ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA, POLRI, DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR

(1)

ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA DENGAN POLRI DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK

PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR

Oleh

Chandra Bangkit Saputra

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA, POLRI, DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK

PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR

Oleh:

CHANDRA BANGKIT SAPUTRA

Perkembangan dalam industri perbankan dan teknologi informasi, disamping dampak positif dapat pula menimbulkan dampak negatif berupa semakin beragamnya tindak pidana perbankan. Bank dijadikan sarana dan sasaran untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, atau kelompok tertentu scara melawan hukum dilakukan oleh anggota dewan sekretaris, direksi, pegawai bank, pihak terafilisasi, dan pemegang saham baik dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama dengan pihak luar. Dalam rangka penanganan tindak pidana perbankan, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait, antara lain dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman. Penelitian ini akan membahas tentang mekanisme koordinasi penanganan tindak pidana perbankan yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka percepatan tindak pidana perbankan dalam hal ini BI sebagai pelapor dan hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota kesepahaman tersebut.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (normative law research) dengan tipe penelitian deskriptif dan pendekatan masalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan studi dokumen. Setelah data terkumpul, selanjutnya diolah dengan cara seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data serta dilakukan analisis data secara kualitatif.


(3)

Hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis Nota Kesepahaman Antara Bank Indonesia, Polri, dan Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2011 Sebagai Mekanisme Percepatan Penanganan Tindak Pidana Perbankan Khususnya Bank Indonesia Sebagai Pihak Pelapor yaitu, menjelaskan Peran penyidik kepolisian Republik Indonesia dalam menindaklanjuti laporan dari Bank Indonesia tentang tindak pidana perbankan masih berasal dari laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dan dilaporkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan mekanisme dalam Nota Kesepahaman. Berjalannya penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari bank Indonesia tidak bersifat mandiri hal ini disebabkan karakteristik dari tindak pidana perbangkan sebagai tindak pidana yang terorganisir. Namun demikian terdapat beberapa faktor yang menghambat penanganaan tindak pidana perbankan menggunakan Nota Kesepahaman tersebut, diantaranya: faktor penegak hukumnya sendiri; faktor sarana dan fasilitas; dan faktor masyarakat dan budaya.

Adapun saran yang dapat diberikan peneliti antara lain: adanya peran aktif Polri dalam dalam menanggulangi tindak pidana perbankan, salah satunya dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang tindak pidana perbankan ini agar supaya masyarakat dapat turut serta berpartisipasi dalam menanggulangi tindak pidana perbankan tersebut, serta untuk masa yang akan datang peraturan mengenai mekanisme tindak piana perbankan bisa dinasukan dalam sistem hukum pidana secara lengkap, karena penyelesaian tindakpidana perbankan menjadi tugas dan tanggung jawab penegak hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Kata Kunci: Nota Kesepahaman, Polri, BI, Kejaksaan, dan Tindak Pidana Perbankan.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistimatika Penulisan ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perbankan ... 13

B. Pengertian Nota Kesepahaman ... 20

C. Nota Kesepahaman Bank Indonesia dengan Polri dan Kejaksaan RI 21 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 24

B. Jenis dan Sumber Data ... 24

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 25

D. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 26

E. Analisis Data ... 27

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 28

B. Mekanisme Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan Yang Diatur Dalam Nota Kesepahaman Dalam Rangka Percepatan Tindak Pidana Perbankan Dalam Hal Ini BI Sebagai Pelapor... 29

C. Hambatan Penyelesaian Menggunakan Nota Kesepahaman Antara Bank Indonesia Dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia Sebagai Mekanisme Percepatan Penanganan Tindak Pidana Perbankan ... 46


(7)

B. Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA


(8)

1. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Perkembangan dalam industri perbankan dan teknologi informasi, disamping dampak positif dapat pula menimbulkan dampak negatif berupa semakin beragamnya tindak pidana perbankan. Bank dijadikan sarana dan sasaran untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, atau kelompok tertentu secara melawan hukum dilakukan oleh anggota dewan sekretaris, direksi, pegawai bank, pihak terafilisasi, dan pemegang saham baik dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama dengan pihak luar.

Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengawas bank, Bank Indonesia dapat menemukan adanya dugaan Tindak pidana perbankan yang selanjutnya penanganannya akan ditindak lanjuti melalui proses hukum. Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang pelakunya diancam hukuman pidana berdasarkan undang-undang. Unsur dari tindak pidana adalah subyek (pelaku) dan wujud perbuatan baik yang bersifat positif yaitu melakukan suatu perbuatan, maupun negatif yaitu tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukan.

Tindak pidana perbankan melibatkan dana masyarakat yang disimpan di bank, oleh karenanya tindak pidana perbankan merugikan kepentingan berbagai pihak, baik bank itu sendiri selaku badan usaha maupun nasabah penyimpan dana,


(9)

sistem perbankan, otoritas perbankan, pemerintah dan masyarakat luas, sehingga memerlukan penanganan yang tuntas.

Bank Indonesia ikut serta dalam penegakan hukum (law enforcement) dalam bentuk investigasi dan pemeriksaan forensik terhadap Tindak pidana perbankan yang terjadi pada suatu bank. Hasil investigasi dilaporkan kepada penegak hukum sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku, dan pada akhirnya menghasilkan suatu putusan pengadilan.

Peranan perbankan yang strategis dan karakteristik bank sebagai lembaga kepercayaan, maka setiap hal yang mengganggu kegiatan perbankan seperti tindak pidana memerlukan penanganan yang baik. Mengingat, Bank Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, maka penanganan dugaan Tindak pidana perbankan memerlukan koordinasi dengan lembaga lain, salah satunya adalah koordinasi antara Bank Indonesia dengan penegak hukum. Seperti terdapat dalam Pasal 34 undang-undang no 23 tentang bank Indonesia

yang berbunyi “tugas mengawasi bank dilakukan oleh lembaga pengwasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang”. Selanjutnya, untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan penanganan tindak pidana perbankan dilakukan koordinasi antara Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia yang ditetapkan dalam suatu Nota Kesepahaman.

Pemakaian istilah tindak pidana di bidang perbankan belum ada kesamaan pendapat. Apabila ditinjau dari segi yuridis tidak satupun peraturan


(10)

perundang-undangan yang memberikan pengertian tentang Tindak pidana perbankan dengan tindak pidana di bidang perbankan1

Dalam rangka penanganan tindak pidana perbankan, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait, antara lain dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman. Tujuan dari koordinasi tersebut adalah untuk penegakan hukum di lingkungan perbankan mengingat bank dapat digunakan sebagai sarana atau sasaran tindak pidana perbankan, dan agar industri perbankan menjadi bersih dari praktik penyimpangan yang dilakukan oleh bank ataupun tindak pidana perbankan, serta untuk memperlancar, mempercepat dan mengoptimalkan penanganan tindak pidana perbankan.

Koordinasi antara Bank Indonesia dan penegak hukum telah dilaksanakan sejak tahun 1997 dengan penetapan Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Gubernur Bank Indonesia No.KEP- 126/JA/11/1997, KEP/10/XI/1997, No.30/6/KEP/GBI tanggal 6 November 1997 tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana di Bidang Perbankan. yang kemudian pada tanggal 20 Desember 2004 diganti

dengan Surat Keputusan Bersama No.KEP-902/A/J.A/12/2004;

No.POL:Skep/924/XII/2004; dan No.6/91/KEP.GBI/2004 tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan (SKB Tindak pidana perbankan).

1

BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Kejahatan Perbankan, BPHN, Jakarta, 1992, hlm. 68.


(11)

Dan akhirnya pada tanggal 19 Desember 2011 diganti dengan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia No.13/104/KEP.GBI/2011, No.B/31/XII/2011, No.Kep-261/A/JA/12/2011 tentang Koordinasi Penanganan Tindak pidana perbankan (Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan).

Surat Keputusan Bersama merupakan ketentuan baku dalam penanganan Tindak pidana perbankan, hal ini diakui oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian melalui Surat No. S241/M.EKON/10/2005 tanggal 20 Oktober 2005 kepada Presiden Republik Indonesia yang menginformasikan bahwa Bank Indonesia, Kejaksaan RI, dan Kepolisian Negara RI sepakat penyelesaian dugaan Tindak pidana perbankan dengan mengacu pada Surat Keputusan Bersama Tindak pidana perbankan, yang berlaku pula untuk Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan sebagai pengganti dari Surat Keputusan Bersama Tindak pidana perbankan.

Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan terdiri dari 7 Bab dan 28 Pasal, dengan ruang lingkup koordinasi antara Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia dalam penanganan Tindak pidana perbankan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan, atau Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang Perbankan Syariah, dengan bentuk koordinasi meliputi pembahasan dan pelaporan dugaan tindak pidana perbankan, penyediaan saksi dan ahli, pemblokiran rekening, penyitaan uang dan dokumen, tukar menukar informasi, evaluasi, dan kegiatan lainnya.


(12)

Maksud Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan adalah sebagai landasan bagi Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia untuk melakukan koordinasi memperkuat penerapan tata kelola kepemerintahan yang baik dan sekaligus penegakan hukum pidana yang terjadi dalam ruang lingkup perbankan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia. Adapun tujuan Nota Kesepahaman ini adalah tercapainya koordinasi dalam rangka memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan penanganan Tindak pidana perbankan..

Bank Indonesia melakukan investigasi atas dugaan tindak pidana perbankan pada bank, selanjutnya hasil investigasi dibahas pada rapat Tim Kerja dan apabila diperlukan dibahas pula pada rapat Tim Pleno. Apabila hasil pembahasan terdapat indikasi kuat adanya dugaanTindak pidana perbankan, maka selanjutnya Bank Indonesia melaporkan kepada penyidik disertai informasi antara lain jenis pelanggaran, kasus posisi, ketentuan yang dilanggar, barang bukti, dan pelaku.

Dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan, pelaksanaan koordinasi Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan dilakukan oleh Tim Koordinasi dengan dibantu oleh Sekretariat yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Tim Koordinasi terdiri atas Tim Pengarah, Tim Koordinasi Tingkat Pusat dan Tim Koordinasi Tingkat Daerah, yang masing-masing terdiri dari Tim Pleno dan Tim Kerja. Tim Pleno dan Tim Kerja terdiri dari perwakilan dari Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia.


(13)

Tim Pengarah terdiri dari atas tiga anggota, yaitu Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia. Tim Pengarah mempunyai tugas memberikan arahan dan keputusan yang bersifat strategis.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan kajian secara mendalam tentang bagaimana mekanisme yang diatur dalam nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI), POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia dalam rangka percepatan penenganan tindak pidana perbankan. Selain itu penulis juga ingin mengkaji hambatan yang ada dalam penyelesaian mengunakan mekanisme nota kesepahaman ini. Untuk itu penulis melakukan penelitian dan hasilnya

dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Nota Kesepahaman Bank Indonesia

(BI), POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia Sebagai Mekanisme Percepatan Penanganan Tindak pidana perbankan khususnya BI sebagai pelapor”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti membatasi masalah yang menyangkut analisis nota kesepahaman anatara Bank Indonesia (BI), POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme percepatan penanganan tindak pidana perbankan, yaitu sebagai berikut :

a. Bagimanakah mekanisme koordinasi penanganan tindak pidana perbankan yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka percepatan tindak pidana perbankan dalam hal ini BI sebagai pelapor?


(14)

b. Bagaimanakah hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota kesepahaman koordinasi penanganan tindak pidana perbankan yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka percepatan tindak pidana perbankan dalam hal ini BI sebagai pelapor?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan hukum pidana materil maupun hukum pidana formil, maka ruang lingkup dalam penulisan skripsi ini, hanya terbatas pada mekanisme dalam melaksanakan nota kesepahaman antara Bank Indonesia POLRI dan Kejaksaan RI tentang koordinasi penanganan tindak pidana perbankan yang di laporkan oleh Bank Indonesia dan hambatan dalam menggunakan mekanisme nota kesepahaman tersebut.

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok bahasan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui bagaimanakah mekanisme yang diatur dalam nota

kesepahaman dalam rangka menindak lanjuti tindak pidana perbankan.

b. Untuk mengetahui bagaimana hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota kesepahaman tersebut.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis


(15)

Penelitian ini akan memperluas perkembangan ilmu hukum dan dapat memberikan pemikiran ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum pidana dalam tindak pidana perbankan.

b. Kegunaan Praktis

1) Sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum dan pemecahan suatu masalah hukum khususnya mengenai tindak pidana perbankan

2) Sumber acuan/referensi bagi praktisi hukum dalam mengembangan tugas profesi hukum, pengusaha dan masyarakat

3) Sebagai referensi untuk penelitian mahasiswa selanjutnya

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritits adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara dalam sistem Pemerintahan Republik Indonesia. Keberadaaan POLRI memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam perundang-undangan. Dilaksanakannya hak dan kewajiban POLRI sebagai alat Negara dari Sistem Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan dikenal dengan istilah peranan. Secara umum peranan adalah pelaksanaan dari hak dan kewajiban individu atau organisasi sesuai dengan kedudukannya.


(16)

Pengkajian mengenai tindak pidana perbankan mengalami perkembangan pesat yang memunculkan berbagai teori tentang faktor-faktor penghambat yaitu:

1. Faktor penegak hukum,yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum, dalam hal ini mentalitas dari pejabat Bank Indonesia serta penengak hukum yang kurang mengetahui arti pentingnya dalam mencegah tindak pidana perbankan

2. Faktor sarana atau fasilitas, dalam hal ini adalah skala usaha bank dan selana ini laporan transaksi keuangan yang diterima unit khusus investigasi perbankan masih dikomplikasi secara manual dalam sebuah data base yang disampaikan kepada bank Indonesia menyulitkan dalam proses penyidikan. 3. Faktor masyarakat dan kebudayaan, yakni budaya hukum masyarakat yang

belum sepenuhnya memahami akan bahayanya tindak pidana perbankan.

Sebagai analisis dalam penulisan ini, penulis menggunakan teori keberlakuan undang-undang. Teori keberlakuan undang-undang, menurut Bruggink, adalah merupakan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang telah dipositifkan.

Sebagaimana teori pada umumnya, demikian pula teori keberlakuan undang-undang mempunyai makna ganda yaitu teori keberlakuan undang-undang-undang-undang sebagai produk dan teori keberlakuan undang-undang sebagai proses. Teori keberlakuan undang-undang dikatakan sebagai produk, sebab rumusan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan adalah merupakan hasil kegiatan teoritik bidang hukum. Sedangkan Teori keberlakuan undang-undang dapat dikatakan


(17)

sebagai proses, adalah karena teori keberlakuan undang-undang tersebut merupakan kegiatan teoritik tentang hukum atau bidang hukum. Berkaitan dengan ruang lingkup penyeledikan teori keberlakuan undang-undang tersebut, menurut Dias, meliputi: faktor-faktor apakah yang menjadi dasar berlakunya suatu hukum, faktor-faktor apa yang mendasari kelangsungan berlakunya suatu peraturan hukum, bagaimana berlakunya, dan dapatkah hukum itu dikembangkan.2

Teori keberlakuan undang-undang tidak sama dengan apa yang kita pahami dengan hukum positif3, hal ini perlu diperjelas untuk menghindarkan kesalah pahaman. keberlakuan undang-undang dapat disebutsebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalamurutan yang demikian itu kita dapat merekonstruksikan kehadiran teori keberlakuan undang-undang itu secara jelas. Pada saat orang mempelajari hukum posistif, maka ia sepanjang waktu dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan dan permasalahannya, seperti kesalahannya, penafsiran dan sebagainya.

Sudah merupakan sifat manusia yang tidak pernah puas dan selalu ingin bertanya atau mempertanyakan segala sesuatu. Kemampuan manusia untuk melakukan penalaran tidak ada batasnya, hal itu semakin mendorong rasa penasaran untuk mencari sesuatu yang baru yang berbeda dengan apa yang telah ada. Kemampuan untuk melakukan penalaran yang demikian itulah yang membawa manusia kepada penjelasan yang lebih konkrit atau sebaliknya dari segala sesuatu yang

2

Dansur, Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum, Makalah, 1 Nopember 2006.

3

Prof. Dr. H.R. Otje Salman S., SH & Anton F. Susanto, SH. M.Hum,Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama, hal 45.


(18)

terinci naik sampai penjelasan-penjelasan yang bersifat filsafat. Khusus dalam penanganan tindak pidana perbankan sendiri sebenarnya sudah diatur dan diberlakukan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan).

2. Keranka Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggabarkan hubungan antara kopnsep-konsep khusus, yang merupakan kumpulan dalam arti-arti yang terkaitan dengan istilah yang ingin tahu akan diteliti.

Adapun konseptual yang akan digunakan untuk penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :

a) Nota kesepahaman (memorandum of understanding atau MOU) adalah sebuah dokumen legal yang menjelaskan perstujuan antara dua belah pihak. Memorandum Of Understanding atau MOU tidak seformal sebuah kontrak.4 b) Analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna

meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam.5

c) Bank Indonesia adalah adalah bank sentral Republik Indonesia yang bertugas antara lain mengatur dan mengawasi bank.6

d) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langusung dibawah presiden. POLRI mengemban tugas-tugas kepolisian diseluruh wilayah Indonesia. POLRI

4

http://wikipedia.org/wiki/nota_kesepahaman diakses pada tanggal 20 April 2013.

5

Kamus besar bahasa indonesia edisi III 2011.

6

Nota kesepahaman antara bank indonesia, polri, dan kejaksaan republik indonesia tahun 2011.


(19)

dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonseia (KAPOLRI).7

e) Kejaksaan Republik Indonesia adalah lemabaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan tugas dan wewenangan dibidang penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan pelanggaran HAM berat serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.8

f) Tindak pidana dibidang perbankan adalah segala jenis perbuatan yang melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.9

F.Sistematika Penulisan

Agar dapat mempermudahan pemahaman terhadap penulisan skripsi ini secara keseluruhan, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan secara garis besar mengenai latar belakang pemilihan judul, permasakahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi kepustakaan yang berupa pengertain-pengrtian umum dari pokok-pokok bahasan analisis nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI), POLRI

7

http:/www.polri.go.id diakses pada tanggal 20 April 2013.

8

http://kejaksaan.go.id diakses pada tanggal 20 April 2013.

9

BPHN, departemen kehakiman, laporan akhir penelitian masalah-masalah hukum kejahatan perbankan, bphn,jakarta, 1992.


(20)

dan Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme percepatan penanganan tindak pidana perbankan.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab metode penelitian yang dimulai dari kegiatan pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sempel prosedur pengiumpulan dan pengolahan data dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menyajikan pembahasan dari hasil penelitian yang akan memberikan penjelasan secara rinci menganai nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI), POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme percepatan penanganan tindak pidana perbankan.

V. PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian serta memuat saran-saran mengenai analisis nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI), POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme percepatan penanganan tindak pidana perbankan.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perbankan

Istilah tindak pidana pada dasarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda

Strafbaar feit yang memiliki banyak istilah lain yaitu delik, peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, hal yang diancam dengan hukum, perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum, dan tindak pidana. Menurut Moeljatno tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.10

Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.Dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. Didalam KUHP dikenal istilah strafbaar feit, sedangkan dalam kepustakaan dikenal denganistilah delik. Pembuat undang-undang menggunakan istilah peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana.11

Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan orang lain atau merugikan kepentingan umum. Beberapa sarjana hukum pidana di

10

Tri Andrisman, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2009, hlm. 69.

11


(22)

Indonesia menggunakan istilah yang berbeda-beda dalam menyebut kata pidana ada beberapa sarjana menyebutkan tindak pidana, perbuatan pidana atau delik.

Untuk mengetahui pengertian tindak pidana, maka akan diuraikan pendapat sarjana yang lain baik pengertian perbuatan pidana, tindak pidana atau “strafbaar

feit”.Pengertian dati strafbaar feit menurut Pompe antara lain:

a. Definisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

b. Definisi menurut hukum positif merumuskan “strafbaar” adalah suatu kejadian yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) istilah umum yang dipakai adalah tindak pidana karena bersifat netral, dan pengertian tersebut meliputi perbuatan pasif dan aktif.Jadi dapat dikatakan bahwa pengertian tindak pidana mempunyai arti perbuatan melawan hukum atau melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas jelaslah bahwa dalam perbuatan tindak pidana tersebut didapatkan unsur-unsur adanya suatu kejadian tertentu, serta adanya orang-orang yang berbuat guna menimbulkan suatu akibat karena melanggarperaturan perundang-undangan yang disertai ancaman/sanksi yang berupa pidana tertentu.Dengan demikian, dalam perbuatan pidana harus


(23)

mengandung unsur-unsur penyebab dan orang-orang yang terlibat didalam perbuatan tersebut.

Pemakaian istilah tindak pidana di bidang perbankan belum ada kesamaan pendapat. Apabila ditinjau dari segi yuridis tidak satupun peraturan perundang-undangan yang memberikan pengertian tentang Tindak pidana perbankan dengan tindak pidana di bidang perbankan.12

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman memberikan pengertian yang berbeda untuk kedua Tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan, yaitu13

a. Tindak pidana perbankan adalah:

1. Setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (Undang-Undang Perbankan).14

2. Tindak pidana yang dilakukan dalam menjalankan fungsi dan usahanya sebagai bank berdasarkan Undang-Undang Perbankan.15

12

BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Kejahatan Perbankan, BPHN, Jakarta, 1992, hlm. 68.

13Ibid

, bandingkan dengan Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, PustakaSinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 14,

14

BPHN, Departemen Kehakiman, Op. Cit., hlm. 18

15Ibid


(24)

b.Tindak pidana di bidang perbankan adalah:

1) Segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank, baik bank sebagai sasaran maupun sebagai sarana.

2) Tindak pidana yang tidak hanya mencakup pelanggaran terhadap Undang-Undang Perbankan saja, melainkan mencakup pula tindak pidana penipuan, penggelapan, pemalsuan dan tindak pidana lain sepanjang berkaitan dengan lembaga perbankan.

Apabila ditinjau dari kedua pengertian istilah tersebut di atas, maka terlihat perbedaan yang cukup mendasar.Secara terminologis, istilah tindak pidana pebankan berbeda dengan tindak pidana di bidang perbankan. Tindak pidana di bidang perbankan mempunyai pengertian yang lebih luas, yaitu segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank, sehingga terhadap perbuatan tersebut dapat diperlakukan peraturanperaturan yang mengatur kegiatan-kegiatan perbankan yang memuat ketentuan pidana maupun peraturan-peraturan Hukum Pidana umum/khusus, selama belum ada peraturan-peraturan Hukum Pidana yang secara khusus dibuat untuk mengancam dan menghukum perbuatan-perbuatan tersebut. Artinya tindak pidana di bidang perbankan menyangkut perbuatan yang berkaitan dengan perbankan dan diancam dengan pidana, meskipun diatur dalam peraturan lain, atau disamping merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang-Undang-Undang Perbankan Syariah, juga merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan di luar Undang-Undang Perbankan dan


(25)

Undang-Undang Perbankan Syariah yang dikenakan sanksi berdasarkan antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, perbuatan mana berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha bank seperti money laundering

dan korupsi yang melibatkan bank. Sementara itu, Tindak pidana perbankan lebih tertuju kepada perbuatan yang dilarang, diancam pidana yang termuat khusus hanya dalam Undang-Undang yang mengatur perbankan.

Moch.Anwar membedakan pengertian Tindak pidana perbankan dengan tindak pidana di bidang perbankan berdasarkan perlakuan peraturan terhadap perbuatan-perbuatan yang telah melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank.16

Khusus untuk tindak pidana perbankan, Indriyanto Seno Adji melihat dalam dua sisi pengertian, yakni sempit dan luas.Dalam pengertian sempit, tindak pidana perbankan hanya terbatas kepada perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan pidana menurut Undang-Undang Perbankan. Sementara dalam pengertian luas, tindak pidana perbankan tidak terbatas hanya kepada yang diatur oleh Undang-Undang Perbankan, namun mencakup pula perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam perbuatan pidana yang mengganggu sektor ekonomi secara luas, yang juga meliputi kejahatan pasar modal (capital market crime), kejahatan komputer

16

Marjono Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan, Buku Kesatu, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994, hlm.74.


(26)

(computercrime), baik dengan itu timbul akibat kerugian pada perusahaan swasta, maupun Pemerintah dan BUMN, fiskal dan bea cukai (custom crime).17

Dalam rangka kesamaan persepsi atas pengertian tindak pidana perbankan, Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.12/35/INTERN tanggal 23 Juli 2010 tentang Pedoman Mekanisme Koordinasi Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan, memberikan pengertian tindak pidana perbankan sebagai tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan atau Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Undang-Undang Perbankan Syariah). Unsur-unsur tindak pidana meliputi subyek (pelaku) dan wujud perbuatannya baik yang bersifat positif yaitu melakukan suatu perbuatan, maupun yang bersifat negatif yaitu tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukan.

Dimensi bentuk tindak pidana di bidang perbankan dapat berupa tindak pidana seseorang terhadap bank, tindak pidana bank terhadap bank lain, ataupun tindak pidana bank terhadap perorangan, sehingga bank dapat menjadi korban ataupun pelaku.Sedangkan dimensi ruang tindak pidana di bidang perbankan tidak terbatas pada suatu tempat tertentu, namun dapat melewati batas-batas teritorial suatu negara.Demikian pula dengan dimensi waktu, tindak pidana di bidang perbankan dapat terjadi seketika, namun dapat pula berlangsung beberapa lama.Sementara itu, ruang lingkup terjadinya tindak pidana di bidang perbankan dapat terjadi pada

17

N.H.T. Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Jala Permata, Jakarta, 2008, hlm. 212.


(27)

keseluruhan lingkup kehidupan dunia perbankan atau yang sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan dan mencakup dengan lembaga keuangan lainnya.

Undang-Undang Perbankan membedakan sanksi pidana kedalam dua bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Tindak pidana perbankan dengan kategori kejahatan terdiri dari tujuh, yaitu Pasal 46,47, 47A, 48 ayat (1), 49, 50, dan Pasal 50A. Sementara itu, Tindak pidana perbankan dengan kategori pelanggaran dengan sanksi pidana yang lebih ringan daripada tindak pidana yang digolongkan sebagai kejahatan, terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 48 ayat (2).Penggolongan Tindak pidana perbankan ke dalam kejahatan didasarkan pada pengenaan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, sehingga perbuatan yang dapat mengakibatkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada bank, yang pada dasarnya juga akan merugikan bank maupun masyarakat, perlu selalu dihindarkan. Harapan penggolongan Tindak pidana perbankan sebagai kejahatan, agar dapat lebih terbentuk ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan. Sementara Undang-Undang Perbankan Syariah tidak membedakan sanksitindak pidana perbankan dan mencantumkannya ke dalam delapan pasal, yaitu Pasal 59 sampai dengan Pasal 66.

Perbandingan antara Undang-Undang Perbankan yang mengenakan sanksi kumulatif pidana penjara dengan pengenaan terendah 2 tahun sampai dengan tertinggi selama 15 tahun ditambah denda terendah sebesar Rp.4 miliar dan tertinggi sebesar Rp.200 miliar, dengan beberapa sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain seperti Undang- Undang Pencegahan Dan


(28)

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) yang hanya mengenakan sanksi pidana penjara tertinggi selama 20 tahun ditambah denda tertinggi sebesar Rp.10 miliar,14 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengenakan sanksi pidana dengan empat variasi, yaitu kumulatif dengan pengenaan pidana penjara terendah 1 tahun dan tertinggi seumur hidup ditambah denda terendah sebesar Rp.50 juta dan tertinggi Rp.1 miliar, kumulatif dengan sanksi tertinggi pidana penjara paling lama 3 tahun ditambah denda paling banyak Rp.50 juta, kumulatif dan alternatif dengan sanksi tertinggi pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.150 juta, kumulatif dan alternatif pidana penjara terendah 1 tahun dan tertinggi 20 tahun dan/atau pidana denda terendah sebesar Rp.50 juta dan tertinggi Rp.1 miliar,15 dan KUHP, seperti penggelapan yang mengenakan sanksi pidana penjara maksimal selama 4 tahun dan denda maksimal sebesar Rp.900,-, maka sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan untuk pidana penjara sudah seimbang dengan pengaturan dalam Undang-Undang UU TPPU, Undang-Undang Tipikor, dan KUHP, sementara untuk sanksi pidana denda, Undang-Undang Perbankan mengenakan sangat tinggi bahkan tertinggi bias mencapai Rp.200 miliar.

B.Pengertian Nota Kesepahaman

Nota Kesepahaman adalah sama denganMemorandum of Understanding (MoU) yang seringmenjadi dasar bagi suatu kerjasama diantara beberapalembaga.Nota kesepahaman (memorandum of understanding atau MoU) adalah sebuah dokumen legal yang menjelaskan persetujuan antara dua belah pihak.MoU tidak seformal sebuah kontrak.


(29)

Nota kesepahaman yang dibuat antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lainnya, baik dalam suatu negara maupun antarnegara untuk melakukan kerjasama dalam berbagai aspek kehidupan dan jangka waktunya tertentu. Dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil permufakatan

para pihak, baik secara tertulis maupun secara lisan (Black’s Law Dictionary).

Perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara detail, karena itu, memorandum of understanding berisikan hal-hal yang pokok saja.

Dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Isi dari memorandum of understanding harus dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat.Suatu perjanjian pendahuluan, dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya.18

C.Nota kesepahaman Bank Indonesia dengan POLRI dan Kejaksaan RI

Koordinasi antara Bank Indonesia dan penegak hukum telah dilaksanakan sejak tahun 1997 dengan penetapan Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Gubernur Bank Indonesia No.KEP- 126/JA/11/1997, KEP/10/XI/1997, No.30/6/KEP/GBI tanggal 6 November 1997 tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana di Bidang Perbankan, yang kemudian pada tanggal 20 Desember 2004 diganti dengan Surat Keputusan Bersama No.KEP-902/A/J.A/12/2004;No.POL:Skep/924/XII/ 2004; dan No.6/91/KEP.GBI/2004 tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan (SKB Tindak pidana perbankan), dan akhirnya pada tanggal 19

18

Dikutip pada http://en.wikipedia.org/wiki/Memorandum_of_understanding diakses pada 21 April 2013


(30)

Desember 2011 diganti dengan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia No.13/104/KEP.GBI/2011,No.B/31/XII/2011,No.Kep-261/A/JA/12/2011 tentang Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan.

Maksud nota kesepahaman ini adalah sebagai landasan bagi BI POLRI dan kejaksaan RI untuk melakukan koordinasi memperkuat penerapan tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih di lingkungan bank Indonesia,kepolisian Negara republikIndonesia dan kejaksaan republik Indonesia.Tujuannya tercapainya koordinasi dalam rangka mempelancar,mempercepat,dan mengoptimalkan penanganan tindak pidana perbankan.19

Ruang lingkup dalam penanganan tindak pidana perbankan sebagaimana diatur dalam pasal 46 sampai dengan pasal 50undang undang no 7 tahun 1992 tentang perbankansebagai mana telah diubah dengan UU NO 10 tahun 1998 atau pasal 59 sampai dengan pasal 66 UU NO 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.Bentuk koordinasi penanganan tindak pidana perbankan meliputi:

a. Pembahasan dugaan tindak pidana perbankan. b. Pelaporan tindak pidana perbankan.

c. Penyedian sanksi. d. Penyediaan ahli e. Pemblokiran rekening

f. Penyitaan uang dan dokumen g. Tukar menukar informasi

19

Nota kesepahamanantara bank indonesia, polri, dan kejaksaan republik indonesia tahun 2011tentang tindak pidana perbankan bab I pasal1.


(31)

h. Evaluasi

i. Kegiatan lainnya.

Dalam pelaksanan nota kesepahaman ini di bagi menjadi beberapa tim yaitu : 1. Tim koordinasi

2. Tim pengarah 3. Tim pleno 4. Tim kerja

Nota kesepahaman ini berlaku untuk jangka waktu tiga tahun sejak terhitung tanggal di tandatanganinya nota kesepahaman ini.dapat diperpanjang berdasarkan persetujuan BI, POLRI dan Kejaksaan RI dengan terlebih dahulu melakukan koordinasi paling lambat tiga bulan sebelum perubahan atau tiga bulan sebelum berakhirnya nota kesepahaman ini.Nota kesepahaman ini dapat diakhiri sebelum jangka waktu dengan ketentuan pihak yang mengakhiri nota kesepahaman memberitahu maksud tersebut secara tertulis kepada pihak lainnya paling lambat tiga bulan sebelum berakhirnya nota kesepahaman ini. Biaya yang timbul dari kegiatan ini dibebankan oleh bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank Indonesia.


(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penulisan skripsi ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan yang berkaitan dengan pokok bahasan. Pendekatan yuridis empiris yaitu dengan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian terhadap objek dengan cara observasi dan wawancara dengan responden dan narasumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari penelitian dilapangan. Data primer ini didapatkan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak bank indonesia,pihak kepolisian serta pihak kejaksaan.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan.Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:


(33)

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antar lain: nota kesepahaman anatara bank indonesia, polri, dan kejaksaan republik indonesia tahun 2011.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer, seperti undang-undang, hasil-hasil penelitian, dan petunjuk pelaksanaan maupun teknis yang berkaitan dengannota kesepahaman antara bank Indonesia dengan POLRI dan kejaksaan RI. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-

bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan sekunder, seperti bibliografi, ensiklopedi, kamus dan sebagainya.

C. Penentuan Narasumber

Populasi dalam penelitian ini adalahbank indonesia, POLRI dan kejaksaan serta dosen bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Sehubungan dengan penulisan yang akan dilakukan, maka dalam menentukan sampel dan populasi yang akan diteliti menggunakan metode purposive sampling yaitu dengan menunjuk responden yang akan memberikan jawaban dengan keyakinan respoden memahami dan mengerti berkaitan dengan masalah yang akan ditulis. Responden dalam penelitian ini sebanyak 3 pihak. Sampelnara sumber dalam penelitian ini adalah :


(34)

1. Pihak bank Indonesia : 1 orang

2. Pihak POLRI : 1 orang

3. Pihak kejaksaan : 1 orang

4. Akademisi : 1 orang +

Jumlah 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku, serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usah amengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:


(35)

a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data, selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.

d. Sistematika yaitu data yang telah diklasifikasikan kemudian ditempatkan sesuai dengan posisi pokok permasalahan secara sistematis.

E. Analisis Data

Pada penulisan skripsi, data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu mendeskripsikan kenyataan-kenyataan yang didasarkan atas hasil penelitian kedalam bentuk penjelasan dan ditunjang pula dengan analisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan. Berdasarkan analisis data tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan induktif, yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus lalu dilanjutkan dengan mengambil kesimpulan secara umum.20


(36)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Mekanisme yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka menindak lanjuti tindak pidana perbankan didasari Bank Indonesia yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, oleh karenanya penanganan dugaan Tindak pidana perbankan memerlukan koordinasi dengan lembaga lain antara lain penegak hukum. Koordinasi penanganan Tindak pidana perbanka ditetapkan dalam suatu Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia Tujuan Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan adalah untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan penanganan Tindak pidana perbankan . Apabila terjadi pelanggaran atau kelalaian atas Nota Kesepahaman Penanganan tindak pidana perbankan, maka para pihak tidak dapat melakukan upaya hukum.


(37)

2. Hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota kesepahaman terletak penyidik kepolisian Republik Indonesia dalam menindak lanjuti laporan dari Bank Indonesia tentang tindak pidana perbankan masih berasal dari laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dan dilaporkan oleh Bank Indonesia. Penyelidikan dan penyidikan dari tindak pidana asal telah dilakukan tetapi kasus yang ditangani tidak banyak. Sedangkan penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari laporan orang perseorangan tidak ada. Meskipun demikian partisipasi orang perseorangan telah dibuka dalam melaporkan adanya aktifitas tindak pidana perbankan. Berjalannya penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari bank Indonesia tidak bersifat mandiri hal ini disebabkan karakteristik dari tindak pidana perbankan sebagai tindak pidana yang terorganisir.

B. Saran

Adapun saran yang akan diberikan penulis berkaitan dengan analisis Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan POLRI dan Kejakasaan Republik Indonesia 2011 dalam percapatan tindak pidaana perbankan khusnya BI sebagai pelapor sebagai berikut ;

1. Adanya peran aktif Polri dalam dalam menanggulangi tindak pidana perbankan, salah satunya dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang tindak pidana perbankan ini agar supaya masyarakat dapat turut serta berpartisipasi dalam menanggulangi tindak pidana perbankan tersebut.


(38)

2. Untuk masa yang akan datang peraturan mengenai mekanisme tindak pidana perbankan bisa dimasukan dalam sistem hukum pidana secara lengkap, karena penyelesaian tindak pidana perbankan menjadi tugas dan tanggung jawab penegak hukum.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Poernomo, Bambang, Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1982.

Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St Paul Minn, 1997.

BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Kejahatan Perbankan, BPHN,Jakarta, 1992.

Dansur, Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum, Makalah, 1 Nopember 2006.H.A.K. Moch. Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Cet.2, Alumni, Bandung, 1986.

Reksodiputro, Marjono, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan, Buku Kesatu, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994.

Pardede, Marulak, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995 Jumhana,Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1996

N.H.T. Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Jala Permata, Jakarta, 2008

Salman, Prof. Dr. H.R. Otje S., SH & Anton F. Susanto, SH. M.Hum, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama R. Wirjono Prodjodikoro, SH, Prof. Dr. Azas-Azas Hukum Perjanjian, Cetakan Ke-IX, Mandar Maju, Bandung, 2011.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

Andrisman , Tri, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2009. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU

No. 10 Tahun 1998.

UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2009.


(40)

http://en.wikipedia.org/wiki/Memorandum_of_understanding, diakses pada 21 April 2013.

http://kejaksaan.go.id diakses pada tanggal 20 April 2013.

http://wikipedia.org/wiki/nota_kesepahaman, diakses pada tanggal 20 April 2013. http://www.polri.go.id, diakses pada tanggal 20 April 2013.


(1)

a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data, selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.

d. Sistematika yaitu data yang telah diklasifikasikan kemudian ditempatkan sesuai dengan posisi pokok permasalahan secara sistematis.

E. Analisis Data

Pada penulisan skripsi, data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu mendeskripsikan kenyataan-kenyataan yang didasarkan atas hasil penelitian kedalam bentuk penjelasan dan ditunjang pula dengan analisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan. Berdasarkan analisis data tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan induktif, yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus lalu dilanjutkan dengan mengambil kesimpulan secara umum.20


(2)

53

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Mekanisme yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka menindak lanjuti tindak pidana perbankan didasari Bank Indonesia yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, oleh karenanya penanganan dugaan Tindak pidana perbankan memerlukan koordinasi dengan lembaga lain antara lain penegak hukum. Koordinasi penanganan Tindak pidana perbanka ditetapkan dalam suatu Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia Tujuan Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan adalah untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan penanganan Tindak pidana perbankan . Apabila terjadi pelanggaran atau kelalaian atas Nota Kesepahaman Penanganan tindak pidana perbankan, maka para pihak tidak dapat melakukan upaya hukum.


(3)

2. Hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota kesepahaman terletak penyidik kepolisian Republik Indonesia dalam menindak lanjuti laporan dari Bank Indonesia tentang tindak pidana perbankan masih berasal dari laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dan dilaporkan oleh Bank Indonesia. Penyelidikan dan penyidikan dari tindak pidana asal telah dilakukan tetapi kasus yang ditangani tidak banyak. Sedangkan penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari laporan orang perseorangan tidak ada. Meskipun demikian partisipasi orang perseorangan telah dibuka dalam melaporkan adanya aktifitas tindak pidana perbankan. Berjalannya penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari bank Indonesia tidak bersifat mandiri hal ini disebabkan karakteristik dari tindak pidana perbankan sebagai tindak pidana yang terorganisir.

B. Saran

Adapun saran yang akan diberikan penulis berkaitan dengan analisis Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan POLRI dan Kejakasaan Republik Indonesia 2011 dalam percapatan tindak pidaana perbankan khusnya BI sebagai pelapor sebagai berikut ;

1. Adanya peran aktif Polri dalam dalam menanggulangi tindak pidana perbankan, salah satunya dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang tindak pidana perbankan ini agar supaya masyarakat dapat turut serta berpartisipasi dalam menanggulangi tindak pidana perbankan tersebut.


(4)

55

2. Untuk masa yang akan datang peraturan mengenai mekanisme tindak pidana perbankan bisa dimasukan dalam sistem hukum pidana secara lengkap, karena penyelesaian tindak pidana perbankan menjadi tugas dan tanggung jawab penegak hukum.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Poernomo, Bambang, Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1982.

Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St Paul Minn, 1997.

BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Kejahatan Perbankan, BPHN,Jakarta, 1992.

Dansur, Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum, Makalah, 1 Nopember 2006.H.A.K. Moch. Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Cet.2, Alumni, Bandung, 1986.

Reksodiputro, Marjono, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan, Buku Kesatu, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994.

Pardede, Marulak, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995 Jumhana,Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1996

N.H.T. Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Jala Permata, Jakarta, 2008

Salman, Prof. Dr. H.R. Otje S., SH & Anton F. Susanto, SH. M.Hum, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama R. Wirjono Prodjodikoro, SH, Prof. Dr. Azas-Azas Hukum Perjanjian, Cetakan Ke-IX, Mandar Maju, Bandung, 2011.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

Andrisman , Tri, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2009. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU

No. 10 Tahun 1998.

UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2009.


(6)

UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

http://en.wikipedia.org/wiki/Memorandum_of_understanding, diakses pada 21 April 2013.

http://kejaksaan.go.id diakses pada tanggal 20 April 2013.

http://wikipedia.org/wiki/nota_kesepahaman, diakses pada tanggal 20 April 2013. http://www.polri.go.id, diakses pada tanggal 20 April 2013.