Perencanaan Partisipatif dan Paradigma P

TUGAS PRAKTIKUM 1
MATA KULIAH PERENCANAAN PARTISIPATIF
(TSL 565)

PERENCANAAN PARTISIPATIF
DAN PARADIGMA PEMBANGUNAN

OLEH :
ELY TRIWULAN DANI
NRP. A 156140041

ILMU PERENCANAAN WILAYAH
SEKOLAH PASCASARJANA, INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN 2015

0

PERENCANAAN PARTISIPATIF
DAN PARADIGMA PEMBANGUNAN
Oleh Ely Triwulan Dani
A. Paradigma Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

Konsep utama pembangunan kerakyatan mempunyai pendekatan yang
memperhatikan inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumberdaya pembangunan
yang utama dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara material dan
spiritual. Hal tersebut terungkap dalam tulisan berjudul “Pembangunan
Berdimensi Kerakyatan” yang disunting oleh D.C. Korten dan Sjahrir pada tahun
1988. Kebutuhan sistem produksi mempunyai perhatian lebih dibanding dengan
kebutuhan rakyat dalam model pembangunan konvensional, baik sosialis maupun
kapitalis, hal ini dikarenakan produksi yang menjadi pusat perhatian.
Lebih jauh diceritakan tentang perjalanan USAID (United States Agency for
International Development) di Filipina yang melakukan pendekatan perencanaan
yang memperhatikan rakyat, potensi-potensi mereka, serta kendala-kendala yang
dihadapi dalam usaha pembangunan swadaya masyarakat. Tugas besar dari
USAID ini adalah untuk membuat suatu dokumen srategi lima tahun yang disebut
CDSS (Country Development Strategy Statement). Catatan yang diperoleh dari
misi tersebut adalah bahwa rumah tangga-rumah tangga miskin mampu
memanfaatkan sumberdaya secara baik, bahkan menciptakan struktur
perekonomian swadaya yang menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kemajuan mereka. Sehingga diperlukan rancangan proyek yang
mendukung badan-badan pembangunan utama dalam usaha membangun
kemampuan para penerima yang miskin demi pengelolaan yang produktif dan

swadaya berdasarkan sumberdaya lokal.
Seperti disebutkan sebelumnya, paradigma pembangunan konvensional
berpusat pada produksi meskipun dinyatakan tujuan akhir yang diharapkan adalah
keuntungan untuk rakyat. Paradigma tersebut lebih memusatkan perhatian pada
beberapa hal, yaitu:
a) industri dan bukan pertanian, padahal kenyataannya penduduk dunia
mayoritas mata pencahariannya dari pertanian;
b) daerah perkotaan dan bukan pertanian, padahal penduduk banyak tinggal di
pedesaan;
c) pemilikan aset produktif yang terpusat dan bukan aset produktif yang luas,
sehingga invetasi pembangunan menguntungkan kelompok penguasa yang
lebih sedikit;
d) penggunaan modal yang optimal dan bukan penggunaan sumberdaya manusia
yang optimal, sehingga sumberdaya modal dimanfaatkan dan mengabaikan
sumberdaya manusia;
e) pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan tanpa memikirkan daya
dukung dan keberlanjutannya, sehingga mempercepat laju kerusakan
sumberdaya alam;

1


f) efisiensi satuan-satuan produksi skala besar yang saling tergantung dan
didasarkan pada perbedaan keuntungan internasional, dengan meninggalkan
keanekaragaman dan daya adaptasi dari satuan-satuan skala kecil yang
diorganisasi guna mencapai swadaya lokal, sehingga menghasilkan
perekonomian yang tidak efisien dalam hal energi;
g) daya adaptasi yang rendah dan mudah mengalami gangguan yang serius
karena kerusakan atau manipulasi politik dalam suatu bagian sistem tersebut.
Paradigma pembangunan yang berpusat pada produksi rupanya didorong
oleh model-model ilmu ekonomi sistem terbuka yang konvensional, yang
memandang orang dan lingkungan sebagai variabel luar. Paradigma tersebut telah
melahirkan pembangunan yang ber-ketidakadilan, sehingga seiring dengan
semakin berkembangnya konsep-konsep pemikiran di masyarakat mengakibatkan
terjadinya sebuah pergeseran paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat,
dimana dalam paradigma ini manusia dan lingkungan menjadi variabel endogen
yang utama, yaitu sebagai titik tolak bagi perencanaan pembangunan.
Selanjutnya melalui desentralisasi, pembangunan tidak lagi menempatkan
kebutuhan rakyat di bawah kebutuhan produksi, penetapan kebijakan
dikembalikan kepada rakyat, pertanggungjawaban pemerintah lokal (yang
notabene mengacu pada pemerintah pusat) sedikit-demi sedikit dikurangi, serta

lebih menitik beratkan pertanggungjawaban tersebut kepada masyarakat. Namun
hal tersebut tidaklah mudah, karena pembangunan berpusat produksi telah
mengakar, sehingga diperlukan perubahan orientasi birokrasi pembangunan dari
pemerintah agar menjadi organisasi yang menghargai dan memperkuat nilai
kerakyatan, dimana pemerintah adalah “pelayan” rakyat. Strategi pembangunan
yang juga harus dilakukan adalah swadaya lokal dengan mendukung masyarakat
menggunakan sumberdaya lokal untuk memenuhi kebutuhannya, tentunya dengan
pengawasan oleh pemerintah lokal agar sumberdaya tetap terjaga.
Diana Conyers (1994) menguraikan teknik-teknik sosial dari
pembangunan yang berpusat pada produksi, misalnya mencakup bentuk-bentuk
organisasi yang menggunakan sistem komando, metode pengambilan keputusan
‘bebas nilai’, metodologi riset sosial didasarkan pada ilmu fisika klasik, sistem
produksi didefinisikan secara fungsional, serta perangkat analisis yang tidak
mempertimbangkan manusia dan lingkungan.
Hal tersebut berlainan dengan teknik-teknik sosial dari pembangunan yang
berpusat pada rakyat yang mengutamakan bentuk-bentuk organisasi swadaya yang
menonjolkan peran individu dalam proses pengambilan keputusan dan
mengutamakan nilai manusiawi dalam pengambilan keputusan, proses
pembangunan pengetahuannya didasarkan pada konsep-konsep dan metode
belajar sosial, mempunyai perspektif teritorial bukan fungsional yang

mendominasi perencanaan dan pengelolaan sistem produksi-konsumsinya,
penggunaan kerangka kerja ekologi-manusia dalam analisisnya atas pilihanpilihan produksi dan prestasi tidak hanya melibatkan rakyat dan lingkungan
melainkan justru mereka landasan bagi proses tersebut.

2

Dari keseluruhan uraian di atas yang menjadi garis besar adalah perlu
adanya pelibatan masyarakat dalam sebuah perencanaan, pelaksanaan
pembangunan serta pengawasannya. Sehingga manfaat pembangunan akan
dirasakan oleh semua rakyat tidak hanya orang atau golongan tertentu saja.
Pergeseran paradigma pembangunan dari produksi sebagai pusat (Production
Centered Development) ke manusia sebagai pusat (People Centered Development)
sudah seharusnya dilakukan dengan mengedepankan desentralisasi kebijakan,
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat serta menjaga keberlanjutan
sumberdaya alam.
B. Perencanaan Partisipatif
Dalam “Sosiologi Pembangunan Pedesaan” disebutkan pada 1947, yaitu
pada tahun-tahun awal setelah India merdeka, dua keputusan dasar telah diubah
sebagai langkah untuk menggerakkan pertumbuhan di kawasan-kawasan pedesaan
(Norman Long, 1987). Langkah-langkah tersebut adalah penghapusan masalah

land ordism dan keberadaan Program Pembangunan Komunitas. Tujuan program
tersebut adalah: pertana untuk meningkatkan produksi pertanian Negara dan untuk
memperbaiki sistem komunikasi, kesehatan, kebersihan serta pendidikan di
pedesaan; kedua untuk menggerakkan dan mengarahkan suatu proses perubahan
budaya yang terpadu yang ditujukan ke arah mengubah bentuk kehidupan sosial
dan ekonomi pedesaan.
Myrdal, 1968 dalam Diana Conyers (1994) mengatakan bahwa
perencanaan yang efektif memiliki harapan yang kecil jika tanpa didukung oleh
masyarakat, dan keterlibatan masyarakat tersebut merupakan kewajiban bagi
perencanaan demokratis. Saat inipun banyak istilah yang popular terkait
pentingnya partisipasi masyarakat diantaranya ‘bottom-up planning’ (perencanaan
dari bawah), keterlibatan pada ‘grass roots’ (sampai pada masyarakat paling
bawah), ‘democratic planning’ (perencanaan demokratis) dan ‘parcipatory
planning; (perencanaan partisipatif).
Masih dalam Diana Conyers (1994) pada tulisan berjudul “Perencanaan
Sosial di Dunia Ketiga” disebutkan ada 3 (tiga) alasan utama mengapa partisipasi
masyarakat memiliki peran penting, antara lain:
(1) partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, jika hal tersebut
tidak ada maka proyek-proyek akan gagal;

(2) mayarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan saat
merasa dilibatkan dalam sebuah proses persiapan dan perencanaannya,
dikarenakan mereka mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan muncul rasa
memiliki pada proyek tersebut;
(3) adanya anggapan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pembangunan
merupakan suatu hak demokrasi.
Diana Conyers (1994) juga menyebutkan beberapa metode yang dapat
digunakan dalam proses perencanaan diantaranya: a) survai dan konsultasi lokal,

3

b) penggunaan petugas lapangan yang terampil, c) perencanaan yang bersifat
desentralisasi, d) pemerintahan daerah, dan e) pembangunan masyarakat. Namun
tidak ada jawaban yang pasti metode mana yang mungkin dapat dilaksanakan,
karena banyak hal yang tergantung pada struktur administrasi dan politik yang di
dalamnya para perencana harus melibatkan diri mereka, begitupun dengan
masalah sumber dana yang ada. Metode-metode yang disebutkan bukanlah satusatunya alternatif, dimana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan,
yang belum tentu akan sesuai untuk semua kondisi dan semua Negara.
Pierre Lefevre et.al. (2000) dalam “Comprehensive Participatory
Planning and Evaluation (CPPE)” menjelaskan bahwa dalam perencanaan

partisipatif dan evaluasi secara komprehensif terdapat dua unsur utama yang
menjadi dasar dalam penyusunan suatu perencanaan, diantaranya: (1) hal-hal yang
berkaitan dengan penyusunan perencanaan partisipatif; dan (2) tindakan evaluasi
terkait dengan perencanaan partisipatif itu sendiri. Hal tersebut dimulai dengan
analisa dan pengenalan masalah yang terjadi di lapangan, pengorganisasian dan
penyusunan model perencanaan melalui asumsi-asumsi serta dilanjutkan dengan
penilaian terhadap masalah-masalah, kemungkinan dilakukannya intervensi, dan
tujuan dari proses identifikasi masalah.

C. Landasan Teoritis dan Konseptual Perencanaan Partisipatif dalam
Konteks Pergeseran Paradigma Pembangunan
Uraian sebelumnya yang membahas paradigma pembangunan dan
pergeserannya serta perencanaan partisipatif memberikan sebuah gambaran secara
teoritis dan konseptual. Secara teoritis, perencanan partisipatif dalam konteks
pergeseran paradigma pembangunan adalah sebuah metode baru dalam sebuah
perencanaan pembangunan. Dimana dalam sebuah ruang terdapat manusia dengan
kompleksitasnya, yang awalnya hanya menjadi obyek maka dalam paradigma
baru ia menjadi perencana yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya
dan mengarahkan prosesnya melalui desentralisasi kebijakan yang menitik
beratkan pertanggungjawaban pemimpin lokal kepada masyarakat. Pembangunan

konvensional dengan fokus utama adalah peningkatan produksi (Production
Centered Development) sudah saatnya bergeser ke arah paradigma pembangunan
alternatif yang berfokus kepada manusia (People Centered Development)
sehingga potensi-potensi sumberdaya manusia menjadi berkembang.
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pada dasarnya merupakan suatu
bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela dari
dalam dirinya maupun dari luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan
perencanaan yang bersangkutan, bukan karena ikut-ikutan atau sekedar
berkumpul. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan adalah adanya kesepakatan
dan kerjasama antara masyarakat dengan perencana, pemerintah dan pihak lain
dalam merencanakan, melaksanakan, membiayai perencanaan proyek atau
pembangunan serta mengawasi bersama-sama.
Tujuan dari pendekatan partisipatif adalah adanya perubahan sosial,
dimana masyarakat mampu menentukan yang terbaik bagi dirinya. Masyarakat
memberikan segenap kemampuannya, baik fisik, pemikiran dan harta untuk
kebutuhan memperkuat dan mengembangkan kapasitasnya (capacity building).

4

Untuk mencapai keberhasilan perencanaan, partisipasi masyarakat dalam

kegiatan perencanaan sangatlah diperlukan. Pierre Lefevre et.al. (2000)
menyebutkan dalam CPPE penyusunan perencanaan partisipatif secara
komprehensif hal pertama yang dilakukan adalah penilaian masalah dengan
tahapan sebagai berikut:
(1) Analisa objektif terhadap nilai-nilai pembobotan untuk mengklasifikasikan
tingkat permasalahan; lalu dilakukan penyusunan analisa kausal untuk
mengidentifikasi permasalahan dan menentukan penyebabnya guna penentuan
solusi permasalahan; pengumpulan data dari informasi-informasi yang
diperoleh untuk merumuskan hipotesis dan mengestimasi faktor penting yang
menjadi pokok permasalahan; selanjutnya penyampaian hasil analisa.
(2) Proses identifikasi dan pemilihan intervensi melalui formulasi dan prioritas
objektif dari intervensi; identifikasi terhadap kebijakan masa lalu; identifikasi
kelemahan dan memasukkannya ke dalam model; identifikasi intervensi yang
sesuai dengan perencanaan dan perumusan bersama terhadap kebijakan yang
relevan terkit perencanaan.
(3) Penyusunan perencanaan melalui penyusunan Tabel HIPPOPOC (Input,
Processes, Outputs, Outcomes) yang terdiri dari: proses; hasil; keluaran dan
input dari komponen-komponen perencanaan serta membangun suatu model
yang dinamis berdasarkan Tabel HIPPOPOC tersebut.
(4) Penyusunan sistem pengawasan dan evaluasi terhadap perencanaan.

(5) Penyusunan materi proposal perencanaan.
Tahapan kedua dari
komprehensif dengan tahapan:

CPPE

adalah

evaluasi

partisipatif

secara

(1) Pemilihan karakteristik utama dalam proses evaluasi.
(2) Tahapan evaluasi, dalam hal ini terdapat fase-fase berupa persiapan,
penyusunan konseptual evaluasi, pembangunan model evaluasi, penyusunan
pertanyaan-pertanyaan evaluasi.
(3) Pengumpulan data evaluasi.
(4) Menganalisa hasil evaluasi.
Berdasarkan kedua tahapan di atas, maka tahapan ketiga yang harus
dilakukan adalah penyusunan sistem pengawasan dan evaluasi terkait evaluasi
perencanaan itu sendiri. Sehingga dari semua tahapan tersebut diharapkan
perencanaan partisipatif akan berjalan dengan baik sehingga manfaat
pembangunan akan dirasakan oleh semua pihak.

5

Studi Kasus
TOP DOWN – BOTTOM UP PLANNING SEBAGAI ALTERNATIF
PERENCANAAN STRATEGIS PEMBANGUNAN DAERAH HINTERLAND
SECARA PARTISIPATIF
(Kasus Studi Desa Cipelah Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung)
Oleh:
Muhammad Amir Solihin, SP., MT.
Abstract
Otonomy and decentraization in Indonesia brings regional development
up to new paradigm. Participatory planning method with mixed of top down and
bottom up approach give up more participation of stakeholders. Aspiration and
others information of stakeholders receive by interview, questionare, and public
hearing for confirm and take concencus of regional development plan and sharing
of act. Cipelah as study location instead hinterland of Bandung city. Weaks and
threat of that region could be solve by their streangth and opportunity. Based on
problem tree analysis, grand scenario for Cipelah is “Empower of community to
achive local economic development“. These strategies as follows: open added
activity by local economic potensial activity, enhance horticulture production,
enhance horticulture product marketing, enhance paddy yield, enhance
accessibility, enhance human resources quality, and enhance rural institution act.

Pendahuluan
Dalam pengembangan wilayah dikenal beberapa konsep pengembangan
sebagai upaya pendekatan pembangunan melalui kegiatan perencanaan. Konsepkonsep tersebut sejalan dengan perkembangan dunia dan senantiasa berkembang.
Selain saling melengkapi sesuai tahapan kelahirannya, konsep yang muncul
belakangan umumnya merupakan reaksi atau kritik atas konsep sebelumnya dan
merupakan upaya penyempurnaan sesuai perkembangan masalah yang dihadapi.
Konsep pembangunan dipandang perlu disusun serta senantiasa disempurnakan
walaupun suatu wilayah pada dasarnya berkembang dengan sendirinya walau
tanpa suatu perencanaan (Williamson, 1965). Kegiatan perencanaan perlu
dilakukan sebagai jaminan bagi terlaksananya proses transformasi tersebut
melalui kegiatan pengendalian arah pembangunan sesuai tujuan yang diharapkan.
Tinjauan Teoritis
Teori pembangunan wilayah, khususnya di negara berkembang dan
miskin, merupakan landasan konsep pembangunan melalui kegiatan pengendalian
arah pembangunan. Secara umum pendekatannya dikelompokan ke dalam 3
konsep utama, yaitu Konsep Pembangunan dari Atas (Development from Above),
Konsep Pembangunan dari Bawah (Development from Bellow), dan Konsep
Pembangunan Berbasis Komunitas (Community Base Development ). Konsep
Pembangunan dari Atas ternyata cenderung memperbesar peluang terjadinya
disparitas akibat penghisapan sumberdaya hinterland oleh pusat. Sedangkan
Konsep Pembangunan dari Bawah secara konsep cukup kuat, karena wilayah kecil
mengelola sumberdayanya secara mandiri dan terdisintegrasi dengan wilayah

6

lainnya yang memungkinkan wilayah lokal membangun dirinya sendiri. Namun
dalam 1 Staf Pengajar Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran pada Laboratorium Survei Pemetaan dan
Evaluasi lahan, bidang keahlian Pengembangan Wilayah kecenderungan
perekonomian dunia yang semakin tanpa batas menyebabkan konsep yang
ditawarkan bersifat utopian.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Konsep Pembangunan Berbasis Komunitas
dilakukan dengan semaksimal mungkin mengaktifkan partisipasi masyarakat dan
bertumpu pada sumberdaya lokal merupakan alternatif konsep pembangunan yang
layak untuk dipertimbangkan. Implementasi konsep ini semakin dirasakan perlu
dalam pembangunan nasional sejak diberlakukannya UU nomor 22 tahun 1999
dan nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25 tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Konsep ini tepat diterapkan pada wilayah perdesaan, karena kesan perdesaan yang
ada pada negara berkembang termasuk di Indonesia identik dengan aktivitas
manusia
berbasis
alam,
terkait
dengan
kemiskinan
dan
serba
terbelakang/tradisional. Masyarakat tradisional, sebagaimana dikemukakan
Darkheim, dicirikan oleh: hidup dari kegiatan pertanian, sederhana dalam cara
kehidupan, norma-norma homogen, dan pembagian kerja/spesialisasi yang
terbatas.
Desa Cipelah sebagai lokasi kasus studi memiliki karakteristik sebagai
desa tradisional di Kecamatan Ciwidey. Hal ini terlihat dari unsur-unsur
tradisional yang masih ada, padahal terdapat beberapa potensi dan peluang bagi
pertumbuhan desa tersebut, misalnya: pusat desa yang dilalui jalur jalan alternatif
menuju Jalan Lintas Jawa Barat Selatan, wilayah pelayanan yang juga mencakup
13 desa di wilayah Kabupaten Cianjur. Di lain pihak, jiwa kewirausahaan
masyarakat setempat relative rendah terlihat dari rendahnya peluang usaha yang
bisa ditangkap masyarakat setempat, misalnya pedagang di pasar desa tersebut
seluruhnya berasal dari luar Desa Cipelah.
Sesuai dengan pandangan teori dependensi, kondisi tersebut bisa
mengakibatkan semakin miskin dan terbelakangnya Desa Cipelah karena
keuntungan yang didapat oleh investor “asing” yang tidak reinvest ditarik ke luar
daerah atau terjadi penghisapan pheripery oleh core. Hal ini tentu harus dilakukan
perubahan dengan jalan memperkenalkan nilai-nilai modern yang rasional kepada
masyarakat Desa Cipelah berikut sarana-sarana atau lembaga-lembaga modern
untuk menopang berlangsungnya proses transformsi/pembangunan secara
berkelanjutan. Upaya memperkenalkan hal tersebut, perlu dilakukan melalui
implementasi perencanaan strategis secara partisipatif sehingga potret Desa
Cipelah dapat dilihat melalui potensi dan kendala yang dihadapinya secara
realistis (USDA RDOCD, 1998). Pengejawantahan dari kegiatan perencanaan
tersebut dapat dilakukan melalui perumusan skenario, strategi, sampai pada
program pembangunannya. Perumusan tersebut perlu dilakukan dengan seoptimal
mungkin mengaktifkan partisipasi seluruh pihak terkait dan bertumpu pada
sumberdaya lokal.

7

Tujuan dan Sasaran Studi
Tujuan studi adalah mengetahui implementasi perencanaan pembangunan

guna memberdayakan masyarakat Desa Cipelah dalam mengembangkan
perekonomiannya. Sasarannya adalah tersusunnya rumusan skenario, strategi,
dan program pembangunan Desa Cipelah untuk 5 tahun rencana.
Ruang Lingkup Studi
Lingkup wilayah perencanaan dalam kasus studi ini adalah Desa Cipelah
yang terletak di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung, lihat gambar 1. Sesuai
lingkup wilayah perencanaan yang relatif kecil (tingkat desa), kedalaman studi
dilakukan mulai dari perumusan skenario, strategi, program pembangunan berikut
sumber pendanaan, tahapan pelaksanaan, dan pembagian tanggung jawab masingmasing stakeholder . Rumusan rencana yang dihasilkan dilakukan untuk jangka
waktu perencanaan selama lima tahun mulai tahun 2001 sampai dengan tahun
2005. Penelitian ini sendiri dilaksanakan pada tahun 2000-2001.
Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam perencanaan pembangunan Desa Cipelah melalui
pendekatan pembangunan berbasis komunitas, yaitu semaksimal mungkin
mengaktifkan partisipasi masyarakat dan bertumpu pada sumberdaya lokal. Untuk
itu, beberapa hal yang dilakukan dalam pendekatan studi ini adalah sebagai
berikut.
a. Inventarisasi karakteristik Kabupaten Bandung dan Kecamatan Ciwidey
berikut wilayah pengaruh yang terkait dengan pengembangan wilayah melalui
pengumpulan data sekunder.
b. Melakukan kajian terhadap karakteristik wilayah di atas sehingga dapat
diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancamannya.
c. Menemukenali persoalan utama Kabupaten Bandung dan Kecamatan Ciwidey,
melalui analisis karakteristik wilayah baik secara internal maupun eksternal
sehingga didapatkan isu makro Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang.
d. Inventarisasi karakteristik Desa Cipelah berikut wilayah pengaruh yang terkait
dengan pengembangan wilayah melalui pengumpulan data primer dan
sekunder.
e. Melakukan kajian terhadap karakteristik Desa Cipelah sehingga dapat
diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancamannya.
f. Menemukenali persoalan Desa Cipelah melalui analisis karakteristik wilayah
baik secara internal maupun eksternal (dari kajian karakteristik di atas)
sehingga didapatkan isu mikro wilayah studi (Desa Cipelah).
g. Melakukan kajian terhadap penyebab timbulnya persoalan desa dengan
menggunakan metoda analisis hirarki berupa “Pohon Masalah”. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui struktur persoalannya sehingga dapat diketahui
sumber persoalan yang perlu diatasi atau di intervensi.
h. Konfirmasi temuan awal karakteristik desa kepada stakeholder (termasuk
persoalan utama berikut penyebabnya). Tahapan ini dilakukan guna
menyesuaikan pandangan-pandangan/pemahaman perencana sebagai hasil
kajian literatur dengan kenyatan di lapangan.

8

i. Merumuskan usulan skenario dan usulan strategi pembangunan sebagai upaya
memecahkan persoalan desa dengan menggunakan metoda brainstorming. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui berbagai strategi pemecahan masalah yang
mungkin dapat dilakukan menurut pemahaman dan pengetahuan perencana.
j. Matching usulan skenario dan usulan strategi pembangunan dengan kebijakan
dan program Pemerintah Kabupaten Bandung. Hal ini dilakukan dengan cara
wawancara langsung ataupun menyaring informasi tentang kebijaksanaan dan
program pemerintah yang berkaitan dengan upaya pengembangan wilayah
yang dilakukan perencana.
k. Perbaikan usulan skenario dan usulan strategi pembangunan berdasarkan
temuan dan informasi tahapan sebelumnya.
l. Matching usulan skenario dan usulan strategi pembangunan berikut
konsekwensinya dengan kebutuhan dan kemampuan stakeholder hingga
dicapai ‘kesepakatan’ skenario dan strategi pembangunan Desa Cipelah yang
akan dilakukan. Kegiatan ini dilakukan melalui forum diskusi antar
stakeholder dan perencana berperan fasilitator dan mengarahkan kegiatan
pembahasan, serta memberikan penjelasan konsekwensi-konsekwensi masingmasing upaya pemecahan persoalan.
m. Menjabarkan skenario dan strategi pembangunan hasil kesepakatan ke dalam
usulan program-program pembangunan, tahapan pelaksanaan, berikut sumber
pendanaannya.
n. Konfirmasi usulan program-program berikut konsekwensinya melalui forum
public hearing bersama stakeholder.
Dari hasil kegiatan kajian terhadap beberapa aspek tersebut dapat
dirumuskan konsep-konsep pembangunan sebagai upaya pemecahan persoalan,
meliputi:
a. Skenario Pembangunan
b. Strategi Perencanaan Pembangunan
c. Program Pembangunan berikut tahapan pelaksanaan dan sumber
pendanaannya, serta pembagian peran dan tanggung jawab dari masingmasing stakeholder, terutama pemerintah kabupaten, pemerintah desa,
masyarakat, dan pihak swasta.
Teknik Survey

Teknik survey yang dilakukan pada kegiatan studi ini meliputi :
a. Pengamatan lapangan
b. Wawancara
c. Penggunaan kuesioner
d. Kelompok sasaran sebagai responden sampel ditentukan secara stratified
random sampling
e. Forum diskusi untuk konfirmasi dan penyepakatan hasil rumusan.
f. Pengumpulan data sekunder berdasarkan check list dari data yang dibutuhkan
dan dilakukan terhadap dinas/ instansi/ lembaga terkait dengan kegiatan
pembangunan Desa Cipelah.

9

Beberapa aspek yang diteliti meliputi aspek:
a. Kebijaksanaan, baik spasial maupun a spasial
b. Peraturan perundangan
c. Fisik
d. Ekonomi
e. Sosial Kependudukan
f. Sarana dan prasarana
g. Kelembagaan
h. Pendanaan

GAMBAR 1
PETA LOKASI STUDI

KARAKTERISTIK SPESIFIK DESA CIPELAH
Karakteristik spesifik ini merupakan representasi dari karakteristik umum desa
dan merupakan faktor yang terkait atau berpengaruh langsung terhadap
pembangunan wilayah Desa Cipelah, lihat tabel 1

10

Karakteristik spesifik ini selanjutnya digunakan sebagai masukan bagi
kajian persoalan wilayah melalui proses analisis hirarki (pohon masalah), lihat
gambar 2 dan menjadi faktor yang berpengaruh dalam perumusan skenario dan
strategi pembangunan yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
Berdasarkan pohon masalah di atas, diketahui persoalan yang dihadapi
Desa Cipelah berdasarkan issue ‘Ketidakberdayaan Masyarakat Desa Cipelah
dalam Mengembangkan Perekonomian’ disebabkan kegiatan ekonomi utama
belum mensejahterakan masyarakat dan kegiatan ekonomi alternatif potensial
belum berkembang optimal.
PERUMUSAN STRATEGI PEMBANGUNAN DESA CIPELAH
Berdasarkan uraian dan analisis sebelumnya, dirumuskan Grand Scenario
(skenario utama) dan strategi pembangunan sebagai upaya mencapai tujuan utama
pembangunan, yaitu ‘Berdayanya masyarakat Desa Cipelah guna dapat
mengembangkan perekonomian desa’.

GAMBAR 2
POHON MASALAH WILAYAH

‘Grand Scenario’ Pembangunan Desa Cipelah
Persoalan utama Desa Cipelah, yaitu ketidakberdayaan masyarakat Desa Cipelah
dalam mengembangkan perekonomiannya. Berdasarkan hasil kajian diketahui
bahwa kondisi ini disebabkan oleh kegiatan ekonomi dominan (perkebunan,
hortikultur, dan padi sawah) belum mensejahterakan masyarakat, serta belum
berkembangnya kegiatan ekonomi alternatif potensial secara optimal. Indikator
dari kedua penyebab persoalan utama tersebut adalah sebagai berikut.

11

a. Kegiatan ekonomi dominan belum mensejahterakan masyarakat diindikasikan
dengan:
• Kesejahteraan buruh perkebunan teh relatif rendah
• Produksi tani padi sawah rendah
• Kinerja tani hortikultur rendah
b. Kegiatan ekonomi alternatif potensial belum berkembang optimal
diindikasikan dengan:
• Kegiatan usaha ternak domba dan industri rumah tangga gula aren belum
optimal
• Kegiatan jasa dan perdagangan masyarakat setempat rendah
• Aksesibilitas Desa Cipelah rendah
Dengan memperhatikan indikator serta penyebab munculnya kondisi
tersebut, maka upaya-upaya yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Untuk meningkatkan kegiatan usaha dominan yang dapat mensejahterakan
masyarakat adalah:
• Memberi kegiatan usaha tambahan dengan memanfaatkan fasilitas
perusahaan perkebunan, yaitu: perikanan pada situ/ danau, usaha tani
hortikultur pada lahan yang tidak produktif.
• Meningkatkan hasil produksi padi sawah
• Meningkatkan hasil produksi dan kepastian pasar hasil pertanian
b. Untuk menjadikan berkembangnya kegiatan ekonomi alternatif potensial dapat
dilakukan dengan:
• Meningkatkan aktivitas ekonomi peternakan domba dan industri rumah
tangga gula aren
• Meningkatkan kegiatan perdagangan dan jasa masyarakat setempat
• Meningkatkan intensitas dan kapasitas pasar desa serta pembangunan
terminal kecil
• Meningkatkan kemudahan daya hubung (aksesibilitas) desa.
Beberapa upaya tersebut ditujukan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi
di pusat Desa Cipelah, sehingga selanjutnya diharapkan akan dapat meningkatkan
fungsi dan peran pusat Desa Cipelah sebagai pusat kolektor dan distributor lokal.
Selain itu, dengan meningkatnya aktivitas ekonomi di pusat Desa juga diharapkan
akan dapat meningkatkan jiwa kewirausahaan masyarakat Desa Cipelah. Kondisi
akhir yang diharapkan dari beberapa kegiatan tersebut adalah berkembangnnya
kegiatan ekonomi Desa Cipelah dan sekitarnya.
Dengan demikian, skenario utama (Grand Scenario) agar kegiatan
ekonomi Desa Cipelah dan sekitarnya berkembang melalui upaya pemberdayaan
masyarakat Desa Cipelah ditetapkan berupa “Meningkatnya aktivitas ekonomi di
pusat Desa Cipelah dengan jangkauan pelayanan Desa Cipelah berikut 13 desa
di wilayah Kabupaten Cianjur ”.

12

GAMBAR 3
SKENARIO PEMBANGUNAN DESA CIPELAH TAHUN 2001-2005

Strategi Pembangunan Desa Cipelah
Kegiatan perumusan strategi ini dilakukan melalui pendakatan ‘pohon
masalah’. Pada metoda ini terlebih dahulu ditetapkan tujuan dan sasaran yang
ingin dicapai dalam pembangunan Desa Cipelah. Sesuai pohon masalah pada
gambar 2, maka tujuan dan sasaran yang akan dicapai adalah :
a. Tujuan:
• Terwujudnya Kegiatan Ekonomi Dominan Yang Dapat Mensejahterakan
Masyarakat
• Berkembangnya Kegiatan Ekonomi Alternatif Potensial
b. Sasaran:
• Meningkatnya pendapatan buruh perkebunan
• Meningkatnya produksi hortikultura
• Membaiknya pola pemasaran hortikultura
• Meningkatnya produksi padi sawah
• Meningkatnya kegiatan usaha alternatif potensial
• Meningkatnya aksesibilitas pusat desa
• Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia
• Meningkatnya peran kelembagaan desa
c. Strategi Pembangunan:
• Membuka lapangan kerja tambahan/ sampingan berupa kegiatan ekonomi
alernatif potensial
• Meningkatkan hasil produksi hortikultura
• Meningkatkan kelancaran pemasaran hasil produksi hortikultura
• Meningkatkan hasil produksi padi sawah

13






Meningkatkan kegiatan usaha alternatif potensial
Meningkatkan aksesibilitas desa
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
Meningkatkan peran kelembagaan desa.
PERUMUSAN PELAKSANAAN STRATEGI PEMBANGUNAN
DESA CIPELAH

Dengan mengacu pada hasil pembahasan, pada bagian ini dibahas
perumusan pelaksanaan strategi pembangunan atau program pembangunan Desa
Cipelah tahun 2001-2005. Perumusan program pembangunan ini dilakukan
melalui tahapan kegiatan berikut:
a. Melakukan breakdown terhadap strategi yang dihasilkan dengan
mempertimbangkan tujuan, skenario utama yang hendak dicapai, serta
kemampuan pendanaan dan jangkauan waktu perencanaannya.
Keluaran dari kegiatan ini adalah berupa rumusan pelaksanaan strategi
pembangunan Desa Cipelah sesuai tahapan pelaksanaannya yang dirancang
guna mencapai skenario utama yang telah ditetapkan.
b. Melakukan penjabaran dari rumusan pelaksanaan strategi di atas.
Keluaran dari kegiatan ini berupa usulan program pembangunan berikut
konsekwensikonsekwensinya, berupa : tujuan, kelompok sasaran, pembagian
peran (termasuk sumber pendanaan), mekanisme, serta tahapan/ waktu
pelaksanaan masing-masing usulan program.
c. Melakukan konfirmasi usulan program terhadap stakeholder melalui forum
public hearing.
Keluaran dari kegiatan ini berupa program pembangunan berikut
konsekwensi-konsekwensinya yang telah disepakati oleh stakeholder.
Program Pembangunan
Berdasarkan strategi pembangunan sebagaimana dijelaskan pada bab di
atas, disimpulkan rumusan pelaksanaan strategi pembangunan Desa Cipelah
(gambar 4) untuk tahun 2001-2005 sebagai berikut:
a. Meningkatkan aksesibilitas dari pusat desa ke wilayah pelayanan; strategi ini
ditujukan untuk meningkatkan fungsi pusat desa, khususnya sebagai kolektor
dan umumnya sebagai distributor.
b. Peningkatan hasil produksi dan diversifikasi usaha melalui pemanfaatan waktu
luang dengan alternatif kegiatan ekonomi potensial; Hal ini perlu dilakukan
guna lebih meningkatkan pendapatan serta meningkatkan aktivitas ekonomi
melalui diversifikasi usaha di wilayah pelayanan pusat Desa Cipelah.
c. Peningkatan intensitas dan kapasitas pasar, pembangunan terminal kecil,
pemberian insentif bagi alih kegiatan pertanian ke kegiatan perdagangan dan
jasa, serta meningkatkan aksesibilitas pusat desa ke pusat kegiatan;
d. Diversifikasi usaha ke sektor pariwisata; meningkatnya aktivitas perdagangan
dan jasa serta fungsi dan peran pusat desa sebagai kolektor dan distributor,
diharapkan akan meningkatkan kewirausahaan masyarakat untuk selanjutnya
mengembangankan diversifikasi usaha ke sector pariwisata.

14

Mekanisme Program
Penjelasan mekanisme program dimaksudkan guna lebih memudahkan pengguna
(user) di dalam memahami program pembangunan Desa Cipelah yang dihasilkan
serta pelaksanaannya. Dalam mekanisme ini dijelaskan tentang maksud dan
pelaksanaan kegiatan program berikut pelaksana dan pendanaannya.
• Pembentukan 20 Kelompok Peternak Domba
• Pinjaman modal usaha berupa bibit ternak domba 20 kelompok dengan sistem
gulir
• Pembentukan 19 Kelompok petani ikan
• Pinjaman modal usaha berupa bibit ikan Grasscap dengan sistem gulir
• Penyuluhan dan pelatihan pertanian, perternakan, perikanan, industri rumah
tangga, bandar lokal
• Penghijauan dengan penanam pohon lamtoro pada lahan pekarangan
• Pembentukan 60 Kelompok petani Hortikultur
• Kaderisasi 60 petani hortikultur kepada petani mandiri melalui magang
• Pembentukan Satgas Penyuluh yang terdiri dari unsur PPL, KCD, dan PPH
• Memasyarakatkan penggunaan pestisida ramah lingkungan/pestisida botani
• Pinjaman modal usaha pada industri RT penghasil pestisida botani
• Pembentukan Simtani pada tingkat kabupaten
• Pinjaman modal usaha untuk kelompok tani hortikultur
• Pembentukan kelompok bandar lokal
• Pinjaman modal usaha bagi kelompok bandar local secara bergulir
• Penggalakan kegiatan menabung pada masyarakat
• Peningkatan Status lembaga keuangan swadaya ke lembaga keuangan lokal
berbadan hukum
• Penyaluran dana melalui lembaga keuangan yang berbadan hukum
• Peningkatan Manajemen / Pengelolaan keuangan
• Penanaman lahan hutan lindung dengan tanaman sela Kopi Arabica dengan
perbandingan bagi hasil 80 % petani dan 20 % Perhutani
• Pembangunan penampungan air di lahan tani hortikultur
• Pembentukkan Gapoktan Desa/Kecamatan
• Pembentukan 25 kelompok tani padi sawah
• Pembentukan Kelompok Industri Gula Aren
• Pinjaman modal usaha pengolahan gula aren dan hasil olahannya (dodol dan
angleng)
• Pemberian insentif terhadap keberhasilan ternak domba melalui wahana lomba
usaha ternak
• Peningkatan Kapasitas Pasar Desa dan pembangunan terminal
• Peningkatan intensitas kegiatan pasar desa menjadi 2 kali/minggu
• Peningkatan jalan ruas Cipelah – Cisabuk (4,7 Km x 4 m)
• Peningkatan jalan ruas Rancabali-Cipelah (15,9 Km x 4 m)
• Penataan objek wisata Curug Cisabuk
• Peningkatan jalan menuju kawasan objek wisata Curug Cisabuk + 500 meter
• Penambahan 7 orang guru SD
• Peningkatan perpustakaan Desa
• Peningkatan Kader Desa

15

GAMBAR 4
STRATEGI PEMBANGUNAN DESA CIPELAH

Pembangunanipelah - Cisabuk
Sumber Pembiayaan dan Tahapan Pelaksanaan Program

Bagian ini dijelaskan tentang besaran nilai program, sumber pembiayaan
dan waktu pelaksanaannya. Perumusan sumber pembiayaan ini dilakukan dengan
memperhatikan kemampuan pendanaan dari sumber-sumber yang memungkinkan
untuk dimanfaatkan namun dengan seoptimal mungkin memanfaatkan sumbersumber pembiayaan lokal. Penetapan sumber pendanaan ini dilakukan dua
tahapan berikut:
a. Menggali semaksimal mungkin sumber dana pembangunan yang berasal dari
masyarakat dan Pemerintahan Desa.
b. Melakukan kajian terhadap kemampuan pendanaan baik pada pemerintahan
kabupaten maupun pemerintahan desa termasuk sumbernya
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Setelah dilakukan kegiatan dan hasil analisis terhadap Desa Cipelah, maka
rencana tindak bagi upaya pemecahan persoalan yang dihadapi, yaitu
‘Ketidakberdayaan Masyarakat Desa Cipelah dalam Mengembangkan
Perekonomiannya’, telah dapat diketahui. Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian pada bab-bab terdahulu, maka dalam pemecahan
persoalan Desa Cipelah khususnya tahun 2001-2005 dapat dilakukan melalui
beberapa hal berikut.

16

a. Perumusan persoalan utama/isu Desa
Perumusan persoalan utama dilakukan guna menetapkan tujuan pembangunan
sebagai landasan perumusan rencana, serta skenario, strategi, dan program
pembangunan sesuai potensi dan kendala yang dihadapi dalam pembangunan
Desa Cipelah, sehingga dihasilkan berbagai upaya mengatasi persoalan desa
yang dihadapi secara efektif dan efisien. Berdasarkan uraian di muka,
persoalan utama Desa Cipelah adalah: ‘Ketidakberdayaan Masyarakat Desa
Cipelah dalam Mengembangkan Perekonomiannya’.
b. Skenario Pembangunan
Sebagai langkah awal dalam memecahkan persoalan utama yang dihadapi,
maka perlu disusun skenario pembangunan serta ditetapkan pula skenario
utamanya (Grand Scenario), yaitu target pembangunan yang harus dicapai
dalam upaya memecahkan persoalan yang dihadapi. Pada penelitian ini,
skenario pembangunan Desa Cipelah untuk tahun 2001-2005: ‘Meningkatnya
aktivitas ekonomi di Pusat Desa sehingga dapat melayani wilayah
pelayanannya’.
c. Strategi Pembangunan
Strategi pembangunan dirumuskan sebagai upaya memudahkan upaya
pencapaian tujuan pembangunan dengan memperhatikan potensi (kekuatan
dan peluang) serta kendala (kelemahan dan ancaman) yang ada pada Desa
Cipelah.
d. Program Pembangunan
Sebagai penjabaran dari strategi dan tahapan kegiatan yang telah ditetapkan,
maka dirumuskan program-program kegiatan yang perlu dilakukan dalam
mendukung pencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan
e. Mekanisme Program
Mekanisme program pembangunan perlu dirumuskan sebagai upaya
memberikan kemudahan bagi stakeholder didalam pelaksanaan program
termasuk distribusi peran dan tanggung jawab pelaksanaan kegiatan yang telah
disepakati.
f. Tahapan Pelaksanaan Program dan Sumber Pendanaan
Tahapan pelaksanaan program dirumuskan sebagai upaya memberikan
kejelasan tentang tahun pelaksanaan program dan sumber pendaan program
bagi pencapaian tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dan menjadi
kesepakatan seluruh stakeholder
Rekomendasi
Agar dapat menghasilkan skenario, strategi, dan program berikut tahapan
dan sumber pendanaan yang lebih applicable berdasarkan kegiatan yang telah
dilakukan, disadari masih banyak kelemahan dalam pelaksanaanya terutama
menyangkut :
a. Waktu pelaksanaan perumusan rencana yang dirasakan terlalu pendek. Hal ini
terutama berkaitan dengan upaya menggali potensi yang tidak didapat dari
data sekunder akibat buruknya sistem administrasi pemerintahan. Kondisi ini
memungkinkan adanya alternatif kegiatan yang belum tergali, seperti:
pemanfaatan potensi pohon pisang sebagai bahan baku yang dapat diolah
menjadi hasil kerajinan anyaman; peternakan kelinci selain daging dan

17

kulitnya juga air kencingnya dapat dimanfaatkan sebagai pendukung produksi
hortikultur, dan lain sebagainya.
b. Peserta forum diskusi/stakeholder kurang representatif, khususnya untuk
kegiatan publichearing sebagai upaya penyepakatan berbagai upaya
pemecahan persoalan. Walaupun ini relatif telah diwakili pada forum diskusi
sebelumnya (persetujuan skenario dan strategi pembangunan), namun akan
lebih baik lagi jika kesepakatan itu juga dilakukan dalam penetapan programprogramnya. Untuk kegiatan pembahasan tahap akhir/ public hearing/
konfirmasi usulan program di Desa Cipelah disadari pesertanya kurang
representatif dipandang sebagai stakeholder, karena:
c. Tidak diwakili oleh pihak Pemerintah Kabupaten, peserta yang diundang tidak
hadir; walaupun informasi dari pihak Pemerintah Kabupaten telah didapat
namun kesepakatan menjadi kurang ‘bulat/ kuat’ atau memungkinkan pihak
Pemerintah Kabupaten tidak terikat/ untuk tidak merealisasikan program yang
telah diinformasikan.
d. Pihak swasta dan masyarakat setempat sekalipun dari segi jumlah cukup
mendukung, tetapi dari segi keterwakilan dipandang kurang, karena lebih
banyak diwakili oleh peserta yang berdomisili dekat pusat desa dan kurang
representatif dari segi pihak terkaitnya (berbeda dengan forum diskusi
sebelumnya).
Dengan menyadari kondisi tersebut, maka ada beberapa kegiatan yang
perlu dilakukan sebagai upaya memperbaiki rencana yang dihasilkan, yaitu:
a. Sesuai skenario utama yang dihasilkan serta upaya peningkatan kesejahteraan
melalui strategi pemberian lapangan kerja tambahan bagi masyarakat, maka
untuk berbagai kegiatan ekonomi yang dipandang memiliki prospek bagus
perlu mendapat dukungan, baik dari pemerintah (Desa dan Kabupaten)
maupun stakeholder terkait lainnya (lembaga keuangan, swasta, dan
masyarakat).
b. Dalam kegiatan ini sangat dituntut kemampuan kehumasan dari perencana,
sebagaimana terjadi pada kegiatan pembahasan tahap dua, selain dihadiri oleh
lebih banyak peserta (52 orang) juga cukup mewakili pihak terkait.
D. Pembahasan Studi Kasus Mengenai Perencanaan Wilayah
Studi kasus yang dianalisa dalam praktikum ini berjudul “Top down –
bottom up planning sebagai alternatif perencanaan strategis pembangunan daerah
hinterland secara partisipatif (kasus studi desa Cipelah kecamatan Ciwidey
kabupaten Bandung)” yang ditulis oleh Muhammad Amir Solihin, SP., MT, Staf
Pengajar Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran pada Laboratorium Survei Pemetaan dan Evaluasi lahan,
bidang keahlian Pengembangan Wilayah.
Dapat dilihat bahwa perencanaan telah diusahakan untuk melibatkan
semua stakeholder , namun dalam pelaksanaannya kurang maksimal, tidak semua
pihak stakeholder datang pada public hearing, terutama pemerintah yang
menunjukkan kelembagaan tidak terlalu kuat. Pihak swasta dan masyarakat juga
hadir namun kurang mewakili. Sedangkan metode yang digunakan sudah sesuai

18

dengan prinsip partisipatif. Berdasarkan metodologi CPPE (Comprehensive
Participatory Planning and Evaluation) belum komprehensif, karena belum ada
kegiatan evaluasi dan monitoring (gambar 4).
Sebagian besar dalam kasus tersebut masyarakat terlihat hanya sebagai
obyek dan partisipasi stakeholder yang terbilang rendah terbukti dengan tidak
hadirnya semua stakeholder saat public hearing terakhir. Secara umum masih
mengikuti paradigma berpusat pada produksi (Production Centered
Development), bukan berpusat pada manusia (People Centered Development).

PUSTAKA
David C. Korten dan Sjahrir (Penyunting). 1988. Pembangunan Berdimensi
Kerakyatan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (Hal 261-272 dan 373-388)
Diana Conyers. 1994. Perencanaan Sosial Di Dunia Ketiga Suatu Pengantar .
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press (Hal 153-184)
Norman Long (1987). Sosiologi Pembangunan Pedesaan. Jakarta: PT. Bina
Aksara (Hal 198-253)
Muhammad Amir Solihin. 2001. Top Down – Bottom Up Planning Sebagai
Alternatif Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah Hinterland
Secara Partisipatif (Kasus Studi Desa Cipelah Kecamatan Ciwidey
Kabupaten Bandung). Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Pierre Lefevre et.al. 2000. Comprehensive Participatory Planning and
Evaluation. Antwerp: Nutrition Unit Tropical Medicine Nationalestraat
Belgium (pp 1-25).

19