dasar kebenaran dan kriteria kebenaran.d

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu adalah susunan sistematik berdasarkan kaidah normatif tertentu
terhadap ketrampilan pengertian, pemahaman, ataupun pengetahuan. Ilmu
dibedakan menjadi dua, yaitu ilmu pengetahuan dan ilmu non pengetahuan. Ilmu
pengetahuan adalah ilmu yang diperoleh dan dikembangkan dengan mengolah dan
memikirkan realita yang berasal dari luar diri manusia dengan cara menerapkan
metode ilmiah. Sedangkan ilmu non pengetahuan, seperti misalnya pencak silat,
bela diri, kebatinan, matematika, dan lain sebagainya adalah ilmu yang diperolah
dan dikembangkan secara sistematik terhadap kemampuan diri manusia, ataupun
terhadap ide dialam pikir manusia.1
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) pengetahuan diartikan
sebagai “segala sesuatu yang diketahui/ kepandaian; ataupunsegala sesuatu yang
diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran) disekolah. Pengetahuan
diperoleh dari hasrat ingin tahu. Semakin besar hasrat ingin tahu manusia maka
akan semakin besar pula pengetahuannya. Pengetahuan itu sendiri diperoleh dari
pengalaman manusia terhadap diri dan lingkungan hidupnya. Pengetahuan yang
diperoleh melalui pengalaman ini berbeda dengan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan ilmiah,
yakni melalui penyelidikan yang sistematik, terkontrol, dan bersifat empiris atas

suatu relasi fenomena alam.2
Manusia memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara. Bila hanya
sekedar ingin tahu tentang sesuatu, cukup dengna menggunakan pertanyaan secara
sederhana. Namun disamping itu, adakalanya pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman yang berulang-ulang terhadap sesuatu peristiwa atau kejadian. Seperti
1 Peter Soedojo, Pengantar Sejarah dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press), 2004. Hlm 33.
2 H. Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), 2013. Hlm
83.

halnya petani dan nelayan yang memperoleh pengetahuan mengenai bertani dan
menangkap ikan dengan cara yang seperti itu. Adakalnya pula pengetahuan yang
diperoleh dengan percobaan yang sederhana atau hasil coba-coba.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan secara khusus pengertian beberapa
term yang terkait. Pembahasan-pembahasan tersebut mengenai dasar-dasar
pengetahuan dan kriteria kebenaran. Untuk itu kita perlu mengetahui:
1. Apa pengertian ilmu pengetahuan?
2. Apakah dasar-dasar pengetahuan?
3. Bagaimanakah yang dikatakan dengan kriteria kebenaran?

C. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap agar para pembaca dapat
mengetahui apa itu pengertian ilmu pengetahuan, bagaimana yang dikatakan
dengan kriteria kebenaran dan dasar pengetahuan.
.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetahuan
Manusia adalah makhluk berpikir yang selalu ingin tahu tentang sesuatu.
Rasa ingin tahu mendorong manusia mengemukakan pertanyaan. Bertanya

tentang dirinya, lingkungannya, bahkan berbagai peristiwa disekitarnya. Manusia
mengumpulkan pengetahuan dengan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengetahuan adalah produk dari tahu,
yakni mengerti sesudah melihat, menyeksikan dan mengalami.3
Secara etimologi, pengetahuan berasal dari bahasa inggris yaitu
knowledge. Sedangkan secara terminologi dikemukakan beberapa pengertian
mengenai pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang
diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari

kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan merupakan proses dari
usaha manusia untuk tahu.4
Melalui proses ingin tahu itu pula manusia mencoba mengenal,
mempelajari, dan memehami alam sekelilingnya. Proses memperoleh pengetahuan
ini terkesan sangat sederhana, dimulai dengan pengamatan terhadap gejala alam
ataupun peristiwa yang terjadi disekitar. Kemudian dicari hubungan sebab akibat,
lalu diambil kesimpulan tanpa dilakukan analisis dan pengujian lebih lanjut
berdasarkan prosedur keilmuan. Oleh karena itu, bisa saja kesimpulan yang
diambil meruapakn kebenaran yang bersifat sementara ataupun kebetulan.
Dalam kasus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.
Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki (objek) yang diketahui
dalam dirinya sendiri yang tersusun dalam kesatuan aktif.

Lebih lanjut lagi

dijelaskan bahwa pengetahuan dalam arti luas berarti semua kehadiran
internasional objek dalam subjek. Namun dalam arti sempit dan berbeda dengan
imajinasi atau pemikiran belaka, pengetahuan hanya berati kebenaran atau sebuah
putusan yang pasti.

B. Ilmu pengetahuan

3H . Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), 2013. Hlm
85.
4 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), 2013. Hlm 85.

Pengetahuan dapat dikatakan ilmu pengetahuan apabila dalam proses
mendapatkannya digunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan yang merupakan
gabungan antara penalaran deduktif dan induktif. Ilmu Pengetahuan pada
dasarnya adalah kelanjutan konseptual dan ciri-ciri “ingin tahu” sebagai kodrat
manusiawi. Ilmu pengetahuan bertujuan untuk mengonseptualisasikan fenomenafenomena alam dalam sebab-sebab, dalam urutan sebab-akibat, dan mencari asasasas umum. Prosedurnya diawali oleh berbagai observasi, kemudian diikuti oleh
klasifikasi, kuantifikasi, penemuan hubungan dan perkiraan kebenaran.5
Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah
pengetahuan, maka dalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai
pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin Salam mengemukakan bahwa
pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu:
a.
b.
c.
d.


Pengetahuan biasa (common sense)
Pengetahuan Ilmu (science)
Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan Agama

Jadi perbedaan antara pengetahuan dan ilmu adalah jika pengetahuan
(knowledge) adalah hasil tahu manusia untuk memahami suatu objek tertentu,
sedangkan ilmu (science) adalah pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis.6
Dalam perkembangannya lebih lanjut di Indonesia, pengetahuan
disamakan artinya dengan ilmu, karena dalam bahasa arab ilu berasal dari kata
‘aliman yang berarti mengetahui. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
dalam segi bahasa pengetahuan bersinonim arti dengan ilmu, sedangkan dalam
arti material, keduanya memiliki perbedaan.
Suparlan Suhartono menulis, masalah sumber-sumber pengetahuan terkait
erat dengan sebab-musabab pengetahuan. Menurutnya pengetahuan bersumber

5 H . Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), 2013. Hlm
93.
6 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), 2013. Hlm 87.


dari: (1) kepercayaan, berdasarkan tradisi, agama, adat istiadat; (2) kesaksian
orang lain; (3) panca indra (pengalaman); (4) akal pikiran; (5) istuisi.7
C. Dasar Pengetahuan
Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah adalah produk dorongan dari
rasa ingin tahu manusia yang dibangun berdasarkan syarat-syarat tertentu. Dengan
bertumpu pada persyaratan-persyaratan tersebut, ilmu pengetahuan (pengetahuan
ilmiah) dapat dibedakan dari pengetahuan biasa (alamiah). Adapun syarat-syarat
dimaksud secara garis besarnya mencakup: kerangka, sarana, dan kriteria
kebenaran.
Dasar-dasar pengetahuan yang menjadi ujung tombak berpikir ilmiah ialah
sebagai berikut:
a. Penalaran, yaitu berpikir dengan menggunakan nalar (rasio). Penalaran
ialah kegiatan berpikir menurut pola tertentu dan menurut logika tertentu
dengan tujuan untuk menghasilkan pengetahuan. Diartikan pula sebagai
cara berpikir logis dengan mengembangkan nalar bukan dengan perasaan
atau pengalaman. Adapun dalam prosesnya, nalar dibagi dua yaitu:
bernalar secara induktif dan deduktif. Penalaran induktif adalah berpikir
berdasarkan seperangkat gejala atau data yang diamati dengan menerapkan
logika induktif. Sedangkan penalaran deduktif adalah kesimpulan yang

ditarik dari pernyataan yang berisi pengetahuan.
b. Logika, yaitu pengkajian untuk berpikir secara shahih dengan proses
menarik kesimpulan dengan cara tertentu, agar diperoleh suatu kesimpulan
yang valid. Contoh menggunakan logika ini ialah model berpikir dengan
silogisme, seperti contoh:
Silogisme
Premis mayor: semua manusia akhirnya mati
Premis minor: Amir adalah manusia
7 H . Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), 2013. Hlm
101-102.

Kesimpulan: Amir akhirnya akan mati.8
D. Kriteria Kebenaran
Kebenaran

adalah

keadaan

yang


cocok

dengan

keadaan

yang

sesungguhnya. Kata “kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang
konkrit maupun abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya adalah
proposisi atau makna yang dikandung dalam suatu pernyataan (statement) yang
benar. Apabila subjek menyatakan kebenaran artinya bahwa yang diuji itu pasti
memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan nilai. Hal yang demikian
itu karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan
dan nilai itu sendiri.
Untuk menentukan sebuah pernyataan dapat dikatakan benar, ada beberapa
teori yang mengungkapkan kriteria kebenaran, yaitu teori koherensi atau
konsistensi, teori korespondensi, teori pragmatis, ontologi, epistimologi, dan
aksiologi.

1. Teori Koherensi (konsisten)
Teori koherensi ini dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti
Leibniz, Hegel dan Bradley . Menurut teori ini suatu pernyataan dianggap
benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.

Yang dimaksud dengan teori ini adalah suatu pernyataan dianggap
benar bila pernyataan itu bersifat koheren dan konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contoh lain
dalam materi geografi dijelaskan bahwa bumi ini bulat, pernyatan tersebut
benar sebab pernyataan dahulu juga menyebutkan hal yang sama.9
8 Tabrani. ZA, Persuit Epistimologi of Islamic Studies, (Yogyakarta: Penerbit Ombak),
2015. Hlm.27
9 Tabrani. ZA, Persuit Epistimologi of Islamic Studies, (Yogyakarta: Penerbit Ombak),
2015. Hlm.28

Diantara

bentuk


pengetahuan

yang

penyusunannya

dan

pembuktiannya didasarkan pada teori koherensi adalah ilmu matematika
dan turunannya. Matematika disusun pada beberapa dasar pernyataan yang
dianggap benar, yakni aksioma. Dengan mempergunakan beberapa
aksioma maka disusun suatu teorema. Diatas teorema dikembangkan
kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan system konsisten.
Contoh, 3 + 3 = 6 adalah benar karena sesuai dengan kebenaran yang
sudah disepakati bersama terutama oleh komunitas matematika.
2. Teori Korespondensi (pernyataan sesuai kenyataan)
Tokoh utamanya adalah Bertrand Rusell (1872-1970). Menurut
teori ini, suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang
dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek
yang dituju oleh pernyataan tersebut.

Kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas
objektif. Yaitu, suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu
yang selaras dengan situasi. Kebenaran ialah kesesuaian (agreement)
antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau
antara putusan (judgement) dengan situasi seputar (environmental
situation) yang diberi interpretasi.
Misalnya jika seseorang mengatakan bahwa “Ibu Kota Republik
Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah benar sebab
pernyataan itu dengan objek yang bersifat faktual yakni Jakarta yang
memang menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Dengan demikian ukuran
kebenaran menurut teori ini adalah kesesuaian antara pernyataan tentang
sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.
3. Teori Pragmatis (kegunaan di lapangan)
Teori pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914)
dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to

Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli
filsafat

yang

kebanyakan

adalah

berkebangsaan

Amerika

yang

menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahliahli filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John
Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis.
Bagi seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan
itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis
dalam kehidupan manusia.
Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada
akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia
mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh
hasilnya, dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi bagi penganut pragmatis,
batu

ujian

kebenaran

ialah

kegunaan

(utility)

dapat

dikerjakan

(workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory
consequenced).
Yang dimaksud dengan hasil yang memuaskan antara lain : (a)
Sesuatu itu benar apabila memuaskan keinginan dan tujuan manusia; (b)
Sesuatu itu benar apabila dapat diuji benar dengan eksperimen; (c) Sesuatu
itu benar apabila ia mendorong atau membantu dalam perjuangan hidup
biologis untuk tetap ada.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam
menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis
pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin
tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan
bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai
kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu

tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri
yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan.
4. Ontologi (apa yang dikaji)
Istilah ontologi secara bahasa berasal dari bahasa Yunani yaitu
ontos (sesuatu yang berwujud) dan logos (ilmu). Ontologi dalam
pengertian secara terminologi adalah kajian tentang hakikat segala sesuatu
atau realitas yang ada yang memiliki sifat yang universal, untuk
memahami adanya eksistensi. Ontologi membahas tentang yang ada yang
universal dan menampilkan pemikiran semesta yang universal. Ontologi
berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Ontologi ialah
hakikat apa yang dikaji atau ilmunya itu sendiri.
5. Epistimologi (cara mendapatkan kebenaran)
Epistimologi adalah salah satu cabang filsafat yang membicarakan
tentang asal-muasal, sumber, metode, struktur, dan validitas atau
kebenaran

pengetahuan.

Artinya

epistimologi

adalah

bagaimana

mendapatkan pengetahuan yang benar.
Dalam

kaitannya

dengan

ilmu,

landasan

epistimologi

mempertanyakan bagaimana proses diperolehnya ilmu pengetahuan,
bagaimana prosedurnya, hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang disebut dengan kebenaran
itu sendiri, apa kriterianya, dan cara atau sarana apa yang membantu dalam
proses mendapatkan ilmu pengetahuan.
Epistimologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berpikir
dan berkreasi menemukan dan mencipatakan sesuatu yang baru. Semua
bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara
epistimologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang
bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus
disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu.

6. Aksiologi (nilai guna ilmu)
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah ilmu yang
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Aksiologi
merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya
dari ilmu pengetahuan dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak akan
sia-sia selama dipergunakan dalam kebaikan.
Pada tahap-tahap tertentu terkadang ilmu harus disesuaikan denagn
nilai-nialai budaya dan moral suatu masyarakat sehingga nilai kegunaan
ilmu itu dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama.10

E. Sifat Kebenaran Ilmu
Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif,
maksudnya ialah bahwa kebenaran dari suatu teori atau lebih tinggi lagi aksioma
atau paradigma harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam
keadaan objektivannya. Kenyataan yang dimaksud adalah kenyataan yang berupa
suatu yang dapat dipakai acuan kenyataan yang pada mulanya merupakan objek
dalam pembentukan pengetahuan ilmiah itu.
Kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil persetujuan atau
konvensi dari para ilmuwan pada bidangnya. Pernyataan tersebut karena
10 Tabrani. ZA, Persuit Epistimologi of Islamic Studies, (Yogyakarta: Penerbit Ombak),
2015. Hlm. 31-36

kebenaran ilmu harus selalu merupakan kebenaran yang disepakati dalam
konvensi, maka keuniversalan sifat ilmu masih dibatasi oleh penemuan-penemuan
baru atau penemuan lain yang hasilnya menolak penemuan terdahulu atau
bertentangan sama sekali. Jika terdapat hal semacam itu maka diperlukan suatu
penelitian ulang yang mendalam. Dan, jika hasilnya memang berbeda maka
kebenaran yang lama harus diganti oleh penemuan baru atau kedua-duanya
berjalan bersama dengan kekuatan atau kebenarannya masing-masing.11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbedaan antara pengetahuan dan ilmu adalah jika pengetahuan
(knowledge) adalah hasil tahu manusia untuk memahami suatu objek tertentu,
sedangkan ilmu (science) adalah pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis.
Dasar-dasar pengetahuan yang menjadi ujung tombak berpikir ilmiah ialah
berdasarkan: (a) Penalaran, yaitu berpikir dengan menggunakan nalar (rasio), dan

11 http://alsyihab.blogspot.co.id/2010/07/blog-post.html

(b) Logika, yaitu pengkajian untuk berpikir secara shahih dengan proses menarik
kesimpulan dengan cara tertentu, agar diperoleh suatu kesimpulan yang valid.
Untuk menentukan sebuah pernyataan dapat dikatakan benar, ada beberapa
teori yang mengungkapkan kriteria kebenaran, yaitu teori koherensi atau
konsistensi, teori korespondensi, teori pragmatis, ontologi, epistimologi, dan
aksiologi.

DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal.2013. Filsafat Ilmu, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
http://alsyihab.blogspot.co.id/2010/07/blog-post.html
Jalaluddin.2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Soedojo, Peter.2004. Pengantar Sejarah dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tabrani. ZA.2015. Persuit Epistimologi of Islamic Studies, Yogyakarta: Penerbit
Ombak.