Analisis Faktor Pemilihan Lokasi Minimar

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Analisis Faktor Pemilihan Lokasi Minimarket di Jalan Prof. Dr. Moestopo Surabaya sebagai tugas dari mata kuliah Analisis Lokasi Keruangan. Makalah ini berisi deskripsi tentang pengertian minimarket, teori lokasi terkait, teori ritel, gambaran umum wilayah, serta analisa dari faktor pemilihan lokasi tersebut..

Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan dan penyelesaian makalah ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Analisis Lokasi Keruangan Dr Ir. Eko Budi Santoso. Lic. Rer.Reg, Velly Kukinul Siswanto, ST. M.Sc, dan Ajeng Nugrahaning Dewanti, ST. MT. MSc. yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Demikian makalah ini yang kiranya masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan masukan informasi serta wacana yang bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.

Surabaya, 28 Mei 2015

Tim Penulis

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan wilayah dan kota tidak lepas dari penentuan lokasi dari masing-masing komponen wilayah ataupun kota itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan teori lokasi untuk menentukan tata letak setiap komponen seperti lokasi pasar, industri, retail/ perdagangan dan jasa, fasilitas umum, permukiman dan lain sebagainya. Teori lokasi merupakan ilmu yang mempelajari tentang tata ruang kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau perngaruhnya terhadap keberadaan sebagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial ( Tarigan, 2006)

Retailing adalah serangkaian kegiatan usaha yang memberikan nilai tambah pada produk dan jasa yang dijual kepada pelanggan untuk penggunaan pribadi atau keluarga (Levy, 2009). Pertumbuhan ritel modern di Indonesia terbilang cukup pesat terlebih dengan dimulainya era otomi daerah. Otonomi daerah membuat masing-masing daerah berlomba- lomba untuk meningkatkan perekonomian di daerahnya, salah satu cara adalah dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ritel modern merupakan sumber pemasukan untuk PAD khususnya ritel modern yang berkapasitas besar seperti (supermarket dan hypermarket) (Bappeda Kota Bandung, 2007; Natawidjaja, 2005).

Minimarket merupakan salah satu bentuk sarana perdagangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan individu maupun keluarga. Pada umumnya minimarket berlokasi di dekat permukiman penduduk yang merupakan target pasarnya (Jones and Simmons, 1990). Banyaknya sekarang minimarket yang selalu berasing dalam hal lokasi maupun harga produksi, dan dua industri tersebut akan bersaing dalam suatu wilayah unruk menguasi market tersebut. Salah satu teori yang membahas tentang permasalah diatas adalah teori hotteling. Karena teori hotteling adalah strategi dua industri yang bersaing, baik dari segi lokasi maupun harga produknya yang bertujuan memaksimalisasi laba pasar.

1.2 Rumusan Masalah

Pada bagian pendahuluan, telah dijelaskan bagaimana dua industri di dalam suatu wilayah yang akan dikaitakan dengan teori hotteling. Makalah ini kedepannya mengedepankan pada apa saja yang ada pada teori Hotelling dan teori Retail, bagaimana saja bentuk dari pada teori Hotelling dan teori Retail, dan apa saja hubungan dengan minimarket Alfamart dan Indomart dengan teori Hotelling dan teori Retail.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan serta manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dari makalah ini agar penulis bisa memahami terhadap faktor lokasi dan kesesuaian minimarket Alfamart dan Indomart dengan teori Hotelling dan teori Retail dalam suatu wilayah dan kota.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika pembahasan dalam penulisan makalah ini antara lain:

BAB I Pendahuluan

BAB I berisi tentang latar belakang penulisan makalah, rumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat penulisan makalah, dan sistematika penulisan makalah

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II berisi tentang tinjauan dari bebagai literature yang kedepannya akan memebrikan pengetahuan serta dasar dalam melakukan penelitian ini.

BAB III Gambaran Umum Wilayah Studi

BAB III berisi tentang kondisi gambaran umum wilayah studi beserta dengan pesebaran minimarket di Jalan Prof. Dr. Moestopo

BAB IV Analisis

BAB IV berisi tentang analisa dari fakktor-faktor apa saja yang menentukan pemilihan lokasi minimarket dengan menggunakan teknik analisis AHP

BAB V Penutup

BAB V berisi tentang kesimpulan dan saran dari pembahasan sebelumnya.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lokasi Retail

Kata Retail berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu (Utami, 2006:4). Definisi lain, dapat mengacu kepada Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, toko modern dan pusat perbelanjaan. Mengacu dari Perpres ini, toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, departement store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Lebih jelasnya konsep retail modern dalam Perpres tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Dari sisi luas gerai yang digunakan, kategorisasi dari toko modern, dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Minimarket; jika luas lantainya < 400 m² - Supermarket 400 m² - 5000 m² - Hypermarket > 5000 m² - Departement Store > 400 m² - Perkulakan > 5000 m²

 Dari sisi item produk yang dijual, kategorisasi dari toko modern, dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Minimarket, supermarket dan hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya.

- Departement Store; menjual secara eceran barang konsumsi, utamanya produk sandang dan perlengkapannya, dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin

- Sedangkan perkulakan, menjual secara grosir barang konsumsi.

2.1.1 Lokasi Retail Modern Menurut Utami (2006 : 114) mengklasifikasikan lokasi retail kedalam 3 jenis dasar

lokasi yang bisa dipilih:

1. Pusat perbelanjaan (shopping center)

2. Lokasi di kota besar/ditengah kota (CBD/central business district)

3. Lokasi bebas (freestanding)

2.1.2 Variabel Pertimbangan Pemilihan Lokasi Sebuah studi mengungkapkan bahwa faktanya retailer memiliki kriteria tertentu yang

mereka gunakan untuk mencari lokasi baru untuk sebuah toko. Charles G. Schimdt, seorang professor dari Departement Geografi di University Colorado-Denver, mengemukakan empat karakteristik utama dalam memilih lokasi retail yaitu:

1. Volume lalu lintas yang padat

2. Frontage yang lebar dan akses yang aman untuk keluar masuk menuju tapak

3. Ukuran tapak untuk ekspansi

4. Threshold populasi Peneliti lainnya, Davidson et al (1980), mengungkapkan bahwa secara berurutan

terdapat empat hal penting yang harus diputuskan untuk memilih lokasi perdagangan, yaitu pertimbangan wilayah, pertimbangan cakupan pasar, pertimbangan area perdagangan, dan pertimbangan tapak.

Regional Decision

Market Area Decision

Trade Area Decision

Site Decision

Gambar 2.1 Pertimbangan untuk Menentukan Lokasi Tapak Sumber : Davidson et al (1980)

Dari diagram yang telah digambarkan, berikut ini adalah penjelasan lebih rinci dari diagram yang diutarakan oleh Davidson et al (1980): Dari diagram yang telah digambarkan, berikut ini adalah penjelasan lebih rinci dari diagram yang diutarakan oleh Davidson et al (1980):

Pertimbangan yang digunakan untuk memutuskan lokasi wilayah adalah:

1. Kondisi populasi (ukuran, pertumbuhan, kepadatan, distribusi, dan lahan kosong)

2. Jaringan kota (ukuran, jarak dan hubungan dengan kota disekitarnya)

3. Karakteristik lingkungan (iklim, vegetasi, karakteristik medan)

4. Karakteristik ekonomi (tenaga kerja, industri, trend)

5. Target pasar (jumlah dan prosentase populasi yang dibidik)

6. Budaya lokal

7. Kompetisi

8. Tingkat kejenuhan pusat perbelanjaan

9. Daya Beli

b. Pertimbangan Kawasan Pasar

Adapun dimensi pertimbangan kawasan pasar yang digunakan untuk memilih lokasi adalah sebagai berikut:

1. Dimensi populasi (ukuran, pertumbuhan, kepadatan, distribusi) dan dimensi target populasi pasar

2. Publik transportasi dan jaringan jalan

3. Karakteristik ekonomi dan daya beli efektif

4. Potensi pasar dalam hal barang

5. Selera konsumen

6. Intensitas persaingan (kejenuhan pasar)

7. Kemampuan distribusi

8. Karakteristik lingkungan

9. Batasan peraturan dan zonasi

10. Iklim bisnis

c. Pertimbangan Karakteristik Tapak

1. Profil tapak (ukuran dan bentuk)

2. Kebutuhan sewa/harga tanah

3. Rasio parkir

4. Arus pejalan kaki

5. Akses public transportasi

6. Visibilitas

7. Akses menuju area perdagangan

2.2 Pengertian Minimarket

Minimarket adalah semacam “toko kelontong” atau yang menjual segala macam barang dan makanan, namun tidak selengkap dan sebesar sebuah supermarket. Berbeda dengan toko kelontong, minimarket menerapkan sistem swalayan, dimana pembeli mengambil sendiri barang yang dibutuhkan dari rak-rak dagangan dan membayar dikasir. Minimarket merupakan salah satu jenis dari toko eceran yang mempunyai pengertian sebagai toko yang menjual barang kebutuhan sehari-hari yang dekat dengan permukiman penduduk dengan luas 50 m² - 200 m²

Dalam dunia perdagangan saat ini, toko barang kebutuhan sehari-hari dengan ruangan yang tidak terlalu luas (minimarket) bukan lagi merupakan istilah asing bagi masyarakat umum, terutama yang tinggal dikota-kota besar. Minimarket merupakan perantara pemasar antara produsen dan konsumen akhir dimana aktivitasnya adalah melaksanakan penjualan eceran . Menurut Hendri Ma’aruf (2005 : 84) pengertian minimarket adalah toko yang mengisi kebutuhan masyarakat akan warung yang berformat modern yang dekat dengan permukiman penduduk sehingga dapat mengungguli toko atau warung.

Pertumbuhan minimarket merupakan cerminan dari pertumbuhan ritel di Indonesia yaitu berupa pasar modern dan ritel di Indonesia. Pada kurun waktu 2002-2006, minimarket tumbuh rata-rata 29% per tahun. Gerai-gerai minimarket yang tadinya hanya berjumlah ratusan di tahun 2002 melonjak menjadi ribuan di tahun 2006. Hal ini jelas terlihat dengan bermunculnya gerai-gerai minimarket dalam radius setidaknya 500 meter dan kini telah memasuki permukiman-permukiman padat bahkan kompleks-kompleks perumahan. Contoh riil dari perkembangan pesat minimarket di Indonesia dewasa ini adalah terdapatnya Indomaret dan Alfamart di hampir setiap permukiman penduduk.

2.2.1 Faktor Pemilihan Lokasi Minimarket Pemilihan lokasi memerlukan pengambilan keputusan yang panjang karena dalam

pemilihan lokasi terdapat banyak kriteria yang harus dipertimbangkan, seperti:  Ukuran dan ciri-ciri populasi  Persaingan  Akses Transportasi  Ketersediaan Parkir  Lingkungan di Sekitar Toko  Biaya Properti  Lama Perjanjian

2.3 Teori Central Place

Teori Central Place diperkenalkan pertama kali pada tahun 1933 oleh seorang Geographer Walter Christaller yang menjelaskan distribusi spasial kota dalam suatu tata ruang. Pada suatu pusat kota di selatan Jerman, Christaller berpendapat bahwa tujuan utama sebuah pusat permukiman atau pasar adalah menyediakan barang dan jasa untuk populasi di lingkungan sekitarnya. Teori Central Place menggunakan konsep dasar threshold dan range. Lokasi atas suatu tempat ditentukan oleh threshold-nya atau kebutuhan area pasar minimum atas suatu barang maupun jasa untuk dapat ditawarkan secara ekonomis. Christaller menyarankan bahwa setiap lokasi mengembangkan pasarnya sampai rangenya atau ukuran maksimum/jarak maksimum dimana konsumen mampu melakukan perjalanan untuk menjangkau suatu komoditi atau jasa. Dalam kondisi ideal pusat pasar dengan ukuran dan fungsi yang sama akan memiliki jarak yang sama satu sama lain.

Gambar 2.2 Ilustrasi range dan threshold Sumber : Diktat Mata Kuliah Analisis Lokasi Keruangan

Teori Christaller mengansumsikan kondisi ideal dimana sebuah dataran homogen yang sama dengan kepadatan populasi dan daya beli yang sama. Dalam hal ini, teori central place mirip dengan teori lokasi Weber dan Von Thunen, dimana lokasi diasumsikan euclidean, dataran isotropic dengan kemampuan daya beli konsumen yang sama besar ke segala arah. Christaller menyarankan bahwa barang dan jasa dapat dikategorikan menjadi rangkaian tingkatan dari kekhususan rendah atau orde dasar (seperti produk pangan) sampai orde tinggi atau memiliki kekhususan tinggi (seperti sebuah tingkatan layanan kesehatan atau tingkatan alat-alat rumah tangga maupun kendaraan). Misal: dilakukan kategorisasi atau pengelompokan produk.

 Kelompok 1 : diperlukan sehari-hari: produk pangan.  Kelompok 2: diperlukan setiap 3 bulan sekali: sandang peralatan rumah tangga,

dll.  Kelompok 3: diperlukan setahun sekali: furniture  Kelompok 4: barang mewah, kendaraan.

2.3.1 Asumsi Teori Christaller Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait teori Christaller adalah teori tersebut

berdasar pada sebuah asumsi dimana model tersebut tidak dapat diterapkan pada situasi yang realistis. Asumsi yang digunakan adalah:

1. Permukiman bumi datar, tak terbatas, dan memiliki sumber daya yang homogen dimana tersebar secara merata atau dengan kata lain tidak terdapat perbedaan kondisi geografis;

2. Tidak terdapat batasan administrasi dan politis yang dapat menyimpangkan perkembangan permukiman

3. Tidak terdapat eksternal ekonomi yang menganggu pasar

4. Populasi tersebar secara merata diseluruh area dan tidak ada keragaman produk

5. Banyak pedangang kecil menawarkan produk yang sama dan tidak ada keragaman produk

6. Semua pembeli memiliki daya beli yang sama

7. Biaya transportasi sama ke semua arah dan ragamnya sebanding dengan jarak

8. Pembeli membayar biaya transportasi produk atau layanan

9. Tidak ada akomodasi untuk inovasi atau kewirausahaan.

2.4 Teori Hotteling

Model Teori Hoteling adalah strategi dua industri yang bersaing, baik dari segi lokasi maupun harga produknya yang bertujuan memaksimalkan laba pasar. Tujuan analisis

wilayah pasar model hotelling adalah menganalisis strategi lokasi dua industri yang bersaing merebutkan suatu wilayah pasar. Menurut Hotelling, elastisitas permintaan akan mendorong difusi industri. Teori Hotelling ini muncul sebagai kelemahan teori lokasi yang mengansumsikan bahwa karakter demand dalam suatu ruang (space) adalah seragam. Teori ini merupakan pengembangan dari konsep “least-cost location” dengan mempertimbangkan “ketergantungan lokasi”. Produsen dalam memilih lokasi industri berperilaku untuk menguasai market area seluas-luasnya yang dipengaruhi oleh perilaku konsumen dan keputusan berlokasi produsen lainnya.

Teori Hotelling sendiri pertama kali disampaikan oleh Harold Hotelling (1895-1973) yang merupakan ahli dib idang statistika pada sebuah artikel berjudul “Stability in Competition” pada majalah Economic Journal di tahun 1929. Teori ini secara garis besar memperlihatkan pengaruh lokasi produsen terhadap kemampuan meraih laba dan konsumen. Terori ini muncul dari kelemahan teori Weber yang lebih mengedepankan pada preferensi lokasi dari sisi produsen serta teori Losch yang mengedepankan pada preferensi lokasi dari sisi konsumen (dalam hal ini teori Hotelling berdiri sebagai penengah dari dua teori tersebut).

2.4.1 Jenis Teori Hotelling Jenis teori hotelling dibedakan menjadi dua yaitu Locational Interdependence

(Demand dalam kondisi Inelastic) dan Locational Interdependence (Demand dalam kondisi Elastic).

a. Locational Interdependence (demand dalam kondisi inelastic) Kondisi locational interdependence location bersifat inelastic bisa terjadi jika barang

yang belum tentu bisa diproduksi oleh industri lain (memerlukan spesifikasi keahlian khusus) sehingga produksinya terbatas. Konsumen yang membutuhkan barang tersebut akan cenderung tidak memedulikan harga yang ada, yang mereka pentingkan apakah lokasinya dekat dengan lokasi konsumen saat ini. Satu faktor lagi yan memungkinkan terjadinya interdependence location bersifat inelastic adalah preferensi konsumen yang mencari barang yang berkualitas. Konsumen akan cenderung pergi ke lokasi yang menjual barang yang belum tentu bisa diproduksi oleh industri lain (memerlukan spesifikasi keahlian khusus) sehingga produksinya terbatas. Konsumen yang membutuhkan barang tersebut akan cenderung tidak memedulikan harga yang ada, yang mereka pentingkan apakah lokasinya dekat dengan lokasi konsumen saat ini. Satu faktor lagi yan memungkinkan terjadinya interdependence location bersifat inelastic adalah preferensi konsumen yang mencari barang yang berkualitas. Konsumen akan cenderung pergi ke lokasi yang menjual barang

- Industri A pertama kali memasuki market, kemudian industri B berkompetisi dengan A

- Jika keduanya berlokasi di tengah, maka market area terbagi sama dari kedua industri

- Jika B berpindah ke kanan, harga dikanan lebih rendah dibandingkan dengan harga ditengah

- Jika demannya inelastic (membeli produk pada harga berapapun) maka B tidak mendapat keuntungan dari perubahan lokasi

b. Locational Interdependence, pada kondisi elastic demand - Dua industri A dan B berkolusi memonopoli pasar dan berlokasi pada posisi

kuartil - Keduanya membagi market area sama luasnya. Perbandingan dengan lokasi

ditengah, biaya angkut di lokasi kuartil lebih besar dibandingkan dengan lokasi yang ditengah

- Keuntungan berlokasi di kuartil melebihi berbagai kemungkinan alternatif lainnya

- Pemikiran Hotelling dikritik oleh Devletoglou (1965) bahwa market area yang dipisahkan oleh garis indiferen adalah tidak realistis.

2.5 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode analisa pengambilan keputusan berhirarki yang dibangun oleh Prof. Thomas L. Saaty di University of Pittsburg pada tahun 1970. AHP pertama kali diaplikasikan dalam perencanaan militer Amerika Serikat dalam menghadapi berbagai kemungkinan (contigency planning). AHP adalah suatu model pengambilan keputusan yang berguna dan fleksibel untuk membantu orang dalam menentukan prioritas dan membuat keputusan terbaik. AHP memberikan kesempatan untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahannya. AHP memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah pada logika, intuisi, dan pengalaman untuk memberikan pertimbangan. Proses ini juga memungkinkan Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode analisa pengambilan keputusan berhirarki yang dibangun oleh Prof. Thomas L. Saaty di University of Pittsburg pada tahun 1970. AHP pertama kali diaplikasikan dalam perencanaan militer Amerika Serikat dalam menghadapi berbagai kemungkinan (contigency planning). AHP adalah suatu model pengambilan keputusan yang berguna dan fleksibel untuk membantu orang dalam menentukan prioritas dan membuat keputusan terbaik. AHP memberikan kesempatan untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahannya. AHP memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah pada logika, intuisi, dan pengalaman untuk memberikan pertimbangan. Proses ini juga memungkinkan

Kekuatan AHP terletak pada struktur hirarkinya yang memungkinkan seseorang memasukkan semua faktor penting, nyata dan mengaturnya dari atas ke bawah mulai dari tingkat yang paling penting ke tingkat yang berisi alternatif, untuk dipilih mana yang terbaik. Metode AHP juga merupakan suatu teori umum mengenai pengukuran. AHP digunakan untuk mengurutkan skala rasio dari beberapa perbandingan berpasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu.

Menurut Mulyono (2002) dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantara adalah:

 Decomposition Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan decomposition, yaitu

memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hirarki. Ada dua jenis hirarki, yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkatan memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan hirarki tidak lengkap.

 Comparative Judgement Prinsip ini membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu

tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih enak bila disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan pairwise comparison matrix. Pertanyaan yang biasa diajukan dalam menyusun skala kepentingan adalah:

1. Elemen mana yang lebih penting (pentng/disukai/mungkin/...)

2. Berapa kali penting (penting/disukai/mungkin/...) Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen,

seseorang yang akan memberikan jawaban perlu pengertian menyeluruh tentang elemen- elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari.

 Synthesis of priority

Dari setiap pairwise comparison matrix kemudian dicari eigenventornya untuk mendapatakn local priority. Karena pairwise comparison matrix terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.

 Logical consistency Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa objek-objek yang seupa

dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.

2.6.1 Metode AHP Langkah-langkah penggunaan AHP adalah sebagai berikut:

1. Tentukan tujuan (level 1), kriteria (level 2), dan altenatif (level 3) dari masalah.

2. Tentukan peringkat kriteria untuk matriks alternatif yang dipilih menurut tabel derajat kepentingan. Jika faktor dibandingkan dengan dirinya sendiri, maka harus “equally preferred” dengan nilai 1, yang membuat seluruh nilai sepanjang diagonal matriks bernilai 1. Penilaian skala perbandingan antar kriteria diisi berdasarkan tabel intensitas kepentingan pada model AHP.

Tabel 2.1 Derajat Kepentingan AHP

Intensitas Keterangan

Penjelasan

Kepentingan

1 Equally preferred Dua aktivitas memberikan kontribusi sama terhadap tuhuan

2 Equally to moderately preferred Antara equally dan moderately 3. Moderately preferred

Pengalaman dan penilaian memberikan nilai tidak jauh berbeda antara satu aktivitas terhadap aktivitas lainnya

4 Moderately to dtrongly preferred Antara moderately dan strongly 5 Strongly preferred

Penilaian memberikan nialai kuat berbeda antara satu aktivitas terhadap aktivitas lainnya.

6 Strongly to very strongly preferred Antara strongly dan very strongly 7 Very strongly preferred

sangat lebih disukai dibandingkan aktivitas lainnya 8 Very strongly to extremely preferred

Suatu

aktivitas

Antara very strongly dan extremely. 9. Extremely preferred

Satu aktivitas menempati urutan tertinggi dari aktivitas lainnya.

Sumber: http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-1-00499

3. Sama dengan cara nomor 2, tentukan peringkat untuk masing-masing matriks kriteria yang dipilih menurut tabel derajat kepentingan.

4. Kalikan matriks kriteria dengan matriks alternatif dari hasil perhitungan nomor 2 dan nomor 3 untuk mendapatkan priority vector sehingga mendapatkan keputusan yang terbaik.

5. Langkah 5 – 8 digunakan untuk menghitung konsistensi, dimulai dengan penentuan weighted sum vector dengan mengalikan row averages dengan matriks awal.

6. Tentukan consistency vector dengan membagi weighted sum vector dengan row averages.

7. Hitung Lambda dan Consistency Index

8. Hitung Consistency Ratio.

2.6 Sintesa Pustaka

2.6.1 Sintesa Pustaka Teori Lokasi Retail Setelah melakukan studi pustaka dari beberapa literature yang berkaitan dengan

teori lokasi retail, maka ditemukan beberapa indikator dan variabel yang akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Berikut akan dijelaskan sintesa dari teori lokasi retail pada tabel di bawah ini

Tabel 2.2 Sintesa Pustaka Teori Lokasi Retail

Davidson et al, 1980

Pertimbangan Wilayah

1. Kondisi populasi (ukuran, pertumbuhan,

kepadatan, distribusi, dan lahan kosong) 2. Jaringan kota (ukuran, jarak dan hubungan dengan kota disekitarnya)

3. Karakteristik lingkungan (iklim, vegetasi, karakteristik medan) 4. Karakteristik ekonomi (tenaga kerja, industri, trend) 5. Target pasar (jumlah dan prosentase

populasi yang dibidik)

6. Budaya lokal 7. Kompetisi 8. Tingkat

kejenuhan pusat perbelanjaan 9. Daya Beli

Pertimbangan Kawasan Pasar

1. Dimensi populasi (ukuran, pertumbuhan,

kepadatan, distribusi) dan dimensi target populasi pasar

transportasi dan jaringan jalan 3. Karakteristik

2. Publik

ekonomi dan daya beli efektif 4. Potensi pasar

dalam hal barang 5. Selera konsumen 6. Intensitas

persaingan (kejenuhan pasar) 7. Kemampuan distribusi 8. Karakteristik lingkungan

Pertimbangan Karakteristik Tapak

tapak (ukuran dan bentuk) 2. Kebutuhan sewa/harga tanah 3. Rasio parkir 4. Arus pejalan kaki 5. Akses public transportasi 6. Visibilitas 7. Akses

1. Profil

menuju area perdagangan

Sumber : Hasil Analisa Pustaka

2.6.2 Sintesa Pustaka Teori Minimarket Setelah melakukan studi pustaka dari beberapa literature yang berkaitan dengan

teori minimarket, maka ditemukan beberapa indikator dan variabel yang akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Berikut akan dijelaskan sintesa dari teori minimarket pada tabel di bawah ini

Tabel 2.3 Sintesa Pustaka Teori Minimarket

Teori Minimarket

Faktor Pemilihan Lokasi Minimarket

1. Ukuran dan ciri-ciri populasi

Hendri Ma’aruf (2005 : 84)

2. Persaingan 3. Akses Transportasi 4. Ketersediaan Parkir 5. Lingkungan di Sekitar Toko

6. Biaya Properti 7. Lama Perjanjian

Sumber : Hasil Analisa Pustaka

2.6.3 Sintesa Pustaka Teori Central Place (Christaller) Setelah melakukan studi pustaka dari beberapa literature yang berkaitan dengan

teori central place (Christaller), maka ditemukan beberapa indikator dan variabel yang akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Berikut akan dijelaskan sintesa dari teori central place (Christaller) pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.4 Sintesa Pustaka Teori Central Place (Christaller)

Teori Central Place

Asumsi Lokasi Teori Central Place

1. Permukiman bumi datar, tak

(Santoso, Eko Budi dkk. 2012)

terbatas, dan memiliki sumber daya yang homogen dimana tersebar secara merata atau dengan kata lain tidak terdapat perbedaan kondisi geografis;

terdapat batasan administrasi dan politis yang dapat

2. Tidak

menyimpangkan perkembangan permukiman 3. Tidak terdapat eksternal ekonomi yang menganggu pasar 4. Populasi tersebar secara merata diseluruh area dan tidak ada keragaman produk

pedangang kecil menawarkan produk yang sama dan tidak ada keragaman produk

5. Banyak

6. Semua pembeli memiliki daya beli yang sama 7. Biaya transportasi sama

ke semua arah

dan ragamnya sebanding dengan jarak

membayar biaya transportasi produk atau layanan 9. Tidak ada

8. Pembeli

akomodasi untuk inovasi atau kewirausahaan.

Sumber : Hasil Analisa Pustaka

2.6.2 Sintesa Pustaka Teori Hotelling Setelah melakukan studi pustaka dari beberapa literature yang berkaitan dengan

teori Hotelling, maka ditemukan beberapa indikator dan variabel yang akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Berikut akan dijelaskan sintesa dari teori Hotelling pada tabel di bawah ini

Tabel 2.5 Sintesa Pustaka Teori Minimarket

Teori Hotelling

Inelastic Demand

1. Adanya salah satu pasar dengan

(Santoso, Eko Budi dkk. 2012)

spesialisasi usaha, kemudian datanglah satu pasar dengan jenis usaha yang sama

2. Lokasi dari pasar menentukan banyaknya

konsumen yang didapat seklaigus pendapatan.

Elastic Demand

dua pasar yang memonopoli salah satu kawasan 2. Memiliki keuntungan yang sama di lokasi yang berbeda.

1. Adanya

Sumber : Hasil Analisa Pustaka

BAB III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Dalam kegiatan perdagangan retail diperlukan pertimbangan yang tepat dalam menentukan lokasinya agar keuntungan yang maksimum dapat diperoleh dari lokasi

tersebut. Dalam pengamatan mengenai perdagangan retail ini, perlu diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap pemilihan lokasi perdagangan retail. Dalam pengamatan ini diambil lokasi studi kasus perdagangan retail berupa minimarket di wilayah koridor Jl. Prof. Dr. Moestopo. Koridor Jl. Prof. Dr. Moestopo terletak pada wilayah administrasi Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng Surabaya dan termasuk dalam UP. Kertajaya dengan batas-batas sebagai berikut:

 Utara : Kelurahan Pacar Kembang, Kecamatan Tambaksari.  Selatan

: Kelurahan Manyar Sabrangan, Kecamatan Mulyorejo.  Timur

: Kelurahan Mojo, Kecamatan Mulyorejo.

 Barat

: Kelurahan Airlangga, Kecamatan Gubeng.

Gambar 3.1 Lokasi Wilayah Studi Sumber : Hasil Pengolahan Peta lewat ArcGIS 10.1

Penggunaan lahan yang terdapat di koridor Jl. Prof. Dr. Moestopo antara lain terdapat perumahan, perdagangan dan jasa, dan terdapat fasilitas umum. Penggunaan lahan yang berupa perumahan terdapat di bagian timur koridor, sedangkan untuk fasilitas umum terdapat fasilitas pendidikan yaitu SMKN 5 Surabaya. Sedangkan penggunaan lahan berupa kegiatan perdagangan dan jasa merupakan kegiatan yang mendominasi di wilayah ini. Aktivitas perdagangan dan jasa tersebar secara merata di seluruh koridor. Kegiatan perdagangan dan jasa yang terdapat di koridor ini cukup beragam, terdapat restoran, bank, SPBU, dan kegiatan perdagangan retail berupa minimarket.

Gambar 3.2 Keberadaan retail minimarket. Sumber : Survei Primer, 2015

Perdagangan retail di wilayah koridor Jl. Prof. Dr. Moestopo terdiri dari minimarket dan supermarket. Untuk supermarket, pada koridor ini terdapat Superindo sedangkan untuk minimarket terdapat Indomaret dan Alfamart. Dalam studi kasus kali ini pengamatan dilakukan dengan lebih terfokus pada kegiatan perdagangan retail minimarket, terutama Alfamart. Pada koridor ini terdapat 3 unit Alfamart yang tersebar di koridor Jl. Prof. Dr. Moestopo. 3 unit alfamart tersebut adalahL 1). Alfamart Dr. Moestopo yang terletak pada Jl. Prof. Dr. Moestopo No. 15; 2). Alfamart Dharmahusada yang terletak pada Jl. Prof. Dr. Moestopo No. 121; 3). Alfamart Dharmahusada 2 yang terletak pada Jl. Prof. Dr. Moestopo No. 130

Gambar 3.3 Keberadaan retail minimarket. Sumber : Survei Primer, 2015

Gambar 3.3 Peta Pesebaran Minimarket di Jalan Prof. Dr. Moestopo

Sumber : Survei Primer, 2015

Pada peta diatas dapat dilihat bahwa lokasi ketiga Alfamart tersebut cukup berdekatan. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan terkait pasar (market area) tiap-tiap Alfamart serta faktor-faktor apa saja yang menentukan pemilihan lokasi Alfamart tersebut.

BAB IV. ANALISIS

4.1 Alur Analisis

Dalam melakukan penelitian, perlu disertakan tahapan atau langkah-langkah dalam menjalani penelitian agar bisa penelitian ini bisa terfokus dalam satu arah. Berikut ini adalah diagram dari penelitian.

Pengelompokan Tujuan Penelitian

Menentukan

Sintesa Pustaka

Penarikan Data AHP

Faktor Pengaruh

Analisis AHP

Utama

Kesimpulan

Gambar 4.1 Diagram Alur Penelitian

Sumber : Hasil Analisa Penulis

4.2 Proses Analytical Hierarchy Process (AHP)

4.2.1 Penetuan Faktor dan Sub Faktor Metode/teknik pengambilan keputusan secara sistematis atas persoalan yang

kompleks. Tujuan dari AHP sendiri adalah untuk mendapatkan prioritas keputusan/faktor utama yang mempengaruhi suatu keadaan yang ada. Dimana AHP juga merupakan sebuah model yang dibuat menyerupai proses pengambilan keputusan manusia (human decision process) (Saaty, 1980).

Penentuan faktor dan subfaktor AHP sangat penting untuk keperluan pengisisan kuesioner pada stakeholder terkait. Dalam mennetukan faktor dan subfaktor AHP perlu melalui pendalaman studi literature serta penelitian yang sejenisnya. Subjektifitas peneliti juga ikut berperan dalam penentuan faktor dan subfaktor. Berikut ini adalah faktor dan subfaktor dalam analisa AHP.

Tabel 4.1 Tabel Faktor dan Sub Faktor dalam melakukaan analisa AHP

No. Faktor

Sub Faktor

Refrensi

1. Sosial Ekonomi

Pendapatan Penduduk per KK

Davidson et al, 1980

Pengeluaran Penduduk per KK

Santoso, Eko Budi dkk.

Tingkat Pendidikan

Prosentase

penduduk pekerja

professional

2. Demografi

Jumlah Penduduk

Davidson et al, 1980

Kepadatan Penduduk

Santoso, Eko Budi dkk.

berkeluarga (Jumlah KK)

Pertumbuhan Penduduk

3. Aksesbilitas

Volume Kendaraan

Davidson et al, 1980

Ketersediaan Tempat Parkir

Santoso, Eko Budi dkk.

Jarak ke Permukiman

Jarak ke tempat pemberhentian transportasi umum

4. Pesaing

Jarak dengan sesama minimarket

Davidson et al, 1980

Jarak dengan pasar tradisional

Santoso, Eko Budi dkk. 2012

Sumber : Hasil Analisa Penulis, diolah dari berbagai sumber.

Berikut ini terdapat sintesa faktor (beserta subfaktor dan alasannya) yang akan dibobotkan untuk mendapatkan rumusan faktor yang dapat digunakan dalam membantu menentukan faktor-faktor pengaruh dan strategi pengembangan minimarket di Jalan Prof. Dr. Moestopo

1. Faktor Sosial Ekonomi : digunakan untuk mengetahui kondisi masyarakat sekitar sebagai pihak konsumen dalam mempengaruhi lokasi minimarket di wilayah studi. Wilayah di sekitar Jalan Prof. Dr. Moestopo dikenal dengan kawasan yang banyak berpenduduk dengan pendapatan menengah. Adanya minimarket di kawasan ini diindikasi oleh kondisi sosial ekonomi warga di sekitar kawasan ini yang cukup menjanjikan untuk didirkan minimarket. Ada beberapa subfaktor dalam faktor ekonomi, yaitu:

 Pendapatan Penduduk per KK : Pendapatan penduduk yang tingi akan mendorong minimarket untuk membuka usaha di kawasan yang berpendapatan menengah ke atas. Warga dengan pendapatan yang menengah ke atas diyakini akan memilih minimarket dikarenakan kualita barang yang dijual sudah terjamin.

 Pengeluaran Penduduk per KK : Pengeluaran yang tingi akan memicu minimarket untuk membuka usaha di sana. Hal ini dikeranakan ada  Pengeluaran Penduduk per KK : Pengeluaran yang tingi akan memicu minimarket untuk membuka usaha di sana. Hal ini dikeranakan ada

 Tingkat Pendidikan : Kualitas pendidikan yang tinggi akan memengaruhi perferensi masyarakat dalam memilih tempat berbelanja yang nyaman dengan barang yang berkualitas. Minimarket selama ini menjual barang yang berkualotas dengan tempat yang nyaman.

 Prosentase Penduduk Pekerja Profesional : Mereka yang berkerja di sector formal atau profesioanl memiliki pendapatan yang tetap sehingga secara tidak langsung akan menjadi potensi bagi minimarket dalam mengembangkan usaha.

2. Faktor Demografi : digunakan untuk mengetahui kondisi kependudukan masyarakat dalam memengaruhi lokasi mimimarket di wilayah studi. Kawasan di sekitar Jalan Prof. Dr Moestopo dikenal dengan kawasan yang padat penduduk dengan jumlah penduduk yang tinggi (Jalan Prof. Dr Moestopo terletak di kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya). Beberapa subfaktor demografi yang bisa dihimpun adalah sebagai berikut:

 Jumlah Penduduk : Jumlah penduduk yang tinggi akan menjadi magnet bagi minimarket untuk membuka usaha di sana. Semakin banyak jumlah penduduk, maka semakin banyak pula potensi konsumen yang bisa ditangkap oleh minimarket dalam menjalankan usahanya.

 Kepadatan Penduduk : Kosentrasi penduduk yang tinggi dalam satu wilayah akan mengundang minimarket untuk membangun usaha di sana. Kepadatan penduduk yang tinggi juga menjanjikan konsumen dalam jumlah yang konstan dalam mengunjungi minimarket.

 Jumlah Keluarga : Semakin tingginya penduduk yang telah berkeluarga akan ikut berperan dalam menentukan lokasi minimarket. Mereka memerlukan minimarket dalam memenuhi kebutuhan hidup, sehingga bisa dijadikan potensi konsumen oleh minimarket.

 Pertumbuhan Penduduk : Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi kedepannya akan mendorong minimarket untuk membuka usaha sebagai investasi untuk keperluan kedepannya.

3. Faktor Aksesbilitas : digunakan untuk mengetahui kondisi fisik kemudahan akses atau prasarana yang ada di lokasi studi sehingga dapat dijadikan sebagai alasan pendukung penentuan lokasi. Jalan Prof. Dr. Moestopo merupakan Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan Kecamatan Gubeng dengan Kecamatan Mulyorejo kerap kali dilintasi oleh kendaraan dengan intesitas lalu lintas yang tinggi, ditambah lagi dengan banyaknya jalan-jalan kecil menuju permukiman sehingga akses menuju 3. Faktor Aksesbilitas : digunakan untuk mengetahui kondisi fisik kemudahan akses atau prasarana yang ada di lokasi studi sehingga dapat dijadikan sebagai alasan pendukung penentuan lokasi. Jalan Prof. Dr. Moestopo merupakan Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan Kecamatan Gubeng dengan Kecamatan Mulyorejo kerap kali dilintasi oleh kendaraan dengan intesitas lalu lintas yang tinggi, ditambah lagi dengan banyaknya jalan-jalan kecil menuju permukiman sehingga akses menuju

 Volume Jalan : Padatanya volume kendaraan di sebuah jalan akan ditangkap oleh minimarket sebagai peluang untuk membuka usaha disana, dikarenakan adanya peluang seorang pengendara yang berkepentingan atau hanya sekedar melewati jalan tersebut untuk mengunjungi minimarket untuk memenuhi kebutuhan.

 Ketersediaan Tempat Parkir : Adanya lahan parkir yang memadai akan mengundang minimarket untuk membuka usaha di kawasan tersebut. Lahan parkir akan memberikan konsumen tempat yang aman dalam memarkirkan kendaraan sembari konsumen berbelanja di minimarket.

 Jarak ke Permukiman : Akses permukiman yang dekat dan memadai akan menjadi magnet bagi minimarket dalam menjalankan usaha, dikarenakan permukiman adalah konsentrasi tempat konsumen minimarket berada.

 Jarak ke tempat pemberhentian transportasi umum : Lokasi minimarket yang dekat dengan stasiun atau halte akan mengundang konsumen yang baru saja melakukan perjalanan untuk singgah ke minimarket untuk berbelanja kebutuhan yang bisa dibuat untuk melanjukan perjalanan.

4. Faktor Pesaing : digunakan untuk mengetahui kondisi pesaing atau pihak-pihak yang mengintervensi sehingga dapat mempengaruhi aktivitas pasar di lokasi studi. Berikut ini adalah subfaktor dari faktor pesaing

 Jarak dengan sesama minimarket : Keberadaan minimarket yang dekat dengan kosentrasi konsumen akan mendorong minimarket lainnya untuk membuka usaha yang lebih dekat dengan kosentrasi konsumen. Hal ini sejalan dengan teori Hotelling

 Jarang dengan pasar tradisional : Pasar tradisional menawarkan barang yang lebih murah dengan kualitas barang yang tak kalah dengan minimarket akan memicu minimarket dalam menjalankan usaha dekat dengan pasar tradisional. Sebagai keterangan, dekat dengan Jalan Prof. Dr. Moestopo, terdapat pasar (Jalan Karang Menjangan)

Setelah menentukan faktor dan subfaktor, kemudian dibuatlah kuesioner yang nantinya dibagikan pada beberapa stakeholder, antara lain:

 Pengunjung Minimarket  Akademisi  Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (atau bagian yang berwenang

mengurus minimarket)

Sejatinya, peneliti juga ingin menyebarkan kuesioner ke pihak minimarket. Namun dikarenakan terbatasnya waktu serta lamanya disposisi surat dalam birokrasi, maka pembagian kuesioner ke pihak minimarket diurungkan. Untuk kuesioner, bisa dilihat pada bagian lampiran.

4.2.2 Hasil Analisa AHP Pembahasan hasil dari penghitungan AHP sendiri nantinya akan dibahas terlebih

dahulu dalam perbandingan antar faktor, baru kemudian pembahasan dilanjutkan ke pembahasan antar subfaktor pada tiap faktornya. Penghitungan AHP ini menggunakan bantuan aplikasi Expert Choice 11.0, sebuah aplikasi yang didesain untuk penghitungan AHP. Dalam AHP, tungkat inkonsistensi antar faktor atau subfaktor tidak boleh lebih dari 0,1 untuk mendapatkan hasil data yang valid.

 Perbandingan Antar Faktor Dari hasil pembobotan stakeholder untuk perbandingan antar faktor, diketahui bahwa

aksesbilitas menjadi faktor yang paling penting dalam penentuan lokasi minimarket di Jalan Prof. Dr Moestopo. Hasil dari pengolahan AHP menunjukkan bahwa bobot untuk faktor aksesbilitas sebesar 0,439, lebih besar dibandingkan faktor lainnya seperti pesaing sebesar 0,234, faktor sosial ekonomi sebesar 0,170, dan faktor demografi sebesar 0,157. Dengan tingkat inkosistensi sebesar 0,07, lebih kecil dari persyaratan inkosistensi AHP sebesar 0,1, maka hasil pembobotan ini valid.

Alasan pemilihan faktor aksesbilitas dalam perbandingan antar faktor hampir seragam. Mayoritas stakeholder mengatakan bahwa minimarket yang bisa diakses dari segala arah sangat penting agar minimarket bisa memberikan jalan mudah bagi konsumen dalam mengakses minimarket Hal ini didukung fakta lapangan bahwa Jalan Prof. Dr Moestopo merupakan jalan kolektor primer yang menjadi penghubung wilayah kecamatan Gubeng dengan Kecamatan Mulyorejo dan juga daerah lainnya di Surabaya Timur dan Surabaya Pusat, sehingga bisa diakses dari segala arah.

 Perbandingan Sub Faktor Sosial Ekonomi Dari hasil pembobotan stakeholder untuk perbandingan sub faktor sosial ekonomi,

diketahui bahwa pengeluaran per kepala keluarga menjadi subfaktor yang paling penting dalam penentuan lokasi minimarket di Jalan Prof. Dr Moestopo. Hasil dari pengolahan AHP menunjukkan bahwa bobot untuk subfaktor pengeluaran per kepala keluarga sebesar 0,343, lebih besar dibandingkan subfaktor lainnya seperti pendapatan per kepala keluarga sebesar 0,341, subfaktor prosentase penduduk pekerja profesional sebesar 0,159, dan subfaktor tingkat pendidikan sebesar 0,157. Dengan tingkat inkosistensi sebesar 0,08, lebih kecil dari persyaratan inkosistensi AHP sebesar 0,1, maka hasil pembobotan ini valid.

Alasan banyaknya stakeholder memilih subfaktor pengeluaran per kepala keluarga dikarenakan pengeluaran masyarakat yang tinggi akan menjamin minimarket untuk bisa bertahan dalam membuka usaha di suatu tempat, dikarenakan konsumen pasti akan mengunjungi tempat tersebut tanpa batasan waktu. Area sekitar Jalan Prof. Dr Moestopo dihuni oleh mahasiswa serta masyarakat yang pastinya akan selalu berkunjung ke minimarket untuk memnuhi kebutuhan hidup serta keperluan studi mahasiswa, sehingga cukup banyak pengeluaran yang harus ditempuh.

 Perbandingan Sub Faktor Demografi Dari hasil pembobotan stakeholder untuk perbandingan sub faktor demografi,

diketahui bahwa kepadatan penduduk menjadi subfaktor yang paling penting dalam penentuan lokasi minimarket di Jalan Prof. Dr Moestopo. Hasil dari pengolahan AHP menunjukkan bahwa bobot untuk subfaktor kepadatan penduduk sebesar 0,528, lebih besar dibandingkan subfaktor lainnya seperti jumlah penduduk sebesar 0,192, subfaktor pertumbuhan penduduk sebesar 0,178, dan subfaktor jumlah kepala keluarga sebesar 0,102. Dengan tingkat inkosistensi sebesar 0,04, lebih kecil dari persyaratan inkosistensi AHP sebesar 0,1, maka hasil pembobotan ini valid.

Alasan stakeholder memilih kepadatan penduduk dikarenakan kosentrasi penduduk yang tinggi bisa dijadikan minimarket sebagia peluang konsumen yang berjumlah besar, sehingga menjajikan keuntungan yang tinggi. Jalan Prof. Dr Moestopo terletak di Kelurahan Mojo, dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi di Kecamatan Gubeng. Berdasarkan data BPS pada Kecamatan Gubeng dalam Angka 2014, kepadatan penduduk Kelurahan Mojo sebesar 10452.84 jiwa per kilometer persegi, sehingga kosentrasi penduduk di sekitar Jalan Prof. Dr Moestopo sangat padat dan menjadi potensi bagi minimarket untuk membuka usaha di Jalan Prof. Dr Moestopo.

 Perbandingan Sub Faktor Aksesbilitas Dari hasil pembobotan stakeholder untuk perbandingan sub faktor aksesbilitas,

diketahui bahwa jarak ke permukiman menjadi subfaktor yang paling penting dalam penentuan lokasi minimarket di Jalan Prof. Dr Moestopo. Hasil dari pengolahan AHP menunjukkan bahwa bobot untuk subfaktor jarak kepermukiman sebesar 0,526, lebih besar dibandingkan subfaktor lainnya seperti ketersediaan tempat parkir sebesar 0,191, subfaktor volume kendaraan sebesar 0,169, dan subfaktor jarak ke tempat pemberhentian transportasi umum sebesar 0,114. Dengan tingkat inkosistensi sebesar 0,00488, lebih kecil dari persyaratan inkosistensi AHP sebesar 0,1, maka hasil pembobotan ini valid.

Alasan stakeholder memilih jarak ke permukiman sebagai bobot yang paling tinggi dalam subfaktor aksesbilitas dikarenakan permukiman merupakan kosentrasi calon konsumen dari minimarket, dimana kebanyakan konsumen adalah warga dari permukiman yang ke minimarket untuk memnuhi kebutuhan hidup. Lokasi di sekitar Jalan Prof. Dr Moestopo terdapat permukiman padat yang menjadikan itu sebagai potensi konsumen yang kana bisa digaet untuk berkunjung ke minimarket.

 Perbandingan Sub Faktor Pesaing Dari hasil pembobotan stakeholder untuk perbandingan sub faktor pesaing, diketahui

bahwa jarak dengan sesama minimarket menjadi subfaktor yang paling penting dalam penentuan lokasi minimarket di Jalan Prof. Dr Moestopo. Hasil dari pengolahan AHP menunjukkan bahwa bobot untuk subfaktor jarak dengan sesama minimarket sebesar 0,682, lebih besar dibandingkan subfaktor lainnya yaitu jarak dengan pasar tradisional sebesar 0,318. Dengan tingkat inkosistensi sebesar 0, lebih kecil dari persyaratan inkosistensi AHP sebesar 0,1, maka hasil pembobotan ini valid.

Alasan stakeholder cenderung memilih jarak dengan sesama minimarket sebagai bobot tertinggi dari faktro pesaing dikarenakan dengan adanya minimarket dengan brand lain di lokasi sama akan menjadikan itu sebagai ancaman bagi minimarket yang sebelumnya sudah ada, sehingga minimarket yang sebelumnya sudah ada akan membuka cabang di lokasi yang sama dengan perbedaan jarak (ataupun bisa jadi bersebelahan atau di seberang jalan).

Dari hasil tersebut, diketahui beberapa faktor yang menjadi dasar dalam penentuan lokasi minimarket di Jalan Prof. Dr Moestopo. Antara Lain (diurutkan berdaarkan bobot nilai tertinggi dari faktor)

1. Aksesbilitas  Jarak ke Permukiman

2. Pesaing  Jarak dengan sesama minimarket

3. Sosial Ekonomi  Pengeluaran per kepala keluarga

4. Demografi  Kepadatan penduduk

Dari hasil pengolahan data AHP ini, diketahui bahwa faktor yang paling menentukan dalam pembangunan minimarket adalah faktor aksesbilitas dengan bobot nilai sebesar 0,439, disusul pesaing (0,234), sosial ekonomi (0,170), dan demografi (0,150). Sedangkan subfaktor yang paling mempengaruhi pemilihan lokasi minimarket di Jalan Prof. Dr

Moestopo adalah jarak ke permukiman (0,526), disusul dengan jarak dengan sesama minimarket (0,682), pengeluaran per kepala keluarga (0,343), dan kepadatan penduduk (0,528).

BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63