ANALISA EKONOMI USAHA BUDIDAYA IKAN MAS

1

ANALISA EKONOMI USAHA BUDIDAYA IKAN MAS
Tri Rizkiana Y (21313002)

I.

PENDAHULUAN
Cyprinus carpio atau yang lebih dikenal dengan ikan mas merupakan salah satu ikan
air tawar yang bernilai ekonomis dan telah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Ikan mas mulai masuk ke pasar Indonesia dan mulai dipelihara sejak tahun 1920-an.
Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan merupakan ikan mas yang dibawa
dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Sampai saat ini sudah terdapat 10 ikan mas
yang dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologisnya. Jenis-jenis ikan
mas secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis yakni ikan mas hias dan ikan mas
konsumsi. Pada analisis ekonomi usaha ini, pembahasan akan lebih ditekankan pada
ikan mas konsumsi. Adapun klasifikasi dari ikan mas ini adalah sebagai berikut :

Kingdom:
Filum:
Kelas:

Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:

Animalia
Chordata
Osteichthyes
Cypriniformes
Cyprinidae
Cyprinus
C. carpio

Ikan mas memiliki bentuk
badan agak memanjang pipih
ke samping

(compressed). Mulut (bibir) berada di ujung tengah (terminal), dapat

disembulkan, dan lunak (elastis). Memiliki kumis (barbel) dua pasang (empat buah),

kadang- kadang mempunyai sungut satu pasang (rudimentir). Jari-jari sirip punggung
(dorsal) yang kedua mengeras seperti gergaji. Sedangkan letak antara kedua sirip,
punggung dan perut berseberangan. Sirip dada (pectoral) terletak di belakang tutup
insang (operculum). Ikan mas tergolong bersisik besar bertipe cycloid. Usus umumnya
tidak begitu panjang jika dibandingkan dengan hewan pemakan tumbuh-tumbuhan asli.
Ikan mas tidak mempunyai lambung, juga tidak bergigi/ompong, sehingga bila mencerna
makanan sebagai pengganti pengerusnya adalah dengan pharing pengeras.
Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara
150-1.000 meter di atas permukaan laut, suhu air 20 pH air antara 7-8. Ikan mas dapat

2

tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl.
Ikan mas dapat berkembang pesat di kolam, sawah, kakaban, dan sungai air deras.
Kolam dengan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan fisik ikan mas. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha,
sedangkan untuk pembesaran di kolam air deras debitnya 100 liter/menit/m³.
Menurut R.O Ardiwinata (1981 dalam Rochdianto, 2005), ikan mas yang berkembang di
Indonesia diduga awalnya berasal dari Tiongkok Selatan. Pada salah satu sumber
disebutkan, budidaya ikan mas diketahui sudah berkembang di daerah Ciamis, Jawa Barat

pada pertengahan abad ke-19. Masyarakat setempat disebutkan sudah menggunakan
kakaban - subtrat untuk pelekatan telur ikan mas yang terbuat dari ijuk – pada tahun
1860, sehingga budi daya ikan mas di kolam di Galuh disimpulkan sudah berkembang
berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Di daerah Jawa dan lainnya, penyebaran ikan mas terjadi pada permulaan abad ke-20,
terutama sesudah terbentuk "Jawatan Perikanan Darat" dari “Kementrian Pertanian”
(Kemakmuran) saat itu.
Dari Jawa, ikan mas kemudian dikembangkan ke Bukittinggi (Sumatera Barat) tahun
1892. Berikutnya dikembangkan di Tondano (Minahasa, Sulawesi Utara) tahun 1895,
daerah Bali Selatan (Tabanan) tahun 1903, Ende (Flores, NTT) tahun 1932 dan Sulawesi
Selatan tahun 1935. Selain itu, pada tahun 1927 atas permintaan Jawatan Perikanan Darat
saat itu juga mendatangkan jenis-jenis ikan mas dari Negeri Belanda, yakni jenis Galisia
("mas gajah") dan kemudian tahun 1930 didatangkan lagi mas jenis Frankisia ("mas
kaca"). Menurut Djoko Suseno (2000 dalam Rochdianto, 2005), kedua jenis mas tersebut
sangat digemari oleh petani karena rasa dagingnya lebih sedap, padat, durinya sedikit dan
pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan ras-ras lokal yang sudah berkembang di
Indonesia sebelumnya.
Pada tahun 1974, seperti yang dikemukakan Djoko Suseno (2000 ), Indonesia mengimpor
ikan mas ras Taiwan, ras Jerman dan ras fancy carp masing-masing dari Taiwan, Jerman
dan Jepang. Sekitar tahun 1977 Indonesia mengimpor "ikan mas ras yamato" dan "ras

koi" dari Jepang. Ras-ras ikan mas yang diimpor tersebut dalam perkembangannya
ternyata sulit dijaga kemurniannya karena berbaur dengan ras-ras ikan mas yang sudah
ada di Indonesia sebelumnya sehingga terjadi persilangan dan membentuk ras-ras baru.
Habibat dari ikan mas adalah di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan
alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau. Ikan mas dapat hidup

3

baik di daerah dengan ketinggian 150--600 meter di atas permukaan air laut (dpl) dan
pada suhu 25-30° C. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang
ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas (kadar garam) 25-30%.
Ikan mas tergolong jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa berbagai jenis
makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik. Namun, makanan
utamanya adalah tumbuhan dan binatang yang terdapat di dasar dan tepi perairan.
Siklus hidup ikan mas dimulai dari perkembangan di dalam gonad (ovarium pada ikan
betina yang menghasilkan telur dan testis pada ikan jantan yang menghasilkan sperma).
Sebenarnya pemijahan ikan mas dapat terjadi sepanjang tahun dan tidak tergantung pada
musim. Namun, di habitat aslinya, ikan mas sering memijah pada awal musim hujan,
karena adanya rangsangan dari aroma tanah kering yang tergenang air.
Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar. Menjelang

memijah, induk-induk ikan mas aktif mencari tempat yang rimbun, seperti tanaman air
atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang nantinya akan
digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu perangsangan ketika
terjadi pemijahan.
Sifat telur ikan mas adalah menempel pada substrat. Telur ikan mas berbentuk bulat,
berwarna bening, berdiameter 1,5-1,8 mm, dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur
bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di
dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa.
Antara 2-3 hari kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva ikan
mas mempunyai kantong kuning telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan
makanan bagi larva. Kantong kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2-4 hari.
Larva ikan mas bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva antara 0,5-0,6 mm
dan bobotnya antara 18-20 mg.
Larva berubah menjadi kebul (larva stadia akhir) dalam waktu 4-5 hari. Pada stadia kebul
ini, ikan mas memerlukan pasokan makanan dari luar untuk menunjang kehidupannya.
Pakan alami kebul terutama berasal dari zooplankton, seperti rotifera, moina, dan
daphnia. Kebutuhan pakan alami untuk kebul dalam satu hari sekitar 60-70% dari
bobotnya.

4


Setelah 2-3 minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang berukuran 1-3 cm dan
bobotnya 0,1-0,5 gram. Antara 2-3 minggu kemudian burayak tumbuh menjadi putihan
(benih yang siap untuk didederkan) yang berukuran 3-5 cm dan bobotnya 0,5-2,5 gram.
Putihan kemudian akan tumbuh terus menjadi induk. Setelah enam bulan dipelihara,
bobot induk ikan jantan bisa mencapai 500 gram. Sementara itu, induk betinanya bisa
mencapai bobot 1,5 kg setelah berumur 15 bulan. Induk-induk ikan mas tersebut
mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk dasar perairan atau dasar kolam untuk mencari
makanan.
Fekunditas dari setiap jenis ikan mas tentunya berbeda. Untuk budidaya sendiri,
sebaiknya dipilih jenis ikan mas (baik ikan mas hias ataupun ikan mas konsumsi) yang
memiliki fekunditas tinggi. Jenis ikan mas yang cocok dibudidaya adalah dari jenis ikan
mas sinyonya, karena selain fekunditas tinggi ikan mas jenis sinyonya juga relatif mudah
bertelur sehingga siklus bisnis dapat terus berjalan.
II.

DASAR FUNGSI PRODUKSI BIOLOGI
II.1Umur Optimal Secara Biologis
Umur optimal dari ikan mas sendiri berbeda bergantung pada jenis kelamin. Umur
optimal betina adalah 1,5 -2 tahun dan jantan 8 bulan dimana pada umur tersebut

ikan mas telah mampu bertelur dan menjadi induk
II.2Volume Optimal Secara Biologis
Seperti halnya umur, volume optimal dari ikan mas berbeda tergantung dari jenis
kelamin. Ikan mas betina mencapai bobot 1, 5 kg ketika telah menjadi indukan
dan jantan dengan bobot 500 gr sudah dapat menjadi indukan.
II.3Laju Pertumbuhan
Laju pertumbuhan dari ikan mas seperti juga dengan sumberdaya perikanan
lainnya menunjukan laju pertumbuhan yang bersifat density dependent. Selain
itu survival rate dari ikan mas dapat berbeda tergantung dari penebaran.
Berikut kurva pertumbuhan dari ikan mas :

5

Gambar 1. Kurva pertumbuhan yang bersifat density dependent
III.

PENDEKATAN EKONOMI DALAM PENGELOLAAN
III.1

Model/Teori yang Menjadi Rujukan


Model atau teori yang menjadi rujukan pada analisa ekonomi usaha budidaya ini
adalah Teori Gordon-Schaefer dimana pada teorinya Gordon menyatakan bahawa
perikanan merupakan sumber daya alam yang bersifat open acces. Sumber daya
ikan relatif terbuka, siapapun bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumber
daya tersebut (Fauzi, 2010). Teori ini menjelaskan tentang pertumbuhan, produksi
dan fungsi produksi. Untuk pertumbuhan pada teori Gordon dijelaskan bahwa
ketika dimisalkan pertumbuhan populasi ikan (x) pada periode t di suatu daerah
terbatas adalah fungsi dari jumlah awal populasi tersebut. Dengan demikian,
perubahan stok ikan pada periode waktu tertentu ditentukan oleh populasi pada
awal periode atau secara fungsi disebut sebagai density dependent growth yang
tergantung pada growth ability dari ikan.
Pada Gambar 1 dapat terlihat bahwa pertumbuhan meningkat sejalan dengan
peningkatan stok hingga mencapai titik maksimum dan kemudian menurun
setelahnya dan oertumbuhan mencapai nol pada titik Xm dimana Xm adalah daya
dukung maksimum lingkungan atau carrying capacity.

Kurva pertumbuhan populasi lainnya ditunjukan oleh Gambar 2 di bawah ini :

6


Gambar 2. Kurva pertumbuhan populasi yang bersifat density dependent
Gambar 2 menunjukan pertumbuhan stok yang negatif dan positif, dimana Xc
merupakan titik krisis yakni minimum viable population (mvp). Fenomena ini bisa
terjadi pada saat pemijahan sulit dilakukan karena sukarnya mencari pasangan
pada tingkat kepadatan yang lebih rendah.
Fungsi pertumbuhan yang digunakan untuk sumber daya ikan adalah model
pertumbuhan logistik (logistic growth model) yang secara matematis dapat ditulis
sebagai berikut :

x
 rx 1  x
K
t





dimana r adalah laju pertumbuhan intrinsik dan K adalah carrying capacity.

Dalam kondisi seimbang dimana laju pertumbuhan sama dengan 0 maka tingkat
populasi akan sama dengan carrying capacity sehingga nilai x akan sama dengan
nilai K. Adapun kurva pertumbuhan logistik adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Kurva Pertumbuhan Logistik

7

Dari kurva dapat diketahui bahwa kondisi keseimbangan (ekuilibrium) dimana
laju pertumbuhan sama dengan 0 tingkat populasi akan sama dengan carrying
capacity. Sedangkan maksimum pertumbuhan terjadi pada kondisi setengah dari
carrying capacity tersebut (K/2) atau disebut juga Maksimum Sustainable Yield
(MSY).

K

Gambar 4 Kurva Pertumbuhan Logistik
Pada Gambar 4 dapat terlihat bagaimana stok akan mencapai keseimbangan
maksimum pada tingkat carrying capacity tergantung pada tingkat pertumbuhan
intrinsik, semakin tinggi nilai r semakin cepat carrying capacity dicapai.

III.2

Produksi dan Fungsi Produksi Optimal

3.2.1 Model Bioekonomi Gordon-Schaefer
Jumlah hasil tangkapan ikan atau catch (C) atau kegiatan produksi dipengaruhi
oleh jumlah stok ikan (X), dan upaya kegiatan penangkapan atau effort (E) yang
dilakukan. Kegiatan penangkapan ikan mengikuti persamaan berikut:
C (E, X) = q EX .............................................................................................. (2.4)
Di mana q adalah koefisien kemampuan tangkap atau catchability coefficient
yang sering diartikan sebagai proporsi stok ikan yang dapat ditangkap oleh satu
unit upaya.
Secara teoritis fungsi tersebut (persamaan 2.4) mungkin tidak realistis
karena menunjukkan tidak adanya sifat “diminishing return” dari upaya yang
merupakan sifat dari fungsi produksi. Ini berimplikasi bahwa jika upaya
mengalami penggandaan, maka produksi juga akan berganda. Hal ini tentu tidak
realistis karena dalam jangka pendek stok ikan lebih kurang terbatas, sehingga
ada batasan maksimum dari produksi. Salah satu bentuk fungsi produksi yang
lebih realistis adalah fungsi produksi di mana jika upaya dinaikkan, produksi

8

juga akan naik dengan kecepatan yang menurun, yaitu sebagai berikut (Fauzi,
2006):
α

C = qEX ....................................................................................................... (2.5)

Di mana α menunjukkan elastisitas upaya terhadap produksi. Nilai α yang
berkisar antara 0 dan 1 menunjukkan adanya “diminishing return” karena
meskipun produksi marjinal terhadap upaya positif, kenaikan produksi
marjinal tersebut akan menurun, atau secara matematis ditunjukkan oleh
turunan kedua dari C terhadap E yang negatif. Oleh karena itu, aktivitas
penangkapan atau produksi persamaan 1 akan menjadi:

Dengan memasukkan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.4), maka
diperoleh:

Selanjutnya persaman (2.8) disederhanakan menjadi :

Grafik hubungan antara Cacth per Unit Effort dan Effort dapat dilihat pada gambar
5

Gambar 5 Hubungan antara Cacth per Unit Effort dan Effort

9

Gambar 6 Hubungan antara tangkapan lestari (CMSY) dan optimal effort (EMSY)

3.2.2 Fungsi Produksi Perikanan Lestari
Perubahan stok ikan merupakan fungsi pertumbuhan stok ikan. Pertumbuhan stok
ikan dipengaruhi oleh stok ikan (x), laju pertumbuhan intrinsik (r) dan kapasitas daya
dukung (K). Metode ini disebut surplus produksi dengan persamaan sebagai
berikut:

Keterangan :
dx/dt

= Laju pertumbuhan biomass

f(x)

= Fungsi pertumbuhan biomass ikan

10

x

= Biomass dari stok yang diukur dalam berat

r

= Laju pertumbuhan instrinsik

K

= Daya dukung lingkungan

Bila ada upaya penangkapan ikan yang produksinya (H) diasumsikan berhubungan linier
dengan koefisien daya tangkap (q), stok ikan (x) dan upaya atau effort (E) yang
dinyatakan dengan fungsi berikut :

Keterangan :
h = Produksi
q = Koefisien daya tangkap
x = Biomass stok ikan
E = Upaya penangkapan
dengan adanya intervensi manusia melalui aktifitas penangkapan, maka perubahan
stok ikan menjadi :

Pada kondisi keseimbangan ekologi, dimana dx/dt = 0 maka stok ikan (x) dapat ditulis
sebagai berikut :

sehingga dengan mensubtitusikan persamaan (4) ke dalam persamaan (2), akan diperoleh
fungsi upaya produksi (yield effort curve) atau fungsi produksi lestari yang dapat ditulis :

dari persamaan (5) dapat diturunkan menjadi kurva CPUE yang linier, yaitu dengan
membagi kedua sisi pesamaan dengan E sehingga menghasilkan :

atau bila persamaan tersebut diatas disederhanakan menjadi :

11

Melalui teknik regresi antara variable U dan E dari runtun waktu yang tersedia, maka
dapat diperoleh nilai-nilai koefisien a dan ß. Kemudian dengan mensubtitusikan
persamaan (8) dan (9) ke fungsi produksi lestari pada persamaan (5), akan diperoleh
fungsi produksi lestari dalam bentuk yang lain, yaitu :

dari persamaan (7) sampai (10) akan diperoleh laju pertumbuhan intrinsik ikan (r),
koefisien daya tangkap (q) dan kapasitas daya dukung (K). Teknik inilah yang
disebut dengan model Schaefer.
Nilai MSY diperoleh dengan menggunakan kurva yield effort terhadap E atau dH/dE = 0

dengan demikian produksi ikan pada tingkat MSY diperoleh dengan mensubtitusikan
nilai E tersebut ke persamaan (10) :

Hasil subtitusi tesebut menghasilkan persamaan sebagai berikut :

sedangkan stok ikan (x) pada tingkat MSY dapat diperoleh dengan mensubtitusikan
nilai E = a/2ß ke persamaan (4), sehingga stok pada keseimbangan ekologis (X) :

12

III.3

Output Optimal

Analisis keuntungan ekonomi dapat dilakukan melalui pendekatan statis GordonSchaefer. Keuntungan ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya
perikanan merupakan selisih antara total penerimaan (total revenue) dengan total
biaya yang dikeluarkan dalam melakukan usaha penangkapan (total cost). Secara
matematis dapat dituliskan :

Keterangan :
P

= Keuntungan dari upaya pemanfaatan sumberdaya (Rp)

TR

= Total penerimaan (Rp)

TC

= Total biaya (Rp)

p

= Harga (Rp)

c

= Biaya penangkapan per satuan upaya (Rp)

Pada kondisi MEY, stok ikan (x), upaya (E) dan produksi (H) dapat diperoleh dengan
memasukan fungsi produksi lestari pada persamaan (5) ke dalam fungsi rente
sumberdaya :

nilai EMEY diperoleh dengan menurunkan persamaan (15) terhadap upaya dp/dE =0,
sehingga diperoleh :

III.4

Rotasi Op

dengan asumsi dalam keseimbangan lestari F(x) = H sehingga stok ikan pada kondisi
MEY, xMEY diperoleh dengan mensubstitusikan persamaan (1), fungsi pertumbuhan

F(x), dan fungsi upaya (H/qx), dari persamaan (2), ke dalam persamaan keuntungan
(p), fungsi rente sumberdaya, dan kemudian membuat dp/dE = 0

Sehingga HMEY dapat diperoleh dengan mensubtitusikan EMEY dan XMEY ke dalam
persamaan (2)

Kondisi ini disebut optimal statis.
III.5 Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Mas dan Struktur Pasar
III.5.1
Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Mas
Dalam analisis kelayakan usaha ikan mas perlu dihitung manfaat dan biaya
yang digunakan dalam usaha ikan mas. Dalam perhitungan manfaat dan biaya
pada analisis financial digunakan harga pasar yang berlaku.
3.5.1.1. Arus Penerimaan
a. Nilai produksi Total
Nilai produksi total pada usaha Ikan Mas diasumsikan sama setiap
tahunnya.

Tabel 1. Rincian Output Budidaya Ikan Mas pada Skala Besar
Luas Lahan Ikan Mas Ikan
(m2)

8000

Mas Ikan

Mas Ikan Mas ukuran Ikan Mas ukuran 5-

ukuran

ukuran

Ukuran

5-8cm/satu

Larva

3-5cm/satu kali 3-5cm/tahun

(Liter)

produksi (ekor)

(ekor)

560

2.592.000

10.368.000

kali 8cm/tahun (ekor)

produksi (ekor)

1.8000.000

5.400.000

Untuk usaha ikan mas skala besar, output yang dihasilkan yakni ikan
mas ukuran larva, ukuran 3-5 cm dan ikan mas ukuran 5-8 cm. Ratarata jumlah produksi per tahun dari masing-masing ukuran pada skala
ini adalah 19.920 liter untuk ikan mas ukuran larva, 7.434.000 ekor ikan
mas ukuran 3-5 cm dan 4.387.500 ekor untuk ikan mas ukuran 5-8 cm.
pada kondisi normal hasil produksi dalam bentuk larva dapat dijual
seharga

Rp.35.000/liter, ikan mas ukuran 3-5 cm Rp .40/ekor dan

ukuran 5-8 cm Rp.70/ekor sehingga total penerimaan petani Ikan Mas
dalam skala besar adalah sebesar Rp.1.301.685.000 setiap tahunnya.
Tabel 2 menunjukan rincian total penerimaan usaha Ikan Mas
Tabel 2 Total Penerimaan Usaha Ikan Mas

Jenis Output

Jumlah Produksi/tahun

Harga

Total

Penerimaan

(Rp)
Ikan

Mas 19.920

40.000/ekor

697.200.000

40/ekor

297.360.000

70/ekor

307.125.000

ukuran larva
(liter)
Ikan

mas 7.434.000

ukuran

3-5

cm (liter)
Ikan

mas 4.387.500

ukuran

5-8

cm (ekor)
3.5.1.2 Arus Pengeluaran

Arus pengeluaran dalam analisis kelayakan finansial sistem pemasaran
ikan mas dibagi menjadi dua yaitu biaya investasi dan biaya
operasional.
a. Biaya investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan sebelum
melaksanakan usaha untuk memenuhi kebutuhan sarana dan
prasarana yang diperlukan dalam mewujudkan suatu usaha. Berikut
rincian investasi usaha.
Tabel 3. Biaya Investasi Usaha Ikan Mas Skala Besar
Jenis

Satuan

Unit

Investasi
Lahan

M2

11.500

Harga/Satuan Umur Ekonomis Total
(Rp)

(Tahun)

110.000

-

1.265.000.0
00

Bangunan

M2

31

200.000

10

6.200.000

Kolam

M2

250

175.000

10

43.750.000

M2

6500

175.000

10

1.137.500.0

Indukan
Kolam
Pemijahan
Kolam

00
M2

263

158.333

10

Pemberokan

367.500.00
0

Cangkul

Buah

3

19.000

5

76.000

Hapa

Buah

3

72.500

3

290.000

Ember

Buah

3

15.000

4

45.0000

Serokan

Buah

4

20.000

3

80.000

Ayakan

Buah

5

19.000

3

95.000

Kakaban

Buah

1

86.500

1

86.500

Tenaga

Hari

110

11.667

-

1.283.370

Kerja
Total

2.821.825.8
70

b. Biaya operasional
Biaya

operasional

adalah

biaya

yang

dikeluarkan

untuk

menjalankan suatu usaha guna keberlangsungan proses produksi.
Biaya operasional pada usaha ikan mas meliputi biaya tetap dan
biaya variabel.
Tabel 4. Biaya Tetap Usaha Ikan Mas

No

Keterangan Jumlah

Satuan

Harga/Satuan

Total (Rp)

(Rp)
1.

Tenaga

8

Orang

5.000/hari

14.600.000

10

kali/tahun

40.000

400.000

6

kali/tahun

15.000

90.000

Kerja
2

Perawatan
Kolam

3

Perawatan
Gudang
Total

15.090.000

Tabel 5. Biaya Variabel Usaha Ikan Mas
No

Keterangan Satuan

Per Sekali Per

Harga/Satuan

Produksi

tahun

(Rp)

Total (Rp)

1.

Benih

Liter

20

480*)

40.000

19.200.000

2

Pupuk

Gram

13

312*)

8.500

2.652.000

3

Pakan

Kilogram

26

4.758**)

5.000

23.790.000

Total

45.642.000
*) 12 x panen, dua kolam **) 183 hari
Pelaksanaan analisis finansial dari suatu proyek dapat menggunakan
metode-metode atau kriteria-kriteria penilaian investasi. Kriteria
investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya
yang dikeluarkan dari suatu proyek. Melalui metode-metode ini dapat
diketahui apakah suatu proyek layak untuk dilaksanakan dilihat dari

aspek profitabilitas komersialnya. Beberapa kriteria dalam menilai
kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net
Present Value(NPV), Internal Rate of Return (IRR), NetBenefit Cost
Ratio (Net B/C Ratio).
Net Present Value (NPV) merupakan manfaat bersih yang diterima
selama umur proyek pada tingkat diskonto tertentu. NPV dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Dimana :
Bt = Manfaat pada tahun Ct = Biaya pada tahun k 1/(1+i)
t = Discount factor
t = tahun (1,2,3,.......n)
n = Umur proyek
Ukuran ini bertujuan untuk mengurutkan alternatif yang dipilih karena
adanya kendala biaya modal, dimana proyek ini memberikan NPV
biaya yang sama atau NPV penerimaan yang kurang lebih sama setiap
tahun. Proyek dinyatakan layak atau bermanfaat jika NPV lebih besar
dari 0. Jika NPV sama dengan 0, berarti biaya dapat dikembalikan
persis sama besar oleh proyek. Pada kondisi ini proyek tidak untung dan
tidak rugi. NPV lebih kecil dari nol, proyek tidak dapat menghasilkan
senilai biaya yang dipergunakan dan ini berarti bahwa proyek tersebut
tidak layak dilakukan (Gray et.al, 1992 dalam Mantau, 2008).
Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan rata-rata keuntungan
internal tahunan perusahaan yang melaksanakan investasi dan
dinyatakan dalam persen. IRR adalah tingkat suku bunga yang
membuat nilai NPV proyek sama dengan nol. IRR secara matematis
dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:
i= tingkat diskonto yang menghasilkan NPV positif
i1= tingkat diskonto yang menghasilkan NPV negatif
NPV2 = NPV positif
NPV1 = NPV negatif
Investasi dikatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto,
sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek
tersebut tidak layak dilaksanakan. Tingkat IRR mencerminkan tingkat
bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya
yang digunakan. Suatu investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar
dari tingkat bunga yang berlaku.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah besarnya manfaat
tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Net B/C
adalah merupakan perbandingan antara nilai sekarang (present value)
dari net benefit yang positif dengan net benefit yang negatif. Net B/C
ratio secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Proyek dikatakan layak bila N/BCR lebih besar dari satu (Gray et al,
1992 dalam Matau, 2008 )
Berikut merupakan hasil analisis kelayakan fnansial

ari

usaha ikan mas :
Kriteria Investasi
NPV (juta Rupiah)
IRR (%)
Net B/C
Payback Period

Nilai
6.772.189
55
4,19
3 tahun 7 bulan

Hasil perhitungan kelayakan finansial pada usaha ikan mas skala besar
menunjukan nilai NPV sebesar 6.772, 189 juta. Hal tersebut
menunjukan bahwa nilai sekarang dari pendapatan selama 10 tahun

akan memperoleh keuntungan sebesar 6.772, 189 juta pada tingkat
suku bunga (misal) 5,5 persen. Nilai IRR sebesar 55 persen yaitu lebih
besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Pada Net B/C usaha
tersebut 4, 19 yang berarti setiap pengeluaran sebesar satu rupiah akan
memberukan manfaat sebesar 4,19 rupiah. Sedangkan untuk payback
period adalah sebesar 3,7 hal tersebut berarti pengembalian untuk
investasi usaha pada skala tersebut adalah selama 3 tahun 7 bulan.
Berikut merupakan uraian cashflow dari usaha budidaya ikan mas :

Gambar 6. Uraian cashflow dari usaha ikan mas skala besar
Uraian
INFLOW
a. Pendapatan
Larva
Ikan mas 3-5cm
Ikan mas 5-8cm
b.Nilai sisa
Total Inflow
OUTFLOW
A.Investasi
Tanah
Bangunan
Kolam Indukan
Kolam Besar
Kolam

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

348.600.000
148.680.000
153.562.500
0
650.842.500

697.200.000
297.360.000
307.125.000
0
1.301.685.000

697.200.000
297.360.000
307.125.000
0
1.301.685.000

697.200.000
297.360.000
307.125.000
0
1.301.685.000

697.200.000
297.360.000
307.125.000
0
1.301.685.000

697.200.000
297.360.000
307.125.000
0
1.301.685.000

697.200.000
297.360.000
307.125.000
0
1.301.685.000

697.200.000
297.360.000
307.125.000
0
1.301.685.000

697.200.000
297.360.000
307.125.000
0
1.301.685.000

697.200.000
297.360.000
307.125.000
0
1.301.685.000

1.265.000.000
6.200.000
43.750.000
1.137.500.000
367.500.000

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

76.000
290.000
45.000
80.000
95.000
6.500
1.283.370
2.821.825.870

0
0
0
0
0
6.500
0
6.500

0
0
0
0
0
6.500
0
6.500

0
290.000
0
80.000
95.000
6.500
0
471.500

0
0
45.000
0
0
6.500
0
51.500

76.000
0
0
0
0
6.500
0
82.500

0
290.000
0
80.000
95.000
6.500
0
471.500

0
0
0
0
0
6.500
6.500

0
0
45.000
0
0
6.500
0
51.500

0
29.000
0
80.000
95.000
6.500
0
471.500

19.200.000
2.652.000

19.200.000
2.652.000

19.200.000
2.652.000

19.200.000
2.652.000

19.200.000
2.652.000

19.200.000
2.652.000

19.200.000
2.652.000

19.200.000
2.652.000

19.200.000
2.652.000

19.200.000
2.652.000

Pemberokan
Peralatan
Perikanan
Cangkul
Hapa
Ember
Serokan
Ayakan
Kakaban
Tenaga Kerja
Total Investasi
B. Biaya
Operasional
Benih Ikan
Pupuk

Pakan
C.Biaya Tetap
Telepon
Tenaga Kerja
Perawatan

23.790.000

23.790.000

23.790.000

23.790.000

23.790.000

23.790.000

23.790.000

23.790.000

23.790.000

23.790.000

1.200.000
14.600.000
400.000

1.200.000
14.600.000
400.000

1.200.000
14.600.000
400.000

1.200.000
14.600.000
400.000

1.200.000
14.600.000
400.000

1.200.000
14.600.000
400.000

1.200.000
14.600.000
400.000

1.200.000
14.600.000
400.000

1.200.000
14.600.000
400.000

1.200.000
14.600.000
400.000

90.000

90.000

90.000

90.000

90.000

90.000

90.000

90.000

90.000

90.000

500.000
62.432.000

500.000
62.432.000

500.000
62.432.000

500.000
62.432.000

500.000
62.432.000

500.000
62.432.000

500.000
62.432.000

500.000
62.432.000

500.000
62.432.000

500.000
62.432.000

Operasional
Total Outflow
NET BENEFIT
Discount Factor

2.884.257.870
-2.233.415.370
0.947867299

62.438.500
1.239.246.500
0.898452416

62.438.500
1.239.246.500
0.851613664

62.903.500
1.238781.500
0.807216743

62.438.500
1.239.201.500
0.765134354

62.514.500
1.239.170..500
0.725245833

62.903.500
1.238.781.500
0.687436809

62.438.500
1.239.246.500
0.651598871

62.438.500
1.239.201.500
0.617629261

62.903.500
2/475.341.499
0.585430579

5, 5 %
PV /tahun
NPV
IRR
PV Positif
PV Negatif
Net B/C
Payback Period

-2116981393
Rp.6.722.189.255,34
55%
8889170649
-2116981393
4,19893835
3 tahun 7 bulan

111340404012

1055369253

999965166,1

948155639

898703241.5

851584000.9

807491619.9

765367107

1449140608

Kolam
Perawatan
Gudang
PBB
Total Biaya

3.6 Keunggulan/Kelemahan Teori Yang Menjadi Rujukan
Kelemahan teori yang menjadi rujukan terutama dalam Pendekatan Maximum
Sustainability Yield yakni antara lain :
1. Tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa mengarah
ke pengurasan stok
2. Didasarkan pada konsep steady state semata, sehingga tidak berlaku pada kondisi
non-steady state
3. Tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen
4.

Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya

5. Sulit diterakan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis
IV.KESIMPULAN
1.

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan sumberdaya biologis yang bernilai
ekonomis. Pertumbuhan ikan mas, seperti juga sumberdaya perikanan lainnya
memiliki kurva pertumbuhan yang bersifat density dependent dimana survival
rate dari ikan mas dapat berbeda bergantung pada penebaran

2.

Untuk pengelolaan secara ekonomi, sumber daya perikanan dapat dikelola
dengan pendekatan-pendekatan yang diperkenalkan oleh Gordon yakni teori
bioekonomi dan juga menggunakan pendekatan Maximum Sustainable Yield

3.

Analisis finansial kelayakan usaha ikan mas dengan output larva, ikan mas
berukuran 3-5 cm dan 5-8 cm menunjukan bahwa usaha tersebut layak dilakukan

PUSTAKA
Agus Rochdianto, 2005. Analisis Finansial Usaha Pembenihan Ikan Karper (Cyprinus
carpio Linn) di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. [9 Desember 2013]
Anggraini, S.2008. Analisis Kelayakan Usaha Ikan Mas Dengan Cara Pemberokan.
http.respository.ipb.ac.id [9 Desember 2013]
Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Kartika, Selly. 2010. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Ekosistem di
Pantura Barat Provinsi Jawa Tengah. http.respository.undip.ac.id [9 Desember
2013]