Islam dan Psikologi islam dan
ISLAM DAN PSIKOLOGI:
Kajian Metode dan Pendekatan Psikologi Islam
Oleh:
Mohammad Anwar Syi’aruddin
ABSTRAK
Kehadiran Psikologi Islam di satu sisi memberikan reaksi positif bagi serangkaian
upaya pengembangan Psikologi. Tulisan ini memiliki tujuan utama melakukan
studi kritis atas integralisasi psikologi dan Islam yang telah dilakukan oleh
paradigma Psikologi Islami. Psikologi Islam sendiri merupakan salah satu dari
kajian terhadap masalah-masalah keislaman yang memiliki kedudukan yang sama
dengan disiplin ilmu-ilmu keislaman yang lain, seperti ekonomi Islam, sosiologi
Islam, politik Islam, dan sebagainya. Setiap model psikologi memiliki kapasitasnya
sendiri-sendiri. Pada model psikologi islam, kajian psikologi Barat yang sudah
sangat maju, kiranya dapat menjadikan pelajaran penting dalam penguatan kajian
psikologi dalam Islam. Dari tulisan ini dapat diketahui bahwa ada beberapa metode
pendekatan pengkajian dan pengembangan Psikologi Islam, diantaranya dapat
ditempuh dengan dua cara yaitu metode pragmatis dan metode idealistik. Ada pula
metode yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penelitian psikologi Islam,
diantaranya; metode keyakinan (method of tenacity), rasiosinasi, otoritas (method
of authority), dan intuisi. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
membangun Psikologi Islam setidaknya melalui tiga aspek yaitu pendekatan
skriptualis, pendekatan filosofis dan pendekatan tasawufi, sebagaimana yang
pernah dipraktekkan oleh para psikolog muslim terdahulu.
Kata Kunci: Islam, Metode, Psikologi
PENDAHULUAN
Psikologi bukanlah satu-satunya ilmu yang mempelajari manusia. Ada
sosiologi, antropologi, psikiatri, kedokteran, neurologi, merupakan ilmu-ilmu lain
yang juga mengkaji manusia meski dengan fokus yang berbeda dengan psikologi.
Meskipun psikologi merupakan ilmu yang relatif baru, para ahli di sepanjang
sejarah telah banyak menulis mengenai masalah psikologi.1
Diskusi dan perdebatan di kalangan intelektual Muslim kontemporer dalam
upaya memajukan kembali superioritas dunia muslim dalam bidang ilmu
pengetahuan sangat marak adanya. Misalnya dalam perkembangan kajian di bidang
psikologi yang tidak dapat dilepaskan dari pergulatan antara warisan (turâts) dan
modernitas (hadâtsah). Keinginan para intelektual muslim kontemporer untuk
1
Yulia
Sholichatun,
‚Menelaah
Keilmuan
http://psikologi.uin-malang.ac.id, pada 13 Oktober 2015.
1
Psikologi‛.
Diakses
dari
memberikan tawaran baru dalam bidang psikologi tidak dapat dilepaskan dari
adanya keprihatian terhadap paradigma Barat yang menjadi pandangan dunia
dalam kajian psikologi modern yang bertentangan dengan pandangan dunia Islam.
Berikut yang menjadi karakteristik dasar yang umumnya dikembangkan dalam
psikologi Barat diantaranya, Pertama, menafikan dimensi Tuhan dalam kajian
psikologi; kedua, epistemologi yang digunakan terfokus pada empiris positivistik
dan empirisisme humanistik; ketiga, tidak mengungkap ruh sebagai struktur utama
kepribadian manusia; keempat, berpusat pada anthropo-sentris. Adapun beberapa
tawaran sebagai solusi atas psikologi Barat tersebut, yaitu theisme atau
desekularisasi, anthroporeligius, dan dimensi ruh sebagai struktur psikis
(kepribadian) utama manusia.2
Dimensi moralitas dan spiritualitas yang seharusnya menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari kehidupan psikologi manusia, kini seakan-akan menjadi
wacana yang asing dalam perkembangan Psikologi. Adanya fenomena tersebut
mengindikasikan bahwa dibutuhkan sebuah solusi baru sebagai alternatif baru guna
mengembalikan eksistensi psikologi yang sebenarnya. Salah satu solusi yang
dianggap signifikan adalah dengan dihadirkannya psikologi yang bernuansa agama.
Kehadiran Psikologi Islam di satu sisi memberikan reaksi positif bagi serangkaian
upaya pengembangan Psikologi, meskipun cara pandang yang digunakan menurut
cara pandang Islam. Namun sebagian psikolog ada pula yang menganggap bahwa
Psikologi Islam dikatakan sebagai diskursus yang pra ilmiah. Seiring
berkembangnya keilmuan, teori-teori Psikologi Islam lambat laun bermunculan
meskipun sebagian psikolog memberikan komentar yang bervariatif. Bahkan dalam
rentan sejarah perkembangan psikologi sendiri terdapat beberapa aliran yang
memiliki spesifikasi orientasinya sendiri-sendiri.
Tulisan ini memiliki tujuan utama melakukan studi kritis atas integralisasi
psikologi dan Islam yang telah dilakukan oleh paradigma Psikologi Islami. Lebih
khusus mengambil kasus Psikologi Islami yang akan ditelaah metode, pendekatan
dan perkembangan keilmuan psikologi Islam. Untuk itu, tulisan ini merasa perlu
menelaah secara singkat asumsi-asumsi dari paradigma alternatif yang digunakan
baik oleh tradisi keilmuwan Barat ataupun tradisi keilmuwan Islam. Sehingga, bila
ditemukan dikotomi di dalam perkembangan psikologi Islami, maka tulisan ini
bermaksud untuk merefleksikan asumsi paradigma alternatif tersebut bagi
perkembangan psikologi Islami.
Menurut beberapa pengkaji psikologi Islami, mereka beranggapan bahwa
manusia adalah makhluk yang unik dank khas, sehingga jika memahami manusia
hanyadengan menggunakan metode ilmiah, maka hal tersebut tidak akan cukup
memadai. Dengan adanya penggunaan metode yang beragam, maka pemahaman
terhadap suatu objek kajiannya akan menjadi semakin utuh dan memadai.
2
M. Zainal Abidin, ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam Diskursus
Pemikiran Muslim Kontemporer‛, Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari 2012: 13-29, 14.
2
PEMBAHASAN
A. Konsep Psikologi
1. Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari bahasa Yunani ‚psyche‛ yang artinya jiwa, dan
‚logos‛ yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, psikologi artinya ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya,
maupun latar belakangnya.3 Karena objek ‚jiwa‛ dianggap terlalu abstrak, maka
psikologi dimulai dengan mengkaji persoalan-persoalan psikofisik, yaitu aspek
fisik yang berkaitan dengan psikis. Misalnya, masalah penginderaan (sensasi),
persepsi, emosi atau kognisi. Melalui eksperimen-eksperimen yang canggih, bidang
ini berkembang dengan pesat. Salah satu konsep yang saat ini sangat populer
adalah emotional inntelligence.4
Ditinjau dari segi objeknya, Psikologi dapat dibedakan ke dalam dua
golongan, yaitu psikologi yang menyelidiki dan mempelajari manusia, dan
psikologi yang menyelidiki dan mempelajari hewan. Adapun psikologi yang
sekarang ini yang berobjekkan manusia dibedakan menjadi dua yaitu psikologi
umum dan psikologi khusus. Psikologi umun adalah psikologi yang mempelajari
atau menyelidiki kegiatan-kegiatan atau aktivitas psikis manusia, pada umumnya
yang dewasa, yang normal dan yang beradab (berkultur). Sedangkan psikologi
khusus adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhusususan
dari aktivitas psikis manusia. Berikut yang termasuk macam-macam psikologi
khusus, antara lain:
a. Psikologi perkembangan
b. Psikologi sosial
c. Psikologi pendidikan
d. Psikologi kepribadian dan tipologi
e. Psikopatologi
f. Psikologi kriminal
g. Psikologi perusahaan5
2. Psikologi Islam
Psikologi secara kebahasaan memiliki arti ‚ilmu tentang jiwa‛. Dalam Islam,
istilah ‚jiwa‛ dapat disamakan dengan istilah al-nafs6, namun ada pula yang
3
Diakses dari https://technurlogy.wordpress.com/2010/03/26/hubungan-filsafatilmu-dengan-psikologi/., pada tanggal 13 Desember 2015.
4
M.A. Subandi, ‚Reposisi Psikologi Islam‛, 3. Materi ini disampaikan pada Temu
Ilmiah Nasional I Psikologi Islam, Yogyakarta, 24 September 2005. Diakses pada 4 Januari
2015.
5
Diakses dari https://technurlogy.wordpress.com/2010/03/26/hubungan-filsafatilmu-dengan-psikologi/, pada tanggal 13 Desember 2015.
6
Istilah ‘Ilm al-Nafs banyak dipakai dalam literatur Psikologi Islam. Penggunaan
istilah ini disebabkan objek kajian psikologi Islam adalah al-nafs, yaitu aspek psikopisik
pada diri manusia. Term al-nafs tidak dapat disamakan dengan term soul atau psyche dalam
psikologi kontemporer Barat, sebab alnafs merupakan gabungan antara substansi jasmani
3
menyamakan dengan istilah al-rûh, meskipun istilah al-nafs lebih popular
penggunaannya daripada istilah al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam
bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-rûh.7
Perumusan pengertian psikologi dapat disederhanakan dalam tiga
pengertian, yaitu psikologi sebagai studi tentang jiwa, sebagai ilmu pengetahuan
tentang kehidupan mental, dan psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang
perilaku organisme.8
Hakekat psikologi Islam adalah kajian Islam yang berhubungan dengan
aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk
kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat. Dari definisi tersebut paling tidak terdapat tiga unsur pokok,
diantaranya: Pertama, psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalahmasalah keislaman. Ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu
keislaman yang lain, seperti ekonomi Islam, sosiologi Islam, politik Islam, dan
sebagainya. Penempatan kata ‚Islam‛ di sini memiliki arti corak, cara pandang,
pola pikir, paradigma, atau aliran. Dalam konteks ini, psikologi yang dibangun
bercorak atau memilili pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan
dalam Islam, sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda
dengan psikologi kontemporer pada umumnya. Hal itu tidak terlepas dari kerangka
ontologi (hakekat jiwa), epistemologi (bagaimana cara mempelajari jiwa), dan
aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam Islam. Melalui kerangka tersebut maka
akan tercipta beberapa bagian psikologi dalam Islam, seperti psikopatologi Islam,
psikoterapi Islam, psikologi agama Islam, psikologi perkembangan Islam, psikologi
sosial Islam, dan sebagainya.
Kedua, psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan
manusia. Aspek-aspek kejiwaan dalam Islam berupa al-rûh, al-nafs, al-kalb, al-‘aql,
al-dhamîr, al-lubb, al-fu’ad, al-sirr, al-fithrah, dan sebagainya. Masing-masing
aspek tersebut memiliki eksistensi, dinamisme, proses, fungsi, dan perilaku yang
perlu dikaji melalui Alqur’an dan Sunnah, serta dari khazanah pemikiran Islam.
Psikologi Islam tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa
hakekat jiwa sesungguhnya. Sebagai satu organisasi permanen, jiwa manusia
bersifat potensial yang aktualisasinya dalam bentuk perilaku sangat tergantung
pada daya upaya (ikhtiar). Dari sini hal tersebut nampak bahwa psikologi Islam
mengakui adanya kesadaran dan kebebasan manusia untuk berkreasi, berpikir,
berkehendak, dan bersikap secara sadar, walaupun dalam kebebasan tersebut tetap
dalam koredor sunnah-sunnah Allah Swt.
Ketiga, psikologi Islam bukan netral etik, melainkan sarat akan nilai etik.
Karena psikologi Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran
diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan
dan substansi ruhani, sedangkan soul atau psyche umumnya hanya berkaitan dengan aspek
psikis manusia.
7
M. Zainal Abidin, ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam Diskursus
Pemikiran Muslim Kontemporer‛, Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari 2012: 13-29, 15.
8
Frank. J. Bruno, Kamus Istilah Kunci Psikologi, terj. Cecilia G. Samekto, judul asli
‚ Dictionary of key Psychologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm 236-237.
4
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Manusia dilahirkan dalam kondisi tidak
mengetahui apa-apa, kemudian dirinya tumbuh dan berkembang untuk mencapai
kualitas hidup. Psikologi Islam merupakan salah satu disiplin yang membantu
seseorang untuk memahami ekspresi diri, aktualisasi diri, realisasi diri, konsep diri,
citra diri, harga diri, kesadaran diri, kontrol diri, dan evaluasi diri, baik untuk diri
sendiri atau orang lain. Jika dalam pemahaman diri tersebut ditemukan adanya
penyimpangan perilaku maka psikologi Islam berusaha menawarkan berbagai
konsep yang bernuasa ilahiyah, agar dapat mengarahkan kualitas hidup yang lebih
baik, yang pada gilirannya dapat menikmati kebahagiaan hidup di setiap zaman.
Mempelajari psikologi Islam dapat berimplikasi membahagia kan diri sendiri dan
orang lain, bukan menambah masalah baru.9
B. Metode dan Pendekatan Psikologi Islam
Munculnya paradigma Psikologi Islam merupakan reaksi dari diskursus
kemajuan psikologi barat kontemporer. Hal itu terlihat dari hasil psikologi barat
kontemporer yang antroposentris dan netral etik di jadikan sebagai pisau analisis
dalam memahami fenomena psikologi masyarakat Islam yang teosentris dan Sarat
Etik yang mengakibatkan adanya benturan-benturaan yang diakibatkan oleh
masing-masing pihak yang memiliki Frame pemikiran masing-masing.
Metode pendekatan pengkajian dan pengembangan Psikologi Islam dapat
ditempuh dengan dua cara yaitu metode pragmatis dan metode idealistik.10 Metode
pragmatis adalah metode pengkajian atau pengembangan Psikologi Islam yang
lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaanya. Sedangkan metode idealistik
adalah metode yang lebih mengutamaan penggalian Psikologi Islam dari ajaran
Islam sendiri. Kelebihan metode pragmatis ini adalah responsif, akomodatif dan
toleransi terhadap perkembangan sains modern khususnya pada disiplin psikologi.
Metode ini menghasilkan enam pola, yaitu pola Similarisasi, Paralelisasi,
Komplomentasi, Induktifikasi, dan Verifikasi.11 Adapun metode idealistik
menggunakan pola deduktif dengan cara menggali premis mayor yang digali dari al
nash. Konstruksi premis mayor ini dijadikan sebagai ‚Kebenaran Universal‛ yang
dijadikan kerangka acuan penggalian premis minornya. Melalui metode ini maka
terciptalah apa yang disebut dengan ‚Psikologi Islam‛
Berikut adalah langkah-langkah operasional yang dapat ditempuh dalam
metode pragmatis:
Penguasaan disiplin ilmu modern dan penguraian kategoris
Survai disiplin ilmun pengetahuan
Penguasaaan khazanah Islam sebuah ontologis
9
M. Zainal Abidin, ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam
Diskursus Pemikiran Muslim Kontemporer‛, Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari 2012: 13-29,
15-17.
10
Muhaimin dan Abdul Majib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda
Karya, 1993), hlm 6.
11
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Islam, Menuju Psikologi Islam ,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 32-33
5
Penguasaan khazanah ilmiah Islam tahap analisis
Penemuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin ilmu pengetahuan
Penilaian kritis terhadap disiplin iulmu modern tingkat perkembanganya di
masa ini
Penilaian kritis terhadap khazanah Islam tingkat perkembangan dewasa ini
Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam
Survei permasalahan yang dihadapi umat manusia
Analisis kreatif dan sintesis
Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam
Penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah di Islamisasikan.12
Ada beberapa metode lain yang diajukan oleh beberapa peminat psikologi
islami yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penelitian psikologi Islam,
diantaranya; Pertama, metode keyakinan (method of tenacity). Metode ini adalah
suatu metode yang pada penekanannya pada kemampuan seseorang untuk
meyakini kebenaran sesuatu tanpa keraguan sedikitpun. Dalam metode ini sebagai
sumber acuannya adalah wahyu Ilahi (Al-Qur’an). Kedudukan wahyu adalah yang
paling tinggi, sehingga dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan Islam
khususnya dalam perumusan konsep-konsep psikologi islami, haruslah merujuk
kepada sumber kebenaran mutlak. Meskipun pandangan tersebut mendapat
saggahan dari kalangan ilmuwan non muslim maupun dari ilmuwan muslim sendiri
yang dikarenakan anggapannya terhadap wahyu dan ilmu adalah sesuatu yang
berbeda penggunaannya dan tidak dapat dipersandingkan.
Kedua, metode rasiosinasi. Psikologi Islami berpandangan bahwa manusia
harus menggunakan rasionya dengan tetap menyadari adanya keterbatasannya.
Seperti halnya yang terungkap dalam Al-Qur’an dan hadis, karenanya Islam tetap
menganjurkan pemeluknya untuk menggunakan rasionya secara maksimal. Metode
ini sangat baik ketika digabungkan dengan metode keyakinan, sehingga yang
muncul ke permukaan adalah metode keyakinan dan rasiosinasi.
Ketiga, metode otoritas (method of authority). Sumber otoritas yang dapat
dijadikan sebagai rujukan adalah Nabi Muhammad SAW melalui pemahamannya
terhadap hadis-hadisnya. Adapun otoritas lain yang dapat dirujuk adalah para alim
ulama. Mereka orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan sekaligus
mengalami peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya.
Keempat, metode intuisi. Metode ini dianggap tidak ilmiah dan tidak
populer di kalangan para ahli psikolog modern. Mereka menganggap sesuatu yang
ilmiah itu adalah yang di dasarkan pada kebenaran rasio. Sedangkan psikologi
Islami itu mengarahkan pada manusia agar senantiasa menggunakan qalbu, intuisi
dan nuraninya. Jika metode ini dipakai maka akan membukakan sesuatu
penghalang yang tidak terlihat oleh mata (kasyful mahjub). Hal itulah yang
12
Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Wahyudi, (Bandung:
Pustaka, 1984), hlm. 99-115.
6
memungkinkan seseorang akan mampu memahami fenomena yang tidak
terjangkau oleh panca indera.13
Banyaknya metode dan pendekatan yang dapat digunakan dalam psikologi
Islami, memudahakan kita untuk menentukan metode yang mana yang tepat untuk
dapat digunakan dalam kajian psikologi Islam. Adapun beberapa pendekatan yang
dapat digunakan dalam membangun Psikologi Islam sebagaimana yang pernah
dipraktekkan oleh para psikolog muslim terdahulu setidak-tidaknya dapat melalui
tiga aspek yaitu pendekatan skriptualis, pendekatan filosofis dan pendekatan
tasawwufi. Ketiga pendekatan ini didasarkan atas tiga acuan yaitu wahyu, akal dan
intuisi.14
C. Pengembangan Kajian Psikologi dalam Islam
Setidaknya ditemukan dua kelompok dalam menyikapi pengembangan
Psikologi Islam yaitu; Pertama, kelompok yang menghendaki keterbukaan terhadap
pandangan hidup dan kehidupan non muslim. Pada kelompok ini berusaha
mengadopsi konsep-konsep psikologi non islam dan menggabungkannya ke dalam
pemikiran psikologi Islam. Kedua, kelompok yang berusaha mengangkat pesan
besar ilahi kedalam pemikiran psikologi baik itu dari Al-Qur’an maupun penafsiran
para ulama terhdap kedua sumber tersebut.15 Kedua kelompok tersebut adalah yang
merupakan kerangka dasar dari lahirnya bangunan paradigma Psikologi Islam.
Adapun asumsi yang mendasari kedua kelompok tersebut adalah adanya anggapan
yang mengatakan bahwa tidak ada salahnya jika pemikir muslim meminjam atau
bahkan menemukan kebenaran dari pihak lain, sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW dalam haditsnya: Hikmah itu merupakan barang yang hilang jika
ditemukan darimana saja datangnyan maka ia berhak memilikinya.16 Begitu juga
asumsi lain yang mengatakan bahwa Islam merupakan sistem ajaran yang universal
dan komprehensif.
Pengembangan psikologi Islam bermula dari ide dan gerakan islamisasi sains
yang di pelopori oleh Ismail Raji al-Faruqi dan Ziauddin Sardar. Al-Faruqi
berpendapat bahwa islamisasi sains bermula dari upaya sintesis antara ilmu
pengetahuan modern dengan Islam, caranya dengan dimulai adanya kritik terhadap
ilmu-ilmu modern dan Islam digunakan sebagai penganalisisnya. Pemikiran al
Furuqi tersebut didasarkan atas asumsinya bahwa jika ingin menghasilkan suatu
pendekatan baru dalam khazanah Psikologi Islam maka langkah yang paling tepat
bukanlah dimulai dari nol melainkan dimulai dari penemuan dan teori-teori
13
Bahrun Amiq, ‚Model-model Penelitian dalam Psikologi Islam‛, p. 147-153, 148149. Diakses dari http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Modelmodel-Penelitian-Dalam-Psikologi-Islam.pdf., pada 4 Januari 2016.
14
S.H. Nasr dan Oliver leaman, History Of Islamic Philosophy, London: Routledge,
1996), hlm. 644
15
Terjemahan bebas dari Abd al-Rahman Salih abd al-lah, Education Theory a
Quranic Outlook, (Makkah: Umm al-Qura University, 1982), hlm 35-36.
16
Hadits Riwayat al-Turmuzi dan abu hurairah. Lihat abu Isa Muhammad ibn isa ibn
Saurah, al jami al shahih wa huwa Sunan al-Turmuzi, (Beirut: Dar ak-Ahya, kitab al ilm
nomor 2887), hlm 51.
7
psikologi barat kontemporer yang sudah mapan yang kemudian diadakan tindakan
lanjutan. Sedangkan Sardar berpendapat bahwa islamisasi sains harus dimulai dari
hal-hal yang paling mendasar yaitu dengan membangun pandangan dunia Islam dan
paradigma Islam itu sendiri, dengan asumsi dasar bahwa Psikologi Islam harus
dibangun dari kerangka pikir Islam.17
Terkait dengan disiplin ilmu psikologi Islam, khususnya yang berkembang di
Indonesia, dialektika warisan dan modernitas telah melahirkan dua model
pendekatan dalam pengkajiannya. Pertama, pendekatan yang berorientasi kepada
kajian turats (warisan) dan kedua pendekatan yang berorientasi pada modernitas.
1. Dari Turats kepada Modernitas
Psikologi yang berbasis kepada turâts dapat dijelaskan pada dua pola.
Pertama, pola yang berpijak dari konsep-konsep atau istilah-istilah dalam Alqur’an
dan Hadis dan kedua, pola yang berangkat dari khazanah keilmuan Islam. Ada dua
model pengembangan psikologi yang berbasis Alqur’an dan Hadis, yaitu dengan
mengkaji istilah-istilah atau konsep kunci yang berkenaan dengan aspek-aspek
yang terkait pada diri manusia di dalam Alqur’an atau Hadis dan keduanya, dengan
mengkaji pandangan-pandangan Alqur’an atau Hadis seputar kehidupan manusia.
Kedua, pola yang berangkat dari khazanah keilmuan Islam. Tradisi keilmuan
Islam, seperti filsafat Islam, tasawuf, fikih, ilmu kalam, dan sebagainyam sangat
kaya dengan pembahasan mengenai persoalan jiwa dan perilaku manusia. Secara
khusus, khazanah yang sangat kaya dengan bahasan mengenai persoalan kejiwaan
manusia ini adalah filsafat Islam18, yang juga dapat dipandang sebagai ibu kandung
dari psikologi Islam.
Mengkaji psikologi Islam dalam perspektif turats Islam, menuntut para
pengkajinya dimaksudkan untuk melihat kembali lembaran-lembaran kajian
psikologi Islam tatkala ia masih bersama ‚induk‛nya, yakni filsafat Islam. Ada
beberapa peran strategis filsafat Islam dalam pengembangan kajian psikologi Islam
yakni;
1) Menjaga kesinambungan kajian psikologi dalam Islam.
2) Menggunakan turâts filsafat Islam sebagai pintu masuk dimungkinkan
munculnya disiplin psikologi yang benar-benar utuh dan memiliki identitas
yang jelas.
3) Dengan melibatkan filsafat Islam dalam kajian psikologi dimungkinkan
akselerasi dalam pengembangan psikologi Islam, karena telah banyak
pencapaian yang diperoleh oleh para filosof muslim masa lampau, yang kiranya
tetap relevan sampai saat ini.
17
Djamaluddin Ancok, Membangun Paradigma Psikologi Islam ¸ (Yogyakarta:
Sipress, 1994), 10.
18
Filsafat Islam sebagaimana dipahami oleh para filosof muslim klasik, dimaknai
sebagai pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu. Hakekat segala sesuatu di sini
termasuk tentunya juga jiwa. Senada dengan hal ini, psikologi juga pada awalnya dimaknai
sebagai kajian tentang jiwa. Psikolog di sini berperan untuk merumuskan hakekat jiwa yang
proses penggaliannya didasarkan atas pendekatan spekulatif.
8
4) Dengan melibatkan filsafat Islam dalam kajiannya, corak psikologi Islam
dimungkinkan akan memiliki citra rasa rasional yang kental, karena psikologi
Islam dapat mengawinkan aspek empiris dari psikologi modern dengan aspek
rasionalitas dalam kajian filsafat Islam yang membuat psikologi Islam menjadi
disiplin yang memandang jiwa secara lebih komprehensif.19
2. Dari Modernitas kepada Islam
Pengembangan kajian psikologi dengan model ini dapat dijelaskan melalui
dua pola mainstream dalam model ini, yaitu; pertama, pola instrumentalis. Salah
satu pola yang berpandangan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah netral dan
universal. Adapun dinilai baik dan buruknya tergantung dari penggunanya. Kedua,
pola Islamisasi ilmu, yaitu pola yang tetap menjadikan Barat sebagai rujukan, akan
tetapi diikuti dengan proses pengislaman atau penyesuaian dengan nilai-nilai
Islam.
Dalam menyikapi ketertinggalan umat Islam dalam bidang ilmu
pengetahuan, para pemikir Islam menjadikan ilmu-ilmu yang berkembang di Barat
sebagai referensi bagi dunia Islam dalam menghadapi tantangan modernitas.
Mereka berpandangan bahwa pada dasarnya ilmu pengetahuan itu hanyalah alat
atau instrumen yang sifatnya netral dan dapat dipergunakan secara bebas oleh
siapa saja. Namun, berbeda dengan semangat kaum instrumentalis yang melihat
netralitas ilmu pengetahuan. Kelompok kedua menilai bahwa ilmu pengetahuan
tidak ada yang netral, tetapi selalu bias nilai dari penyusunnya. Kelompok kedua
tersebut merupakan kelompok yang berpandangan kritis terhadap ilmu
pengetahuan modern produk Barat. Pemikir muslim tersebut pada umumnya adalah
para pemikir yang berdomisili di Barat atau setidaknya merupakan lulusan dari
salah satu universitas yang terkenal di Barat.20
KESIMPULAN
Psikologi Islam merupakan bagian dari gerakan Islamisasi ilmu Pengetahuan.
Gagasan utama gerakan ini, adalah menyelaraskan keilmuan Barat yang dipandang
sekuler dengan ajaran Islam. Istilah Psikologi Islam merupakan bangunan psikologi
yang didasarkan atas nilai-nilai dasar islam yang tertuang dalam Al- Qur’an, hadits
dan pemikiran para psikolog muslim. Obyek kajian Psikologi Islam adalah ruh yang
memiliki dimensi ilahiah sedangkan kajian Psikologi kontemporer barat berdimensi
insaniah. Dengan mempelajari Psikologi Islam dapat berimplikasi memberikan
kebahagiaan diri sendiri dan orang lain bukan menambah masalah baru seperti
hidup dalam keterasingan, kegersangan dan kegelisahan. Psikologi Islam sudah
sewajarnya menjadi wacana sains yang obyektif.
19
M. Zainal Abidin, ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam
Diskursus Pemikiran Muslim Kontemporer‛, Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari 2012: 13-29,
24.
20
M. Zainal Abidin, ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam
Diskursus Pemikiran Muslim Kontemporer‛…, 25.
9
Masing-masing model psikologi memiliki kelebihan sendiri-sendiri. Pada
model psikologi islam, kajian psikologi Barat yang sudah sangat maju, kiranya
dapat menjadikan pelajaran penting dalam penguatan kajian psikologi dalam Islam.
Harapan besar untuk kontribusi Islam di bidang psikologi, tampaknya dapat
diharapkan dari model kajian psikologi Islam yang berbasis kepada khazanah Islam
itu sendiri. Model kajian tersebut meniscayakan pengembangan psikologi yang
berbasis Islam yang kemudian dimunculkan ke dalam diskursus psikologi secara
umum.
Pengembangan psikologi Islam bermula dari ide dan gerakan islamisasi sains
yang di pelopori oleh Ismail Raji al-Faruq dan Ziauddin Sardar. Metode
pendekatan pengkajian dan pengembangan Psikologi Islam dapat ditempuh dengan
dua cara yaitu metoden pragmatis dan metode idealistik. Namun ada pula metode
yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penelitian psikologi Islam,
diantaranya; metode keyakinan (method of tenacity), rasiosinasi, otoritas (method
of authority), dan intuisi. Adapun pendekatan yang dapat digunakan dalam
membangun Psikologi Islam tersebut sebagaimana yang pernah dipraktekkan oleh
para psikolog muslim terdahulu setidaknya melalui tiga aspek yaitu pendekatan
skriptualis, pendekatan filosofis dan pendekatan tasawufi.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-lah, Abd al-Rahman Salih,. Education Theory a Quranic Outlook, Makkah:
Umm al-Qura University, 1982.
Abidin, M. Zainal., ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam
Diskursus Pemikiran Muslim Kontemporer‛, Religi, Vol. VIII, No. 1,
Januari 2012: 13-29.
Al-Faruqi, Ismail Raji., Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Wahyudi, Bandung:
Pustaka, 1984.
Amiq, Bahrun., ‚Model-model Penelitian dalam Psikologi Islam‛, p. 147-153.
Diakses pada 4 Januari 2016, dari http://psikologi.uin-malang.ac.id/wpcontent/uploads/2014/03/Model-model-Penelitian-Dalam-PsikologiIslam.pdf.
Ancok, Djamaluddin., Membangun Paradigma Psikologi Islam¸ Yogyakarta:
Sipress, 1994.
Bastaman, Hanna Djumhana., Integrasi Psikologi Islam, Menuju Psikologi Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Bruno, Frank. J., Kamus Istilah Kunci Psikologi, terj. Cecilia G. Samekto, judul
asli Dictionary of key Psychologi, Yogyakarta: Kanisius, 1989.
https://technurlogy.wordpress.com/2010/03/26/hubungan-filsafat-ilmu-denganpsikologi/., diakses pada tanggal 13 Desember 2015.
Leaman, Oliver. dan S.H. Nasr., History Of Islamic Philosophy, London:
Routledge, 1996.
Mujib, Abdul. dan Muhaimin., Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda
Karya, 1993.
Sholichatun, Yulia., ‚Menelaah Keilmuan Psikologi‛. Diakses
http://psikologi.uin-malang.ac.id, pada 13 Oktober 2015.
dari
Subandi, M.A., ‚Reposisi Psikologi Islam‛. Materi ini disampaikan pada Temu
Ilmiah Nasional I Psikologi Islam, Yogyakarta, 24 September 2005.
Diakses pada 4 Januari 2015.
11
Kajian Metode dan Pendekatan Psikologi Islam
Oleh:
Mohammad Anwar Syi’aruddin
ABSTRAK
Kehadiran Psikologi Islam di satu sisi memberikan reaksi positif bagi serangkaian
upaya pengembangan Psikologi. Tulisan ini memiliki tujuan utama melakukan
studi kritis atas integralisasi psikologi dan Islam yang telah dilakukan oleh
paradigma Psikologi Islami. Psikologi Islam sendiri merupakan salah satu dari
kajian terhadap masalah-masalah keislaman yang memiliki kedudukan yang sama
dengan disiplin ilmu-ilmu keislaman yang lain, seperti ekonomi Islam, sosiologi
Islam, politik Islam, dan sebagainya. Setiap model psikologi memiliki kapasitasnya
sendiri-sendiri. Pada model psikologi islam, kajian psikologi Barat yang sudah
sangat maju, kiranya dapat menjadikan pelajaran penting dalam penguatan kajian
psikologi dalam Islam. Dari tulisan ini dapat diketahui bahwa ada beberapa metode
pendekatan pengkajian dan pengembangan Psikologi Islam, diantaranya dapat
ditempuh dengan dua cara yaitu metode pragmatis dan metode idealistik. Ada pula
metode yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penelitian psikologi Islam,
diantaranya; metode keyakinan (method of tenacity), rasiosinasi, otoritas (method
of authority), dan intuisi. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
membangun Psikologi Islam setidaknya melalui tiga aspek yaitu pendekatan
skriptualis, pendekatan filosofis dan pendekatan tasawufi, sebagaimana yang
pernah dipraktekkan oleh para psikolog muslim terdahulu.
Kata Kunci: Islam, Metode, Psikologi
PENDAHULUAN
Psikologi bukanlah satu-satunya ilmu yang mempelajari manusia. Ada
sosiologi, antropologi, psikiatri, kedokteran, neurologi, merupakan ilmu-ilmu lain
yang juga mengkaji manusia meski dengan fokus yang berbeda dengan psikologi.
Meskipun psikologi merupakan ilmu yang relatif baru, para ahli di sepanjang
sejarah telah banyak menulis mengenai masalah psikologi.1
Diskusi dan perdebatan di kalangan intelektual Muslim kontemporer dalam
upaya memajukan kembali superioritas dunia muslim dalam bidang ilmu
pengetahuan sangat marak adanya. Misalnya dalam perkembangan kajian di bidang
psikologi yang tidak dapat dilepaskan dari pergulatan antara warisan (turâts) dan
modernitas (hadâtsah). Keinginan para intelektual muslim kontemporer untuk
1
Yulia
Sholichatun,
‚Menelaah
Keilmuan
http://psikologi.uin-malang.ac.id, pada 13 Oktober 2015.
1
Psikologi‛.
Diakses
dari
memberikan tawaran baru dalam bidang psikologi tidak dapat dilepaskan dari
adanya keprihatian terhadap paradigma Barat yang menjadi pandangan dunia
dalam kajian psikologi modern yang bertentangan dengan pandangan dunia Islam.
Berikut yang menjadi karakteristik dasar yang umumnya dikembangkan dalam
psikologi Barat diantaranya, Pertama, menafikan dimensi Tuhan dalam kajian
psikologi; kedua, epistemologi yang digunakan terfokus pada empiris positivistik
dan empirisisme humanistik; ketiga, tidak mengungkap ruh sebagai struktur utama
kepribadian manusia; keempat, berpusat pada anthropo-sentris. Adapun beberapa
tawaran sebagai solusi atas psikologi Barat tersebut, yaitu theisme atau
desekularisasi, anthroporeligius, dan dimensi ruh sebagai struktur psikis
(kepribadian) utama manusia.2
Dimensi moralitas dan spiritualitas yang seharusnya menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari kehidupan psikologi manusia, kini seakan-akan menjadi
wacana yang asing dalam perkembangan Psikologi. Adanya fenomena tersebut
mengindikasikan bahwa dibutuhkan sebuah solusi baru sebagai alternatif baru guna
mengembalikan eksistensi psikologi yang sebenarnya. Salah satu solusi yang
dianggap signifikan adalah dengan dihadirkannya psikologi yang bernuansa agama.
Kehadiran Psikologi Islam di satu sisi memberikan reaksi positif bagi serangkaian
upaya pengembangan Psikologi, meskipun cara pandang yang digunakan menurut
cara pandang Islam. Namun sebagian psikolog ada pula yang menganggap bahwa
Psikologi Islam dikatakan sebagai diskursus yang pra ilmiah. Seiring
berkembangnya keilmuan, teori-teori Psikologi Islam lambat laun bermunculan
meskipun sebagian psikolog memberikan komentar yang bervariatif. Bahkan dalam
rentan sejarah perkembangan psikologi sendiri terdapat beberapa aliran yang
memiliki spesifikasi orientasinya sendiri-sendiri.
Tulisan ini memiliki tujuan utama melakukan studi kritis atas integralisasi
psikologi dan Islam yang telah dilakukan oleh paradigma Psikologi Islami. Lebih
khusus mengambil kasus Psikologi Islami yang akan ditelaah metode, pendekatan
dan perkembangan keilmuan psikologi Islam. Untuk itu, tulisan ini merasa perlu
menelaah secara singkat asumsi-asumsi dari paradigma alternatif yang digunakan
baik oleh tradisi keilmuwan Barat ataupun tradisi keilmuwan Islam. Sehingga, bila
ditemukan dikotomi di dalam perkembangan psikologi Islami, maka tulisan ini
bermaksud untuk merefleksikan asumsi paradigma alternatif tersebut bagi
perkembangan psikologi Islami.
Menurut beberapa pengkaji psikologi Islami, mereka beranggapan bahwa
manusia adalah makhluk yang unik dank khas, sehingga jika memahami manusia
hanyadengan menggunakan metode ilmiah, maka hal tersebut tidak akan cukup
memadai. Dengan adanya penggunaan metode yang beragam, maka pemahaman
terhadap suatu objek kajiannya akan menjadi semakin utuh dan memadai.
2
M. Zainal Abidin, ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam Diskursus
Pemikiran Muslim Kontemporer‛, Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari 2012: 13-29, 14.
2
PEMBAHASAN
A. Konsep Psikologi
1. Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari bahasa Yunani ‚psyche‛ yang artinya jiwa, dan
‚logos‛ yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, psikologi artinya ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya,
maupun latar belakangnya.3 Karena objek ‚jiwa‛ dianggap terlalu abstrak, maka
psikologi dimulai dengan mengkaji persoalan-persoalan psikofisik, yaitu aspek
fisik yang berkaitan dengan psikis. Misalnya, masalah penginderaan (sensasi),
persepsi, emosi atau kognisi. Melalui eksperimen-eksperimen yang canggih, bidang
ini berkembang dengan pesat. Salah satu konsep yang saat ini sangat populer
adalah emotional inntelligence.4
Ditinjau dari segi objeknya, Psikologi dapat dibedakan ke dalam dua
golongan, yaitu psikologi yang menyelidiki dan mempelajari manusia, dan
psikologi yang menyelidiki dan mempelajari hewan. Adapun psikologi yang
sekarang ini yang berobjekkan manusia dibedakan menjadi dua yaitu psikologi
umum dan psikologi khusus. Psikologi umun adalah psikologi yang mempelajari
atau menyelidiki kegiatan-kegiatan atau aktivitas psikis manusia, pada umumnya
yang dewasa, yang normal dan yang beradab (berkultur). Sedangkan psikologi
khusus adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhusususan
dari aktivitas psikis manusia. Berikut yang termasuk macam-macam psikologi
khusus, antara lain:
a. Psikologi perkembangan
b. Psikologi sosial
c. Psikologi pendidikan
d. Psikologi kepribadian dan tipologi
e. Psikopatologi
f. Psikologi kriminal
g. Psikologi perusahaan5
2. Psikologi Islam
Psikologi secara kebahasaan memiliki arti ‚ilmu tentang jiwa‛. Dalam Islam,
istilah ‚jiwa‛ dapat disamakan dengan istilah al-nafs6, namun ada pula yang
3
Diakses dari https://technurlogy.wordpress.com/2010/03/26/hubungan-filsafatilmu-dengan-psikologi/., pada tanggal 13 Desember 2015.
4
M.A. Subandi, ‚Reposisi Psikologi Islam‛, 3. Materi ini disampaikan pada Temu
Ilmiah Nasional I Psikologi Islam, Yogyakarta, 24 September 2005. Diakses pada 4 Januari
2015.
5
Diakses dari https://technurlogy.wordpress.com/2010/03/26/hubungan-filsafatilmu-dengan-psikologi/, pada tanggal 13 Desember 2015.
6
Istilah ‘Ilm al-Nafs banyak dipakai dalam literatur Psikologi Islam. Penggunaan
istilah ini disebabkan objek kajian psikologi Islam adalah al-nafs, yaitu aspek psikopisik
pada diri manusia. Term al-nafs tidak dapat disamakan dengan term soul atau psyche dalam
psikologi kontemporer Barat, sebab alnafs merupakan gabungan antara substansi jasmani
3
menyamakan dengan istilah al-rûh, meskipun istilah al-nafs lebih popular
penggunaannya daripada istilah al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam
bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-rûh.7
Perumusan pengertian psikologi dapat disederhanakan dalam tiga
pengertian, yaitu psikologi sebagai studi tentang jiwa, sebagai ilmu pengetahuan
tentang kehidupan mental, dan psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang
perilaku organisme.8
Hakekat psikologi Islam adalah kajian Islam yang berhubungan dengan
aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk
kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat. Dari definisi tersebut paling tidak terdapat tiga unsur pokok,
diantaranya: Pertama, psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalahmasalah keislaman. Ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu
keislaman yang lain, seperti ekonomi Islam, sosiologi Islam, politik Islam, dan
sebagainya. Penempatan kata ‚Islam‛ di sini memiliki arti corak, cara pandang,
pola pikir, paradigma, atau aliran. Dalam konteks ini, psikologi yang dibangun
bercorak atau memilili pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan
dalam Islam, sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda
dengan psikologi kontemporer pada umumnya. Hal itu tidak terlepas dari kerangka
ontologi (hakekat jiwa), epistemologi (bagaimana cara mempelajari jiwa), dan
aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam Islam. Melalui kerangka tersebut maka
akan tercipta beberapa bagian psikologi dalam Islam, seperti psikopatologi Islam,
psikoterapi Islam, psikologi agama Islam, psikologi perkembangan Islam, psikologi
sosial Islam, dan sebagainya.
Kedua, psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan
manusia. Aspek-aspek kejiwaan dalam Islam berupa al-rûh, al-nafs, al-kalb, al-‘aql,
al-dhamîr, al-lubb, al-fu’ad, al-sirr, al-fithrah, dan sebagainya. Masing-masing
aspek tersebut memiliki eksistensi, dinamisme, proses, fungsi, dan perilaku yang
perlu dikaji melalui Alqur’an dan Sunnah, serta dari khazanah pemikiran Islam.
Psikologi Islam tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa
hakekat jiwa sesungguhnya. Sebagai satu organisasi permanen, jiwa manusia
bersifat potensial yang aktualisasinya dalam bentuk perilaku sangat tergantung
pada daya upaya (ikhtiar). Dari sini hal tersebut nampak bahwa psikologi Islam
mengakui adanya kesadaran dan kebebasan manusia untuk berkreasi, berpikir,
berkehendak, dan bersikap secara sadar, walaupun dalam kebebasan tersebut tetap
dalam koredor sunnah-sunnah Allah Swt.
Ketiga, psikologi Islam bukan netral etik, melainkan sarat akan nilai etik.
Karena psikologi Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran
diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan
dan substansi ruhani, sedangkan soul atau psyche umumnya hanya berkaitan dengan aspek
psikis manusia.
7
M. Zainal Abidin, ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam Diskursus
Pemikiran Muslim Kontemporer‛, Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari 2012: 13-29, 15.
8
Frank. J. Bruno, Kamus Istilah Kunci Psikologi, terj. Cecilia G. Samekto, judul asli
‚ Dictionary of key Psychologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm 236-237.
4
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Manusia dilahirkan dalam kondisi tidak
mengetahui apa-apa, kemudian dirinya tumbuh dan berkembang untuk mencapai
kualitas hidup. Psikologi Islam merupakan salah satu disiplin yang membantu
seseorang untuk memahami ekspresi diri, aktualisasi diri, realisasi diri, konsep diri,
citra diri, harga diri, kesadaran diri, kontrol diri, dan evaluasi diri, baik untuk diri
sendiri atau orang lain. Jika dalam pemahaman diri tersebut ditemukan adanya
penyimpangan perilaku maka psikologi Islam berusaha menawarkan berbagai
konsep yang bernuasa ilahiyah, agar dapat mengarahkan kualitas hidup yang lebih
baik, yang pada gilirannya dapat menikmati kebahagiaan hidup di setiap zaman.
Mempelajari psikologi Islam dapat berimplikasi membahagia kan diri sendiri dan
orang lain, bukan menambah masalah baru.9
B. Metode dan Pendekatan Psikologi Islam
Munculnya paradigma Psikologi Islam merupakan reaksi dari diskursus
kemajuan psikologi barat kontemporer. Hal itu terlihat dari hasil psikologi barat
kontemporer yang antroposentris dan netral etik di jadikan sebagai pisau analisis
dalam memahami fenomena psikologi masyarakat Islam yang teosentris dan Sarat
Etik yang mengakibatkan adanya benturan-benturaan yang diakibatkan oleh
masing-masing pihak yang memiliki Frame pemikiran masing-masing.
Metode pendekatan pengkajian dan pengembangan Psikologi Islam dapat
ditempuh dengan dua cara yaitu metode pragmatis dan metode idealistik.10 Metode
pragmatis adalah metode pengkajian atau pengembangan Psikologi Islam yang
lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaanya. Sedangkan metode idealistik
adalah metode yang lebih mengutamaan penggalian Psikologi Islam dari ajaran
Islam sendiri. Kelebihan metode pragmatis ini adalah responsif, akomodatif dan
toleransi terhadap perkembangan sains modern khususnya pada disiplin psikologi.
Metode ini menghasilkan enam pola, yaitu pola Similarisasi, Paralelisasi,
Komplomentasi, Induktifikasi, dan Verifikasi.11 Adapun metode idealistik
menggunakan pola deduktif dengan cara menggali premis mayor yang digali dari al
nash. Konstruksi premis mayor ini dijadikan sebagai ‚Kebenaran Universal‛ yang
dijadikan kerangka acuan penggalian premis minornya. Melalui metode ini maka
terciptalah apa yang disebut dengan ‚Psikologi Islam‛
Berikut adalah langkah-langkah operasional yang dapat ditempuh dalam
metode pragmatis:
Penguasaan disiplin ilmu modern dan penguraian kategoris
Survai disiplin ilmun pengetahuan
Penguasaaan khazanah Islam sebuah ontologis
9
M. Zainal Abidin, ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam
Diskursus Pemikiran Muslim Kontemporer‛, Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari 2012: 13-29,
15-17.
10
Muhaimin dan Abdul Majib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda
Karya, 1993), hlm 6.
11
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Islam, Menuju Psikologi Islam ,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 32-33
5
Penguasaan khazanah ilmiah Islam tahap analisis
Penemuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin ilmu pengetahuan
Penilaian kritis terhadap disiplin iulmu modern tingkat perkembanganya di
masa ini
Penilaian kritis terhadap khazanah Islam tingkat perkembangan dewasa ini
Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam
Survei permasalahan yang dihadapi umat manusia
Analisis kreatif dan sintesis
Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam
Penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah di Islamisasikan.12
Ada beberapa metode lain yang diajukan oleh beberapa peminat psikologi
islami yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penelitian psikologi Islam,
diantaranya; Pertama, metode keyakinan (method of tenacity). Metode ini adalah
suatu metode yang pada penekanannya pada kemampuan seseorang untuk
meyakini kebenaran sesuatu tanpa keraguan sedikitpun. Dalam metode ini sebagai
sumber acuannya adalah wahyu Ilahi (Al-Qur’an). Kedudukan wahyu adalah yang
paling tinggi, sehingga dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan Islam
khususnya dalam perumusan konsep-konsep psikologi islami, haruslah merujuk
kepada sumber kebenaran mutlak. Meskipun pandangan tersebut mendapat
saggahan dari kalangan ilmuwan non muslim maupun dari ilmuwan muslim sendiri
yang dikarenakan anggapannya terhadap wahyu dan ilmu adalah sesuatu yang
berbeda penggunaannya dan tidak dapat dipersandingkan.
Kedua, metode rasiosinasi. Psikologi Islami berpandangan bahwa manusia
harus menggunakan rasionya dengan tetap menyadari adanya keterbatasannya.
Seperti halnya yang terungkap dalam Al-Qur’an dan hadis, karenanya Islam tetap
menganjurkan pemeluknya untuk menggunakan rasionya secara maksimal. Metode
ini sangat baik ketika digabungkan dengan metode keyakinan, sehingga yang
muncul ke permukaan adalah metode keyakinan dan rasiosinasi.
Ketiga, metode otoritas (method of authority). Sumber otoritas yang dapat
dijadikan sebagai rujukan adalah Nabi Muhammad SAW melalui pemahamannya
terhadap hadis-hadisnya. Adapun otoritas lain yang dapat dirujuk adalah para alim
ulama. Mereka orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan sekaligus
mengalami peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya.
Keempat, metode intuisi. Metode ini dianggap tidak ilmiah dan tidak
populer di kalangan para ahli psikolog modern. Mereka menganggap sesuatu yang
ilmiah itu adalah yang di dasarkan pada kebenaran rasio. Sedangkan psikologi
Islami itu mengarahkan pada manusia agar senantiasa menggunakan qalbu, intuisi
dan nuraninya. Jika metode ini dipakai maka akan membukakan sesuatu
penghalang yang tidak terlihat oleh mata (kasyful mahjub). Hal itulah yang
12
Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Wahyudi, (Bandung:
Pustaka, 1984), hlm. 99-115.
6
memungkinkan seseorang akan mampu memahami fenomena yang tidak
terjangkau oleh panca indera.13
Banyaknya metode dan pendekatan yang dapat digunakan dalam psikologi
Islami, memudahakan kita untuk menentukan metode yang mana yang tepat untuk
dapat digunakan dalam kajian psikologi Islam. Adapun beberapa pendekatan yang
dapat digunakan dalam membangun Psikologi Islam sebagaimana yang pernah
dipraktekkan oleh para psikolog muslim terdahulu setidak-tidaknya dapat melalui
tiga aspek yaitu pendekatan skriptualis, pendekatan filosofis dan pendekatan
tasawwufi. Ketiga pendekatan ini didasarkan atas tiga acuan yaitu wahyu, akal dan
intuisi.14
C. Pengembangan Kajian Psikologi dalam Islam
Setidaknya ditemukan dua kelompok dalam menyikapi pengembangan
Psikologi Islam yaitu; Pertama, kelompok yang menghendaki keterbukaan terhadap
pandangan hidup dan kehidupan non muslim. Pada kelompok ini berusaha
mengadopsi konsep-konsep psikologi non islam dan menggabungkannya ke dalam
pemikiran psikologi Islam. Kedua, kelompok yang berusaha mengangkat pesan
besar ilahi kedalam pemikiran psikologi baik itu dari Al-Qur’an maupun penafsiran
para ulama terhdap kedua sumber tersebut.15 Kedua kelompok tersebut adalah yang
merupakan kerangka dasar dari lahirnya bangunan paradigma Psikologi Islam.
Adapun asumsi yang mendasari kedua kelompok tersebut adalah adanya anggapan
yang mengatakan bahwa tidak ada salahnya jika pemikir muslim meminjam atau
bahkan menemukan kebenaran dari pihak lain, sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW dalam haditsnya: Hikmah itu merupakan barang yang hilang jika
ditemukan darimana saja datangnyan maka ia berhak memilikinya.16 Begitu juga
asumsi lain yang mengatakan bahwa Islam merupakan sistem ajaran yang universal
dan komprehensif.
Pengembangan psikologi Islam bermula dari ide dan gerakan islamisasi sains
yang di pelopori oleh Ismail Raji al-Faruqi dan Ziauddin Sardar. Al-Faruqi
berpendapat bahwa islamisasi sains bermula dari upaya sintesis antara ilmu
pengetahuan modern dengan Islam, caranya dengan dimulai adanya kritik terhadap
ilmu-ilmu modern dan Islam digunakan sebagai penganalisisnya. Pemikiran al
Furuqi tersebut didasarkan atas asumsinya bahwa jika ingin menghasilkan suatu
pendekatan baru dalam khazanah Psikologi Islam maka langkah yang paling tepat
bukanlah dimulai dari nol melainkan dimulai dari penemuan dan teori-teori
13
Bahrun Amiq, ‚Model-model Penelitian dalam Psikologi Islam‛, p. 147-153, 148149. Diakses dari http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Modelmodel-Penelitian-Dalam-Psikologi-Islam.pdf., pada 4 Januari 2016.
14
S.H. Nasr dan Oliver leaman, History Of Islamic Philosophy, London: Routledge,
1996), hlm. 644
15
Terjemahan bebas dari Abd al-Rahman Salih abd al-lah, Education Theory a
Quranic Outlook, (Makkah: Umm al-Qura University, 1982), hlm 35-36.
16
Hadits Riwayat al-Turmuzi dan abu hurairah. Lihat abu Isa Muhammad ibn isa ibn
Saurah, al jami al shahih wa huwa Sunan al-Turmuzi, (Beirut: Dar ak-Ahya, kitab al ilm
nomor 2887), hlm 51.
7
psikologi barat kontemporer yang sudah mapan yang kemudian diadakan tindakan
lanjutan. Sedangkan Sardar berpendapat bahwa islamisasi sains harus dimulai dari
hal-hal yang paling mendasar yaitu dengan membangun pandangan dunia Islam dan
paradigma Islam itu sendiri, dengan asumsi dasar bahwa Psikologi Islam harus
dibangun dari kerangka pikir Islam.17
Terkait dengan disiplin ilmu psikologi Islam, khususnya yang berkembang di
Indonesia, dialektika warisan dan modernitas telah melahirkan dua model
pendekatan dalam pengkajiannya. Pertama, pendekatan yang berorientasi kepada
kajian turats (warisan) dan kedua pendekatan yang berorientasi pada modernitas.
1. Dari Turats kepada Modernitas
Psikologi yang berbasis kepada turâts dapat dijelaskan pada dua pola.
Pertama, pola yang berpijak dari konsep-konsep atau istilah-istilah dalam Alqur’an
dan Hadis dan kedua, pola yang berangkat dari khazanah keilmuan Islam. Ada dua
model pengembangan psikologi yang berbasis Alqur’an dan Hadis, yaitu dengan
mengkaji istilah-istilah atau konsep kunci yang berkenaan dengan aspek-aspek
yang terkait pada diri manusia di dalam Alqur’an atau Hadis dan keduanya, dengan
mengkaji pandangan-pandangan Alqur’an atau Hadis seputar kehidupan manusia.
Kedua, pola yang berangkat dari khazanah keilmuan Islam. Tradisi keilmuan
Islam, seperti filsafat Islam, tasawuf, fikih, ilmu kalam, dan sebagainyam sangat
kaya dengan pembahasan mengenai persoalan jiwa dan perilaku manusia. Secara
khusus, khazanah yang sangat kaya dengan bahasan mengenai persoalan kejiwaan
manusia ini adalah filsafat Islam18, yang juga dapat dipandang sebagai ibu kandung
dari psikologi Islam.
Mengkaji psikologi Islam dalam perspektif turats Islam, menuntut para
pengkajinya dimaksudkan untuk melihat kembali lembaran-lembaran kajian
psikologi Islam tatkala ia masih bersama ‚induk‛nya, yakni filsafat Islam. Ada
beberapa peran strategis filsafat Islam dalam pengembangan kajian psikologi Islam
yakni;
1) Menjaga kesinambungan kajian psikologi dalam Islam.
2) Menggunakan turâts filsafat Islam sebagai pintu masuk dimungkinkan
munculnya disiplin psikologi yang benar-benar utuh dan memiliki identitas
yang jelas.
3) Dengan melibatkan filsafat Islam dalam kajian psikologi dimungkinkan
akselerasi dalam pengembangan psikologi Islam, karena telah banyak
pencapaian yang diperoleh oleh para filosof muslim masa lampau, yang kiranya
tetap relevan sampai saat ini.
17
Djamaluddin Ancok, Membangun Paradigma Psikologi Islam ¸ (Yogyakarta:
Sipress, 1994), 10.
18
Filsafat Islam sebagaimana dipahami oleh para filosof muslim klasik, dimaknai
sebagai pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu. Hakekat segala sesuatu di sini
termasuk tentunya juga jiwa. Senada dengan hal ini, psikologi juga pada awalnya dimaknai
sebagai kajian tentang jiwa. Psikolog di sini berperan untuk merumuskan hakekat jiwa yang
proses penggaliannya didasarkan atas pendekatan spekulatif.
8
4) Dengan melibatkan filsafat Islam dalam kajiannya, corak psikologi Islam
dimungkinkan akan memiliki citra rasa rasional yang kental, karena psikologi
Islam dapat mengawinkan aspek empiris dari psikologi modern dengan aspek
rasionalitas dalam kajian filsafat Islam yang membuat psikologi Islam menjadi
disiplin yang memandang jiwa secara lebih komprehensif.19
2. Dari Modernitas kepada Islam
Pengembangan kajian psikologi dengan model ini dapat dijelaskan melalui
dua pola mainstream dalam model ini, yaitu; pertama, pola instrumentalis. Salah
satu pola yang berpandangan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah netral dan
universal. Adapun dinilai baik dan buruknya tergantung dari penggunanya. Kedua,
pola Islamisasi ilmu, yaitu pola yang tetap menjadikan Barat sebagai rujukan, akan
tetapi diikuti dengan proses pengislaman atau penyesuaian dengan nilai-nilai
Islam.
Dalam menyikapi ketertinggalan umat Islam dalam bidang ilmu
pengetahuan, para pemikir Islam menjadikan ilmu-ilmu yang berkembang di Barat
sebagai referensi bagi dunia Islam dalam menghadapi tantangan modernitas.
Mereka berpandangan bahwa pada dasarnya ilmu pengetahuan itu hanyalah alat
atau instrumen yang sifatnya netral dan dapat dipergunakan secara bebas oleh
siapa saja. Namun, berbeda dengan semangat kaum instrumentalis yang melihat
netralitas ilmu pengetahuan. Kelompok kedua menilai bahwa ilmu pengetahuan
tidak ada yang netral, tetapi selalu bias nilai dari penyusunnya. Kelompok kedua
tersebut merupakan kelompok yang berpandangan kritis terhadap ilmu
pengetahuan modern produk Barat. Pemikir muslim tersebut pada umumnya adalah
para pemikir yang berdomisili di Barat atau setidaknya merupakan lulusan dari
salah satu universitas yang terkenal di Barat.20
KESIMPULAN
Psikologi Islam merupakan bagian dari gerakan Islamisasi ilmu Pengetahuan.
Gagasan utama gerakan ini, adalah menyelaraskan keilmuan Barat yang dipandang
sekuler dengan ajaran Islam. Istilah Psikologi Islam merupakan bangunan psikologi
yang didasarkan atas nilai-nilai dasar islam yang tertuang dalam Al- Qur’an, hadits
dan pemikiran para psikolog muslim. Obyek kajian Psikologi Islam adalah ruh yang
memiliki dimensi ilahiah sedangkan kajian Psikologi kontemporer barat berdimensi
insaniah. Dengan mempelajari Psikologi Islam dapat berimplikasi memberikan
kebahagiaan diri sendiri dan orang lain bukan menambah masalah baru seperti
hidup dalam keterasingan, kegersangan dan kegelisahan. Psikologi Islam sudah
sewajarnya menjadi wacana sains yang obyektif.
19
M. Zainal Abidin, ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam
Diskursus Pemikiran Muslim Kontemporer‛, Religi, Vol. VIII, No. 1, Januari 2012: 13-29,
24.
20
M. Zainal Abidin, ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam
Diskursus Pemikiran Muslim Kontemporer‛…, 25.
9
Masing-masing model psikologi memiliki kelebihan sendiri-sendiri. Pada
model psikologi islam, kajian psikologi Barat yang sudah sangat maju, kiranya
dapat menjadikan pelajaran penting dalam penguatan kajian psikologi dalam Islam.
Harapan besar untuk kontribusi Islam di bidang psikologi, tampaknya dapat
diharapkan dari model kajian psikologi Islam yang berbasis kepada khazanah Islam
itu sendiri. Model kajian tersebut meniscayakan pengembangan psikologi yang
berbasis Islam yang kemudian dimunculkan ke dalam diskursus psikologi secara
umum.
Pengembangan psikologi Islam bermula dari ide dan gerakan islamisasi sains
yang di pelopori oleh Ismail Raji al-Faruq dan Ziauddin Sardar. Metode
pendekatan pengkajian dan pengembangan Psikologi Islam dapat ditempuh dengan
dua cara yaitu metoden pragmatis dan metode idealistik. Namun ada pula metode
yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penelitian psikologi Islam,
diantaranya; metode keyakinan (method of tenacity), rasiosinasi, otoritas (method
of authority), dan intuisi. Adapun pendekatan yang dapat digunakan dalam
membangun Psikologi Islam tersebut sebagaimana yang pernah dipraktekkan oleh
para psikolog muslim terdahulu setidaknya melalui tiga aspek yaitu pendekatan
skriptualis, pendekatan filosofis dan pendekatan tasawufi.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-lah, Abd al-Rahman Salih,. Education Theory a Quranic Outlook, Makkah:
Umm al-Qura University, 1982.
Abidin, M. Zainal., ‚Model-model Pengembangan Kajian Psikologi dalam
Diskursus Pemikiran Muslim Kontemporer‛, Religi, Vol. VIII, No. 1,
Januari 2012: 13-29.
Al-Faruqi, Ismail Raji., Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Wahyudi, Bandung:
Pustaka, 1984.
Amiq, Bahrun., ‚Model-model Penelitian dalam Psikologi Islam‛, p. 147-153.
Diakses pada 4 Januari 2016, dari http://psikologi.uin-malang.ac.id/wpcontent/uploads/2014/03/Model-model-Penelitian-Dalam-PsikologiIslam.pdf.
Ancok, Djamaluddin., Membangun Paradigma Psikologi Islam¸ Yogyakarta:
Sipress, 1994.
Bastaman, Hanna Djumhana., Integrasi Psikologi Islam, Menuju Psikologi Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Bruno, Frank. J., Kamus Istilah Kunci Psikologi, terj. Cecilia G. Samekto, judul
asli Dictionary of key Psychologi, Yogyakarta: Kanisius, 1989.
https://technurlogy.wordpress.com/2010/03/26/hubungan-filsafat-ilmu-denganpsikologi/., diakses pada tanggal 13 Desember 2015.
Leaman, Oliver. dan S.H. Nasr., History Of Islamic Philosophy, London:
Routledge, 1996.
Mujib, Abdul. dan Muhaimin., Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda
Karya, 1993.
Sholichatun, Yulia., ‚Menelaah Keilmuan Psikologi‛. Diakses
http://psikologi.uin-malang.ac.id, pada 13 Oktober 2015.
dari
Subandi, M.A., ‚Reposisi Psikologi Islam‛. Materi ini disampaikan pada Temu
Ilmiah Nasional I Psikologi Islam, Yogyakarta, 24 September 2005.
Diakses pada 4 Januari 2015.
11