Tes Pendahuluan - Modul 1 Pengenalan Anti Pencucian Uang Indonesia website pribadi

  

MODUL PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN

PENDANAAN TERORISME TUJUAN

  Dalam modul ini anda dipandu untuk mampu mengenal anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia.

  PENDAHULUAN

  Pada Modul ini akan membantu Anda untuk memahami pencucian uang dan pendanaan terorisme sebagai kejahatan, proses penegakan hukum, dan kewajiban berbagai pihak untuk mendukung penegakan hukum pencucian uang dan pendanaan terorisme. Modul ini berisi beberapa materi diantaranya meliputi:

   10 bagian modul yang terangkum dalam tiga tema yaitu, mengenai kejahatan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pengaturan pencucian uang di Indonesia.  Quiz untuk setiap akhir bagian modul.  Tes pendahuluan dan tes akhir modul.

TES PENDAHULUAN

  Berikut adalah Tes Pendahuluan, pada bagian ini Anda akan diminta menjawab 10 (sepuluh) pertanyaan untuk menjadi pengantar sebelum Anda mengikuti modul.

  Pertanyaan 1.

  Apa saja yang bisa dilakukan oleh pelaku kejahatan untuk mencuci uangnya:

  a) Menyimpan uang hasil tindak pidana di bank dengan memberikan informasi dan identitas palsu b) Menyebarkan uang hasil tindak pidana dengan mentransfer ke beberapa orang tanpa adanya transaksi yang mendasari c) Membeli rumah mewah di atas namakan orang lain

d) Semua benar Tanggapan 1.

  Salah : Silahkan ulangi dan pilih jawaban yang lebih tepat. Pencucian uang dapat dilakukan dengan banyak cara diantaranya dengan menyembunyikan asal usul agar orang lain tidak mengetahuinya dengan menempatkannya di perbankan, atau menyamarkan dengan dibelikan barang-barang atas nama orang lain. Benar : Benar ! Pertanyaan 2.

  Salah satu tujuan orang melakukan pencucian uang adalah ?

  a) menyembunyikan uang atau kekayaan yang diperoleh dari kejahatan dan menghindari penegakan hukum b) meningkatkan keuntungan secara legal dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum

  c) Meningkatkan jaringan bisnis untuk kemajuan usahanya d) uang yang tadinya kotor atau lusuh, setelah dicuci menjadi bersih dan rapi.

  Tanggapan 2.

  Salah : Silahkan ulangi dan pilih jawaban yang lebih tepat. Salah satu tujuan dari orang melakukan pencucian uang adalah agar penegak hukum tidak dapat menelusuri asal usul harta hasil kejahatannya yang telah disembunyikan atau disamarkan. Benar : Benar ! Pertanyaan 3.

  Mengapa kejahatan pencucian uang perlu diperangi ?

  a) agar pelaku kejahatan tidak dapat dengan mudah menikmati hasil kejahatan mereka sehingga motivasi untuk melakukan kejahatan berikutnya semakin menurun.

  b) agar kestabilan sistem keuangan Indonesia dapat lebih terjaga

  c) jawaban a dan b salah

  d) jawaban a dan b benar Tanggapan 3.

  Salah : Silahkan ulangi dan pilih jawaban yang lebih tepat. Pencucian uang harus ditindak tegas tidak hanya untuk mencegah pelaku kejahatan menikmai harta hasil kejahatan, tetapi juga menjaga kestabilan sistem keuangan suatu negara. Benar : Benar ! Pertanyaan 4.

  Apa dasar hukum pemberantasan pencucian uang di Indonesia yang berlaku sekarang ?

  a) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

  d) Kepolisian Republik Indonesia Tanggapan 5.

  c. Dampak pencucian uang

  b. Tujuan pelaku kejahatan melakukan pencucian uang

  a. Arti dari pencucian uang

  1.1. TUJUAN Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

  BAGIAN PERTAMA : PENGENALAN PENCUCIAN UANG

  Salah : Silahkan ulangi dan pilih jawaban yang lebih tepat. Undang-undang 8 tahun 2010 mengamanatkan pembentukan lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Benar : Benar! Selamat, Anda telah menjawab seluruh pertanyaan dengan baik.

  c) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

  b) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

  b) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

  Apa lembaga khusus yang dibentuk oleh undang-undang untuk menerima pelaporan dan melakukan analisis transaksi keuangan ? a) Kejaksaan Agung Republik Indonesia

  Benar : Benar ! Pertanyaan 5.

  a) Salah : Silahkan ulangi dan pilih jawaban yang lebih tepat. Pencucian uang diatur dalam undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

  d) Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Tanggapan 4.

  c) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

  d. Konsep follow the money dan pemberantasan pencucian uang secara global e. Keberadaan PPATK dalam pemberantasan pencucian uang

  1.2. MODUL TENTANG PENGENALAN PENCUCIAN UANG

1.2.1. APAKAH PENCUCIAN UANG?

  Apabila ada statistik mengenai data uang atau harta kekayaan dari berbagai macam tindak pidana, misalnya pencurian, penggelapan pajak, korupsi, atau pembalakan hutan, tentu jumlahnya sangatlah besar.

  p e n y e l u n d u p a n

  Ketika seseorang menerima uang suap, ia menerima uang dalam jumlah besar. Apabila ia langsung menggunakan uang tersebut bisa jadi ia dicurigai banyak orang. Oleh karena itu, agar perbuatan menerima suapnya tidak diketahui, pelaku kejahatan tersebut perlu juga untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usulnya.

  Perbuatan menyamarkan atau menyembunyikan uang atau harta kekayaan dari hasil tindak pidana tersebut dikenal dengan nama PENCUCIAN UANG.

  Caranya, uang hasil kejahatan tadi bisa saja disimpan di bank atas nama orang lain, bisa disetorkan secara tunai atau ditransfer ke berbagai rekening yang berbeda atas nama orang-orang yang berbeda pula, bisa juga dipakai untuk menambah modal usaha atau bisnis legal. Setelah dicuci, harta kekayaan hasil kejahatan tersebut yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah. Kemudian dapat lebih leluasa digunakan oleh pelaku.

1.2.2. MENGAPA PELAKU KEJAHATAN MENCUCI UANG ?

  Pencucian uang dapat dilakukan untuk berbagai tujuan, diantaranya :

  Pertama, menyembunyikan uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan. Hal

  ini agar uang atau kekayaan tersebut tidak dipermasalahkan secara hukum dan tidak disita oleh pihak yang berwajib atau juga agar tidak dicurigai banyak orang.

  Kedua, menghindari penyelidikan dan/ atau tuntutan hukum. Pelaku kejahatan ingin

  melindungi atau menghindari tuntutan hukum dengan cara “menjauhkan” diri mereka sendiri dari uang/kekayaan hasil kejahatan, misalnya dengan menyimpannya atas nama orang lain.

  Ketiga, meningkatkan keuntungan. Pelaku kejahatan bisa saja mempunyai beberapa usaha lain

  yang legal. Seringkali, uang hasil kejahatan disertakan ke dalam perputaran usaha-usaha mereka yang sah tersebut. Akibatnya, uang hasil kejahatan bisa melebur ke dalam usaha atau bisnis yang sah, menjadi lebih sulit terdeteksi sebagai hasil kejahatan, dan juga dapat meningkatkan keuntungan bisnis yang sah tersebut.

  Dengan melakukan pencucian uang, penerima suap tadi dapat leluasa menggunakan uangnya tanpa dicurigai. Misalnya, dengan pura-pura mendapatkan warisan yang ditransfer melalui bank. Selain itu, uang hasil suap yang seharusnya jadi barang bukti bahwa pelaku nemerima suap pun bisa disamarkan dengan disimpan di bank atas nama orang lain. Akibatnya, penegak hukum akan kesulitan melakukan penyelidikan.

  Detektif Menggunakan Kaca Pembesar

1.2.3. MENGAPA PENCUCIAN UANG HARUS DIBERANTAS ?

  Selain untuk menjerat pelaku kejahatan, ada beberapa alasan kenapa pencucian uang harus dicegah dan diberantas, yaitu diantaranya:

  

Mengembangkan kejahatan. Bila pelaku kejahatan berhasil mencuci uang hasil kejahatannya,

  dia dapat menikmati kekayaan yang dihasilkan ataupun digunakan untuk mengembangkan kejahatan dan organisasi kejahatannya. Tentu hal ini akan sangat merugikan masyarakat.

  

Merongrong stabilitas sistem keuangan. Banyaknya uang illegal yang secara cepat masuk ke

  dalam negeri, berpindah-pindah, dan meninggalkan industry keuangan nasional tanpa didampingi kegiatan ekonomi produktif yang sepantasnya, cenderung dapat meningkatkan instabilitas sistem keuangan, menciptakan distorsi ekonomi, dan menyulitkan otoritas moneter dalam mengendalikan jumlah uang yang beredar.

  

Menimbulkan resiko pada intermediasi yang digunakan untuk pencucian uang. Jasa-jasa

  yang diberikan oleh bank sebagai Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dapat dipakai sebagai sarana pencucian uang dapat menimbulkan berbagai risiko. Misalnya Penyedia jasa Keuangan seperti bank yang digunakan sebagai sarana atau sasaran pencucian uang, dapat berakibat rusaknya reputasi, keterlibatan dalam masalah hukum, serta terganggunya operasional dan likuiditasnya.

  

1.2.4. FOLLOW THE MONEY DAN UPAYA PEMBERANTASAN PENCUCIAN

UANG SECARA GLOBAL ? Follow The Money

  Pendekatan follow the money merupakan istilah lain bagi Pendekatan Anti Pencucian Uang, yaitu mendahulukan mencari uang atau harta kekayaan hasil tindak pidana dibandingkan dengan mencari pelaku kejahatan. Setelah hasil tindak pidana diperoleh melalui pendekatan analisa transaksi keuangan (financial analysis) kemudian dicarilah pelakunya dan tindak pidana yang dilakukan. Beberapa manfaat atau kelebihan yang didapatkan melalui pendekatan follow the money adalah: 1. jangkauannya lebih jauh sehingga dirasakan lebih adil; 2. dapat dilakukan dengan ”diam-diam”, sehingga lebih mudah, dan risiko lebih kecil karena tidak berhadapan langsung dengan pelaku yang kerap memiliki potensi melakukan perlawanan;

  3. pendekatan merampas hasil kejahatan mengurangi atau menghilangkan motivasi orang untuk melakukan tindak pidana.

  4. Adanya insentif pengecualian ketentuan rahasia bank dan ketentuan kerahasiaan lainnya.

  Pemberantasan pencucian uang bagian dari upaya global menghadapi kejahatan

  Peran dan tanggungjawab Indonesia dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang memberikan kontribusi yang riil dalam kancah tata pergaulan internasional. Tindak pidana ini merupakan persoalan dan perhatian warga dunia. Untuk itu, berbagai organisasi internasional dan regional telah dibentuk untuk memeranginya.

  Menurut perkiraan beberapa lembaga international, pencucian uang secara global diperkirakan mencapai sekitar USD 1 triliun sampai USD 2,5 triliun per tahun. Jumlah ini sangat besar mengingat nilai keseluruhan produk barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia (PDB Indonesia) pada tahun 2007 hanya mencapai sekitar USD 435 milyar.

  

1.2.5. BAGAIAMANA KEBERADAAN PPATK DALAM PEMBERANTASAN

PENCUCIAN UANG ?

  Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, PPATK menerima beberapa laporan dari Pihak pelapor, yaitu Transaksi Keuangan Mencurigakan, Transaksi Keuangan Tunai, dan transfer dana internasional dari Penyedia Jasa Keuangan, serta transaksi senilai Rp. 500 juta atau lebih dari Penyedia barang dan atau Jasa. Dari Direktorat Jenderal bea dan Cukai, PPATK juga menerima laporan pembawaan uang tunai dan atau instrumen pembayaran senilai Rp 100 juta rupiah atau lebih baik yang masuk atau keluar wilayah Republik Indonesia. Semua laporan di atas menjadi sumber utama PPATK dalam melakukan analisis dan pemeriksaan. Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang dan atau tindak pidana asal, PPATK meneruskannya kepada Penyidik yang berwenang dalam bentuk Laporan Hasil Analisis (LHA) atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Keseluruhan laporan dari Pihak Pelapor di atas bersifat rahasia, sedangkan LHA dan LHP sebagai informasi intelijen yang wajib dirahasiakan juga.

  

Undang-undang yang mengatur tindak pidana pencucian uang telah beberapa kali

disempurnakan. Pertama kali dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang, selanjutnya diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun

2003. Pada tahun 2010, pengaturan pemberantasan tindak pidana pencucian uang digantikan

melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang.

  1.3. RINGKASAN  Pencucian uang adalah semua perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan agar nampak seolah-olah sebagai harta yang sah.

   Tujuan pelaku kejahatan melakukan pencucian uang terutama untuk mempersulit penegak hukum dalam mengungkap perbuatan pidananya dan akhirnya pelaku pencuci uang dengan leluasa dapat memanfaatkan hasil kejahatannya baik untuk kegiatan yang sah atau untuk membiayai kejahatannya.  Dampak pencucian uang antara lain dapat menumbuhsuburkan kejahatan, merongrong stabilitas sistem keuangan, dan meningkatkan risiko bagi lembaga keuangan.  Pendekatan follow the money merupakan istilah lain bagi Pendekatan Anti Pencucian Uang, yaitu mendahulukan mengejar uang atau harta kekayaan hasil tindak pidana dibandingkan dengan mencari pelaku kejahatan.

   Keberadaan PPATK dimaksudkan sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

  1.4. QUIZ

  1. Diantara pernyataan di bawah ini mengenai definisi pencucian uang (money laundering), manakah yang paling sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia:

  a. Pencucian uang adalah suatu bentuk usaha untuk memberikan layanan pencucian pakaian

  b. Perbuatan terhadap uang hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan tentang asal-usul uang hasil kejahatan sehingga tampak seolah-olah berasal dari tindakan yang sah.

  c. Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dalam rangka mencuci uang yang semula kotor dan lusuh sehingga menjadi bersih.

  d. Ketiga-tiganya jawaban a, b dan c benar.

  2. Perlunya diciptakan suatu system atau rezim anti money laundering di suatu Negara, karena mempunyai dampak terhadap sektor perekonomian, yaitu:

  a. Dapat mengakibatkan instabilitas sistem keuangan.

  b. Distorsi terhadap sistem persaingan bebas dan mempersulit pengendalian moneter.

  c. Meningkatnya risiko bagi lembaga keuangan.

  d. Ketiga-tiganya jawaban a, b dan c benar.

  3. Pernyataan dibawah ini adalah tidak sesuai dengan paradigma baru dalam pemberantasan kejahatan money laundering:

  a. Follow the money.

  b. Follow the suspect harus lebih diutamakan dari pada follow the money.

  c. Hasil kejahatan merupakan titik terlemah dari rantai kejahatan.

  d. Menghilangkan motivasi pelaku kejahatan dengan menghalangi untuk menikmati hasil tindak pidana.

  4. Dasar hukum yang mengatur keberadaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai focal point dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang (money

  laundering) di Indonesia, adalah:

  a. Undang-undang No. 12 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diuabah dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2003.

  b. Undang-undang No. 25 Tahun 2005 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

  c. Undang-undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang d. Ketiga-tiganya jawaban a, b dan c salah.

  5. Diantara pernyataan di bawah ini adalah bukan merupakan tugas dari PPATK yang diamanatkan oleh ketentuan perundang-undangan:

  a. Mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi tentang transaksi keuangan yang dilaporkan oleh penyedia jasa keuangan, kemudian PPATK melakukan penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang.

  b. Mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh PPATK sesuai undang-undang.

  c. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Kuangan yang Mencurigakan (suspicious transaction).

  d. Ketiga-tiganya jawaban a, b dan c salah.

  BAGIAN KEDUA : TIPOLOGI PENCUCIAN UANG

  1.1. TUJUAN Modul bagian kedua yaitu Tipologi bertujuan untuk menjelaskan :

  a. Apa saja tipologi pencucian uang

  b. Bagaimana praktik masing-masing tipologi pencucian uang dilakukan

  1.2. MODUL MENGENAI TIPOLOGI PENCUCIAN UANG

1.2.1. TIPOLOGI PENCUCIAN UANG

  Pencucian uang dapat dilakukan dengan modus operandi yang sangat beragam, mulai dari menyimpan uang di bank hingga membeli rumah mewah atau saham. Namun, pada dasarnya seluruh modus tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis tipologi, yang tidak selalu terjadi secara bertahap, tetapi bahkan dilakukan secara bersamaan. Ketiga tahapan tipologi tersebut yaitu: penempatan (placement), pemisahan/pelapisan (layering), dan penggabungan (integration).

  

Penempatan (placement) adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan

tindak pidana ke dalam sistem keuangan.

  

Pemisahan/ pelapisan (layering) adalah memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya, yaitu

  tindak pidananya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana. Dalam kegiatan ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut.

  

Penggabungan (integration) adalah upaya menggabungkan atau menggunakan harta kekayaan

  yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai jenis produk keuangan dan bentuk material lainnya, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. Modus operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin kompleks menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal itu terjadi baik pada tahap placement,

  

layering, maupun integration, sehingga dalam penanganannya membutuhkan peningkatan

kemampuan secara sistematis dan berkesinambungan.

  Ilustrasi tahapan pencucian uang dapat terjadi

1.2.2. PENEMPATAN

  Penempatan

  Penempatan (placement) adalah tahapan pertama dalam pencucian uang, yaitu ketika harta hasil tindak pidana pertama kali masuk ke dalam sistem keuangan atau berubah bentuk. Dengan perkembangan teknologi sistem keuangan, setelah mendapatkan harta hasil tindak pidana, pelaku kejahatan memiliki banyak sekali pilihan untuk melakukan proses penempatan (placement) harta kekayaannya. Beberapa modus penempatan tersebut diantaranya :

   Menempatkan uang dalam sistem perbankan  Menyelundupkan uang atau harta hasil tindak pidana ke negara lain  Melakukan konversi harta hasil tindak pidana  Melakukan penempatan secara elektronik  Memecah-mecah transaksi dalam jumlah yang lebih kecil (structuring)  Menggunakan beberapa pihak lain dalam melakukan transaksi (smurfing)

  Penempatan: Menempatkan Uang dalam Sistem Perbankan

  Penerima suap misalnya, dapat melakukan penempatan hasil suapnya dengan menyimpannya di bank. Baik menggunakan namanya sendiri atau orang lain. Tidak jarang pula hal ini kemudian diikuti dengan pengajuan kredit atau pembiayaan. Kemudian menyetorkan uang pada penyedia jasa keuangan sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan

  audit trail.

  Penempatan: Menyelundupkan Uang atau Harta Hasil Tindak Pidana ke Negara Lain

  Pelaku kejahatan dapat juga melakukan penempatan dengan melakukan pembawaan tunai melewati negara. Penerima suap tersebut, misalnya bisa membawa harta hasil suapnya ke negara lain, kemudian ditukarkan dengan mata uang yang berbeda. Pembawaan tunai ini dapat dilakukan dengan memperlakukannya sebagai barang-barang ekspedisi atau dengan terlebih dahulu dikonversi ke dalam bentuk barang berharga seperti emas atau perhiasan. Sehingga pembawaan hasil kejahatan ke negara lain tersebut bisa dilakukan banyak cara, baik itu melalui ekspedisi, maupun dibawa secara sendiri dengan kendaraan pribadi.

  Karakteristik lainnya adalah dengan membawa harta hasil tindak pidana tersebut ke negara- negara yang tidak memiliki pengaturan mata uang yang ketat.

  Penempatan: Melakukan Transfer Secara Elektronik

  Penempatan juga dilakukan dengan cara melakukan transfer secara elektronik. Dengan dilakukan secara elektronik transfer uang dapat dilakukan hanya dalam hitungan menit ke manapun, termasuk melintasi berbagai negara. Kecepatan proses peralihan harta atau aset dan lintas batas negara dan yurisdiksi membuat proses penelusuran aset menjadi sangat rumit.

  Sebagai contoh, pelaku tindak pidana dapat mengirimkan uang melalui jasa pengiriman uang (alternative remittance) yang secara elektronik langsung terkirim ke lembaga pengiriman uang di luar negeri. Rekanan pelaku cukup membawa identitasnya ke lembaga pengiriman uang yang menerima uangnya di luar negeri. Dalam transaksi atau kegiatan transfer tersebut, uang tidak perlu berpindah secara fisik.

  Penempatan: Melakukan Konversi Harta Hasil Tindak Pidana

  Salah satu modus penempatan yang lazim dilakukan adalah dengan melakukan konversi harta hasil tindak pidana. Konversi ini dilakukan umumnya dengan cara merubah bentuk asal harta hasil tindak pidana, misalnya dengan melakukan pembelian atau merubah mata uangnya. Tahapan ini umumnya juga dilakukan dengan melibatkan orang lain. Misalnya, penerima suap akan menyerahkan uang yang diterimanya kepada orang yang ia percayai. Baik itu rekanan, anak buah, keluarga, atau pihak lain. Rekan yang menerima uang tunai hasil suap tersebut kemudian melakukan pembelian barang- barang berharga. Baik itu emas, mobil mewah, rumah, atau bahkan barang berharga lain seperti lukisan atau barang antik. Penerima suap tadi kemudian menerima uang yang telah berubah menjadi barang tadi seolah-olah sebagai pemberian. Sehingga asal-usul harta kekayaan menjadi lebih samar.

1.2.3. PEMISAHAN (LAYERING)

  Pemisahan (layering) Pemisahan atau pelapisan (layering) adalah tahapan kedua dari perbuatan pencucian uang.

  Dalam tahapan ini, uang hasil tindak pidana dipindahkan, disebarkan, dan disamarkan untuk menyembunyikan asal usulnya. Pemisahan tersebut dapat dilakukan melalui serangkaian transaksi keuangan yang didesain dengan jejaring transaksi yang rumit untuk ditelusuri. Beberapa modus layering tersebut diantaranya :

   Transfer dana secara elektronik  Transfer melalui kegiatan perbankan lepas pantai (offshore banking).  Transaksi menggunakan perusahaan boneka (shell corporation).

  Pemisahan: Transfer Dana Secara Elektronik

  Setelah ditempatkan dalam sistem perbankan, pelaku tindak pidana dapat mudah melakukan transfer terhadap asetnya tersebut ke mana pun yang ia kehendaki. Apabila transfer tersebut dilakukan secara elektronik, ia dapat memindahkan asetnya dengan segera, lintas batas negara, dan berkali-kali, melewati berbagai rekening yang ia kendalikan, rekanannya, atau bahkan rekening dengan identitas palsu hingga sulit ditelusuri lagi asal usulnya.

  Pemisahan: Transfer Melalui Kegiatan Perbankan Lepas Pantai (Offshore Banking)

Offshore banking menyediakan layanan pembukaan rekening koran untuk penduduk luar negeri.

  Dengan menempatkan dana pada suatu bank, yang selanjutnya ditransfer ke rekening Offshore

  

Banking, pelaku tindak pidana dapat seolah-olah menjauhkan harta hasil tindak pidananya

  dengan dirinya. ). Offshore Banking cenderung memiliki memiliki jaringan bank yang luas sehingga memberikan kemudahan bagi pelaku tindak pidana untuk melakukan proses pencucian uang.

  Pemisahan: Penggunaan Perusahaan Boneka (Shell Company)

  Perusahaan boneka (shell company) adalah perusahaan yang didirikan secara formal berdasarkan aturan hukum yang berlaku, namun tidak digunakan untuk melakukan kegiatan usaha. Perusahaan boneka didirikan hanya untuk melakukan transaksi fiktif atau menyimpan aset pendirinya atau orang lain untuk menyamarkan kepemilikan sebenarnya terhadap aset tersebut.

  Modus yang digunakan dengan perusahaan boneka misalnya diawali dengan pendirian perusahaan virtual di luar negeri. Perusahaan virtual ini kemudian membuat rekening koran di beberapa bank. Pelaku tindak pidana dapat meminta beberapa orang rekanannya untuk menjadi

  

smurf untuk mentransfer uang hasil tindak pidana ke dalam rekening bank perusahaan virtual,

sehingga seolah-olah merupakan transaksi pembelian saham.

1.2.4. PENGGABUNGAN (INTEGRATION)

  Penggabungan atau penggunaan harta hasil tindak pidana (integration)

  Integration (menggunakan harta kekayaan) adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kejayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. Modus integration dalam pencucian uang dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:  Melakukan investasi pada suatu kegiatan usaha.

   Penjualan dan pembelian aset.  Pembiayaan korporasi.

  Integration: Melakukan Investasi Pada Suatu Kegiatan Usaha Investasi pada suatu kegiatan usaha merupakan salah satu proses integrasi yang lazim dilakukan.

  Melalui investasi tersebut, pelaku tindak pidana menggunakan harta hasil kejahatan yang telah dicuci untuk membiayai suatu kegiatan bisnis. Setelah diinvestasikan, uang yang ia peroleh dari kegiatan usaha tersebut dianggap sebagai pendapatan usahanya.

  Integration: Penjualan dan Pembelian Aset

  Dalam melakukan integrasi harta hasil tindak pidana dalam sistem keuangan, pelaku pencucian uang umumnya diawali dengan penempatan yaitu dengan sebelumnya menempatkan harta hasil tindak pidananya dalam perbankan atau sebagai aset perusahaan boneka yang didirikan.

  Perusahaan boneka tersebut kemudian dibuat seolah-olah melakukan transaksi pembelian aset properti seperti gedung, dengan harga yang dinaikkan (marked up). Hasil penjualan aset tersebut kemudian dianggap sebagai pendapatan dari transaksi yang sah.

  Integration: Pembiayaan Korporasi

  Pembiayaan korporasi melibatkan proses pencucian uang yang sangat rumit meliputi proses penempatan dan pemisahan yang juga luar biasa canggih. Misalnya, pelaku tindak pidana mendirikan perusahaan boneka di luar negeri. Pelaku kemudian menyimpan harta hasil tindak pidana di dalam perbankan sebagai harta kekayan perusahaan boneka.

  Menggunakan harta tersebut, kemudian perusahaan boneka bertindak sebagai perusahaan pembiayaan menyediakan skema investasi atau pembiayaan kepada perusahaan lain yang memiliki kegiatan usaha yang sah.

1.2.5. CONTOH KASUS 1

  PT Tipu milik Tn L melakukan placement dengan penempatan dana melalui pembukaan rekening giro di Bank X. Belakangan Tuan L diduga melakukan penipuan lewat jejaring investasi dengan janji yang menggiurkan (skema ponzi). Untuk menyelesaikan kewajibannya dan tujuan lain, mereka berupaya mencari dana secara melawan hukum dengan modus berikut ini. Tn L berhasil melakukan kerja sama dengan Pimpinan cabang Bank X untuk selanjutnya bernegosiasi dengan PT Maju agar mengalihkan dananya di Bank X. Atas persetujuan direktur Keuangan bank X, yang belakangan diketahui menerima fee, akhirnya PT Maju menyetujui dan selanjutnya dilakukan layering dengan mengirimkan dana ke Bank X untuk pembukaan deposito masing-masing sebesar Rp 25 milyar dan Rp 26 milyar. Setelah dana terkirim, keesokan harinya, PT Maju mengirimkan surat kepada Bank X yang isinya berupa perintah pengalihan dana (yang seharusnya ditempatkan sebagai deposito) ke rekening yang baru dibuka atas nama PT Tipu. Atas dasar surat tersebut, pihak Bank X membukukannya di rekening PT Tipu. Selanjutnya, dana yang masuk ke rekeining PT Tipu sebagian besar ditarik tunai dengan cek untuk kepentingan Pihak ketiga, dan lainnya dipidahbukukan ke rekening Tuan l yang selanjutnya ditransfer (layering) ke bank di singapura untuk dimanfaatkan berbagai keperluan (integration).

  Berdasarkan hasil pemeriksaan internal Bank X dan penyidikan oleh kepolisian diketahui bahwa surat perintah pemindahan dana di atas diduga palsu dan telah ada kerjasama antara petugas bank dan pelaku kejahatan untuk membobol dana milik nasabah Bank X. Dalam kasus ini, dua orang pelaku yaitu staffnya Tn L dan konsultan keuangan Tn L yang ikut terlibat dalam pembobolan dana milik PT Maju telah dipidana melakukan pencucian uang dan dihukum dengan pidana penjara masing-masing selama 8 (delapan) tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar.

1.2.6. CONTOH KASUS 2

  PVA Z telah menerima penukaran uang tunai dari Tn I berupa valuta rupiah ke valuta dollar Singapura sebesar Rp 23 milyar (layering). Transaksi penukaran valas yang menggunakan dana tunai tersebut tidak dilaporkan PVA Z sebagai LTKT kepada PPATK. Dana hasil penukaran tersebut diterima Tn I melalui overbooking di Bank X untuk selanjutnya ditransfer ke bank di Singapura (layering).

  Berdasarkan pemeriksaan dan penyidikan kepolisian, diketahui bahwa sumber asal dana yang ditukarkan dengan valas di PVA Z berasal dari hasil tindak pidana perbankan yang diindikasikan dilakukan oleh Direksi Bank G. Saat ini bank G telah tidak beroperasi lagi dan Direksi Bank G telah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam daftar pencairan orang (DPO).

  Akibat dari tidak dilaporkannya transaksi tunai yang terjadi di PVA Z tersebut diatas, pengadilan telah menjatuhkan sanksi pidana denda terhadap PVA Z sebesar Rp 500 juta.

  1.1. RINGKASAN Tipologi pencucian uang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tahap: 1) penempatan (placement), 2) pemisahan (layering) dan 3) penggabungan atau penggunaan (integration). Dalam praktiknya, modus operandi pencucian uang tidak selalu berjalan dengan bertahap, melainkan dengan saling menggabungkan tahapan kemudian melakukan tahapan-tahapan pencucian uang berulang-ulang kali sehingga terjadi proses pencucian uang yang rumit dan melibatkan banyak pihak dan lembaga penyedia barang dan jasa.

  1.2. QUIZ Pertanyaan 1.

  Termasuk dalam tahapan mana ketika pelaku pencucian uang menyimpan uang dalam sistem keuangan?

  a. Penempatan (placement)

  b. Pemisahan (layering)

  c. Penggabungan (integration)

  d. Gabungan placement dan layering Pertanyaan 2.

  Termasuk dalam tahapan mana dalam tipologi pencucian uang dimana pencuci uang melakukan pentransferan atas uang yang telah disimpan di lembaga keuangan? a. Penempatan (placement)

  b. Pemisahan (layering) c. Penggabungan (integration)

  d. Gabungan placement dan layering Pertanyaan 3.

  c. Satu tahapan modus pencucian uang, apakah itu placement, layering, atau integration, tidak termasuk perbuatan pencucian uang.

  BAGIAN KETIGA : PENDANAAN TERORISME

  d. Semua jawaban salah

  c. Pemisahan harta hasil tindak pidana dengan melakukan transfer ke beberapa orang rekanan.

  b. Penggunaan harta hasil kejahatan melalui investasi kegiatan usaha.

  Suatu ketika, Bapak X sebagai pejabat yang menentukan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah mendapatkan uang suap secara tunai sebesar 10 milyar dari Ibu Y, yang merupakan perusahaan yang mengikuti tender pengadaan barang dan jasa. Khawatir dicurigai orang, Bapak X meminta pada Ibu Y agar uangnya dikonversi menjadi saham di perusahaan ibu Y namun atas nama orang kepercayaan bapak X. Apakah tahapan pencucian uang yang dilakukan oleh Bapak A? a. Penempatan melalui menempatkan harta hasil tindak pidana dalam sistem keuangan.

  d. Tidak ada jawaban yang benar Pertanyaan 5.

  b. Tahapan integration dapat dilakukan tanpa tahapan layering sebelumnya

  Termasuk tahapan mana dalam tipologi pencucian uang, dimana uang yang telah ditransfer melalui serangkaian transaksi yang kompleks tadi selanjutnya dipergunakan untuk membiayai kejahatannya?

  a. Setiap tahapan modus pencucian uang harus dimulai dari placement, layering, baru kemudian integration

  Berikut ini adalah pernyataan yang benar:

  d. Gabungan placement dan layering Pertanyaan 4.

  c. Penggabungan (integration)

  b. Pemisahan (layering)

  a. Penempatan (placement)

  3.1. TUJUAN

  Modul bagian ketiga yaitu pendanaan terorisme bertujuan untuk menjelaskan:

  a. Apa latar belakang dan tujuan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme b. Apa pengertian tindak pidana pendanaan terorisme

  c. Bagaiman sistem bekerjanya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme

  3.2. MODUL MENGENAI PENDANAAN TERORISME

  

3.2.1. LATAR BELAKANG DAN TUJUAN PENCEGAHAN DAN

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

  Latar belakang :

  1. Terorisme adalah salah satu bentuk perbuatan keji terhadap manusia dan kemanusiaan, bahkan dapat berdampak pada instabilitas kedaulatan Negara.

  2. Terorisme tidak akan berhasil tanpa adanya bentuk fasilitas dan instrument pendukung antara lain pendanaan.

  3. Perlu pemutusan mata rantai yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum Tujuan :

  1. Adanya kepastian hukum dan menjamin ketertiban dalam masyarakat

  2. Pendekatan follow the money memerlukan prosedur dan mekanisme yang jelas tanpa mengganggu operasional industri keuangan

  3. Memenuhi perjanjian atau rekomendasi internasional yang disetujui Pemerintah Republik Indonesia.

3.2.2. PENGERTIAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

  Dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 9 Tahun 2013 tanggal 13 Maret 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Indonesia telah memiliki dasar pijakan yang kuat untuk memaksimalkan pencegahan dan pemberantasannya.

  Tindak pidana pendanaan terorisme adalah perbuatan apapun yang berkaitaan dana, baik langsung atau tidak langsung dengan maksud atau diketahui (jika menggunakan istilah TP pencucian uang “diduga”) untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris. Yang membedakan Anti Pencucian Uang dibandingkan dengan pendanaan terorisme adalah bahwa dalam pendanaan terorisme tidak mempertimbangkan apakah dananya bersumber dari kegiatan yang sah atau illegal, sedangkan dalam anti pencucian uang selalu sumber dananya dari hasil tindak pidana.

  

3.2.3. SISTEM BEKERJANYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

  Seperti halnya Anti Pencucian Uang, dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme, terdapat peran penting dari Penyedia Jasa Keuangan sebagai Pihak Pelapor, Lembaga Pengawas dan Pengatur, PPATK, dan aparat penegak hukum. Penyedia Jasa Keuangan melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK. Untuk membantu dalam mengidentifikasi dan melaporkan Transaksi Keuangan mencurigakan, Penyedia Jasa keuangan harus menerapkan Prinsip mengenali Pengguna Jasa. Atas dasar laporan Transaksi keuangan mencurigakan dari penyedia Jasa Keuangan, PPATK melakukan analisis, dan apabila terdapat indikasi tindak pidana pendanaan terorisme maka hasil analisis atau hasil pemeriksaan oleh PPATK akan disampaikan kepada aparat penegak hukum yang berwenang.

  3.3. RINGKASAN

  1. Latar belakang dan tujuan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme sesungguhnya melengkapi atau menyempurnakan instrumen yang telah ada dalam upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme melalui pendekatan follow the money.

  2. Tindak pidana pendanaan terorisme adalah perbuatan apapun yang berkaitaan dana, baik langsung atau tidak langsung dengan maksud atau diketahui untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris

  3. Sistem bekerjanya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme secara umum tidak berbeda dengan rezim anti pencucian uang.

  3.4. QUIZ 1. latar belakang perlunya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme adalah :

a. Terorisme adalah salah satu bentuk perbuatan keji terhadap manusia dan kemanusiaan, bahkan dapat berdampak pada instabilitas kedaulatan Negara.

  b. Mengikuti trend internasional

  c. Mendukung jihad untuk melawan musuh islam

  2. Tujuan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme adalah :

  a. Adanya kepastian hukum dan menjamin ketertiban dalam masyarakat

  b. Pendekatan follow the money memerlukan prosedur dan mekanisme yang jelas tanpa mengganggu operasional industri keuangan c. Memenuhi perjanjian atau rekomendasi internasional yang disetujui Pemerintah Republik Indonesia.

  d. Jawaban a, b, dan c benar semua

  3. Berikut ini adalah pengertian tindak pidana pendanaan terorisme, yaitu:

  a. perbuatan apapun yang berkaitaan dana, baik langsung atau tidak langsung dengan maksud atau diketahui untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris

  b. Perbuatan teroris melakukan pengeboman di tempat ramai yang menimbulkan ketakutan c. Perbuatan dakwah untuk memerangi kejahatan

  e. Jawaban a, b, dan c salah semua

  4. Dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme, pihak-pihak yang paling berperan adalah: a. Masyarakat, Perserikatan Bangsa Bangsa, PPATK, dan Densus 88

  b. Penyedia Jasa Keuangan, PPATK dan Aparat Penegak Hukum

  c. Perserikatan Bangsa Bangsa, PPATK, dan Densus 88 d. Jawaban a, b, dan c benar.

  

BAGIAN KEEMPAT : PENGATURAN PENCEGAHAN DAN

PEMBERANTASAN PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

  3.5. TUJUAN Modul bagian keempat yaitu Pengaturan Pencegahan Dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia bertujuan untuk menjelaskan:

  a. Pengaturan tindak pidana pencucian uang

  b. Kriminalisasi pidana pencucian dalam UU 8/2010

  c. Peran pihak pelapor dan pihak terkait lainnya

  d. Pembentukan PPATK dan tugasnya

  3.6. MODUL MENGENAI PENGATURAN PEMBERANTASAN PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

3.6.1. PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

  Saat ini pemberantasan pencucian uang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. UU 8/2010 tersebut menggantikan undang-undang sebelumnya yang mengatur pencucian uang yaitu, Undang- undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

  Dalam UU 8/2010, mengatur berbagai hal dalam upaya untuk memberantas dan mencegah tindak pidana pencucian uang, yaitu: a. Kriminalisasi perbuatan pencucian uang

  b. Kewajiban bagi masyarakat pengguna jasa, Lembaga Pengawas dan pengatur, dan Pihak Pelapor

  c. Pengaturan pembentukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,

  d. Aspek penegakan hukum

  e. Kerja sama

3.6.2. TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM UU 8/2010

  Tindak Pidana Asal

  Sesuai dengan Pasal 2 UU 8 Tahun 2010, tindak pidana yang menjadi pemicu (disebut sebagai “tindak pidana asal” atau predicate crime) terjadinya pencucian uang meliputi:

   Korupsi  Perdagangan orang  Penyuapan  Perdagangan senjata gelap  Narkotika  Terorisme  Psikotropika  Penculikan  Penyelundupan tenaga kerja  Pencurian  Penyelundupan imigran  Penggelapan  Di bidang perbankan  Penipuan  Di bidang pasar modal  Pemalsuan uang  Di bidang perasuransian  Perjudian  Kepabeanan  Prostitusi  Cukai

   Dibidang perpajakan

   Dibidang kehutanan  Tindak pidana lainnya yang diancam  Dibidang lingkungan hidup dengan pidana penjara 4 (empat  Dibidang kelautan dan perikanan tahun) atau lebih

  Harta Hasil Tindak Pidana

  Harta hasil tindak pidana dalam pengertian formil merupakan harta yang dihasilkan dari suatu tindak pidana yang disebutkan sebagai tindak pidana asal pencucian uang. Selain harta hasil tindak pidana asal tersebut, harta lain yang dipersamakan dengan harta hasil tindak pidana menurut UU 8/2010 adalah harta yang patut diduga atau diketahui akan digunakan atau digunakan secara langsung maupun tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, ataupun terorisme perorangan.

  Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

  Cakupan pengaturan sanksi pidana dalam UU TPPU meliputi tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh orang perseorangan, tindak pidana pencucian uang bagi korporasi, dan tindak pidana yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang. TPPU dapat dikelompokkan dalam 2 klasifikasi, yaitu TPPU aktif dan TPPU pasif. Secara garis besar, dasar pembedaan klasifikasi tersebut, penekanannya pada :

  1. TPPU aktif sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 3 dan 4 UU TPPU, lebih menekankan pada pengenaan sanksi pidana bagi : a. pelaku pencucian uang sekaligus pelaku tindak pidana asal,

  b. pelaku pencucian uang, yang mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil tindak pidana.

  2. TPPU pasif sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 5 UU TPPU lebih menekankan pada pengenaan sanksi pidana bagi : a. pelaku yang menikmati manfaat dari hasil kejahatan, dan

  b. pelaku yang berpartisipasi menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

  Anti-Tipping-Off

  Selain tindak pidana pencucian uang, UU 8/2010 juga mengatur tindak pidana bagi pelaku yang membocorkan dokumen dan keterangan yang diterima yang berkaitan dengan pemberantasan pencucian uang, kecuali dalam rangka pelaksanaan kewajiban sebagaimana undang-undang (anti tipping-off).

  

3.6.3. PERAN LEMBAGA PENGAWAS DAN PENGATUR, PIHAK PELAPOR

DAN PIHAK TERKAIT LAINNYA

  Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memberi tugas, kewenangan dan mekanisme kerja baru bagi PPATK, Pihak Pelapor, regulator/Lembaga Pengawas dan Pengatur, lembaga penegak hukum, dan pihak terkait lainnya termasuk masyarakat.

  Bagan berikut ini dapat menggambarkan secara singkat hubungan fungsional antar pemangku kepentingan dalam rezim anti Pencucian Uang di Indonesia.

  1. Masyarakat

  Masyarakat yang dimaksudkan adalah masyarakat pengguna jasa keuangan atau yang berkaitan dengan keuangan, seperti nasabah bank, asuransi, perusahaan sekuritas, dana pensiun dan lainnya termasuk peserta lelang, pelanggan pedagang emas, properti, dan sebagainya.

  Peran masyarakat ini adalah memberikan data dan informasi kepada Pihak Pelapo,r ketika melakukan hubungan usaha dengan Pihak Pelapor, sekurang-kurangnya meliputi identitas diri, sumber dana dan tujuan Transaksi dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Pihak Pelapor dan melampirkan Dokumen pendukungnya. Hal ini selaras dengan slogan “Kalau Bersih Kenapa Risih”. Di samping itu, masyarakat juga dapat berperan aktif dalam memberikan informasi kepada aparat penegak hukum yang berwenang atau PPATK apabila mengetahui adanya perbuatan yang berindikasi pencucian uang

  2. Pihak Pelapor dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai