MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP. docx

MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
KUALITAS LABA DAN NILAI PERUSAHAAN

PROPOSAL TESIS
Dibuat sebagai kelengkapan
Tugas kuliah

TURSINA
1509200070025

FAKULTAS EKONOMI
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan, sebagai produk akuntansi, merupakan salah satu sarana
bagi prinsipal (pemilik sumber daya) untuk memonitor kegiatan yang dilakukan
agen (manajemen). Laporan keuangan menjadi alat utama bagi perusahaan untuk

menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak
manajemen. Laporan keuangan tersebut untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak
eksternal maupun pihak-pihak internal yang kurang memiliki wewenang untuk
memperoleh informasi yang mereka butuhkan dari sumber langsung perusahaan
(Boediono, 2005).
Laporan keuangan juga merupakan salah satu informasi kuantitatif yang
dibuat olehperusahaan. Salah satu komponen penting dalam laporan keuangan
perusahaan yang menarik pihak eksternal perusahaan adalah laba. Laba
merupakan

indikator

yang

dapat

digunakanuntuk

mengukur


kinerja

operasionalperusahaan.Laba merupakan indikator yang dapatdigunakan untuk
mengukurkinerja operasional perusahaan. Investor dan kreditor menggunakan
laba untuk mengevaluasikinerja manajemen, memperkirakan earnings power, dan
untuk memprediksi laba dimasa yangakan datang (Siallagan dan Machfoedz,
2006).
Selanjutnya, Siallagan dan Machfoedz (2006)mengungkapkan bahwa
mekanisme corporategovernance dapat mempengaruhi kualitaslaba. Mekanisme
tersebut terdiri dari:

1. Kepemilikan manajerial secara positifberpengaruh terhadap kualitas laba.
2. Dewan komisaris secara negatif berpengaruhterhadap kualitas laba.
3. Komite audit secara positif berpengaruh terhadapkualitas laba.
Kualitas

laba

merupakan


laba

yang

secara

benar

dan

akurat

menggambarkan profitabilitas operasional perusahaan. Kualitas laba dikatakan
semakin tinggi bila semakin mendekati perencanaan awal atau bahkan melebihi
target (Sutopo, 2009). Kualitas laba rendah karena dalam pelaporan laba akuntansi
mengandung gangguan persepsian atau tidak mencerminkan kinerja perusahaan
yangsesungguhnya sehingga informasi yang diperoleh menjadi bias dan
menyesatkan dalam pengambilan keputusan (Boediono, 2005).
Laba yang tidak menunjukkaninformasi yang sebenarnya tentang kinerja
manajemen dapat menyesatkan pihakpengguna laporan. Jika laba seperti ini

digunakan oleh investor untuk membentuk nilaipasar perusahaan, maka laba tidak
dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yangsebenarnya (Boediono, 2005).
Dalam

jangka

panjang,

tujuan

perusahaan

adalahmengoptimalkan

nilaiperusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkansemakin
sejahtera pula pemiliknya.
Dengan melihat tujuan utama perusahaan yaitu meningkatkan nilai
perusahaan makapenerapancorporate governance merupakan salah satu elemen
kunci dalammeningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian
hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham

dan stakeholders lainnya.Corporate governance juga memberikan suatu struktur

yang memfasilitasi penentuansasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai
sarana untuk menentukan teknikmonitoring kinerja (Deni et al., 2004).
Salah satu mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol biaya keagenan
yaitu denganmenerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance). Kaen (2003)menyatakan corporate governance pada dasarnya
menyangkut masalah siapa (who) yangseharusnya mengendalikan jalannya
kegiatan korporasi dan mengapa (why) harusdilakukan pengendalian terhadap
jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengansiapa adalah para pemegang
saham, sedangkan “mengapa” adalah karena adanyahubungan antara pemegang
saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadapperusahaan.
Beberapa

mekanisme

yang

dapat


digunakan

untuk

mengatasi

masalahkeagenan tersebut adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial.
Bernhart danRosenstein (1998), menyatakan beberapa mekanisme (mekanisme
corporate governance)seperti mekanisme internal, seperti struktur dewan
komisaris serta mekanisme eksternalseperti pasar untuk kontrol perusahaan
diharapkan dapat mengatasi masalah keagenantersebut. Dengan meningkatkan
kepemilikan saham oleh manajer, diharapkan manajerakan bertindak sesuai
dengan keinginan para principal karena manajer akan termotivasiuntuk
meningkatkan kinerja.
Kemampuan dewan komisaris untuk mengawasi merupakanfungsi yang
posifif dari porsi dan independensi dari dewan komisaris eksternal. Komiteaudit
yang bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi

auditeksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal juga diharapakan
dapatmengurangi sifat oppurtinistic manajemen yang melakukan manajemen laba.

Warfield et al. (1995) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial
berhubungansecara negatif dengan manajemen sebagai proksi kualitas laba.
Chtourou et al. (2001)menemukan bahwa earning management secara signifikan
berhubungan dengan beberapapraktik governance oleh dewan komisaris dan
komite audit. Klein (2002) memberikanbukti secara empiris bahwa perusahaan
yang membentuk komite audit independentmelaporkan laba dengan kandungan
akrual diskresioner yang lebih kecil dibandingkandengan perusahaan yang tidak
membentuk komite audit independen.
Konflik

keagenanyang

mengakibatkan

adanya

sifat

opportunistic


manajemen akan mengakibatkanrendahnya kualitas laba. Rendahnya kualitas laba
akan dapat membuat kesalahanpembuatan keputusan kepada para pemakainya
seperti para investor dan kreditor,sehingga nilai perusahaan akan berkurang.
Berdasarkan teori keagenan, permasalahantersebut dapat diatasi dengan adanya
tata kelola perusahaan yang baik (good corporategovernance).

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah mekanisme corporate governance mempengaruhi kuliatas laba?
2. Apakah

mekanisme

corporate

governance

mempengaruhi

perusahaan?
3. Apakahkualitas laba mempengarui nilai perusahaan?


nilai

1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk

menguji

secara

empiris

mekanisme

corporate

governancemempengaruhi kualitas laba.
2. Untuk

menguji


secara

empiris

mekanisme

corporategovernance

kualitaslaba

mempengaruhi

mempengaruhi nilai perusahaan.
3. Untuk

menguji

secara


empiris

nilai

perusahaan.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis dengan melakukan penelitian ini penulis menambah wawasan
dan pengetahuan terapan disamping pengetahuan teoritis yang telah
diperoleh mengenai mekanisme corporate governance terhadap kualitas
laba dan nilai perusahaan.
2. Bagi kepentingan pengembangan pelaksanaan good corporate governance
3. Bagi akademisi dengan melakukan penelitian ini sebagai salah satu bahan
referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Corporate Governance
Corporate governance merupakan salah satu konsep yang dapat
dipergunakan dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian
hubungan antara manajemen perusahaan, dewan direksi, para pemegang saham
dan pemangku kepentingan perusahaan lainnya. Corporate governance juga
memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari
suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring
kinerja. Watts (2003) menyatakan bahwa salah satu cara yang di gunakan untuk
memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunisticmanajemen
adalah corporate governance.
Berkaitan dengan masalah keagenan, corporate governance yang
merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa
berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa
mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Dengan
kata lain corporate governance diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi
antara principal dan agent yang pada akhirnya dapat menurunkan tindakan
manajemen laba (Ujiyanto dan Bambang, 2007).
Hingga saat ini masih ditemui definisi yang bermacam-macam tentang
Good Corporate Governance atau GCG. Namun umumnya mempunyai maksud
dan pengertian yang sama. Forum for Corporate Governance in Indonesia atau

FCGI (2000) dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi Cadbury
Committee, yaitu: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham,pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Disamping itu FCGI juga menjelaskan, bahwa tujuan dari Corporate
Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders).Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa
corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan
kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah
mereka investasikan.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin
bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer
tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyekproyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah
ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor
mengontrol para manajer. Dengan kata lain corporate governance diharapkan
dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost).
Corporate governance merupakan kunci sukses perusahaan dalam
mengelola perusahaan sehingga laporan keuangan yang dihasilkan terjamin
kualitasnya. Tata kelola perusahaan yang baik mencerminkan apakah perusahaan

tersebut, dalam hal ini manajemen, sehat dan transparan sehingga diharapkan
dapat menekan aktivitas perekayasaan kinerja yang mengakibatkan laporan
keuangan tidak menggambarkan nilai sesungguhnya.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dilaksanakannya corporate
governance berdasarkan Forum for Coporate Governance in Indonesia (FCGI)
(2001:4), antara lain:
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak
rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan
corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholder’s value dan dividen. Khusus
bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari
hasil privatisasi.

2.2 Kepemilikan Manajerial, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan
Kualitas laba yang dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham
manajerial.Tekanan

dari

pasar

modal

menyebabkan

perusahaan

dengan

kepemilikan manajerial yangrendah akan memilih metode akuntansi yang
meningkatkan laba yang dilaporkan, yangsebenarnya tidak mencerminkan

keadaan ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan(Boediono, 2005). Gabriel et
al. (2002) menguji hubungan antara kepemilikan manajerialdan kandungan
informasi laba serta discretionary accrual.
Dengan menggunakan datapasar modal Denmark ditemukan adanya
hubungan yang positif tetapi tidak signifikanantara kepemilikan manajerial
dandiscretionary accrual dan hubungan negatif antarakepemilikan manajerial
dengan kandungan informasi laba.Penelitian Solihan dan Taswon (dalam Jogi dan
Josua, 2007) menemukan hubungan yangsignifikan dan positif antara kepemilikan
manajemen dan nilai perusahaan. Sementarapenelitian yang dilakukan Laster dan
Faccio (1999) menemukan hubungan yang lemahantara kepemilikan manajemen
dan nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan olehJensen dan Meckling (1976)
menemukan bahwa semakin besar kepemilikan saham olehmanajemen maka
berkurang kecenderungan manajemen untuk mengoptimalkanpenggunaan sumber
daya sehingga mengakibatkan kenaikan nilai perusahaan.
Berbedadengan penelitian Siallagan dan Machfoedz (2003) menyatakan
bahwa denganmenggunakan OLS maupun 2SLS menemukan hubungan antara
kepemilikan manajerialdan nilai perusahaan adalah negatif dan linier sehingga
disimpulkan bahwa dengankepemilikan manajemen yang tinggi akan menurunkan
nilai perusahaan.Siallagan dan Machfoedz (2006) yang juga meneliti pengaruh
kepemilikan manajerialterhadap kualitas laba yang diukur dengan discretionary
accrual dan nilai perusahaanyang diukur dengan Tobin’s Q, menyimpulkan dari
hasil pengujiannya bahwakepemilikan manajerial berpengaruh secara positif

terhadap kualitas laba, sedangkanpengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai
perusahaan adalah negatif.

2.3 Kepemilikan Institusional, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan
Dalam hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini
memilikikemampuan

untuk

memonitor

tindakan

manajemen

lebih

baik

dibandingkan investorindividual. Menurut Lee et al., (1992) dalam Fidyati (2004)
menyebutkan dua perbedaanpendapat mengenai investor institusional. Pendapat
pertama didasarkan pada pandanganbahwa investor institusional adalah pemilik
sementara (transfer owner) sehingga hanyaterfokus pada laba sekarang (current
earnings). Perubahan pada laba sekarang dapatmempengaruhi keputusan investor
institusional.
Jika perubahan ini tidak dirasakanmenguntungkan oleh investor, maka
investor dapat melikuidasi sahamnya. Hasilpenelitiannya menyatakan bahwa
investor institusional biasanya memiliki saham denganjumlah besar, sehingga jika
mereka

melikuidasi

sahamnya

akan

mempengaruhi

nilaisaham

secara

keseluruhan. Untuk menghindari tindakan likuidasi dari investor, manajer
akan melakukan earnings management.
Boediono (2005) dalam penelitiannya mengenai pengaruh mekanisme
corporategovernance dan dampak manajemen laba menemukan bahwa struktur
kepemilikaninstitusional berpengaruh secara positif terhadap manajemen laba.
Mitra (2002), Koh(2003), dan Midiastuty & Machfoedz (2003) juga menemukan
bahwa kehadirankepemilikan institusional yang tinggi membatasi manajer untuk

melakukan pengelolaanlaba. Tetapi Darmawati (2003) tidak menemukan bukti
adanya hubungan antarapengelolaan laba dengan kepemilikan institusional.
Pendapat kedua memandang investorinstitusional sebagai investor yang
berpengalaman (sophisticated). Menurut pendapat ini,investor lebih terfokus pada
laba masa datang (future earnings) yang lebih besar relatifdari laba sekarang.
Dalam

Fidyati

(2004),

Shiller

dan

Pound

(1989)

menjelaskan

bahwainvestor institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan
analisisinvestasi dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu
mahalperolehannya bagiinvestor lain. Investor institusional akan melakukan
monitoring secara efektif dan tidakakan mudah diperdaya dengan tindakan
manipulasi yang dilakukan manajer.Berbedadengan penelitian Wedari (2004) dan
Cornett et al. (2006) yang menemukan buktikonsentrasi kepemilikan oleh
institusional tidak mampu mengurangi aktivitas manajemenlaba didalam
perusahaan.
Wahyudi dan Pawestri (2006) Dalam penelitiannya mengenai implikasi
struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan menyatakan bahwa kepemilikan
institusionalberpengaruhpositif terhadap nilai perusahaan. Suranta dan Machfoedz
(2003) dalam penelitiannyamenyatakan bahwa nilai perusahaan (Tobin’s Q)
dipengaruhi oleh kepemilikanmanajerial, institusional dan ukuran dewan direksi.
Kepemilikan institusional, dimanaumumnya dapat bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan.
Semakin

besarkepemilikan

institusional

maka

semakin

efisien

pemanfaatan aktiva perusahaan dandiharapkan juga dapat bertindak sebagai

pencegahan terhadap pemborosan yangdilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004).
Begitu pula menurut Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi
keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dandorongan untuk
mengoptimalkan nilai perusahaan.
Shleifer dan Vishny (dikutip olehTendi Haruman, 2007) menyatakan
bahwa jumlah pemegang saham besar mempunyaiarti penting dalam memonitor
perilaku manajer dalam perusahaan. Dengan adanyakepemilikan institusional
akan dapat memonitor tim manajemen secara efektif dan dapatmeningkatkan nilai
perusahaan.

2.4 Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Chan et al. (2001) menguji apakah return saham yang akan datang akan
mereflesikaninformasi mengenai kualitas laba saat ini. Kualitas laba diukur
dengan akrual. Merekamenemukan bahwa perusahaan dengan akrual yang tinggi
menunjukkan laba perusahaanberkualitas rendah, demikian juga sebaliknya. Bagi
perusahaan

yang

menerbitkan

sahampasar

modal

harga

saham

yang

ditransaksikan di bursa merupakan indikator nilaiperusahaan.
Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang
kinerjamanajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti
ini digunakanoleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba
tidak dapatmenjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya. Bagi investor,
laporan labadianggap mempunyai informasi untuk menganalisis saham yang
diterbitkan oleh emiten. (Boediono, 2005).

Apakah yang dimaksud dengan kualitas laba (earnings quality)?. Yee
(2006) mengungkapkanbahwa untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu
dipahami bahwa laporanlaba memiliki dua peranan. Pertama, sebagai atribut dasar
(fundamental attributes), dankedua sebagai atribut pelaporan keuangan (financial
reporting attributes). Labafundamental (fundamental earnings) adalah ukuran
profitabilitas akuntansi yangmengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
dividen di masa depan.
Pada sisilain, laba yang dilaporkan (reported earnings) merupakan
pertanda kurang baik yangharus diumumkan oleh perusahaan. Kualitas laba
menunjuk pada seberapa cepat dan tepatlaba yang dilaporkan mengungkapkan
laba fundamental. Semakin tinggi kualitas laba,maka semakin cepat dan tepat laba
yang dilaporkan menyampaikan nilai sekarang daridividen yang diharapkan.
Kualitas laba menjadi perhatian para pengguna laporankeuangan Karena laba
berperan penting dalam pembuatan perjanjian dan keputusaninvestasi.
Siallagan dan Machfoed (2006) yang menguji pengaruh kualitas laba
terhadapnilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang listing di BEJ pada
periode 2000-2004 menyimpulkan bahwa kualitas laba secara positif berpengaruh
terhadap nilaiperusahaan.Nilai perusahaan merupakan kondisi tertentu yang telah
dicapai oleh suatu perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat
terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun,
yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai dengan saat ini. Meningkatnya
nilai perusahaan adalah sebuah prestasi, yang sesuai dengan keinginan

para pemiliknya,

karena

dengan

meningkatnya

nilai

perusahaan,

maka

kesejahteraan para pemilik juga akan meningkat.
Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan
yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham
(Bringham Gapensi,1996), Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai
perusahaan.Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik
perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang
saham juga tinggi.
Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga
pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan
(financing), dan manajemen aset.Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan
adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Akan tetapi di balik tujuan tersebut
masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai
kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan
meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak
terpengaruh sama sekali.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa
merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitas perusahaan.
Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam
bentuk

maksimalisasi nilai

saham

kepemilikan

perusahaan,

atau

memaksimalisasikan harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak
berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan
mengorbankan para pemegang obligasi.

2.4.1 Komite Audit, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan
Klein (2002) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang
membentukkomite audit independen melaporkan laba dengan kandungan akrual
diskresioner yang
lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite
auditindependen. Wedari (2004) yang menguji pengaruh komite audit terhadap
praktikmanajemen laba menemukan bahwa komite audit berpengaruh positif
terhadapmanajemen laba. Artinya, komite audit belum berhasil mengurangi
manajemen laba.
Peran komite audit sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba
perusahaan yangmerupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk
publik dan dapat digunakaninvestor untuk menilai perusahaan. Investor sebagai
pihak luar perusahaan tidak dapatmengamati secara langsung kualitas sistem
informasi perusahaan sehingga persepsimengenai kinerja komite audit akan
mempengaruhi penilaian investor terhadap kualitaslaba perusahaan (Suaryana,
2005).
Penelitian Veronica dan Utama (2005) menguji pengaruh keberadaan
komite audit dalamperusahaan terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut
melaporkan bahwa variabelkeberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba perusahaan.Artinya keberadaan komite audit tidak mampu
mengurangi manajemen laba yang terjadidi perusahaan. Chtourou et.al (2001)
menemukan hubungan negatif antara manajemenlaba dan praktik governance
yang dilakukan oleh komite audit. Setiawan (2006)menunjukkan bahwa komite

audit berpengaruh signifikan secara positif terhadap kualitaslaba (earnings
response coefficient), artinya dengan adanya komite audit makaperusahaan dapat
meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Carcello et.al. (2006)menunjukan
bahwa (1) Komite audit independen dengan keahlian keuangan memilikipengaruh
yang

signifikan

terhadap

manajemen

laba,

(2)

ukuran

perusahaan

berpengaruhsignifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan
komite auditmempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laba dan juga nilai
perusahaan yangdihitung dengan Tobin’s Q. Hal ini memberi bukti bahwa
keberadaan komite audit dapatmeningkatkan efektifitas kinerja perusahaan.

2.5 Teori Agency
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi adalah hubungan
atau kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiaptiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga
menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.
Agency Theory menunjukkan bahwa perusahaan dapat dilihat sebagai
suatu hubungan kontrak (loosely defined) antara pemegang sumber daya. Suatu
hubungan agency muncul ketika satu atau lebih individu, yang disebut pelaku
(principals), mempekerjakan satu atau lebih individu lain, yang disebut agen,
untuk melakukan layanan tertentu dan kemudian mendelegasikan otoritas
pengambilan keputusan kepada agen. Hubungan utama agency dalam bisnis
adalah mereka (antara pemegang saham dan manajer dan) 1 (2) antara debtholders

dan pemegang saham. Hubungan ini tidak selalu harmonis, memang, teori
keagenan berkaitan dengan konflik agency, atau konflik kepentingan antara agen
dan pelaku. Hal ini memiliki implikasi untuk, antara lain, tata kelola perusahaan
dan etika bisnis. Ketika agency terjadi cenderung menimbulkan biaya agency,
yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka untuk mempertahankan hubungan
agency yang efektif (misalnya, menawarkan bonus kinerja manajemen untuk
mendorong manajer bertindak untuk kepentingan pemegang saham). Oleh karena
itu, teori keagenan telah muncul sebagai model yang dominan dalam literatur
ekonomi keuangan, dan secara luas dibahas dalam konteks etika bisnis.
Agency Theory secara formal berasal pada awal tahun 1970, namun konsep di
balik itu memiliki sejarah panjang dan beragam. Di antaranya adalah pengaruh
teori properti-hak, ekonomi organisasi, hukum kontrak, dan filsafat politik,
termasuk karya Locke dan Hobbes. Sebagian ilmuwan penting terlibat dalam
periode formatif teori agensi di tahun 1970-an termasuk Armen Alchian, Harold
Demsetz, Michael Jensen, William Meckling, dan S.A. Ross.
2.5.1 Kebiasaan Mementingkan Diri Sendiri
Agency Theory menunjukkan bahwa, tenaga kerja tidak sempurna dan
pasar modal, manajer akan berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka sendiri
dengan mengorbankan para pemegang saham perusahaan. Agen memiliki
kemampuan untuk beroperasi sendiri dan mementingkan kepentingan pribadi
daripada kepentingan terbaik dari perusahaan hal ini disebabkan oleh informasi
yang bersifat asimetris (misalnya, manajer tahu lebih baik dari pemegang saham
apakah mereka mampu memenuhi tujuan pemegang saham) dan ketidakpastian

(misalnya, berbagai faktor memberikan kontribusi pada hasil-hasil akhir, dan
mungkin tidak jelas apakah agen langsung menyebabkan hasil yang diberikan,
positif atau negatif). Bukti perilaku manajerial mementingkan diri sendiri
termasuk konsumsi beberapa sumber daya perusahaan dalam bentuk perquisites
dan menghindari risiko posisi yang optimal, dimana manajer menghindari risiko
bypass peluang yang menguntungkan di mana pemegang saham perusahaan akan
lebih memilih untuk berinvestasi. Di luar investor menyadari bahwa perusahaan
akan membuat keputusan yang bertentangan dengan kepentingan terbaik mereka.
Oleh karena itu, investor memberikan potongan harga dan mereka bersedia
membayar perusahaan sekuritas.
Potensi konflik keagenan muncul setiap kali manajer perusahaan memiliki
kurang dari 100 persen dari saham biasa perusahaan. Jika suatu perusahaan adalah
kepemilikan tunggal yang dikelola oleh pemilik, manager pemilik akan
melakukan tindakan untuk memaksimalkan kesejahteraan sendiri. Manajerpemilik mungkin akan mengukur utilitas oleh kekayaan pribadi, tetapi mungkin
memikirkan pertimbangan lainnya, seperti hiburan dan perquisites, terhadap
kekayaan pribadi. Jika pemilik-manajer meninggalkan sebagian kepemilikan-nya
dengan menjual sebagian saham perusahaan kepada investor luar, maka akan
muncul potensi konflik kepentingan, yang disebut konflik keagenan.
Sebagai contoh, pemilik-manajer lebih memilih gaya hidup yang lebih
santai dan tidak bekerja keras untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang
saham, karena kurangnya kekayaan yang akan ditambahkan ke manajer-pemilik.
Selain itu, manajer-pemilik lebih memutuskan untuk mengkonsumsi perquisites,

karena beberapa manfaat dari biaya konsumsi akan ditanggung oleh para
pemegang saham external.
Pada sebagian besar perusahaan publik bersekala besar, konflik kantor
berpotensi cukup signifikan karena para manajer perusahaan sendiri umumnya
hanya sebagian kecil dari saham biasa. Oleh karena itu, maksimalisasi kekayaan
pemegang saham dapat disubordinasi untuk berbagai macam tujuan manajerial
lainnya. Misalnya, manajer mungkin memiliki tujuan yang mendasar untuk
memaksimalkan ukuran perusahaan. Dengan membuat sebuah, perusahaan besar
cepat berkembang, eksekutif meningkatkan status mereka sendiri, menciptakan
lebih banyak kesempatan untuk manajer tingkat rendah sampai menengah dan
gaji, dan meningkatkan keamanan kerja mereka karena suatu pengambilalihan
cenderung tidak ramah. Akibatnya, manajemen incumbent dapat melakukan
diversifikasi dengan mengorbankan para pemegang saham yang dapat dengan
mudah mendiversifikasi masing-masing portofolio hanya dengan membeli saham
di perusahaan lain.
Manajer dapat didorong untuk melakukan tindakan terbaik demi
kepentingan pemegang saham melalui insentif, hambatan, dan hukuman.
Bagaimanapun juga metode ini efektif hanya jika pemegang saham dapat
mengamati semua tindakan yang diambil oleh manajer. Masalah moral mengambil
untung semata, dimana agen mengambil tindakan tidak teramati dalam diri
mereka untuk kepentingan-pribadi, yang berasal dari kelayakan bagi pemegang
saham untuk memantau semua tindakan manajerial. Untuk mengurangi masalah

moral mengambil untung semata, pemegang saham harus menanggung biaya
agen.
2.5.2 Pendekatan-Pendekatan dalam Agency Theory
1. Pendekatan Deduktif
Dalam metode ini perumusan teori dimulai dari perumusan dalil dasar
akuntansi (postulat dan prinsip akuntansi) dan selanjutnya dari rumusan dasar ini
diambil kesimpulan logis tentang teori akuntansi mengenai hal yang dipersoalkan.
Jadi perumusan dimulai dari dalil umum kepada dalil khusus. Pendekatan ini
dilakukan dalam penyusunan struktur akuntansi dimana dirumuskan dahulu tujuan
laporan keuangan, rumuskan postulat, kemudian prinsip, dan akhirnya lebih
khusus menyusun teknik akuntansi.Dalam hai ini, teori diuji dari posisinya dalam
menampung keinginan praktik. Jika pemakai dalam praktik diterima, dianggap
teori ini diterima atau verified, sebaliknya jika teori ini tidak diterima
disebutfalsified.
Beberapa pendukung metode ini adalah: Paton, Caaning, Sweeney, Macneal,
Alexander, Edward and Bell, Moonitz, dan Sprouse and Moonitz.
2. Pendekatan Induktif
Dalam metode ini, penyusunan teori akuntansi didasarkan pada beberapa
observasi dan pengukuran khusus dan akhirnya dari berbagai sample dirumuskan
fenomena yang seragam atau berulang (informasi akuntansi) dan diambil
kesimpulan umum (postulat dan prinsip akuntansi). Tahap yang dilaluiadalah:



Mengumpulkan semua observasi
Analisis dan golongkan observasi berdasrkan hubungan yang berulangulang dan sejenis, seragam, mirip.



Ditarik kesimpulan umum dan prinsip akuntansi yang menggambarkan
hubungan yang berulang-ulang tadi.



Kesimpulan umum diuji kebenarannya.
Tidak seperti pendekatan deduktif, dalam pendekatan induktif ini

kebenaran dan kepalsuan dalil tidak tergantung pada dalil lainnya, tetapi harus
melalui pengujian empiris. Dalam pendekatan induktif, kebenaran suatu dalil
tergantung pada pengamatan terhadap contoh yang cukup dari hubungan kasus
yang berulang-ulang dan seragam. Para teoritisi yang menggunakan pendekatan
ini adalah Hatfield, Gilman, Littlelton, Paton and Littlelton, dan Ijiri.
3. Pendekatan Sosiologis
Dalam pendekatan ini, yang menjadi perhatian utama dalam perumusan
teori akuntansi adalah dampak social dari teknik akuntansi. Jadi yang menjadi
perhatian bukan pemakai langsung akuntansi tetapi juga masyarakat secara
keseluruhan.Pendekatan inilah sebagai embrio socio economic accounting atau
social responsibility accounting. Pendekatan ini seolah merupakan perluasan dari
konsep etik dimana yang menjadi fokus perhatian adalah kesejahteraan seluruh
masyarakat bukan saja pemilik.
Menurut konsep ini, prinsip akuntansi dinilai dari penerimaan dari seluruh
pihak terhadap laporan keuangan, khususnya yang melaporkan tentang damapak
perusahaan terhadap masyarakat. Akuntansi dalam model ini harus dapat
memberikan pertimbangan dalam mengambil kesimpulan terhadap kesejahteraan
masyarakat. Para penulis yang mengkaji isu ini adalah Belkaoji dan Beams dan
Fertig, Ladd, Littlelton, dan Zimmerman.

2.5.3 Agency Theory Dalam Praktik Akuntansi
Teori keagenan memberikan peranan penting bagi akuntansi terutama
dalam menyediakan informasi setelah suatu kejadian yang disebut sebagai
peranan pasca keputusan. Peranan ini sering diasosiasikan dengan peran
pengurusan (stewardship) akuntansi, dimana seorang agen melapor kepada
prinsipal tentang kejadian-kejadian dimasa lalu. Inilah yang memberi akuntansi
nilai umpan baliknya selain nilai prediktifnya.
Dimana nilai umpan balik menjelaskan bahwa informasi juga mempunyai
peran penting dalam menguatkan atau mengoreksi harapan-harapan sebelumnya.
Suatu keputusan jarang sekali dibuat secara terpisah. Informasi mengenai hasil
dari suatu keputusan seringkali merupakan masukan kunci dalam pengambilan
keputusan berikutnya. Akuntansi idealnya menyediakan jasa yang sama bagi
investor, dengan memungkinkan mereka untuk menyesuaikan strategi investasi
mereka sepanjang waktu.
Dari model ini dan perluasannya dapat diambil beberapa pengertian.
Perluasan ini sebagian besar berhubungan dengan cara kedua belah pihak tersebut
berbagi risiko dan informasi. Misalnya, para pemilik yang menghindari risiko
diasumsikan menanggung risiko bisnis, sementara para manajer bertindak sebagai
agen-agen yang netral terhadap risiko yang dimaksud. Dengan menggunakan teori
keagenan yang sama, jika manajemen bersikap tidak membedakan terhadap risiko
sedangkan pemilik menghindari risiko, maka manajemenlah dan bukan pemilik
yang akan menanggung risiko tersebut.

Ini merupakan keadaan saling mempengaruhi penghindaran risiko relatif
antara manajer dan pemilik perusahaan yang menciptakan sebagian dari masalahmasalah yang paling menarik dalam teori keagenan untuk para akuntan. Informasi
yang dimaksud merupakan salah satu cara untuk mengurangi ketidakpastian,
sehingga memberi akuntan peran penting dalam pembagian risiko antara manajer
dan pemilik perusahaan.
Asimetri informasi merupakan pembahasan terakhir dalam bidang teori
keagenan yang memfokuskan pada masalah-masalah yang ditimbulkan oleh
informasi yang tidak lengkap, yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh
kedua belah pihak dan sebagai akibatnya, ketika konsekuensi-konsekuensi tertentu
tidak dipertimbangkan oleh masing-masing pihak yang bersangkutan. Misalnya,
pihak pemilik perusahaan mungkin tidak mengetahui preferensi manajer
perusahaan sehingga tidak sulit bagi keduanya untuk melakukan kepentingan
perhitungan yang telah disebutkan sebelumnya.
Satu contoh kasus yang menyangkut informasi yang tidak lengkap dalam
teori keagenan, dapat terjadi apabila pihak pemilik perusahaan tidak dapat
mengamati semua aksi pihak manajer perusahaan. Aksi-aksi yang dimaksud
mungkin berbeda dari aksi yang lebih disukai pihak pemilik perusahaan, entah
karena manajer perusahaan mempunyai perangkat efisiensi yang berbeda atau data
pula karena pihak manajer tersebut sengaja mencoba untuk melalaikan tugasnya
sebagai manajer perusahaan atau biasa juaga melakukan penipuan terhadap
pemilik perusahaan.

Situasi ini tentunya dapat menciptakan apa yang dikenal dengan istilah
sebagai masalah kekacauan (moral hazard). Salah satu solusi yang mungkin dapat
dilakukan yaitu dengan cara pihak pemilik perusahaan menugaskan seorang
auditor untuk melakukan pemeriksaan mengenai apa yang dilakukan oleh pihak
manajemen perusahaan tersebut. Sedangkan solusi yang lainnya dapat dilakukan
dengan cara memberikan pihak manajemen perusahaan suatu insentif, seperti
misalnya, saham yang ada diperusahaan, untuk menyelesaikan preferensi
manajemen perusahaan dengan preferensi pihak pemilik perusahaan.

2.6 Asimetri Informasi
Dalam bidang ekonomi, asimetri informasi terjadi jika salah satu pihak
dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak atau lebih baik dibandingkan
pihak lainnya. (Sering juga disebut dengan istilah informasi asimetrik/informasi
asimetris). Umumnya pihak penjual yang memiliki informasi lebih banyak tentang
produk dibandingkan pembeli, meski kondisi sebaliknya mungkin juga terjadi.
Contoh situasi dimana penjual memiliki informasi lebih baik ada banyak,
termasuk di dalamnya penjual mobil bekas, pialang saham, agen real estate, dan
asuransi jiwa.

2.6.1 Teori Asimetri Informasi
Asimetri informasi merupakan kondisi di mana ada ketidakseimbangan
perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi

(prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya
sebagai pengguna informasi (user).
Teori asimetri mengatakan bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan
perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko
perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan
dengan pihak lainnya. Manajer biasanya mempunyai informasi yang lebih baik
dibandingkan dengan pihak luar (investor) karena itu bisa dikatakan terjadi
asimetri informasi antara manajer dengan infestor. Infestor, yang merasa
mempunyai informasi yang lebih sedikit akan berusha menginterpretasikan
perilaku manajer. Dengan kata lain, perilaku manajer termasuk dalam perilaku
penentuan strktur modal.
Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk
melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan
untuk memaksimumkan utility bagi dirinya.Sedangkan bagi pemilik modal dalam
hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang
dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik
(pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban
memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang
diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti
laporan keuangan.

Menurut Myers dan Majluf (1977) ada asimetri informasi antara manajer
dengan pihak luar manajer mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai
kondisi perusahaan dibandingkan dengan pihak luar. Pada saat harga saham
menunjukan nilai yang sangat tinggi (over value) manajer akan cenderung
mengeluarkan saham (memanfaatkan harga yang terlalu tinggi). Tentunya pihak
luar (pasar) tidak mau ditipu, karena itu pada saat pengumuman saham baru di
umumkan harga akan jatuh karena pasar menginterpretasikan harga saham sudah
over value. Teori tersebut bisa menjelaskan fenomena jatuhnya harga saham pada
saat terjadi pengumuman penerbitan saham baru.
Jika harga saham jatuh cukup serius pemegang saham lama akan dirugikan
jika dilakukan penerbitan saham baru. Sebaliknya pemegang saham baru akan
diuntungkan karena bisa membeli saham dengan harga murah. Karena jatuhnya
harga saham tersebut berkaitan dengan asimetri informasi maka dikatan bahwa
ada biaya asimetri informasi yang berkaitan dengan penerbitan saham. Biaya
tersebut akan semakin besar jika harga saham jatuh cukup signifikan.
Dibandingkan dengna saham, pengumuman penerbitan utang menurut
pengamatan biasanya disertai dengan penurunan harga saham yang lebih kecil.
Dilihat dari asimetri informasi sekuritas utang mempunyai asimetri informasi
yang lebih kecil dibandingkan dengan saham. Utang mempunyai pendapatan yang
bersifat tetap (bunga utang), karena itu ketidakpastian pendapatan utang lebih
kecil dibandingikan dengan ketidapastian saham. Asimetri informasi dari utang
tidak sebesar asimetri untuk saham. Dengan kata lain biaya asimetri utang lebih
kecil dibandingkan dengan biaya asimetri saham.

Karena biaya asimetri saham cenderung paling besar, manajer akan enggan
untuk menerbitkan saham. Saham menjadi alternatif paling akhir dalam upaya
mencari dana. Dana internal praktis bebas dari biaya asimetri informasi, karena itu
dana internal akan dipilih pertama kali jika perusahaan mebutuhkan dana. Jika
kebutuhan dana masih ada, maka perusahaan akan menerbitkan utang. Jika
kebutuhan dana masih ada, maka langkah terakhir adalah penerbitan saham.
Teori asimetri tersebut bisa digunakan untuk menjelaskan teori packing
order (perusahaan memilih dana internal, dan menggunakan penerbitan sebagai
langkah terakhir). Dalam konteks asimetri informasi, penerbitan saham yang
paling kecil (urutan paling rendah), disebabkan biaya asimetri saham adalah yang
paling besar. Utang mempunyai asimetri yang lebih rendah dibandingkan saham.
Dana internal bebas dari biaya asimetri, oleh karena itu dana internal mempinyai
asimetri paling kecil. Karenanya, urut-urutan preferensi penggunaan berdasarkan
asimetri biaya adalah :
1.

Dana Internal

2.

Utang

3.

Penerbitan

Oleh karena itu model asimetri informasi bisa dipakai menjelaskan stuktur modal.
Tetapi dengan adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik
yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak
lain untuk kepentingan sendiri. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi
sifat dasar manusia yaitu:
1.

Manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest),

2.

Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded rationality)

3.

Manusia selalu menghindari resiko (risk adverse).

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi
yang dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya
dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan.
2.6.1 Macam Asimetri Informasi
Menurut Scott (2000), ada dua macam asimetri informasi:
1. Adverse Selection
Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau
lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau
transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse
selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak
dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan
suatu perusahaan daripada para investor luar.
Para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih
banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak
luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil
oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang
saham.
2. Moral Hazard
Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak yang
melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi

usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian
transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard
dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendalian yang
merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.
Kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya diketahui oleh
pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan
tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan
sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
2.7 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan laporan tertulis yang memberikan informasi
kuantitatif tentang posisi keuangan dan perubahan-perubahannya, serta hasil yang
dicapai selama periode tertentu. Laporan keuangan dapat dijadikan media yang
dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan, dimana laporan
keuangan tersebut terdiri dari neraca, perhitungan rugi laba, ikhtisar laba ditahan
dan laporan posisi keuangan.
Berikut ini merupakan pengertian dan definisi laporan keuangan dari berbagai
sumber:
1.

Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan
(SAK): Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan
keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan dalam
berbagai cara seperti, misalnya : sebagai laporan arus kas, atau laporan
arus dana, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang

merupakan bagian integral ari laporan keuangan. Di samping itu juga
ternasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan
laporan tersebut, misal : informasi keuangan segmen industri dan
geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga (Ikatan
2.

Akuntansi Indonesia, 2009).
Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi dan merupakan
informasi histories. Akuntansi adalah proses pengidentifikasian,
mengukur dan melaporkan informasi ekonomi untuk membuat
pertimbangan dan mengambil keputusan yang tepat bagi pemakai
informsi tersebut (M. Sadeli, 2002:2).

3. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa laporan
keuangan mencerminkan semua transaksi usaha sepanjang waktu yang
menghasilkan baik peningkatan maupun penurunan bersih nilai ekonomi
bagi pemilik modal. Oleh karena itu laporan keuangan merupakan mediya
yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu
perusahaan.
2.7.1 Tujuan laporan keuangan
Laporan keuangan disusun memiliki tujuan untuk menyediakan informasi
keuangan mengenai suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
sebagai pertimbangan dalam pembuatan keputusan-keputusan ekonomi.
Syafri (2008:201) berpendapat bahwa, Laporan Keuangan adalah output dan hasil
akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan
informasi bagi para pemakainya sabagai salah satu bahan dalam proses

pengambilan keputusan. Disamping sebagai informasi, laporan keuangan juga
sebagai pertanggung jawaban atau accountability. Sekaligus mengambarkan
indicator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Tujuan laporan keuangan adalah (M. Sadeli, 2002:18):
1.

Menyediakan informasi yang dapat diandalkan tentang kekayaan dan
kewajiban.

2.

Menyajikan informasi yang dapat diandalkan tetang perubahan
kekayaan bersih perusahaan sebagai tentang perubahan kekayaan
bersih perusahaan sebagai hasil dari kegiatan usaha.

3.

menyajikan informasi yang dapat diandalkan tentang perubahan
kekayaan bersih yang bukan berasal dari kegiatan usaha.

4.

Menyajikan informasi yang dapat membantu para pemakai dalam
menaksir kemampuan perusahaan memperoleh laba.

5.

Menyajikan informasi lain yang sesuai atau relevan dengan keperluan
para pemiliknya.

Standar Akuntansi Keuangan menjelaskan bahwa tujuan laporan keuangan antara
lain:
1.

Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja
serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

2.

Laporan keuangan disusun memenuhi kebutuhan bersama oleh
sebagian besar pemakainya yang secara umum menggambarkan
pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu.

3.

Laporan keuangan yang menunjukkan apa yang dilakukan manajemen
atau pertanggung jawaban manajemen atas, sumberdaya yang di
percayakan kepadanya.

2.7.2

Pemakai Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan

dibutuhkan masyarakat, karena ia dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan pemakainya dalam dunia bisnis yang dapat menghasilkan
keuntungan.

Laporan

kuangan

disajikan

kepda

banyak

pihak

yang

berkepentingan termasuk manajemen, kreditur, pemerintah dan pihak-pihak
lainnya.
Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor
potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya,
pelanggan, pemerintah seta lembaga-lembaganya, dan masyarakat.
Beberapa kebutuhan pemakai laporan keuangan meliputi (Standar Akuntansi
Keuangan, 2009):
1. Investor
Penanam modal berisiko dan penasihat merekan berkepentingan dengan risiko
yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan.
Mereka membutuhkan informasi yang membantu menentukan apakah harus
membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik
pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan
perusahaan untuk membayar deviden.
2. Karyawan

Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada
informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik
dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.
3. Pemberian pinjaman
Pemberian pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan
mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada
satu jatuh tempo.

4. Pemasok dan kreditur usaha lainnya
Pemasok dan kreditur usaha lainnya tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan
dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditur usaha berkepentingan pada prusahaan
dalam tenggang waktu yang lebih pendek dari pada pemberi pinjaman kecuali
kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup
perusahaan.
5. Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup
perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang
dengan, atau tergantung pada perusahaan.
6. Pemerintah
Pemerintah dengan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaanya
berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan arena itu berkepentingan dengan
aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur
aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk
menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
7. Masyarakat
Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dengan berbagai cara misalnya:
perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional,
termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam
modal domestic. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan

menyediakan informasi kecendrungan (trend) dan perkembangn terakhir
kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitas.
Sementara itu menurut Syafri (2008:7) Pemakai laporan keuangan antara lain:
a. Pemilik perusahaan
Bagi pemilik perusahaan laporan keuangan dimaksudkan untuk:
1.

Menilai prestasi atau hasil yang diperoleh manajemen perusahaan.

2.

Mengetahui hasil deviden yang akan diterima.

3.

Menilai posisi keuangan perusahaan dan pertumbuhannya.

4.

Mengetahui nilai saham dan laba perlembar saham.

5.

Sebagai dasar untuk memprediksi kondisi perusahaan dimasa datang.

6.

Sebagai dasar untuk mempertimbangkan menambah atau mengurangi
investasi.

b. Manajemen perusahaan
Bagi manajemen perusahaan laporan keuangan digunakan untuk:
1.

Alat untuk mempertanggung jawabkan pengelolaan kepada pemilik.

2.

Mengatur tingkat biaya dari setiap kegiatan operasi perusahaan, divisi,
bagian segmen tertentu.

3.

Mengukur tingkat efisiensi dan tingkat keuntungan perusahaan, divisi,
bagian, atau segmen tertentu.

4.

Menilai hasil kerja individu yang diberikan tugas dan tanggung jawab.

5.

Untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menetukan perlu tidaknya
diambil kebijaksanaan baru.

6.

Memenuhi ketentuan dalam UU, peraturan. Anggaran Dasar, Pasar
Modal. Dan lembaga regulator lainnya.

c. Investor
Bagi investor laporan keuangan dimaksudkan untuk:
Bagi kreditur, banker, atau supplier laporan keuangan digunakan untuk:
1.

Menilai kondisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang.

2.

Menila

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, KUALITAS AUDIT DAN MEKANISME TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK TERHADAP INTEGRITAS LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI

2 37 19

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

ANALISIS PENGARUH PENGUNGKAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PROFITABILITAS SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

0 33 17

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Property, Real Estate, and Building Contructions yang Terdaftar di BEI )

0 52 18

PENGARUH PROFITABILITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI)

2 28 21

PENGARUH PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP REPUTASI PT.TELKOM KANDATEL MALANG (Studi Pada Kelompok Tani di Desa Sisir-Batu tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Telkom Kandatel Malang)

3 44 50

ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA, POLRI, DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR

1 17 40

KINERJA KEUANGAN BUMN PASCA PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) (PENGALAMAN PT. PLN (PERSERO) TAHUN 2003-2011)

0 20 83

ANALISIS PENGARUH EARNINGS MANAGEMENT TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE DENGAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL SEBAGAI VARIABEL MODERASI

4 23 53

ANALISIS PENGARUH ABNORMAL AUDIT FEE, AUDIT TENURE, SPESIALISASI AUDITOR DAN MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi pada Perusahaan Nonkeuangan yang Terdaftar di Indon

16 99 170