapat dijelaskan dengan Stag
Hunt yaitu bahwa pilihan untuk bekerjasama menjadi prioritas utama bagi kedua pemain
yaitu gubernur dan para elit lokal di daerah. Gubernur memiliki pilihan rasional untuk

36
37

Siti Aminah, 2014, op.cit., hlm.233
Janty Jie, 2012, Rational Choice Theory. Dipersentasikan pada saat mata kuliah Rekayasa politik.

mengambil keputusan mengeluarkan Pergub Jatim No. 55 Tahun 2012 dalam meraih simpati
masyarakat, khususnya masyarakat Sampang.
Pergub Jatim No. 55 Tahun 2012 dikeluarkan pada saat terjadinya konflik Sampang
dan bertepatan dengan Pemilihan Gubernur Jawa Timur Tahun 2013. Momen itu sangat
dimanfaatkan oleh gubernur untuk tercapai kepentingan politiknya, yaitu pemanfaatan para
ulama di Sampang dan juga di daerah-daerah lain dengan mengeluarkan Pergub. Secara
kultural, mayoritas warga Sampang masih dibawah kontrol para ulama dan para elit politik
lokalnya. Peran ulama sangat besar pengaruhnya di masyarakat sehingga memudahkan untuk
memobilisasi masyarakat Sampang dalam pemilihan gubernur.
Perlu diingat, bahwa Madura khususnya Sampang masih memegang teguh bhuppa’bhabhu, ghuru, rato sebagai landasan filosofinya. Walaupun beberapa tahun belakangan
mulai memudar, seperti dalam survey yang dilakukan oleh Suprimasi tentang Perilaku Politik
Warga NU Jatim. Hasilnya, secara kumulatif sebanyak 51% responden masih patuh terhadap
fatwa politik ulama, dan sisanya sebanyak 49% responden mengaku tidak lagi mematuhi
fatwa politik yang diberikan ulama.38
Meskipun demikian strategi calon gubernur incumbent dalam meraih simpati massa
melalui para ulama masih cukup efektif. Dengan menggunakan dukungan dari beberapa
tokoh masyarakat atau tokoh agama yang seringkali merepresentasikan dukungan masyarakat
dibawahnya, disebut juga sebagai politik patron. Politik patron adalah politik yang didasarkan
pada hubungan keteladanan. Dalam pandangan Keith. R. Legg (1983)39 Hubungan patron
klien secara umum berkaitan dengan tiga hal, yaitu sumber daya yang timpang, hubungan
yang bersifat pribadi (particularistic) dan hubungan mutualisme.
Hubungan yang terbangun di atas penguasaan sumber daya yang timpang di sini bisa
mencakup kekayaan, kedudukan ataupun pengaruh. Sedangkan hubungan pribadi dapat
dimaknai sebagai hubungan timbal balik yang muncul atas perhatian yang diberikan oleh
patron dan kapatuhan yang diberikan oleh klien. Selanjutnya, hubungan mutualisme dapat
diartikan sebagai hubungan yang didasari oleh pertukaran antara patron dan klien yang saling
menguntungkan.
Dalam hal ini dapat berupa adanya dukungan atau kepatuhan klien karena adanya
transfer pengetahuan dari patron. Dalam kultur masyarakat santri, ulama diposisikan menjadi
patron, sedangkan masyarakat sebagai klien. Proses pertukaran yang terjadi dapat berupa
pengetahuan agama, tuntunan dan perlindungan yang diberikan oleh ulama pada masyarakat.
38
39

Faza Dhora Nailufar, 2013, “Pudarnya Politik Patron Kyai di Jawa Timur”, Harian Sindo, 2 April 2013
Keith R. Legg dalam Faza Dhora Nailufar, 2013,“Pudarnya Politik Patron Kyai di Jawa Timur”, Harian
Sindo, 2 April 2013

Hal ini kemudian akan dibalas dengan kepercayaan, kepatuhan, kesetiaan dan dukungan.
Tuntunan hidup yang diberikan ulama pun bersifat universal, mulai dari petunjuk
menjalankan agama sesuai dengan ajaran yang diyakini kebenarannya sampai pada hubungan
sosial dan politik. 40
Dalam konteks lobby politik dengan para elit politik lokal dan elit non politik lokal
(ulama), pilihan yang menjadi prioritas gubernur untuk mengeluarkan Pergub Jatim No. 55
Tahun 2012 dapat dijelaskan dalam sekema sebagai berikut:
Stag Hunt:
Berkoalisi meraih simpati masyarakat Sampang vs. Kepentingan Elite Lokal
Gubernur
Elit

Bekerjasama

Tidak Bekerjasama

Lokal

(Pergub Jatim No 55

(Tanpa Pergub)

Tahun 2012
Bekerjasama
(dukungan)
Tidak bekerjasama
(tidak mendukung)

4 vs 4

1 vs 1

3 vs 1

1 vs 3

Keterangan:
1. Gubernur (C) vs Elit lokal (C) = 4 vs 4
2. Gubernur (C) vs Elit lokal (NC) = 3 vs 1
3. Gubernur (NC) vs Elit lokal (C) = 1 vs 1
4. Gubernur (NC) vs Elit lokal (NC) = 1 vs 3
Terdapat empat kemungkinan ketika gubernur mengambil sebuah keputusan, yaitu:
Pertama, dikeluarkannya Pergub Jatim No. 55 Tahun 2012 maka gubernur mendapatkan
simpati dan dukungan dari ulama Jawa Timur karena disejumlah daerah di Jawa Timur
khususnya Sampang kultur patron klien masih berlaku (C). Perlu diingat, yang mendesak
dikeluarkannya Pergub bukan hanya dari elit lokal di Sampang. Sejumlah daerah para ulama
(MUI) juga mendesak dikeluarkannya pergub tersebut, antara lain: Surabaya, Besuki,
Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Malang dan Madura itu sendiri. Dengan bekerjasama (C)
40

Faza Dhora Nailufar, 2013,op.cit.,

maka elite politik lokal maupun elit non politik lokal pasti terfasilitasi kepentigannya dengan
kesepakatan dalam bentuk Pergub No. 55 Tahun 2012 maka keduanya akan mendapatkan
keuntungan maksimal (4 vs 4). Keuntungan yang didapat seimbang antara calon gubernur
incumbent dengan elit politik lokal. Dalam hal ini calon gubernur incumbent mendapatkan
suara mayoritas dan para elite pilitik lokal maupun elit non politik lokal mendapatkan
legalitas bahwa warga syiah memang sesat dan direlokasi keluar daerah.
Kedua, ketika gubernur memutuskan untuk bekerjasama (C) maka akan
mendapatkan simpati dan dukungan dari ulama didaerah lain, karena kultur patron klien yang
ada didaerahnya. Elite lokal Sampang lebih memilih tidak mendukung (C) maka kepentingan
yang dimiliki pasti tidak akan terfasilitasi jika calon gubernur incumbent (saat itu masih
menjabat gubernur) jadi dan belum tentu terfasilitasi jika kandidat lain yang jadi. Posisi ini
jelas masih menguntngkan gubernur karena dukungan masih bisa didapat dari luar daerah dan
merupakan kerugian bagi elit lokal Sampang karena kepentingan untuk merelokasi warga
syiah bisa saja terhambat bahkan tidak bisa sama sekali (3 vs 1).
Ketiga, jika gubernur lebih memilih tidak bekerjasama (NC) maka akan kehilangan
dukungan dari masyarakat Sampang dan sebagian besar masyarakat Jatim yang masih
dibawah kontrol ulama. Begitu juga dengan elit lokal yang memutuskan mendukung (C)
tidak akan terfasilitasi kepentingannya dan akan sulit membuat kesepakatan baru jika
kandidat lain yang memenangkan Pilihan Gubernur (Pilgub). Dengan kemungkinan terburuk
calon gubernur incumbent tidak mendapatkan suara secara maksimal dan kepentingan elit
lokal untuk merelokasi warga syiah keluar Madura tidak terealisasikan. Kedua belah pihak
akan sangat rugi karena kepentingan masing-masing tidak terakomodir dengan baik (1 vs 1).
Keempat, jika gubernur memilih (NC) maka bisa dipastikan gubernur akan
kehilangan dukungan dari masyarakat Sampang dan sebagian besear masyarakat Jatim yang
masih dibawah kontrol ulama. Jika elit lokal memilih tidak mendukungan gubernur (NC)
masih bisa membuat kesepakatan jika kandidat lain yang memenangkan pilgub. Maka nilai
yang didapat (1 vs 3) nilai ini sangat merugikan dipihak gubernur karena gubernur akan
kehilangan simpati dan dukungan dari masyarakat dengan kultur patron klien.
Strategi terbaik dari kedua belah pihak adalah bekerjasama. dengan keuntungan
masing-masing pihak anara lain: Gubernur, Mendapatkan simpati dan dukungan dari
masyarakat memalui ulama serta menjaga stabilitas keamanan di daerah Jawa Timur dengan
dibawah kontrol gubernur. Elit lokal Sampang, terfasilitasinya keinginan untuk mengusir
warga syiah keluar daerahnya. Dengan begitu pengaruh dan otoritas para ulama terhadap
masyarakat tetap kuat dan terjaga.

Pilihan rasional gubernur dengan mendekati dan menjalin komunikasi dengan para
ulama untuk mencari basis massa yang tentunya di beberapa daerah di Jawa Timur masih
mempunyai kultur patron klien dianggap lebih efektif. Cara ini lebih efektif dan efisien
dibanding dengan calon gubernur incumbent berhadapan langsung dengan masyarakat disana
yang tentunya cost yang akan dikeluarkan menjadi lebih banyak. Pilihan yang diambil calon
gubernur incumbent dengan mengeluarkan Pergub Jatim No. 55 Tahun 2012 berdasarkan atas
perkiraan kalkulasi untung-rugi yang diperoleh gubernur, antara lain: Keuntungan yang
mungkin didapat calon gubernur incumbent diantaranya:
1.

Mendapatkan

akses

untuk

memobilisasi

massa

secara

besar-besaran

dengan

memanfaatan jaringan para ulama di Sampang dan di daerah lainnya di Jawa Timur;
2.

Mendapat dukungan suara dari masyarakat Jawa timur khususnya masyarakat Sampang;

3.

Memiliki kesempatan lebih besar dalam pemenangan pemilihan calon gubernur.

Sedangkan kerugian yang mungkin harus ditanggung calon gubernur incumbent diantaranya:
1.

Mendapat respon negatif dari kalangan masyarakat karena peraturan yang dikeluarkan
dianggap inskonstitusi;

2.

Menambah tugas pemerintah dalam menangani kelanjutan konflik yang ada dengan
merelokasi warga syiah di pengungsian.

3.

Penambahan anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk biaya hidup pengungsi.

Penutup
Dari uraian dan analisis sebelumnya, konflik yang terjadi di Sampang merupakan
konflik antar elit politik lokal Sampang yang berkolaborasi dengan elit lokal tingkatan
provinsi. Konflik yang terjadi tidaklah lahir dari ruang tanpa kepentingan. Konflik ini lahir
karena ada beberapa faktor yang berpengaruh, seperti faktor ekonomi, politik, sosial, maupun
agama. Konflik yang sebenarnya terjadi di Sampang bukan konflik grassroot tetapi konflik
antar elit lokal yang mempertahankan pengaruh diwilayahnya. Dengan kondisi daerah dengan
tingkat patronase yang masih tinggi pengaruh merupakan salah satu hal yang krusial bagi
para elit lokal.

Dilihat dari konsep rational choice, keputusan calon gubernur incumbent dengan
mengeluarkan Pergub Jatim No. 55 Tahun 2012 merupakan sebuah pilihan yang rasional. Hal
ini dapat dibuktikan melalui kalkulasi untung rugi dan faktor-faktor lain yang mendorong
terjadinya sebuah lobby politik. Dari kalkulasi untung rugi untuk memenuhi kepentingan
jangka pendeknya jelas hal ini menguntungkan calon gubernur incumbent untuk mendapatkan
akses yang lebih besar untuk memobilisasi massa secara besar-besaran dengan memanfaakan
jaringan para ulama di Sampang dan di daerah lainnya di Jawa Timur, mendapat dukungan
suara dari masyarakat Jawa timur khususnya masyarakat Sampang, dan memiliki kesempatan
lebih besar dalam pemenangan pemilihan calon gubernur.
Pengambilan kebijakan dengan keluarnya Pergub Jatim No. 55 Tahun 2012
menggunakan pendekatan demokratis yaitu kebaikan bagi sebagian besar orang. Arah
kebijakan yang diputuskan adalah kebijakan yang memberikan manfaat bagi mayoritas publik
daripada sebagian kecil publik. Namun kebijakan ini bias elit, bagaimanapun juga
pengambilan keputusan adalah elit. Kebijakan publik yang diambil pada akhirnya
menguntungkan kelompok elit daripada publik itu sendiri. Dikeluarkannya Pergub pada
awalnya adalah untuk kepentingan publik yaitu untuk menjaga ketertiban, ketentraman dan
kedamaian bagi masyarakat Jawa Timur. Namun akhirnya kepentingan publik menjadi
kepentingan elit lokal untuk mengusir warga syiah di Sampang dan kepentingan politik calon
gubernur incumbent untuk pemenangan pemilihan gubernur tahun 2013.

Daftar Pustaka
Sumber Buku
Aminah, Siti, 2014, Kuasa Negara Pada Ranah Politik Lokal, Jakarta: Kencana Predana
Media Group.
Azizah,

Nurul,

3013,

Artikulasi

Politik

Santri

Dari

Kyai

Menjadi

Bupati,

Yogjakarta:Pustaka Pelajar
Budiarjo, Miriam, 1988, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia.
Effendi, A.Mansyur, 1994, Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum
Nasional dan Internasional, Jakarta: Ghalia Indonesia
Jim Schiller (ed), 2003, Jalan Terjal Reformasi Lokal Dinamika Politik di Indonesia,
Yogyakarta: CV. Jogja Global Media.
Marzali, Amri, 2003, Perbedaan Etnis Dalam Konflik: Sebuah Analisis Sosio-Ekonomi
Terhadap Kekerasan di Kalimantan (Konflik Komunal di Indonesia saat ini),
Indonesian-Netherland Cooperation in Islamic Studies (INIS) Universiteit Leiden
Gahral Adian, Donny, 2011, Teori Militansi Esai-Esai Politik Radikal, Depok: Koekoesan
Muluk, Tajul, Quod Relevatum Pledoi Ust. Tajul Muluk Demi Mengungkap Kebohongan
Fakta, Surabaya: CMARS
Nugroho, Riant, 2009, Public Policy, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Nugroho, Riant, 2014, Public Policy, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Nurhasim, Moch., 2005, Konflik Antar Elit Politik Lokal Dalam Pemilihan Kepala
Daerah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
SD, Soenarko, 2000, Public Policy Pengertian Pokok Untuk Memahami dan Analisa
Kebijaksanaan Pemerintah, Surabaya: Airlangga University Press.
Soekanto, Soerjono, 2005, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suyanto, Bagong, 2005, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan,
Jakarta: Predana Media
Varma, SP., 2007, Teori Politik Modern, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wibawa, Samodra, 1994, Kebijakan Publik Proses dan Analisis, Jakarta: Intermedia.
William Chang, 2003, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama, (Konflik Komunal di
Indonesia saat ini), Indonesian-Netherland Cooperation in Islamic Studies (INIS)
Universiteit Leiden

Sumber E-Book
Brian Skyrms, U.C. Irvine, 2001, The Stag Hunt, Pasific Division of the American
Philosophical Association
Sumber Presentasi
Janty Jie, 2012, Stag Hunt Game Theory, Dipresentasikan dalam mata kuliah Rekayasa
Politik, Malang, Indonesia
Makalah/Jurnal
Direktorat Jenderal HAM, 2012, Tentang Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan.
Makalah ini dipresentasikan dalam Focus Group Discusion, Jakarta
Abdur Rozaki, 2009, Sosial Origin dan Politik Kuasa Blater di Madura, Universitas Islam
Negeri sunan Kalijaga Yogjakarta, Kyoto Review of Southeast Asia Issue
Haryanto, 2009, Elit Politik Lokal dalam Perubahan Sistem Demokrasi, Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (JSP), Vol. 13, No. 2
Laporan
Laporan Human Right Watch, Atas Nama Agama: Pelanggaran Terhadap Minoritas
Agama di Indonesia, Printed in the United States of America
Laporan KontraS, 2012, Investigasi dan Pemantauan Kasus Syi’ah Sampang, KontraS
Surabaya
Laporan The Wahid Institute, 2008, Menapaki Bangsa yang Kian Retak, Jakarta
Laporan The Wahid Institute, 2011, Lampu Merah Kebebasan Beragama, Jakarta
Laporan The Wahid Institute, 2012, Laporan Akhir Tahun Kebebasan Beragama dan
Intoleransi, Jakarta
Laporan The Wahid Institute, 2013, Laporan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan,
Jakarta
Laporan Solidaritas Perempuan dan KontraS, 2014, Laporan Hak Asasi Manusia:
Pelanggaran HAM dan HAM Berat Dalam Kasus-Kasus Kebebasan Beragama,
Berkeyakinan dan Beribadah di Indonesia, Jakarta
Laporan LPSK, Komnas Perempuan, KPAI, Komnas HAM, 2013, Laporan Tim Temuan
dan Rekomendasi (TTR) Tentang Penyerangan Terhadap Penganut Syiah Di
Sampang Madura, Jakarta

Sumber Peraturan Gubernur
Peratura Gubernur Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan
Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur
Sumber Fatwa
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur No. Kep-01/SKFMUI/JTM/I/2012
Sumber Artikel Koran, Majalah dan Media Online
Abdul Azis, 2011, Kapolres Sampang: Kasus Syiah Karena Faktor Sentimen, Diakses:
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/69112/kapolres-sampang-kasus-syiahkarena-faktor-sentimen
Aditya Revianur, 2012, Yenny Wahid: Warga Syiah Dipindah, Apa Guna Konstitusi?,
Diakses:Http://regional.kompas.com/read/2012/09/07/19511216/Yenny.Wahid.Warg
a.Syiah.Dipindah.Apa.Gunanya.Kostitusi
Aditya Revianur, 2012, Din: Muhammadiyah Keberatan Fatwa Sesat Syiah,
Diakses:http://nasional.kompas.com/read/2012/09/07/09330267/Din.Muhammadiya
h.Keberatan.Fatwa.Sesat.Syiah
Agus Supriyanto, Mustofa Bisri, Sony Wignya Wibawa, Terkurung Di Kampung Sendiri,
Tempo, 23 Desember 2012
Agus Supriyanto, Musthofa Bisri, Arief Rizqi Hidayat, Yang Terbuang Ke Jemundo,
Tempo, 2013
Aries Setiawan, 2011, MUI Jatim: Syiah di Madura Seperti Bom Waktu.
Diakses:http://nasional.news.viva.co.id/news/read/275832-mui-jatim--syiah-dimadura-sebagai-bom-waktu
Brian Padden dan Dewi Sitopul, 2011, Tidak Adanya Toleransi Keagamaan Ancam
Pembangunan Demokrasi di Indonesia,
Diakses: http://www.voaindonesia.com/content/tak-adanya-toleransi-keagamaanancam-pembangunan-demokrasi-di-indonesia 116263554/89867.html
Eko Prasetya, 2013, Sudah 9 bulan, 42 anak pengungsi Syiah tidak dapat pendidikan,
Diakses: www.merdeka.com/peristiwa/sudah-9-bulan-42-anak-pengungsi-syiahtidak-dapat-pendidikan.html
Faza Dhora Nailufar, 2013, Pudarnya Politik Patron Kyai di Jawa Timur, Harian Sindo, 2
April 2013

Feri Ferdiansyah, Lantaran si Adik Gagal Menikahi Gadis Pujaan, Jawa Pos, 30 Agustus
2012
Jimhur Saros, 2012, Ditempat Pengungsian, Penganut Aliran Syiah Terus Diteror,
Diakses: http://maduracorner.com/ditempat-pengungsian-penganut-aliran-syiahterusditeror/pangungsi/
Indra Harsaputra and Wahyoe Boediwardana, 2012, Sampang court rejects Shiite cleric’s
objection,
Diakses: http://www.thejakartapost.com/news/2012/05/23/sampang-court-rejectsshiite-cleric-s-objection.html
Jeremy Manchik, 2011, The Origins of Intolerance to Ward Ahmadiyah, Diakses:
http://www.thejakartapost.com/news/2012/02/10/the-origins-intolerance-wardahmadiyah.html
Rahardi Soekarno J, 2013, KarSa Vs Khofifah 2-0!,
Diakses:http://m.beritajatim.com/politik_pemerintahan/192363/karsa_vs_khofifah_2
-0!.html#.VHFH8fmUfXs
Redi Panuju, 2013, Pilgub Jatim Ditetukan Orang Madura, Koran Sindo, 21 Agustus
2013, Diakses: http://rumahopini.com/pilgub-jatim-ditentukan-orangmadura/#ixzz3JtsAYRQa
Rosdiansyah, 2012, Diakui Konferensi Internasional Ulama Islam di Mekkah Ketua
MUI Pusat: Syiah Bukan Ajaran Sesat,
Diakses:http://www.lensaindonesia.com/2012/01/01/ketua-mui-pusat-syiah-bukanajaran-sesat.html
Sabrina Asril, 2012, Nasib Pengungsi Syiah Sampang, Kemana Pemerintah?,
Diakses:http://nasional.kompas.com/read/2012/11/23/10495393/Nasib.Pengungsi.Sy
iah.Sampang..ke.Mana.Pemerintah
Zamachsari,

2013,

Front Anti Aliran

Sesat

Jatim

Sosialisasi

ke

Sampang.

http://beritajatim.com/politik_pemerintahan/185218/front_anti_aliran_sesat_jatim_s
osialisasi_ke_sampang.html#.Un3mF_nbQqd
Musibah Nodai Sampang, Jawa Pos, 27 Agustus 2012
_______2012, PWNU Jatim Dukung Fatwa MUI Sampang Soal Syiah Tajul Muluk,
Diakses: http://www.bersamadakwah.com/2012/01/pwnu-jatim-dukung-fatwa-muisampang.html
_______2012, Menag Tegaskan Syiah Bertentangan dengan Islam,
Diakses:http://www.mediaindonesai.com/read/2012/01/25/293947/293/14/MenagTegaskan-Syiah-Bertentangan-dengan-Islam.

_______ 2012, Persecution: From Lombok to Sampang,
Diakses: http://www.thejakartapost.com/news/2012/09/04/persecution-fromlombok-sampang.html
_______ 2013, Karsa Unggul 141.499 Suara di Sampang Madura, Diakses:
http://indonesiarayanews.com/read/2013/08/30/80889/news-nusantara-08-30-201302-56-pilgub-jatim-karsa-menang-tipis-atas-berkah-di-pamekasanmadura#ixzz3JtsLuuxb
Sumber Internet
Embassy of the United States Jakarta, 2010, Laporan Kebebasan Agama Internasional,
indonesian.jakarta.usembassy.gov/id/news/key-reports/
laporan-kebebasan-beragama.html
Fitri Mohan, 2013, Hertasning Ichlas: Kasus Syiah Sampang Adalah Bagian Dari
Transaksi Politik,
Diakses: http://indoprogress.com/2013/08/hertasning-ichlas-kasus-syiah-sampangadalah-bagian-dari-transaksi-politik/
Janty Jie, 2014, Ersten Mai, Nazi Frei! Satu Mei tanpa Nazi!,
Diakses:http://www.siperubahan.com/read/441/Ersten-Mai-Nazi-Frei--Satu-Meitanpa-NaziKementerian Agama Jawa Timur, 2012, Silaturahim Ulama dan Umara Menyikapi
Masalah Syiah,
Diakses:http://jatim.kemenag.go.id/file/file/mimbar307/pyca133600031.
Pdf
Pemprov Jatim, 2013, KPU Tetapkan Dpt Pemilukada Jatim Sebanyak 30.019.300
Orang, Diakses: http://www.jatimprov.go.id/site/kpu-tetapkan-dpt-pemilukadajatim-sebanyak-30-019-300-orang/
Iga Lombok, Konflik Sampang Syiah-Sunni atau Konflik Kepentingan?, Diakses:
https://jurnalsrigunting.com/tag/atau/
Thesis
M. Fikri, AR, MA, Konflik Agama dan Konstruksi New Media (Kajian Kritis
Pemberitaan Konflik Cikeusik) Thesis Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM