MAKALAH PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT (1)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap negara harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan
fundamen atau pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan
menguatkan berdirinya negara itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, beraikbat
lemahnya negara tersebut. Sebagai dasar negara Indonesia, Pancasila sering
disebut sebagai dasar falsafah negara (filosofische gronslag dari negara), Staats
fundamentele norm, weltanschauung dan juga diartikan sebagai ideologi negara
(staatsidee).
Negara kita Indonesia. Dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan
bernegara ini dilandasi oleh filsafat atau ideologi pancasila. Fundamen negara
ini harus tetap kuat dan kokoh serta tidak mungkin diubah. Mengubah
fundamen, dasar, atau ideology berarti mengubah eksistensi dan sifat negara.
Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut kuat atau lemahnya bangsa itu
berpegang kepada dasar negaranya.
Namun, pada era globalisasi sekarang iini tidak sedikit masyarakat yang
mengetahui bahkan memaknai apa kedudukan pancasila sebagai dasar dan
idiologi negara. Masyarakat sekarang seperti kehilangan pandangan hidup yang
sesungguhnya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan rimusan masalah sebagai
berikut;
1. Apa penngertian filsafat pancasila?
2. Apa dan bagamaina kedudukan pancasila sebagai dasar dan idiologi
negara?
3. Apa dan bagamaina pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
sehari-hari?
C. Tujuan
1. Menngetahui apa yang dimaksud dengan filsafat pancasila.
2. Megetahui kedudukan pancasila sebagai idiologi negara.
3. Menngetahui bagaimana pengamalan nilai-nilai pancaila dalam
kehidupan sehari-hari
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pancasila
Pengertian Filsafat Pancasila Pancasila dikenal sebagai filosofi
Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah
diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia.

Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa
diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga
Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.
Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato
Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni
Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi
kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme,
universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi
parlementer, dan nasionalisme
Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955
sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu
menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang
diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India
(Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno
“Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial”
terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung
atau mempropagandakan “Persatuan”.
Filsafat Pancasila versi Soeharto

Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuffilsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan
diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan
“Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli
Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir
Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa
filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono,
Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam,
Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono,
Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara
umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari

bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu
(kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil,
paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.

B. Kedudukan dan Fungsi Pancasila sebagai Dasar dan Idiologi
Negara
a. Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci
sebagai berikut:

1. Pancasila sebagai dasra negara merupakan sumber
dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum)
Indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan
asas kerokhanian tertib hukum Indonesia yang dalam
pembukaan UUD 1945 dijelmakan lebih lanjut ke
dalam empat pokok pikiran.
2. Meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945
3. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar
negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak
tertulis).
4. Mengandung norma yang mengharuskan UUD
menngandung isi yang mewajibkan pemerintah dll
penyelenggara negara (termasuk para penyelenggara
partai dan gollongan fungsional) memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur. Hal ini sebagaimana
tercantum dalam pokok pikiran keempat yang
bunyinya “....Negara berdasarkan atas Ketuhanan
yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.”
5. Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945, bagi

penyelenggara negara, parapelaksana pemerintahan
(juga para penyelennggara [artai dan golongan
fungsional). Hal ini dapat dipahami karena semangat
adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggara
an negara, karena masyarakat dan negara Indonesia
senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan
perkembangan zaman dan dinamika masyarakat.
Dengan ssemangat yang bersumber pada asas

kerokhanian negara sebagai pandangan hidup bangsa,
maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap
diliputi dan diarahkan asas kerokhanian negara.
Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentuk negara
bahwa tujuan utama dirumuskannya pancasila adalah
sebagai dasar negara Republik Indonesia. Oleh karena itu
fungsi pokok pancasila adalah sebagai dasar negara RI.
Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, pernah
ditetapkan dalam ketetapan No.XX/MPRS/1996
demikian juga dalam ketetapan No. V/MPR/1973.

Dijelaskan bahwa pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum serta cita-cita moral yang meliputi
suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia.
Selanjutnya dikatakan bahwa tersebut meliputi cita-cita
mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa,
perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional
dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan
tujuan negara, cita-cita moral mengenai kehidupan
kemasyarakatan dan keagamaan sebagai
pengejawantahan dari budi nurani manusia. Dalam
proses reformasi dewasa ini MPR melalui sidang
istimewa tahun 1998, mengembalikan kedudukan
pancasila sebagai dasar negara RI yang tertuang dalam
Tap. No. XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala
agenda dalam proses reformasi, meliputi berbagai bidang
selain mendasarkan pada kenyataan aspirasi rakyat (sila
IV) juga harus mendasar pada nilai-nilai yanng
terkandung dalam pancasila. Reformasi tidak mungkin
menyimpang dari nilai Ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, Kerakyatan serta keadilan, bahkan bersumber

kepadanya.

b. Pancasila sebagai idiologi bangsa dan negara

Manusia dalam mewujudkan tujuannya untuk meningkatkan
harkat dan martabatnya, dalam kenyataannya senantiasa
membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, manusia
membutuhkan suatu lembaga bersama untuk melindungi
haknya, dan dalam pengertian ilmiah manusia membentuk
suatu negara. Negara sebagai lembaga kemasyarakatan,
sebagai organisasi hidup manusia senantiasa memiliki citacita harapan, ide-ide serta pemikiran-pemikiran yang secara
bersama merupakan suatu orientasi yang bersifat dasariah
bagi semua tindakan dalam hidup kenegaraan. Kompleks
pengetahuan yang berupa idde-ide, pemikiran-pemikiran,
gagasan-gagasan, harapan serta cita-cita tersebut merupakan
suatu nilai yang dianggap benar dan memiliki derajad yang
tertinggi dalam suatu negara. Hal ini merupakan suatu
landasan bagi seluruh warga negara unuk memahami alam
serta menentukan sikap dasar untuk bertindak dalam
hidupnya. Pada hakikatnya idiologi merupakan hasil refleksi

manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi
terhadap dunia kehidupannya. Maka terdapat suatu yang
bersifat dialektis antara idiologi denngan masyarakat negara.
Di satu pihak membuat idiologi semakin reallistis dan di
pihak lain mendorong masyarakat makin mendekati bentuk
yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berpikir
masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk
masyarakat menuju cita-citanya (Poespowardojo, 1991).
Dengan demikian idiologi sangat menentukan eksistensi
suatu bangsa dan negara untuk mencapai tujuannya melalui
berbagai realisasi pembangunan. Hal ini disebabkan dalam
idiologi terkandung suatu orientasi praksis. Selain sebagai
sumber motivasi idiologi juga merupakan sumber semangat
dalam berbagai kehidupan bernegara. Idiologi akan menjadi
realistis manakala terjadi orientasi yang bersifat dinamis
antara masyarakat bangsa dengan idiologi, dengan demikian
idiologi akan bersifat terbuka antisipatif bahkan bersifat
reformatif dalam arti senantiasa mampu mengadaptasi
perubahan-perubahan sesuai dengan aspirasi bangsanya.
Namun jika idiologi diletakkan sebagai nilai yang sakral


bahkan diletakkan sebagai alat legitimasi kekuasaan maka
dapat dipastikan idiologi akan menjadi tertutup, kaku, beku,
dogmatis, dan menguasai kehidupan bangsanya. Oleh karena
itu agar idiologi benar-benarmampu menampung aspirasi
para pendukungnya untuk mencapai tujuan dalam
bermasyarakat dan bernegara maka idiologi haruslah bersifat
dinamis, terbuka, antisipatif yang senantiasa mampu
mengadaptasikan dirinya dengan perkembangan zaman.
Inilah peran penting idiologi bagi banga dan negara agar
bangsa dapat mempertahankan eksistensinya.
C. Pengamalan Nilia-nilai Pancasila dalam Kehidupan sehari-hari
Pancasila tidak akan memiliki makna tanpa pengamalan. Pancasila
bukan sekedar simbol persatuan dan kebanggaan bangsa. Tetapi,
Pancasila adalah acuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Oleh karena itu, kita wajib mengamalkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Tingkah laku sehari-hari
kita harus mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Untuk
mengamalkan Pancasila kita tidak harus menjadi aparat negara.
Kita juga tidak harus menjadi tentara dan mengangkat senjata. Kita

dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila di lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Kita dapat memulai dari hal-hal kecil
dalam keluarga. Misalnya melakukan musyawarah keluarga. Setiap
keluarga pasti mempunyai masalah. Nah, masalah dalam keluarga
akan terselesaikan dengan baik melalui musyawarah. Kalian dapat
belajar menyatukan pendapat dan menghargai perbedaan dalam
keluarga. Biasakanlah melakukannya dalam keluarga.
Dalam lingkungan sekolah pun kita harus membiasakan
bermusyawarah. Hal ini penting karena teman-teman kita berbedabeda. Berbagai perbedaan akan lebih mudah disatukan
bermusyawarah. Permasalahan yang berat pun akan terasa ringan.
Keputusan yang diambil pun menjadi keputusan bersama. Hal itu
akan mempererat semangat kebersamaan di sekolah. Tanpa
musyawarah, perbedaan bukannya saling melengkapi. Tetapi,
justru akan saling bertentangan. Oleh karena itu, kita harus terbiasa
bermusyawarah di sekolah. Kerukunan hidup di lingkungan
sekolah akan terjaga. Dengan demikian, kalian tidak akan kesulitan

menghadapi dalam lingkungan yang lebih luas. Berawal dari
keluarga kemudian meningkat dalam sekolah, masyarakat, bangsa,
dan negara.

1. Pengamalan Pancasila dalam Rangka Menghargai Perbedaan
Pancasila dirumuskan dalam semangat kebersamaan. Salah satunya
terwujud dalam sikap menghargai perbedaan. Perbedaan pendapat
tidak menjadi hambatan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih
baik. Hal itu merupakan sikap yang harus kita tiru. Pada waktu itu
bangsa Indonesia belum memiliki dasar negara. Tetapi, sikap para
tokoh telah mencerminkan semangat kebersamaan dan jiwa ksatria.
Mereka bersedia menerima perbedaaan apa pun ketika proses
perumusan dasar negara berlangsung. Nah, sekarang kita telah
memiliki Pancasila sebagai dasar negara yang kuat. Kekuatan
Pancasila telah terbukti selama berdirinya negara Indonesia.
Pancasila mampu menyatukan seluruh bangsa Indonesia. Pancasila
juga mampu bertahan menghadapi rongrongan pemberontak. Oleh
karena itu, kita harus bangga memiliki dasar negara yang kuat. Kita
harus dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satunya adalah menghargai perbedaan. Kita
harus memiliki sikap menghargai perbedaan seperti dalam
perumusan Pancasila. Kita harus menyadari bahwa negara kita
terdiri atas beragam suku bangsa. Setiap suku Bangsa memiliki
ragam budaya yang berbeda. Perbedaan suku bangsa dan budaya
bukan menjadi penghalang untuk bersatu. Tetapi, justru perbedaan
itu akan menjadikan persatuan negara kita kuat seperti Pancasila.
2. Pengamalan Pancasila dalam Wujud Sikap Toleransi
Mengamalkan pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (falsafah
hidup bangsa) berarti melaksanakan pancasila dalam kehidupan
sehari-hari , menggunakan pancasila sebagai petunjuk hidup
sehari-hari , agar hidup kita dapat mencapai kesejahteraan dan
kebahagian lahir dan batin.
Pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari ini adalah
sangat penting karena dengan demikian diharapkan adanya tata
kehidupan yang serasi (harmonis).
Bahwa pengamalan pancasila secara utuh (5 sila) tersebut adalah

merupakan menjadi syarat penting bagi terwujudnya cita-cita
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pedoman pelaksanaan pengamalan pancasila dilakukan agar
Pancasila sungguh-sungguh dihayati dan diamalkan oleh segenap
warga negara, baik dalam kehidupan orang seorang maupun dalam
kehidupan kemasyarakatan. Oleh sebab itu, diharapkan lebih
terarah usaha-usaha pembinaan manusia Indonesia agar menjadi
insan Pancasila dan pembangunan bangsa untuk mewujudkan
masyarakat Pancasila.
1. Jalur-jalur yang digunakan
1) Jalur pendidikan
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
pengamalan Pancasila, baik pendidikan formal (sekolah-sekolah)
mapun pendidikan nonformal (di keluarga dan lingkungan
masyarakat), keduanya sangat erat kaitanya dengan kehidupan
manusia.
Dalam pendidikan formal semua tindak-perbuatannya haruslah
mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Dalam pendidikan
keluarga pengamalan Pancasila harus ditanamkan dan
dikembangkan sejak anak-anak masih kecil, sehingga proses
pendarah-dagingan nilai-nilai Pancasila dengan baik dan menuntut
suasana keluarga yang mendukung. Lingkungan masyarakat juga
turut menentukansehingga harus dibina dengan sungguh-sungguh
supaya menjadi tempat yang subur bagi pelaksanaan pengamalan
Pancasila.
Melalui pendidikan inilah anak-anak didik menyerap nilai-nilai
moral Pancasila. Penyerapan nilai-nilai moral Pacasila diarahkan
berjalan melalui pemahaman dari pemikiran dan dan pengamalan
secara pribadi. Sasaran pelaksanaan pedomaan pengamalan
Pancasila adalah perorangan, keluarga, masyarakat, baik
dilingkungan tempat tinggal masing-masing, maupun di
lingkungan tempat bekerja.
2) Jalur media massa
Peranan media massa sangat menjanjikan karena pengaruh media
massa dari dahulu sampai sekarang sangat kuat, baik dalam
pembentukan karakter yang positif maupun karakter yang negatif,

sasaran media massa sangat luas mulai dari anak-anak hingga
orang tua. Sosialisasi melalui media massa begitu cepat dan
menarik sehingga semua kalangan bisa menikmati baik melalui
pers, radio, televisi dan internet. Hal itu membuka peluang besar
golongan tertentu menerima sosialisasi yang seharusnya belum
saatnya mereka terima dan juga masuknya sosialisasi yang tidak
bersifat membangun. Media massa adalah jalur pendidikan dalam
arti luas dan peranannya begitu penting sehingga perlu mendapat
penonjolan tersendiri sebagai pola pedoman pengamalan Pancasila.
Sehingga dalam menggunakan media massa tersebut harus dijaga
agar tidak merusak mental bangsa dan harus seoptimal mungkin
penggunaannya untuk sosialisasi pembentukan kepribadian bangsa
yang pancasilais. Jadi, untuk sosialisasi-sosialisasi yang
mengancam penanaman pengamalan Pancasila harus disensor.
3) Jalur organisasi sosial politik
Pengamalan Pacansila harus diterapkan dalam setiap elemen
bangsa dan negara Indonesia. Organisasi sosial politik adalah
wadah pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya masingmasing sesuai dengan keahliannya, peran dan tanggung jawabnya.
Sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial politik seperti
para pegawai Republik Indonesia harus mengikuti pedoman
pengmalan Pancasial agar berkepribadian Pancasila karena mereka
selain warga negara Indonesia, abdi masyarakat juga sebagai abdi
masyarakat, dengan begitu maka segala kendala akan mudah
dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa Indonesia akan
terwujud.
2. Penciptaan suasana yang menunjang
1) Kebijaksanaan pemerintah dan peraturan perundang-undangan
Penjabaran kebijaksanaan pemerintah dan perundang-undangan
merupakan salah satu jalur yang dapat memperlancar pelaksanaan
pedoman pengamalan pancasila dimana aspek sanksi atau
penegakan hukm mendpat penekanan khusus.
2) Aparatur negara
Rakyat hendaklah berpartisipasi aktif di dalam menciptakan
suasana dan keadaan yang mendorong pelaksanaan pedoman
pengamalan Pancasila. Dan aparatur pemerintah sebagai pelaksana
dan pengabdi kepentingan rakyat harus memahami dan mengatasi

permasalahan-permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Sarana
dan prasarana dalam pelaksanaan pengamalan Pacasila perlu
disediakan dan memfungsikan lembaga-lembaga kenegaraan,
khususnya lembaga penegak hukum dalam menjamin hak-hak
warga negaranya dan melindungi dari perbutan-perbuatan tercela.
3) Kepemimpinan dan pemimpin masyarakat
Peranan kepemimpinan dan pemimpin masyarakat, baik pemimpin
formal maupun informal sangat penting dalam pelaksanaan
pedoman pengamalan. Mereka dapat menyampaikan bagaimana
pola Dengan pelaksanaan pedoman pengamalan Pancasila dan
menyuruh bawahan atau umatnya untuk mengikuti pola pedoman
pelaksanaan Pancasila. begitu Pengamalan pancasila akan tetep les
A. Pedoman Pengamalan Pancasila
Pedoman dalam penghayatan dan pengamalan pancasila
dituangkan dalam ketetapan No.II/MPR/1978. Penjabaran
ketetapan MPR itu adalah (Noor Ms. Bakry: 1994, 183-185):
1. Sila ketuhanan Yang Maha Esa
1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agamanya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
2) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama
antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
3) Mengembangkan saling hormat menghormati kemerdekaan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4) Menghargai setiap bentuk ajaran agama, dan tidak boleh
memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab
1) Mengakui dan memperlakukan manusia dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2) Memandang persamaan derajat, hak dan kewajiban antara
sesama manusia tanpa membedakan suku, turunan dan kedudukan
sosial.
3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tepa
selira dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
4) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan

kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan berani membela kebenaran dan
keadilan.
5) Merasa sebagai bagian dari seluruh umat manusia dan karena itu
berkewajiban mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain.
3. Sila persatuan indonesia
1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
2) Cinta tanah air dan bangsa Indonesia, sehingga sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa, apabila
diperlukan.
3) Bangga sebagai bangsa Indonesia ber-Tanah air Indonesia dalam
rangka memelihara ketertiban dunia.
4) Mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan atas dasar
Bhinneka Tunggal Ika dalam memajukan pergaulan hidup bersama.
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
1) Sebagai warga negara dan warga-masyarakat Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2) Keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlabih
dahulu diadakan musyawarah, dan keputusan musyawarah
diusahakan secara mufakat, diliputi oleh semangat kekeluargaan.
3) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan
musyawarah dan melaksanakannya dengan itikad baik dan rasa
tanggungjawab.
4) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan hati nurani yang
luhur, dengan mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat,
serta tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
5) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia, serta nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.
5. Sila keadilan bagi seluruh rakyat indonesia
1) Menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan
keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat indonesia.
2) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur menceminkan

sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
3) Bersikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara
hak dan kewajiban serta menghormati ha-hak orang lain.
4) Memupuk sikap suka memberi pertolongan kepada orang lain
yang membutuhkan agar dapat berdiri sendiri, tidak menggunakan
hak milik untuk pemerasan, pemborosan, bergaya hidup mewah
dan perbuatan lain yang bertentangan dan merugikan kepentingan
umum.
5) Memupuk sikap suka bekerja keras dan menghargai karya orang
lain yang bermanfaat, serta bersama-sama mewujudkan kemajuan
yang merata dan kesejahteraan bersama.

BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala
sumber hukum, meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945,
mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara,
mengandung norma dan merupakan sumber semangat bagi
UUD 1945. Sedangkan pancasila sebagai idiologi bangsa
merupaka landasan bagi seluruh warga negara, menentukan
eksistensi suatu bangsa dan negara, sumber motivasi, mampu
menampung aspirasi para pendukungnya. Pengamalan nilainilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan
dengan membiasakan diri bemusyawarah. Diawali dalam
lingkup keluaarga kemudian menuju ke sekolah dan lingkungan
sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Kaelan.Pendidikan Pancasila.2010.paradigma:yogyakarta